Download - Bab 5 Pemetaan
BAB 5URAIAN PENDEKATAN,
METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
DATA TEKNIS KAJIAN PEMETAAN SPASIAL LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATAMTAHUN ANGGARAN 2012
5.1 TINJAUAN TEORI
Peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan atau buatan
manusia, yang berada diatas maupun dibawah permukaan bumi yang
digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
Peta dapat dibuat melalui beberapa metode, yakni; metode survey
terestris atau survey langsung ke lapangan, secara fotogrametris
maupun inderaja. Peta sendiri terdiri dari beberapa jenis yaitu : peta
dasar, peta wilayah, peta tematik, peta geologi, peta topografi dan lain
sebagainya.
Peta foto diperoleh dengan menggunakan metode fotogrametris
(melalui pemotretan udara). Fotogrametri adalah suatu teknik dan seni
untuk menggambarkan sebagian atau seluruh permukaan bumi dalam
skala tertentu. Peta-peta yang dihasilkan mencakup berbagai jenis peta
dan berbagai skala mulai dari peta dasar, peta topografi, peta
rekayasa, peta tematik dan produk-produk peta lainnya.
Sebagai bahan dasar untuk pemetaan secara fotogrametri adalah satu
atau beberapa foto, umumnya foto yang bertampalan (overlaped
photo) yang mana foto tersebut diolah (restitusi foto), diinterpretasi
dan dilakukan pembuatan peta. Secara umum foto tersebut didapatkan
dari hasil pemotretan udara, yaitu pemotretan yang dilakukan pada
ketinggian tertentu dengan menggunakan sarana pesawat udara.
5 - 1
Data citra satelit merupakan salah satu raw data dalam pemetaan
dengan menggunakan metode indraja. Data citra satelit merupakan
data digital format raster yang memberikan informasi mengenai
gambaran permukaan bumi. Data ini dapat digunakan sebagai salah
satu data pendukung yang penting dalam penataan ruang dan
pengelolaan wilayah, seperti untuk pembuatan peta dasar, monitoring
perubahan tutupan lahan, perencanaan penataan ruang, dll.
Pengolahan data citra satelit penginderaan jauh meliputi beberapa
tahap berikut:
Import Data, guna mengkonversi data dalam format RAW ke dalam
format data yang dapat dibaca oleh perangkat lunak (software)
pengolahan data citra.
Koreksi Radiometrik dan Koreksi Geometrik, guna mengeliminasi
penyimpangan pada proses pencitraan dan mengikatkan data citra
pada sistem koordinat global, sehingga menjadi data citra yang
bergeoreferensi. Proses koreksi geometrik pada pelaksanaan
pekerjaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan data peta citra
atau peta garis yang sudah ada dengan skala peta yang lebih besar
dari skala peta yang akan dibuat, atau dengan menggunakan data
koordinat global hasil pengukuran lapangan.
Pembuatan Mosaik antar scene/lembar citra, guna menggabungkan/
menyatukan data citra yang terdiri dari beberapa lembar citra
(scene) menjadi data citra dalam satu kesatuan yang utuh.
Klasifikasi citra kedalam beberapa kelas tertentu, seperti air laut
(garis pantai, daerah pesisir), perairan darat (sungai, danau/situ),
permukiman (perumahan/perkampungan), gedung/bangunan,
kawasan industri, pasar, pertanian (sawah), tegalan/ladang, tanah
kosong, perkebunan dan hutan.
Pembentukan Data Kontur, dilakukan dengan menggunakan
software pengolahan data 3D dengan memanfaatkan data hasil
5 - 2
pengukuran lapangan atau dengan memanfaatkan data ketinggian
hasil stereo plotting dari data citra satelit stereo maupun data radar.
Peta Foto/Citra dibuat sedemikian rupa sehingga objek/unsur
permukaan bumi yang terlihat pada data citra dapat terlihat dengan
jelas dan dapat diinterpretasi dengan mudah secara visual. Pembuatan
Peta Foto/Citra dilakukan dengan menggunakan software pengolahan
foto/citra dari data foto yang sudah ada dan data citra satelit tahun
2007/2008 (terbaru).
Peta Garis merupakan data vektor hasil interpretasi dari Peta Citra dan
Peta Foto, yang dikelompokan berdasarkan fungsi, kondisi lingkungan
dan kebutuhan informasi di wilayah yang dipetakan, sehingga dapat
dibaca dan diterjemahkan dengan mudah secara visual. Data dan
informasi yang dapat diperoleh dari Peta Garis antara lain data jaringan
transportasi (jalan raya, jalan tol, rel KA, dll), sarana dan prasarana
transportasi, sistem permukiman, kawasan budidaya (perkebunan,
sawah, hutan, dll) dan fasilitas umum (bangunan/gedung, pasar,
kuburan/makam, dll).
5.2 PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI
5.2.1 PENDEKATAN TEKNIS
Pekerjaan Kajian Pemetaan Spasial Pengelolaan Lingkungan merupakan
tindak lanjut dari berbagai kegiatan yang telah dilakukan pada
beberapa tahun anggaran sebelumnya. Tujuan dari pekerjaan ini
adalah untuk memperoleh peta dasar digital berupa peta foto/citra dan
peta garis digital, guna memperoleh acuan/referensi batas
administratif, serta gambaran keseluruhan dan terkini mengenai
kondisi keruangan dan lingkungan Kota Batam. Pelaksanaan pekerjaan
ini dan semua hasilnya harus mengikuti ketentuan dan pedoman yang
tertera dalam Kerangka Acuan Kerja yang telah disusun oleh pihak
Pemerintah Daerah Kota Batam.
5 - 3
Data utama yang diperlukan pada pelaksanaan Kajian Pemetaan
Spasial Pengelolaan Lingkungan adalah data citra satelit resolusi tinggi.
Salah satu citra satelit resolusi tinggi yang akan digunakan adalah citra
(image) satelit Quickbird dengan resolusi 0.6 meter. Dengan
menggunakan citra resolusi 0.6 meter ini akan dapat diperoleh
kenampakan-kenampakan geografis yang cukup detail, seperti jalan,
rel kereta api, bangunan rumah-rumah penduduk, unsur-unsur
permukaan lainnya. Kelemahan dari citra quickbird ini adalah
akurasinya. Meskipun citra ini mempunyai resolusi 0.6 meter (1 pixel =
0.6 meter di tanah) akan tetapi akurasi dilapangannya bisa meleset
sampai 30 meter. Oleh sebab itu citra Quickbird ini perlu dikoreksi
sehingga akurasinya bisa mencapai 1 meter hingga 2.5 meter, sesuai
dengan kebutuhan skala peta yang akan dibuat pada pelaksanaan
pekerjaan ini.
Data Foto Udara maupun Citra Quickbird Ortho ialah data citra yang
menyajikan gambaran objek pada posisi ortografik yang benar. Oleh
karena itu citra ortho secara geometrik ekivalen terhadap peta garis
konvensional dan peta simbol planimetrik yang juga menyajikan posisi
orthografik objek secara benar. Masing-masing data citra perlu di
Orthorektifikasi karena kedua data citra ini mempunyai kemampuan
off-Nadir dalam perekaman datanya. Artinya bahwa kamera dapat
dimiringkan beberapa derajat untuk merekam suatu daerah, akibatnya
citra yang dihasilkan akan mengalami distorsi akibat kesendengan.
Bahkan, untuk data foto udara sendiri, banyak sekali faktor pengaruh
yang dapat menyebabkan adanya distorsi, baik akibat perubahan arah
gerak wahana pemotretan maupun akibat perbedaan sudut pandang
kamera pada saat pemotretan. Untuk mengembalikan masing-masing
data citra dalam posisi tegak, maka perlu dilakukan orthorektifikasi,
dengan teknik dan metode tertentu.
5 - 4
Data Citra Quickbird dapat diperoleh dengan mudah dan tanpa harus
melalui izin. Seperti diterangkan di atas, bahwa akurasi dari citra ini
sekitar 30 meter, sehingga untuk memperoleh akurasi tinggi perlu
dilakukan koreksi hingga mencapai kurang dari 2.5 meter. Karena
untuk meningkatkan akurasi ke level 2.5 meter tersebut membutuhkan
data Titik Kontrol Tanah (Ground Control Point) yang dapat diperoleh
dari hasil pengukuran lapangan.
Mengingat pekerjaan ini tidaklah sederhana dan dengan waktu yang
sangat terbatas, maka dalam penyusunan metodologi kerja, konsultan
membuat simplikasi dalam tahapan pekerjaan, yang pada intinya tetap
sesuai dengan maksud dan tujuan serta produk yang akan dihasilkan
sesuai dengan yang diharapkan dalam Kerangka Acuan Kerja.
Metodologi kerja disusun terinci atas beberapa tahap pekerjaan utama
yang dalam pelaksanaannya terdiri atas :
1. Persiapan
2. Pengumpulan Data
3. Installasi dan Pengukuran GCP (Ground Control Point)
4. Pengolahan Data Foto/Citra
5. Identifikasi Lapangan
6. Kartografi dan Pencetakan
7. Pelaporan dan Pelatihan
Secara umum, metodologi pelaksanaan pekerjaan Kajian Pemetaan
Spasial Pengelolaan Lingkungan dapat digambarkan dalam bentuk
diagram alir sebagai berikut:
5 - 5
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN PETA DASAR DIGITAL
Gambar 5.1 Proses Pembuatan Peta Dasar Digital
PENGOLAHAN DATA
PENGUMPULAN DATA
PETA FOTO/CITRA
PETA GARIS
PERSIAPAN
INSTALLASI & PENGUKURAN GCP
IDENTIFIKASI LAPANGAN
KARTOGRAFI & PENCETAKAN
PELAPORAN & PELATIHAN
5 - 6
Ekstrak Metadata (Informasi Orbit, dll)
Scanning
Triangulasi Udara
Perataan Blok
Pengolahan Data GCP
Pengukuran GCP
- Horizontal Control Point
- Vertical Control Point
Installasi/Pemasangan GCP
Foto Udara Citra Satelit
Orthorektifikasi Orthorektifikasi
Pembuatan Mosaik
Pembuatan Mosaik
Digital Plotting Digital Plotting
Identifikasi Lapangan Identifikasi Lapangan
Kartografi & Pencetakan Kartografi & Pencetakan
PETA FOTO
SKALA 1:5.000
PETA CITRA
SKALA 1:2 500
PETA GARIS
SKALA 1:5.000
PETA GARIS
SKALA 1:5.000
Kartografi &
Pencetakan
Kartografi &
Pencetakan
PERSIAPAN
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN PETA FOTO/CITRA DAN PETA GARIS
MENGGUNAKAN DATA FOTO UDARA DAN CITRA SATELIT
Gambar 5.2 Proses Pembuatan Peta Foto/Citra dan Peta Garis
5 - 7
5.2.2 METODOLOGI
5.2.2.1 Persiapan
Pada tahap ini akan dilakukan berbagai persiapan yang melingkupi :
1) Persiapan Umum
2) Penyusunan Rencana Kerja
A. Persiapan Umum
Setelah Surat Perintah Kerja diterima, Konsultan akan segera mengurus
administrasi yang berkaitan dengan pembuatan kontrak, termasuk
didalamnya pengurusan dan pembuatan Surat Jaminan Pelaksanaan,
peminjaman data dari pemberi pekerjaan, penyusunan rencana kerja
dan jadwal pelaksanaan pekerjaan, serta konfirmasi atas areal
pemetaan dan jenis data.
Persiapan personil dilakukan seiring dengan persiapan kontrak dan
pengurusan izin diatas. Terhadap personil yang akan dilibatkan pada
pekerjaan ini, akan dilakukan penataran/pengarahan kerja terlebih
dahulu.
Peralatan lapangan dan studio yang diperlukan dalam pekerjaan ini
adalah :
1. GPS tipe Navigasi minimal sebanyak 3 unit, lengkap dengan
software download datanya.
2. GPS tipe Geodetik sebanyak 3 unit, lengkap dengan software
pengolahan baselinenya.
3. Alat ukur beda tinggi (levelling) seperti Waterpass dan Autolevel
minimal sebanyak 3 unit, lengkap dengan software download dan
pengolahan datanya.
4. Pita ukur, kompas magnetik, dll, masing-masing minimal sebanyak 6
unit.
5. Scanner Resolusi minimal 1200 dpi minimal sebanyak 1 unit.
6. Plotter A0 Resolusi minimal 1200 dpi minimal sebanyak 1 unit.
7. Printer A3 minimal sebanyak 1 unit.
5 - 8
8. Software pengolahan data foto udara, termasuk untuk triangulasi
udara dan perataan blok seperti PCI Geomatics Ver.10, PAT-B, PAT-
M, KLT minimal sebanyak 1 unit.
9. Software pengolahan data citra satelit seperti PCI Geomatics ver.10,
ERDAS Imagine ver.9, ER Mapper Ver.7, sebanyak minimal 2 unit.
10.Software digitasi citra, pengolahan data vektor dan penyusunan
format cetak seperti AutoCAD Map Ver.2007, MapInfo Ver.9, ArcView
Ver.3.3 minimal sebanyak 3 unit.
11.Komputer Grafis minimal sebanyak 5 unit dengan spesifikasi :
Minimum Pentium IV atau setara
Monitor Grafis 17 inch
VGA card minimum 256 MB
RAM minimum 1 GB
B. Penyusunan Rencana Kerja
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan, konsultan akan
membuat suatu rencana kerja yang lengkap dan terinci mengenai
personil pelaksana, peralatan, serta Time Schedule Rencana
pelaksanaan Pekerjaan. Rencana kerja tersebut dituangkan dalam
bentuk laporan pendahuluan yang harus diserahkan kepada pemberi
pekerjaan untuk diperiksa mengenai kesiapan personil, peralatan,
lokasi studio, serta jadwal pelaksanaan.
5.2.2.2Pengumpulan Data
Data utama yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah data citra
satelit resolusi tinggi sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.
Data citra satelit resolusi tinggi yang akan digunakan pada pelaksanaan
pekerjaan ini adalah data citra satelit Quickbird dengan spesifikasi
sebagai berikut:
Tabel 5.2 Spesifikasi Citra Satelit Quickbird
5 - 9
ITEM QUICKBIRDJenis Data 0.6 meter ColorLevel Data Standard Ortho ReadyFormat Geo Tiff 16 bit belum
terkoreksiKoreksi Radiometrik Sudah Terkoreksi
RadiometrikLiputan Awan / Noise Tolerance
< 20 % dari Total Cakupan Area
Overlaping 1 KmFile Header * TIL
* RPB* IMD
Data lain yang juga perlu disiapkan untuk mendukung pelaksanaan
pekerjaan ini adalah data koordinat titik referensi horisontal dan
referensi vertikal (titik tinggi) orde 1 atau orde 2 yang direlease oleh
Bakosurtanal. Data koordinat referensi tersebut akan digunakan
sebagai titik ikat (referensi) dalam pengukuran Bench Mark (BM) yang
berfungsi sebagai titik kontrol tanah (Ground Control Point).
5.2.2.3 Installasi Dan Pengukuran Ground Control Point (GCP)
A. Installasi/Pemasangan GCP (Monumentasi)
Ground Control Point (GCP) adalah titik kontrol tanah yang
diukur/ditentukan koordinatnya di lapangan dalam sistem koordinat
global, yang ditandai di lapangan dengan bangunan berbentuk
tugu/patok dari beton bertulang yang kemudian biasa dikenal sebagai
Bench Mark (BM).
Penggunaan GCP pada pelaksanaan pekerjaan Kajian Pemetaan Spasial
Pengelolaan Lingkungan antara lain untuk titik kontrol pada saat
proses triangulasi udara dan orthorektifikasi data foto/citra. Oleh
karena itu, pemasangan BM untuk keperluan GCP dipilih sedemikian
rupa sehingga lokasinya dapat dipastikan aman, stabil dan dapat
dengan mudah diidentifikasi secara visual melalui foto udara maupun
citra satelit. Dalam upaya mendukung kelancaran dan kemudahan
tahap pemrosesan data foto/citra selanjutnya, maka untuk setiap BM
5 - 10
dibuat dokumentasi berupa foto dan dibuatkan uraian deskripsi
lokasinya.
Jumlah dan konfigurasi penyebaran GCP dibuat sedemikian rupa
sehingga memadai untuk proses triangulasi udara. Sebaran (distribusi)
pemasangan GCP ditentukan berdasarkan metode strength of figure
(kekuatan bentuk) jaringan titik kontrol yang dirancang sesuai blok
perekaman foto udara dan cakupan data citra satelit yang digunakan.
Pada tahap pelaksanaan kegiatan monumentasi (pemasangan BM)
untuk keperluan GCP, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain:
Setiap tugu pada setiap stasiun akan dilengkapi dengan tablet
logam/kuningan yang diletakkan diatas tugu beton. Tugu tersebut
dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan
perbandingan (1:2:3). Hal ini sesuai dengan bentuk, konstruksi dan
cara pemasangan tugu yang umum.
Tugu terpasang dalam keadaan datar dan dalam jangka panjang
tidak terganggu aktivitas manusia.
Mudah dijangkau bagi pengukuran GPS maupun untuk
penggunaannya sebagai titik kontrol tanah.
Minimal waktu sebelum dilakukan pengukuran adalah 3 hari kerja
setelah tugu dipasang.
Untuk membedakan jenis stasiun dan untuk menyederhanakan
sistem pengarsipan, dibuat sistem penomoran titik GPS dengan
berdasar pada ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kota Batam.
Sketsa lapangan dan deskripsi BM akan dibuat untuk setiap tugu
baru, demikian juga dengan foto dari 4 (empat) arah (utara, timur,
selatan, dan barat) akan dibuat sehingga dapat diperoleh
gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah.
5 - 11
B. Pengukuran GCP
Ground Control Point (GCP) yang diperlukan pada pelaksanaan
pekerjaan Pemetaan Ibu Kota Kabupaten / Kecamatan Dengan Citra
Satelit Resolusi Tinggi Kecamatan Lembak adalah Titik Kontrol
Horisontal dan Titik Kontrol Vertikal (Tinggi), yang sebaran lokasinya
ditentukan berdasarkan metode strength of figure (kekuatan bentuk)
jaringan titik kontrol yang dirancang sesuai blok perekaman foto udara
dan cakupan data citra satelit yang digunakan.
Jaringan titik kontrol horisontal dan titik kontrol tinggi diukur
menggunakan GPS (Global Positioning System). Dengan metode GPS ini
maka penyediaan data titik kontrol tanah dengan akurasi tinggi akan
dapat diperoleh secara cepat, dengan tetap memperhitungkan faktor
fleksibilitas dan efisiensi biaya.
Pada umumnya, GPS digunakan hanya untuk penentuan posisi
horisontal. Hal ini disebabkan sistem referensi (datum) tinggi yang
digunakan dalam GPS adalah datum global WGS’84, sehingga data
tinggi yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan GPS merupakan
tinggi terhadap ellipsoid, sedangkan data tinggi yang diperoleh dari
hasil pengukuran secara konvensional (levelling) merupakan tinggi
orthometrik dengan sistem referensi tinggi permukaan laut rata-rata
(Mean Sea Level).
Metode penentuan posisi vertikal (tinggi) dengan GPS yang digunakan
pada pelaksanaan pekerjaan ini adalah dengan menentukan beda
tinggi antar titik (BM) yang diamati dengan GPS, dengan salah satu titik
(BM) yang diamati merupakan BM referensi sudah diketahui posisi
horisontal dan tingginya. Sehingga hasil perhitungan data tinggi yang
diperoleh tetap merupakan tinggi orthometrik. Teknik penentuan beda
tinggi dengan GPS ini pernah dilakukan oleh Peneliti dari pihak
Bakosurtanal sejak tahun 2005 dengan hasil yang cukup memuaskan
dan dapat dipertanggungjawabkan.
5 - 12
Berbeda dengan penentuan posisi horisontal, teknik penentuan posisi
vertikal dengan GPS ini memerlukan persyaratan dan penanganan yang
lebih spesifik.
Persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam proses
penentuan posisi horisontal dan vertikal dengan melalui pengamatan
satelit dengan GPS ini antara lain:
Alat penentuan posisi yang digunakan adalah GPS tipe geodetik dual
frequency (L1, L2).
Panjang baseline untuk setiap pengamatan tidak lebih dari 10 Km.
Effect dari multipath, seluruh sumber-sumber potensial dari
multipath dalam jarak 50 meter harus dicatat. Prosedur ini
mengharuskan kendaraan harus parkir diluar jarak 20 meter
(diharapkan 50 meter) dari titik tersebut. Pemasangan antene harus
mempunyai tinggi lebih dari 0.3 m karena pemasangan yang lebih
rendah dari itu mengakibatkan kesalahan sistematik dari multipath.
Seluruh sumber-sumber potensial dari inteferensi listrik atau radio
dalam radius titik yang diukur dilakukan pencatatan.
Untuk pencatatan data lapangan digunakan formulir data lapangan
yang telah disiapkan dan disetujui oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Sumedang.
Pengamatan GPS Carrier phase dipergunakan dalam model
penentuan posisi relatif untuk menentukan komponen baseline
antara dua titik. Pengamatan satetit yang sama dilakukan secara
bersamaan dan mengumpulkan data dengan kecepatan dan epoch
yang sama.
Teknik dan lama pengamatan setiap session dilakukan sesuai
dengan tabel berikut:
5 - 13
Tabel 5.33 Waktu Pengamatan Satelit Dengan GPS
Panjang Baseline
Minimal Pengamatan(Horisontal & Vertikal)
Minimal Pengamatan(Horisontal)
1 Km – 3 Km 2 jam ( L1 + L2 ) 20 menit ( L1 + L2 )3 Km – 5 Km 2,5 jam ( L1 + L2 ) 30 menit ( L1 + L2 )5 Km – 8 Km 3 jam ( L1 + L2 ) 40 menit ( L1 + L2 )8 Km – 10 Km 3,5 jam ( L1 + L2 ) 45 menit ( L1 + L2 )10 Km – 20 Km Tidak diamati 2 jam ( L1 + L2 )> 20 Km Tidak diamati > 2 jam ( L1 + L2 )
Catatan : Lama pengamatan seperti dalam tabel diatas digunakan
dengan syarat :
- Tersedia minimal 6 satelit
- GDOP lebih kecil dari 8
- Kondisi atmosfer dan ionosfer yang memadai
- Interval epoch 15 detik
Pengamatan dimulai dari titik kontrol horisontal dan vertikal orde 1
atau orde 2 yang direlease oleh Bakosurtanal.
Setiap titik diamati dari minimal 2 session.
Ketinggian antenna diukur sebelum dan sesudah pengamatan pada
setiap titik, dimana perbedaan kedua pengukuran tersebut tidak
lebih dari 2 (dua) mm.
Pengamatan dilakukan dengan mengunakan 3 (tiga) receiver GPS
dengan merk dan jenis yang sama secara bersamaan dalam satu
session pengamatan.
Setiap receiver GPS mampu menyimpan data selama minimum
delapan jam dari minimum enam satelit dengan interval epoch 15
detik.
Terdapat minimum satu titik sekutu / common point antara dua
session pengamatan dan pada titik tersebut (common point)
dilakukan centring/setup ulang guna memperoleh kontrol kesalahan.
5 - 14
Pengamatan satelit dilakukan dengan elevasi diatas 15 derajat.
Setelah selesai pengamatan, seluruh data harus didownload dan
disimpan dalam media hard disc, cd atau dvd.
Pemasukan data awal yang telah ditentukan kedalam receiver GPS
penting artinya bagi pemberian nama file. Pemasukan data awal ini
dilakukan sesudah dan atau sebelum pengamatan dilakukan. Data awal
yang dimasukan adalah :
Nama Proyek
Nomor Job/session
Nama/Nomor session
Tinggi Antenna
Julian Day
Nama Pengamat
Antena Offset.
Perekaman data dilakukan setelah semua peralatan terhubung dengan
baik dan benar. Receiver dihidupkan 5 (lima) menit sebelum waktu
pengamatan yang telah direncanakan (yang tertera dalam jadwal
pengamatan). Waktu ini digunakan untuk melakukan inisialisasi dan
menjejak satelit yang berada diatas horison tempat pengamatan.
Pengolahan data dilapangan untuk mengecek validasi pengamatan,
“preliminary adjustment”, dan sebagainya dilakukan setiap hari di
besecamp. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi apabila diperlukan
penambahan atau pengamatan baru. Selain itu data-data berikut ini
dicatat dalam formulir data lapangan yang telah disiapkan :
Hari, Tanggal, Bulan dan tahun pengamatan
Nama Stasion
Lokasi Stasion
Nomor Stasion
Koordinat Pendekatan
Nomor Receiver
5 - 15
Tinggi Antena awal dan akhir pengamatan
Nomor satelit yang terekam receiver
Sketsa dari lokasi pengukuran terutama bila ada obstruksi
Keadaan atau kondisi saat pengamatan.
C. Pengolahan Data GCP
Hasil pemrosesan pengamatan GPS akan berbeda satu sama lain
tergantung dari perangkat lunak dari jenis receiver yang digunakan.
Dibawah ini akan dijelaskan beberapa karakteristik perangkat lunak
pemrosesan baseline sehingga pemprosesan dapat berjalan optimal,
yaitu :
Mampu mengolah (memproses) data carrier beat phase dan
pseudorange.
Mampu memecahkan cycle slips dan dual frequency.
Mampu menghitung besarnya koreksi troposfer untuk data
pengamatan.
Mampu menghitung besarnya koreksi ionosfer untuk data
pengamatan.
Pemrosesan menyertakan tinggi antenna di atas titik (pilar) dan
dapat dikonversi kedalam komponen vertical.
Dapat melakukan pemrosesan untuk semua metode pengukuran.
Mudah digunakan.
Tahapan pengolahan data dilakukan setelah tahap pengukuran atau
pengambilan data selesai dilaksanakan. Tujuan pengolahan data adalah
untuk mendapatkan koordinat titik-titik GPS dalam jaringan. Secara
garis besar proses pengolahan data dapat dilihat di bawah ini :
5 - 16
Pengukuran Baseline
Pengolahan Baseline
Transformasi Kooordinat
Tidak
Ya
Kontrol Kualitas
Gambar 5.3 Diagram Alir Tahap Pengukuran Dan Pengolahan Data GCP
Dari diagram di atas, proses penentuan posisi absolute dengan
mengunakan proses pseudorange tidak dilakukan karena telah terdapat
titik kontrol (referensi) yang telah diketahui koordinatnya.
Pengolahan data dilakukan dari titik kontrol (referensi) dan pengolahan
baseline selanjutnya menggunakan koordinat titik yang diperoleh dari
pengolahan baseline sebelumnya.
Dalam proses perhitungan baseline diatas terdapat tiga tahap proses
yaitu :
Triple-Difference
Float Double-Difference
Fixed Double-Difference
Pada tahap pertama yaitu mebentuk persamaan pengamatan Triple-
Defference bertujuan untuk mendeteksi, melokalisir serta sekaligus
mengeliminasi Cycle slips sehingga dapat ditentukan besar parameter
integer-ambiguity. Selain itu solusi hitungan parameter posisinya
digunakan sebagai harga koordinat pendekatan untuk tahap hitungan
selanjutnya.
Tahapan berikutnya adalah menghitung parameter posisi dari semua
integer-ambiguity berdasarkan persamaan pengamatan double-
difference. Solusi parameter ini dikenal dengan Float Double-Difference
solution, yang pada dasarnya posisi baseline dihitung dengan
menggunakan nilai integer-ambiguity dalam bentuk bilangan real.
Pada tahap ketiga, besaran parameter yang dihitung adalah parameter
posisinya saja, dengan terlebih dahulu meng-integerkan nilai integer-
ambiguity yang diperoleh dari tahap sebelumnya (Float Double-
Defference). Solusi pada tahap ini dikenal dengan istilah Fixed Doble-
Difference Solution.
5 - 17
Keluaran dari pemrosesan baseline adalah parameter koordinat baik
dalam system kartesian maupun lintang bujur geodetic pada datum
WGS’84 dan komponen baseline. Selain itu dihasilkan estimasi standard
deviasi dan matriks korelasi parameter dan indicator dari kualitas hasil
hitungan.
Tahap akhir dari pengolahan data GCP hasil pengukuran dengan GPS
adalah proses transformasi koordinat. Trasformasi koordinat untuk
setiap BM dalam jaring dilakukan untuk memperoleh koordinat BM
dalam sistem proyeksi UTM pada datum WGS’84.
Dalam hal kontrol kualitas (evaluasi hasil pengukuran dan pengolahan)
data posisi horisontal dan vertikal, pada pelaksanaan pekerjaan ini
digunakan minimal 2 titik referensi horisontal dan vertikal yang
direlease oleh Bakosurtanal pada setiap jaring pengukuran /
poligonnya.
Khusus untuk penentuan beda tinggi dengan GPS, dilakukan juga
pengukuran dengan metode konvensional menggunakan Waterpass
pada beberapa ruas pengukuran tertentu yang dipilih secara acak yang
akan berfungsi sebagai sebagai pembanding.
5.2.2.4Pengolahan Data Foto/Citra
A. Triangulasi Udara
Triangulasi udara merupakan suatu teknik perbanyakan titik kontrol
yang diperlukan untuk proses restitusi foto atau orientasi foto ke dalam
referensi tertentu, titik kontrol ini biasa disebut titik minor. Titik kontrol
tersebut umumnya diperlukan minimum sebanyak 6 (enam) buah pada
setiap model foto stereo dan diperoleh sebagai hasil hitungan
matematis fotogrametri dengan menggunakan data hasil pengukuran
pada model stereo dan hasil pengukuran kontrol lapangan.
5 - 18
Sehubungan dengan jumlah foto udara digital yang banyak dimana
konsekuensinya akan membutuhkan jumlah titik kontrol yang cukup
banyak. Namun hal ini dapat diatasi dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Menggunakan jalur terbang tambahan berupa jalur yang memotong
sehingga menambah kekuatan blok pemetaan.
Menggunakan unsur-unsur alam yang mempunyai sifat pasti
sebagai titik kontrol tambahan (misalnya beda tinggi antara atap
suatu rumah yang umumnya sama tinggi).
Menggunakan data setiap eksposure sebagai titik kontrol tambahan,
teknik tersebut akan mengurangi jumlah titik kontrol yang diperlukan
untuk proses triangulasi udara. Jumlah dan sebaran titik kontrol GPS
disesuaikan dengan kebutuhan dan akurasi peta yang diinginkan.
B. Perataan Blok
Perataan blok merupakan kegiatan perhitungan perataan jaringan hasil
pengukuran titik kontrol, semua titik sudah mempunyai sistem
koordinat yang sama yang sudah diratakan. Hasil ini akan digunakan
untuk melakukan rektifikasi foto udara. Perataan blok dilakukan dengan
menggunakan teknik bundle adjustment.
Hasil proses triangulasi udara kemudian dianalisa. Jika telah memenuhi
ketentuan teknis yang disyaratkan, maka hasilnya dapat dipergunakan
untuk proses fotogrametris selanjutnya.
C. Orthorektifikasi
Untuk mendapatkan peta foto digital dilakukan proses orthorektifikasi
pada foto udara hasil pemotretan dengan menggunakan kordinat titik
kontrol tanah hasil pengukuran survey GPS. Proses ini dilakukan secara
digital menggunakan perangkat lunak. Hasil dari proses ini berupa
foto-foto yang memiliki sistem kordinat yang seragam. Pada dasarnya
5 - 19
orthorektifikasi merupakan pengkoreksian terhadap data foto, yakni
koreksi untuk menghilangkan tilt kamera pada saat exposure, dan
pergeseran karena perbedaan relief pada objek yang dipotret, dan lain
sebagainya. Orthorektifikasi juga dilakukan terhadap data citra satelit.
Dalam hal pengolahan data citra, proses orthorektifikasi dikenal juga
dengan proses koreksi geometrik.
Koreksi geometrik adalah suatu proses untuk menghilangkan distorsi
geometrik dari suatu citra dan untuk memperoleh hubungan antar
sistem koordinat citra dan sistem koordinat geografi. Adapun penyebab
terjadinya distorsi geometrik pada satelit penginderaan jauh
diantaranya adalah akibat pengaruh rotasi bumi, kelengkungan
permukaan bumi, serta perbedaan ketinggian dan kecepatan pada saat
perekaman.
Tabel 5.34 Sumber Distorsi Geometrik yang terjadi pada Wahana Penginderaan Jauh
Sumber KesalahanGeometrik
DESKRIPSI
Distorsi Sistematik :
Scan skew
Disebakan oleh pergerakan maju wahana, selama dilakukannya penyapuan oleh cermin penyiam. Hasil citra yang diperoleh tidaklah normal berbentuk persegi panjang yang tegak lurus, melainkan agak sedikit miring menyerupai jajaran genjang.
Kecepatan scanning cemin
Kecepatan scanning cermin pada sensor tidaklah seragam, sehingga menimbulkan distorsi geometrik pada citra hasil scanning tersebut.
Distorsi panoramik
Citra yang diambil berbanding proporsional terhadap tangen sudut scanning darpada terhadap sudut itu sendiri, karena data diambil pada interval yang reguler, maka peristiwa ini menimbulkan distori sepanjang scanning.
Kecepatan wahanaBila kecepatan wahana berubah, maka akan menimbulkan distorsi skala.
Rotasi bumiRotasi bumi menimbulkan pergeseran terhadap lajur sapuan bumi dan menimbulkan distorsi sepanjang jalur scanning.
5 - 20
Sumber KesalahanGeometrik
DESKRIPSI
PerspektifPerspektif menimbulkan distorsi sepanjang jalur scanning, karena menyebabkan seluruh garis proyeksinya tidak normal terhadap bidang.
Distori Acak :
KetinggianBila wahana mengalami perubahan ketinggian, maka skala citra yang dihasilkan akan terpengaruh.
Posisi
Satu sistem sumbu sensor biasanya dijaga agar tetap normal terhadap permukaan bumi dan sensor yang lainnya pararel terhadap arah pergerakan wahana. Jika permukaan sensor tidak mengikuti kondisi ini, maka akan menimbulkan distorsi geometrik.
Atmosfer
Penghamburan sinyal pada atmosfer dapat mengubah distribusi spasial dari radiasi yang dipantulkan oleh target (kaufman, 1989). Sebagai hasil resolusi spasial dari sistem penginderaan jauh dapat terpengaruh oleh atmosfer (kaufman, 1989).
Pergeseran relief
Pergeseran letak gambar oleh relief (relief displacment) merupkan pergeseran atau perpindahan letak suatu kedudukan gambar objek yang disebabkan karena relief, yaitu letak ketinggiannya di atas atau di bawah bidang datum yang dipakai (Wolf, 1993). Dalam kaitannya dengan suatu bidang datum, maka perpindahan letak karena relief ini mengarah keluar bagi titik-titik yang ketinggiannya ada diatas bidang datum, dan mengarah kedalam bagi titik-titik yang ketinggiannya di bawah bidang datum. Pergeseran relief bertambah besar sesuai dengan pertambahan jarak radial antara titik pusat line detector kegambaran objek, dan juga sejalan dengan bertambahnya tingginya titik pada objek di atas datum. Sebaliknya perpindahan semakin berkurang sesuai dengan pertambahan tinggi terbang diatas datum.
Kesalahan sistematik dikoreksi oleh stasiun penerima (Ground
Receiving) yang berada di bumi dan kesalahan nonsistematik masih
ada dalam citra hasil perekaman. Oleh karena itu perlu dilakukan
rektifikasi citra. Berikut ini adalah metode atau cara untuk melakukan
proses rektifikasi citra satelit yaitu:
5 - 21
Rektifikasi geometrik atau rektifikasi citra
Registrasi citra ke citra lain (raster to raster)
Registrasi citra ke citra lain (raster to raster) adalah suatu proses
translasi dan rotasi antara dua citra yang memiliki persamaan area
geografis tertentu. Proses yang dilakukan adalah mentransformasikan
sistem koordinat citra yang belum terkoreksi ke sistem koordinat citra
yang telah terkoreksi (geo-referenced).
Registrasi citra ke peta (raster to vector). Registrasi citra ke peta
adalah proses untuk membuat geometrik citra agar sesuai posisi
planimetriknya dengan keadaan sebenarnya pada permukaaan bumi.
Pada proses ini akan dilakukan seleksi terhadap titik ikat tanah (ground
control point) koordinat citra (row and column) dengan koordinat peta
(contoh: meter, easting, northing dalam proyeksi peta UTM). Pada
transformasi ini akan dihasilkan citra dalam sistem proyeksi tertentu.
Pada proses koreksi ini diletakkan sejumlah titik ikat tanah (ground
control point). Penempatan posisi titik ikat tanah tersebut harus tepat
posisinya pada sistem koordinat citra (row and column) dan pada
sistem koordinat yang diinginkan. Jumlah pemilihan titik kontrol tanah
dan distribusinya, sangat mempengaruhi ketelitian dari proses koreksi
geometrik. Proses registrasi pada citra dibagi menjadi dua tahap, yaitu
proses rekonstruksi citra atau sering disebut juga proses interpolasi
spasial citra, dan proses resampling disebut proses interpolasi
intensitas.
Dalam pelaksanaan koreksi geometrik yang harus diperhatikan adalah
distribusi titik-titik kontrol harus menyebar rata. Penempatan titik
kontrol tanah pada peta acuan harus sesuai atau tepat dengan posisi
pada citra yang akan dikoreksi. Hasil dari RMSerror yang kecil hasil
proses koreksi geometrik belum tentu menghasilkan ketelitian yang
baik.
5 - 22
Pada proses rektifikasi terdapat metode-metode resampling yang
umum digunakan diantaranya adalah Nearest neighbour, Bilinier, Cubic
Convolution. Pada pekerjaan ini metode resampling yang akan
digunakan adalah metode Resampling Nearest Neighbour, karena pada
pendekatan ini titik terdekat yang akan di sampling dengan
menempatkan titik citra yang terkoreksi secara radiometrik ke titik
terdekat pada citra yang belum diproses dan citra hasil resampling,
akan mendekati citra aslinya.
Gambar 5.4 Ilustrasi Garis Regresi
(a) Permukaan normal; (b) Bilinier; (c) Kuadratik; (d) , Cubic Convolution
(Sumber: JENSEN, 1986 )
Data yang berhubungan langsung dengan satelit, tidak dapat langsung
digunakan dalam bentuk pada saat data terekam. Secara umum,
sebelum didistribusikan, citra satelit Ikonos dan citra satelit Quickbird
dikoreksi terlebih dahulu oleh Ground Receiving.
5 - 23
Gambar 5.5 Contoh Citra Satelit Quickbird sebelum koreksi geometrik
Gambar 5.6 Contoh Citra Satelit Quickbird Setelah Koreksi Geometrik
D. Pembuatan Mosaik
Mosaik adalah menggabungkan beberapa objek baik raster atau
vektor menjadi satu kesatuan dalam bidang proyeksi dan datum
yang sama. Berikut adalah contoh mosaik yang belum tepat antara
citra kiri dan kanan yang diakibatkan belum sempurnanya proses
geometrik.
5 - 24
Citra Kanan
Citra Kiri
Gambar 5.7 Dua Scene Citra Satelit Sebelum Dilakukan Proses Mosaik
Gambar 5.8 Citra Satelit Setelah Dilakukan Proses Mosaik
Proses mosaik merupakan salah satu langkah yang sangat penting
dalam pekerjaan pembuatan peta vektor/garis, sebab citra yang telah
dimosaik akan digunakan dalam proses intepretasi dan digitasi on
screen. Proses interpretasi dan digitasi on screen akan lebih mudah
dikerjakan dengan menggunakan citra yang sudah dimosaik
dibandingkan dengan citra yang masih terpisah-pisah. Mosaik yang
dihasilkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah full controlled
mosaic (mosaik terkontrol penuh) dimana proses pengolahannya
diikatkan dengan titik kontrol yang mempunyai akurasi tinggi dan
dilakukan secara digital.
E. Image Enhancement dan Filtering
Data penginderaan jauh yang diperoleh baik dari pemotretan melalui
pesawat udara maupun dari penyiaman satelit terhadap permukaan
bumi biasanya berbentuk digital. Citra digital tersebut disimpan dalam
bentuk dua dimensi yang elemen-elemennya mewakili suatu daerah
yang sangat kecil yang disebut piksel (picture element) dan setiap
5 - 25
piksel berhubungan secara ruang dengan suatu luas pada permukaan
bumi.
Agar data foto/citra digital dapat ditampilkan atau dimanfaatkan untuk
keperluan interpretasi, maka data citra harus diolah dengan melalui
berbagai teknik pengolahan citra secara digital. Salah satu tahapan
pemrosesan dan pengolahan data foto/citra yang paling penting dan
sangat diperlukan dalam membantu proses analisa dan interpretasi
obyek yang terekam didalamnya adalah proses penajaman
(enhancement) dan filtering.
Penajaman citra dilakukan dalam proses pengolahan citra digital untuk
mempertinggi kekontrasan yang terdapat dalam citra. Penajaman citra
dilaksanakan dengan tujuan mempermudah dalam interpretasi secara
visual. Hal ini dilakukan dengan mengubah nilai piksel dengan cara
tertentu.
Pada umumnya gangguan yang terjadi menyebabkan kualitas citra
penginderaan jauh mempunyai berbagai variasi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Nilai radiometrik suatu objek lain ada kalanya mempunyai perbedaan
yang kecil sehingga subyek tersebut sulit dibedakan satu dengan
lainnya. Untuk memperoleh informasi yang baik maka tingkat keabuan
data piksel harus diubah.
Perubahan tingkat keabuan data piksel akan memperjelas beda nilai
radiometrik objek yang terdapat dalam satu citra.
5 - 26
100
80
60
40
20
0
400
500
600
700
Violet Wavelength nm Red
Blue ( x 20 )
Green
Red
Re
lativ
e s
en
sisi
vity
Gambar 5.9 Contoh Perbedaan Nilai Radiometrik
Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan melakukan penajaman citra
adalah untuk menambah kemampuan para analis untuk penyadapan
data dan interpretasi. Penajaman citra merupakan pekerjaan untuk
memperoleh satu citra baru dari citra yang telah ada dengan
mengubah nilai radiometrik setiap piksel. Penajaman citra dilakukan
untuk visualisasi data digital dalam rangka interpretasi untuk
memperoleh informasi secara visual melalui tayangan citra pada layar
pantauan (screen monitor).
Suatu karakteristik dari citra penginderaan jauh adalah parameter yang
disebut dengan frekuensi spasial. Frekuensi spasial didefinisikan
sebagai perubahan nilai kecerahan (brightness) untuk setiap satuan
jarak di atas suatu citra. Apabila terjadi sedikit perubahan dari nilai
kecerahan pada suatu bagian citra, maka disebut sebagai berfrekuensi
rendah. Sebaliknya apabila nilai kecerahan berubah secara mendadak,
maka hal ini disebut daerah yang berfrekuensi tinggi. Teknik filtering ini
dapat digunakan untuk menghilangkan pengaruh adanya noise akibat
ketidakseimbangan detektor.
Secara garis besar tujuan filtering tersebut dapat dilakukan untuk
ekstraksi informasi yang dibentuk oleh radiasi frekuensi rendah (low-
pass filter), yang akan berakibat terbentuknya citra baru yang lebih
halus, dan ekstraksi yang dibentuk oleh radiasi frekuensi tinggi (high-
pass filter), yang akan menghasilkan citra baru yang lebih tajam.
Disamping itu filtering juga dapat dilakukan untuk tujuan khusus seperti
untuk keperluan penajaman batas (directional filter).
5 - 27
Proses filtering dari data citra digital dilakukan dengan mendefinisikan
filter digital yang berupa matrik (filter kernel) dengan dimensi tertentu
(3x3, 5x5, 7x7) dan dengan komponen yang berbeda-beda sesuai
dengan tujuan filtering (low-pass, high-pass, directional).
Karakteristik citra penginderaan jauh (inderaja) adalah sebuah
parameter yang sering dinamakan frekuensi spasial, didefinisikan
sebagai angka perubahan nilai kecerahan per unit jarak dari bagian-
bagian tertentu pada citra. Jika ada beberapa perubahan dalam nilai
kecerahan melebihi dari area yang diberikan maka hal ini menjadi
daerah dengan frekuensi rendah. Sebaliknya, jika nilai kecerahan
berubah drastis melebihi jarak yang sangat pendek, maka area ini
adalah area detail dengan frekuensi tinggi.
Karena frekuensi spasial menunjukkan nilai kecerahan pada wilayah
spasial, maka sangat perlu membuat pendekatan spasial untuk
mengumpulkan informasi spasial kuantitatif.
Teknik matematik untuk memisahkan citra menjadi komponen
frekuensi spasial tertentu dinamakan analisa fourier. Pembahasan yang
dilakukan pada teknik ini tidak ditanpilkan disini, kecuali jika setelah
image (citra) dipisahkan dalam frekuensi komponen spasial, (hasilnya
dalam transformasi fourier pada citra) memungkinkan untuk
penekanan pada band dari frekuensi relatif yang lainnya dan frekuensi
spasial tersebut dikombinasikan kembali sehingga menghasilkan
penajaman citra. Algoritma untuk melakukan penajaman citra
dinamakan filter, karena filter menahan (suppress) frekuensi tertentu
dan melakukan penekanan (emphasize) pada yang lain. Filter yang
melewati frekuensi tinggi dan lebih ditekankan pada tepi dan detail
yang sesuai dinamakan sebagai filter frekuensi tinggi (High-Filters
Frequency). Sebaliknya, filter frekuensi rendah (Low-Filters Frequency)
ditekankan pada frekuensi tinggi yang dimiliki citra ketika menahan
perubahan secara perlahan.
5 - 28
Walaupun teknik spasial filter ditunjukkan dengan konsep analisis
fourier, implementasinya tidak harus menggunakan transformasi
fourier. Filter Spasial Linier adalah filter dimana penempatan tingkat
kecerahan pada lokasi (i, j) dalam citra output adalah fungsi rata–rata
bobot (kombinasi linier) dari penempatan tingkat kecerahan dalam
bentuk spasial tertentu pada citra input. Proses ini mengevaluasi bobot
nilai di sekitar piksel yang dinamakan convolution dua dimensi (two–
dimensional convolution). (Rosenfeld dan Kak, 1976 dalam Jensen,
1986).
Prosedur ini dilakukan untuk mengubah karakteristik frekuensi spasial
dari sebuah citra. Sebagai contoh, filter spasial linier yang ditekankan
pada frekuensi spasial rendah dapat digunakan untuk mengurangi
noise dalam sebuah citra.
a) Filtering frekuensi rendah dalam spatial domain
Penajaman citra yang ditekankan pada ketelitian frekuensi adalah
frekuensi rendah atau low–pass filters. Filter Frekuensi Rendah
yang termudah mengevaluasi tingkat kecerahan piksel input
tertentu, BV in dan piksel yang berada di sekitar piksel input, dan
output tingkat kecerahan baru BVout memiliki arti convolution.
Ukuran dari convolution atau kernel (n) biasanya 3 x 3, 5 x 5, 7 x
7, 9 x 9 dan seterusnya.
Misalnya, dengan menggunakan Kernel 3 x 3 dapat menghasilkan
citra low–pass dengan menjadikan dua baris dan dua kolom yang
lebih kecil dari citra original.
b) Filtering frekuensi tinggi dalam spasial domain
Filtering high pass digunakan pada citra untuk memindahkan
kembali komponen yang mengubah secara perlahan dan
menerima berbagai macam frekuensi tinggi lokal. Satu Filter
Frekuensi Tinggi (HFF5,out) dihitung dengan mengurangi output
5 - 29
Frekuensi Rendah (LFF5,out) dari dua kali nilai piksel tengah BV5,
yaitu :
HFF5, out = ( 2 x BV5 ) – LFF5,out
5.2.2.5Pembuatan Peta Foto/Citra
Setelah data foto/citra dikoreksi dan dipertajam dengan melalui proses
orthorektifikasi dan image enhancement, maka dapat dikatakan bahwa
data foto/citra sudah siap untuk dianalisa dan diinterpretasi. Pada
pelaksanaan pekerjaan Pembuatan Peta Dasar Digital Kabupaten
Sumedang, data foto/citra yang digunakan adalah data foto udara
warna dan citra satelit multispektral (berwarna) dengan resolusi tinggi,
sehingga proses interpretasi dapat dilakukan dengan mudah secara
visual.
Untuk keperluan pembuatan Peta Foto/Citra, data foto/citra yang sudah
di orthorektifikasi, di-enhance dan dimosaik dapat langsung di-cropping
melalui proses pemotongan citra (image subsetting) dengan mengacu
pada ukuran bingkai peta (frame) sesuai dengan skala peta yang akan
dibuat. Dalam hal ini, ukuran dan penomoran bingkai/lembar peta skala
1:5.000 dan skala 1:10.000 yang akan digunakan mengacu pada
standar ukuran dan penomoran lembar peta yang ditentukan oleh
Bakosurtanal.
Tahap akhir dari pembuatan Peta Foto/Citra pada pelaksanaan
pekerjaan ini adalah penyiapan format cetak dengan menggunakan
kaidah-kaidah kartografi yang disesuaikan dengan standar yang
ditentukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang.
Penyiapan format cetak ini meliputi penyusunan bingkai peta, indeks
peta, penomoran lembar peta, pemberian sistem grid dan koordinat
peta, yang kemudian disusun dalam bentuk Album Peta Foto/Citra.
5 - 30
5.2.2.6 Interpretasi Citra dan Digital Plotting
Interpretasi citra merupakan proses pengenalan objek dan elemen
yang tergambar pada citra serta penggambarannya ke dalam suatu
peta tematik dalam bentuk digitasi citra secara on screen. Interpretasi
citra dapat dilaksanakan secara visual maupun digital.
A. Interpretasi Citra
Interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama yaitu: penyadapan
data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu.
Interprestasi visual secara luas digunakan untuk mengamati segala
fenomena alam, karena cara ini sangat efektif untuk mengingatnya.
Interprestasi visual ini dimaksudkan sebagai perbuatan mengamati
citra secara visual dengan maksud untuk mengindentifikasi objek dan
menilai pentingnya objek tersebut. Interprestasi visual adalah
interprestasi menggunakan mata, sedangkan interprestasi digital
menggunakan komputer.
Pada pengolahan citra dengan melakukan interpretasi secara visual,
pengenalan objek merupakan hal utama dalam interpretasi. Prinsip
pengenalan objek berdasarkan atas karakteristik pada unsur
interpretasi. Unsur-unsur interpretasi tersebut terdiri dari sembilan
butir, yaitu: rona dan warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi
bayangan, situs, dan asosiasi. Identifikasi suatu objek secara visual
diawali dengan pengenalan batas pada semua elemen kunci
interpretasi. Tahap berikutnya dianalisis dan akhirnya interpreter
menggunakan semua pengetahuan dan pengalaman tematiknya, untuk
interpretasi kajiannya.
Pemahaman interprestasi visual diperlukan karena tingkat
pemahamannya akan mendasari luasnya pemanfaatan citra satelit
Ikonos dan Quickbird dalam berbagai aplikasi. Selain itu interprestasi
visual juga mendasari pengambilan keputusan dalam interprestasi
digital. Penguasaan ilmu yang dimiliki interprestasi, pengetahuan
5 - 31
tentang hubungan antara objek dan kenampakan pada citra serta
banyaknya latihan yang dilakukan akan menentukan ketelitian hasil
interprestasinya.
Terdapat tiga prinsip metoda interprestasi citra yaitu : pengenalan,
analisis dan kombinasi dari pengambilan keputusan dan penentuan.
Juga dikatakan bahwa ada tiga urutan yang berbeda dalam
interprestasi yaitu :
Elemen pertama yaitu objek yang secara langsung dapat dikenali,
seperti jalan, pohon, sungai, rumah dan hutan.
Elemen kedua yaitu yang biasanya tidak nampak, akan tetapi
keberadaannya dapat diketahui seperti kenampakan arkeologis dan
pola anak sungai yang sudah lama.
Elemen ketiga yaitu objek yang dapat ditentukan berdasarkan
analisis atau investigasi dari objek yang dikenali dari elemen
pertama dan kedua. Contohnya interprestasi penggunaan lahan,
bentuk lahan, dll.
Pada akhirnya identifikasi objek melalui Interprestasi visual dipengaruhi
oleh latar belakang pengetahuan interpreter. Perlu dicatat bahwa ada
identifikasi objek yang hanya dapat dilakukan secara visual seperti
penggunaan lahan, bentuk lahan dan batas jenis lahan.
Unsur-unsur interpretasi visual adalah karakteristik objek yang terdapat
pada citra yang digunakan sebagai kunci pengenalan objek. Ada enam
kunci interpretasi utama, yaitu rona/warna, bentuk, bayangan, ukuran,
tekstur dan pola, ditambah dengan tiga kunci tambahan yaitu lokasi,
asosiasi dan resolusi.
Rona yaitu gelap terangnya citra berdasarkan tingkat keabuan.
Warna yaitu perbedaan antara warna RGB dan kombinasi ketiganya.
Warna citra satelit Ikonos dan Quickbird dapat ditampilkan dalam
warna asli atau warna semu.
5 - 32
Bentuk yaitu konfigurasi umum suatu objek. Bentang budaya
biasanya lebih teratur daripada bentang alamiah, misalnya saluran
irigasi lebih teratur dari pada bentuk sungai.
Ukuran dapat berupa ukuran luas, panjang, tinggi, kemiringan dan
volume. Dengan melihat ukuran dapat ditentukan antara jalan tol
dan jalan komplek perumahan atau antara rumah pemukiman dan
industri.
Bayangan dapat mencerminkan bentuk objek. Bayangan juga
kadang dapat membantu dalam analisis geomorfologi untuk
memperjelas kenampakan bentuk jalan.
Tekstur merupakan frekwensi perubahan rona/warna pada citra.
Tekstur dibedakan menjadi kasar, halus, seragam, tidak seragam,
granulair, dsb.
Pola merupakan susunan keruangan suatu objek, pola pemukiman
linier disepanjang sungai, jalan atau pada guguk pantai.
Lokasi yaitu letak suatu objek dan hubungannya dengan sekitarnya.
Banyak objek yang mempunyai karakteristik terikat pada lokasinya
seperti tanggul sungai didekat sungai.
Asosiasi pengenalan objek dapat dilakukan karena objek lain.
Resolusi digunakan sebagai ukuran bagi kualitas citra dalam
mengenali objek.
Ada beberapa prosedur interprestasi visual hasil modifikasi yang perlu
dikemukakan, yaitu :
Interprestasi sebaiknya dilakukan secara metodik. Disarankan untuk
melakukan interprestasi satu topik pada waktu yang sama. Cara ini
akan mengurangi pengenalan objek yang beragam menjadi lebih
terfokus sebagai suatu dasar untuk identifikasi. Jika interprestasi
harus dilakukan untuk daerah yang luas, dipilih daerah yang
mewakili untuk diinterprestasi secara detail.
Interprestasi dimulai dari objek secara umum menuju ke objek yang
lebih spesifik. Interprestasi diawali dengan mengamati keseluruhan
5 - 33
citra menuju ke objek yang lebih kecil. Jika tersedia citra dengan
berbagai skala maka interprestasi dimulai dari skala terkecil.
Interprestasi dimulai dari objek yang diketahui menuju ke objek
yang tidak diketahui. Kenampakan yang tidak diketahui didekati dari
objek lain yang terkait yang telah diketahui, kemudian dicoba untuk
diklasifikasi dari kelas yang umum menuju kelas yang lebih khusus.
Analisis terhadap karakteristik citra yang digunakan. Ketika
interpretasi dilakukan, interprestasi harus memperhatikan
karakteristik citranya seperti sifat band yang digunakan. Juga
penting diperhatikan kualitas citra, yang disebabkan oleh proses
pencetakan atau pra pengolahan.
B. Digital Plotting (Digitasi On Screen)
Digitasi adalah sebuah proses penelusuran objek-objek yang ada pada
sebuah citra atau peta sehingga dapat memudahkan dalam
membedakan kenampakan suatu objek. Digitasi sering juga disebut
sebagai proses deliniasi atau proses tracing. Hasil digitasi ini akan
berupa data digital dalam bentuk vektor yang dapat digunakan untuk
berbagai keperluan, seperti updating peta, proses interpretasi, mencari
luas lahan dan sebagainya.
Menurut jenisnya, digitasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu: digitasi meja dan digitasi on screen. Pebedaan mendasar dari
keduanya terletak pada alat yang digunakan. Digitasi meja
menggunakan sebuah meja digitizer sedangkan digitasi on screen
dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer. Dibandingkan
dengan digitasi on screen, ketelitian hasil digitasi meja jauh lebih baik.
Hal ini disebabkan karena objek-objek yang dideliniasi dengan
menggunakan meja digitizer tampak lebih jelas. Berikut ini adalah
contoh peta garis skala 1:5.000 yang merupakan hasil dari proses
5 - 34
digitasi on screen terhadap data foto udara menggunakan software
AutoCAD Map 2006:
Gambar 5.10 Contoh Peta Garis Skala 1:5.000Hasil dari Proses Digitasi On Screen dari Data Foto Udara
5.2.2.7 Identifikasi dan Pengecekan Lapangan
Pada awal survey setiap team akan berkoordinasi dengan aparat
setempat untuk mengumpulkan/menginventarisir data-data sekunder
yang ada. Survey lapangan dilakukan untuk mengumpulkan nama
obyek-obyek yang penting dengan bantuan alat GPS Navigasi dan
kompas untuk menentukan letak unsur tersebut dan kamera untuk
dokumentasi. Pada saat yang sama setiap unsur yang disurvey
langsung di plot pada peta manuskrip.
Untuk keperluan identifikasi lapangan diperlukan blow up citra satellite
sebagai bahan pelaporan. Pembuatan Blow up foto udara maupun citra
satelit harus mengikuti kriteria berikut ini:
a. skala foto Blow up adalah 1 : 5000, sedangkan skala citra Blow up
adalah 1:10.000
b. Image dan tone harus jelas dan tajam
5 - 35
c. Pada setiap Blow up diberi informasi mengenai:
- Nama propinsi, kabupaten, kecamatan, dan kelurahan/desa
- Nama kontraktor pelaksana
Identifikasi lapangan dilakukan pada blow up foto udara maupun citra
satelit dengan detail obyek yang diidentifikasi meliputi:
1). Batas Administratif
Batas administrasi pemerintahan yaitu batas propinsi, kabupaten,
dan kecamatan dan kelurahan / desa diidentifikasi serta dikonfirmasi
ke instansi-instansi pemerintah terkait daerah setempat, tetapi
dicantumkan namanya.
2). Obyek Peta
Obyek peta yang akan diidentifikasi adalah :
a. Detail bangunan yang penting, dilengkapi dengan data
yang menyangkut fungsi bangunan (penggunaan) dan namanya,
antara lain meliputi :
Bangunan perkantoran, baik pemerintah
maupun swasta
Bangunan tempat pendidikan seperti SD, SMP,
SMA, dan Perguruan Tinggi (Akademi, Universitas, dan lain-
lain)
Bangunan tempat pelayanan masyarakat
seperti Kantor Pos dan Giro, Rumah Sakit, Kantor Kelurahan /
Desa, Kantor Kecamatan, Pasar dan lain sebagainya.
Nama dan type jalan, baik jalan yang diperkeras atau yang tidak
(jalan tanah) harus dicatat. Penulisan nama-nama jalanharus
benar dan jelas.
b. Detail perairan yang penting diidentifikasi
nama dan arah alirannya, yaitu : sungai, saluran besar, danau.
5 - 36
c. Detail untuk perkebunan, yakni kebun-
kebun homogen yang besar (satu macam tanaman yang
diusahakan baik oleh pemerintah, swasta, atau masyarakat. Jenis
tanaman perkebunan dimaksud antara lain adalah : karet,
kelapa, kelapa sawit, dan sebagainya.
d. Batas konsesi pertambangan.
e. Tugu-tugu Titik Dasar Teknik harus
diidentifikasi, ditandai letaknya, serta dicatat nomer dan
kodenya.
Hal lain yang perlu dilakukan pada saat survey lapangan adalah
kegiatan ground truth. Kegiatan ground truth dilakukan untuk
memperoleh kebenaran hasil interpretasi dengan menguji training
sample (training areas) hasil identifikasi awal kenampakan pada data
foto/citra. Disamping untuk menguji ketepatan penentuan sample,
survey lapangan juga untuk mendapatkan posisi obyek dilapangan,
sehingga dapat digunakan sebagai titik kontrol ketepatan koordinat
citra.
Dalam pemilihan sample mempertimbangkan beberapa faktor
sebagai berikut:
Posisi training area pada foto/citra.
Kemudahan keterjangkauan (accessibility).
Sampel mewakili populasi data secara keseluruhan.
Kegiatan survey lapangan adalah untuk mengadakan pengamatan/
pengukuran pada training areas, yang meliputi:
Pengamatan lokasi obyek tutupan lahan.
Pengukuran posisi lokasi sample.
Pengambilan gambar / foto setiap tutupan lahan yang diamati.
5 - 37
Pengamatan atau pengecekan jenis kelas tutupan lahan
dimaksudkan untuk mengecek kebenaran jenis tutupan lahan yang
berfungsi sebagai training areas untuk keperluan proses analisa hasil
interpretasi secara visual.
5.2.2.8Kartografi dan Pencetakan
Seiring dengan perkembangan teknologi baik pada pengambilan data,
pengolahan maupun analisis data, kartografi/layout juga berkembang.
Perkembangan yang mengarah kepada otomatisasi yang memunculkan
ilmu baru yaitu kartografi digital, yang memproduksi peta digital serta
peta–peta lain seperti peta animasi dari berbagai teknik pengambilan
data yang baru seperti citra satelit. Kartografi digital memiliki proses
dengan memanfaatkan teknik penggunaan komputer sebagai teknik
yang mendasar dan utama dalam otomasi kartografi, dengan
perkataan lain bahwa kartografi digital adalah seni, ilmu dan teknik
membuat peta digital dengan memperhatikan aspek-aspek kartografi
seperti proyeksi peta dan skala.
Penggambaran peta secara digital disesuaikan dengan kaidah
kartografi, antara lain :
a. Penulisan nama –nama geografis, jalan, bangunan, sungai harus
sesuai dengan data lapangan.
b. Semua obyek / detail planimetris digambarkan sesuai dengan
simbol yang telah ditentukan.
c. Pemberian simbol pada daerah yang cukup luas diwakili oleh
beberapa simbol dan distribusi merata.
d. Detail dalam satu lembar peta harus bersambung pada lembar
sebelahnya (edge matching).
e. Jika terdapat dua atau lebih garis batas administrasi pada satu
lokasi, hanya garis batas administrasi yang paling tinggi
tingkatannya yang digambar.
5 - 38
Adapun tahapan dari proses kartografi ini meliputi kompilasi, desain,
evaluasi, penggambaran, generalisasi, pemberian warna, pencetakan
peta dan revisi peta. Proses ini dapat dilakukan pada berbagai jenis
perangkat lunak (software), salah satunya dapat dibuat pada software
ArcView versi 3.3, dengan contoh seperti dibawah ini :
Gambar 5.11 Contoh Layout Peta Foto Pada Software AutoCAD Map
5.2.2.9Pelaporan
Setelah pelaksanaan pekerjaan Studi Pemetaan Ibu Kota Kabupaten
Sumedang dilakukan, konsultan akan menyerahkan beberapa laporan
secara berkala (bulanan) mengenai kemajuan pelaksanaan proyek,
paling lambat hari ketujuh pada setiap bulannya. Laporan tersebut
dimulai sejak tanggal penandatanganan kontrak.
1. Laporan Pendahuluan
5 - 39
Pada laporan ini akan dijelaskan segala sesuatu yang terkait
dengan data yang sudah dikumpulkan dan dievaluasi, lokasi studio,
rencana pelaksanaan pekerjaan, target yang hendak dicapai,
personil dan struktur organisasi kerja, peralatan yang digunakan,
serta schedule pelaksanaan pekerjaan per masing-masing tahapan
pekerjaan.
Laporan Pendahuluan, sebanyak 10 eksemplar, bermaterikan peta
Existing, metode kerja, rencana kerja, perkiraan waktu pekerjaan,
daftar personil dan peralatan, serta hal lainnya yang dianggap
perlu. (Bahan draft laporan pendahuluan sebanyak 30 set untuk
peserta rapat).
2. Laporan Antara
Laporan Antara akan menjelaskan mengenai kemajuan pekerjaan
dan evaluasi pencapaian target pekerjaan berdasarkan rencana
pelaksanaan pekerjaan yang telah disusun sebelumnya, disertai
dengan analisa ketelitian dan hambatan yang dihadapi.
Laporan Antara, sebanyak 10 eksemplar, bermaterikan laporan
perkembangan pelaksanan pekerjaan. (Bahan draft laporan antara
sebanyak 10 set untuk peserta rapat).
3. Laporan Akhir
Laporan Akhir ini dibuat pada akhir pekerjaan, menyampaikan
secara detil mengenai organisasi pelaksanaan pekerjaan, metode
dan prosedure pelaksanaan, mekanisme kontrol kualitas, analisa
produk yang telah dihasilkan, dokumentasi kegiatan, serta hasil-
hasil yang diperoleh setelah berakhirnya pekerjaan.
Laporan Akhir, bermaterikan laporan hasil seluruh pelaksanaan
pekerjaan, sebanyak 10 eksemplar. (Bahan draft laporan akhir
sebanyak 20 set untuk peserta rapat).
5 - 40
5.3 PROGRAM KERJA
Program kerja dalam pembahasan ini meliputi rencana kerja dan
pelaporan. Rencana kerja merupakan usulan tahapan kegiatan dalam
pelaksanaan pekerjaan Kajian Pemetaan Spasial Pengelolaan
Lingkungan. Pelaporan adalah tahapan pembuatan, penyerahan, dan
pembahasan laporan terkait dengan pekerjaan tersebut.
5.2.1 RENCANA KERJA
Usulan tahapan kegiatan dalam pelaksanaan pekerjaan Kajian
Pemetaan Spasial Pengelolaan Lingkungan.
1. Perolehan Citra Satelit Terbaru.
2. Pemasanagan dan Pengukuran GCP.
3. Triangulasi Udara.
4. Pembuatan Ortophoto.
5. Pembuatan Mosaik.
6. Pembuatan Peta Garis (Planimetris).
7. Pelatihan.
5.2.1.1 Perolehan Citra Satelit Baru
Data citra satelit, dimana citra satelit yang akan dipergunakan harus
memiliki resolusi yang tinggi. Citra satelit yang akan dipergunakan
adalah Quickbird, hal ini karena resolusi Quickbird mempunyai resolusi
sekitar 61 centimeter yang berarti dapat mengamati objek-objek yang
lebih besar dari 0.61 meter.
5.2.1.2 Triangulasi Udara
5 - 41
Triangulasi udara adalah suatu kegiatan untuk memperbanyak
koordinat titik kontrol pada setiap foto udara dalam sistem koordinat
tanah. Fungsi dari memperbanyak titik kontrol tanah ini adalah untuk
pengikat antara foto satu dengan lainnya yang bertampalan sehingga
posisi tiap-tiap foto menjadi terukur dan akurat. Titik kontrol tanah
yang digunakan sebagai referensi diambil dari titik-titik kontrol tanah
hasil pengukuran lapangan.
Hasil pengukuran titik-titik tersebut sebelum digunakan untuk proses
fotogrametri selanjutnya harus dihitung terlebih dahulu melalui proses
perataan blok, teknik yang dilakukan dalam melaksanakan perataan
tersebut adalah teknik bundle adjustment. Hasil dari perhitungan
perataan ini akan digunakan untuk melakukan rektifikasi foto udara.
5.2.1.3 Pembuatan Ortophoto
Orthophoto adalah foto yang telah mengalami proses triangulasi udara.
Pada dasarnya orthophoto digital merupakan foto udara yang telah
mengalami koreksi secara digital, yakni koreksi untuk menghilangkan
tilt kamera pada saat exposure, dan pergeseran karena perbedaan
relief (relief displacement) pada objek yang dipotret. Demikian pula
dengan data citra, citra satelit pun harus melalui proses koreksi ortho.
5.2.1.4 Pembuatan Mosaik
Pembentukan mosaik dilakukan dengan penggabungan digital atas foto
udara dan citra satelit yang telah di koreksi orthophoto. Mosaik yang
dihasilkan adalah full controlled mosaic (mosaik terkontrol penuh)
dimana proses pengolahannya diikatkan dengan titik kontrol yang
mempunyai akurasi tinggi dan dilakukan secara digital dengan
menggunakan software tertentu.
5.2.1.5 Pembuatan Peta Garis/Planimetris
Pembuatan peta garis atau planimetris secara digital memiliki arti yang
sama dengan digital plotting. Digital plotting adalah penyusunan data
5 - 42
kartografis (detail planimetris) dari peta foto/citra dengan cara
pendigitasian titik-titik dan penarikan garis / batas yang mewakili obyek
/ detail.
Dalam pendigitasian unsur geografis digambarkan dalam bentuk yang
sebenarnya dengan simbul-simbol yang sesuai dengan ketentuan
standard pemetaan nasional. Untuk melengkapi informasi maka
diperlukan identifikasi lapangan, identifikasi adalah pengumpulan data-
data di lapangan untuk kelengkapan peta yang berupa penegasan
batas administratif serta verifikasi obyek-obyek peta.
Batas administrasi pemerintah yaitu batas propinsi, kabupaten, dan
kecamatan dan kelurahan / desa diidentifikasi serta dikonfirmasi ke
instansi-instansi pemerintah terkait daerah setempat, tetapi
dicantumkan namanya. Sedangkan untuk obyek peta yang akan
diidentifikasi adalah :
a. Detail bangunan yang penting, dilengkapi dengan data yang
menyangkut fungsi bangunan (penggunaan) dan namanya, antara
lain meliputi :
- Bangunan perkantoran, baik pemerintah maupun swasta
- Bangunan tempat pendidikan seperti SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi (Akademi, Universitas, dan lain-lain)
- Bangunan tempat pelayanan masyarakat seperti Kantor Pos dan
Giro, Rumah Sakit, Kantor Kelurahan / Desa, Kantor Kecamatan,
Pasar dan lain sebagainya.
Nama dan type jalan, baik jalan yang diperkeras atau yang tidak
(jalan tanah) harus dicatat. Penulisan nama-nama jalanharus benar
dan jelas.
b. Detail perairan yang penting diidentifikasi nama dan arah alirannya,
yaitu : sungai, saluran besar, danau.
5 - 43
c. Detail untuk perkebunan, yakni kebun-kebun homogen yang besar
(satu macam tanaman yang diusahakan baik oleh pemerintah,
swasta, atau masyarakat. Jenis tanaman perkebunan dimaksud
antara lain adalah : karet, kelapa, kelapa sawit, dan sebagainya.
d. Batas konsesi pertambangan
e. Tugu-tugu Titik Dasar Teknik harus diidentifikasi, ditandai letaknya,
serta dicatat nomer dan kodenya.
5.4 ORGANISASI DAN PERSONIL
5.4.1 ORGANISASI
Organisasi pelaksanaan pekerjaan Kajian Pemetaan Spasial
Pengelolaan Lingkungan disusun berdasarkan urutan yang dimulai dari
dinas/instansi pemberi tugas sampai pada tenaga ahli dan personil
pendukung pelaksana pekerjaan. Struktur pelaksanan pekrjaan dapat
dilihat pada gambar berikut.
5 - 44
Gambar 5.12 Struktur Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan
DATA TEKNIS V - 45
BAPEDALDAKOTA BATAM
TEAM LEADER(Ahli Penginderaan Jauh)
Ahli Lingkungan Ahli Hidrologi / Sumberdaya Air Ahli GIS Ahli Lingkungan
Personil Pendukung
Administrasi dan Operator Komputer
INSTANSI/DEPARTEMENTTERKAIT
Ahli Sosial Ekonomi
5.5 INOVASI/GAGASAN BARU
5.5.1.Kesalahan - Kesalahan Yang Mempengaruhi SIG
Dalam proses suatu pekerjaan tentunya tidak akan lepas dari adanya
kesalahan. Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam proses
pembuatan SIG dapat digolongkan berdasarkan tahapan
pembuatannya. Adapun kesalahan pada setiap tahapan dalam
pembuatan SIG adalah :
1. Tahapan Pengumpulan Data
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tahap pengumpulan data
terdiri dari:
Kesalahan di lapangan, yaitu kesalahan yang terjadi pada saat
pengambilan data mentah lapangan.
Kesalahan penggunaan peta yang ada, yaitu kesalahan yang
terjadi karena spesifikasi peta-peta yang digunakan tidak sama
seperti berbeda skala dan berbeda spesifikasi.
2. Tahap Input Data
Kesalahan yang terjadi pada tahapan input data terdiri dari :
Kesalahan dijitasi, yaitu kesalahan pada saat konversi data
spasial (peta) kedalam bentuk dijital, seperti kesalahan tracing
dan kesalahan resolusi kasar.
Kesalahan Geografik feature, yaitu kesalahan dalam
pengklasifikasi feature geografik, misalnya kesalahan dalam
pemberian kode.
3. Tahapan Penyimpanan Data
Kesalahan yang terjadi pada saat proses penyimpanan data
meliputi kesalahan dalam numerical precession, spatial procession,
format, alamat, sub direktori yang berbeda, penamaan file, dan
lain-lain.
4. Tahapan Manipulasi Data
Pada tahap manipulasi data, kesalahan yang terjadi meliputi :
Kesalahan class interval, yaitu kesalahan dalam penentuan
interval kelas yang terlalu kasar sehingga data-data ditampilkan
secara umum dan data-data yang tidak diperhitungkan.
Kesalahan batas secara umum, yaitu kesalahan akibat
perbedaan lembar-lembar peta yang tidak bersambungan
(match).
DATA TEKNIS V - 46
Kesalahan batas overlaying, yaitu kesalahan batas-batas dari
suatu wilayah dalam tiap layer yang akan di overlaykan.
5. Tahapan Ouput Data
Kesalahan yang terjadi pada tahap output data adalah sebagai
berikut :
Kesalahan scalling, yaitu kesalahan dalam penentuan skala.
Kesalahan output device, yaitu kesalahan karena output yang
tidak sesuai atau kemampuannya yang sangat terbatas dan
kualitas hasilnya yang terendah.
Kesalahan medium device, yaitu kesalahan akibat kualitas
kertas yang jelek, tidak stabil atau kasar.
Kesalahan tinta, yaitu kesalahan akibat tinta digunakan
berkualitas rendah.
6. Kesalahan Pengguna Data Hasil
Kesalahan pengguna data hasil ini disebabkan oleh informasi yang
tidak dimengerti oleh user dan penggunaan informasi yang tidak
maksimal.
5.5.2.Tahap Pelatihan
Dalam rangka aplikasi Peta Dasar Digital dari hasil kegiatan serta untuk
transfer teknologi atau menambah/meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan Sumberdaya Manusia di Pemerintah Kota Batam khususnya
di BAPEDAL, akan dilaksanakan program training/pelatihan.
Pelaksana pekerjaan sekaligus akan menyiapkan sarana dan prasarana
pelatihan untuk maksimum 5 orang pegawai Pemerintah Daerah
berkaitan dengan aplikasi/penerapan hasil pekerjaan yang disajikan
dalam setiap aspek pekerjaan di lingkup BAPEDAL Kota Batam. Program
pelatihan dibuat dan dijadwalkan pada saat pekerjaan berjalan atau pada
akhir pekerjaan dan setelah pekerjaan selesai yang penjadwalannya
disesuaikan dengan kegiatan penggunaan data peta dasar untuk
kegiatan perencanaan oleh BAPEDAL Kota Batam.
DATA TEKNIS V - 47