1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Untuk membangun masyarakat dan mengisi kemerdekaan melalui suatu
sistem ketatanegaraan yang responsif, adil dan demokratis bukanlah merupakan
hal mudah. Alasannya dikarenakan berhubungan dengan hal-hal fundamental
seperti, penataan dan pembentukan kerangka struktur negara dan masalah-masalah
mendasar lainnya menyangkut penataan lembaga-lembaga negara.
Penataan dan kewenangan lembaga negara di negara-negara yang
menganut negara hukum yang demokratis secara ontologis bertujuan,
menciptakan harmonisasi dalam pemerintahan, guna pencapaian penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, meskipun suatu negara dinyatakan dalam situasi negara
dalam keadaan darurat sekalipun. Secara idealistik, pengaturan tentang
kewenangan Presiden negara Republik Demokratik Timor Leste menyatakan
negara dalam keadaan darurat, dibenarkan melalui tiga argumentasi menurut
lapisan keilmuan hukum.
Berkaitan dengan tingkatan lapisan ilmu hukum tersebut, Sebagaimana Jan
Gijssels dan Mark Van Hoecke mengatakan,1 dalam ilmu hukum kami
membedakan dua cabang: apa yang dinamakan dogmatika hukum (atau ajaran
hukum atau kemahiran hukum terdidik terlatih) dan teori hukum. Tingkat ketiga
dari ilmu hukum, di atas dogmatika hukum dan teori hukum ditempati oleh
1Jan Gijssels, Mark Van Hoecke, 1982, Wat Is Rechtsteorie, terjemahan B.Arief Sidharta,
2002, Apakah Teori Hukum itu, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, penerbitan Tidak Berkala No.3, Seri Dasar-dasar Ilmu Hukum No.3, Hlm. 8
2
filsafat hukum. Filsafat hukum akan mendapat giliran pertama, mengingat ia,
sebagaimana yang akan tampak, dalam derajat yang besar menentukan terhadap
cara yanag dengannya dogmatika hukum dan teori hukum diemban (di-praxis-
kan). lapisan keilmuan hukum dalam arti luas meliputi, lapisan tertinggi adalah
filsafat hukum, dibawahnya lapisan teori hukum dan lapisan paling bawah adalah
ilmu hukum dogmatik.”
Guna memberikan pembenaran filosofis, teoretis dan menurut ilmu hukum
dogmatik, maka pengkajian perihal kewenangan Presiden negara Republik
Demokratik Timor Leste untuk menyatakan, negara dalam keadaan darurat, akan
dideskripsikan dan dianalisis melalui tiga lapisan keilmuan hukum. Pertama, dari
pembenaran filosofis berkaitan dengan aspek ontologi dan aksiologi hukum, ini
bertalian dengan hakekat kewenangan Presiden menyatakan negara dalam
keadaan darurat dan perang, guna menjamin stablitas negara sesuai tujuan negara
Republik Demokratik Timor Leste, sebagaimana tercantum dalam pembukaan
(preamblo/Preamble) Konstitusi pada alinea ke sembilan.2 Selanjutnya dalam
alinea Pertama, kedua dan ketiga3, berisi hakekat perjuangan rakyat Timor Leste
2.Konstituicao da RDTL 2002. Preamblo Alinea Tigabelas : Interpretando o profundo
sentimento, as aspirações e a fé em Deus do povo de Timor-Leste; Reafirmam solenemente a sua determinação em combater todas as formas de tirania, opressão, dominação e segregação social, cultural ou religiosa, defender a independência nacional, respeitar e garantir os direitos humanos e os direitos fundamentais do cidadão, assegurar o princípio da separação de poderes na organização do Estado e estabelecer as regras essenciais da democracia pluralista, tendo em vista a construção de um país justo e próspero e o desenvolvimento de uma sociedade solidária e fraterna.( Hodi interpreta povu Timór-Leste nia sentimentu kle’an, nia aspirasaun no nia fé ba Maromak; Hateten hikas
ho solenidade nia determinasaun atu halo funu hasoru forma oin-oin tirania nian, opresaun, dominasaun no kaketak sosiál, kulturál ka tuir relijiaun, atu defende independénsia nasionál, respeita no fó garantia ba direitus umanus, no ema sidadaun sira-nia direitu fundamentál, atu kaer metin prinsípiu haketak podér iha Estadu nia organizasaun no harii demokrasia sanak-barak nia regra prinsipál sira, hodi buka harii nasaun ida-ne’ebé justu no buras, hodi mós foti
sosiedade ida-ne’ebé hakiak ema atu fó neon-laran ba malu nu’udar maunalin). Interpreting the profound sentiment, the aspirations and the faith in God of the People of East Timor; Solemnly reaffirm their determination to fight all forms of tyranny, oppression, social, cultural or religious domination and segregation, to defend national independence, to respect and guarantee human rights and the fundamental rights of the citizen, to ensure the principle of the separation of powers in the organization of the State, and to establish the essential rules of multi-party democracy, with a view to building a just and prosperous nation and developing a society of solidarity and fraternity. 3 Ibid. Alinea Satu : A independência de Timor-Leste, proclamada pela Frente Revolucionária do Timor-Leste Independente (FRETILIN) em 28 de Novembro de 1975, vê-se internacionalmente
3
dalam rumusan sebagai berikut., “Setelah pembebasan Rakyat Timor Leste dari
penjajahan dan pendudukan yang tidak sah atas Tanah Air Maubere oleh kekuatan
asing, kemerdekaan Timor Leste, yang diproklamirkan oleh Front Revolusioner
Timor Leste Merdeka/Frente Revolusionario Timor Leste Independente
(FRETILIN) pada tanggal 28 November 1975, diakui secara internasional pada
tanggal 20 Mei 2002.
Perjuangan melawan musuh, yang pada awalnya di bawah kepemimpinan
FRETILIN, diperluas menjadi bentuk-bentuk keikutsertaan politik yang
menyeluruh, khususnya setelah pembentukan Dewan Nasional Perlawanan
Maubere atau Concelho Nacional Resistencia Maubere (CNRM) pada tahun 1987
dan Dewan Nasional Perlawanan Rakyat Timor atau Concelho Nacional
Resistencia Timorense (CNRT) pada tahun 1998.
Perjuangan tersebut dilakukan dalam tiga lapisan bentuk gerakan
perlawanan, sebagaimana dirumuskan dalam mukadimah Alinea empat, alinea
reconhecida a 20 de Maio de 2002, uma vez concretizada a libertação do povo timorense da colonização e da ocupação ilegal da Pátria Maubere por potências estrangeiras. (Timór-Leste nia independénsia iha loron 28 fulan Novembru 1975, ne’ebé Frente Revolusionáriu Timór-Leste Independente (FRETILIN) mak proklama, sei hetan rekoñesimentu internasionál iha loron 20 fulan Maiu tinan 2002, wainhira povu timoroan hetan libertasaun hosi kolonializmu no okupasaun ilegál ba Pátria Maubere hosi poténsia raiseluk). The independence of East Timor, proclaimed by the Frente Revolucionária of Independent East Timor (FRETILIN) on November 28, 1975, is internationally recognized on May 20, 2002, following the liberation of the Timorese people from the colonization and ccupation of the Maubere Motherland by foreign powers. Alinea Dua : A elaboração e adopção da Constituição da República Democrática de Timor-Leste culmina a secular resistência do povo timorense, intensificada com a invasão de 7 de Dezembro de 1975. .( Elaborasaun no adosaun Konstituisaun Repúblika Demokrátika Timór-Leste nian, mak tutun-a’as rezisténsia sekulár povu timoroan nian ne’ebé sai
maka’as liu horik invazaun loron 7 fulan Dezembru tinan 1975. ) The elaboration and adoption of the Constitution of the Democratic Republic of East Timor is the culmination of the secular resistance of the Timorese People intensified following the invasion of December 7, 1975. Alinea Tiga : A luta travada contra o inimigo, inicialmente sob a liderança da FRETILIN, deu lugar a formas mais abrangentes de participação política, com a criação sucessiva do Conselho Nacional de Resistência Maubere (CNRM), em 1987, e do Conselho Nacional de Resistência Timorense (CNRT), em 1998. ( Funu hasoru funu-maluk, hahú ho FRETILIN nia lideransa, ne’ebé loke dalan luan tan ba partisipasaun polítika, hodi hamoris Konsellu Nasionál Rezisténsia Maubere (CNRM) iha tinan 1987, tuir mai Konsellu Nasionál Rezisténsia Timorense (CNRT) iha tinan 1998.) The struggle waged against the enemy, initially under the leadership of FRETILIN, gave way to more comprehensive forms of political participation, particularly in the wake of the establishment of the National Council of the Maubere Resistance (CNRT) in 1987 and the National Council of Timorese Resistance (CNRT) in 1998.
4
lima, alinea enam dan alinea tujuh4. Didalamnya, terkandung nilai-nilai: “Aksi-
aksi front klandestin yang secara jitu dilaksanakan di wilayah pendudukan musuh,
melibatkan pengorbanan beribu-ribu nyawa baik perempuan maupun laki-laki,
khususnya pemuda-pemudi, yang berjuang tanpa pamrih, demi kebebasan dan
kemerdekaan. Aksi gerakan bersenjata yang dilakukan secara bergerilya di hutan
hutan belantara, dan aksi diplomatik yang dilakukan di luar negeri untuk
memperoleh simpati dan dukungan dunia internasional.
Selanjutnya Alinea ke delapan dan alinea ke sembilan5 mengandung nilai-
nilai perjuangan rakyat bangsa Timor Leste, dan penghargaan terhadap jasa
perjuangan pihak Gereja, dan penghormatan kepada para Pahlawan yang gugur di
medan perang. Bahwa Dari sisi budaya dan kemanusiaan, Gereja Katolik di Timor
Leste selalu mampu menanggung, secara bermartabat, penderitaan seluruh
4 Ibid. Preamblo. Alinea Empat : A Resistência desdobrou-se em três frentes.(Rezisténsia hala’o iha
frente oin tolu) The Resistance was divided into three fronts. Alinea Lima : A frente armada foi protagonizada pelas gloriosas Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste (FALINTIL), cuja gesta histórica cabe exaltar. (. Frente armada ne’ebé Forsas Armadas Libertasaun Nasionál Timor-Leste (FALINTÍL) hala’o ho barani tebes hodi hasa’e asaun históriku ida) The armed front was carried out by the glorious Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste (FALINTIL) whose historical undertaking is to be praised. Alinea Enam : A acção da frente clandestina, astutamente desencadeada em território hostil, envolveu o sacrifício de milhares de vidas de mulheres e homens, em especial jovens, que lutaram com abnegação em prol da liberdade e independência. (Asaun hosi frente klandestina, ne’ebé hala’o hodi matenek iha funu-maluk sira-nia leet, ne’ebé feto no mane rihun barak fó sira-nia moris, liuliu klosan sira-ne’ebé hala’o funu ho sirania moris atu
bele hetan liberdade no independénsia. The action of the clandestine front, astutely unleashed in hostile territory, involved the sacrifice of thousands of lives of women and men, especially the youth, who fought with abnegation for freedom and independence. Alinea Tujuh : A frente diplomática, conjugadamente desenvolvida em todo o Mundo, permitiu abrir caminho para a libertação definitiva.( Frente diplomátika, ne’ebé hala’o iha mundu raiklaran,
loke dalan ba libertasaun totál). The diplomatic front, harmoniously carried out all over the world, enabled the opening of the way for definitive liberation.
5 Ibid. Preamblo, Alinea Delapan : Na sua vertente cultural e humana, a Igreja Católica em Timor-Leste sempre soubre assumir com dignidade o sofrimento de todo o Povo, colocando-se ao seu lado na defesa dos seus mais elementares direitos. (Iha nia parte kulturál no umanu, Uma-Kreda Katólika iha Timór-Leste la para simu ho dignidade povu tomak nia terus, hodi tau an iha povu nia leet hodi defende sira-nia direitu kdasar). In its cultural and humane perspective, the Catholic Church in East Timor has always been able to take on the suffering of all the People with dignity, placing itself on their side in the defense of their most elementary rights.
5
Rakyat, membela mereka dalam rangka mempertahankan hak-hak asasi umat
(rakyat).
Dalam pembukaan konstitusi ini terkandung nilai-nilai ontologi hukum,
yang merupakan salah satu cabang filsafat hukum. Nilai-nilai tersebut terkait
dengan hakekat perjuangan rakyat dan bangsa Timor Leste, meraih kemerdekaan
dari penindasan-penindasan. Sedangkan nilai aksiologi hukum yang merupakan
ajaran nilai-nilai dari tugas dan fungsi sebuah negara yaitu:
Pertama, berkaitan dengan nilai perlindungan terhadap hak asasi manusia,
kemerdekaan, kebebasan, demokrasi dan pembagian kekuasaan.
Kedua, perlindungan dan pengembangan hak asasi manusia, demokrasi
dan pembagian kekuasaan secara teoretis dibenarkan, berdasarkan teori-teori hak
asasi manusia dan negara hukum, maupun ajaran trias politica Montesquieu
tentang pemisahan kekuasaan.
Ketiga, terkait kebebasan, demokrasi dan pembagian kekuasaan dari
perspektiv hukum, maka secara subtansial berkaitan dengan kajian hukum tata
negara.
Negara Republik Demokratis Timor Leste ( negara RDTL), dalam sistem
ketata negaraannya selain terdapat lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif,
ada lembaga Kepresidenan dan lembaga pendukung seperti Dewan Negara
(Concelho do Estado/state auxiliary agencies), dan Komite tetap Parlemen
(Comite permanente do Parlamento). Secara kelembagaan dari beberapa lembaga
tersebut memiliki kewenangan sebagai lembaga negara tetapi bukan lembaga
negara yang memegang kedaulatan negara. Dalam artian masing-masing lembaga
6
memiliki kekuasaan, untuk melengkapi lembaga kedaulatan negara, dalam
menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan ketentuan konstitusi negara RDTL.
Oleh karena pentingnya suatu pengaturan kekuasaan berdasarkan hukum,
maka Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Sejak setelah
referendum tahun 1999, masuk pada era persiapan restaurasi kemerdekaan Timor
Leste 20 mei 2002, dibawah pengawasan UNTAET (united nation transitional
administration for east timor) atau oleh pemerintahan transisi Timor Leste,
berdasarkan Resgulasi UNTAET No.2 Tahun 2001 (Untaet Regulation 2001/2)
dibentuk majelis konstituante yang disebut Assembleia Konstituante, guna
menyelenggarakan pembentukan Konstitusi negara RDTL. Kemudian atas kerja
keras Assembleia Konstituante tersebut, maka terbentuklah Konstitusi Negara
RDTL yang disahkan 23 maret tahun 2002 dan diberlakukan pada tanggal 20 Mei
2002.
Dalam Konstitusi Negara RDTL, dinyatakan eksistensi lembaga-lembaga
negara, yaitu kekuasaan Pemerintahan negara Republik Demokratik Timor Leste
terdiri atas; kekuasaan eksekutif yang dipimpin oleh Perdana Menteri, kekuasaan
legislatif dipimpin oleh Presiden Parlamen dan kekuasaan yudikatif dipimpin oleh
Mahkamah Agung (O Presidente da Tribunal do Recurso), dan menentukan
batasan-batasan kewenangan lembaga tersebut dalam melaksanakan kekuasaan
negara RDTL, Dapat diketahui bahwa, kekuasaan pemerintahan tersebut
dijalankan menurut tugas dan fungsi kelembagaan. Maka lembaga yang dimaksud
adalah lembaga negara yang dinyatakan dalam Pasal 67 Konstitusi negara
Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Tahun 2002, menyatakan negara
7
RDTL memiliki empat lembaga tinggi negara yaitu; lembaga-lembaga kedaulatan
negara terdiri atas Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah dan
Pengadilan.
Tiap lembaga tinggi dipimpin oleh seorang pejabat negara, yang
seharusnya setiap lembaga melaksanakan tugas dan fungsi secara mandiri dan
melakukan koordinasi secara horizontal antar lembaga Negara. Selain pelaksanaan
tugas secara mandiri dan koordinasi secara horisontal, konstitusi juga mengatur
tentang pelaksanaan tugas dan fungsi Presiden Republik secara subtitusi oleh
Presiden Parlemen. Hal tentang dapat menjalankan fungsi secara substitusi ini,
ditetapkan dalam Pasal 84 ayat (1)6 Konstitusi negara Republik Demokratik
Timor Leste tahun 2002.
Ketentuan Pasal 84 ayat (1) tersebut, mengandung unsur disharmonisasi
hukum jika kita sandingkan ketentuan dalam Pasal ini dengan ketentuan dalam
Pasal 69 konstitusi negara RDTL, yang menganut asas pemisahan kekuasaan.
Dengan demikian, walaupun di negara Republik Demokratik Timor Leste
menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of power) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 69 Konstitusi RDTL 20027. Namun asas pemisahan
kekuasaan tersebut tidak mutlak, oleh karena adanya amanat konstitusi untuk
saling ketergantungan antara lembaga-lembaga negara tersebut, dan boleh
menjalankan fungsi jabatan secara substitusi oleh Presiden Parlemen kepada
6 Ibid. Pasal 84 ayat 1 Menyebutkan: Selama Presiden Republik berhalangan sementara,
maka fungsi Presiden akan dijalankan oleh Presiden Parlemen Nasional, atau bila Presiden Parlemen berhalangan, akan dijalankan oleh seorang pengganti.
7 Ibid. Pasal 69 menyebutkan: “Princípio da separação dos poderes, Os orgaos de soberania, nas suas relacoes reciprocas e no exercicio das suas funcoes,observam o principio da separacao e interdependencia dos poderes estabelecidos na Constituicao” harus mengikuti asas pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan yang ditetapkan dalam Konstitusi.
8
Jabatan Presiden Republik. Hal ini berarti, secara substansial konstitusi, negara
RDTL mengetengahkan penerapan sistem pembagian kekuasaan (distribution of
power), dan sifat fleksiblitas dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatan selaku
pejabat negara (khusus dalam tugas dan fumgsi lembaga negara).
Saling ketergantungan yang dimaksud dapat diartikan saling bekerjasama.
Hal tersebut mengandung arti bahwa antara keempat lembaga negara tersebut
masing-masing tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi secara terpisah.
Misalnya, pada hubungan kewenangan Presiden Republik dengan Parlemen
Nasional, dan hubungan Presiden Republik dengan Pemerintah (Perdana Menteri)
dalam hal mengumumkan Negara dalam keadaan darurat ataupun negara dalam
keadaan perang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 85 huruf (g),(h), dan (i)
sebagai berikut:
“Declarar o estado de sitio ou o estado de emergencia, mediante
autorizacao do Parlamento Nacional, ouvidos o Conselho de Estado, o Governo e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca” (Mengumumkan keadaan perang atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan); to declare the state of siege or a state of emergency following authorization by the National Parliament, after consultation with the Council of State, the government and the Supreme Council of Defense and Security; “Declarar a guerra e fazer a paz, mediante proposta do Governo, ouvidos
o Conselho de Estado e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca, sob autorizacao do Parlamento Nacional” (Mengumumkan perang dan mewujudkan perdamaian atas usulan Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan, berdasarkan persetujuan Parlemen nasional); to declare war and make peace following a Government proposal, after consultation with the Council of State and the Supreme Council of Defense and Security, under authorization of the National Parliament; “Indultar e comutar penas, ouvido o Governo” (Memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman, setelah berkonsultasi dengan pemerintah) to grant pardons and commute sentences after consultation with the Government;
9
Hal tersebut menimbulkan kondisi yang membingungkan, oleh karena
kewenangan untuk pengambilan keputusan pernyataan negara dalam keadaan
darurat, ataupun pengumuman negara dalam keadaan perang, diputuskan secara
bersama-sama oleh Presiden Republik, Presiden Parlemen, dan Pemerintah
(Perdana Menteri). Sebagaimana dialami dalam kasus penyerangan Mayor
Alfredo Reinado Alves terhadap Presiden Jose Ramos Horta Pada Tahun 20088,
dalam penanganan kasus tersebut Dekrit Presiden tentang negara dalam keadaan
darurat dikeluarkan oleh Presiden Parlemen Nasional Fernando La Sama de
Araujo selaku Presiden republik sementara (substitusi).
Pengumuman pernyataan negara dalam keadaan darurat tersebut,
diumumkan secara resmi oleh Presiden republik sementara dan Presiden Parlemen
sementara dan Perdana Menteri dalam media Televisi dan media cetak resmi.
Secara Konstitusional, kewenangan Presiden, kewenangan Parlemen
Nasional dan kewenangan Pemerintah (Perdana Menteri) dapat ditelusuri dalam
Pasal 85, Pasal 95, dan Pasal 115 Konstitusi negara RDTL 2002.9
8 "Ramos-Horta wounded". The Sydney Morning Herald. 2008-02-11. Retrieved 2008-
02-11.Didownload 7 desember 2014 9 Konstitusi, Op.cit. Pasal .95 ayat 3 alinea (j). menyebutkan: memastikan pengumuman
keadaan perang atau keadaan darurat; Pasal 115. b).Mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik; c).Mengusulkan pengumuan keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden Republik; Pasal 85 “Promulgar os diplomas legislativos e mandar publicar as resolucoes do Parlamento Nacional que aprovem acordos e ratifiquem tratados e convencoes internacionais; (mengumumkan secara resmi undang-undang dan memerintahkan penerbitan resolusi-resolusi dari parlemen nasional yang mengesahkan kesepakatan dan meratifikasi traktat serta perjanjian internasional). to promulgate statutes and order the publication of resolutions by the National Parliament approving agreements and ratifying international treaties and conventions;
a) Exercer as competencias inerentes as funcoes de comandante Supremo das Forcas Armadas; (Melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai panglima angkatan bersenjata); exercise competences inherent in the functions of Supreme Commander of the Defense Force;
b) Exercer o direito de veto relativamente a qualquer diploma legislativo, no prazo de 30 dias a contar da sua recepcao (Menggunakan hak veto atas undang-undang apa saja
10
Dengan demikian, pengaturan dalam Pasal 85 tersebut mengandung unsur
norma kabur dan sekaligus norma konflik antara alinea (c) dan alinea (f), dan
huruf (b) dengan huruf (f dan g), yang mana pada huruf (b) dinyatakan
melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai
panglima angkatan bersenjata, namun pada huruf (f) dan (g) dinyatakan
dalam waktu 30 hari, terhitung mulai pada tanggal penerimaannya); to exercise the right of veto regarding any statutes within 30 days from the date of their receipt;
c) Nomear e empossar o Primeiro-Ministro indigitado pelo partido ou alianca dos partidos com maioria parlamentar, ouvidos os partidos politicos representados no Parlamento Nacional (Mengangkat dan mengambil sumpah perdana menteri yang telah ditunjuk oleh partai atau koalisi partai dengan mayoritas dalam parlemen, setelah mengadakan konsultasi dengan partai-partai politik yang menduduki kursi dalam parlemen nasional); .to appoint and swear in the Prime Minister designated by the party or alliance parties with parliamentary majority after consultation with the political parties sitting in the National Parliament;
d) Requerer ao Supremo Tribunal de Justica a apreciacao preventiva e a fiscalizacao abstracta da constitucionalidade das normas, bem como a verificacao da inconstitucionalidade por omissao (Meminta kepada mahkama agung untuk melaksanakan peninjauan pencegahan dan peninjauan abstrak atas kesesuaian aturan-aturan dengan UUD, serta pembenaran atas pertentangan dengan UUD yang disebabkan kelalaian); to request the Supreme Court of Justice to undertake a preventive appraisal and abstract review of the constitutionality of the rules, as well as verification of unconstitutionality by omission;
e) Submeter a referendo questoes de relevante interesse nacional, nos termos do artigo 66.º (Mengajukan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan Negara untuk diputuskan melalui jajak pendapat, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 66); to submit relevant issues of national interest to a referendum provided in Article 66;
f) Declarar o estado de sitio ou o estado de emergencia, mediante autorizacao do Parlamento Nacional, ouvidos o Conselho de Estado, o Governo e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca (Mengumumkan keadaan perang atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan); to declare the state of siege or a state of emergency following authorization by the National Parliament, after consultation with the Council of State, the government and the Supreme Council of Defense and Security;
g) Declarar a guerra e fazer a paz, mediante proposta do Governo, ouvidos o Conselho de Estado e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca, sob autorizacao do Parlamento Nacional (Mengumumkan perang dan mewujudkan perdamaian atas usulan Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan, berdasarkan persetujuan Parlemen nasional); to declare war and make peace following a Government proposal, after consultation with the Council of State and the Supreme Council of Defense and Security, under authorization of the National Parliament;
h) Indultar e comutar penas, ouvido o Governo (Memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman, setelah berkonsultasi dengan pemerintah) to grant pardons and commute sentences after consultation with the Government;
i) Conferir, nos termos da lei, titulos honorificos, condecoracoes e distincoes (Menghadiahkan gelar kehormatan, tanda jasa dan piagam penghargaan sesuai undang-undang).to award honorary titles, decorations and merits in accordance with the law.
11
berkonsultasi dengan Pemerintah, dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi
Pertahanan Keamanan. (Padahal kedua dewan ini dipimpin langsung oleh
Presiden). Selanjutnya hal tersebut menunjukan pengaturan yang tumpangtindih
antara huruf (f) dan huruf (g) dan terjadi disharmonisasi pengaturan antara huruf
(b) dan huruf (g) sebagaimana memberikan makna saling berlawanan(conflict
Norm). Selanjutnya pengaturan seperti itu, diulangi kembali dalam bagian
kewenangan Pemerintah dan kewenangan Parlemen Nasional, yaitu dalam Pasal
115 ayat 2 alinea (b dan c), dan dalam Pasal 95 ayat 3 alinea (j).
Apabila dilihat pada tataran sinkronisasi aturan, maka hal tumpangtindih
terjadi juga pada huruf (c) Pasal 85 tentang penggunaan hak veto, sebagaimana
diulangi kembali dalam Pasal 88 dan dibatasi kewenangan tersebut dengan
meminta pertimbangan dari Parlamen, ini berarti kewenangan memveto oleh
Presiden terhadap undang-undang tertentu, bukan sebuah kewenangan atribusi
yang terinspirasi oleh hak-hak prerogative yang lazimnya dimiliki oleh seorang
kepala negara. Selanjutnya ketentuan huruf (h) Pasal 85 Konstitusi negara
Republik Demokratik Timor Leste tentang wewenang Presiden memberikan
pengampunan dan memperingankan hukuman setelah berkonsultasi dengan
Pemerintah, ketentuan ini dapat diartikan bahwa, ketentuan yang telah
menyimpang dari tugas dan fungsi pokok lembaga Pemerintah, oleh sebab tugas
dan fungsi pemerintah bukan melakukan fungsi yudikatif.
Konsekuensi dari pengaturan yang menyimpang tersebut adalah
Pemerintah memberikan pertimbangan yang salah, karena untuk mengampuni
atau meringankan hukuman oleh Presiden kepada seorang narapidana, seyogyanya
berkonsultasi kepada lembaga yudikatif (Mahkamah Agung), karena hanya
12
lembaga yudikatif yang mengemban tugas dan fungsi kehakiman. Selanjutnya
Pasal 8610 tentang wewenang presiden dalam hubungannnya dengan lembaga lain.
10 Ibid. Pasal 86 Compete ao Presidente da Republica relativamente aos outros orgaos/It
is incumbent upon the President of the Republic, with regard to other organs:), Presiden Republik bertanggung jawab dan berwenang untuk:
a) to chair the Supreme Council of Defense and Security; Mengetuai dewan tinggi pertahanan dan keamanan; (Presidir ao Conselho Superior de Defesa e Seguranca);
b) to chair the Council of State; Mengetuai dewan Negara; (Presidir ao Conselho de Estado);
c) to set dates for elections of the President and the National Parliament in accordance with the law; Menetapkan tanggal pemilihan presiden dan parlemen nasional sesuai dengan undang-undang; (Marcar, nos termos da lei, o dia das eleicoes para o Presidente da Republica para o Parlamento Nacional);
d) to request the convening of extraordinary sessions of the National Parliament, whenever imperative reasons of national interest justify it; Memohon sidang luar biasa parlemen nasional apabila dibenarkan karena alasan kepentingan nasional yang mendesak; (Requerer a convocacao extraordinaria do Parlamento Nacional, sempre que imperiosas razoes de interesse nacional o justifiquem);
e) to address messages to the National Parliament and the country; Berbicara kepada parlemen nasional dan pada Negara; (Dirigir mensagens ao Parlamento Nacional e ao pais);
f) to dissolve the National Parliament in case of a serious institutional crisis preventing the formation of a government or the approval of the State Budget and lasting more than sixty days, after consultation with political parties sitting in the Parliament and with the Council of State, on pain of rendering the act of dissolution null and void, taking into consideration provisions of Article 100; Membubarkan parlemen nasional, apabila terdapat krisis kelembagaan yang parah, yang menghalangi pembentukan pemerintahan atau pengesahan anggaran Negara, dan yang berlangsung lebih dari enam puluh hari, setelah berkonsultasi dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di parlemen, dan dengan dewan Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 100 Konstitusi RDTL, agar tindakan pembubaran tidak dinyatakan tidak sah dan kemudian dibatalkan. (Dissolver o Parlamento Nacional, em caso de grave crise institucional que nao permita a formacao de governo ou a aprovacao do Orcamento Geral do Estado por um periodo superior a sessenta dias, com audicao previa dos partidos politicos que nele tenham assento e ouvido o Conselho de Estado, sob pena de inexistencia juridica do acto de dissolucao, tendo em conta o disposto no artigo 100.º);
g) to dismiss the Government and remove the Prime Minister from office after the National Parliament has rejected his or her program for two consecutive times; Membubarkan pemerintah dan memberhentikan perdana menteri apabila programnya ditolak dua kali berturut-turut oleh parlemen nasional; (Demitir o Governo e exonerar o Primeiro-Ministro, quando o seu programa tenha sido rejeitado pela segunda vez consecutiva pelo Parlamento Nacional);
h) to appoint, swear in and remove Government Members from office, following a proposal by the Prime Minister, in accordance with number 2, Article 106; Mengangkat mempersumpahkan dan memberhentikan dari jabatan anggota-anggota pemerintah, atas usulan dari perdana menteri, berdasarkan ayat 2 Pasal 106; (Nomear, empossar e exonerar os membros do Governo, sob proposta do Primeiro-Ministro, nos termos do n.o 2 do artigo 106.º);
i) to appoint two members of the Supreme Council of Defense and Security; Mengangkat dua orang anggota dewan tinggi pertahanan dan keamanan; (Nomear dois membros para o Conselho Superior de Defesa e Seguranca);
13
Kewenangan Presiden menurut Pasal 86 tersebut dapat dijelaskan , bahwa
secara hierarkis dalam struktur ketatanegaraan negara RDTL, kedudukan Presiden
secara vertikal berada di atas kedudukan lembaga-lembaga tinggi yang lain.
Berdasarkan kewenangan konstitusional itu, Presiden dapat membubarkan
Parlemen Nasional dan mengangkat ataupun memberhentikan Perdana Menteri
dan anggota Pemerintah, serta mengangkat Dewan Negara. Dengan demikian
kewenangan Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri
dan membubarkan Parlemen Nasional merupakan kewenangan atribusi untuk
mengawasi lembaga Parlemen dan Pemerintah.
j) to appoint the President of the Supreme Court of Justice and swear in the President of
the High Administrative Court, the Tax Court and the Court of Accounts; Mengangkat ketua mahkama agung dan mempersumpahkan ketua pengadilan tinggi administrasi, perpajakan dan pemeriksaan keuangan; (Nomear o Presidente do Supremo Tribunal de Justica e empossar o Presidente do Tribunal Superior Administrativo, Fiscal e de Contas);
k) to appoint the Prosecutor-General for a term of four years; Mengangkat jaksa agung untuk masa jabatan selama empat tahun; (Nomear o Procurador-Geral da Republica para um mandato de quatro anos);
l) to appoint and dismiss the Deputy Prosecutor-General in accordance with number 6, Article 133; Mengangkat dan memberhentikan wakil-wakil jaksa agung berdasarkan ayat 6 Pasal 133; (Nomear e exonerar os Adjuntos do Procurador-Geral da Republica nos termos do n.º 6 do artigo 133.º);
m) to appoint and dismiss, following proposal by the Government, the General Chief of Staff of the Defense Force, the Deputy General Chief of Staff of the Defense Force, and the Chiefs of Staff of the Defense Force, after consultation with the General Chief of Staff regarding the latter two cases; Atas usulan dari pemerintah, mengangkat dan memberhentikan kepala staf agung angkatan pertahanan, wakil kepala staf agung angkatan pertahanan dan para kepala staf angkatan pertahanan, setelah berkonsultasi dengan kepala staf agung angkatan pertahanan terhadap kedua pengangkatan terakhir tersebut; (Nomear e exonerar, sob proposta do Governo, o Chefe do Estado-Maior- General das Forcas Armadas, o Vice-Chefe do Estado-Maior-General das Forcas Armadas e os Chefes de Estado-Maior das Forcas Armadas, ouvido, nos ultimos casos, o Chefe do Estado-Maior-General das Forcas Armadas);
n) to appoint five Members for the Council of State; Mengangkat lima orang anggota dewan Negara; (Nomear cinco membros do Conselho de Estado);
o) to appoint one member for the Superior Council of the Judiciary and for the Superior Council for the Public Prosecution. Mengangkat seorang anggota untuk dewan tinggi kehakiman dan dewan tinggi kejaksaan. (Nomear um membro para o Conselho Superior da Magistratura Judicial e o Conselho Superior do Ministerio Publico).
14
Namun dalam ketentuan tersebut menunjukkan adanya antinomi atau
mengandung norma konflik, yaitu; dalam rumusan kalimat huruf (m)
menentukan,“mengangkat dan memberhentikan kepala Staf Agung angkatan
pertahanan atas usul Pemerintah. Sementara dalam rangkaian kalimat ketentuan
huruf (a) menentukan Presiden mengetuai Dewan Pertahanan dan keamanan.
Hal ini berarti, meskipun Presiden adalah Panglima tertinggi angkatan
bersenjata juga sebagai Ketua dewan pertahanan dan keamanan, tetapi dalam
pengaturan kewenangan secara hirarkhi menurut garis komando pertahanan
keamanan, justru kewenangan tersebut menjadi kewenangan pemerintah (Perdana
Menteri). Dengan demikian pengaturan dalam huruf (a), huruf (m), dan huruf (f)
Pasal 86 tersebut tidak menunjukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan
perundang-undangan yang baik. Selanjutnya Pasal 8711 tentang wewenang
presiden berkaitan dengan hubungan internasional.
11 Ibid. Pasal 87 Competences with Regard to International Relations, (kewenangan berkaitan
dengan hubungan internasional) It is incumbent upon the President of the Republic, in the field of international relations /Compete ao Presidente da Republica, no dominio das relacoes internacionais:
a) Declarar a guerra, em caso de agressao efectiva ou iminente, e fazer a paz, sob proposta do Governo, ouvido o Conselho Superior de Defesa e Seguranca e mediante autorizacao do Parlamento Nacional ou da sua Comissao Permanente (Mengumumkan perang dalam keadaan penyerangan nyata atau yang akan datang dan untuk mewujudkan perdamaian, atas usulan dari pemerintah, setelah berkonsultasi dengan dewan tinggi pertahanan dan keamanan serta atas perijinan dari parlemen nasional atau komisi tetap parlemen); to declare war in case of actual or imminent aggression and to make peace, following proposal by the Government, after consultation with the Supreme Council for Defense and Security and following authorization of the National Parliament or of its Standing Committee;
b) Nomear e exonerar embaixadores, representantes permanentes e enviados extraordinarios, sob proposta do Governo (Mengangkat dan memberhentikan para duta besar, wakil-wakil tetap dan utusan-utusan khusus, atas usulan dari pemerintah); to appoint and dismiss ambassadors, permanent representatives and special envoys, following proposal by the Government;
c) Receber as cartas credenciais e aceitar a acreditacao dos representantes diplomaticos estrangeiros (Menerima surat-surat kepercayaan dan mengesahkan akreditasi wakil-wakil diplomatik asing); to receive credential letters of accreditation and accredit foreign diplomatic representatives;
15
Ketentuan Pasal 87 pada bagian huruf (a), yang menyebutkan mengumumkan
perang dalam keadaan penyerangan nyata atau yang akan datang. Sebenarnya
tentang hal tersebut telah diatur dalam Pasal 85 huruf (g), sehingga disini terjadi
pengulangan pengaturan kembali (sehingga tetap menampakkan adanya rumusan
ketentuan yang tumpangtindih). Alasannya, pengaturan semacam ini
menempatkan kewenangan Presiden dalam satu unit tanggung jawab yang sama.
Demikian juga, pengaturan menurut huruf (d) Pasal Pasal 85, Presiden
diharuskan berkonsultasi dengan Pemerintah, menunjukkan seolah-olah dalam
bidang pertahanan dan keamanan, terpusat pada kewenangan Pemerintah (Perdana
menteri) daripada Presiden.
Apabila dicermati secara keseluruhan pengaturan di dalam Pasal 85 sampai
dengan Pasal 87, dengan jelas menunjukan adanya ketidakharmonisan pengaturan
tentang wewenang Presiden. Hal tersebut dapat dikategorikan dalam pengaturan
yang mengandung unsur norma konflik (conflict of norm), norma kabur dan
norma kosong. Hal ini akan berimplikasi pada pengendalian angkatan bersenjata
di negara RDTL. Pada hal pengedalian angkatan bersenjata di negara ini sangat
signifikan karena berkaitan dengan mati atau hidupnya negara.
d) Conduzir, em concertacao com o Governo, todo o processo negocial para a conclusao de
acordos internacionais na area da defesa e seguranca (Berkonsultasi dengan pemerintah untuk melakukan proses perundingan apapun yang menuju ke penyelesaian kesepakatan-kesepakatan internasional dalam bidang pertahanan dan keamanan).conduct, in consultation with the Government, any process of negotiation towards the completion of international agreements in the field of defense and security.
16
Selanjutnya ketentuan Pasal 8812 tentang pengaturan kewenangan hak
Veto Presiden. Dalam Pasal 88 tersebut, khusus untuk mengatur tentang
wewenang Presiden dalam hal menggunakan hak veto. Namun dalam ayat (2) dan
ayat (4) dapat diartikan seolah-olah Presiden tidak memiliki wewenang memveto
terhadap undang-undang apabila telah melampaui batas waktu Sembilan puluh
12 Ibid. Pasal 88 Promulgação e veto ;
1. No prazo de trinta dias contados da recepcao de qualquer diploma do Parlamento Nacional para ser promulgado como lei, o Presidente da Republica promulga-o ou exerce o direito de veto, solicitando nova apreciacao do mesmo em mensagem fundamentada (Dalam waktu tiga puluh hari terhitung mulai dari tanggal diterimanya rancangan undang-undang apapun dari parlemen nasional, dengan tujuan untuk diumumkan secara resmi sebagai undang-undang, Presiden Republik akan mengumumkannya secara resmi atau mengunakan hak veto. Bila demikian, presiden berdasarkan alasan yang layak, harus menyampaikan permohonan pada parlemen nasional untuk meminta pertimbangan ulang atas RUU tersebut). Within thirty days after receiving any draft law from the National Parliament for the purpose of its promulgation as law, the President of the Republic shall eitherpromulgate the law or exercise the right of veto, based on substantive grounds, send a message to the National Parliament requesting a new appraisal of the statute.
2. Se o Parlamento Nacional, no prazo de noventa dias, confirmar o voto por maioria absoluta dos Deputados em efectividade de funcoes, o Presidente da Republica devera promulgar o diploma no prazo de oito dias a contar do dia da sua recepcao (Apabila parlemen nasional, dalam waktu Sembilan puluh hari, memastikan pemberian suaranya dengan suara mayoritas mutlak dari para anggotanya yang menjalankan fungsi sepenuhnya, maka Presiden Republik harus mengumumkan secara resmi Rancangan Undang-Undang itu dalam waktu delapan hari terhitung mulai tanggal penerimaannya); If, within ninety days, the National Parliament confirms its vote by an absolute majority of its Members in full exercise of their functions, the President of the Republic shall promulgate the law within eight days after receiving it.
3. Sera, porem, exigida a maioria de dois tercos dos Deputados presentes, desde que superior a maioria absoluta dos Deputados em efectividade de funcoes, para a confirmacao dos diplomas que versem materias previstas no artigo 95.º (Namun demikian, mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir disyaratkan untuk meratifikasi Rancangan Undang-Undang dalam hal urusan-urusan yang ditetapkan dalam Pasal 95 bila mayoritas tersebut melebihi mayoritas mutlak para anggota yang menjalankan fungsi sepenuhnya) However, a majority of two-thirds of the Members present shall be required to ratify laws on matters provided for in Article 95 when that majority exceeds an absolute majority of the Members in full exercise of their functions.
4. No prazo de quarenta dias contados da recepcao de qualquer diploma do Governo para ser promulgado, o Presidente da Republica promulga-o ou exerce o direito de veto, comunicando por escrito ao Governo o sentido de veto (Dalam waktu empat puluh hari setelah menerima Rancangan Undang-Undang apapun dari pemerintah atas tujuan pengumuman resmi sebagai undang-undang Presiden Republik dapat mengumumkan dokumen tersebut dengan resmi atau mengunakan hak vetonya melalui pemberitahuan, secara tertulis, yang memuat alasan atas veto tersebut). Within forty days after receiving any draft law from the Government for the purpose of its promulgation as law, the President of the Republic shall either promulgate it or exercise the right of veto by way of a written communication to the Government containing the reasons for the veto.
17
hari yang telah ditentukan oleh parlemen nasional sesuai suara mayoritas
Parlemen, mengharuskan Presiden untuk mengumumkan RUU yang diajukan oleh
Parlemen. Dengan demikian dapat dikatakan hak veto yang dimiliki oleh Presiden
seolah-olah bukan sebagai suatu kewenangan atribusi, justru diturunkan derajat
kewenangan tersebut menjadi kewenangan delegasi dari parlemen ke Presiden. Ke
depan hal inilah yang harus diharmonisasi melalui amandemen konstitusi negara
RDTL.
Pengaturan perihal wewenang Penjabat Presiden sementara (Powers of an
Interim President of the Republic) diatur menurut ketentuan Pasal 89 tentang
wewenang Presiden Republik sementara yaitu dijabat oleh Presiden Parleman
(Actos do Presidente da República interinoO Presidente da Republica interino
nao pode praticar os actos previstos nas alineas f),g), h), i), j), k), l), m), n) e o)
do artigo 86.º). Menurut pengaturan dalam Pasal 89 bahwa Presiden Republik
sementara tidak mempunyai wewenang yang ditentukan dalam ayat f), g), h), i),
j), k), l), m), n) dan o) An interim President of the Republic cannot exercise the
powers specified in letters f, g, h, i, j, k, l, m, n and o of Article 86. dari Pasal 86
Konstitusi Negara RDTL 2002. Selain kewenangan pokok Presiden yang diatur
dalam Pasal 85 s/d Pasal 89, masih terdapat kewenangan yang berhubungan
dengan Badan Penasehat Presiden (Advisory bodies to the head of state). Yang
diatur dalam Pasal 90 dan Pasal 9113. Kewenangan Presiden terkait hubungan
13 Ibid. Pasal 90 dan Pasal 91, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 tentang definisi Dewan
Negara dan Pasal 91 tentang peran dan fungsi dan keanggotaan Dewan Negara . Article 90: Council of State (Dewan Negara) Concelhodo Estado
1. The Council of State is the political consultative organ of the President of the Republic who presides over it. (Dewan Negara adalah lembaga penasehat politik Presiden Republik dan dipimpin oleh Presiden sendiri).O Conselho de Estado e o orgao de consulta politica do Presidente da Republica, que a ele preside.
2. The Council of State comprises: (Dewan Negara terdiri atas) O Conselho de Estado integra:
18
Kewenangan Dewan Negara (Concelho do Estado/ Council of State). Lebih
lanjutnya Pasal-pasal yang mengatur tentang wewenang pemerintah yang
a) former Presidents of the Republic who were not removed from office; (Para mantan Presiden Republik yang tidak pernah diberhentikan dari jabatannya); Os ex-Presidentes da Republica que nao tenham sido destituidos;
b) the President of the National Parliament; (Presiden Parlemen Nasional) O Presidente do Parlamento Nacional;
c) the Prime Minister; Perdana Menteri; O Primeiro-Ministro; d) five citizens elected by the National Parliament in accordance with the principle of
proportional representation and for the period corresponding to the legislative term, provided that they are not members of the organs of sovereignty;Lima orang warga negara yang dipilih oleh Parlemen Nasional, berdasarkan asas perwakilan proporsional, untuk masa jabatan yang sesuai dengan masa jabatan badan legislatif, asal mereka bukan anggota dari lembaga-lembaga kedaulatan Cinco cidadaos eleitos pelo Parlamento Nacional de harmonia com oprincipio da representacao proporcional, pelo periodo correspondente aduracao da legislatura, que nao sejam membros de orgaos de soberania;
e) five citizens designated by the President of the Republic for the period corresponding to the term of office of the President, provided that they are not members of the organs of sovereignty. Lima orang warga negera yang ditunjuk oleh Presiden Republik dengan masa jabatan yang sama dengan masa jabatan Presiden Republik, asal merekabukan anggota dari lembaga-lembaga kedaulatan. Cinco cidadaos designados pelo Presidente da Republica, pelo periodocorrespondente a duracao do seu mandato, que nao sejam membros de orgaos de soberania.
Article 91(Pasal 91) Artigo 91: Competence, Organization and Functioning of the Council of State(Wewenang, Penataan dan Tata Kerja Dewan Negara) Competência, organização e funcionamento do Conselho de Estado) 1. It is incumbent upon the Council of State: Dewan Negara berwewenang dan bertanggung
jawab untuk: Compete ao Conselho de Estado: a. express its opinion on the dissolution of the National Parliament; Menyampaikan
pendapatnya mengenai pembubaran Parlemen Nasional; Pronunciar-se sobre a dissolucao do Parlamento Nacional;
b. express its opinion on the dismissal of the Government; Menyampaikan pendapatnya mengenai pemberhentian Pemerintah; Pronunciar-se acerca da demissao do Governo;
c. express its opinion on the declaration of war and the making of peace; Menyampaikan pendapatnya mengenai pengumuman perang dan perwujudan perdamaian; Pronunciar-se sobre a declaracao de guerra e a feitura da paz;
d. express its opinion on any other cases set out in the Constitution and advise the President of the Republic in the exercise of his or her functions, when requested by the President; Menyampaikan pendapatnya mengenai semua hal lain yang ditetapkan dalam UUD dan untuk memberikan nasehat kepada Presiden Republik dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya, apabila diminta oleh Presiden; Pronunciar-se nos demais casos previstos na Constituicao e, em geral, aconselhar o Presidente da Republica no exercicio das suas funcoes, quando este lho solicitar.
e. to draft its Rules of Procedure. Menyusun Tata Tertibnya. Elaborar o seu Regimento interno.
2. The meetings of the Council of State shall not be open to the public. Rapat-rapat Dewan Negara tidak terbuka untuk umum. As reunioes do Conselho de Estado nao sao publicas.
3. The law defines the organization and functioning of the Council of State. Penataan dan tata kerja Dewan Negara akan ditentukan dengan undang-undang. A lei define a organizacao e o funcionamento do Conselho de Estado.
19
berkaitan dengan kewenangan mengusulkan menyatakan negara dalam keadaan
darurat dan melaporkan segala aktivitas pemerintah kepada Presiden secara
keseluruhan diatur dalam Pasal 115, ayat 2 huruf (b) dan (c), dan Pasal 117 ayat 1
huruf (d).14 Apabila dicermati, isi Pasal 85 dan Pasal 115 mengenai kewenangan
Presiden dan Pemerintah ditemukan adanya pengaturan yang tumpangtindih.
Tumpang tindih seperti itu, sebagaimana pengaturan pada Pasal 115 isi ketentuan
huruf (c), Perdana menteri (Pemerintah) bertanggung jawab untuk mengusulkan
pengumuman keadaan perang kepada Presiden, dan hal inipun telah diatur dalam
Pasal 85 huruf (f) dan huruf (g) tentang kewenangan Presiden mengumumkan
14 Ibid. Pasal 115, (Artigo 115.º Competência do Governo/ Competence of the
Government), Pasal 115 tentang wewenang Pemerintah sebagai berikut:
2. Compete ainda ao Governo relativamente a outros orgaos: Ayat (2). (Pemerintah berwewenang dan bertanggung jawab menjamin hubungan dengan badan-badan lain untuk): It is also incumbent upon the Government in relation to other organs:
b). Propor ao Presidente da Republica a declaracao de guerra ou a feitura da paz; Mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik; to propose to the President of the Republic the declaration of war or the making of peace.
c). Propor ao Presidente da Republica a declaracao do estado de sitio ou do estado de emergencia; Mengusulkan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden Republik; to propose to the President of the Republic the declaration of the state of siege or the state of emergency;
Pasal 117 ayat (1) Perdana menteri berwenang dan bertanggung jawab untuk; 1. Compete ao Primeiro-Ministro (Kewenangan Perdana Menteri) It is incumbent upon the
Prime Minister: a) Chefiar o Governo (Memimpin pemerintah) to be the Head of Government;; b) Presidir ao Conselho de Ministros (Mengetuai dewan menteri); to preside over the
Council of Ministers; c) Dirigir e orientar a politica geral do Governo e coordenar a accao de todos os
Ministros, sem prejuizo da responsabilidade directa de cada um pelos respectivos departamentos governamentais (Membimbing dan mengarahkan kebijakan umum pemerintah dan mengkoordinasikan kegiatan semua menteri, tanpa mengurangi tanggungjawab dari setiap menteri atas departemen pemerintahnya masing-masing), to direct and guide the general policy of the Government and to co-ordinate the activities of all Ministers, without prejudice to the direct responsibility of each Minister for their respective governmental department;
d) Informar o Presidente da Republica sobre os assuntos relativos a politica interna e externa do Governo (Tetap melaporkan kepada Presiden Republik urusan yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam dan luar negeri); to inform the President of the Republic on matters of domestic and foreign policy of the Government;Exercer as demais funcoes atribuidas pela Constituicao e pela lei (Melaksanakan tugas-tugas lain yang dilimpahkan oleh Konstitusi dan oleh undang-undang lainnya).to perform other duties attributed to it by the Constitution and the law.
20
keadaan perang setelah berkonsultasi dengan Parlemen, Dewan Negara dan
pemerintah.
Terdapat pemahaman yang berbeda antara esensi “berkonsultasi” dan
“mengusulkan” adalah dua istilah yang masing-masing memiliki karakter dan
makna yang berbeda. Menurut hemat saya, berkonsultasi berarti Presiden
berkewajiban untuk menghadap Perdana Menteri dan mohon pendapatnya.
Sementara mengusulkan berarti Pemerintah (Perdana Menteri) berkewajiban
untuk menyampaikan permohonan kepada Presiden. Hal demikian menimbulkan
makna saling ketergantungan yang tidak jelas, sehingga pengaturan tentang
kewenangan Presiden dan Pemerintah dalam hal pertahanan dan keamanan ini
tidak memiliki batasan yang jelas dan menimbulkan norma kabur dan akan
berdampak pada tataran aplikasi. dan dapat dimaknai saling kontradiksi dan dapat
berimplikasi pada kewenangan pengendalian pertahanan dan keamanan nasional.
Sebagai contohnya implikasi dari pengaturan yang tidak jelas adalah
dalam kasus krisis militer, yang pernah terjadi pada tahun 2006 sampai dengan
tahun 2008 yaitu akibat pemberontakan yang dipimpin oleh Mayor Alfredo Alves
Reinado karena ketidakpuasan terhadap kebijakan Komando. Ketika terjadi krisis
militer tersebut, Presiden sulit mengendalikan situasi keamanan, dan Perdana
Menteri yang lebih berperan dalam sistem pengendalian angkatan bersenjata
sampai situasi kembali normal.
Ayat (3). Pemerintah mempunyai wewenang legislative eksklusif atas
urusan yang menyangkut penataan dan tata kerjanya sendiri, serta atas
penyelenggaraan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung.
21
Wewenang anggota pemerintah diatur dalam Pasal 117 Konstitusi negara
RDTL dan dalam Pasal inilah yang lebih khusus mengatur tentang wewenang
Perdana Menteri yang berhubungan dengan pertanggungjawabannya kepada
Presiden. Ketentuan huruf (d) memastikan bahwa kegiatan pemerintah dalam
bentuk apapun harus dilaporkan kepada Presiden, akan tetapi dalam praktek
ketatanegaraan negara RDTL, hubungan antara Presiden dan Perdana Menteri
sebatas hubungan konsultasi. Ayat (2) Para menteri berwewenang dan
bertanggung jawab untuk: Compete aos Ministros/It is incumbent upon the
Ministers:
a) Executar a politica definida para os seus ministerios (Melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk masing-masing kementerian); to implement the policy defined for their respective Ministries;
b) Assegurar as relacoes entre o Governo e os demais orgaos do Estado, no ambito do respectivo ministerio (Menjamin hubungan antara pemerintah dengan badan-badan negara lainnya dalam bidang tanggung jawab kementerian) to ensure the relations between the Government and the other organs ofm the State in the area of responsibility of their respective Ministries. Sedangkan pengaturan menurut Ayat (3) Peraturan-peraturan pemerintah
harus ditandatangani oleh Perdana menteri dan menteri-menteri yang
berwewenang atas masing-masing tugasnya (Os diplomas legislativos do Governo
sao assinados pelo Primeiro-Ministro e pelos Ministros competentes em razao da
materia). Government bills must be signed by the Prime Minister and the
competent Ministers in their respective subject matter.
Dikaji dari isi ayat-ayat dan alinea dalam Pasal 85, 86, 87 dan Pasal 115,
116 dan 117 di atas menunjukan dengan jelas tumpang tindih kewenangan yang
berdampak pada sistem pengendalian angkatan bersenjata dan ketidak sinkronan
22
dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah, sebagaimana salah satu dari
wewenang pemerintah telah ditegaskan dalam Pasal 117 ayat (1) huruf (d). Tetap
Melaporkan Kepada Presiden Republik Urusan Yang Menyangkut Kebijakan
Pemerintah dalam dan luar negeri.
Dalam hal demikian, apabila menggunakan interpretasi gramatikal, maka
hal ini menimbulkan kekaburan norma dan norma konflik jika dibandingkan
dengan substansi Pasal 87 huruf (a) pelaksanaan wewenang atas usulan
Pemerintah, sementara pada Pasal 85 huruf (b) Presiden memiliki wewenang
eksklusif atas angkatan bersenjata, dalam artian bahwa Presiden memiliki
wewenang sebagai Panglima tertinggi, maka untuk mengambil keputusan tentang
pengumuman situasi negara dalam keadaan darurat ataupun negara dalam keadaan
perang, yang nantinya akan menggerakan kekuatan angkatan bersenjata, Presiden
mengambil inisiatif berdasarkan kewenangan eksklusif yang dimiliki.
Berdasarkan pengamatan Presiden secara langsung tentang situasi negara,
maka Presiden perlu mendapatkan pertimbangan-pertimbangan dari Dewan
Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan, sudah cukup untuk mengambil keputusan
tanpa harus usulan dari pemerintah. Maka dengan demikian hal ini akan lebih
sinkron dengan ketentuan Pasal 117, menyatakan Pemerintah wajib melaporkan
kepada Presiden tentang kebijakan dalam dan luar negeri kepada Presiden.
Hal tersebut berarti, bahwa Perdana Menteri berkewajiban untuk
menginformasikan situasi keamanan negara kepada Presiden sebagai laporan.
Kemudian berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama-sama dengan Dewan
Negara, Dewan Tinggi Pertahanan dan Keamanan mempertimbangkan, dan
23
meminta persetujuan Parlemen Nasional, kemudian Presiden selaku kepala
negara dan Panglima tertinggi mengumumkan negara dalam keadaan darurat
ataupun negara dalam keadaan perang.
Sehubungan dengan wewenang Presiden dan Perdana Menteri dalam
Pemerintahan negara RDTL tersebut, Presiden tidak menjalankan fungsi
eksekutif, karena fungsi eksekutif dijalankan oleh Perdana Menteri sebagai kepala
pemerintah ( cheef of government). Akan tetapi Presiden sebagai kepala negara,
tentu memiliki kewenangan untuk mengontrol jalannya pembangunan pada segala
aspek. Sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat (1) Konstitusi RDTL bahwa:
“Presiden Republik adalah sebagai kepala negara dan lambang dan penjamin
kemerdekaan nasional dan persatuan negara serta tata kerja lancar lembaga-
lembaga demokratis”.
Klausul tata kerja lancar lembaga-lembaga demokratis ini dapat diartikan
bahwa, Presiden selaku kepala negara berwewenang mengontrol jalannya
pembangunan berdasarkan kebijakan-kebijakan umum Negara. Namun apabila
dicermati berdasarkan teori kewenangan, maka terjadi tumpang tindih antara
kewenangan Presiden dan Perdana Menteri. Sebab kewenangan menetapkan dan
melaksanakan kebijakan umum negara ada pada kewenangan Pemerintah.
Sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 115 yang merupakan kewenangan
Pemerintah untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan umum negara setelah
diabsahkan oleh Parlemen Nasional.
Dengan demikian, baik pemaknaan Pasal 74 ayat (1), bahwa Presiden
memiliki wewenang atas jalannya roda pemerintahan, dan wewenang atribusi
24
Presiden sebagaimana ditetapkan dalam Pasal-pasal; Pasal 85, Pasal 86, dan Pasal
87 Konstitusi negara RDTL, tidak diuraikan secara jelas dan tegas tentang
Presiden sebagai penjamin tata kerja lancar lembaga-lembaga demokratis.
Secara runtun dapat ditafsir ketentuan Pasal 115 ayat (2) huruf (b).
pemerintah Mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian
kepada Presiden Republik, bahwa Presiden selaku kepala negara tidak memiliki
kewenangan absolut atas pernyataan pengumuman perang dan perwujudan
perdamaian, akan tetapi ketergantungan kepada Pemerintah. Sebabnya adalah
keputusan yang berkaitan dengan eksistensi dan situasi keamanan negara,
diharuskan oleh Konstitusi negara RDTL 2002, untuk menerima usul dan
pertimbangan-pertimbangan dari lembaga pemerintah. Sedangkan Pasal 74 ayat
(2) Presiden Republik adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata dan Pasal
85 bagian huruf (b) dinyatakan Presiden Republik berwewenang dan bertanggung
jawab secara eksklusif atas; “melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari
fungsi-fungsi sebagai Panglima Angkatan Bersenjata”, ketentuan ini tidak dapat
dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Kewenangan sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata tersebut,
tidak dapat digunakan secara langsung, karena Presiden harus melakukan
konsultasi terlebih dahulu kepada Pemerintah sebelum membuat keputusan
tentang negara dalam keadaan darurat. Keadaan semacam ini, kemudian
memperlihatkan seolah lembaga yang terlibat untuk mengurus petahanan dan
keamanan, dikendalikan oleh dua lembaga tinggi negara yang berbeda (Presiden
25
dan Perdana Menteri). Hal tersebut menimbulkan tumpangtindih wewenang
antara kewenangan Presiden dan Pemerintah (Perdana Menteri).
Dari uraian tentang kewenangan yang dimiliki oleh Perdana Menteri dan
Presiden dalam pasal-pasal tersebut di atas, masih memperlihatkan belum jelasnya
pengaturan mengenai distribusi wewenang secara tegas antara Presiden dengan
Perdana Menteri. Dengan ketidakjelasan pengaturan tersebut akan menkondisikan
ketidakjelasan kewenangan Presiden selaku Kepala Negara dan sebagai penglima
tertinggi angkatan bersenjata dan wewenang pengendalian pertahanan keamanan.
Oleh sebab itu, untuk membatasi pengkajian dalam penelitian ini, maka
fokus kajiannya yaitu hubungan Presiden dan Pemerintah (Perdana Menteri) yang
diatur dalam Pasal 115 huruf (b) dan huruf (d ) tentang usulan pemerintah
(Perdana Menteri) kepada Presiden untuk menetapkan negara dalam keadaan
darurat. Demikian juga menyoroti ketentuan Pasal 85 huruf (f dan g) tentang
pernyataan negara dalam keadaan darurat dan Pasal 87 bagian huruf (a) tentang
wewenang Presiden berkaitan dengan hubungan internasional yang berkaitan
dengan keadaan darurat dan ketentuan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) tentang
Presiden selaku kepala negara dan Panglima Tertinggi angkatan bersenjata.
Dalam hubungan internasional, Presiden Republik berwewenang dan
bertanggung jawab untuk mengumumkan perang. Negara dalam keadaan
terserang atau kemungkinan adanya ancaman negara lain untuk melakukan
penyerangan. Demikian juga dalam kaitan dengan usulan dari pemerintah, setelah
berkonsultasi dengan dewan tinggi pertahanan dan keamanan serta atas perijinan
26
dari parlemen nasional atau komisi tetap parlemen yang berkaitan dengan negara
dalam keadaan darurat.
Untuk memperjelas ketentuan-ketentuan norma yang menjadi dasar
sehingga melatarbelakangi perlunya penelitian ini, maka ditampilkan skema
perbandingan kewenangan Presiden dan Pemerintah (Perdana menteri), Parlemen
dan Dewan Negara, yang mempunyai relevansi dengan kewenangan memberikan
pernyataan tentang negara dalam keadaan darurat dan negara dalam keadaan
perang sebagai berikut:
Tabel 1.1
Kewenangan Lembaga Negara
Kewenangan Parlemen
Kewenangan Presiden
Kewenangan Dewan Negara
Kewenangan Pemerintah
KETENTUAN PASAL 95 1. perlemen nasional
berwewenang dan bertanggung jawab untuk membuat undang –undang mengenai persoalan-persoalan dasar yang menyangkut kebijakan dalam dan luar negeri.
2. perlemen nasional,secara eksklusif,berwewenangdan bertanggung jawab untuk membuat undang-undangmengenai:
a. Perbatasan
KETENTUAN PASAL 85 a. Melaksanakan
wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai panglima angkatan bersenjata.
b. Menggunakan hak veto atas undang-undang apa saja dalam waktu 30 hari, terhitung mulai pada tanggal penerimaannya;
c. Mengangkat dan mengambil sumpah perdana menteri yang
KETENTUAN PASAL 90 DAN 91 1. Dewan
Negara adalah lembaga penasehat politik Presiden Republik dan dipimpin oleh Presiden sendiri.
2. Dewan Negara terdiri atas:
1. Para mantan Presiden Republik
KETENTUAN PASAL 115 a. Menetapkan
dan melaksanakan kebijakan umum negara setelah diabsahkan oleh Parlemen nasional;
b. Menjamin penggunaaan hak dan kebebasan asasi warga negara;
c. Menjamin ketertiban umum dan disiplin
27
republik demokrasi timur leste,sesuai dengan pasal 4;
b. Perbatasan perairan territorial,zona ekonomi eksklusif dan hak timur le3ste atas daerah sekitarnya dan landasan continental;
c. Lambang-lambang Negara,sesuai dengan ayat 2 pasal 14;
d. Kewarganegaraan e. Hak-
hak,kebebasan dan jaminan;
f. Kedudukan dan kemampuan individu,hukum keluarga dan hukum kewarisan;
g. Pembagian wilayah;
h. Undang-undang tentang pemilihan umum dan sistem jajak pendapat;
i. Partai-partai politikdan perkumpulan politik;
j. Kedudukan para anggota perlemen nasional
k. Kedudukan pemegang jabatan dalamlembaga-lembaga Negara;
l. Dasar-dasar
telah ditunjuk oleh partai atau koalisi partai dengan mayoritas dalam parlemen, setelah mengadakan konsultasi dengan partai-partai politik yang menduduki kursi dalam parlemen nasional;
d. Meminta kepada mahkama agung untuk melaksanakan peninjauan pencegahan dan peninjauan abstrak atas kesesuaian aturan-aturan dengan UUD, serta pembenaran atas pertentangan dengan UUD yang disebabkan kelalaian;
e. Mengajukan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan Negara untuk diputuskan melalui jajak
yang tidak pernah diberhentikan dari jabatannya;
2. Presiden Parlemen nasional;
3. Perdana Menteri;
4. lima orang warga Negara yang dipilih oleh Parlemen Nasional, berdasarkan asas perwakilan proporsional, untuk masa jabatan yang sesuai dengan masa jabatan badan legislative, asal mereka bukan anggota dari lembaga-lembag kedaulatan;
5. lima orang warga yang ditunjuk oleh Presiden Republik dengan masa
social; d. Menyiapkan
GBHN dan anggaran belanja dan pendapatan Negara serta melaksanakannya, setelah diabsahkan oleh Parlemen nasional;
e. Mengatur kegiatan-kegiatan sektor-sektor ekonomi dan social;
f. Mempersiapkandan merungdingkan traktat dan kesepakatan dan membuat, mengesahkan, mengambil bagian dalam dan membatalkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang diluar wewenang Parlemen nasional atau Presiden Republik;
g. Menetapkan dan
28
sistem pendidikan;
m. Dasar-dasar sistem kesehatan dan jaminan sosial;
n. Penangguhan jaminan sesuai dengan UUD dan pengumuman keadaan perang dan keadaan darurat;
o. Kebijakan pertahanandan keamanan;
p. Kebijakan perpajakan;
q. Sistem penganggaraan;
3. parlemen nasional juga berwewenang dan bertanggung jawab untuk:
a. Meratifikasi pengangkatan ketua mahkama agung dan pemilihan ketua pengadilan tinggi administrasi,perpajakan dan pemeriksaan keuangan;
b. mempertimbangakan laporan kemajuan kegiatan yang di ajukan oleh pemerintah;
c. memilih seorang anggota untuk dewan tinggi kehakiman dan dewan tinggi
pendapat, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 66;
f. Mengumumkan keadaan perang atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan;
g. Mengumumkan perang dan mewujudkan perdamaian atas usulan Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan, berdasarkan persetujuan Parlemen nasional.
h. Memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman, setelah berkonsultasi dengan
jabatan yang sama dengan masa jabatan Presiden Republik, asal mereka bukan anggota dari lembaga-lembaga kedaulatan.
Ketentuan Pasal 91 1. Dewan
Negara berwewenang dan bertanggung jawab untuk: .
a. menyempaikan pendapatnya mengenai pembubaran Parlemen Nasional;
b. menyampaikan pendapatnya mengenai pemeberhentian Pemerintah;
c. menyampaikan pendapatnya mengenai pengumuman perang dan
melaksanakan kebijakan luar negeri;
h. Menjamin perwakilan RDTL dalam hubungan internasional;
i. Membimbing sektor-sektor sosial dan ekonomi negara;
j. Membimbing kebijakan ketenagakerjaan dan jaminan sosial;
k. Menjamin pembelaan dan pemantapan bidang umum serta kepemilikan negara;
l. Mengarahkan dan mengkoordidnir kegiatan-kegiatan kementerian-kementerian serta lembaga-lembaga lain yang bertanggung jawab pada dewan menteri;
29
kejaksaan; d. mempertimbangk
an rencana Negara dan anggaran belanja dan pendapatan Negara dan laporan pelaksanaannya;
e. mengawasi pelaksanaan anggaran Negara;
f. mengesahkan dan membatalkan kesepakatan-kesepakatan serta meratifikasi traktat dan perjanjian internasional;
g. memberikan pengampunan;
h. merestui lawatan Presiden Republik dalam rangka kunjungan kenegaraan;
i. mengeshkan peninjauan kembali terhadap UUD dengan mayoritas dua pertiga dari anggota parlemen;
j. mengijinkan dan memastikan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat;
k. mengusulkan kepada presiden republic agar jajak pendapat diadakan atas hal-
pemerintah. i. Menghadiahkan
gelar kehormatan, tanda jasa dan piagam penghargaan sesuai undang-undang.
KETENTUAN PASAL 86 a) Mengetuai
dewan tinggi pertahanan dan keamanan;
b) Mengetuai dewan Negara;
c) Menetapkan tanggal pemilihan presiden dan parlemen nasional sesuai dengan undang-undang;
d) Memohon sidang luar biasa parlemen nasional apabila dibenarkan karena alasan kepentingan nasional yang mendesak;
e) Berbicara kepada parlemen nasional dan pada Negara;
f) Membubarkan parlemen nasional, apabila terdapat krisis kelembagaan
perwujudan perdamaian;
d. menyempaikan pendapatnya mengenai semua hal lain yang ditetapkan dalam UUD dan untuk memberikan nasehat kepada Presiden Republik dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya, apabila diminta oleh Presiden;
e. menyusun tata tertibnya. Ayat
2. Rapat-rapat Dewan Negara tidak terbuka untuk umum. Ayat
3. Penataan dan tata kerja Dewan Negara akan
m. Memajukan pembangunan sektor koperasi dan dukungan untuk penghasilan rumah tangga;
n. Mendukung usaha swasta;
o. Mengambil langkah dan mengusahakan semua pengaturan yang diperlukan untuk memajukan pembangunan ekonomi dan sosial, dan agar memenuhi kebutuhan masyarakat Timor Leste;
p. Melaksanakan wewenang lain sebagaimana ditetapkan dengan UUD atau undang-undang lainnya.
Ayat (2). Pemerintah berwewenang dan bertanggung
30
hal yang menyangkut kepentingban Negara.
4. juga merupakan wewenang dan tanggung jawab Parlemen Nasional untuk:
a. mengangkat presiden parlemen dan anggota-anggota kursi lainnya;
b. mengangkat lima orang anggota dewan Negara;
c. menyusun dan mengesahkan tata tertib parlemen;
d. membentuk Komite tetap dan mendirikan komite-komite parlemen yang lain.
yang parah, yang menghalangi pembentukan pemerintahan atau pengesahan anggaran Negara, dan yang berlangsung lebih dari enam puluh hari, setelah berkonsultasi dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di parlemen, dan dengan dewan Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 100 Konstitusi RDTL, agar tindakan pembubaran tidak dinyatakan tidak sah dan kemudian dibatalkan.
g) Membubarkan pemerintah dan memberhentikan perdana menteri apabila programnya ditolak dua kali berturut-turut oleh parlemen nasional;
h) Mengangkat mempersumpah
ditentukan dengan UU.
jawab menjamin hubungan dengan badan-badan lain untuk: a) Mengajukan
rancangan undang-undang dan konsep resolusi pada Parlemen nasional;
b) Mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik;
c) Mengusulkan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden Republik;
d) Mengusulkan keadaan jajak pendapat atas hal-hal yang menyangkut kepentingan negara kepada Presiden
31
kan dan memberhentikan dari jabatan anggota-anggota pemerintah, atas usulan dari perdana menteri, berdasarkan ayat 2 Pasal 106;
i) Mengangkat dua orang anggota dewan tinggi pertahanan dan keamanan;
j) Mengangkat ketua mahkama agung dan mempersumpahkan ketua pengadilan tinggi administrasi, perpajakan dan pemeriksaan keuangan;
k) Mengangkat jaksa agung untuk masa jabatan selama empat tahun;
l) Mengangkat dan memberhentikan wakil-wakil jaksa agung berdasarkan ayat 6 Pasal 133;
m) Atas usulan dari pemerintah, mengangkat dan memberhentika
Republik; e) Mengusulka
n pengangkatan para Duta Besar, para Wakil Tetap dan Utusan-Utusan Khusus kepada Presiden Republik.
KETENTUAN PASAL 116 a. Menentukan
gari b. s pedoman-
garis pedoman umum dari kebijakan pemerintah serta menentukan pelaksanaannya;
c. Mempertimbangkan permohonan mosi percaya dari parlemen nasional;
d. Mengesahkan rancangan undang-undang dan usulan resolusi;
e. Mengesahkan undang-undang, serta kesepakatan-
32
n kepala staf agung angkatan pertahanan, wakil kepala staf agung angkatan pertahanan dan para kepala staf angkatan pertahanan, setelah berkonsultasi dengan kepala staf agung angkatan pertahanan terhadap kedua pengangkatan terakhir tersebut;
n) Mengangkat lima orang anggota dewan Negara;
o) Mengangkat seorang anggota untuk dewan tinggi kehakiman dan dewan tinggi kejaksaan.
KETENTUAN PASAL87 a. Mengumumkan
perang dalam keadaan penyerangan nyata atau yang akan datang dan untuk mewujudkan perdamaian, atas usulan dari pemerintah, setelah
kesepakatan internasional yang tidak disyaratkan untuk diserahkan pada parlemen nasional;
f. Mengesahkan tindakan pemerintah yang menyangkut penambahan atau pengurangan pendapatan atau pengeluaran umum;
g. Mengesahkan rencana-rencana.
KETENTUAN PASAL 117 a. Memimpin
pemerintah, b. Mengetuai
dewan menteri,
c. Membimbing dan mengarahkan kebijakan umum pemerintah dan mengkoordinasikan kegiatan semua menteri, tanpa mengurangi
33
berkonsultasi dengan dewan tinggi pertahanan dan keamanan serta atas perijinan dari parlemen nasional atau komisi tetap parlemen;
b. Mengangkat dan memberhentikan para duta besar, wakil-wakil tetap dan utusan-utusan khusus, atas usulan dari pemerintah;
c. Menerima surat-surat kepercayaan dan mengesahkan akreditasi wakil-wakil diplomatik asing;
d. Berkonsultasi dengan pemerintah untuk melakukan proses perundingan apapun yang menuju ke penyelesaian kesepakatan-kesepakatan internasional dalam bidang pertahanan dan keamanan.
tanggungjawab dari setiap menteri atas departemen pemerintahnya masing-masing,
d. Tetap melaporkan kepada Presiden Republik urusan yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam dan luar negeri,
e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang dilimpahkan oleh Konstitusi dan oleh undang-undang lainnya. Ayat (2) Para menteri berwewenang dan bertanggung jawab untuk: a. Melaksa
nakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk masing-masing
34
KETENTUAN PASAL 88 1. Dalam waktu
tiga puluh hari terhitung mulai dari tanggal diterimanya rancangan undang-undang apapun dari parlemen nasional, dengan tujuan untuk diumumkan secara resmi sebagai undang-undang, Prseiden Republik akan mengumumkannya secara resmi atau mengunakan hak veto. Bila demikian, presiden berdasarkan alasan yang layak, harus menyampaikan permohonan pada parlemen nasional untuk meminta pertimbangan ulang atas RUU tersebut.
2. Apabila parlemen nasional, dalam waktu Sembilan puluh hari, memastikan pemberian
kementerian;
b. Menjamin hubungan antara pemerintah dengan badan-badan negara lainnya dalam bidang tanggung jawab kementerian;
Ayat (3) peraturan-peraturan pemerintah harus ditandatangani oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri yang berwewenang atas masing-masing tugasnya.
35
suaranya dengan suara mayoritas mutlak dari para anggotanya yang menjalankan fungsi sepenuhnya, maka Presiden Republik harus mengumumkan secara resmi RUU itu dalam waktu delapan hari terhitung mulai tanggal penerimaannya.
3. Namun demikian, mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir disyaratkan untuk meratifikasi RUU dalam hal urusan-urusan yang ditetapkan dalam Pasal 95 bila mayoritas tersebut melebihi mayoritas mutlak para anggota yang menjalankan fungsi sepenuhnya.
4. Dalam waktu empat puluh hari setelah menerima RUU apapun dari pemerintah atas tujuan
36
pengumuman resmi sebagai undang-undang Presiden Republik dapat mengumumkan dokumen tersebut dengan resmi atau mengunakan hak vetonya melalui pemberitahuan, secara tertulis, yang memuat alasan atas veto tersebut.
Bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan Konstitusi negara RDTL tahun
2002, Pasal 85, Pasal 95 dan Pasal 115, yang menampakan adanya pengaturan
yang tumpangtindih kewenangan antara lembaga negara berkaitan dengan
kewenangan Presiden, menyatakan negara dalam keadaan darurat, siaga ataupun
negara dalam keadaan perang. Hal ini sangat ironis jika ditelusuri berdasarkan
kedudukan Presiden selaku Kepala Negara, Sebagaimana, hal tersebut diatur
dalam Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2), Presiden selaku kepala negara dan Panglima
Tertinggi atas angkatan Pertahanan dan Keamanan dan Pasal 85 huruf (b)
yaitu:“Melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai
panglima angkatan bersenjata” dan ketentuan Pasal 117 huruf (d) Tetap
melaporkan kepada Presiden Republik urusan yang menyangkut kebijakan
Pemerintah dalam dan luar negeri;
Pengaturan Pasal 85 huruf (b) ini dapat diartikan secara langsung
memberikan kewenangan absolut kepada Presiden untuk bertindak selaku
37
Panglima Tertinggi, yang dapat dipahami sebagai pucuk pimpinan tertinggi dalam
angkatan Pertahanan dan keamanan nasional. Namun, kewenangan tersebut
terkandas oleh pengaturan Pasal 85 huruf (g) “Mengumumkan keadaan perang
atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi
dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan”
Pengaturan seperti ini justru menghilangkan komposisi kewenangan
Presiden selaku Panglima tertinggi. Pengaturan yang demikian menimbulkan
norma kabur dan norma konflik antara Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 85
huruf (b) dengan ketentuan Pasal 85 huruf (g). Permasalahan-permasalahan
tersebut, yang menjadi alasan perlunya penelitian ini.
1.2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian dalam pemaparan pada latar belakang tersebut, maka
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Pemikiran-pemikiran mengenai hakekat dan tujuan negara RDTL,
sebagaimana telah dirumuskan dalam pembukaan konstitusi sebagai
landasan pengaturan pernyataan negara dalam keadaan darurat dalam
Pasal 85 alinea (g) dan (h). Mengapa diatur demikian?
2. Pengaturan kewenangan Presiden dalam menyatakan negara dalam
keadaan darurat maupun negara dalam keadaan perang berdasarkan
Konstitusi negara RDTL. Bagian manakah yang menjadi kewenangan
Presiden?
38
3. Pengaturan kewenangan Presiden terkait kewenangan Perdana Menteri
dalam hal mengusulkan negara dalam keadaan darurat maupun negara
dalam keadaan perang kepada Presiden menurut konstitusi negara RDTL.
Apakah ada Keterkaitan kewenangan antara Presiden & Pemerintah (PM)
secara konstitusional?
1.3 Tujuan Penelitian.
1.3.1 Tujuan Umum.
Untuk mengkaji dan memahami kewewenangan lembaga tinggi negara
pada umumnya, dan Menganalisa dan mendeskripsikan wewenang lembaga tinggi
negara khususnya lembaga Kepresidenan dan kemudian menemukan batasan-
batasan kewenangan Presiden dengan lembaga lain menurut ketentuan Konstitusi
negara RDTL.
a) Mengkaji dan menganalisa dasar-dasar pengaturan Pasal 85 huruf (g) dan
huruf (h) Konstitusi RDTL tentang kewenangan Presiden menyatakan
negara dalam keadaan darurat.
b) Mengkaji secara khusus hubungan kewenangan Presiden dan Perdana
Menteri dalam menyatakan negara dalam keadaan darurat ataupun negara
dalam keadaan perang, berdasarkan Konstitusi Negara Republik
Demokratik Timor Leste.
c) Mengidentifikasi dan mengkaji ketentuan-ketentuan konstitusional yang
berhubungan dengan kewenangan eksekutif (Perdana Menteri) dan
lembaga Presiden dalam hal mengumumkan negara dalam keadaan darurat
ataupun negara dalam keadaan perang.
39
1.3.2 Tujuan Khusus.
Tujuan Khusus yaitu untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana Denpasar Bali.
1.4 Manfaat Penelitian.
1.4.1 Manfaat Teoritis.
a) Bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum, yaitu yang berorentasi
dari ilmu ke ilmu sehingga memberikan manfaat tersendiri bagi keilmuan
hukum.
b) Untuk memperkaya ilmu hukum, menyangkut kajian terhadap wewenang
lembaga pemerintah dan batasan-batasan wewenang kepala pemerintah
(Perdana Menteri) dan kepala negara (Presiden) sesuai dengan ketentuan
Konstitusi negara RDTL.
1.4.2 Manfaat praktis.
a) Bermanfaat bagi masyarakat dan akademisi dan lembaga Eksekutif,
Presiden, dan Parlemen Nasional dan lembaga terkait.
b) Membantu lembaga kedaulatan negara untuk memberikan informasi yang
berguna bagi masyarakat luas, Pemerintah, Parlemen Nasional dan
akademisi terkait ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyataan
negara dalam keadaan darurat.
40
1.5. Orisinalitas.
Berdasarkan upaya pengamatan kepustakaan maupun penelusuran melalui
media internet ditemukan belum banyak penelitian untuk memperoleh gelar
akademik yang telah dilakukan. terutama mengenai kewenangan Presiden dalam
menyatakan negara dalam keadaan darurat. Maka dalam sub bab ini dikemukakan
mengenai beberapa penelitian yang memiliki kaitan tidak langsung dengan topik –
topik tersebut di bawah:
Penelitian Disertasi A. Hamid S Attamimi, judul penelitian disertasi
“Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan
Negara”15 dari hasil penelitian disertasi ini diperoleh kesimpulan, bahwa
berdasarkan UUD 1945 kekuasaan perundang-undangan terkonsentrasi pada
kekuasaan Presiden. Pada dasarnya peraturan perundang-undangan di Indonesia
dapat digolongkan ke dalam dua bagian; pertama pembentukannya yang
dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, yang berwujud dalam undang-
undang, dan kedua yang berwujud peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
Penelitian Disertasi Margarito Kamis, judul penelitian “Gagasan Negara
Hukum yang Demokratis di Indonesia (Studi Sosio Legal Tentang Pembatasan
Kekuasaan Presiden oleh MPR 1999-2002)”16 hasil penelitian disertasi ini
diperoleh kesimpulan kedudukan Presiden RI dari Tahun 1945 samapi 1960 yakni
Presiden sangat kuat. Bung Karno dan Soeharto dengan cara yang berbeda
15 Hamid S. attamimi, Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara, Disertasi, UI,1990 16 Margarito Kamis, Gagasan Negara Hukum yang Demokratis di Indonesia. Studi Sosio
Legal Tentang Pembatasan Kekuasaan Presiden oleh MPR 1999-2002, Disertasi, UI, 2004
41
Soeharto berhasil menguasai MPR dan DPR. Sedemikian kuat kedudukannya
mengakibatkan “rule of law” tergantikan menjadi “elitokrasi”.
Penelitian Disertasi A. Muin Fahmal, judul penelitian “Peran asas-asas
umum pemerintahan yang layak dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih”
dari hasil penelitian disertasi ini diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan
wewenang pejabat administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan belum
sepenuhnya mencerminkan asas-asas umum pemerintahan yang layak. Hal ini
disebabkan karena belum adanya pemahaman yang mendalam tentang makna
penggunaan asas-asas umum pemerintahan yang layak dimana seharusnya
mengkaji terlebih dahulu pedoman dalam merumuskan kebijakan, disamping
ketentuan undang-undang yang dituangkan dalam bentuk hukum tertulis.
Penelitian Disertasi Julista Mustamu dai Universitas Hasanudin, judul
penelitian “Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pemerintah Terhadap Penggunaan
Kewenangan Diskresi” dari hasil penelitian disetasi ini diperoleh kesimpulan
bahwa: Tanggung jawab hukum pejabat pemerintah terhadap penggunaan
wewenang diskresi, tidak dapat dibebankan oleh pejabat atau pemangku jabatan
pemerintahan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, karena penggunaan
diskresi dilakukan dalam rangka melaksanakan kewenangan jabatan. Sesuai esensi
dari wewenang diskresi yaitu untuk mendinamisir proses penyelenggaraan
pemerintahan. Sedangkan pejabat atau pemangku jabatan pemerintah dapat
dibebani tanggung jawab pribadi dalam hal terjadi penyimpangan terhadap
wewenang diskresi yang diberikan.
42
Tidak ada kepastian hukum tentang penerapan konsep penyalahgunaan
diskresi yang melahirkan tanggung jawab pidana sehingga pejabat atau pemangku
jabatan pemerintahan yang menggunakan diskresi dan menyimpang dari tujuan
penggunaan wewenang diskresi selalu berakhir dengan proses pidana. Padahal
suatu kebijakan yang lahir dari wewenang diskresi tidak dapat diminta
pertanggungjawaban pidana.
Tidak ada sinkronisasi antara UU Peratun dan UUAP. Sehingga hakim
PTUN belum dapat menerapkan substansi-substansi yang bersifat hukum materiil
dalam pengujian unsur penyalahgunaan diskresi pada PTUN dengan alasan belum
ada petunjuk teknis pelaksanaan dari UUAP sebagai hukum materiil dari sistem
peradilan TUN. Hal ini mengakibatkan konsep Perluasan kompetensi PTUN
hanya sekedar wacana.
Penelitian Disertasi Kamaruddin dari Universitas Hasanudin, Judul
Penelitian “Struktur Wewenang Pemberhentian Presiden Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia” dari penelitian tersebut dapt diperoleh hasilnya sebagai
berikut:
Kompetensi DPR,MK dan MPR dalam wewenang pemberhentian Presiden
dalam analisis konsep Wewenang dinilai cacat kompetensi. oleh karena
teridentifikasi terjadi penyimpangan fungsi otoritatif kelembagaan.
Relasi wewenang DPR. MK, dan MPR dalam analisis konsep Relasi
Wewenang diidentifikasi tidak membentuk interrelasi fungsional karena relasi
berlangsung antara lembaga dengan fungsi yang tidak sejenis.
Desain alternatif konsep Struktur Wewenang Sistemik merumuskan
kepastian Hukum pemberhentian Presiden dengan melakukan pemisahan pada
43
alasan dan proses pemberhentian Presiden atas pelanggaran Tindak Pidana dan
Pelanggaran Konstitusional.
Membandingkan dengan keenam penelitian disertasi di atas, maka
orisinalitas judul penelitian ini terletak pada aspek filosofis Negara, dasar yuridis
(Konstitusi negara), dan teoritik keilmuan hukum, serta pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini terutama berkaitan dengan “Kewewenangan
Presiden Dalam Menyatakan Negara Dalam Keadaan Darurat ataupun Negara
Dalam Keadaan Perang Menurut Konstitusi negara RDTL”. Lebih khusus pada
sistem pemerintahan semi presidensil di negara RDTL. Sehingga menemukan
batasan-batasan kewenangan antara Presiden dan Perdana Menteri menurut
Konstitusi, yang kebenarannya sesuai dengan teori konstitusi dalam sistem
pemerintahan semi presidensiil di Timor Leste. Kemudian hal ini menjadi ciri
orisinalitas penelitian ini.
1.6. Metode Penelitian.
1.6.1. Jenis Penelitian.
Berkaitan dengan penelitian hukum ini, jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian adalah Penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
bahan hukum sekunder.17yang dititikberatkan pada norma-norma hukum dengan
menggunakan teori kebenaran dan pragmatis yang ada pada dasarnya sebagai
konsensus sejawat keahlian18
17Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatub Tinjauan
Singkat, Rajawali Pres, Jakarta, Hal.13-14 18Philipus M. Hadjon dan Titiek Sri Djamiati, 2005, Argumentasi Hukum, UGM Press,
Surabaya, hal 9
44
Peneliti melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder dalam rangka untuk memperoleh pemahaman yuridis atas
permasalahan yang dikaji, karena dalam sudut pandang penulis ada ketidakjelasan
norma dalam hierarki peraturan perundang-undang Timor-Leste.
1.6.2. Jenis Pendekatan.
Berkaitan dengan penelitian hukum ada beberapa jenis pendekatan, namun
dalam plenelitian ini pendekatan yang paling pokok digunakan oleh peneliti ada
empat pendekatan yaitu; pendekatan Undang-undang, pendekatan analisis konsep
hukum, pendekatan historis atau sejarah dan pendekatan perbandingan hukum.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peter Mahmud Marzuki,yaitu:
1. Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) adalah
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan
regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang akan diteliti. Pendekatan
ini digunakan oleh karena yang akan diteliti adalah norma-norma hukum
di dalam konstitusi dan dalam peraturan perundang-undangan, yang
berhubungan dengan topik penelitian ini.
2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical and Konseptual Approach)
merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang didalam ilmu hukum.19 Pendekatan ini
digunakan untuk memberikan pembenaran atas suatu teori atau asas yang
telah digunakan dalam penelitian.
19 Peter Mahmud Marzuki,2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, hal
93- 95
45
3. Pendekatan historis untuk mengetahui sejarah pembentukan konstitusi dan
mempelajari kembali risalah, ataupun naskah-naskah tertulis yang
berkaitan dengan kebenaran pembentukan konstitusi negara RDTL.
4. Pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan ini
digunakan untuk membandingkan antara konstitusi negara Perancis
dengan Konstitusi negara RDTL.
5. Pendekatan Filosofis, pendekatan ini digunakan untuk memahami secara
filosofis substansi Pasal-pasal tentang kewenangan Presiden menurut
Konstitusi negara RDTL.
1.6.3. Sumber Bahan Hukum.
Dalam melakukan pengkajian terhadap permasalahan yang ada, dengan
menggunakan 3 (tiga) sumber bahan hukum dan mendeskripsikan masalah-
masalah hukum yaitu:
1.6.3.1 Bahan hukum Primer.
Bahan hukum primer adalah bahan yang diperoleh melalui metode yang
dilakukan dengan penelitian kepustakaan tehadap beberapa sumber bahan hukum,
supaya menemukan asas-asas hukum dan kaidah hukum yang terkandung dalam
peraturan perundang-undangan yang dianggap relevan dengan masalah penelitian.
Peraturan perundang-undangan tersebut meliputi:
1. Regulasi UNTAET No.2/2001 Tentang Pembentukan Asembleia Konstituante 2. Risalah Sidang Komisi Tematik Asembleia Konstituante 3. Konstitusi negara RDTL Tahun 2002 4. Constituicao Anotada Republica Democratica de Timor Leste 2002 5. Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Parlemen (Lei e Resolucao
do Parlamento) 1) Lei n.º 5/2008 de 20 de Março Autoriza o Presidente da República a
renovar a declaração do estado de sítio nos distritos de Aileu, Ermera, Bobonaro, Covalima, Ainaro, Liquiçá e Manufahi e a declarar o estado de
46
emergência nos distritos de Baucau, Lautem, Manatuto, Viqueque, Díli, com excepção do Sub-distrito de Ataúro.
2) Lei n.º 3/2008 de 22 de Fevereiro Regime do estado de sítio e do estado de emergência.
3) Lei n.º 4/2008 de 22 de Fevereiro Autoriza o Presidente da República a renovar a declaração do estado de sítio.
6. Dekrit Presiden (Decreto Presidencial) : 1) Decreto Presidencial n.º 43/2008 declarar o Estado de Sitio. de 11 de
Fevereiro Considerando os graves acontecimentos ocorridos na manhã de hoje, dia 11 de Fevereiro de 2008 (Dekrit Presiden Nomer.43/2008 Tentang Pengumuman darurat selama 48 jam)
2) Decreto Presidencial nº 44/2008 de 13 de Fevereiro O estado de sítio declarado na sequência dos graves incidentes ocorridos em 11 de Fevereiro de 2008 (Dekrit Presiden Nomer.44/2008 Tentang Pengumuman Negara dalam keadaan darurat selama 10 hari)
3) Decreto Presidencial n.º 45/2008 de 22 de Fevereiro O estado de sítio declarado na sequência dos graves incidentes ocorridos em 11 de Fevereiro de 2008, (Dekrit Presiden Nomer.45/2008 Tentang Pengumuman darurat negara selama 30 hari).
4) Decreto presidencial nº 48/2008 de 20 de Março operação do comando conjunto das forças de defesa e de segurançaÉ renovado o Estado de Sítio nos distritos de Aileu, Ermera, Bobonaro, Covalima, Ainaro, Liquiçá e Manufahi. É declarado o Estado de Emergência nos distritos de Baucau, Lautem, Manatuto, Viqueque, Díli, com excepção do sub-distrito de Ataúro (Dekrit Presiden Nomer. 48/2008 Tentang Pengerahan Angkatan Bersenjata dan Perubahan status darurat pada wilayah Timur dan Barat)
7. Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah (Lei, Decreto Lei e Resolucao do Governo): 1) LEI N.º 15/2006 de 8 de Novembro Estatuto Orgânico das FALINTIL-
FDTL. (UU Nomer. 15/2006 Tentang UU Organik F-FDTL) 2) Resolucao do Governo N.º 29/2015 de 21 de Agosto Extincao da
Operacao HANITA 1.6.3.2 Bahan hukum sekunder.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, atau bahan hukum yang diperoleh dari berbagai
macam literatur, buku-buku, dokumen-dokumen resmi, naskah akademis, karya
tulis hukum, dan penunjang lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
1.6.3.3 Bahan Hukum Tertier.
Bahan hukum yang memberikan penjelasan menegenai bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedi dan
kamus ilmiah yang relevan.
47
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan hukum.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan
adalah studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum
yang terkait dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan
hukum yang terkait dan selanjutnya bahan tersebut disusun dengan sistimatis
untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. Untuk mengumpulkan bahan-
bahan tersebut dilakukan dengan sistim kartu (card sistem). Bahwa disediakan
beberapa kartu, untuk digunakan sebagai alat bantu yang berfungsi mengingatkan
peneliti dalam hal mengutip buku-buku kutipan dan nama pengarang secara
sistematis di dalam tulisan peneliti.
SoerjonoSoekanto dan Sri Mamuji berpendapat bahwa dikenal dua macam
kartu yang perlu dipersiapkan yaitu:
a) Kartu kutipan, yang dipergunakan untuk mencatat atau mengutip data beserta
sumber dari data tersebut diperoleh (nama pengarang, atau penulis, judul
buku/artikel, empresum, halaman dan lain sebagainya)
b) Kartu bibliografi, dipergunakan untuk mencatat sumber bacaan yang
dipergunakan, kartu ini sangat penting dan berguna pada waktu peneliti
menyusun daftar kepustakan sebagai bagian penutup dari laporan penelitian
yang ditulis atau disusun.20
1.6.5 Tehnik Analisis Bahan Hukum.
Untuk menganalisa bahan hukum tersebut metode yang digunakan adalah
metode interpretasi atau penafsiran. Menurut SudiknoMertakusumo21:
20SoerjonoSoekanto dan Sri Mamuji, 2007,Penelitian Hukum Normative; suatu tinjauan
singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, selanjutnya disebut SoerjonoSoekanto I, hal 14. 21Jhony Ibrahim, opcit, hal.219
48
“Metode interpretasi dan penafsiran merupakan salah satu metode
penemuan hukum yang memberikan penjelasan gambling tentang teks Undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dalam UU tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran aturan tersebut untuk merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku” Maka, berkaitan dengan penelitian ini peneliti menggunakan dua metode
interpretasi yaitu: a). interpretasi gramatikal dan b). interpretasi sistematis.
a) Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam UU sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa atau kaidah hukum menurut tata bahasa.
Menggunakan interpretasi gramatikal ini untuk mencoba menemukan
makna kata dengan menelusuri kata mana yang oleh pembentuk UU
digunakan dalam mengatur peristiwa sejenis itu dan sekaligus menelusuri
di tempat lainnya dalam hubungan apa pembentuk UU menggunakan kata
yang sama.
b) Interpretasi sistematis yaitu metode penafsiran UU sebagai bagian dari
keseluruhannya. Pembahasan digunakan penafsiran sistimatis dengan
menghubungkan pasal-pasal yang satu dengan pasal-pasal lainnya. Selain
itu interpretasi sistematis pada dasarnya menelusuri peraturan perundang-
undang secara berjenjang,oleh karena penormaan berjenjang merupakan
satu kesatuan atau sistem.