-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali merupakan salah satu daerah pariwisata dengan pertumbuhan
ekonomi yang cepat. Hal tersebut dapat dilihat dari keindahan alam yang dimiliki
oleh Pulau Dewata, adat, budaya yang masih kental dan berbagai macam objek
wisata dengan pemandangan yang khas, sehingga pendapatan asli daerah (PAD)
Bali berasal dari sektor pariwisata.
Perkembangan pariwisata dan daya tarik dari pulau Bali, secara tidak
langsung telah membangkitkan pembangunan Ibukota Provinsi Bali yakni Kota
Denpasar. Kebijakan pengembangan pariwisata di Kota Denpasar menitikberatkan
pada pariwasata berbudaya dan berwawasan lingkungan.Sebagai salah satu sentral
dari pengembangan pariwisata, Kota Denpasar menjadi barometer bagi kemajuan
pariwisata di Bali.
Menurut Surjanto dalam A. Hari Karyono (1997:11) di mana daerah-
daerah yang berdasarkan kesiapan prasarana dan sarana dinyatakan telah siap
menerima kunjungan wisatawan di Indonesia. Daerah tujuan wisata diharuskan
memiliki objek wisata dan daya tarik wisata (atraksi wisata) sebagai media untuk
menarik minat wisatawan. Tingginya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali
pada tahun 2013sebanyak 3.241.889 jiwa (BPS, 2013) tentunya menuntut akan
tersedianya akomodasi pariwisata. Salah satu dari sekian banyaknya akomodasi
pariwisata yang sering kita jumpai dan sekarang sedang menjamur di Kota
Denpasar adalah condominium hotel.
-
2
Dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun belakangan ini, pembangunan
akomodasi pariwisata semakin berkembang dengan pesatnya terutama di daerah
Kota Denpasar sudah terdapat 293 akomodasi pariwisata dan 8,685 jumlah kamar
siap huni (BPS,2014).Hal ini dapat berdampak terhadap persaingan tarif antar
hotel dan condotel yang tidak sehat sehingga dapat terjadi kemerosotan kualitas
pariwisata dan semakin berkurangnya lahan hijau di perkotaan.
Bali khususnya Denpasar sangat berpegang teguh terhadap aturan atau
awig-awig yang berlaku, berpedoman pada konsep penataan ruang Tri Hita
Karana. Budaya dan adat yang dikenal sampai ke ranah internasional juga sangat
mempengaruhi pembangunan setiap sudut di Bali. Standarisasi kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah kota tentunya melibatkan
aturan atau awig-awig yang telah di junjung tinggi oleh para leluhur.
Condotel merupakan suatu kegiatan yang bergerak di bidang jasa dengan
menawarkan sebuah penginapan yang memiliki fasilitas seperti rumah.Condotel
tidak lagi sebagai hunian pribadi namun telah menjadi investasi jangka
panjang.Sehingga investor melirik condotel untuk menjadi investasi jangka
panjang disebabkan kamar condotel ini dapat diperjual-belikan. Pendirian
condotel ini dapat berpengaruh kepada tingkat hunian hotel lain sehingga
pendapatan hotel menurun dan kualitas kinerja pegawai juga menurun hal ini
dapat menyebabkan beberapa hotel lain gulung tikar.
Secara ekonomis, munculnya condotel tersebut dapat menjadi indikator
akan meningkatnya taraf untuk perekonomian daerah. Namun, secara yuridis
fenomena tersebut akan banyak menyisakan berbagai permasalahan yang
-
3
berkaitan dengan ketertiban yang bermuara pada standar yang telah di tentukan
oleh pemerintah. Maraknya pembangunan akomodasi pariwisata berupa
condoteldi kota berwawasan budaya ini dikhawatirkan akan memberi dampak
kurang baik terhadap lingkungan sekitar, lalu lintas, lokasi yang kurang strategis
atau sudah padat dengan bangunan hotel. Di samping itu diperlukan adanya
implementasi dari standar pendirian condotel di Kota Denpasar guna untuk
menekan pembangunan yang semakin menjamur.
Terkait dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007
tentang Bangunan Condotel.Selain menunjang sarana akomodasi pariwisata
pembangunan ini di harapkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup
sekitarnya seperti yang tercantum di pasal 2. Pada pasal 4 dan 5 dibahas untuk
bentuk dan ketinggian condotel tersebut yakni, bentuk dari condotel tersebut
didasarkan pada bentuk bangunan serta sarana dan prasarana yang ada pada
bangunan tersebut yang mencerminkan arsitektur Bali dan harus sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah Kota Denpasar. Pembangunan condotel ditetapkan
dengan ketinggian maksimal 15 (lima belas) meter.
Akibat sumber daya tanah atau lahan terbatas dan tidak dapat diperbaharui
maka, upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan sekitarnya
dan standarisasi yang ditetapkan pemerintah Kota Denpasar, perlu dilaksanakan
dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dari pemerintah
dengan memperhatikan syarat-syarat yang tercantum didalam kebijakan
pengendalian dan penataan, dalam menata letak lokasi condotel Kota Denpasar.
Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu
-
4
dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan
konsisten dengan standarisasi kebijakan terhadap akomodasi pariwisata condotel
khusunya yang sudah terjadi. Agar tidak merugikan lingkungan sekitarnya, tidak
melupakan budaya yang sebagai nilai jualnya Bali dan dapat bersaing secara
sehat.
Pembangunan condotel di Kota Denpasar masih kurang selektif, karena
lokasi pembangunan condotel tidak diperhitungkan, sehingga ada dalam satu ruas
jalan terdapat dua sampai tiga bangunan hotel dan condotel. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut
terhadap Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi
Pendirian Condominium Hotel Kota Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari apa yang telah dijabarkan diatas, maka dapat diambil
rumusan masalah :
Bagaimana implementasi Kebijakan yang telah di keluarkan oleh
Pemerintah Kota terhadap standarisasi pendirian condominium hotel yang sedang
marak di Kota Denpasar ?
1.3 Batasan Penelitian
Untuk mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis membatasi
ruang lingkup penelitian ini yakni bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah
Kota terhadap Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini juga memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut :
-
5
Untuk mengetahui implementasi dari kebijakan yang telah di keluarkan
oleh pemerintah kota khususnya kepada bangunan condominium hotel di Kota
Denpasar.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian Implementasi Kebijakan Pemerintah Kota terkait Standarisasi
Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar, diharapkan memiliki manfaat
sebagai berikut :
1.5.1 Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pegangan dalam
menjalankan standarsasi pendirian akomodasi pariwisata
(condominium hotel), sehingga mampu mengoptimalkan kinerja dinas
dan mencapai tujuan yang di tetapkan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumbangan informasi dan
pemikiran bagi masyarakat atau pembaca.
3. Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Kota
Denpasar dalam menentukan keberlanjutan kebijakan.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti
yang ingin melakukan penelitian terkait dengan Pemerintah Kota
Denpasar khususnya terkait dengan kebijakan standarisasi pendirian
condominium hotel di Denpasar.
2. MengetahuiImplementasi Kebijakan Pemerintah Kota terhadap
Standarisasi Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.
-
6
1.6.1 Sitematika Penelitian
Adanya fungsi dari sistematika penelitian guna untuk
mempermudah pembaca memahami isi dari penelitian ini yakni :
BAB I : Dalam bab ini penulis akan menguraikan pendahuluan
yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitian,
sistematika penelitian dan masalah, tujuan, dan manfaat
penelitian.
BAB II : Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan
pustaka yang berisikan tentang kajian pustaka dan
kerangka konseptual.
BAB III: Dalam bab ini penulis akan menguraikan metodelogi
penelitian, sumber data, unit analisis, teknik penentuan
informan, teknik pengumpulan data, teknik analisis data,
teknik penyajian data, dan keterbatasan penelitian (jika
ada).
BAB IV: Dalam bab ini penulis akan memaparkan Implementasi
Kebijakan Pemerintah Kota Terhadap Standarisasi
Pendirian Condominium Hotel di Kota Denpasar.
BAB V: Dalam bab ini penulis akan menguraikan simpulan dan
saran.
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang penulis gunakan dalam penelitian ini mengacu pada
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan penelitian mengenai Implementasi
Kebijakan Pemerintah Kota terhadap Standarisasi Pembangunan Condominium
Hotel di Denpasar. Adapun tulisan-tulisan atau penelitian yang menjadi
referensi penulisdiantaranya:
Tulisan atau penelitian skripsi karya Iriani (2013)yang berjudul Kebijakan
Pemerintah Kota Malang Dalam Pemberian Izin Pembangunan Apartemen
kepada Pengembang di Wilayah Kelurahan Penanggungan.Penulis memiliki
kesamaan dengan penelitian karya Iriani (2013) yaitu memfokuskan penelitiannya
kepada dampak dari pembangunan condotel terhadap lingkungan sekitar.Dalam
penelitian ini dipaparkan bahwa perizinan untuk pembangunan condotel tidak
berpihak kepada warga sekitar lingkungan, karena berdampak pada tidak adanya
tujuan yang transparan kepada warga dan juga kesimpangsiuran fungsi dari
bangunan tersebut.Tanpa adanya keterangan yang jelas disurat izin semestinya
dapat dipergunakan semaksimal mungkin.Selain itu dampak yang muncul dari
pembangunan condotel ialah pencemaran lingkungan, dimana dalam hal ini justru
merugikan warga sekitar condotel tersebut dibangun. Berdasarkan dari
pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa
perubahan kondisi sosial bermasyarakat, diantaranya adalah meningkatnya
-
8
kemacetan yang sudah mulai sering terjadi di pagi hari, dan hilangnya rasa
nyaman warga karena padatnya hunian di lingkungan yang menyebabkan
seringnya terjadi tindakan kriminal seperti penjambretan, perampokan dll.
Tulisan atau penelitian skripsi selanjutnya ialah karya Maysyarah (2011)
yang berjudul Condominium Hotel di Kota Semarang. Dalam tulisan ini
Maysyarah (2011) lebih memfokuskan terhadap pembangunan condotel, dimana
pemerintah kota Semarang memiliki visi untuk menjadikan dan meningkatkan
kota Semarang sebagai kota metropolitan yang berbasis pada aktifitas
perdagangan dan jasa. Dan layak untuk bersaing dengan kota-kota besar lainnya
di luar sana.Disini Maysyarah (2011) lebih mengkritik dan memberikan saran
agar pemerintah dapat memperhatikan potensi, kendala, kualitas atau standarisasi
pendirian condotel di Semarang.Condotel tersebut di desain di atas tapak tersebut
memenuhi kriteria sebagai hunian yang layak untuk disewakan, dijual, dihuni.
Berdasarkan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku, keadaan sosial
budaya masyarakat, peta kondisi wilayah seperti pola penggunan lahan, jaringan
utilitas, transportasi dan jenis tanah harus diperhatikan sebelum izin dari pendirian
condotel tersebut dikeluarkan.Terutama fasilitas-fasilitas yang disediakan pada
condotel yang menjadi daya tarik maupun harga jual suatu condotel. Sehingga
nantinya pembangunan condotel ini menjadi lebih bermanfaat untuk
meningkatkan perekonomian kota Semarang dan tidak merugikan lingkungan
serta warga sekitar.
Tulisan dan penelitian skripsi yang terakhir ialah karya Mastuty (2014)
yang berjudul Implementasi Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali Dalam
-
9
Moratorium Pembangunan Infrastruktur Akomodasi Pariwisata Hotel Di
Kabupaten Badung.Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan bahwa adanya
kejenuhan pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata di wilayah Bali
selatan.Perlu adanya kebijakan moratorium guna untuk pemberhentian sementara
pembangunan akomodasi infrastruktur pariwisata.Di karenakan wilayah Bali
selatan telah mengalami pertumbuhan akomodasi pariwisata yang pesat sehingga
mengalami overcapacity.Dengan adanya kebijakan Moratorium Akomodasi
Pariwisata Hotel, maka harus adanya implementasi dari kebijakan yang telah di
keluarkan oleh pemerintah Kabupaten Badung .
Namun dalam pengimplementasian ini peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mengakibatkan tidak maksimalnya
kebijakan moratorium akomodasi hotel di Kabupaten Badung disebabkan oleh
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi yang tidak berjalan
secara optimal. Masing-masing dari faktor memiliki kendala dan
permasalahannya sendiri.Sehingga regulasi diantara keempat faktor penting
keberhasilan implementasi kebijakan jauh dari yang di harapkan.
Adanya perbedaan dari penelitian terdahulu yang telah diteliti baik dari
skripsi karya Iriani (2013) yang lebih memfokuskan terhadap lingkungan
sekitarnya.Di mana adanya beberapa dampak negatif terhadap warga sekitar dan
lingkungan sekitarnya akibat dari pembangunan condotel.Dan skripsi karya
Maysyarah (2011) membahas standar pola penggunaan lahan, jaringan utilitas dan
jenis tanah sebelum dikeluarkan izin pendirian dan dilaksanakan pembangunan
condotel tersebut.Skripsi karya Mastuty (2014)tentang implementasi dari
-
10
kebijakan pemerintah Kabupaten Badung terkait moratorium pembangunan
infrastruktur akomodasi pariwisata khusunya hotel di Kabupaten Badung.
Penelitian yang akan saya teliti lebih membahas tentang Implementasi dari
kebijakan pemerintah kota Denpasar yang telah ada dan di berlakukan. Terkait
dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42 tahun 2007 terhadap standar dari
bangunan khususnya condominium hotel di Kota Denpasar.
2.2 Kerangka Konsep dan Teori
Konsep merupakan sebuah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat
obyek, atau suatu fenomena tertentu.Jadi konsep adalah sebuah kata yang
melambangkan suatu gagasan atau merujuk pada sifat-sifat dari obyek yang
dipelajarinya (Masoed, 1990).Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu simbol
yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu (Gulo 2000).
Sedangkan teori adalah pernyataan yang menghubungkan konsep-konsep
secara logis (Masoed 1990).Dimana dalam hal ini teori berarti seperangkat
konsep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan yang disusun secara
sistematis sebagai hasil dari penulisan ilmiah terdahulu dengan menggunakan
seperangkat metodologi penulisan tertentu untuk menjelaskan gejala tertentu atau
hubungan-hubungan dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam bab ini penulis
akan memaparkan beberapa teori, diantaranya :
2.2.1 Teori Kebijakan Publik
Disetiap daerah dalam suatu negara tentunya kita memiliki suatu kebijakan
yang berguna untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh
pemerintah.Kebijakan lebih sering dipergunakan dalam konteks tindakan yang
-
11
dilakukan oleh para aktor dan institusi-institusi pemerintah, serta perilaku negara
pada umumnya. Kebijakan tidak dapat terlepas akan adanya suatu keputusan
pemerintah. Sedangkan membahas tentang publik kita tidak dapat terlepas dari
tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat dan umum.Dalam penelitian ini
penulis memaparkan beberapa teori dari tokoh terkemuka terkait dengan
kebijakan publik. Beberapa tokoh yang mengemukakan teori tentang kebijakan
publik diantaranya:
Menurut Budi Winarno (2007:15) di dalam kehidupan yang modern
sekarang ini, kita tidak dapat lepas dengan apa yang di sebut dengan kebijakan
publik. Tentunya kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan di dalam bidang
kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian,
pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain
sebagainya.
David Easton dalam Miftah Thoha (1992) mengungkapkan bahwa
kebijakan publik merupakan alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat
akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat bebuat secara otoritatif untuk seluruh
masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau
untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut.
Sedangkan Edward III dan Sharkansky dalam Purwo (2004) menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah apa yang dikatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah. Kebijakan negara itu berupa sasaran atau tujuan dari berbagai
program pemerintahan.Selain itu Edward III dan Sharkansky juga mengemukakan
-
12
bahwa kebijakan dapat ditetapkan secara jelas dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, atau dalam bentuk pidato pejabat pemerintah.
Penjelasan mengenai kebijakan publik juga diungkapkan oleh Carl
Friedrich dalam Winarno, Budi (2002).Carl Friedrich memaparkan kebijakan
publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-
hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau
merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu.Selain itu, Chandler and Plano
(1988) dalam Tangkilisan (2003) juga menjelaskan bahwa kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah.
Abdul Wahab (2010: 22-24) mengemukakan ciri-ciri kebijakan publik
yaitu ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada
kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki
wewenang dalam sistem politik, misalnya pada para ketua adat, ketua suku,
eksekutif, legislator, hakim, administrator, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu ciri-ciri kebijakan publik sebagaimana yang terdapat dalam Abdul
Wahab adalah :
a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada
tujuan dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan
kebetulan.
-
13
b. Kebijakan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling
berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan
keputusan yang berdiri sendiri.
c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan pemerintah
dalam bidang tertentu.
d. Kebijakan publik mungkin berbentuk positif, mungkin pula negatif,
kemungkinan meliputi keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk
tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalah-
masalah dimana justru campur tangan pemerintah diperlukan.
Dalam AG Subarsono (2005:3) dari hirarkinya dapat kita lihat bahwa
kebijakan publik dapat bersifat nasional, regional maupun lokal seperti Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Keputusan Walikota.
Sebagaimana juga yang diatur di dalam Undang-undang No.10/2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pasal 7 yang mengatur jenis
dan hirarki Peraturan Perundang-undangan sebagi berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
c. Peraturan Pemerintah
d. Peraturan Presiden
e. Peraturan Daerah
-
14
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses
kebijakan publik terdiri dari lima tahapan :
1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni agar suatu masalah
bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah.
2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses dari
perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika
pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak
melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses
untuk melakukan suatu kebijakan guna mendapatkan suatu
hasil.
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu tahap memonitor
dan menilai hasil dari kebijakan.
-
15
Hasil ini sesuai dengan proses kebijakan publik Wiliam N. Dunn
(1994:17) yang dapat kita lihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1
Proses Kebijakan Publik
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan
pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan. Hal
penting yang harus diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam
pembuatan kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembuatan kebijakan adalah:
Perumusan Masalah
Forecasting
Rekomendasi
Monitoring
Evaluasi
-
16
1. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar
Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau
membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.
2. Adanya pengaruh kebiasaan lama
Dalam membuat kebijakan baru, suatu organisasi sering mempertahankan
kebiasaan lama pada kebijakan sebelumnya karena dipandang memuaskan,
meskipun kebijakan sebelumnya memiliki kritikan dan perlu diubah.
3. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
Berbagai kabijakan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan banyak
dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya.Sifat pribadi merupakan faktor yang
berperan besar dalam penentuan keputusan/kebijakan.
4. Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat kebijakan juga berperan besar.
5. Adanya pengaruh dari keadaan masa lalu
Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman
sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan
kebijakan.Misalnya seorang mengkhawatirkan pelimpahan wewenang
yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir disalah gunakan
(Suharno: 2010: 52-53).
-
17
2.2.2 Teori Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi dari kebijakan yang
lebih mengarah kepada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Aneta (2010)
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan
salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik yang menentukan apakah
sebuah kebijakan itu bersentuhan dengan kepentingan publik serta dapat diterima
oleh publik. Aneta (2010) menekankan bahwa dalam tahapan perencanaan dan
formulasi kebijakan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya, akan tetapi jika pada
tahapan implementasinya tidak diperhatikan optimalisasinya, maka tentu tidak
jelas apa yang diharapkan dari sebuah produk kebijakan itu.
Selain itu teori mengenai implementasi juga diungkapkan oleh Widodo
(2008).Dalam hal ini Widodo (2008) memberikan pengertian bahwa implementasi
berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat
menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu. Berdasarkan teori
yang dikemukakan beberapa tokoh diatas menyimpulkan bahwa dalam prakteknya
implementasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor
serta menggunakan berbagai sumber daya dalam pelaksanaanya.
Implementasi merupakan tahapan yang krusial dan menjadi bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kebijakan. Bagaimanapun baiknya
suatu kebijakan jika tidak diimplementasikan tidak akan menimbulkan dampak
atau tujuan yang diinginkan. Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Hoogerwerf (1982) yang menjelaskan Agar suatu kebijakan
-
18
dapat memberikan hasil yang diharapkan, maka kebijakan itu harus
dilaksanakan.Pelaksanaan kebijakan dapat didefinisikan sebagai pengggunaan
sarana-sarana yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipilih dan ingin
direalisasikan.
Berhasil atau tidaknya pencapaiam tujuan di pertegas oleh Udoji di kutip
oleh Agustino (2006:139).Pelaksanaan kebijakan merupakan sesuatu yang sangat
penting bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan tersebut. Pembuatan
kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana yang bagus yang
tersimpan dengan rapi dalam arsip jika tidak diimplementasikan.
Pengertian dari implementasi kebijakan menurut Mufiz yang dikutip
olehKahya dan Zenju (1996:45) ialah aktifitas-aktifitas yang dilakukan untuk
melaksanakan suatu kebijakan secara efektif. Kesulitan yang timbul di dalam
tahap ini adalah sukarnya menentukan hasil kebijakan, karena adanya dampak
yang tidak terantisipasi sebelumnya. Berdasarkan definisi tersebut dapat di
ketahui bahwa implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu :
a. Adanya tujuan ataupun sasaran kebijakan
b. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan
c. Adanya hasil dari kegiatan tersebut
Berbagai indikator telah di kembangkan untuk dapat mengukur tingkat
keberhasilan dalam implementasi suatu kebijakan publik karena suatu kebijakan
biasanya mudah dalam formulasinya akan tetapi sangat sulit dalam
pengimplentasiannya.
-
19
Berikut ini adalah model dari implementasi kebijakan yang di
kembangkan oleh Edward III yang di kutip oleh Winarno (2002) yakni :
1. Komunikasi
Terdapat tiga indikator yang dapat di pakai di dalam mengukur
keberhasilan dari variable komunikasi, transmisi penyaluran
komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu implementasi yang
baik pula. Seringkali yang terjadi di dalam penyaluran komunikasi
adalah adanya salah pengertian dikarenakan komunikasi telah melalui
beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa yang di harapkan
terhambat di tengah jalan. Kejelasan komunikasi yang di terima oleh
para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan.Ketidakjelasan pesan kebijakan tidaklah selalu
menghalangi jalannya implementasi, pada tataran tertentu, para
pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan.
Konsistensi perintah yang
diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah suatu
konsistensi dan jelas.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal yang utama di dalam implementasi
kebijakan yakni staff.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu
dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Yang kedua adalah
informasi, informasi berhubungan dengan cara melaksanakan
-
20
kebijakan, implementator harus mengetahui apa yang mereka lakukan
disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.
3. Disposisi
Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau
karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik
maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diingkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki
sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka
proses implementasi kebijakan pun juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur birokrasi/organisasi ke
arah yang lebih baik, adalah melakukan Standart Operating Procedures
(SOPs). SOP akan menjadi pedoman bagi implementator dalam
bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan struktur birokrasi yang
rumit dan kompleks.
Menurut Merilee S. Grindle ada dua variable yang dapat mempengaruhi
implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik
dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir, yaitu tercapai atau tidaknya
-
21
tujuan yang ingin diraih. Hal ini dikemukakan Grindle, di mana pengukuran
keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu :
1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan yang telah di tentukan dengan merujuk kepada
aksi kebijakannya.
2. Apakah tujuan kebijakan tercapai dimensi ini dapat di ukur dengan melihat
dua faktor, yaitu: impak atau efeknya pada masyarakat secara individual
dan kelompok, tingkat perubahan yang terjadi pada penerimaan kelompok
sasaran perubahan yang terjadi.
2.2.3 Konsep Condotel
Secara umum istilah mengenai condotel merupakan gabungan dari dua
istilah yaitu condominium dan hotel.Konsep condominium hotel merupakan
penggabungan dari konsep kepemilikan condominium (rumah susun) dan sistem
pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat.
Pada mulanya, condominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan
sebagai wadah pemenuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di
Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan
condominium juga semakin berkembang.Condominium pada zaman sekarang ini
sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk
berbagai tujuan investasi.Condotel atau condominium hotel berbeda dengan
rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat
pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, condominium hotel tetap
beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel.
-
22
Menurut peraturan Walikota Denpasar, condotel yang memiliki definisi
sebagai berikut: Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara
fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal yang merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama dan
difungsikan sebagai hotel berbintang. (Peraturan Walikota Denpasar Nomor 42
Tahun 2007 tentang Bangunan Condominium Hotel (Condotel) Walikota
Denpasar)
Sehingga adapun peruntukan dari condotel adalah sebagai sarana investasi
sehingga uang yang ditanamkan oleh investor dapat berputar. Disamping
memperoleh biaya sewa para investor juga dapat menikmati condotel secara
cuma-cuma berikut fasilitasnya dengan tenggang waktu yang diatur bersama sama
dengan pengelola.
2.2.4 Konsep Tata Ruang Kota
Bali memiliki konsep tata ruang tradisional yang unik, yaitu tata ruang
makro-regional dan mikro-arsitektur.Konsep dari tata ruang di Balipun
berdasarkan pada desa. Pada dasarnya desa-desa ini telah berkembang dan
akhirnya menjadi kota. Denpasar merupakan ibukota provinsi Bali, memiliki visi
Denpasar sebagai Kota Budaya.Menurut visi ini maka pembangunan tata ruang
di Bali berdasarkan konsep-konsep budaya yang ada di Bali sendiri.
Denpasar memiliki peluang pengembangan wilayah yang pesat, di sisi lain
visi pembangunanKota Denpasar dikembangkan dalam perwujudan Denpasar
-
23
Kota Berbudaya yang berlandasan Tri Hita Karana. Membutuhkan kearifan
dalam konsep penataan ruang. Agar memberi ruang kepada peningkatan kegiatan
perekonomian dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan
wilayah Kota Denpasar.
Untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Denpasar dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras,
seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan keseimbangan
pemanfaatan ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) dan Perda Provinsi Bali nomor 16 Tahun 2009
tentang RTRWP Bali. Denpasar merupakan kota inti kawasan dari perkotaan
Sarbagita sebagai kawasan Strategis Nasional.Membutuhkan koordinasi penataan
struktur ruang dan pola ruang wilayah Nasional, wilayah Provinsi Bali dan
wilayah kabupaten sekitar dalam kerangka Kawasan Perkotaan Sarbagita.
-
24
2.2.5 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir
Pertumbuhan Condotel di Kota
Denpasar
Peraturan Walikota Denpasar
No. 42 tahun 2007
Pembangunan Wilayah Kota:
Lokasi Condotel
Bentuk & Bangunan
Condotel
Prasarana Lingkungan
Implementasi Standarisasi Pendirian
Condotel di Kota Denpasar
Kesimpulan & Saran
Implementasi Kebijakan
Edward III :
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Struktur Birokrasi
-
25
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat jelas terlihat pada
pertumbuhan condotel di Kota Denpasar akhir-akhir ini sangatlah marak dan
tentunya tidak bisa terlepas dari Peraturan Walikota Denpasar No.42 Tahun
2007.Baik yang mengatur tentang lokasi pendirian, bentuk dan bangunannya,
maupun prasarana lingkungannya dan lain-lain.Tentunya dibantu oleh indikator
implementasi kebijakan untuk pengawasan, pengendalian dan pembinaan.
Mencakup komunikasi antar pengawas kebijakan yang baik, lancar dan konsisten
dan untuk mengetahui apa tujuan dan sasaran dari di buatnya suatu kebijakan dan
sumber daya yang merupakan hal yang terpenting di dalam pengawasan, tanpa
adanya sumberdaya suatu kebijakan atau peraturan hanya menjadi dokumen.
Di dalam memilih sumberdaya disposisi merupakan karakteristik yang
sangat diperlukan agar dapat terkumpul sumberdaya yang mendukung kebijakan
yang telah dibuat dan memiliki komitmen maupun kejujuran.Pentingnya struktur
dari birokrasi untuk menjadi suatu pedoman dalam pelaksanaan pengawasan
kebijakan agar para pengawas dapat mengetahui batasan-batasan yang mereka
miliki.Jika semua pengimplementasian kebijakan berjalan dengan baik maka
dapat dikatakan berhasil, suatu kebijakan yang di buat dan diterapkan untuk
menuju ke arah yang lebih baik.
-
26
BAB III
Metodelogi Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Bogdan dan Taylor
mendefinisikan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang maupun
perilaku yang dapat di amati.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data ini diperoleh,
adapun yang di jadikan sumber data adalah :
1. Sumber Data Primer : yang merupakan sumber data yang di peroleh
langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang di
kumpulkan langsung oleh peneliti dari sumbernya. Dalam hal ini data di
peroleh dari petugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar.
2. Sumber Data Sekunder: merupakan sumber data yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dari data pihak
lain). Data sekunder yang pada umumnya berupa bukti, catatan, ataupun
dokumen-dokumen resmi dari instansi pemerintahan baik yang di
publikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini juga
terdapat sumber data online, yang diperoleh dari internet yang bertujuan
-
27
untuk mendapatkan informasi tambahan bagi peneliti untuk melengkapi
data-data yang diperlukan.
3.3 Unit Analisis
Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus atau
komponen yang diteliti.Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan
reabilitas penelitian dapat terjaga.
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dinas Pariwisata
Kota Denpasar, Bali. Adapun alasan dipilihnya Dinas Pariwisata Kota Denpasar,
Bali sebagai unit analisis adalah karena penulis memiliki kemudahan akses untuk
memperoleh data yang dibutuhkan untuk menyusun studi kasus, selain itu juga
karena ingin mengetahui sudah terimplementasikah kebijakan pemerintah Kota
Denpasar terhadap standarisasi pembangunan condotel yang telah di buat oleh
Walikota Denpasar.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Pemilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini (purposive
sampling) adalah berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan,
memiliki data, dan bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Informan
yang bertindak sebagai sumber data dan informasi dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala Seksi Akomodasi, Dinas Pariwisata Denpasar (Ni luh Gede
Tirtawati)
2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Dinas PerizinanDenpasar (
A.A. Ngrh Surya Saputra, SH)
3. Investor Condotel Aston, Gatot Subroto (A.A. Trisna Anantasika)
-
28
4. Investor Condotel Fave hotel, Teuku umar (A.A. Ngrh Bagus Aryana)
Selain itu dalam tulisan ini penulis juga menggunakan teknik (snowball
sampling). Teknik ini merupakan teknik penentuan sample yang mula-mula terdiri
dari jumlah kecil kemudian membesar. Teknik ini diibaratkan seperti bola salju
yang menggelinding yang bermula dari kecil kemudian lama-lama menjadi besar.
Dalam penentuan sample, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, namun
apabila belum lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti dapat mencari
orang lain yang dipandang lebih mengetahui dan melengkapi data oleh dua orang
sample sebelumnya.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus
utama penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Teknik observasi (pengamatan)
Observasi merupakan pengamatan yang di lakukan secara di sengaja,
sistemtis, mengenai fenomena sosial, untuk mengetahui ada atau
tidaknya suatu permasalahan untuk kemudian dilakukan pencatatan.
Teknik ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
permasalahan terkait implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap
standarisasi pendirian condominium hotel (condotel) di Kota
Denpasar.
2. Teknik Wawancara (interview)
Wawancara terstruktur merupakan suatu percakapan dengan maksud
tertentu dan peneliti telah berpedoman kepada daftar pertanyaan yang
-
29
sebelumnya telah dipersiapkan.Percakapan tersebut dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan yang terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan tersebut. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui kebijakan
pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel di Kota
Denpasar.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumen adalah catatan dari peristiwa yang telah berlalu.Dokumen
bisa berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang.Dokumen yang dimaksud dalam hal ini yaitu segala
dokumen yang berhubungan dengan kelembagaan Dinas Pariwisata
Kota Denpasar yang membahas tentang condotel.Teknik ini dilakukan
untuk mengetahui aturan tertulis yang membahas tentang condotel di
Kota Denpasar.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pencarian dan penyusunan secara
sistematis yang diperoleh melalui hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam suatu pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat suatu kesimpulan
sehingga mudah dipelajari oleh diri sendiri dan orang lain.
Komponen dalam analisis data :
1. Pengumpulan Data
-
30
Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil
penelitian, seperti wawancara, dokumentasi, catatan lapangan, dan
sebagainya.
2. Reduksi data
Mereduksi data yang artinya merangkum memilih hal-hal pokok,
memfokuskanpada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
3. Penyajian data
Penyajian data penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, dan sejenisnya.
4. Verifikasi atau penyimpulan data
Kesimpulan awal yang dikemukakan bersifat sementara dan dapat
berubah apabila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap berikutnya.Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten
saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredible.
3.7 Teknik Penyajian Data
Data penelitian ini disajikan dalam bentuk deskriptif kualitatif yang
disusun secara sistematis dan merujuk kepada fokus penelitian sehingga nanti
hasilnya mudah dibaca oleh orang lain. Penelitian ini terdiri dari lima bab,
dimana pada masing-masing bab itu terdapat sub-sub yang disusun secara
sistematis.
-
31
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Subyek/Obyek Penelitian
4.1.1 Kota Denpasar
4.1.1.1 Sejarah Kota Denpasar
Kota Denpasar pada mulanya merupakan pusat Kerajaan Badung, yang
posisinya terletak di sebelah utara pasar periuk (peken payuk) yang sekarang
dikenal dengan nama Pasar Kumbasari. Nama Denpasar secara etimologis
berasal dari kata den yang berarti di sebelah utara (Tim Penyusun, 1993 : 161)
dan pasar berarti tempat berjualan masyarakat baik hasil pertanian maupun
barang dagangan sejenisnya. Pada jaman dulu Kota Denpasar penuh dengan alun-
alun, tenda-tenda, kereta-kereta kuda yang dipakai sebagai sarana transportasi
masyarakat.Situasinya sangat ramai karena merupakan tempat pertemuan
masyarakat dari desa, sehingga orang-orang menyebutnya Denpasar.
Kawasan yang ramai tersebut sampai kini menjadi salah satu kota ternama
dan terkenal di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Hal ini terlukis
dengan indah dalam deskripsi Miguel Covarrubias dalam bukunya yang berjudul
Island of Bali (1973 : 39). the capitals of the princes districts, the seats of the
regencies, are commercialized half-European, half-Chinese towns like Denpasar
and Buleleng; but the true life of Bali is concentrated in thousands of villages and
hamlets. Deskripsi Covarrubias tersebut mengekspresikan perkembangan Kota
-
32
Denpasar yang selaras dengan perkembangan peradaban masyarakat
penghuninya.Denpasar bukan lagi desa atau dusun, pasar tradisional dengan
sistem perdagangan sederhana, melainkan berubah menjadi kota megah bagi
pemilik modal (investor), pusat pemerintahan, tempat pemasaran dan perdagangan
asing.
Mulanya terdiri dari desa-desa 38 tradisional dengan penduduk dominan
beragama Hindu, Kota Denpasar memiliki akar budaya yang sangat kuat sebagai
modal dasar untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
(Profil Kota Denpasar, 2008:iv). Selain sebagai pusat perdagangan kebutuhan
harian masyarakat, Kota Denpasar juga merupakan kota sejarah dan kota budaya.
Hal ini sangat jelas dalam visi pembangunan Kota Denpasar periode 2005-2010
adalah terciptanya Kota Denpasar berwawasan budaya dengan keharmonisan
dalam keseimbangan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan
adalah untuk menumbuh kembangkan jati diri dan pemberdayaan masyarakat
berdasarkan kebudayaan Bali dan keaarifan lokal, mewujudkan pemerintahan
yang baik melalui penegakan supremasi hukum, membangun pelayanan publik
dan mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui
sistem ekonomi kerakyatan (BAPEDA dan BPS Kota Denpasar, 2008 : 1).
4.1.1.2 Letak Astronomi
Terletak di tengah-tengah dari Pulau Bali, Kota Denpasar merupakan
Ibukota Daerah Tingkat II, juga merupakan Ibukota Propinsi Bali sekaligus
sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perekonomian. Letak yang sangat
-
33
strategis ini sangatlah menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun dari
kepariwisataan karena merupakan titik sentral berbagai kegiatan sekaligus sebagai
penghubung dengan kabupaten lainnya. Kota Denpasar terletak diantara 08 35"
31'-08 44" 49' lintang selatan dan 115 10" 23'-115 16" 27' Bujur timur, yang
berbatasan dengan: di sebelah Utara Kabupaten Badung, di sebelah Timur
Kabupaten Gianyar, di sebelah Selatan Selat Badung dan di sebelah Barat
Kabupaten Badung. Ditinjau dari Topografi keadaan medan Kota Denpasar secara
umum miring kearah selatan dengan ketinggian berkisar antara 0-75m diatas
permukaan laut. Morfologi landai dengan kemiringan lahan sebagian besar
berkisar antara 0-5% namun dibagian tepi kemiringannya bisa mencapai 15%.
4.1.1.3 Keadaan Alam Profil Kota Denpasar
Luas wilayah Kota Denpasar 127,98 km2 atau 127,98 Ha, yang merupakan
tambahan dari reklamasi pantai serangan seluas 380 Ha, atau 2,27 persen dari
seluruh luas daratan Propinsi Bali. Sedangkan luas daratan Propinsi Bali
seluruhnya 5.632,86 Km2. Batas Wilayah Kota Denpasar di sebelah Utara dan
Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung (Kecamatan Mengwi, Abiansemal
dan Kuta Utara), sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar
(Kecamatan Sukawati dan Selat Badung dan di sebelah Selatan berbatasan
denganKabupaten Badung (Kecamatan Kuta) dan Selat Badung.
Dari luas tersebut diatas tata guna tanahnya meliputi Tanah sawah 5.547
Ha dan Lahan Kering 10.001 Ha. Lahan Kering terdiri dari Tanah Pekarangan
7.714 Ha, Tanah Tegalan 396 Ha, Tanah Tambak/Kolam 9Ha, Tanah sementara
-
34
tidak diusahakan 81 Ha, Tanah Hutan 538 Ha, Tanah Perkebunan 35 Ha dan
Tanah lainnya: 1.162 Ha. Luas Lahan di Kota Denpasar dirinci per Kecamatan
(hektar).Topografi dan iklim wilayah Kota Denpasar sebagian besar merupakan
dataran, dan secara umum sebagian besar (59,1%) miring kearah selatan dengan
ketinggian berkisar antara 0-75m di atas permukaan laut, dataran pantai dengan
kemiringan lahan berkisar 0-5%, di bagian tepi 40 kemiringannya bisa mencapai
15%. Panjang pantai kurang lebih 11 km, berupa perairan laut pantai Padang
Galak dan Pantai Sanur serta pantai pulau Serangan.
Tabel 4.1
Luas Lahan di Kota Denpasar Dirinci per Kecamatan (hektar)
Kecamatan Tanah Sawah Tanah Kering Jumlah
1. Denpasar Barat 299 10 309
2. Denpasar Timur 586 23 609
3. Denpasar Selatan 754 2018 2772
4. Denpasar Utara 955 4038 4993
Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar
4.1.1.4 Iklim Kota Denpasar
Kota Denpasar termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi angin
musim sehingga memiliki musim kemarau dengan angin timur (Juni-Desember)
dan musim Hujan dengan angin barat (September-Maret) dan diselingi oleh
musim Pancaroba. Suhu rata-rata berkisar antara 25,4C - 28,5C dengan suhu
maksimum jatuh pada bulan Januari, sedangkan suhu minimum pada bulan
-
35
agustus. Jumlah Curah Hujan tahun 2008 di Kota Denpasar berkisar 0-406 mm
dan rata-rata 97,1 mm. Bulan basah (Curah Hujan >100 mm/bl) selama 4 bulan
dari bulan Nopember s/d Pebruari Sedangkan bulan kering (Curah Hujan
-
36
pengembangan untuk mengetahui jangkauan wilayah pelayanan perdagangan
tanpa secara mutlak terikat oleh batas adminitrasi pemerintahan. 2. Kawasan-
kawasan pusat kegiatan ekonomi yang dikembangkan sebagai pembentuk struktur
tata ruang Kota Denpasar seperti : pusat perdagangan dan jasa, pusat perdagangan
regional meliputi terminal kargo dan pergudangan, terminal penumpang regional,
pusat pemerintahan propinsi, pusat hankam/militer. Pusat pemerintahan
kabupaten, kawasan akomodasi wisata, pusat pendidikan tinggi, RSU, industri,
TPA, estuary dam, pelabuhan laut dan tahura. 3. Jaringan transpotasi yang
membentuk tata ruang Kota Denpasar antara lain jalan arteri primer, jalan arteri
sekunder, jalan kolektor, terminal kargo, terminal penumpang regional, terminal
angkutan kota, dan pelabuhan laut.
Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 3
Rencana Pemanfaatan dan Pengelolaan Kawasan Tertentu Kawasan lindung
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumber daya buatan guna
pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan fungsinya sasaran penentuan kawasan
lindung adalah untuk meningkatkan fungsi lindung perlindungan terhadap tanah,
air, iklim, serta mempertahankan keaneka-ragaman flora, fauna, tipe ekosistem
dan keunikan alam.Kawasan ini terdiri dari kawasan perlindungan setempat,
kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana.Kawasan
budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik dan potensi sumber alamnya
dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan bagi kepentingan produksi (kegiatan
usaha) maupun pemenuhan kebutuhan pemukiman.Oleh karena itu kawasan ini
-
37
dititik-beratkan pada usaha untuk memberikan arahan pengembangan berbagai
kegiatan budidaya sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada dengan
memperhatikan optimasi pemanfaatannya.
Kawasan budidaya yang akan dikembangkan di Kota Denpasar adalah 1.
Kawasan budidaya pertanian yang meliputi : kawasan pertanian tanaman pangan
lahan basah, kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering, kawasan pertanian
tanaman tahunan/perkebunan, kawasan peternakan dan perikanan. 2. Kawasan
budidaya non pertanian meliputi : kawasan pemukiman, kawasan industri kecil,
kawasan pariwisata, kawasan hankam/militer, kawasan prasarana perdagangan,
kawasan prasarana transportasi, kawasan prasarana sosial Neraca Air Dan
Rencana Sitem Prasarana Wilayah Neraca air adalah gambaran perimbangan
pemakaian air pada suatu wilayah baik pemakaian pada awal tahun maupun pada
akhir tahun perencanaan.
Status Lingkungan Hidup (SLH) Kota Denpasar Tahun 2008 II - 4
Ketentuan Umum Teknis Pembangunan Dana Pengembangan Kawasan Prioritas
Kawasan-kawasan yang diprioritaskan pengembangannya ditetapkan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan umum dan pertimbangan-pertimbangan spesifik
terhadap karakteristik kawasan-kawasan dalam wilayah kota. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa terdapat empat kawasan priyoritas di wilayah Kota Denpasar
yaitu: kawasan pusat kota, kawasan perdagangan regional, terminal kargo dan
pergudangan, sub kawasan pariwisata Sanur, dan kawasan Tahura. Ketentuan
umum teknis pembangunan meliputi ketentuan tentang rencana tata lingkungan,
rencana tata bangunan dan ketentuan tambahan.Rencana tata lingkungan bertujuan
-
38
untuk mengatur elemen-elemen ruang agar dapat membentuk suasana yang
menunjang fungsi peruntukan kawasan dengan memperhatikan koefisien dasar
bangunan, koefisien lantai bangunan, pola tata letak bangunan, jenis elemen
lanskap, dan jarak bebas antar bangunan dan ruang terbuka hijau.
Rencana tata lingkungan dibedakan menjadi rencana tata lingkungan
kawasan terbangun dan rencana tata lingkungan kawasan ruang terbuka hijau
kota. Rencana tata lingkungan kawasan terbangun terdiri atas : kawasan pusat-
pusat pelayanan, kawasan industri dan fasilitas pendukungnya, kawasan
permukiman (permukiman murni, campuran dan perumahan), perkantoran,
bangunan kesehatan, pendidikan, olah raga, keagamaan, kebudayaan dan
kesenian, kuburan, pertahanan dan keamanan. Rencana tata lingkungan kawasan
ruang terbuka hijau kota (RTHK) terdiri atas kawasan non budidaya, dan kawasan
budidaya.
4.1.3 Peraturan Walikota no 42 tahun 2007
Masuknya condotel di Bali pada awal tahun 2006, sebagai akomodasi
pariwisata khususnya di Kota Denpasar. Menjadikan pemerintah lebih ketat dalam
standar pembangunannya, karena condotel setiapunitnyamerupakan
investasijangka panjang. Namun semakin pesatnya pembangunan akomodasi
pariwisata serta untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna lahan bagi
pengadaan bangunan guna meningkatkan lingkungan hidup sekitar Kota Denpasar
yang memiliki penduduk padat dengan lahan yang sangat terbatas.Di buatlah
suatu kebijakan pembangunan yang lebih di arahkan kepada bangunan bertingkat
khususnya condotel.
-
39
Menurut undang-undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75) yaitu terkait
dengan pembangunan berorientasi transit atau Transit Oriented Development,
yang merupakan kawasan terpadu dari berbagai kegiatan fungisional kota dengan
fungsi penghubung lokal dan antar lokal. Mengingat beberapa aturan Kota
Denpasar yakni (Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 10 Tahun 1999) tentang
RTRW Kota Denpasar agar dapat mewujudkan satu kesatuan tata lingkungan
yang dinamis dan dapat mengantisipasi tuntutan pembangunan dengan tanpa
mengabaikan keserasian pembangunan antar wilayah atau kota. Seperti apa yang
telah di arahkan pada (Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 4 Tahun 1996)
tentang RTRW Propinsi Bali. Kedua, tetap mengarah kepada pelestarian
lingkungan sesuai dengan falsafah Tri Hita Karana, yang berintikan unsur-unsur
keseimbangan antar manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan
manusia dengan alam lingkungannya.
Adapun, RTRW kota Denpasar dibuat dengan mewujudkan pola
pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak
mengorbankan aspek kelestarian kondisi sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi, sektoral maupun
dinas lingkungan pemerintah daerah yang terkait di dalam pembangunan
berpotensi daerah pengembangan kegiatan sosial ekonomi, serta pengaturan
sistem, pergerakan dan koordinasi pengembangannya baik dalam penentuan
program, pendanaan, dalam peringatan peraturannya. Menetapkan lokasi
investasi yang dilaksanakan pemerintah daerah dan masyarakat di daerah dengan
-
40
menyusun rencana rinci tata ruang di daerah serta pelaksaan pembangunan dalam
pemanfaatan ruang bagi pembangunan dan merupakan dasar dalam
mengeluarkan perizinan lokasi pembangunan.
4.1.4 Pengertian Condotel
Condominium hotel atau lebih sering di singkat condotel merupakan
gabungan dari dua istilah yaitu condominiumdanhotel.Condominiumberasal
dari bahasa Inggris, yakni condominium.Merupakan gabungan dari kata Latin
"con" yang artinya bersama atau bergabung dan "dominium" yang berarti
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi
dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional.Dimana masing-
masing unit dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat
hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama.Diatur dalam UU No.16 tahun 1985, LN No.7 tahun 1988, TLN No.
3371.Ps. 1 ayat 1.
Hotel merupakan suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan
beberapa fasilitas kamar tidur, dan fasilitas tambahan yangmenyediakan makanan
maupun minuman kepada wisatawan dengan ketentuan biaya yang telah di
sepakati antara pihak yang terlibat.Grolier Electronic Publishing Inc (1995),
mengemukakan bahwa hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat
menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lain untuk umum. Dalam hal ini
hotel memilih domisilinya di tempat-tempat yang memiliki potensi pariwisata
untuk dikunjungi.
-
41
Awal mulanya muncul konsep dan model dari usaha Condotel yaitu pada
awal tahun 1980 di Miami, Amerika Serikat dan Fort Lauderdale.Seiring
berjalannya waktu konsep condotelmulai menyebar ke Las Vegas, Chicago, New
York, Dubai, dan lain-lain.Pada tahun 1990 konsep condotel ini banyak diikuti
oleh beberapa negara di dunia, salah satunya di Indonesia.Condotel mulai masuk
ke negara Indonesia pada tahun 2000, seiring dengan perkembangan vilatel (villa
hotel).Di Bali condotel masuk pada awal tahun 2006 dan pembangunannya
berkembang pesat dan memuncak pada tahun 2008 hingga saat
ini(kompas.com).Terutama di daerah perkotaan yaitu Denpasar, dapat dilihat
melalui pertumbuhan akomodasi pariwisata terutama condotel.Investor asing
maupun lokal banyak yang melirik condotel sebagai investasi jangka panjang.
4.1.5 Alur Untuk Mendapatkan Syarat pendirian Condotel
Adapun alur yang harus dipenuhi oleh para investor untuk mendapatkan
standar dari pendirian bangunan condotel yaitu :
1. Investor harus mengurus Prinsip Usaha Pariwisata hotel
berbintang - condotel, yang harus dioperasionalkan sebagai
hotel berbintang. Dan pengurusan prinsip usaha tersebut
bertempat di Dinas Pariwisata
2. Investor juga mengurus surat Prinsip Membangun secara teknis
di Dinas Perizinan atau dapat mengurusnya di Dinas Tata
Ruang.
3. Investor wajib mengurus Dokumen Amdal berupa analisa
dampak lingkungam, upaya pengelolaan lingkungan, luas
-
42
besaran tanah yang akan dibangun, dan peruntukan atau
mencocokan apakah lahan tersebut dapat didirikan bangunan
condotel. Investor dapat mengurus Dokumen Amdal di Dinas
Tata Ruang atau Badan Lingkungan Hidup.
4. Setelah berurusan dengan Dinas Tata Ruang, investor dapat
mengajukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Dinas
Perizinan.
5. Surat izin usaha dan izin gangguan merupakan hal penting
yang harus terlampir di dalam permohonan syarat pendirian
condotel yang dapat diurus di Dinas Perizinan.
6. Fungsi bangunan yang akan didirikan harus jelas, maka
investor harus memiliki surat izin penggunaan fungsi bangunan
yang akan dikeluarkan oleh Dinas Perizinan.
7. Izin Usaha atau Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
merupakan syarat akhir untuk mendapatkan syarat standar
pendirian condotel yang harus didapatkan di Dinas Pariwisata.
4.2 Temuan/Hasil Analisa
Adapun temuan atau hasil penelitian yang peneliti temukan dalam
Implementasi dari Kebijakan Pemerintah kota Terhadap Standarisasi Pendirian
Condominium Hotel mengacu kepada teoriEdward IIIyang terdiri dariempat
indikator yaitu :
1. Komunikasi
-
43
Komunikasi yang baik antar pegawai dalam pengawasan pendirian
condotel, di dalam penyaluran komunikasi yang baik akan
menghasilkan suatu implementasi yang baik juga. Penulis menemukan
beberapa permasalahan komunikasi dalam implementasi kebijakan
pemerintah kota terhadap standarisasi pendirian condotel. Seringkali
yang terjadi dalam penyaluran komunikasi ialah adanya salah
pengertian atau kesalah pahaman dari suatu hal dikarenakan
komunikasi telah melalui beberapa tingkat dari birokrasi, sehingga apa
yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Kejelasan komunikasi
yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan.
Pengurusan izin terkait standarisasi pendirian condotel tidak
mudah. Perlu meluangkan waktu lebih karena urusan perizinan
tidakhanya sekali, dua kali berkunjung ke dinas perizinan terutama
dalam pengurusan berkasnya. Seperti pernyataan Bapak Anak Agung
Ngurah Surya Saputra,SH, Dinas Pariwisata Kota Denpasar :
Tidak mudah untuk mengurus izin pendirian apapun itu termasuk
condotel, karena khusus condotel kami memiliki kawasan eksekutif
yang dilarang untuk didirikan bangunan condotel. Kami tidak
langsung memberikan berkas-berkas atau syarat pendirian namun,
kami mengarahkan untuk memenuhi syarat izin usaha terlebih
dahulu dibeberapa dinas yang bersangkutan sebelum berurusan
dengan standar pendirian bangunannya. Jadi pengurusan izin ini
memakan waktu yang lumayan lama dan tidak cepat untuk
mendapatkan semua yang berurusan dengan izin
pendirian.Investorpun harus bersedia bolak-balik beberapa kali
untuk mengurus izin dan lainnya.
( hasil wawancara, 8 Juni 2015)
-
44
Di dalam penegakan implementasi, transmisi
penyalurankomunikasi yang baik sangat diperlukan.Terutama
penyaluran komunikasi internal antara staff dan staff yang terlibat
sebagai implementator. Mereka harus mengetahui kebijakan yang
dimaksud dan apa isi dari kebijakan tersebut. Saat ini condotel yang
baru terdaftar di Kota Denpasar hanya satu condotel saja yaitu Aston
Gatot Subroto. Menurut Ibu Luh Gede Tirtawati, Dinas Pariwisata
Kota Denpasar :
Untuk condotel yang baru terdaftar di Denpasar hanya satu yaitu
Aston Gatot Subroto.Jadi kami tidak memiliki catatan berupa
angka yang menyebutkan berapa jumlah condotel di Kota
Denpasar.Di sini banyak terdaftar sebagai hotel berbintang saja
jadi per kelasnya kami memiliki catatannya dan Badan Pusat
Statistika (BPS) juga memilikinya.Karena hanya itu saja condotel
yang baru terdaftar jadi nama condotel tersebut sudah di luar
kepala saya.
(hasil wawancara, 9 Juni 2015).
Namun sesuai bukti di atas kertas terdapat tiga PT yang telah
terdaftar sebagai condotel, Anak Agung Ngurah Surya Saputra, SH
memberikan pendapat serta bukti arsip ysng dimiliki oleh Dinas
Perizinan Kota Denpasar :
Yang terdaftar untuk condotel saat ini sudah ada tiga PT, di Gatot
Subroto yaitu Hotel Aston, PT. Binakarya Cipta Sarana terdapat di
daerah Hangtuah,Sanur dan satu lagi PT. Bali Mitra Wisatama
terdapat di Jalan Pura Mertasari, Pemogan. Sisanya hanya terdaftar
sebagai hotel berbintang.
(hasil wawancara, 8 Juni 2015).
Disini terlihat bahwa tidak selarasnya komunikasi antara Dinas
-
45
Pariwisata dengan Dinas Perizinan yang masih berhubungan dan satu
atap.
Penyaluran komunikasi eksternal yang melibatkan staff dan
investor tidak berjalan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan.Hal
ini dapat kita lihat bahwa kurangnya sosialisasi staff dengan para
investor terkait tentang Peraturan Walikota Nomor 42 Tahun
2007.Mengakibatkan investor mendaftarkan izin ke hotel berbintang
yang lebih umum diketahui. Tidak dipungkiri bahwa kehadiran
Peraturan Walikota terkait bangunan condotel kurang diketahui oleh
beberapa investor condotel, seperti pernyataan A.A. Trisna
Anantasika, salah satu investor Hotel Aston Gatot Subroto :
Saya mengetahui penjualan unit condotel dari media komunikasi
antar masyarakat, kebetulan saya ditawari oleh suatu PT. untuk
investasi unit kamar disebuah hotel yang bernama Aston.Setelah
saya pelajari peluang bisnis tersebut dan dengan perjanjian yang
tentunya sangat menguntungkan, saya mencoba investasi tersebut.
Saya tidak tahu bahwa ada Peraturan Walikota yang mengatur
khusus condotel, saya pikir condotel maupun hotel berbintang
sama saja.Jarang rasanya orang menyebutkan condotel jadi
terdengar asing di telinga saya.
(hasil wawancara, 14 Juni 2015)
Tidak hanya investor bahkan masyarakat awam seperti, Ibu Harry
Wijaya selaku pengunjung Dinas Perizinan Kota Denpasar yang
sedang mengurus izin pendirian suatu usaha tidak mengetahui tentang
keberadaan Peraturan Walikota yang membahas khusus tentang
pendirian dan apa itu condotel. Berikut pernyataan Ibu Harry Wijaya :
-
46
Peraturan Walikota khusus bangunan condotel, saya kurang tahu
bahkan baru mengetahuinya.Saya mengetahui mungkin yang
umum seperti hotel berbintang saja. Condotel itu apa saya juga
kurang tahu dan kurang paham. Menurut saya semua sama saja
seperti city hotel tidak ada yang perbedaan khusunya.
(hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Kejelasan komunikasi antar staff yang harus jelas.Hal ini berperan
penting dalam melaksanakan atau mengimplementasikan suatu
kebijakan agar mendapatkan informasi yang jelas, mudah dipahami
dan untuk menghindari kesalahan dari pelaksanaan
kebijakan.Informasi yang kurang jelas dari pelaksana kebijakan
menyebabkan terjadi kesalahan pendaftaran izin pendirian
condotel.Rata-rata yang mendaftarkan diri sebagai hotel berbintang
beraktivitas layaknya condotel dan menjual unit kamarnya di media
massa. Anak Agung Ngurah Surya Saputra,SH berpendapat:
Kami kurang tahu tentang hotel berbintang yang di dalamnya
beraktivitas seperti condotel.Karena para investor mendaftarkan
dan menyatakan langsung jika mereka ingin mendirikan hotel
berbintang. Dan tugas kami memberikan syarat-syarat dan menguji
apakah sudah sesuai dengan ketentuan standar pendirian hotel
berbintang sesuai kelas yang mereka inginkan, yang terpenting
mereka telah memiliki izin usaha hotel berbintang karena condotel
juga harus memiliki izin usaha hotel berbintang, karena setiap
condotel memiliki bintangnya masing-masing sesuai dengan
standar dan fasilitas yang mereka miliki.
(hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Sependapat dengan Bapak A. A. Ngurah Surya Saputra, SH, Ibu Ni
Luh Gede Tirtawati selaku Kepala Seksi Akomodasi Dinas Pariwisata
Kota Denpasar, juga berpendapat :
-
47
Sebenarnya yang terpenting mereka telah memiliki izin usaha
hotel berbintang.Jadi saat ada pemriksaan atau sidak sewaktu-
waktu merka tidak mendapatkan masalah.Perkara di dalamnya
mereka beraktivitas selaku condotel yang menjual unitnya, kita
belum bisa banyak bicara.Jadi selama mereka memegang izin hotel
berbintang dan beraktivitas selaku condotel menurut saya itu tidak
masalah, dan bukan urusan kami karena kami memiliki SOP
masing-masing.
(hasil wawancara, 15 Juni 2015)
Salah satu Investor Fave Hotel yang sekarang berubah nama
menjadi Lifestyle Hotel, A.A. Ngurah Bagus Aryana menyatakan
bahwa beliau tidak mengetahui hotel yang menjadi investasinya belum
memiliki izin condotel dan terdaftar sebagai hotel berbintang, berikut
pernyataannya :
Saya mengetahui penjualan unit kamar condotel ini dari media
massa, tentu banyak orang yang membaca media massa berupa
surat kabar.Saya bahkan tidak tahu condotel yang telah saya
investasikan ini belum memiliki izin pendirian condotel.Karena
saya tahu dari surat kabar jadi saya pikir izin yang dimiliki sudah
lengkap hingga berani mengiklankan di media massa.
(hasil wawancara 16 Juni 2015)
Konsistensi perintah yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan
haruslah konsisten dan jelas. Apabila perintah yang diberikan sering
berubah makaakan menyebabkan kebingungan bagi pelaksana
kebijakan. Adanya aturan pelanggaran yang mengatur tentang condotel
mestinya dapat menertibkan pembangunan condotel.Namun sesuai
hasil pengamatan peneliti, kurangnya konsistensi dalam standar
pendirian condotel terutama dalam luas lahan yang diterapkan dalam
-
48
pelaksana kebijakan.Izin pendirian juga harus konsisten dengan
aktivitas yang ada di dalam perusahaan tersebut.Secara tidak langsung
pelaksana kebijakan harus mengetahui lebih lengkap tentang pendirian
bangunan tersebut, dari luas tanah sampai izin pendirian yang harus di
berikan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan bangunan.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan hal yang sangat utama di dalam
implementasi kebijakan yakni staff atau orang yang melaksanakan
suatu kegiatan guna untuk mengimplementasikan suatu
kebijakan.Sangat diperlukan staff yang ahli dan mampu dalam
mengimplementasikan suatu kebijakan. Implementator harus
mengetahui apa yang akan mereka lakukan disaat mereka di beri
perintah untuk melakukan tindakan. Sumberdaya di sini dalam
pengimplementasian kebijakan terkait standarisasi pendirian condotel
menurut Peraturan Walikota Denpasar nomor 42 tahun 2007.
Kapabilitas staff sangat diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan.
Latar belakang pendidikan staff merupakan hal yang penting dalam
mengukur sejauh mana mereka menguasai bidangnya masing-
masing.Namun dalam pelaksanaan Peraturan Walikota hal tersebut
tidak begitu terlihat mengganggu.Tidak semua staff memiliki latar
belakang pendidikan yang baik dan memegang jabatan penting, seperti
pernyataan Ibu Ni Luh Gede Tirtawati:
-
49
Saya sudah lama berkerja di Dinas Pariwisata ini bahkan sudah
mau pensiun, rekan saya sudah dipindah tugaskan dulu yang
bertugas di Dinas Pariwisata Kota Denpasar sekarang bisa bertugas
di Dinas Perizinan. Jadi mereka belajar menyesuaikan diri lagi dan
berusaha mengerti tentang apa yang belum mereka ketahui pada
dasarnya karena bidang mereka bukan di sana. Karena saya sudah
lama berkerja di sini saya diangkat menjadi Kepala Seksi
Akomodasi di Dinas Pariwisata walaupun dari segi pendidikan
saya dikatakan biasa saja, standar tidak ada gelar.Mungkin karena
pengalaman saya yang sudah lama berkerja di sini saya dipercaya
memimpin Seksi Akomodasi.Beberapa rekan saya juga memiliki
hal serupa seperti saya dan mereka tetap bisa melaksanakan
pekerjaanya dengan baik.Terpenting mau mencoba dan belajar jika
sewaktu-waktu dipindah tugaskan atau dipercayai untuk
memegang suatu jabatan yang penting.
(hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 9 Juni 2015)
Pemahaman teknologi merupakan hal yang wajib di pelajari untuk
mempermudah melaksanakan proses implemetasi. Perkembangan
teknologi sangat membantu dalam menjalankan suatu
kebijakan.Sumber Daya Manusia yakni staff dalam kebijakan ini
baiknya mengerti teknologi agar mempermudah kinerja dalam
menyimpan data dan pelaksanaan kebijakan.Dalam hal teknologi para
pelaksana kebijakan rata-rata telah mengetahui dasar penggunaan
teknologi. Peneliti melihat tersedianya komputer dan alat elektronik
lain yang tersedia di tiap ruangan guna membantu dan mempermudah
staff dalam melaksanakan tugasnya.
Segala aturan yang tertuang di dalam Peraturan Walikota Nomor
42 tahun 2007 tentunya harus dipahami oleh para staff.Agar tidak
terjadi kesalahan pemberian informasi terhadap pihak yang menjadi
sasaran. Sedangkan yang terjadi para staff tidak semua mengerti
-
50
tentang peraturan Nomor 42 Tahun 2007, bahkan adastaff yang tidak
mengetahui tentang aturan khusus condotel ini, bagian informasi Dinas
Pariwisata Kota Denpasar mengungkapkan bahwa:
Peraturan Walikota tentang standar pendirian condotel sudah
tidak ada.Dulu ada, tetapi sekarang sudah tidak ada bahkan tidak
ada yang mendaftarkan izin pendirian condotel lagi, mungkin di
jadikan satu dengan izin pendirian hotel berbintang.
(hasil wawancara, 9 Juni 2015).
Permasalahan yang peneliti dapatkan ialah sumberdaya manusia
yang ada terkesan tidak peduli terhadap penerapan kebijakan yang
telah dikeluarkan.Pelaksana kebijakan yang berperan disini kurang
tegas dalam pengimplementasian kebijakan terkait dengan standarisasi
pendirian condotel.Tercatat hanya tigaPT yang terdaftar sebagai
condotel di Kota Denpasar (Dinas Perizinan Kota Denpasar, 16 Juni
2015).
Namun realitanya baik itu di media massa maupun dikalangan
masyarakat luas mengetahui bahwa beberapa hotel berbintang di Kota
Denpasar bertindak selayaknya condotel. Hal tersebut tercermin dari
beberapa hotel berbintang yang menjual unit kamarnya diberbagai
media massa, dan komunikasi antar masyarakat tetapi menurut Ibu Ni
Luh Gede Tirtawati:
Menurut saya bagi bangunan hotel berbintang yang memiliki izin
pendirian hotel berbintang dan beraktivitas layaknya
condotel.Tidak masalah, yang penting mereka telah memiliki izin
pendirian hotel berbintang.Jika di dalam hotel tersebut
beraktivitas seperti condotel yang unit kamarnya di perjual-
-
51
belikan itu urusan investor dengan PT. yang bersangkutan tidak
ada urusannya lagi dengan kami.
(hasil wawancara, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, 20 Juni 2015)
Dalam hal ini, peneliti menyoroti para pelaksana kebijakan dan
dinas yang bersangkutan sebagai sumberdaya tidak tegas atau terkesan
kurang peduli dengan pelanggaran kebijakan. Meskipun para staff
mengetahui hal tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang tegas
untuk penegakannya.Berdasarkan Peraturan Walikota Denpasar sudah
jelas membedakan standar pendirian hotel berbintang dan
Condominium hotel.
3. Disposisi
Menurut Edward III disposisi merupakan sikap, watak atau
karakteristik dari pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran,
sifat demokratis. Dalam hal ini peneliti melihat kinerja oknum yang
terlibat dalam implementasi kebijakan pemerintah kota terhadap
standarisasi pendirian condotel di kota Denpasar.
Para staff yang terlibat dalam pengimplementasiannya tidak semua
berkerja mengikuti prosedur kebijakan.Ada beberapa staff yang kurang
demokratis, sehingga jika ada yang ingin mendirikan condotel harus
mengikuti prosedur dengan dengan ketat.Sebenarnyahal ini baik untuk
diterapkan dan dicontoh, sehingga untuk standarisasi pendirian
condotel harus sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah.
-
52
Ada juga yang terkesan kurang peduli dalam
pengimplementasiankebijakan pemerintah terkait dengan standarisasi
pendirian condotel, sehingga lebih mudah bagi para investor untuk
mendirikan condotel tanpa harus mengikuti prosedur yang ada.Hal ini
disebabkan ada hubungan yang baik antara pelaksana kebijakan
pemerintah dengan investor dan menyebabkan tidak tegasnya atau
tidak efektifnya kebijakan untuk condotel karena pelanggaran tersebut
menurut A.A. Ngurah Surya Saputra, SH:
Di dalam Dinas Perizinan ini terdapat banyak kepala dan
banyak pemikiran maupun persepsi.Tidak semua orang
memiliki sikap tegas, jujur dan bersikap demokratis yang satu
visi dan misi terhadap kebijakan ini.Ada yang hanya sekedar
berkerja dan menjalankan tugasnya saja, ada juga yang benar-
benar menginginkan perubahan di Kota Denpasar yang mulai
penuh dengan pembangunan dan memiliki tujuan yang sama
dengan pembuat kebijakan. Jadi sikap mereka dalam
menghadapi investor yang ingin mendaftarkan izin berbeda-
beda.Ada yang ketat dan tegas terhadap pemberian izin bahkan
terlalu mendetail sehingga membuat beberapa investor yang
ingin mendaftarkan izin bolak balik terus menerus. Walaupun
investor yang ingin mengurus izin merupakan sanak saudaranya,
staff tersebut hanya memudahkan dengan mengingatkan syarat
apa saja yang harus dipenuhi. Namun ada juga staff yang
memiliki hubungan baik dengan investor seperti sanak saudara,
teman baik atau memiliki kepentingan tertentu lainnya tentu
jarang memiliki sikap jujur atau tegas untuk
mengimplementasikan kebijakan ini bahkan cenderung lebih
memudahkan dan membantu investor untuk mendapatkan izin
pendiriannya.
(hasil wawancara, Dinas Perizinan Kota Denpasar, 11 Juni
2015).
Agar kebijakan yang di buat untuk mengatur standarisasi tidak sia-
sia jika tidak di implementasikan oleh pelaksana kebijakan yang
-
53
berkaitan.Dibutuhkan staff yang memiliki satu tujuan dengan pembuat
kebijakan agar semua kebijakan yang telah di buat dapat
terimplementasikan dengan baik sesuai yang diinginkan oleh para
pembuat kebijakan guna untuk menuju ke arah yang lebih baik.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan.Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja dari struktur
birokrasi/organisasi ke arah yang lebih baik, adalah membuatStandart
Operating Procedures (SOP). Adapun SOP tersebut nantinya akan
dijadikan pedoman bagi struktur birokrasi tersebut dalam bertindak.
Dalam hal ini peneliti melihat SOP yang dikeluarkan berjalan
dengan baik.Struktur birokrasinya pun berjalan sebagaimana mestinya,
dalam Dinas Pariwisata dan Dinas Perizinan Kota Denpasar setiap
bidang telah membagi wewenang masing-masing. Di dalam bidang
memiliki kelompok masing-masing dan mengurus wewenang mereka
masing-masing tidak mencampuri bidang-bidang lainnya dalam dinas
tersebut.
Namun terdapat kekurangan di bagian luar yang berinteraksi
langsung dengan masyarakat umum.Hal ini dikarenakan kurangnya
pembagian yang lebih khusus atau spesifikasi terkait dengan jenis-jenis
-
54
pendirian bangunan. Karena menurut Bapak Adi Wiryawan selaku
pengunjung dinas Perizinan Kota Denpasar:
Tidak semua staff mengetahui semua aturan atau syarat yang
ingin kita tanyakan.Terkadang harus menunggu mereka
berkonfirmasi kepada atasan ataupun rekannya.Mestinya mereka
mengetahui minimal syarat pendirian untuk hotel berbintang, toko
modern, villa.Akan tetapi sering di oper-oper untuk menanyakan
sesuatu hal.
(hasil wawancara, 11 Juni 2015)
Minimnya pengetahuan setiap pelaksana kebijakan yang langsung
berinteraksi dengan masyarakat umum mengenai kebijakan yang
dikeluarkan menyebabkan sering di oper-opernya masyarakat yang
ingin mengurus atau meneliti tentang condotel atau hal lain yang ingin
diketahui.Sehingga dapat dikatakan dalam pengimplementasiannya,
struktur birokrasi yang berinteraksi langsung dengan masyarakat
umum tidak berjalan atau berfungsi sebagaimana yang di harapkan.
4.2.2 Kaitan Implementasi Standarisasi dengan Tata Ruang Tri Hita Karana
Secara etimologis Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtera dan
Karana artinya sebab, terdiri dari parhyangan (lingkungan spiritual), pawongan
(lingkungan sosial) dan palemahan (lingkungan alamiah).Dalam arti luas Tri
HitaKarana memiliki dapat diartikan sebagai tiga hubungan harmonis antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, dan manusia dengan
lingkungan untuk mencapai keselamatan dan kedamaian alam semesta.Propinsi
Bali dalam perkembangannya dipenuhi oleh pendatang dari luar, baik yang
-
55
menetap sebagai pemukim-pemukim liar sehingga menciptakan kesemrawutan
dalam tata ruang dan mengakibatkan kumuhnya tatanan kota, maupun karena
meningkatnya laju urbanisasi dan pariwisata yang berdampak pada tingginya
kebutuhan dan pemakaian energi dan meningkatnya pencemaran yang terjadi.
Dalam melihat hubungan Tri Hita Karana dalam perkembangan
pariwisata di Bali, dapat dikatakan bahwa instansi atau pengelola pariwisata akan
melakukan segala macam cara untuk mampu bertahan, mengembangkan
usahanya ditengah ketatnya persaingan saat ini tanpa memperdulikan dampak
yang akan dihasilkan dalam proses ini nantinya. Walaupun terkadang usahanya
tergolong tidak sesuai dengan aturan yang ada. Timbulnya kesembrawutan,
pencemaran alam lingkungan yang disebabkan oleh usahanya, ternodainya
kesucian tempat suci dan lainnya merupakan sebuah hasil yang yang membawa
dampak ke depan yang tidak menguntungkan bagi semua pihak, tetapi malah akan
membawa kerugian untuk masa depannya. Disinilah KonsepTri Hita Karana ini
memiliki peranan yang sangat vital untuk memberi kesadaran pada semua
pengelola, investor atau orang yang terjun dibidang ini untuk memikirkan
bagaimana menjaga keseimbangan antara usaha dengan alam lingkungan
sekitarnya sehingga akan tercipta sebuah keharmonisan secara usaha dan budaya
yang akan berjalan secara stabil.
Implementasi yang bisa ditarik dariTri Hita Karana bagi
pariwisata terutama standarisasi pendirian condotel saat ini adalah lebih
memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan bagi alam sekitarnya tanpa
melupakan Tuhan sebagai tonggak terpenting dalam usahanya.Hal ini secara nyata
-
56
dapat dilakukan dengan adanya sistem ramah lingkungan, dengan adanya
pemeliharaan lingkungan sekala berkala, sehingga keasrian alam sekitar akan
tetap terjaga, serta adanya timbal balik dan tukar pendapat antara pengelola
dengan masyarakat sekitar dalam konteks lingkungan dan keamanan sehingga
tercipta keharmonisan antara pengusaha dengan penduduk sekitar, dan juga
dibangunnya dan dirawatnya sarana tempat suci yang akan membawa dampak
secara rohani bagi anggota perusahaan dan juga masyarakat sekitar. Sehingga
disini akan timbul suasana positif, antara pengelola, alam, masyarakat, dan juga
tingkat spiritual yang terkadang dilupakan.
4.2.3 Pendapat Investor mengenai Condotel
Selama berlangsungnya penelitian ini penulis mendapati adanya beberapa
komentar dari para investor terkait dengan banyaknya condotel yang muncul di
denpasar.Aturan yang tidak tegas dari pemerintah terkait dengan standarisasi
pendirian condotel(luas lahan) menjadi penyebab maraknya pendirian condotel di
Denpasar.Semakin banyak condotel yang muncul maka semakin banyak pilihan
bagi para wisatawan untuk menginap, selain itu banyaknya pilihan ini juga
menyebabkan munculnya persaingan harga yang tidak sehat antar condotel. Setiap
condotel berlomba-lomba perang tarif untuk menarik pelanggan yang tentunya
dimana akanmempengaruhi biaya pengeluaran condotel yang menyebabkan
penurunan terhadap kualitas condotel tersebut seperti yang diungkapkan Anak
Agung Ngurah Aryana sebagai salah satu investor Fave/Lifestyle Hotel Teuku
Umar:
-
57
Awal saya memiliki niat untuk berinvestasi unit kamar condotel karena
saya melihat peluang bisnis yang terdapat di pusat Kota Denpasar
khususnya daerah Teuku umar. Sewaktu itu saya mendapati informasi
penjualan unit kamar hotel tersebut dari media massa surat kabar. Pada
tahun 2008 dengan harga kurang lebih 325 juta rupiah dengan lama
kepemilikan selama 30 (tiga puluh) tahun.Pada saat itu hotel berbintang
yang berada di daerah teuku umar dapat dihitung jari termasuk condotel
tempat saya berinvestasi yaitu fave hotel, tidak seperti sekarang
menjamur di mana-mana. Banyaknya pertumbuhan hotel-hotel maupun
condotel menyebabkan persaingan tarif yang ketat sehingga pemasukan
yang saya dapat juga mengalami hambatan dan tidak selancar dulu. Hal
ini berdampak terhadap perusahaan, pemasukan yang sedikit, penjualan
kamar condotel yang tidak mencapai target menyebabkan perusahaan
harus menalangi dana yang dibagikan setiap bulannya terhadap masing-
masing investor. Apabila terus menerus perusahaan menurunkan tarif
kamar maka tidak lama lagi condotel ini akan mengalami gulung tikar.
Sedangkan tidak seluruh investor telah kembali modalnya.Pendirian hotel
dan condotel yang menjamur ini tidak memikirkan kerugian para investor
yang terlibat di dalamnya.
(hasil wawancara, 1 Juli 2015)
Sependapat dengan Anak Agung Ngurah Aryana, Ibu A.A. Trisna
Anantasika, investor Hotel Aston Gatot Subroto berpendapat:
Jika condotel atau hotel berbintang terus didirikan maka modal yang
investor tanamkan susah untuk kembali.Karena persaingan ketat antar
condotel maupun hotel, sedangkan konsumen yang membutuhkan jasa
penginapan tidak selalu meningkat.Awal berdirinya hotel Aston Gatot
Subroto merupakan satu-satunya hotel yang memiliki fasilitas lengkap
layaknya hotel berbintang di daerah Gatot Subroto. Mengetahui dari suatu
PT. dan komunikasi antara masyarakat membuat saya berniat untuk
membeli atau menginvestasikan dana saya dengan kamar condotel di hotel
Aston tersebut pada tahun 2006. Dengan satu unit kamar seharga 285 juta
rupiah saya membeli dua unit kamar sebagai investasi jangka panjang dan
juga dapat di nikmati sewaktu-waktu selama seumur hidup. Namun pada
tahun terakhir ini perusahaan mengalami masalah terhadap investor, dana
yang seharusnya dibagikan setiap bulannya selalu mengalami masalah.
Dan kami dapat menikmati fasilitas kamar dikarenakan hunian kamar
tidak penuh seperti dulu.Bagi saya yang sudah kembali modal itu tidak
masalah, namun bagi investor yang belum kembali modal merupakan
suatu masalah.Rata-rata pasti memiliki pikiran bahwa terlalu banyak hotel
berdiri namun jumlah pengguna jasa penginapan tidak selalu mengalami
-
58
peningkatan.Dan ternyata city hotel yang berdiri merupakan condotel yang
unit kamarnya juga di perjual-belikan seperti Aston.
(hasil wawancara, 4 Juli 2015)
Sehingga dapat dikatakan bahwa tidak tegasnya aturan yang dikeluarkan
terkait dengan standarisasi pendirian condotel yang menyebabkan banyaknya
hotel-hotel berdiri dan condotel yang berkedok hotel berbintang bermunculan di
Denpasar menjadi hal yang paling dikomentari oleh para investor condotel, karena
pemasukan yang mereka dapat menjadi berkurang di karenakan perang tarif.
4.2.4 Dampak Negatif Pendirian Condotel
Apabila pembangunan atau pendirian semakin marak dan tidak terkontrol
di Kota Denpasar. Maka akan bermunculan beberapa dampak yang tentunya
merugikan beberapa pihak dan lingkungan sekitar. Seperti yang kita ketahui
beberapa hotel di Kota Denpasar merupakan condotel, Sedangkan ada beberapa
lahan atau daerah yang di larang oleh pemerintah untuk di bangun condotel.