Download - Bab I PENDAHULUAN
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sedimentasi memberikan dampak yang cukup significant terhadap
perubahaan jangka panjang morfologi sungai dan sistem yang ada didalamnya,
terlebih jika terdapat sebuah waduk pada bagian hilirnya. Yil sedimen yang
terangkut aliran akan masuk dalam badan waduk dan hal yang menjadi
permasalahan utama yang mungkin timbul adalah akumulasi sedimen yang tak
terkendalikan, sehingga dapat mengurangi volume genangan air waduk, yang
pada akhirnya akan mengganggu sistem waduk dalam memenuhi kebutuhan akan
air.
Berdasarkan fakta yang diungkap dalam seminar "Pengelolaan Waduk dan
Danau" di Puslitbang Sumber Daya Air di Bandung, bahwa bahwa sekitar 500
danau dan waduk di Indonesia mulai terancam punah akibat pengelolaan dan
pemanfaatannya tidak optimal, mulai dari hulu hingga hilir (Sumarwoto, Silalahi
dan Sukimin, 2002).
Teridentifikasi puluhan waduk mengalami perubahan struktur biofisika
maupun kimiawi dan beberapa waduk mengalami pendangkalan akibat tingginya
sedimentasi. Sebut saja misalnya Waduk Wonogiri di Jawa Tengah, volume
sedimen yang diukur sudah mencapai 5,1 x 106 m3 /tahun (Sidharta, 2001).
Waduk Serma di Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo, Daerah Istimewa
Yogyakarta, data lapangan menunjukkan bahwa setelah enam tahun berjalan,
ternyata waduk itu telah kehilangan life expectancy sebesar 15 tahun (Pusat Studi
Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada, 2002).
Contoh lain permasalahan sedimentasi waduk ini adalah kondisi yang
menimpa Waduk Mrica di Banjarnegara, Jawa Tengah. Volume waduk yang
semula 143,7 x 106 m3 berkurang menjadi 99,84 x 106 m3 dalam kurun
waktu 13 tahun setelah operasional (Azmi, 2001). Volume Waduk Sempor,
Kabupaten Kebumen, semakin menurun. Volume normal 58 x 106 m3, terukur
pada tahun 2004 hanya mencapai 46,51 x 106 m3 dan tahun 2005 turun lagi
menjadi 38,41 x 106 m3.
Penyebab terjadinya sedimentasi ini dapat dipahami akibat dari proses erosi
lahan yang sangat komplek dengan faktor-faktor alamiah dan kegiatan manusia
yang menjadi dua komponen penentu terjadinya erosi dan sedimentasi, selain itu
pengkayaan unsur hara dalam badan air, dengan supply limbah rumah tangga dan
pertanian berupa amoniak, fosfor, kalsium, kalium dan sebagainya mempercepat
pertumbuhan gulma air sebagai salah satu sumber sedimentasi (Purnomo, 2005).
Erosi lahan yang terjadi pada bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS), terkikisnya tanah oleh media alami yang berupa air dan kemudian
terangkutnya tanah dan bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang tererosi (yil
sedimen), pada akhirnya akan masuk badan air (sungai). yil sedimen yang
terangkut atau terbawa oleh suatu limpasan/aliran air akan diendapkan pada suatu
2
tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai,
waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).
Menurut Strand and Pemberton (1982), beberapa faktor yang menentukan
jumlah yil sedimen yang terangkut dari bagian hulu suatu daerah aliran sungai
antara lain:
a) Jumlah hujan dan intensitasnya
b) Tipe tanah dan formasi geologinya
c) Tutupan Lahan
d) Tata guna lahan
e) Topographi meliputi : kemiringan,bentuk dan panjang lereng,
kerapatan saluran.
f)Karakteristik sedimen meliputi : ukuran butiran dan kandungan mineral
organik.
g) Karakteristik hidraulik saluran (sungai)
Seperti yang telah diuraikan, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
besarnya jumlah yil sedimen yang masuk badan air dan akhirnya terakumulasi
dalam tubuh waduk adalah perubahan tutupan lahan. Pembukaan dan perambahan
hutan di sepanjang bagian hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan
mengakibatkan berkurangnya jumlah vegetasi dan tentu saja akan meningkatkan
potensi tanah untuk tererosi sehingga yil sedimen yang masuk badan-badan air
akan meningkat.
Kecenderungan perubahaan tutupan lahan ini, terutama berkurangnya luasan
lahan berhutan yang disebabkan oleh semakin meningkatnya pengkonversian
3
kawasan penggunaan lahan/hutan menjadi kawasan budidaya non kehutanan.
Selain itu juga ditambah semakin maraknya perambahan lahan dan illegal logging
serta secara periodik sering terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan.
(Kelompok Kerja Erosi, 2002).
Hal yang sama pun terjadi pada DAS Way Rarem yang terletak di Satuan
Wilayah Sungai Mesuji-Tulang Bawang, Kabupaten Utara Propinsi Lampung.
Perubahaan tutupan lahan terjadi seiring bertambahnya areal tanaman kopi
sebesar 3.859,78 ha dan berkurangnya areal hutan primer dan sekunder sebesar
12.800,94 ha yang berubah menjadi semak belukar, lahan pertanian kering,
pemukiman dan kebun kopi dan kebun lada dalam kurun waktu 1992 – 2003 dan
bencana kebakaran hutan yang terjadi pada Agustus tahun 1995 dan Oktober
tahun 1999 menyebabkan bertambahnya areal belukar seluas 3.456,04 ha (UPTD
Balai Mesuji-Tulang Bawang, 2003).
Perubahaan tutupan lahan tersebut memberikan pengaruh negatif ditinjau
dari besarnya aliran permukaan dan konsentrasi sedimen yang masuk dalam aliran
sungai Way Rarem yang pada bagian hilirnya terdapat sebuah sistem waduk.
Hasil pengukuran konsentrasi sedimen layang secara periodik pada tahun 1992,
1996, 2000 pada pos pengukuran terdekat dengan inlet waduk menunjukan bahwa
telah terjadi peningkatan kandungan sedimen yang terbawa aliran sungai Way
Rerem. Untuk debit yang sama, tercatat bahwa konsentrasi sedimen meningkat
dari tahun ke tahun seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.1.
4
0.0
500.0
1,000.0
1,500.0
2,000.0
2,500.0
3,000.0
3,500.0
0 10 20 30 40 50 60Debit (m3/dtk)
Kon
sen
tras
i S
edim
en (
mg/
l)
1992
1996
2000
Gambar 1.1 Trend Peningkatan Sedimen
Waduk Way Rarem dengan luas daerah tangkapan 328 km2 terletak di
Kabupaten Lampung Utara merupakan Proyek Irigasi yang di desain untuk
mengairi lahan persawahan seluas 22.000 ha (sawah padi) pada musim hujan dan
11.400 ha sawah pada musim kemarau serta 10.600 ha sisanya untuk tanaman
sekunder tanpa pengairan. Menurut rencana awal, umur waduk diperkirakan
mencapai 60 tahun dengan laju sedimentasi rencana 750 m3/km2/tahun.
Berdasarkan hasil survey echo sounding pada Oktober 1992 hingga
Desember 1992 oleh Sustainabiliti Study JBIC (SAPS) 10 tahun setelah dibangun,
menunjukan bahwa penyimpangan volume efektif telah berkurang dari
72.400.000 m3 menjadi 70.451.400 m3. Walaupun jumlah laju sedimentasi waduk
dalam kurun waktu tersebut masih dalam batas nilai desain, yaitu sebesar
592,91 m3/km2/tahun. Selanjutnya evaluasi pada 2001 menunjukan laju
sedimentasi bertambah menjadi 1381,5 m3/km2/tahun atau 454.014,2 m3/tahun
(Tim Studi Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Rarem, 2001).
5
Seiring dengan perubahaan yang cukup significant terhadap tutupan lahan
maka perlu kiranya untuk mengevaluasi kembali laju sedimentasi Waduk Way
Rarem yang terjadi saat ini khususnya akibat perubahan tutupan lahan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud Penelitian ini adalah mengevaluasi dampak perubahan tutupan
lahan yang terjadi pada bagian hulu Daerah Tangkapan Waduk Way Rarem dalam
kurun waktu 1992 sampai dengan 2003 terhadap laju sedimentasinya. Diharapkan
hasil penelitian ini dapat menarik perhatian ahli-ahli di bidang waduk agar lebih
memperhatian perubahaan tata tutupan lahan yang mempunyai sensitivitas tinggi
terhadap laju sedimentasi.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :
1) Menganalisis perubahan guna lahan yang terjadi pada tahun 1992 dan
tahun 2005;
2) Menganalisis besarnya laju sedimentasi pada Waduk Way Rarem tahun
1992 dan tahun 2005;
3) Mengidentifikasi dan menentukan satuan-satuan lahan (land unit)
berdasarkan tingkatan kekritisan lahan dan tingkatan bahaya erosi pada
DAS Way Rarem ;
4) Menentukan strategi konservasi yang tepat bagi rencana pelaksanaan
kegiatan praktek rehabilitasi lahan pada DAS Way Rarem;
6
1.3 Pembatasan Masalah
Pada Penelitian ini permasalahan yang akan dianalisis dibatasi pada:
1) Lokasi yang ditinjau adalah Daerah Tangkapan Waduk (DTW) Way
Rarem yang didalamnya terdapat bangunan teknik berupa waduk Way
Rarem;
2) Analisis perubahan tutupan lahan atau perubahan guna lahan yang
diamati adalah dalam kurun waktu 1992 sampai dengan 2005
3) Analisis sedimentasi dilakukan berdasarkan metode batimetrik dan
analisis sedimentologi
4) Analisis kehilangan tanah akibat erosi menggunakan metode USLE
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini terbagi atas ruang lingkup wilayah dan
ruang lingkup substansi. Ruang lingkup wilayah adalah pembatasan
ruang/wilayah yang akan di analisis sedangkan ruang lingkup substansi adalah
pembatasan terhadap materi yang akan dianalisis.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Waduk Way
Rarem dan Daerah Tangkapannya yang terletak di Kabupaten Lampung Utara.
7
1.4.1 Ruang Lingkup Subtansi
Ruang lingkup subtansi dalam penelitian meliputi materi-materi yang akan
lebih lanjut di kaji, yaitu:
a)Analisis perubahan guna lahan kurn waktu 1992 – 2005;
b) Analisis laju sedimentasi waduk;
c)Analisis kehilangan tanah akibat erosi lahan;
d) Penentuan tingkatan bahaya erosi pada satuan-satuan lahan DAS Way
Rarem;
e) Konsep-konsep penerapan konservasi pada wilayah DAS Way Rarem.
8