Download - BAB I - III (2)
BAB I
PENDAHULUAN
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid
(T3 danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat.
Kelainan ini diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan
kecacatan fisik pada anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang
disebabkan karena berbagai hal antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari,
hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan proses metabolism karbohidrat di
dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui bahwa hormon tiroid
sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12
minggu, yang merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme yang bcrperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk
perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada
segala tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi
dan anak- anak yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri
seseorang.4
Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500 sampai 4000 bayi baru lahir.
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di
daerah non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000
hipotiroid kongenital endemis di daerah defisiensi iodium. Kekurangan hormon
tiroid atau hipotiroid pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun
transien akan mngakibatkan hambatan dalam pertumbuhan fisik maupun psikis
dan bila tidak diobati secara dini akan menjadi kelainan, kelainan ini dapat berupa
kretinism atau cebol yang disertai dengan gangguan keterbelakangan mental.
Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum diketahui, namun
apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka di
Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak
1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi
dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap
tahunnya.3
1
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang
lebih baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis. Pengobatan secara
dini dengan hormon tiroid sampai usia bayi mencapai 3 bulan, dapat
mencegah terjadinyamorbiditas fisik maupun mental., serta dapat
meningkatkan nilai IQ diatas 85% pada saat anak sudah mencapai dewasa.
Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkanhasil pengobatan dan tumbuh
kembang anak yang optimal.4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya
dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri karotis komunis, arteri
jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup do
laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.
Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia
media dan prevertebralis.
Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid
A. Embriologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.1
3
Gambar 2. Perkembangan Kelenjar Tiroid
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada
neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai
dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam
sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai
meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai
mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu
kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan
ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang
secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu.
Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang
berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan
mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.1
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan
normal janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar
T4 ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami
kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit
Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko
mengalami hipotiroid.1
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang
menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan
menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4
saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6
4
minggu. Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping,
oksidasi, organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.1
B. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Biosintesis hormone tiroid merupakan suatu urutan langkah-langkah
proses yang diatur oleh enzim-enzim tertentu. Langkah-langkah terbut adalah:
1. Penangkapan yodida
2. Oksidasi yodida menjadi yodium
3. Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin
4. Proses penggabungan prekusor yang teryodinasi
5. Penyimpanan
6. Pelepasan hormon
Penangkapan yodida oleh sel-sel foikel tiroid merupakan suatu proses aktif
dan membutuhkan energi. Energi ini didapatkan dari metabolisme oksidatif dalam
kelenjar. Yodida yang teredia untuk tiroid berasal dari yodida dalam makanan
atau air, atau yang dilepaskan pada deyodinasi hormone tiroid atau bahan-bahan
yang mengalami yodinasi. Tiroid mengambil dan mengonsentrasikan yodida 20
hingga 30 kali kadarnya dalam plasma. Yodiada diubah menjadi yodium, dikatalis
oleh enzim yodida peroksida. Yodium kemudian digambungkan dengan molekul
tirosin, yaiitu proses yang disebut organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada
interfase sel-koloid. Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan diyodotirosin,
kemudian digabungkan sebagai berikut: dua molekul diyodotirosin membentuk
tiroksin (T4), satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyodotirosin
membentuk triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan
penyimpanan hormone yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan
hormone dari tempat penyimpanan terjadi dengan masuknya tetes-tetes koloid ke
dalam sel-sel folikel dengan proses yang disebut pinositosis. Didalam sel-sel ini
tiroglobulin dihidrolisis dan hormone dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai
langkah yang dijelaskan tersebut dirangsang oleh tirotropin (thyroid stimulating
hormone [TSH]).11
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk
aktif hormon ini adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi
hormon tiroksin di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar
5
tiroid. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid
(Thyroid Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin
dari hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang bermacam-macam
terhadap jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler.
Kalsitonin adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin
melalui pengaruhnya terhadap tulang.
Hormon tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua
proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hipertiroidisme
atau hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya
antara lain adalah termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat,
metabolisme lemak, dan vitamin A.
Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid
dan bukan kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal
dasar yang perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-
hormon. Kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4.
ketiga bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai
organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid.
DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di jaringan fetal (otak,
plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.1
TSH adalah hormon yang terdiri dari glikoprotein yang diproduksi oleh
kelenjar hipofise anterior, dan merupakan hormon primer yang bertanggung jawab
untuk menstimulasi sintesa dan sekresi hormon- hormon tiroid antara lain T3 dan
T4. Sekresi hormon TSH dipengaruhi oleh hormon Thyrotropin Releasing
Hormone (TRH) yang diproduksi oleh kelenjar hipotalamus. Hormon TRH, TSH,
T3 maupun T4 bekerja dalam suatu mekanisme umpan balik pada kelenjar
hipotalamus, hipofise anterior dan kelenjar tiroid. Pada keadaan kadar hormon T3
dan T4 yang meningkat maka akan terjadi mekanisme umpan balik secara negatif
terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan menurunkan produksi
6
dari hormon TRH dan TSH. Hal ini akan terjadi pada keadaan sebaliknya dimana
kadar T3 dan T4 rendah maka akan terjadi mekanisme umpan balik positif
terhadap kelenjar hipotalamus dan hipofise sehingga akan menaikan produksi
hormon TRH dan TSH.4
Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
1. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan
metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas. Efek ini
pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testes.
2. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas
dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya
lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4
dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel kelenjar.
3. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan
saraf dan tulang.
4. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
5. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
6. Merangsang pembentukan sel darah merah
7. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism
8. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran
tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan
menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi
sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah
akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium
serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet
kalsium dan sekresi gastrin di lambung.16
7
Gambar 3. Pengaturan Produksi Hormon Tiroid
C. Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu penyakit bawaan akibat keadaan
hormon tiroid yang tidak adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar
tiroid, kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.
Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid yang mempunyai
peran penting dalam pertumbuhan, metabolisme, dan pengaturan cairan tubuh.2
D. Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar
1:3000 – 4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis
tiroid yang mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan
daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down
memiliki resiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita hipotiroid congenital
dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh
lebihtinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi ini lebih rendah pada
Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan Spanyol dan
Amerika asli (1 dalam 2000).1,2
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium
yang merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3). Anak
8
yang lahir dari ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang
tidak terkompensasi karena hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.1
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran
klinisnya bervariasi. Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis,
social ekonomi, maupun iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis
tertentu. Umumnya kasus tiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor
genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara
autosomal resesif.1
E. Etiologi dan Patogenesis
Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut:
Jalur 1 : Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis
dansekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer
dengan peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.1
Jalur 2 : Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon
tiroid menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid
membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma
difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila
kompensasi inigagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya
struma difusa, peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.1
Jalur 3 : Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam jalur sintesis hormon tiroid) disebut dishormogenesis yang
mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga terjadi hipotiroid dengan
kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada penyebabnya.1
Jalur 4A : Semua keadaan yang menyebabkan penurunan kadar TSH akibat
kelainanhipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH
yangsangat rendah atau tidak terukur.1
9
Jalur 4B : Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang
menyebabkansekresi TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan
kadar TSHrendah dan tanpa struma.1
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar
TSHyang tinggi. Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3
dapat dengan atau tanpa struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid
sekunder dengan kadar TSH yang tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan
struma.1
F. Tipe Hipotiroidisme
Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan
sekunder. Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian
tiroid. Untuk kondisi ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme
kongenital primer ke dalam 4 kelompok. 6 sebagai berikut:
1. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)
Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran. Kelenjar
tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga sebagai
konsekuensinya tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi ini disebut
Agenesis Tiroid atau Atirosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada
perempuan dibandingkan laki-laki, sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan pada 1
dari 10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus yang ditemukan pada
Newborn Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal berkembang belum
diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu kaskade
pada gen yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak teraktivasi
tepat pada waktunya.6
2. Kelenjar Tiroid Ektopik
Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak terletak
secar normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid
ditemukan di bawah lidah di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali
terbentuk pada embrio. Tiroid ektopik memiliki derajat fungsi yang berbeda-
beda. Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak aktif, namun pada kondisi
tertentu masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya hampir
10
mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini.
Setelah kelahiran, kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun
pada posisi normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring
perjalanan waktu.
Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada
Newborn Screening dan sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis.
Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang sama seperti
pada atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.6
3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)
Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya terjadi
dengan persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hipoplasia
tiroid, kelenjar berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang
hanya memiliki satu lobus.6
4. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi
Optimal (Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal
Screening. Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang
dapat bersifat transien maupun permanen. Pada bayi dengan dismorfogenesis,
ukuran kelenjar tiroid mengalami pembesaran dan dapat dilihat atau diraba
pada bagian depan.
G. Manifestasi Klinis
Pada neonatus, gejala khas hipotiroidisme seringkali tidak tampak dalam
beberapa minggu pertama kehidupan. Hanya 10-15% bayi baru lahir
hipotiroidisme yang datang dengan manifestasi klinik mencurigakan, yang
membuat dokter waspada akan kemungkinan hipotiroidisme.4,5,8 Salah satu tanda
yang paling khas dari hipotiroidisme kongenital pada bayi baru lahir adalah
fontanela posterior terbuka dengan sutura cranial yang terbuka lebar akibat
keterlambatan maturasi skeletal prenatal. Kelambatan maturasi tulang, dapat
dinilai dengan pemeriksaan radiologik pada daerah femoral distal lutut, tidak
11
hanya untuk kepentingan diagnostik, tetapi juga menggambarkan berat serta
lamanya penyakit in utero.
Gejala berikutnya yang paling sering adalah hernia umbilikalis, namun
kurang spesifik. Sebagian besar pasien memiliki berat lahir besar untuk kehamilan
(di atas 3,5 kg dengan periode kehamilan lebih dari 40 minggu). Kurang dari
separuh pasien didapatkan ikterus berkepanjangan pada awal kehidupannya yang
disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang terlambat,. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin untuk terjadinya hipotiroidisme kongenital. Tanda dan
gejala lain yang jarang terlihat adalah konstipasi (Riwayat BAB pertama > 20 jam
setelah lahir dan sembelit ), hipotonia, suara tangis serak, kesulitan makan atau
menyusui, bradikardi dan kulit kering dan kasar. Selain itu, bayi dengan
hipotiroidisme kongenital memiliki insiden anomaly kongenital lain lebih tinggi,
namun kemaknaannya tidak jelas. Berbagai anomali congenital pada bayi
hipotiroidisme kongenital yang diidentifikasi melalui program skrining
hipotiroidisme, antara lain penyakit jantung bawaan, penyimpangan kromosom,
kelainan tulang, dan sindrom rambut terbelah.4,8,9,10
Signs and Symptoms of Hypothyroidism (Descending Order of Frequency)
Symptoms
Tiredness, weakness
Dry skin
Feeling cold
Hair loss
Difficulty concentrating and poor
memory
Constipation
Weight gain with poor appetite
Dyspnea
Hoarse voice
Menorrhagia (later oligomenorrhea or
amenorrhea)
Paresthesia, impaired hearing
Signs
Dry coarse skin; cool peripheral
extremities
Puffy face, hands, and feet
(myxedema)
Diffuse alopecia
Bradycardia
Peripheral edema
Delayed tendon reflex relaxation
Carpal tunnel syndrome
Serous cavity effusions
12
Apabila keadaan hipothyroid ini tidak ditangani selama masa neonatus dan
bayi, maka akan dapat menyebabkan kelainan yang lebih berat berupa:
1. Keterlambatan Pertumbuhan
Walaupun tiroksin tampaknya tidak begitu diperlukan untuk pertembuhan
sebelum kelahiran, namun sangat esensial untuk pertumbuhan normal
setelah kelahiran. Jika seorang bayi memilki defisiensi tiroid yang tidak
ditangani, ia akan memiliki postur yang kecil pada masa bayi maupun
kanak-kanak dan berujung pada postur yang sangat pendek. Keterlambatan
pertumbuhan ini mempengaruhi seluruh bagian tubuh termasuk tulang.6
2. Keterlambatan Perkembangan Mental
Retardasi intelektual dapat terjadi pada kondisi kekurangan tiroksin.
Derajat retardasi bergantung pada keparahan defisiensi hormon tiroid. Jika
hanya ada kekurangan parsial tiroksin, kelainan mental minimal dapat
terjadi.4,5 Ketika tiroksin sepenuhnya tidak ada dan bayi tidak mendapatkan
penanganan, retardasi mental yang parah mungkin dapat terjadi. Namun,
kondisi ini tidak akan terjadi jika penatalaksanaan dilakukan sejak
awal.5,8,10
3. Jaundice Persisten
Secara normal, kondisi jaundice adalah kondisi yang fisiologis yang dapat
terjadi pada neonatus yang berlangsung selama 1-2 minggu. Namun pada
kondisi hipotiroidisme yang tidak ditangani (untreated hypothiroidism),
jaundice dapat berlangsung lebih dari waktu yang normal.4,5,10
Enzim glukoronil teransferase merupakan enzim yang mengkatatalisis
proses konjugasi bilirubin di dalam hepatosit. Pada hipotiroid aktivitas
enzim ini menurun sehingga terjadi penurunan ekskresi bilirubin
terkonjugasi dari hepatosit ke dalam usus. Hal ini menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi. Peningkatan rasio klesterol-
fosfolipid pada membran hepatosit dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pada proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh
hepatosit. Gangguan karena penningkatan rasio kolesterol fosfolipid ini
mengganggu kelarutan bahan–bahan yang akan memasuki sel hepatosit,
salah satunya adalah bilirubin tak terkonjugasi yang berasal dari siklus
13
enterohepatik. Selain itu tejadi juga gangguan kerja dari enzim Na+, K+-
ATPase yang merupkan enzim yang berperan dalam proses up take
bilirubin oleh hati yang terjadi melalui suatu proses transport aktif.
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat
dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau
perawakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat.
Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya
riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid
yang sedang diminum dan terapi sinar.14
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada
hipotiroid kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan
menurun dan kulit teraba dingin. Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil,
ekstremitas pendek, fontanel anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata
tampak berjauhan dan hidung pesek. Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar
menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher pendek dan tebal, tangan besar dan
jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia umbilikalis.perkembangan
terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan hipertrofi otot generalisata
sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali adanya riwayat
keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting juga
mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin
didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja
hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,8,9,10
2. Gejala Klinis
Sebagian besar bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital adalah
asimtomatik karena adanya T4 transplasenta maternal. Pada sejumlah kasus
defisiensi tiroid dapat menunjukkan gejala yang berat yang tampak pada minggu-
minggu pertama kehidupan dan pada derajat defisiensi yang ringan gangguan baru
bermanifestasi setelah usia beberapa bulan.6 Hipotiroid kongenital memberikan
menifestasi klinis sebagai berikut:
14
Gangguan makan (malas, kurang nafsu makan, dan sering tersedak pada satu
bulan pertama)
Jarang menangis, banyak tidur (somnolen), dan tampak lamban
Konstipasi
Tangisan parau (hoarse cry)
Pucat
Berat dan panjang lahir normal, lingkar kepala sedikit melebar
Ikterus fisiologis yang memanjang
Lidah besar (makroglosia) sehingga menimbulkan gangguan pernafasan
Ukuran abdomen besar dengan hernia umbilikalis
Temperatur tubuh subnormal, seringkali <35ºC
Kulit (terutama ekstremitas) dingin, kering dan berbercak
Miksedema kelopak mata, regio genitalia, dan ekstremitas
Frekuensi nadi lambat
Murmur, kardiomegali, dan efusi perikardium
Anemia (makrositik) yang membaik dengan terapi hematinik
Letargi
Coarse facial features
Fontanel anterior dan posterior paten dengan sutura kranialis lebar
Retardasi perkembangan fisik dan mental
Hipotonia
Tanda ileus paralitik: hipomotilitas, distensi abdomen, dan hipertimpani
Pada usia sekitar tiga hingga enam bulan gambaran klinis telah
sepenuhnya terlihat. Diagnosis dan tatalaksana HK harus dilakukan sedini
mungkin pada periode neonatal yaitu untuk mencapai perkembangan otak maupun
pertumbuhan fisik yang normal, karena terapi efektif bila dimulai pada minggu-
minggu pertama kehidupan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH
meningkat,dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum
dapat normal dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada
tiroid, kadar TSH meningkat, sering diatas 100µU/mL. Kadar prolaktin serum
15
meningkat, berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya
rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg.
Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid.2
4. Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi
saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis,
yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati,
ketidaksesuaian antara umur kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses
sering memiliki beberapa fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas
(retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan.
Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar
sutura biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus
langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan
erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada.6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan hipotiroid
bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan
ini.Pemeriksaan 123I-natrium iodida lebih unggul dari 99mTc-natrium pertechnetate
untuk tujuan ini. Ultrasonographic tiroid sangat membantu, tapi penelitian
menunjukkan jaringan tiroid ektopik yang tidak terdeteksi dengan USG tiroid dan
ini dapat ditunjukkan oleh skintigrafi. Rendahnya level TG serum menunjukkan
agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok, tetapi
ada tumpang tindih dengan rentang luas. Adanya jaringan tiroid ektopik adalah
diagnostik untuk disgenesis tiroid yang membutuhkan pengobatan seumur hidup
dengan T4. Kegagalan menemukan jaringan tiroid menunjukkan tiroid aplasia,
tetapi hal ini juga terjadi pada bayi dengan defek trapping-iodida. Kelenjar tiroid
yang normal dengan ambilan radionuklida yang normal atau meningkat
menunjukkan cacat dalam biosintesis hormon tiroid. Pasien dengan
goiter hipotiroidisme memerlukan evaluasi lebih lanjut yaitu pemeriksaan
radioiodine, uji cairan perklorat, penelitian kinetik, kromatografi, dan
pemeriksaan jaringan tiroid, jika sifat biokimia defek harus ditentukan.2,6
16
Elektrokardiogram mungkin menunjukkan gelombang P dan T voltase rendah
dengan amplitudo kompleks QRS yang berkurang dan menunjukkan fungsi
ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial. Elektroensefalogram sering
menunjukkan voltase rendah. Pada anak-anak yang berumur lebih dari 2 tahun,
tingkat kolesterol serum biasanya meningkat. MRI otak sebelum pengobatan
dilaporkan normal, meskipun spektroskopi resonansi magnetik proton
menunjukkan tingkat tinggi yang mengandung senyawa kolin, yang mungkin
mencerminkan blok di pematangan myelin.2,6
I. Skrining awal untuk Hipotiroid Kongenital
Hampir 90% kasus HK terdeteksi dengan uji saring, sedangkan selebihnya
diketahui berdasarkan pemeriksaan klinis. Sebagian kecil anak dapat saja
memiliki hasil pemeriksaan yang negatif tetapi selanjutnya ternyata dinyatakan
menderita HK. Dokter harus mampu mengenali gejala klinis dan tanda
hipotiroidisme serta riwayat gangguan tiroid pada keluarga yang mengindikasikan
perlunya dilakukan uji tiroid lengkap, apapun hasil uji saringnya saat lahir. Pada
BBL dari kehamilan multipel yang salah satunya didiagnosis HK maka terhadap
bayi lainnya juga perlu dilakukan uji saring ulang, bahkan bila perlu dilakukan uji
tambahan.7 Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
dini HK adalah (1) kadar TSH; (2) kadar T4 atau free T4 (FT4). Pemeriksaan
primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar
TSH sebagai marka hormonal, cukup akurat digunakan untuk menapis hipotiroid
kongenital primer.8 Pemeriksaan pencitraan yang dapat menunjang diagnosis
hipotiroid adalah sebagai berikut :
1. Scanning tiroid (menggunakan 99mTc atau 123I)6
2. Ultrasonografi (USG)6
3. Radiografi (Rontgen tulang/bone age)
4. Elektrokardiografi (EKG) dan ekokardiografi (ECG)5,6
5. Elektromiografi (EMG)9
6. Elektroensefalogram (EEG)6
7. Brain Evoke Response Audiometry (BERA)9
8. Proton magnetic resonance spectroscopy6
Kriteria skrining
17
Nilai TSH neonatus diperkirakan dengan metode ELISA menggunakan
peroksidase yang dilabeli dengan monoclonal antibody antiTSH ke dalam micro
well yang kemudian diukur kadarnya dengan menghitung tingkat absorpsinya.
Nilai TSH yang mencapai 10 mIU/l dianggap normal, 10-20 mIU/L dianggap
sebagai nilai batas dan >20 mIU/L dianggap abrnormal.12 Nilai tersebut dapat
bervariasi, tergantung pada reagen yang digunakan. Tes uji saring dilakukan
dengan pengukuran TSH IRMA, dengan double antibody radioimmunoassay, dan
pemeriksaan T4 dengan coated tube radioimmunoassay. Reagen yang digunakan
dalam bentuk kit (contoh kit Skybio Ltd dan DPC). Bila nilai TSH <20mIU/L
dianggap normal; kadar TSH >20 mIU/L. dianggap abnormal dan perlu
pemeriksaan lebih lanjut. Bila kadar TSH > 50 IU/L perlu dilakukan pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bila kadar TSH tinggi, > 50 mIU/L;
dan T4 rendah, < 6 μg/dL, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan
untuk menegakkan diagnosis. Semua bayi dengan kadar TSH diatas nilai cut-off
dipanggil kembali/recall (Gambar 24).8 Mayoritas bayi hipotiroidisme primer
mempunyai nilai TSH >80 μIU/mL. Beberapa kondisi hipotiroidisme nonprimer
yang berhubungan dengan nilai T4 rendah misalnya hipotiroidisme sekunder,
thyroid binding globulin (TBG) rendah, terapi maternal (dengan lithium, iodida),
prematuritas, penyakit berat, hipotiroidisme sementara yang idiopatik, dan
tiroiditis maternal. Sebagian besar kelainan ini biasanya bersifat sementara.
Frekuensi hipotiroidisme sekunder diperkirakan 1:60.000 dan sebagai akibat
kelainan hipofisis atau hipotalamus. Nilai T4 yang rendah dengan TSH normal
atau sedikit meningkat ditemukan pada bayi berat lahir rendah kemudian akan
menjadi normal setelah status nutrisinya diperbaiki.13
18
Gambar 24. Algoritma skrining hipotiroid kongenital
Follow up hasil skrining
Follow up jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil positif)
dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid (tiroksin). Follow up jangka
panjang diawali sejak pemberian obat dan berlangsung seumur hidup pada
kelainan yang permanen. Hasil tes positif membutuhkan penilaian oleh klinisi dan
petugas laboratorium yang kompeten dan menjamin diagnosis yang tepat dan
akurat. Pada bayi dengan hasil tes positif, harus segera dipanggil kembali untuk
pemeriksaan TSH dan T4 serum. Bayi dengan hasil TSH tinggi (≥ 50 mIU/L) dan
T4 rendah (< 6 μg/dL), harus dianggap menderita HK sampai diagnosis pasti
ditegakkan. Penatalaksanaan selanjutnya adalah sebagai berikut :
Anamnesis pada ibu, apakah ada penyakit tiroid pada ibu atau keluarga,
atau mengkonsumsi obat antitiroid;
Anamnesis tentang bayi;
Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda dan gejala HK
Skrining untuk fasilitas terbatas
Untuk tingkat pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbatas, dapat dipergunakan
neonatal hipotyroid index untuk skrining HK (Tabel). Skrining ini didasarkan
pada penilaian terhadap klinis bayi; diagnosis HK ditentukan jika skor 4; bayi 19
normal jika skor <2. Seluruh bayi dengan skor > 2 kemudian diperiksa nilai FT4
& TSHs. Pemeriksaan ini tidak valid setelah bayi berusia > 6 bulan.
Manifestasi klinis
1.Gangguan makan
2. Konstipasi
3. Bayi tidak aktif
4.Hipotonia
5.Hernia umbilikalis (>0.5cm)
6.Makroglosia
7.Cutis marmorata
8.Kulit kering
9.Large fontanelle (>0.5cm)
10.Typical Fascies
Total
Skor
1
1
1
1
1
1
1
1.5
1.5
3
13
J. Diagnosis Banding
Sindrome Down
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan faal tiroid secara rutin. Gejala lainnya pada penyakit mongolisme ini
antara lain epikantus (+), makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan
mental, Kariotyping (trisomi 21).
K. Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan
hasil yang sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan
dan pengawasan yang ketat mengingat pentingnya masa depan anak,
khususnya perkembangan mentalnya.1
Tujuan pengobatan adalah1
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal
dalam waktu singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi,
metabolism otot dan otot jantung yang sangat diperlukan pada masa awal
20
kehidupan seperti proses enzimatik di otak, perkembangan akson, dendrite,
sel glia dan proses mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak
Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital
ditegakkan. Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai
kemungkinan penyebab hipoiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan
prognosisnya baik jika terapi diberikan secara dini. Natrium L-tiroksin (sodium
L-thyroxin) merupakan obat yang tepat untuk pengobatan hipotiroid kongenital.
Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari monodeiodinasi dari T4 maka
dengan dosisyang tepat kadar T4 dan T3 akan segera kembali normal. Dalam
prakteknya pemberian dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau 50 µg per hari.
Tiroksin sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedele atau zat
besi atau makanan tinggi serat karena makanan ini akan mengikat T4
dan atau menghambat penyerapannya.1, 2, 7
Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4.
Sebagai pedoman, dosis yang umum digunakan adalah
0-6 bulan 25-50 µg/hari atau 8-15 µg/kg/hari
6-12 bulan 50-75 µg/hari atau 7-10 µg/kg/hari
1-5 tahun 50-100 µg/hari atau 5-7 µg/kg/hari
5-10 tahun 100-150 µg/hari atau 3-5 µg/kg/hari
>10-12 tahun 100-200 µg/hari atau 2-4 µg/kg/hari
Setelah masa bayi biasanya dosis berkisar sekitar 100µg/m2/hari
Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu awal kehidupan
direkomendasikan untuk diberikan dosis inisial sebesar 10-15 µg/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH. Bayi-bayi dengan
hipotiroidisme berat ( kadar T4 sangat rendah, TSH sangat tinggi, dan hilangnya
21
epifise femoral distal dan tibia proksimal pada gambaran radiologi lutut) harus
dimulai dengan dosis 15 µg/kgBB/hari.1
Terapi Pada Diagnosis Yang Meragukan
Kadang-kadang kita dihadapkan pada diagnosis yang meragukan dan
dituntut untuk menetukan pengobatan, misalnya bila pada hasil pemeriksaan
serum didapatkan kadar T4 rendah dengan TSH normal atau kadar T4 normal
dengan kadar TSH sedikit meninggi. Bila hal ini terjadi pada bayi cukup bulan
maka harus dilakukan skintigrafi tiroid untuk memastikan diagnosis.Bila pada
skintigram didapatkan hipoplasia, aplasia, kelenjar tiroidektopik, maka dapat
diberikan preparat hormone tiroid. Bila keadaan kelenjar tiroid normal, maka
harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar T4 dan TSH. Bila hasil pemeriksaan
kadar TSH meningkat maka pengobatan harus segera dimulai,dan bila kadar T4
dan TSH normal maka pengobatan harus ditunda.
Terapi Pada Bayi Prematur
Bila kadar T4 rendah dan TSH normal maka untuk memastikan
perlunya pengobatan tidak perlu dilakukan skintigrafi, namun cukup dengan
pemeriksaan kadar T4 dan TSH secara serial. Umumnya kadar T4 meningkat
mendekati angka normal, sedangkan TSH tetap normal. Bila kadar T4 terus
menurun dan TSmeningkat, dapat dipertimbangkan skintigrafi tiroid dan
pengobatan dapat dimulai. Tetapi bila tanda-tanda klinis hipotiroid jelas maka
tidak perlu dilakukan skintigrafi atau pemeriksaan darah ulang dan dapat langsung
diberikan pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan dihentikan untuk
sementara sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi transien atau
menetap.
Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman
bagineonatus. Bila ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda
dekompensasi jantung, maka pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis rendah,
yaitu 1/3dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai
dosis penuh yang dianjurkan tercapai.
Monitoring
22
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus
dilakukan pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena
terapi setiapkasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 µg/dl) atau T4 bebas dalam
rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-age tiap
tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama
6 bulan pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan – 3 tahun,
selanjutnya tiap 6-12 bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu
setelah perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang
berlebihan.Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari
sutura, percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan
perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan.
Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku.
Suportif
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan
suportif lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat.
Rehabilitasiatau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi retardasi perkembangan
motorik yang sudah terjadi. Penilaian intelegensi atau IQ dilakukan menjelang
usia sekolah untuk mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti, sekolah biasa atau
luar biasa.8
Diet
Suplementasi Iodium sangat dibutuhkan terutama di daerah defisiensi
Iodium. Umumnya anak yang menderita hipotiroid kongenital dan mendapat
replacement hormon tiroid, asupan makanan yang mengandung goitrogen
23
harusdibatasi seperti asparagus, bayam, brokoli, kubis, kacang-kacangan, lobak,
salada, dan susu kedelai karena dapat rnenurunkan absorbsi Sodium-L-Tiroksin.8
L. Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiroid
kongenital, prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya.
Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama
kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya
setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi
yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada
usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program
skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun
sebesar 115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada
pemeriksaan di usia 36 bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical
reasoning” lebih rendah dari populasi control.
Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan
neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan halus, ataksia,
tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian dan gangguan
bicara. Tuli sensori neural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
BAB III
24
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : P.F.
Tanggal Lahir : 27 Februari 2012
Umur : 0 tahun 3 bulan 3 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Br Dinas Bangbang Kaja
MRS : 30 Mei 2012 (Pkl. 09.00 WITA di Poliklinik Anak)
Tanggal pemeriksaan : 2 Juni 2012 (Pkl. 14.00 WITA, di Pudak)
3.2 Anamnesis (Heteroanamnesis)
3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Rujukan RS Bangli untuk pemeriksaan USG Hati.
Pasien datang ke RSUP Sanglah tanggal 30 Mei 2012 atas rujukan dari RS Bangli
dengan permintaan USG hati, awalnya pasien datang dengan ke RS Bangli
tanggal 23 Mei 2012 dengan keluhan bercak kering pada wajah, pipi kanan dan
kiri, yang pertama berupa bulatan kecil dan semakin membesar, saat di periksa
oleh dokter di RS Bangli dikatakan pasien terlihat pucat/kuning sehingga
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan darah. Setelah pemeriksaan darah
dikatakan pasien menderita kurang darah dan ayah pasien mengatakan bilirubin
pasien tinggi sesuai yang didapatkan oleh dokter dari pemeriksaan, dokter
setempat kemudian menyarankan agar pasien diperiksa lebih lanjut dan di rujuk
ke RSUP Sanglah.
Ibu pasien mengatakan BAB pasien biasanya lancar tetapi terkadang 2 hari sekali
baru BAB, BAK kuning, jernih lancar, napsu minum susu cukup baik menurut ibu
pasien, menghisap kuat tetapi tidak terlalu lama, pasien lebih banyak tidur,
dikatakan juga pasien jarang menangis.
Riwayat Penyakit Terdahulu
25
Sebelumnya saat pasien baru lahir dikatakan juga terlihat pucat, tidak ada riwayat
asma/sesak sebelumnya, riwayat penyakit lain disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan salep untuk kulit wajahnya, tetapi ibu pasien lupa apa
nama obatnya, salep berwarna putih di oleskan tipis tipis ke wajah, riwayat
pengobatan lainnya disangkal.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit gondok didalam keluarga disangkal, riwayat penyakit kulit
dalam keluarga disangkal.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir di tolong oleh bidan dengan proses spontan, BBL : 3600 gram, PBL:
keluarga pasien lupa. Ketika lahir pasien langsung menangis, tidak ada cacat
bawaan. Ibu pasien mengaku pasien lahir 10 hari lebih lama dari tanggal yang
ditetapkan sebelumnya.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan umur (BCG 1 kali, Hepatitis B 1 kali,
DPT 1 kali).
Riwayat Nutrisi
ASI diberikan sejak pasien lahir sampai sekarang masih berlanjut. Makanan
pendamping asi (PASI) tidak diberikan.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien adalah anak pertama, tinggal bersama ayah ibu dan anggota keluarga lain,
di daerah perkotaan yang padat.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present (04 Juni 2012)
Keadaan umum : terlihat sakit sedang Panjang Badan : 50 cm
Kesadaran : kompos mentis Berat Badan : 5,3 kg
GCS : 9/9
Nadi : 110 x/ menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 30 x/ menit, reguler.
26
Temp Aksila : 36,5° C
Status General (04 Juni 2012)
Kepala
Inspeksi : Normocephali, tidak terdapat wajah dismorfik, kulit kepala
nampak skuama halus berwarna keputihan.
Palpasi : ubun-ubun besar anterior dan posterior terbuka datar
Mata
Inspeksi : Anemia ( +/+ ), ikterus ( -/- ), refleks pupil ( +/+ ) isokor
nistagmus ( - ), strabismus ( - )
Mulut
Lidah : makroglosia (+)
THT
Inspeksi : Napas cuping hidung (-) cyanosis (-) hiperemia faring (-)
Leher : pembesaran kelenjar (-)
Thorax
Jantung:
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di apex (ICS IV MCL), trill (-)
Auskultasi : Cor S1 S2 normal, reguler, murmur ( - )
Paru-paru :
Inspeksi : bentuk thorax simetris, retraksi subcostal (-), retraksi
intercostal (-), retraksi supra sternal (-)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : suara nafas bronkial +/+, Ronki -/-, wheezing -/-, Rales -/-
Axilla : pembesaran kelenjar (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi ( - )
Auskultasi : bising usus ( + ) normal
Palpasi hepar / lien tidak teraba, capillary refill time < 2 detik
Ekstremitas : akral hangat ( + ), cyanosis ( - ), edema (-),
Reflek fisiologis (+) untuk keempat ekstremitas, reflek patologis ( - )
27
untuk keempat ekstremitas, tonus dan tenaga normal. Kulit tampak kering
dan kasar
Status Antropometri
BBL : 3.600g
BBS : 4.570g
PB : 59 cm
Bb/U : z-score -1,99
TB/U : z-score -0,45
BB/TB: z-score -2,35
3.4 Diagnosa Kerja
HIPOTIROID KONGENITAL + ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi
(31-05-2012) (01-06-2012)
WBC : 10,34 x103/mikroL WBC : 8,50 x103/mikroL
HGB : 7,60g/dl HGB : 6,90g/dl
HCT : 22,50% HCT : 21,70%
MCV : 89,20fl MCV : 90,10fl
MCH : 30,02pg MCH : 28,60pg
PLT : 300 x103/mikroL PLT : 250 x103/mikroL
APTT : 38,70detik
Kontrol APTT : 32,30detik
Pemeriksaan Fungsi Hati
(31-05-2012)
Bilirubin total : 0,95mg/dl
Bilirubin indirek : 0,33mg/dl
Bilirubin direk : 0,62mg/dl
Alkali Phospatase : 74,00U/l
SGOT : 51,60U/l
SGPT : 32,30U/l
28
Total Protein : 6,02g/dl
Albumin : 4,10g/dl
Globulin : 1,92g/dl
Pemeriksaan Imunologi
(31-05-2012) (04-06-2012)
Hbsag : Non reaktif Feritin : 732,95 ng/ml (tinggi)
Pemeriksaan Kimia Klinik
(04-06-2012)
Fe : 70,80 ug/dl (rendah)
TIBC : 210,90 ug/dl
Pemeriksaan Fungsi Tiroid
(31-05-2012)
FT4 : 0,069ng/dl (rendah)
TSH : >100 uIU/ml (tinggi)
Pemeriksaan Radiologi
(31-05-2012)
Hasil pemeriksaan 2 fase :
Hepar : Ukuran normal, echoparenkim normal, tidak tampak dilatasi, IHBD,
EHBD, tidak tampak nodul/massa/kista.
Gallbladder : Fase pertama ukuran 2,88x0,83cm (volume: 1,031ml), Fase kedua
ukuran 2,74x0,69cm (volume 0,678ml)
Contaction Index : 341
Kesan : saat ini kontraktilitas GB dalam batas normal, hepar saat ini tidak tampak
kelainan.
(06-06-2012)
Thyroid kanan : ukuran normal, echoparenkim normal homogen, tidak tampak lesi
solid/kistik, tidak tampak kalsifikasi, CDUS tidak tampak peningkatan difus
vaskularisasi.
Thyroid kiri : ukuran normal, echoparenkim normal homogen, tidak tampak lesi
solid/kistik, tidak tampak kalsifikasi, CDUS tidak tampak peningkatan difus
vaskularisasi.
29
Isthmus : ukuran normal, parenkim homogen, tidak tampak nodul atau
kista/kalsifikasi.
Kesan : thyroid kanan dan kiri saat ini tidak tampak kelainan.
3.6 Terapi
L-tyroxine 1x50 mg P O
3.6 Follow up
(TANGGAL) (S) (O) (A) (P)
31-05-2012 Kuning (-) BAB
(+) Kuning
Demam (-)
Kes : CM
R R : 36 x / menit
N : 100 x / menit
Tax : 36,5oC
Status General :
Kepala : N
Cephali
Mata : an+/+ ,
ikt-/-,
THT : NCH -
Thorax : Cor : S1
S2 N reg
m–
Po: bves
+/+
Rh -/- , Wh -/-
Retraksi –
Abd : dist - , BU +
N, H/L ttb
Ext : akral hangat
+
CRT < 2’’
Kolestasis
ec susp
intrahepata
l dd
extrahepata
l
Estazor
3x50mg po
Vitamin A
1x10.000 IU
po
Vitamin D
0,25mcg
Vitamin E
1x150 IU
Vitamin K
inj 2 amp
IM
Planning :
Cek DL, PT,
APTT, LFT,
FT4, TSH
Hbsag, USG
2 fase.
Monitor :
tanda vital
01-06-2012 Demam (-)
BAB (+) BAK
Kes : CM
R R : 36 x / menit
Suspek
Hipotiroid
Estazor
3x50mg po
30
(+) N : 100 x / menit
Tax : 36,5oC
Status General :
Kepala : N
Cephali
Mata : an+/+ ,
ikt-/-,
THT : NCH -
Thorax : Cor : S1
S2 N reg
m–
Po: bves
+/+
Rh -/- , Wh -/-
Abd : dist - , BU +
N, H/L ttb
Ext : akral hangat
+
CRT < 2’’
+ Anemia
Normokro
mik
Vitamin A
1x10.000 IU
po
Vitamin D
0,25mcg
Vitamin E
1x150 IU
Vitamin K
inj 2 amp
IM
02-06-2012 Demam (-) Asi
(+) kuat
BAB/BAK (+)
Normal
Kes : CM
R R : 30 x / menit
N : 99 x / menit
Tax : 37,2oC
Status General :
Kepala : N
Cephali
Mata : an+/+ ,
ikt-/-,
THT : NCH –
Makroglosia (+)
Thorax : Cor : S1
S2 N reg
31
m–
Po: bves
+/+
Rh -/- , Wh -/-
Abd : dist - , BU +
N, H/L ttb
Ext : akral hangat
+
CRT < 2’’
Kulit kering dan
kasar
03-06-2012 Panas (-)
Pucat (+)
Minum/menetek
sangat kuat
Kes : CM
R R : 30 x / menit
N : 120 x / menit
Tax : 37oC
Status General :
Kepala : N
Cephali
Mata : an+/+ ,
ikt-/-,
THT : NCH –
Makroglosia (+)
Thorax : Cor : S1
S2 N reg
m–
Po: bves
+/+
Rh -/- , Wh -/-
Abd : dist - , BU +
N, H/L ttb
Ext : akral hangat
+
Suspect
hipotiroid
kongenital
+ anemia
normokro
mik
normositer
ASI on
demand
Estazer
3x50mg
Vitamin a
Vitamin d
Vitamin e
Vitamin k
32
CRT < 2’’
Kulit kering dan
kasar
05-06-2012 Panas (-)
Pucat (+)
Minum/menetek
sangat kuat
Kes : CM
R R : 30 x / menit
N : 110 x / menit
Tax : 37,2oC
Status General :
Kepala : N
Cephali
Mata : an+/+ ,
ikt-/-,
THT : NCH –
Makroglosia (+)
Thorax : Cor : S1
S2 N reg
m–
Po: bves
+/+
Rh -/- , Wh -/-
Abd : dist - , BU +
N, H/L ttb
Ext : akral hangat
+
CRT < 2’’
Kulit kering dan
kasar
Suspect
hipotiroid
kongenital
+ anemia
normokro
mik
normositer
ASI on
demand
Estazer
3x50mg
Vitamin a
Vitamin d
Vitamin e
Vitamin k
l-thyroxine
BAB IV
PEMBAHASAN
33
Dari hasil pengamatan dan anamnesis didapatkan pasien bayi, perempuan, usia 3
bulan 3 hari dengan rujukan dari RS Bangli tiba pada RSUP Sanglah pada tanggal
30 Mei 2012 dengan keluhan utama berupa ikterus/kuning dan disarankan untuk
dilakukan pemeriksaan USG Hati, pasien disarankan MRS. Keterangan lebih
lanjut juga diperoleh adanya gejala dan tanda-tanda pada pasien berupa lemas atau
kurang aktif, adanya penurunan napsu minum susu, adanya penurunan frekuensi
BAB, pasien lebih banyak tidur jarang menangis, orang tua pasien juga
mengeluhkan adanya lesi kulit pada wajah yang nampak kering dimana hal ini
merupakan keluhan utama pasien di bawa dan di periksa di RS Bangli, pasien juga
nampak pucat/anemis, dari keterangan anamnesis juga didapatkan adanya
keterlambatan tanggal lahir pasien kurang lebih sekitar 10 hari dari tanggal yang
ditetapkan oleh bidan yang menangani persalinan.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan pada pasien ditemukan ubun-
ubun anterior dan posterior yang terbuka, mata nampak anemis, lesi pada pipi kiri
dan kanan tampak kering, lesi juga ditemukan pada kulit kepala pasien
menyerupai skuama halus, lidah pasien tampak menjulur keluar memberikan
kesan makroglosia, adanya hernia umbilikalis, adanya kesan lemas atau tonus otot
yang menurun, kulit pada keempat ekstemitas terasa kasar dan kering.
Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya kadar Hb yang rendah dengan kesan anemia normositik
normokromik, waktu perdarahan dalam batas normal, pemeriksaan tes fungsi hati
dalam batas normal, test fungsi tiroid didapatkan kesan hipotiroid dengan hasil
FT4 rendah dan TSH yang tinggi. Dari pemeriksaan USG Hati didapatkan kesan
normal, dan dari pemeriksaan USG Tiroid juga didapatkan kesan dalam batas
normal.
Bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital seringkali asimptomatik karena
adanya T4 transplasenta maternal. Pada sejumlah kasus defisiensi tiroid dapat
menunjukan gejala yang berat yang tampak pada minggu-minggu pertama
34
kehidupan dan pada kasus defisiensi yang lebih ringan gangguan baru
bermanifestasi setelah usia beberapa bulan, Hipotiroid kongenital memberikan
berbagai manifestasi klinis, sementara pada kasus ini ditemukan manifestasi
berupa gangguan minum susu, jarang menangis banyak tidur (somnolen), tampak
lamban, konstipasi, pucat, ikterus fisiologi yang memanjang, fontanel anterior dan
posterior paten dengan sutura kranialis lebar, lidah besar (makroglosia), ukuran
abdomen nampak besar dengan hernia umbilikalis, kulit terutama ekstremital
dingin, kering dan berbecak, anemia, dan hipotonia. Pada kasus ini didapatkan
ikterus fisiologis yang memanjang hal ini disebabkan oleh adanya keterlambatan
maturitas dari konjugasi glukuronid. Didapatkan juga pada kasus ini anemia
normositik normokromik tanpa adanya tanda tanda perdarahan atau hemolisis.
Pada kasus hipotiroid kongenital, hormon tiroid secara direk maupun indirek
berhubungan dengan eritropoietin menstimulasi kolonisasi dari eritroid. Dikatakan
juga anemia seringkali merupakan tanda dini yang sering ditemukan pada kasus
hipotiroid. Anemia dapat berupa mikrositik, makrositik dan normositik, pada
kasus ini didapatkan anemia mikrositik.
Selain skrining secara klinis pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
untuk mendeteksi dini HK adalah (1) kadar TSH; (2) kadar T4 atau free T4 (FT4).
Pada kasus ini didapatkan hasil pemeriksaan FT4 yang rendah (0,069ng/dl) dan
TSH yang tinggi (>100 uIU/ml). Pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi
tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai marka hormonal,
cukup akurat digunakan untuk menapis hipotiroid kongenital primer. Pemeriksaan
pencitraan yang juga dapat menunjang diagnosis hipotiroid adalah salah satunya
USG Tiroid, pada kasus ini didapatkan kesan USG Tiroid yang normal. Kelenjar
tiroid yang terletak normal dengan ambilan radionuklid yang kuat dan normal
menunjukan defek pada biosintesis hormon tiroid.
Setelah dikonfirmasi, terapi dengan hormon tiroid pada penderita HK harus
diberikan secepat mungkin. Target terapi adalah mencapai kadar T4 normal dalam
2 minggu dan TSH dalam 1 bulan. Bayi baru lahir biasanya membutuhkan dosis
8-15 μg/kg/hari; tujuan terapi adalah menormalisasi kadar TSH sesegera mungkin.
Sebagai tanda bahwa bayi mendapatkan terapi yang mencukupi, kadar T4 harus
segera mencapai nilai normal. Untuk mencapai kecukupan obat, dianjurkan
35
selama pengobatan, nilai T4 berada diatas nilai tengah rentang kadar T4 normal,
yaitu 130-206 nmol/L (10-16 μg/dL) dan nilai TSH < 5 mIU/L (0.5-2.0 mIU/L);
FT4 18-30 pmol/L (1.4-2.3 ng/dL). Kondisi dipertahankan terus selama terapi
sampai bayi berusia 3 tahun. Dianjurkan memberikan dosis awal tidak kurang dari
10 ug/kg/hari, agar tercapai IQ mendekati normal. TSH diharapkan normal dalam
1 bulan pascaterapi inisial. Pemeriksaan FT4 pada 1 minggu pascaterapi inisial
dapat mengkonfirmasi peningkatan konsentrasi T4 serum. Dosis tiroksin harus
disesuaikan dengan klinis bayi, serta konsentrasi FT4 serum dan TSH.
Hormon tiroid sangat penting dalam perkembangan cerebral yang normal pada
awal postnatal, pengobatan yang efektif perlu diinisiasikan secara dini untuk
mencegah adanya kerusakan ireversibel pada otak.
36
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Hipotiroid kongenital merupakan gangguan pertumbuhan kelenjar tiroid secara
kongenital. Gejala klinis hipotiroid kongenital tidak begitu jelas. Diagnosis
hipotiroid kongenital ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan skrining. Skrining pada hipotiroid kongenital
sangat penting dan perlu dilakukan pada minggu-minggu pertama bayi lahir,
untuk mencegah komplikasi dan kerusakan lebih lanjut.
5.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus hipotiroid kongenital dan pemberian penatalaksanaan
yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang
optimal bagi penderita hipotiroid kongenital.
Edukasi orang tua mengenai penyakit pada anak, perjalanan penyakit, dan
pengobatan yang dianjurkan.
Monitor perkembangan anak.
37