5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperkolesterol
2.1.1 Definisi
Hiperkolesterol adalah peningkatan kolesterol dalam darah karena
kelainan pada tingkat lipoprotein, yaitu partikel yang membawa kolesterol
dalam aliran darah (Braunwald, 2008). Hiperkolesterolemia merupakan
gangguan metabolisme yang terjadi secara primer atau sekunder akibat
berbagai penyakit yang dapat berkontribusi terhadap berbagai jenis
penyakit Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan hiperlipidemia dan
hiperlipoproteinemia. Hiperkolesterolemia dapat terjadi akibat kelainan
kadar lipoprotein dalam darah yang dalam jangka panjang mempercepat
kejadian arteriosklerosis (Bantas, 2012).
Kolesterol memainkan peran utama dalam kesehatan jantung
manusia. Kolesterol bisa baik dan buruk. High-density lipoprotein (HDL)
adalah kolesterol baik dan low-density lipoprotein (LDL) adalah kolesterol
jahat. kolesterol tinggi dalam serum merupakan faktor risiko utama untuk
penyakit jantung manusia seperti penyakit jantung koroner dan stroke -
nomor satu Amerika pembunuh (Ma, 2006).
2.1.2 Kadar Lipid Plasma
Menurut National Cholesterol Education Program 2002 kadar
lipid plasma dapat di Klasifikasi menjadi kolesterol total, HDL, LDL dan
TG dalam mg/dl dapat di lihat pada tabel 2.1
6
Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma Manusia (mg/dl)
Klasifikasi kadar lipid Plasma (mg/dl)
• Total Kolesterol
< 200
200 – 239
> 240
• Kolesterol LDL
< 100
100 – 129
130 – 159
160 – 189
> 190
• Kolesterol HDL
< 40
> 60
• Trigliserid
< 150
150 – 199
200 – 499
≥ 500
Optimal
Batas Normal
Tinggi
Optimal
Mendekati Optimal
Batas Normal
Tinggi
Sangat Tinggi
Rendah
Tinggi
Optimal
Batas Normal
Tinggi
Sangat tinggi
(NCEP, 2002)
Tabel 2.2 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma Tikus (mg/dl)
Klasifikasi kadar lipid Plasma (mg/dl)
• Total Kolesterol
10 - 54mg/dl
• Kolesterol LDL
7 - 27,2 mg/dl
• Kolesterol HDL
≥ 35 mg/dL
• Trigliserid
27 - 30 mg/dL
(Wahyudi, 2015)
a. Kolesterol total
Kolesterol merupakan substansi lipid yang terdapat pada
membrane sel dan berperan dalam berabagai biosintesis sterol :
asam empedu, hormone adrenokortikal, androgen dan esterogen.
Banyak penelitian membuktikan bahwa kenaikan kolesterol plasma
merupakan faktor resiko penting berkembangnya Penyakit Jantung
7
Koroner (PJK). Kadar kolesterol total > 6,5 mmol/L melipat
gandakan risiko PJK mematikan dan jika >7,8 mmol/L
meningkatkan resiko sampai empat kali lipat. Penurunan kadar
kolesterol total sebesar 20% akan menurunkan resiko koroner
sebesar 10% (Zahrawardhani,2012).
b. Kolesterol LDL
LDL adalah partikel bola, berdiameter 22-29 nm, terdiri
dari inti kolestero, trigliserida, fosfolipid dan protein.
Apolipoprotein utama LDL adalah apo B dan kadangkala apo
kecil, seperti apo CIII dan Apo E yang memodulasi metabolisme
LDL. Setiap partikel LDL memiliki satu molekul apo B, yang
dikenali oleh reseptor LDL yang membersihkan LDL dari plasma.
Dengan demikian, konsentrasi LDL apo B adalah konsentrasi
plasma partikel LDL.. Partikel LDL mengandung TG sebanyak 10
persen dan kolesterol 60 persen. Kadar LDL plasma tergantung
dari banyak kadar lipid, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan
VLDL (Sacks, 2003)
Pada hiperkolesterolemia familial, terdapat gangguan
genetik pada pembentukan reseptor LDL di membrane sel, maka
hati tidak dapat mengabsosrbsi lipoprotein berdensitas rendah.
Tanpa adanya absorbsi tersebut, mesin kolesterol di hati menjadi
tidak terkontrol dan terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak
lagi berespon terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol
8
plasma, sehingga kadar LDL dalam plasma meningkat (Guyton,
2012)
c. Kolesterol HDL
Plasma high-density lipoprotein (HDL) adalah kompleks
lipid-protein bulat kecil yang terdiri dari dari lapisan luar yang
mengandung kolesterol bebas, fosfolipid, dan berbagai
apolipoprotein (Apo), yang mencakup inti hidrofobik yang
terutama terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol.
Apolipoprotein utama HDL adalah Apo A1, Apo A2, Apo C1, Apo
C2, Apo C3. Apo D dan Apo E. Komponen HDL ialah 13%
kolesterol, kurang dari 5% TG dan 60% protein. HDL penting
untuk membersihan TG dan kolesterol, dan untuk transportasi serta
metabolisme kolesterol ester dalam plasma (McGowder, 2011).
d. TG
TG merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam
lemak teresterifikasi menjadi gliserol. dan merupakan jenis lemak
yang paling banyak di dalam darah. Kadar TG yang tinggi dalam
darah (hipertrigliseridemia) juga dikaitkan dengan terjadinya
penyakit jantung coroner. TG merupakan lemak di dalam tubuh
yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak
jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda (Zahrawardhani, 2012).
2.1.3 Metabolisme Lipoprotein
Metabolism lipoprotein dapat dibagi atas 3 jalur yaitu jalur
metabolism eksogen, jalur metabolism endogen dan jalur reverse
9
cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan
metabolism kolestero-LDL dan TG, sedangkan jalur reverse
cholesterol transport khusus mengenai metabolism kolesterol HDL
(Daniel, 2012).
( Deniel et al., 2012)
Gambar 2.1.
a. jalur eksogen berawal dari kolesterol dari makanan dan kolesterol yang dikeluarkan hati
diabsorbsi oleh usus halus lalu bergabung dengan lipoprotein menjadi kilomikron dibawa
melalui darah ke jaringan dan berakhir di hati
b. jalur eksogen berawal dari hati berbentuk VLDL di bawa ke pembuluh darah dan ke
jaringan lalu menjadi IDL dan LDL, LDL ini di bawa ke jaringan dan sisanya
dikembalikan lagi ke hati.
a. Jalur Metabolisme Eksogen
Ada 2 sumber kolesterol yaitu berasal dari diet dan kolesterol dari
hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus, Baik lemak di
usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati
disebut lemak eksogen. TG dan kolesterol dalam usus halus akan di
serap ke dalam enterosit mukosa usus halus. TG akan diserap sebagai
asam lemak bebas sedang kolesterol sebagai kolesterol dicampur
dengan lesitin, lysolecithin, dan garam empedu menjadi larut.
Didalam usus halus asam lemak akan bebas akan diubah lagi menjadi
10
TG, sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi
kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fospolipid dan
apolipoprotein yang dikenal dengan kilomikron. Kilomikron ini
masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan
masuk ke aliran darah. TG dalam kilomikron akan mengalami
hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel
menjadi asam lemak bebas (free faty acid (FFA) = non-esterified fatty
acid (NEFA). Asam lemak bebas dapat di simpan sebagai TG kembali
di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang
banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk
pembentukan TG hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian
besar trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung
kolesterol ester dan akan dibawa ke hati (Imes, 2013).
b. Jalur Metabolisme Endogen
Trigliserid dan kolesterol yang disintesis dari hati dan disekresi
kedalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang
terkandung kedalam VLDL adalah Apolipoprotein B100. Dalam
sirkulasi, trigliserid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim
Lipoprotein lipase (LPL), dan VLDL berubah menjadi IDL (
Intermediete Density Lipoprotein) yang akan diambil oleh hati atau
juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. LDL
adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan
steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium
11
yang mempunyai reseptor untuk kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari
kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan di tangkap oleh reseptor
scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam
cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin
banyak yang akan mengalami oksidasi dan di tangkap oleh sel
makrofag (Kwan, 2007).
LDL dalam plasma yang berlebihan akan mengalami oksidasi
oleh logam transisional seperti iron (Fe) dan Cooper (Cu). LDL yang
teroksidasi di sebut Ox-LDL. Pada disfungsi endotel disebabkan oleh
Ox-LDL mengaktivasi lechitin-like ox-LDL reseptor (LOX-1). LOX-
1 adalah reseptor ox-LDL pada endotel kapiler. Ox-LDL akan
berikatan dengan LOX-1 untuk masuk ke dalam sel dan menginduksi
pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS) (adianingsih, 2016).
c. Jalur Reverse Cholesterol Transport
HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (apo) A, C, E; dan Apo A1 disebut HDL
nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, akan
mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di
makrofag. Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag,
kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh
enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya
sebagian kolesterol ester yang di bawa oleh HDL akan mengambil 2
jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan jalur kedua adalah kolesterol
ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL
12
dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP).
Dengan demikian fungsi HDL sebagai penyerap kolesterol dari
makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak
langsung melalui VLDL dan Intermediet Density Lipoprotein (IDL)
untuk membawa kolesterol kembali ke hati (Daniel, 2012).
( Deniel et al., 2012)
Gambar 2.2
HDL metabolism and reverse cholesterol trasport. Dimulai dari HDL Nascent dan Apo
A-1 menjadi HDL kemudian di edarkan melalui pembuluh darah lalu HDL ini mengambil
kolesterol pada makrofag dan ditukarkan dengan TG dengan VLDL/IDL atau dibawa
langsung ke hati
2.2 Radikal Bebas
2.2.1 Definisi
Radikal bebas adalah sekelompok bahan kimia baik berupa
atom maupun molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada
lapisan luarnya atau kehilangan elektron, sehingga apabila dua radikal
bebas bertemu, mereka bisa memakai bersama elektron tidak
berpasangan dan membentuk ikatan kovalen. Molekul biologi pada
dasarnya tidak ada yang bersifat radikal. Apabila molekul non radikal
bertemu dengan radikal bebas, maka akan terbentuk suatu molekul
13
radikal yang baru. Dapat dikatakan, radikal bebas bersifat tidak stabil
dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul di sekitarnya,
sehingga radikal bebas bersifat toksik terhadap molekul biologi/sel
(Werdhasari, 2014).
Radikal bebas dapat mengganggu produksi Deoxyribonucleic Acid
(DNA), lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi pembuluh
darah, produksi prostaglandin, dan protein lain seperti enzim yang
terdapat dalam tubuh. Radikal bebas yang mengambil elektron dari
DNA dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga muncul
sel-sel mutan. Bila mutasi ini terjadi berlangsung lama dapat menjadi
kanker. Radikal bebas juga berperan dalam proses menua, dimana reaksi
inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan diproduksinya
Reactive Oxygen Species (ROS) (Werdhasari, 2014)
ROS merupakan oksidan tipe turunan oksigen yang sangat reaktif
dalam tubuh. Turunan oksigen reaktif ini mencakup superoksida (O2),
hidroksil (OH), peroksil (ROO), hidrogen peroksida (H2O2), singlet
oksigen (O2), oksida nitrit (NO), peroksinitrit (ONOO) dan asam
hipoklorit (HOCl). Oksidan ini mampu bereaksi dengan molekul biologi
pada organisme hidup seperti protein, lipida, karbohidrat, maupun
deoxyribose nucleic acid (DNA) yang akan menyebabkan reaksi radikal
pada tubuh (Pham-Huy, 2008).
2.2.2 Sifat-sifat radikal bebas
Radikal bebas memiliki dua sifat, yaitu Reaktivitas tinggi, karena
kecenderungannya menarik elektron atau dapat mengubah suatu melokul
14
menjadi suatu radikal. Berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa
radikal bebas tersebut mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal
baru. Bila radikal baru bertemu molekul lain akan terbentuk radikal
baru lagi, sehingga akan terjadi reaksi berantai dan mengakibatkan
terganggunya sel hidup (Sarma, 2010).
Bila elektron yang berikatan dengan radikal bebas berasal
dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya karena
ikatan digunakan bersama–sama pada orbital luarnya. Umumnya
senyawa yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar
seperti lipid, protein dan DNA yang merupakan komponen seluler
utama sehingga tiga molekul besar tersebut merupakan target dari radikal
bebas (Sarma, 2010).
Dari ketiga molekul target tersebut yang paling rentan
terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa
radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda
pada membran sel, akibatnya dinding sel menjadi rapuh. Senyawa
oksigen reaktif ini juga mampu merusak bagian dalam pembuluh darah
sehingga meningkatkan pengendapan kolesterol dan menimbulkan
aterosklerosis. Senyawa radikal bebas ini berpotensi merusak basa
DNA sehingga mengacaukan sistem info genetika, dan berlanjut pada
pembentukan sel kanker. Jaringan lipid juga akan dirusak oleh
senyawa radikal bebas sehingga terbentuk peroksida yang memicu
munculnya penyakit degeneratif.
15
Komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid, glikolipid
dan kolesterol. Dua komponen pertama mengandung asam lemak tak
jenuh (asam linoleat, linolenat arakidonat) sangat rawan terhadap
serangan radikal terutama radikal hidroksil, yang dapat menimbulkan
reaksi rantai yang dikenal dengan Lipid peroxidation yang akan
membentuk senyawa aldehide seperti Malondialdehide (Dewi, 2014).
Perioksidasi Lipid :
LH + • OH L• + H2O
Asam lemak + ROS Radikal lipid
L• + O2 LOO• (Radikal peroksilipid)
LOO• + LH L• + L OOH dan seterusnya
(Dewi, 2014)
2.2.3 Malondialdehid
Malondialdehid (MDA) adalah produk akhir yang terbentuk
selama peroksidasi lipid disebabkan karena degradasi fosfolipid membran
sel. MDA dilepaskan ke ruang ekstraselular dan akhirnya masuk ke dalam
darah. MDA ini telah digunakan sebagai biomarker yang efektif oksidasi
lipid (Lorante et al, 2015).
Proses pembentukan MDA melalui ikatan rangkap dua (ikatan
ganda C=C) dari Polyunsaturated fatty acids (PUFA) yang merupakan
target utama radikal hidroksil. Adanya ikatan rangkap dua (C=C)
melemahkan ikatan antara karbon dan hidrogen sehingga memudahkan
radikal hidroksil dalam mengabstraksi atom hidrogen dari PUFA. Tahap
awal peroksidasi lipid (PUFA) (RH) adalah abstraksi atom hidrogen
16
oleh radikal hidroksil sehingga terbentuk radikal lipid. Selanjutnya
Radikal lipid merupakan molekul yang sangat tidak stabil sehingga
dapat bereaksi dengan O2 membentuk radikal peroksil lipid (ROO)
(Aulanni’am,2011).
Radikal peroksil lipid ini dapat bereaksi dengan PUFA yang
lain, mengambil satu elektron dan menghasilkan lipid hidroperoksida
(ROOH hidroperoksida) serta radikal lipid yang lain. Proses reaksi
radikal dengan senyawa non-radikal yang menghasilkan radikal lain
tersebut diatur dalam suatu mekanisme reaksi berantai. Lipid
hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak stabil dan dapat
terfragmentasi, dimana salah satu hasil fragmentasinya adalah MDA.
Radikal peroksil lipid juga dapat mengalami tahapan reaksi siklisasi
menghasilkan peroksida siklik yang berdekatan dengan pusat radikal
karbon. Radikal ini menghasilkan molekul dengan struktur yang
analog dengan endoperoksida. Endoperoksida selanjutnyaakan
membentuk malondialdehid (MDA) (Aulanni’am,2011).
Malondialdehid (MDA) adalah pokok dan paling banyak dipelajari
produk peroksidasi polyunsaturated fatty acid. Aldehid merupakan
senyawa yang terkandung dalam MDA yang sangat beracun dan harus
dianggap sebagai lebih dari sekedar penanda lipid peroksidasi. Interaksi
MDA dengan DNA dan protein sering disebut sebagai berpotensi
mutagenik dan aterogenik (Del Rio, 2005).
17
(Aulanni’am,2011)
Gambar 2.3
Pembentukan MDA
Reaksi pembentukan MDA melalui perioksidasi lipid (PUFA) yaitu dengan cara
PUFA yang bereaksi dengan radikal hidroksil lalu menghasilkan radikal lipid
selanjutnya terjadi reaksi berantai sampai terbentuknya endoperoxide dan hasil
akhir reaksinya MDA.
Pada penelitian yang dilakukan oleh andi wijaya tentang aktivitas
antioksidan sediaan nanopartikel kitosan Ekstrak etanol kelopak rosela (hibiscus
sabdariffa l) pada tikus Hiperkolesterol : pengukuran kadar malondialdehid
(mda), menunjukkan bahwa penggunaan induksi hiperkolesterol menggunakan
bahan minyak kambing, kuning telur puyuh dan asam kolat meningkatkan MDA
dalam jangka waktu 30 hari. Peningkatan tersebut terlihat pada perbandingan hasil
penelitian yaitu pada kontrol normal di hasilkan MDA 102,25 mg/dl sedangkan
kontrol positif yang menggunakan induksi hiperkolesterol mengalami peningkatan
sebanyak 223,46. Sehingga induksi kolesterol yang di gunakan dapat
meningkatkan kadar MDA tikus (wijaya, 2014).
2.3 Biji Cokelat
2.3.1 Taksonomi Kakao
Dalam taksonomi, kakao diklasifikasikan sebagai berikut.
Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Subdivisio Angiospermae
18
Kelas Dicotyledoneae, Ordo Malvales/Columniferae, Famili Sterculiaceae,
Genus Theobroma, Spesies Theobroma Cacao L (Karmawati, 2010).
A B
(Karmawati, 2010) Biji Cokelat
Gambar 2.4
A. Gambar buah cokelat dan B. Gambar biji Cokelat
2.3.2 Morfologi Cokelat
Pohon kakao umumnya mencapai ketinggian antara 8 – 20 meter
dan berumur sekitar 100 tahun. Habitat asli tanaman kakao adalah hutan
tropis. Tangkai daun kakao bentuknya silinder dan bersisik halus,
bergantung pada tipenya. Kakao adalah tanaman dengan surface
rootfeeder, artinya sebagian besar akar lateralnya berkembang dekat
permukaan tanah, yaitu pada kedalaman tanah (jeluk) 0-30 cm. Tanaman
kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang dari
bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Bunga kakao berwarna putih,
ungu atau kemerahan. Buah kakao ketika muda berwarna hijau atau hijau
agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Biji kakao tersusun
19
dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20 –
50 butir per buah. Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna
putih, rasanya asam manis dan diduga mengandung zat penghambat
perkecambahan (Karmawati et al., 2010).
2.3.3 Kandungan Biji Cokelat
Biji cokelat mempunyai kandungan lemak nabati tinggi, sekitar
50%. Berikut ini kandungan yang terdapat dalam biji cokelat.
Tabel 2.3 Kandunan Biji Cokelat
Kandungan Biji Cokelat
• Lemak Biji Cokelat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Arakidonat
Asam Palmitoleat
Asam Miristat
• Karbohidrat
Pati
Gula
• Pektin
• Getah
• Lendir
• Kandungan Nitrogen
24,8%
33,0%
3,2%
0,8%
0,3%
0,2%
15%
6%
1%
3,5%
Kadar dari asam lemak tersebut beragam dan ditentukan oleh jenis
tanaman, lokasi, jenis tanah, dan musim pembuahan. Proses
fermentasi juga dapat menurunkan kadar bahan bukan lemak, sehingga
secara relatif kadar lemak akan meningkat. Selama proses fermentasi
karbohidrat di hidrolisis menghasilkan gula reduksi (Karmawati et al
2010).
20
2.3.4 Antioksidan pada Biji Cokelat
Saat ini produk kakao banyak mendapat perhatian karena
mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Polifenol golongan
flavonoid terutama katekin dan epikatekin adalah komponen utama
dalam produk kakao yang berperan sebagai antioksidan. Polifenol kakao
mempunyai manfaat yaitu dapat mencegah terbentuknya radikal bebas,
dapat melindungi oksidasi LDL darah, berpengaruh terhadap
antimutagenik, dan dapat menghambat tumor. Hasil penelitian berbeda
dengan literatur, yaitu dalam penelitian sebelumnya , dengan bubuk
kakao yang sama menunjukkan total fenol sebesar 935.000 mg/kg.
Polifenol dalam biji kakao dapat berkontribusi sekitar 12% -18% dari berat
kering (Khan, 2014).
Menurut Wallgast dan Anklam melaporkan bahwa katekin,
antosianin, dan proantosianidins merupakan sekitar 37%, 4% dan 58%
polifenol biji kakao masing-masing (Khan, 2014).
Tabel 2.4 Kandungan Polifenol Biji Cokelat
Kandungan Biji Cokelat
• Flavanols
• Katekin
• Epikatekin
• Galokatekin
• Epigalokatekin
• Antosianin
• Proantosianidins
• Anthosianidins
• cyanidin-3-α-L-arabinoside
• cyanidin-3-β-D-galactoside
• Procyanidins
• flavan-3,4-diol
• B1-B5,
• C1
• ,D
37%
4%
58%
21
Senyawa polifenol yang paling menarik dari cokelat adalah
flavanols. Flavanols merupakan sub kelas dari flavonoid, dan flavonoid
merupakan turunan kelas dari polifenol. Flavanols dapat dibagi lebih
lanjut menjadi monomer (epicatechin dan cathechin), dimer (yang paling
umum dalam cokelat B2 dan B5, yang terbuat dari dua unit epicathechin
dengan link yang berbeda), atau polimer dari kombinasi monomer ini
(Andujar et al., 2012).
(Paoletti et al., 2012).
Gambar 2.5
Structural skeleton of flavonoids and classification hierarchy of common
flavonoids
2.4 Pengaruh Antioksidan cokelat terhadap kadar Malondialdehide (MDA)
ekstrak biji cokelat mengandung substansi polifenol dan zat antioksidan
flavonoid yang tinggi. Flavonoid memiliki efek antioksidan intraseluler atau
ekstraseluler. Radical scavenging adalah mekanisme pertahanan radikal bebas
yang bekerja untuk menangkap radikal bebas melalui inisiasi penghambatan
reaksi berantai dan memotong propagasi reaksi radikal bebas. Selain Radical
scavenging, flavonoid pada biji cokelat berperan sebagai chelation logam transisi
yaitu mekanisme pertahanan radikal bebas yang ada reaksi dengan logam transisi
22
yang penting dalam produksi zat radikal bebas seperti, tembaga, zat besi,
zincum12 (Rasyid et al, 2012).
Radical scavenging merupakan salah satu perlindungan tubuh dari radikal
bebas. Rantai hidroksil (OH) dari flavonoid dapat menstabilkan senyawa ROS
dengan bereaksi pada rantai reaktifnya. Dalam fungsinya sebagai radical
scavenging flavonoid dapat mencegah terjadinya oksidasi LDL dan dapat
mencegah aterosklerosis (Nijveldt et al, 2013)
mekanisme kerja senyawa flavanoid yang lain terdapat dalam biji cokelat
dalam menurunkan kolesterol darah diduga bekerja dengan cara penghambatan
terhadap HMG-CoA Reduktase. Penghambatan terhadap HMGCoA Reduktase
menyebabkan penurunan sintesis kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor
LDL yang terdapat dalam membran sel hepar dan jaringan ekstrahepatik sehingga
kadar kolesterol total turun, dengan penurunan kadar kolesterol maka LDL
sebagai alat angkut lipid di dalam darah juga berkurang kadarnya (Baskaran,
2015).
2.5 Jenis Pelarut Ekstrak
Hasil ekstrak biji cokelat, nilai-nilai oksidatif, dan kandungan antioksidan
dari biji cokelat dipengaruhi dengan menggunakan berbagai jenis pelarut dalam
ekstraksinya. Dari hasil penelitian ini, pelarut etanol mampu mengekstrak hasil
yang signifikan tinggi Antioksidan seperti flavonoid dibandingkan dengan pelarut
lainnya. Pemanfaatan etanol telah terbukti lebih efektif daripada hexane,
Protheleum ether dan 2-propanol dalam memperoleh antioksidan tinggi dan
aktivitas antioksidan dari tanaman. Selanjutnya, etanol secara luas digunakan
dalam ekstraksi dipilih karena kemampuannya untuk melarutkan berbagai
23
senyawa fenol dalam ekstrak cocoa. Penelitian ini menunjukkan nilai uji
antioksidan dari ekstraksi etanol adalah 67,6%. Sedangkan, secara signifikan
antioksidan terendah (p <0,05) ditemukan pada Protheleum Ether (48,62%).
Selain itu, dari sudut pandang toksikologi, etanol dan air lebih aman daripada
aseton, metanol dan pelarut organik lainnya dan penggunaan etanol 96%
memberikan hasil yang signifikan dalam memperoleh antioksidan flavonoid
daripada pelarut lain (Hussain, 2015).