38
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan
metode Post Test Only Control Group Design.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang untuk pemeliharaan, dan perlakuan pada
hewan coba. Untuk pengamatan hasil dilakukan di laboratorium Biomedik
Fakultas Kedokteran UMM. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam tikus ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain
wistar jantan.
4.3.2. Sampel
Tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan yang sesuai kriteria
inklusi.
4.3.3. Besar Sampel
Terdapat 5 kelompok penelitian yaitu satu kelompok kontrol positif,
kelompok dosis ekstrak buah mengkudu 20 mg/200grBB, kelompok dosis
ekstrak buah mengkudu 40 mg/200grBB, dan kelompok dosis ekstrak buah
39
mengkudu 80 mg/200grBB. Untuk menentukan replikasi, menggunakan
Rumus (Arifin WN, Zahiruddin WM, 2017):
Jumlah minimal sampel (n) = 10/k +1
Jumlah maksimal sampel (n) = 20/k +1
Total Sampel (N) = n x k
Jumlah minimal :
n = 10/k + 1
= 10/5 +1
= 3 / kelompok
Total sampel = 3 x 5
= 15
Jumlah maksimal :
n = 20/k + 1
= 20/5 +1
= 5 / kelompok
Total sampel = 5 x 5
= 25
Keterangan:
k = kelompok perlakuan
n = jumlah replikasi
40
Jumlah sampel masing-masing kelompok 3-5 ekor tikus beserta tikus
cadangan, sedangkan total besar sampel yakni 15-25 ekor tikus.
4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.
4.3.5. Karakteristik Sampel Penelitian
4.3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Umur 3-4 bulan.
2. Berat badan 150-200 gram.
3. Jantan, strain wistar.
4. Sehat, ditandai dengan gerakan aktif dan bulu yang tebal dan
berwarna putih serta matanya jernih
4.3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Tikus yang sebelumnya pernah diberi perlakuan untuk eksperimen
lain
2. Tikus dengan luka atau cacat
3. Tikus yang mati sebelum perlakuan
4.3.5.3. Kriteria Drop Out
1. Tikus yang sakit selama proses penelitian
2. Terjadi penurunan berat badan pada tikus
3. Tikus yang mati selama proses penelitian
4.3.6. Variabel Penelitian
4.3.6.1 Variabel Bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah ekstrak buah mengkudu dengan
dosis bertingkat 20mg/200grBB, 40mg/200grBB, 80mg/200grBB.
41
4.3.6.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung penelitian ini adalah gambaran histopatologi
sel ginjal.
4.3.7. Definisi Operasional
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Data
1 Ekstrak
buah
Mengkudu
Ekstrak buah
mengkudu dari UPT
Materia Medika Dinas
Kesehatan, Kota Batu,
Provinsi Jawa Timur
diberikan ke tikus
secara per oral
menggunakan sonde
Dosis
dengan
sonde
Dosis bertingkat
20mg/200grBB,
40mg/200grBB,
80mg/200grBB
yang akan
diberikan 30
menit sebelum
diberi
pirazinamid,
etambutol dan
levofloksasin
Kategorik
(Ordinal).
2 Gambaran
histopatol
ogi ginjal
Melihat gambaran
histopatologi dengan
menggunakan
mikroskop cahaya
dengan perbesaran
400x pada 3 pole
ginjal dengan
menghitung jumlah
infiltrasi sel radang
interstisial pada 2
lapang pandang setiap
polenya
Mikroskop
cahaya
Jumlah infiltrasi
sel radang
interstisial pada
tiap lapang
pandang
Numerik
(Rasio).
4.4. Alat dan Bahan Penelitian
4.4.1. Alat penelitian
1.Kandang
2.Penutup kandang dari anyaman kawat
3.Botol air
4.Sonde
42
5.Neraca dengan ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat tikus
6.Sekam
7.Pakan Comfeed PARS (BR-1)
8.Inkubator
9.Rotary evaporator
10. Kertas saring whatman nomor 2
11. Pisau
12. Pengaduk
13. Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,0001 gr
14. Pengocok listrik (Stirrer)
15. Mortir
4.4.2. Bahan Penelitian
1. Hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar jantan
2. Obat anti tuberkulosis pirazinamid, etambutol dan levofloksasin
3. Bahan pembuatan ekstrak buah mengkudu, etanol 96 %, aquades, dan
buah mengkudu masak
4. CMC 0,5%
4.4.3. Alat dan Bahan Bedah Tikus
1. Alat bedah minor set untuk membedah tikus
2. Toples kaca
3. Kapas
4. Kloroform
5. Papan bedah
6. Handscoon
43
7. Jarum pentul
8. Stopwatch
4.4.4. Alat dan Bahan Pembuat Preparat Histopatologi
1. Gelas piala
2. Gelas ukur
3. Object glass
4. Cover glass
5. Kotak lembab
6. Mikrotom
7. Mikropipet
8. Mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera
9. Sampel organ hewan, larutan Bouin, alkohol, silol, paraffin, 0,9% NaCl
fisiologis, hidrogen peroksida (H2O2), hydrofobic marker, 3,3-
diaminobenzidine (DAB), 0,01 M phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4,
medium perekat Entellan dan aquades (Samson & Unitly, 2014).
4.5. Prosedur Penelitian
4.5.1 Proses Adaptasi
Subjek penelitian diadaptasikan di laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang selama tujuh hari, agar
tikus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Tikus dimasukkan ke
kandang dan diberi pakan Comfeed PARS (BR-1) dan minum.
44
4.5.2 Pembagian Kelompok Tikus
Tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor yang terbagi menjadi 5
kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan 3
perlakuan. Setiap kelompok terdapat 5 ekor tikus.
Kelompok 1 (kontrol negatif) : diberi makan dan minum standar selama 28
hari
Kelompok 2 (kontrol positif) : diinduksi pirazinamid, etambutol,
levofloksasin kemudian diberi makan dan minum standar
Kelompok 3 : diberi ekstrak buah mengkudu dosis 20 mg/200grBB tikus
yang sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi
pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari
yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar
Kelompok 4 : diberi ekstrak buah mengkudu dosis 40 mg/200grBB tikus
yang sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi
pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari
yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar.
Kelompok 5 : diberi ekstrak mengkudu dosis 80 mg/200grBB tikus yang
sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi
pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari
yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar.
Semua perlakuan dilakukan pada sore hari selama 28 hari.
45
4.5.3 Pemberian Pirazinamid, Etambutol dan Levofloksasin
Tabel 4.2 Penentuan Dosis OAT MDR-TB
OAT Berat Badan (BB)
< 33 kg 33–50 kg 51–70 kg >70 kg
Pirazinamid (Z) 20–30
mg/kg/hari 750–1.500 mg
1.500–1.750
mg
1.750–2.000
mg
Etambutol (E) 20–30
mg/kg/hari 800–1.200 mg
1.200–1.600
mg
1.600–2.000
mg
Levofloksasin
(Lfx)
7,5–10
mg/kg/hari 750 mg 750 mg
750–1.000
mg
(Reviono, Kusnanto, Eko, et al., 2014).
Konversi dosis obat anti tuberkulosis pada manusia ke tikus:
Tabel 4.3 Konversi Perhitungan Dosis
Mencit 20 gr Tikus 200 gr Kelinci 1,5 kg Manusia 70 kg
Mencit 20 gr 1.0 7.0 27.8 387.9
Tikus 200 gr 0.14 1.0 3.9 56.0
Kelinci 1,5 kg 0.04 0.25 1.0 14.2
Manusia 70 kg 0.0026 0.018 0.07 1.0
(Stevani, Hendra, 2016).
Pirazinamid
Dosis pada manusia : 1.750 – 2.000 mg
Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi
= 2.000 X 0,018
= 36 mg/200grBB/hari
Etambutol
Dosis pada manusia : 1.600 – 2000 mg
Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi
= 2000 X 0,018
46
= 36 mg/200grBB/hari
Levofloksasin
Dosis pada manusia : 750 – 1000 mg
Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi
= 1000 X 0,018
= 18 mg/200grBB/hari
Perlakuan dengan memberi obat anti tuberkulosis secara oral,
pirazinamid: 36 mg/hari, etambutol: 36 mg/hari, dan levofloksasin: 18
mg/hari.
4.5.4 Pembuatan Ekstrak Buah Mengkudu
Ekstrak buah mengkudu yang dipakai peneliti didapatkan dari UPT
Materia Medika Dinas Kesehatan, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
4.5.5 Penentuan Dosis Ekstrak Mengkudu
Penelitian yang dilakukan oleh Srikanth (2009) tentang ekstrak
mengkudu menyatakan bahwa dengan dosis 200 mg/kg BB tikus dapat
menurunkan kerusakan mukosa lambung pada tikus yang diinduksi oleh
NSAID (Srikhanth J, Muralidharan P, 2009). Pada penelitian kali ini,
peneliti memakai dosis ekstrak mengkudu yang tidak hanya baik dan aman
untuk ginjal namun juga aman pada organ lain. Berdasarkan penelitian
tersebut, penelitian ini akan menggunakan dosis 1/2n, n, dan 2n yaitu: 100
mg/kgBB; 200 mg/kgBB; dan 400 mg/kgBB.
Diberikan pada tikus dengan dosis 20 mg/200grBB tikus; 40
mg/200grBB tikus; 80 mg/200grBB tikus.
47
4.5.6 Proses Anastesi dan Pembedahan Hewan Coba
a. Proses Anastesi :
Proses anastesi dilakukan satu persatu terhadap hewan coba yaitu
dengan memasukan hewan coba ke dalam toples kaca yang berisi kapas
yang sudah dicampur dengan kloroform. Anastesi dilakukan secara
inhalasi pada hewan coba dengan dosis eter ± 0,67 ml/hewan coba selama
± 60 detik yang dihitung dengan menggunakan stopwatch.
b. Proses Pembedahan
Setelah hewan coba teranastesi dengan baik (keadaan pingsan), hewan
coba diletakkan pada meja lilin dan keempat kaki hewan coba difiksasi
terhadap meja lilin dengan menggunakan jarum pentul. Dengan
menggunakan gunting bedah, dilakukan pembedahan pada abdomen untuk
diambil organ ginjal.
4.5.7 Membuat Sediaan Histopatologi Ginjal
1) Segera setelah hewan mati mengambil organ ginjal yang akan digunakan
untuk preparat histologis
2) Kemudian dicuci dengan 0,9% NaCl fisiologis
3) Lalu dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin (dengan komposisi asam
pikrat jenuh : formalin pro-analisis : asam asetat glacial = 15:5:1) selama
24 jam.
4) Setelah terfiksasi dilakukan perendaman dengan menggunakan alkohol
70% selama 24 jam,
5) Dilanjutkan dengan alkohol 80% selama 2 jam
6) Selanjutnya direndam dalam alkohol 90% selama 20 menit
48
7) Tahapan selanjutnya adalah memindahkan ginjal pada xylol 1 dan 2
masing – masing 20 menit.
8) Xylol 3 dapat dilakukan pada suhu 60 – 63˚C selama 20 menit.
9) Selanjutnya ginjal dicelupkan dalam parafin cair pada wadah.
10) Setelah itu, parafin akan memadat dan ginjal berada dalam blok parafin.
11) Jaringan dalam blok parafin disayat secara serial menggunakan
mikrotom rotary dengan ketebalan 5 μm dan dilekatkan pada gelas
obyek yang telah dilapisi dengan alkohol 70% atau 0,2% Neofren®
dalam toluene
12) Kemudian disimpan dalam inkubator 400C selama 24 jam.
13) Sediaan kemudian diwarnai secara Hematoksilin Eosin (HE)
(Samson & Unitly, 2014).
Prosedur pulasan HE:
Memilih preparat irisan yang paling bagus,
1) Dilakukan deparafinisasi dalam: larutan xylol I selama 5 menit, larutan
xylol II selama 5 menit, etanol absolut selama 1 jam
2) Hydrasi dalam: alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 70% selama 2
menit, air selama 10 menit
3) Pulasan inti dengan: Harris Hematoksilin selama 15 menit, dibilas
dengan air mengalir, diwarnai dengan eosin selama maksimal 1 menit,
4) Dehidrasi: alkohol 70% selama 2 menit, alkohol 96% selama 2 menit,
alkohol absolut 2 menit,
5) Penjernihan: xylol I selama 2 menit, xylol II selama 2 menit,
49
6) Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass, cegah jangan
sampai ada gelembung udara.
4.5.8 Pengamatan Hasil
Pengamatan sediaan pada 3 pole ginjal dengan perbesaran 400x
pada mikroskop, perbesaran bertingkat 10x kemudian 40x pada lensa
obyektif dan 10x perbesaran lensa okuler. Sasaran yang diamati
adalah perubahan abnormal gambaran histopatologi ginjal yaitu
dengan menghitung jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada 2
lapang pandang setiap polenya.
4.5.9 Penanganan Hewan Coba Setelah Pembedahan
Hewan coba yang telah dibedah, pastikan bahwa hewan coba tidak
mengalami recovery. Sebelum mengubur hewan coba, dipastikan bahwa
denyut nadi sudah berhenti. Jika hewan coba mengalami recovery maka
harus dilakukan prosedur euthanasia, salah satunya dengan prosedur
Cervical Dislocation, yaitu dengan cara memisahkan tengkorak dan
vertebrae. Teknik ini dilakukan dengan memberikan tekanan ke bagian
posterior dasar tulang tengkorak dan vertebrae. Bila vertebrae terpisah dari
otak, reflek kedip menghilang dengan segera, rangsangan rasa sakit
menghilang sehingga hewan tidak merasakan sakit. Bangkai tikus percobaan
dikubur di tanah dengan kedalaman minimal 50 cm dan luas lubang 0, 25
m². Setiap lubang hanya digunakan untuk mengubur 10 tikus secara
bersama, hal ini untuk mencegah bangkai tikus digali oleh hewan lain seperti
kucing. Lubang ditutup kembali dengan tanah lalu lubang dipadatkan agar
tidak tercium bau dari bangkai tikus tersebut (Alexandru, 2011).
50
4.6. Alur Penelitian
KELOMPOK
IV
Pemberian
ekstrak buah
mengkudu 40
mg/200grBB
/hari kemudian
setelah 30
menit, diberi
OAT
Setiap tikus dianastesi dengan 0,67 ml kloroform pekat secara inhalasi
selanjutnya dilakukan pembedahan hewan coba, mengambil organ ginjalnya
Pembuatan Sediaan Histopatologi Ginjal
1. Organ yang telah dipotong dicuci dengan 0,9% Nacl
2. Dimasukkan dalam fiksatif Bouin
3. Direndam dengan alkohol 70%, 80%, 90%
4. Memindahkan ginjal pada xylol 1, 2, 3
5. Dicelupkan pada parafin
6. Jaringan dalam blok parafin disayat secara serial
7. Disimpan dalam inkubator 400oC
8. Diwarnai Hematoksilin Eosin (HE)
Pengamatan Hasil
Pengamatan sediaan pada 3 pole ginjal dengan perbesaran
400x pada mikroskop, menghitung jumlah infiltrasi sel radang
interstisial pada 2 lapang pandang setiap polenya
KELOMPOK
II
Kontrol Positif
Pemberian
induksi OAT
Adaptasi Hewan Coba Selama 7 hari
KELOMPOK
V
Pemberian
ekstrak buah
mengkudu 80
mg/200grBB
/hari kemudian
setelah 30
menit, diberi
OAT
Mengubur hewan coba dan harus dipastikan bahwa hewan coba tidak
mengalami recovery
KELOMPOK
I
Kontrol Negatif
Pemberian
makan dan
minum standar
selama 28 hari
Diberi makan dan minum standar setelah pemberian perlakuan,
dilakukan selama 28 hari.
KELOMPOK
III
Pemberian
ekstrak buah
mengkudu 20
mg/ 200grBB
/hari kemudian
setelah 30
menit, diberi
OAT
Analisis Data
Analisis data menggunakan Shapiro-wilk, Levene, One Way
ANOVA, Post hoc dan Regresi Linier
51
4.7. Analisis Data
Data dari hasil percobaan dianalisis menggunakan:
1. Uji normalitas Shapiro Wilk dan homogenitas Levene test, bila saat uji
normalitas sebaran data tidak normal maka uji yang digunakan Kruskal-
Waliss, jika normal (sig >0,05) maka selanjutnya memakai uji One Way
ANOVA.
2. Uji One Way ANOVA untuk membuktikan adanya perbedaan yang
bermakna antara kontrol positif dengan kelompok yang diberi ekstrak buah
mengkudu (Morinda citrifolia L). Dimana apabila diperoleh p > 0,05 artinya
tidak ada perbedaan yang bermakna. Sebaliknya apabila diperoleh p < 0,05
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.
3. Uji Post Hoc Bonferroni dilakukan untuk mengetahui dosis ekstrak buah
mengkudu (Morinda citrifolia L.) yang mulai menimbulkan efek
nefroprotektif. Bila hasil yang didapat tidak homogen, maka memakai uji
post hoc Tamhane T2, jika homogen, maka memakai uji post hoc Bonferroni.
4. Analisa regresi linier untuk mengetahui besar pengaruh dan prediksi dosis
ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia L) (dalam 1 mg) terhadap perbaikan
gambaran histopatologi sel ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) strain
wistar jantan.
52
4.8. Jadwal Penelitian
Tabel 4.4 Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan
10 11 12 1
1. Pengurusan Izin x
2. Persiapan bahan
dan hewan coba
x
x
3. Adaptasi hewan
pakan hewan
coba
x
4. Pemberian
perlakuan
x x x x
5. Pengamatan
histopatologi
ginjal
x
6. Analisa data x
7. Konsultasi dan
revisi akhir
x x