Download - BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Appendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang sering terjadi di negara
berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki - laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara
10 sampai 30 tahun. Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam
sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah
Appendiksitis
Di Amerika serikat tahun 2009, dari 27 juta orang yang menjalani
operasi setiap pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi pada daerah
operasi abdomen akan menjalani perawatan dua kali lebih lama di rumah
sakit daripada yang tidak mengalami infeksi. Kurangnya mobilisasi dini
dapat menimbulkan lamanya hari perawatan dari pasien dengan
laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini pada pasien pasca operasi
laparatomi dapat menimbulkan adanya infeksi. Sementara untuk Indonesia
sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak
pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun
2008 jumlah penderita appendicitis di indonesia mencapai 591.819 orang dan
meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. Kelompok usia yang
umumnya mengalami appendicitis yaitu pada usia antara 10 - 30 tahun.
Dimana insiden laki - laki lebih tinggi daripada perempuan. (Eylin, 2009).
Laporan Departemen Kesehatan (Depkes) mengenai kejadian laparatomi
atas indikasi appendiksitis meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi 983
kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus pada tahun 2007. Berdasarkan Data
Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009,
tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 pertama penyakit di
rumah sakit se-Indonesia dengan persentase 12,8% yang diperkirakan
32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi (Hajidah & Haskas,
2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dalam Hajidah & Haskas
(2014) menemukan bahwa ada pengaruh mobilisasi dini dengan
pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi laparatomi di Ruang
Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian lain dilakukan
oleh Isrofi menemukan bahwa mobilisasi dini 2 jam pasca operasi lebih
efektif dari pada mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap pemulihan
peristaltik usus pasien pasca operasi apendictomy dengan anastesi
subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Wonogiri didapatkan
data bahwa 4 dari 5 pasien mengatakan takut untuk bergerak dalam waktu 1 x
24 jam setelah mengalami operasi appendiksitis dikarena merasa nyeri, takut
jahitannya lepas dan takut lukanya tidak kunjung sembuh.
Pelaksanaan mobilisasi dini sering tidak dihiraukan karena berbagai
faktor yang membuat seseorang tidak melakukannya sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi
di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri”.
1.2. Rumusan Masalah
Faktor – Faktor Apa Saja Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi
Dini pada Pasien Post Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi di Bangsal
Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri?
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post
Appendiktomi di Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
b. Untuk mengidentifikasi Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Pelaksanaan Mobilisasi Dini pada Pasien Post Appendiktomi di
Bangsal Anggrek RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
1.4. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Sebagai acuan dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan mobilisasi dini.
2. Intitusi Pendidikan
Sebagi sumber pustaka tentang penelitian mobilisasi dini pada pasien
post operasi.
3. Peneliti Lain
Memberikan refrensi bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang
penyakit appendiksitis serta memotivasi peneliti lain untuk dapatr
mengembangkan penelitian terkait dengan appendiksitis.
4. Peneliti
Memberikan pengalaman serta sebagai aplikasi praktik dari teori
yang sudah diapatkan serta menambah wawasan pengetahuan tentang
appendiksitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori
2.1.1. Appendiktomi
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah
kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi dimana
terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah
abdomen yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis
akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
a. Apendisitis akut.
Apendisitis akutsering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieumlokal.
Gajala apendisitis akuttalah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya
nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney.Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau
total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik.Insiden apendisitis
kronikantara 1-5%.
2. Etiologi dan Predisposisi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiksdan cacing
askarisdapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasitseperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
3. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiksyang diikuti dengan gangren.Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis.Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek
dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2000).
4. Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat. nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada
apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran
kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan
spinalis iliaka superior anterior . Derajat nyeri tekan, spasme otot dan
apakah terdapat konstipasiatau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum,
nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada
pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
nyeri pada defekasimenunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum.
nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat
dengan kandung kemih atau ureter . Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tandarovsing dapat timbul dengan
melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila
apendiks telah ruptur , nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat
bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan
obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari
pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat
pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
5. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar
yayan,2008 ). Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan
sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal,secara
terbuka ataupun dengan caralaparoskopiyang merupakan metode terbaru
yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas
sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi
atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
6. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi
adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala
mencakup demam dengan suhu 37,70 C atau lebih tinggi, penampilan
toksik,dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer
C.Suzanne, 2002).
2.1.2. Mobilisasi Dini
1. Pengertian
Mobilisasi adalah jalan untuk melatih hampir semua otot tubuh
dan meningkatkan fleksibilitas sendi ( Rasjad, 1998 ). Tahap-tahap
dalam melakukan mobilisasi adalah latihan ambulasi dilakukan lebih
baik setelah 12 - 24 jam pertama dan harus dibawah pengawasan
perawat untuk memastikan bahwa latihan tersebut dilakukan dengan
tepat dan dengan cara yang aman. Latihan tersebut melalui tahap-tahap
yaitu:
a. Setelah 12-24 jam pertama postoperasi pasien berpindah posisi
setiap 1-2 jam. Melakukan latihankaki setiap jam jika pasien terjaga.
b. Jika pasien mampu beradaptasi untuk melakukan miring kiri dan
kanan, 6 – 12 jam berikutnya pasien dibantu untuk bergerak secara
bertahap dari posisi berbaring ke posisi duduk sampai semua tanda
pusing hilang. Posisi ini dapat dicapai dengan menaikan bagian
kepala tempat tidur.
c. Apabila pasien dapat duduk di tempat tidur tanpa mengeluh pusing
hari ketiga post operasi anjurkan untuk menjuntai kaki di samping
tempat tidur, jika tanda-tanda vital normal dan pasien tidak
mengeluh pusing bantu pasien untuk berdiri disamping tempat tidur
dan bantu pasien untuk berjalan perlahan dalam jarak pendek ± 2-3
meter.
d. Hari keempat pasien dibantu untuk berjalan kekamar mandi dan jika
luka operasi kering, pemenuhan nutrisi baik, hasil pemeriksaan
penunjang baik, tidak ada komplikasi lainnya, perawat dapat
memberitahukan kepada dokter agar pasien boleh dipulangkan
(Perry dan Poter, 2001 )
Jenis-jenis latihan :
a. Kontraksi otot
1) Latihan isotonik
2) Latihan isometrik
3) Latihan isokinetik
b. Pergerakan tubuh
1) Latihan aerobik
2) Latihan peregangan
3) Latihan kekuatan dan penahanan
4) Pergerakan dan aktifitas sehari-hari
Jenis bantuan untuk mobilisasi :
a. Dengan bantuan satu perawat
b. Dengan bantuan dua perawat
c. Dengan bantuan alat lain :
1) Walker
2) Cane ( tongkat )
3) Brace ( penyangga )
4) Crutch
Jenis tindakan range of motion :
a. Range of motion pasif
b. Range of motion aktif
c. Continuos passive motion machine
1) Metode nafas dalam dan latihan batuk
2) Tidur pada posisi semi fowler atau fowler, lutut dilipat untuk
memekarkan otot dada sepenuhnya.
3) Tempatkan tangan yang ringan diatas perut.
4) Tarik nafas perlahan-lahan melalui hidung, membiarkan dada
mekar dan rasakan perut naik menekan tangan.
5) Tahan nafas selama 3 detik.
6) Keluarkan nafas dengan mulut dimoncongkan ( perut dapat
berkontraksi ).
7) Tarik nafas dan keluarkan nafas 3 kali lagi. Setelah nafas terakhir
batuk dengan mengeluarkan lendir.
8) Istirahat
9) Ulangi langkah 3 sampai ke 7 untuk 2 kali lagi ( Long, 1996 ).
d. Prosedur latihan kaki pasca bedah adalah :
1) Latihan memompa otot.
a) Kontraksikan otot betis dan paha.
b) Mengistirahatkan otot kaki .
c) Istirahat .
d) Ulangi sekurang-kurangnya 10 kali.
2) Latihan quadrisep
a) Bengkokkan lutut, rata dengan tempat tidur.
b) Luruskan kaki pada tempat tidur .
c) Angkat kaki dengan tangan, lipatkan lutut rata pada tempat
tidur.
d) Ulangi sekurang-kurangnya 5 kali .
3) Latihan mengencangkan gluteal
a) Tekan otot pantat dengan tangan .
b) Coba menggerakkan kaki ke tepi tempat tidur .
c) Istirahat .
d) Ulangi sekurang-kurangnya 5 kali .
e. Dampak mobilisasi post operasi
1) Peningkatan kecepatan dan kedalaman pernafasan
a) Mencegah atelektasis dan pnemonia hipostasis .
b) Peningkatan kesasadaran mental dampak dari peningkatan
oksigen ke otak .
2) Peningkatan sirkulasi
a) Nutrisi untuk penyembuhan mudah didapat pada daerah luka
b) Mencegah trombophlebitis
c) Peningkatan kelancaran fungsi ginjal
d) Pengurangan rasa nyeri
3) Peningkatan berkemih
Mencegah retensi urine
4) Peningkatan metabolisme
a) Mencegah berkurangnya tonus otot
b) Mengembalikan keseimbangan nitrogen
5) Peningkatan peristaltik
a) Memudahkan terjadinya flatus
b) Mencegah distensi abdominal dan nyeri akibat gas
c) Mencegah konstipasi
d) Mencegah illeus paralitik
Mobilisasi Dini menurut Marlitasari, Ummah & Iswati (2010) meliputi :
1. Perencanaan Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien post appendiktomi
adalah untuk membantu penyembuhan pada pasien post
appendiktomy. Kategori ini diperinci dengan jawaban Ya = 90%, dan
Tidak = 10%. Hal ini dikarenakan pendidikan perawat sangat
mendukung dalam hal memberikan pendidikan kesehatan. Rata-rata
pendidikan perawat di ruang rawat inap adalah D3 keperawatan,
namun hal itu tidak menjadi masalah karena mereka dapat
melaksanakan instruksi kerja yaitu dalam memberikan asuhan
keperawatan maupun tindakan keperawatan khususnya mobilisasi dini
dengan cukup baik. Tujuan dari adanya mobilisasi dini bagi pasien
post appendiktomy adalah untuk memperlancar peredaran darah,
mencegah komplikasi pasca operasi seperti ateletaksis, pneumonia
hipostatik, gangguan gastrointestinal, dan masalah sirkulasi
(tromboplebitis, dekubitus). Manfaat mobilisasi bagi pasien post
operasi adalah penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan ambulasi
dini (early ambulation). Pergerakan yang dilakukan dapat membuat
otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot
perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit,
mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.
Mobilisasi dini dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus
kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-
organ tubuh bekerja seperti semula. Mencegah terjadinya trombosis
dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar
sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat
dihindarkan. Mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu rentang
gerak pasif. Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
Rentang gerak aktif untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional
berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.
2. Pelaksanaan Mobilisasi dini
Teknik mobilisasi berupa miring kanan miring kiri,
menggerakkan ekstremitas atas dan bawah secara bergantian, serta
menganjurkan pasien untuk duduk semi fowler diatas tempat tidur.
Sehingga hanya sebagian saja teknik mobilisasi dini yang dilakukan
pasien.
Faktor pendidikan pasien juga mempengaruhi dalm pelaksanaan
mobilisasi dini. Pasien tak banyak tahu tentang pentingnya mobilisasi
dini post operasi. Kadang pasien hanya menjawab saja tanpa
melakukan mobilisasi dini sesuai anjuran perawat. Jadi dalam hal ini
sulit untuk menyalahkan pihakpihak yang terkait. Pelaksanaan
mobilisasi dini yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan
keperawatan berupa latihan miring kanan miring kiri sejak 6-10 jam
setelah pasien sadar, latihan menggerakkan ekstremitas atas dan
bawah, latihan pernafasan yang dapat dilakukan pasien sambil tidur
telentang, latihan duduk selama 5 menit, latihan nafas dalam dan
batuk efektif, dan mampu merubah posisi tidur telentang menjadi
setengah duduk/semi fowler.
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam
mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi
pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat
tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat
penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resikoresiko
karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,
kekakuan/penegangan otot-otot seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan
pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun
berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien
tidak mau melakukan mobilisasi ataupun dengan alasan takut jahitan
lepas klien tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat
sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak
mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan.
2.1.3. Motivasi
1. Pengertian
Menurut Setiawati & Dermawan (2008) motivasi merupakan
perubahan perubahan energi dalam diri seseorang berupa tindakan
dalam pencapaian tujuan. Menurut Jahja (2011) motivasi merupakan
keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku
ke arah tujuan.
2. Fungsi
Menurut Setiawati dan Dermawan (2008) motivasi erat kaitannya
dengan tujuan, apapun bentuk kegiatanya akan dengan mudah tercapai
jika diawali dengan sebuah motivasi yang jelas. Untuk itu dalam proses
pembelajaran dan pembentukan perilaku, motivasi memiliki beberapa
fungsi antara lain :
a. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat
Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu. Dengan motivasi individu dituntut untuk
melepaskan energi dalam kegiatannya.
b. Motivasi sebagai penentu arah tujuan
Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan
kegiatan yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang
ingin dicapainya.
c. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan
Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu
untuk memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan.
d. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi
Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam
melakukan. kegiatan.
3. Jenis
Menurut Setiawati dan Dermawan (2008) motivasi dibedakan
menjadi beberapa jenis antara lain :
a. Motivasi bawaan
Motivasi jenis ini ada sebagai insting manusia sebagai
mahkluk hidup. Motivasi individu untuk memenuhi kebutuhan
hidup.
b. Motivasi yang dipelajari
Motivasi jenis ini akan ada dan berkembang karena adanya
keingintahuan seseorang dalam proses pembelajarannya. Seseorang
akan belajar tentang pengobatan dan perawatan sebuah penyakit
jika orang tersebut atau keluarganya menderita sebuah penyakit.
c. Motivasi kognitif
Motivasi kognitif bermakna bahwa motivasi akan muncul karena
adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat
individualistik
d. Motivasi ekspresi diri
Motivasi individu dalam melakukan aktivitas atau kegiatan bukan
hanya untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada kaitannya
dengan bagaimana individu tersebut berhasil menampilkan diri
dengan kegiatan tersebut.
e. Motivasi aktualisasi diri
Tulisan yang telah dibuat sendiri dapat bermakna bagi
pembaca dan pemerhati film. Tulisan menjadi sumber inspirasi
ribuan bahkan jutaan orang bahwa motivasi menulis bukan semata
memuaskan hobi saja melainkan bisa dijadikan sebagai bentuk
aktualisasi diri.
Empat kondisi yang membentuk motivasi pada manusia adalah
(Setiawan & Dermawan, 2008) :
a. Timbulnya alasan
b. Memilih
c. Memutuskan
d. Timbulnya keamanan
4. Bentuk-bentuk
Menurut Setiwati & Dermawan (2008) motivasi dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk antara lain :
a. Memberi angka
Angka hanyalah sebuah simbol yang harus dimaknai oleh
pasien dalam konteks pencapaian hasil apapun.
b. Memberi hadiah
Hadiah bisa dijadikan sebagai motivasi bagi individu atau
pasien untuk melakukan suatu kegiatan.
c. Menjadikan kompetisi
Kompetisi atau persaingan dalam proses belajar sangatlah
dibutuhkan.
d. Memberikan evaluasi
Evaluasi atau lebih dikenal dengan ulangan merupakan satu
hal yang akan memotivasi pasien untuk dapat rutin minum obat dan
melakukan mobilisasi dini.
e. Memberikan pujian
Pujian merupakan bentuk reinforcement bagi pasien yang
telah berhasil melalui suatu kegiatan pembelajaran mobilisasi dini.
f. Memberikan hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcement negatif sari sebuah
kegiatan yang harusnya dikerjakan namun tidak dilakukan.
5. Klasifikasi
Berdasarkan atas jalarannya motivasi dibedakan menjadi motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi instrinsik
Motivasi-motivasi yang dapat berfungsi tanpa harus ada
rangsangan dari luar misalnya membaca, menulis.
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi-motivasi yang berfungsi karena ada rangsangan dari luar
misalnya melakukan sesuatu karena ada hadiahnya.
2.3. Kerangka Teori
Appendisitis1. Pengertian 2. Penyebab3. Tanda gejala
Penatalaksanaan Appendiktomi
Mobilisasi dini
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian semi kuanitatif dengan rancangan
penelitian Deskriptif Kuantitatif yaitu mendisrpsikan (memaparkan)
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini. Penelitian ini akan
mendiskripsikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
mobilisasi dini pada pasien post operasi appendiktomi ( Nursalam, 2014).
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden
suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang telah melakukan appendiktomi di RSUD DR. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan
didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20 pasien yang
melakukan operasi appediktomi.
Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden
penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang
ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014). Kriteria-kriteria sampel pada
penelitian ini adalah :
Kriteria Inklusi :
1. Pasien yang telah menjalani operasi appendiktomi
2. Pasien yang mau menjadi responden
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang tidak sadar penuh
Rumus Penghitungan Sampel
n¿N
1+N (d2)
Keterangan :
n : Sampel
N : Populasi
d : Konstanta tingkat kesalah (0,05)
n¿20
1+20(0,052) = 19 Responden
sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang telah
melakukan operasi appendiktomi dan dalam keadaan composmentis.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD DR.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri pada bulan September-Oktober 2015.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat ukur Penilaian SkalaFaktor-faktor Semua hal Kuesioner 1. Faktor Nominal
Mobilisasi Dini
yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan mobilisasi dini baik dari faktor dalam maupun dari luar.
Instrinsik2. Faktor
Ekstrinsik
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Alat penelitian
Alat penelitan yang digunakan meliputi kuesioner tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini. Alat pendukung
penelitian lainnya adalah bolpoin, kertas.
3.5.2. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan saat pasien sudah melakukan
operasi tetapi sudah di Ruang. Data diambil dalam satu waktu dengan
memberikan kuesioner sebagai alat pengambilan data.
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap
sebagai berikut :
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat
kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner dari
responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga
bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama proses
penelitian ada beberapa data yang tidak terisi sehingga peneliti
meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data
yang lengkap.
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk
mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu
variabel dependen (Nursalam 2013). Tingkat kecemasan ada tiga
kategori yaitu 1 untuk kurang, 2 untuk sedang dan 3 untuk berat.
3. Entry data
Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer
untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan
program komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang
dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan
sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti
melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan
data asli yang didapat di lapangan.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel
kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.6.2. Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian.
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik
kuantitatif dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisa deskriptif
adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan
meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel dan grafik.data yang
disajikan meliputi frekuensi, proporsi dan rasio. Pada penelitian ini
data yang disajikan adalah frekuensi dari karakteistik responden yang
meliputi jenis kelamin, umur, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilisasi dini.
3.7. Etika Penelitian
Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti
menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden
bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar
persetujuan.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur,
tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang
digunakan berupa nama responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau
masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
Daftar Pustaka
Marlitasari,Hesti, Ummah,Basirun Al & Iswati,Ning.2010. Gambaran
Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat Pada Pasien Post
Appendiktomy Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, Volume 6, No. 2
Sjamsuhidayat & De Jong.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.Jakarta : EGC
Setiawati & Dermawan.2008.Proses Pendekatan Dalam Pendidikan
Kesehatan.Jakarta : Trans Info Media
Jitowiyono & Kristiyanasari.2010.Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendekatan
Nanda, NIC NOC.Yogyakarta : Nuha Medika