BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1953, Aceh diguncang pemberontakan Darul Islam, yang dipimpin
langsung oleh Teungku Daud Beureueh. Pemberontakan ini merupakan reaksi
terhadap sikap Presiden Soekarno yang melakukan pengklaiman terhadap daerah
Aceh. Awal sejarahnya yaitu Soekarno datang ke Aceh setelah dilakukan Perjanjian
Linggarjati 25 Maret 1947, dan berjumpa dengan Teungku Muhammad Daud
Beureueh dan pernah berjanji dan berikrar yaitu "Sebagai seorang Islam, saya berjanji
dan berikrar bahwa saya sebagai seorang presiden akan menjadikan Republik
Indonesia yang merdeka sebagai negara Islam dimana hukum dan pemerintahan
Islam terlaksana. Saya mohon kepada kakak, demi untuk Islam, demi untuk bangsa
kita seluruhnya, marilah kita kerahkan seluruh kekuatan kita untuk mempertahankan
kemerdekaan ini"1.
Soekarno kembali ke Aceh pada tanggal 17 Juni 1948 setelah diadakan
perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Dalam sebuah rapat akbar di
Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Soekarno menyatakan. "Kedatangan saya ke
Aceh ini khusus untuk bertemu dengan rakyat Aceh, dan saya mengharapkan
partisipasi yang sangat besar dari rakyat Aceh untuk menyelamatkan Republik
Indonesia ini," memohon kesediaan rakyat Aceh untuk terus membantu Indonesia. Di
Blang Padang ini pula ia kemudian berujar tentang kontribusi Aceh sebagai daerah
modal terhadap tegak-berdirinya Indonesia “Daerah Aceh merupakan daerah modal
bagi Republik Indonesia dan melalui perjuanagan rakyat Aceh
1 S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di
Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi, Sumatera Medan, cetakan
pertama, 1987, hal. 76-77.
Universitas Sumatera Utara
seluruh wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali2”.
Dalam Perjanjian Renville inisebagian isinya menyangkut gencatan senjata
disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Secara
de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian
Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet
Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali
Sastroamidjojo3. Jadi akibat dari ditandatangani Perjanjian Renville inilah kekuasaan
wilayah RI hanya di Yogya dan daerah sekitarnya, sehingga daerah wilayah Negeri
Aceh menjadi berada diluar wilayah kekuasaan de-facto Negara RI
Soekarno.Sehingga tidak mungkin secara hukum Soekarno bisa memberikan hak-hak
rakyat Aceh dan menyusun rumah tangganya sendiri sesuai syariat Islam.
Sebagaimana yang pernah dituturkan Daud Beureueh kepada Boyd R.
Compton dalam sebuah wawancara, "Anda harus tahu, kami di Aceh ini punya
sebuah impian. Kami mendambakan masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda, pada
masa Aceh menjadi Negara Islam. Di zaman itu, pemerintahan memiliki dua cabang,
sipil dan militer. Keduanya didirikan dan dijalankan menurut ajaran agama Islam.
Pemerintahan semacam itu mampu memenuhi semua kebutuhan zaman moderen.
Sekarang ini kami ingin kembali ke sistem pemerintahan semacam itu"4.
Tahun 1961 Daud Beureuh mengubah Aceh menjadi Republik Islam Aceh
(RIA). Panglima Kodam Iskandar Muda, Kolonel M. Jassin berhasilmeyakinkan
Daud Beureuh untuk kembali bergabung dengan Republik Indonesia. Tepat tanggal 9
Mei 1966 Daud Beureuh ditemani antara lain komandanpasukannya
2 M. Djali Yusuf, Buku Perekat Hati yang Tercabik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, Hal 22. 3 Sekretariat Negara Republik Indonesia, 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949, Jakarta, 1986,
hal.155-163. 4 Boyd R. Compton, Surat-Surat Rahasia Boyd R. Compton, Jakarta: LP3ES, 1995. Yang setia Tengku Ilyas Leube turun gunung. Bulan desember tahun 1966
perdamaian dirumuskan dalam Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Perdamaian yang dirumuskan tersebut tidak ikut merangkul seluruh anak
didik Daud Beureueh salah satunya adalah Hasan Tiro yang berada di Amerika
Serikat. Hasan Tiromenilai adat Aceh telah dicampakkan oleh kemajuan industri pada
masa pemerintahan Soeharto diawal tahun 1970an. Pasca kepulangan Hasan Tiro dari
Amerika Serikat pada tanggal 30 Oktober 1976ia bersama para ulama Aceh, tokoh
eks DI/TII, dan tokoh muda Aceh mengadakan rapat menilai kekayaan alam Aceh
dikuras melalui pembangunan industri yang dikuasai orang asing melalui restu
pemerintah pusat. Tetapi rakyat Aceh tetap miskin, pendidikan rendah dan kondisi
ekonomi sangat memprihatinkan5. Rapat ini berlangsungdi kaki Gunung Halimun,
Pidie dan merupakan cikal-bakal berdirinya Gerakan Aceh Merdeka.
Organisasi perjuangan Acheh Sumatra National Liberation Front(ASNLF atau
NLFAS atau GAM) berdiri pada tanggal 29 November 1976,deklarasi Negara Aceh
merdeka dinyatakan pada tanggal 4 Desember 1976 yang sebagian isinya berbunyi
“Kami bangsa Acheh Sumatra, telah melaksanakan hak hak kami untuk menentukan
nasib sendiri, dan melaksanakan tugas kami untuk melindungi hak suci kami atas
tanah pusaka peninggalan nenek moyang, dengan ini menyatakan diri kami dan
negeri kami bebas dan merdeka dari penguasaan dan penjajahan rezim asing Jawa di
Jakarta"6.
Deklarasi Negara Acheh yang berdaulat dibacakan di satu tempat yang
dinamakan bukit Tjokkan oleh Hasan Tiro sebagai ketua ASNLF dan
sekaligussebagai pemimpin perang dan wali negara, sedangkan wakil wali negara
5 Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka,Solusi, Harapan, dan Impian, Jakarta, Grasindo, 2001. hal 10. 6 The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra1984,diterjemahkan oleh Ahmad Sudirman, 2004, Stockholm – SWEDIA, hal 85.
Universitas Sumatera Utara
Dr. Muchtar Hasbi. Dan pada saat itu diumumkan kabinet pertama. Dimana anggota
kabinet menteri yaitu Dr. Muchtar Hasbi Menteri Dalam negeri dan wakil Menteri
Luar negeriDr. Husaini Hasan Menteri Pendidikan dan Penerangan, Dr. Zaini
Abdullah Menteri Kesehatan,Dr. Zubir Mahmud Menteri Sosial dan menjabat
Gubernur Peureulak, Dr. Asnawi Ali Menteri Tenaga Kerja dan Industri, Mr. Amir
Ishak Menteri Perhubungan, Muhammad Daud Husin Komandan Angkatan perang,
Teungku Ilyas Leube Menteri Kehakiman, Teungku Muhammad Usman Lampoh
Awe Menteri Keuangan, Mr. Amir Rashid Mahmud Menteri Perdagangan, dan Malik
Mahmud Menteri Negara (berada diluar negeri). Tetapi acara pelaksanaan sumpah
atau baiat para menteri kabinet baru dapat dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober
19777.Setelah Daud Beureueh turun gunung, ia tidak pernah lagi terlibat dalam
gerakan politik. Perlawanan yang diusung GAM, sama sekali tidak terkait dengan
DI/TII. “Kalau Hasan Tiro kan menuntut kemerdekaan, sedangkan DI/TII melawan
karena kecewa,” kata M Jasin, mantan Pangdam Iskandar Muda. Almarhum Ali
Hasjmy mantan Gubernur Aceh, memutus kaitan GAM dan Abu Beureueh.
Menurutnya GAM dan Hasan Tiro adalah gerakan kriminal, sedangkan DI/TII adalah
gerakan politik murni. Tak heran jika awal-awal perlawanan GAM, Pemerintah
Indonesia menuding mereka sebagai gerombolan pengacau keamanan (GPK)8.Stigma
kriminal dimunculkan untuk memutus dukungan pengikut Daud Beureueh. Nyatanya,
upaya membumikan GAM sebagai kelompok kriminal tetap gagal.
Daftar tokoh pertama yang bergabung dalam GAM banyak di antara mereka
adalah bekas pendukung DI/TII. Sebut saja Teungku Ilyas Leube danDaud Husin
alias Daud Paneuek. Ilyas adalah ulama yang disegani di AcehTengah dan merupakan
pendukung setia Daud Beureueh. Dalam susunan kabinet.
7Neta S Pane, Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka,Solusi, Harapan, dan Impian, Jakarta, Grasindo, 2001. Hal 15. 8 Majalah Aceh Kita, Kutipan Wawancara Pangdam Iskandar Muda dan Gubernur Aceh, Banda Aceh, edisi Juli 2005.
Universitas Sumatera Utara
GAM pertama, Ilyas duduk sebagai Menteri Kehakiman, sedangkan Daud Paneuek
sebagai Panglima Angkatan Bersenjata. Keputusan Ilyas mendukung GAM semata-
amata karena kecewa dengan sikap pemerintah yang ternyata hanya memberi janji
omong kosong kepada Aceh. “Ilyas orangnya sangat peka terhadap agama, ketika
Syariat Islam tidak berjalan di Aceh, ia orang yang paling marah”.
Ketika GAM masih dalam bentuk rancangan, sebenarnya Daud Beureueh
sudah diberi tahu masalah itu. Hanya saja, Daud Beureueh tak mungkin lagi angkat
senjata karena di tahun 1976, saat Hasan Tiro datang ke Aceh untuk kedua kalinya,
Daud Beureueh sudah berusia 77 tahun. “Ayahanda tidak perlu berperang biar kami
saja yang melakukan perlawanan. Kami hanya perlu dukungan dari Ayahanda,”
demikian bujuk Hasan Tiro kepada Daud Beureueh seperti ditirukan Baihaqi, Sebagai
asisten pribadi Abu Beureueh9. “Jadi kalau dikatakan Daud Beureueh mendukung
Hasan Tiro, itu bisa jadi benar,” katanya. Bedanya, di masa DI/TII, Daud Beurueh
mengumumkan perlawanan secara resmi dan terbuka kepada seluruh masyarakat
Aceh, tetapi di masa GAM ia lebih banyak diam.Dukungan Daud Beureueh kepada
GAM pada masa itu diberikan karena Hasan Tiro bertekad mendirikan negara Islam
di Aceh ungkap Zakaria Saman yang juga menteri pertahanan GAM10
Ditambah dengan alasan-alasan sejarah, etnosentris, dan penguasaan ekonomi
oleh Jakarta atas Aceh, membuat Hasan Tiro punya banyak alasan menyambung
perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan Aceh. Ia mengimajinasikan sebuah
Negara atau kerajaan sambungan (succesor state). Untuk itu Aceh harus mandiri dari
Indonesia.
Daud Beureueh legenda Aceh itu akhirnya meninggal dunia pada 10 Juni
1987. Jasadnya dimakamkan di bawah pohon mangga di pekarangan Masjid Baitul
A’la lil Mujahidin di Beureunen. Seluruh. Sejak itu, tragedi demi tragedi
9 Majalah Aceh Kita, Kutipan Wawancara Prof. Baihaqi asisten Daud Beureueh, Banda Aceh, edisi
Juli 2005. 10 Majalah Aceh Kita, Dari Daud Beureueh ke Hasan Tiro, Banda Aceh, edisi khusus 60 tahun ikut Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
berkali-kali singgah di bumi Serambi Mekkah. Tahun 1989 Tanah Rencong
bersimbah darah dengan digelarnya Operasi Jaring Merah atau pemberlakuan Daerah
Operasi Militer (DOM). Setelah meninggalnya Daud Beureueh, Hasan Tiro pun
menjadi simbol perlawanan baru untuk pemerintahan Republik Indonesia, lengkap
dengan segalakontroversinya.
Berbagai upaya perundingan dan penyelesaian yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Indonesia terhadap Gerakan Aceh Merdeka gagal mewujudkan
perdamaian yang permanen di tanah rencong. Dari Jeda Kemanusiaan I dan II tahun
2000-2001 diera presiden Abdurrahman Wahid hingga perjanjian penghentian
permusuhan (COHA) tahun 2002-2003 di masa Presiden Megawati Soekarno Putri.
Gagalnya perundingan tanggal 9 Desember 2002 di Swedia mendasari
diberlakukannya status darurat militer dan operasi terpadu di Aceh berdasarkan
Keppres No. 28 tahun 200311.
Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi bencana gempa dan tsunami
menghancurkan sebahagian bumi Aceh, Dimana tercatat ratusan ribu orang
meninggal dunia dan puluhan ribu dinyatakan hilang. Hasan Tiro yang saat
itumenonton tayangan televisi di Norsborg, Swedia, menitikkan air mata. Aceh yang
ingin dia rebut sedang luluh lantak terjerembab ke titik nadir peradaban, perlu kondisi
damai untuk membangun kembali Aceh dari keterpurukan. Dr.Zaini Abdullah dan
Malik Mahmud menyahuti tawaran RI untuk berdamai.
Terwujudnya penandatanganan kesepakatan damai antara pemerintah
Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka Pada tanggal 15 Agustus 2005 di
Helsinki Finlandia memberikan harapan baru bagi seluruh masyarakat Aceh akan
kehidupan yang lebih baik dan indah. Pasca perdamaian MOU Helsinki tanggal 15
Agustus 2005, Para mantan pasukan Gerakan Aceh Merdeka memiliki wadah yaitu
Komite Peralihan Aceh (KPA) . Komite Peralihan Aceh
dibentuk oleh kedua belah pihak yang berdamai yaitu Pemerintah Republik
11 Balidbang Dephan, Kajian Penanggulangan Disintegrasi Bangsa ; Kasus Aceh, Dephan,
Jakartatahun 2003dan 2004.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka. Komite Peralihan Aceh di bentuk untuk
menjamin kebutuhan kesejahteraan hidup para mantan pasukan Gerakan Aceh
merdeka pasca MOU Helsinki.
Pemerintahan pusat yang pada saat itu dipimpin oleh Bapak Dr.H.Susilo
Bambang Yudhoyono dan H. Jusuf Kalla mengabulkan butir MOU Helshinki tersebut
dengan hak istimewa dalam bentuk hak politik masyarakat Aceh yaitu berdirinya
partai politik lokal khusus di Aceh yang kiprah partai politik lokal tersebut hanya
mencakup wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan UU No.11
tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berbunyi partai politik lokal
adalah suatu organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok penduduk Aceh secara
suka rela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan
kepentingan anggota, masyarakat, daerah, bangsa dan Negara, melalui pemilihan
umum dan pemilihan kepala daerah12.
Implementasi dari kebijakan tersebut dapat di lihat pada Pemilihan kepala
daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh yang dilakukan pasca
penandatanganan MOU Helsinki tahun 2006 antusiasme masyarakat Aceh dalam
berpolitik dengan sangat baik tanpa adanya kasus-kasus kriminalitas, intimidasi dan
gangguaan keamanan lainnya yang dapat mengganggu stabilitas keamanan Provinsi
Aceh. Pemilihan Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh tahun
2006 diikuti oleh delapan pasangan calon yaitu :
1. Ir. H. Iskandar Hoesin, MH dan Drs. H. M. Saleh Manaf (PBB)
2. Letjen TNI (Purn) H. Tamlicha Ali dan Drs. Tgk. Harmen
Nuriqmar (PBR, PPNUI, dan PKB)
3. Drs. H. A. Malik Raden, MM dan H. Sayed Fuad Zakaria, SE (Partai
Golkar, PDIP, dan PKPI)
4. DR. Ir. H. A. Humam Hamid, MA dan Drs. H. Hasbi Abdullah, M.Si.
12 UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Universitas Sumatera Utara
5. H. M. Djali Yusuf dan Drs. H. R. A. Syauqas Rahmatillah, MA (Calon
Independen)
6. drh. Irwandi Yusuf, M.Sc dan Muhammad Nazar, S.Ag. (Calon Independen)
7. Ir. H. Azwar Abubakar, MM dan M. Nasir Djamil, S.Ag. (PAN dan PKS)
8. Drs. Ghazali Abbas Adan dan H. Salahuddin Alfata (Calon Independen)
Pemilihan kepala daerah Aceh tahun 2006 dimenangkan oleh nomor urut 6
drh. Irwandi Yusuf, M.Sc dan Muhammad Nazar S.Ag (calon Independen) dengan
suara sebanyak 768.745 (38,20%) dari total keseluruhan surat suara yang terpakai
sebanyak 2.012.37013. Mereka berdua yang akan memimpin rakyat Aceh selama 5
tahun kedepan dari tahun 2006 sampai 2011. Irwandi Yusuf merupakan elit Gerakan
Aceh Merdeka yang bertugas di Aceh sebagai Staf Khusus Komando Pusat Tentara
GAM dari tahun 1998 hingga 2001dan tim penerjemah MOU Helsinki, sedangkan
Muhammad Nazar beliau merupakan Aktifis muda pendukung kemerdekaan Aceh,
penggerak Sentral Informasi Referendum Aceh
(SIRA) dan keduanya pernah dipenjara oleh Pemerintah Indonesia.
Keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 pada 16 Maret 2007
mempercepat proses berdirinya Partai Lokal di Aceh14. Setelah berbagai tahapan
Verifikasi yang dilakukan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh,
makaberdasarkan surat keputusan KIP Nomor: 04/SK/KIP/2008 tanggal 7 Juli 2008
tentang penetapan Partai Politik Lokal yang lulus verifikasi faktual dari 12 partai
lokal yang mendaftar hanya 6 partai lokal yang lolos Verifikasi yaitu Partai Aceh
Aman Seujahtera (PAAS), Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA), Partai
Bersatu Atjeh (PBA), Partai Daulat Aceh (PDA), Partai Aceh (PA)Partai Rakyat
Aceh (PRA) berhak mengikuti pemilihan legislatif tahun 200915.
13 Pengumuman KIP Aceh tanggal 29 Desember 2006. 14 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007. 15Surat Keputusan KIP Aceh Nomor: 04/SK/KIP/2008
Universitas Sumatera Utara
Partai Aceh adalah satu-satunya partai yang menjadi wadah politik bagi
seluruh mantan Gerakan Aceh Merdeka. Struktur kepengurusannya juga sama dengan
struktur Komite Peralihan Aceh. Partai ini berdiri pada tanggal 4 Juni tahun 2007 di
Banda Aceh. Pada Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Aceh
Tahun 2012 yang kedua dilakukan pasca MOU Helsinki, adanya suatu dinamika yang
sangat kuat dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka dalam penentuan calon Gubernur
dan Wakil Gubernur yaitu adanya dua nama kandidat yang muncul yaitu drh. Irwandi
Yusuf (incumbent) dan Dr. Zaini Abdullah.
Dampak dari dinamika elit Gerakan Aceh Merdeka terjadinya beberapa kasus
konflik regulasi dan kriminalitasterjadi kasus penembakan Cage mantan GAM di
bireuen, penembakan tukang suku jawa di Lhoksemawe, penembakan kader Partai
Aceh, penggranatan dan pembakaran. Sehingga stabilitas keamanan Aceh terganggu.
Banyak opini-opini yang berkembang dimasyarakat apa yang terjadi dikalangan elit
Gerakan AcehMerdeka. Sehingga membuat ketertarikan saya mencari tahu hal-hal
apa yang terjadi di lingkaran elit Gerakan Aceh Merdeka dengan judul
Skripsi“Konflik Elit Gerakan Aceh Merdeka”Dalam Penentuan Calon Gubernur
Dari Partai Aceh Tahun 2012.
1.2 Perumusan masalah
Perumusan masalah dalam penelitian saya ini adalah “Mengapa terjadi
konflik dikalangan elit Gerakan Aceh Merdeka dalam penentuancalon
Gubernur dari Partai Aceh tahun 2011”?
1.3 Pembatasan masalah
Pembatasan masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam
batasan Penelitian yang akan diteliti. Batasan masalah ini berguna.untuk
mengidentifikasi faktor mana saja yang termasuk kedalam masalah penelitian
dan faktor mana saja yang tidak termasuk kedalam ruang penelitiantersebut.
Maka untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan
Universitas Sumatera Utara
tujuan menghasilkan uraian yang sistematis diperlukan adanya batasan
masalah, Adapun batasan masalah yang akan ditulis oleh peneliti yaitu:
Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan pergesekan diantara elit Gerakan
Aceh Merdeka pada saat proses penentuan calon Gubernur dari Partai Aceh
Tahun 2011.
1.4 Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana proses yang terjadi dikalangan elit GAM dalam
penentuan calon gubernur dari Partai Aceh Tahun 2012.
2. Mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan pergesekan dikalangan Elit
GAM Pada penentuan calon Gubernur dari Partai Aceh tahun 2012.
1.5 Signifikasi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai karya ilmiah dalam upaya
pengembangan kompetensi penulis serta untuk memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana stara satu (S1)
Departemen ilmu politik, Universitas Sumatera Utara.
2. Secara teoritis, Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang
diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai
permasalahan konflik elit.
3. Hasil penelitian ini diharapkan juga diharapkan dapat memberikan
kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam ilmu politik, serta menjadi
referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fisip USU.
1.6 Kerangka Teori
Salah satu unsur penting dalam sebuah penelitian adalah penyusunan
kerangka teori, karena teori berfungsi sebagai landasan berfikir untuk
Universitas Sumatera Utara
menggambarkan dari mana peneliti melihat objek yang di teliti sehingga
penelitian dapat lebih sistematis. Teori adalah rangkaian asumsi, konsep,
kontruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial
secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep16.
1.6.1. Teori Konflik
1.6.1.1 James C. Scott
James Scott mengemukakan teori patron-klien, dimana ”Sekelompok informal
figure yang berkuasa (patron) dan memiliki posisi memberikan rasa aman, pengaruh.
sebagai imbalannya klien akan memberikan bantuan pribadi kepada patronya dalam
kondisi apa pun, baik patronya dalam keadaan benar ataupun menyimpang
bahkansalah17.
Teori konflik Patron Klien yang dikemukakan oleh Scott didasarkan atas
konflik kelompok. Yang dijadikan basis teori konflik ialah kelompok yang
didasarkan atas hubungan Patron Klien. James C. Scott yang merumuskan teori
tersebut ingin menunjukkan bahwa konflik akan dapat lebih dipahami bila diketahui
kelompok patron klien mereka yang terlibat konflik. Patron ialah orang yang
mempunyai kekuasaan terhadap para klien karena ia mempunyai kelebihan
16 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES, 1989. hal. 37. 17Layn, Safrusdin Bustam. 2008. Dimanika Ikatan Patron Klien (Suatu Tinjauan Sosiologis), dalam
Jurnal Populis Vol 3 no 1. September 2008.
Universitas Sumatera Utara
dalam hal kemampuan dibandingkan dengan para kliennya. Kemampuan tersebut
adalah pengaruh dan sumber-sumber kebutuhan hidup. Dengan hal ini lah seorang
patron mendapatkan kekuasaan, karena para kliennya pasti akan membalas atas
semua pemberian patron dengan memberikan dukungan dan pelayanan terhadap
patron.
Didalam zaman modern, sumber kekuasaan patron telah bergeser ke bidang
pemerintahan dan politik. Hal tersebut dapat dijalankan oleh para patron dengan
memberikan posisi-posisi tertentu bagi para klien, yang nantinya para klien tadi akan
memberikan dukungan politik. Karena kelompok patron-klien merupakan kelompok
kecil, hubungan antara anggota kelompok bersifat tatap muka. Hubungan yang erat
dimana setiap orang mengenal anggota-anggota yang lain dengan baik. Hubungan
yang erat memainkan peran penting dalam menimbulkan solidaritas antara anggota.
Karena sudah kenal erat, timbul semacam solidaritas yang didasarkan atas sentimen
atau emosi. Solidaritas seperti ini mempunyai dasar yang lebih jelas dan kuat
dibandingkan dengan solidaritas yang lain, yakni hubungan sosial18.
Biasanya hubungan antara patron-klien ini diikuti dengan hubungan yang erat
antara anggota-anggota keluarga masing-masing (anak-istri) yang memperkuat
hubungan social antar anggota kelompok.Biasanya hubungan antara patron klien ini
diikuti dengan hubungan yang erat antara anggota-anggota keluarga masing-masing
(anak-istri) yang memperkuat hubungan social antar anggota kelompok.Kelompok
patron-klien adalah kelompok yang sangat informal. Tidak ada ketentuan-ketentuan
tertulis yang mendasari pembagian kekuasaan dalam kelompok. Juga tidak ada
peraturan-peraturan kelompok yang mengatur hubungan antara anggota kelompok.
Kelompok berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
patron.
18Maswadi Rauf, KONSENSUS dan Konflik POLITIK, Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Hal. 78-80.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok seperti ini juga tidak memerlukan pengesahan secara hukum dan
berjalan dengan sendirinya. Sebenarnya kelompok patron-klien bersifat abstrak, tidak
berbentuk.Yang menyadari adanya kelompok patron-klien ialah patron-
klien.Indikator keberadaannya hanya adanya hubungan yang erat, fasilitas, dan
dukungan yang diberikan klien.
1.6.1.2 Lewis A. Coser
Pertikaian sebagai gejala yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat.
Struktur sosial dilihat sebagai gejala yang mencakup berbagai proses asosiatif dan
disosiatif yang tidak mungkin terpisahkan, namun dapat dibedakan dalam analisa dan
konflik tunduk pada perubahan19. Coser mengembangkan proposisi dan memperluas
konsep tersebut dalam menggambarkan kondisi-kondisi dimana konflik secara positif
membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka
masyarakat.Ikatan kelompok dan pemeliharaan fungsi-fungsi konflik sosialdapat
merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan
pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas
antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat
kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia
sosial di sekelilingnya.Seluruhfungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam
ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
Coser benar-benar concern pada satu tema konflik, baik konflik tingkat
eksternal maupun internal. Ia mampu mengurai konflik dari sisi luar maupun sisi
dalam. Jika dihubungkan dengan pendekatan fungsionalisme, nampak ada upaya
Coser untuk mengintegrasikan fungsionalisme dengan konflik.Coser memilih untuk
menunjukkan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif
19 Coser A Lewis, The Fungtions of Sosial Conflict, New York, USA, The Free Press, 1956, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
yaitu membentuk serta mempertahankan struktur suatu kelompok tertentu. Seluruh
fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang
sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
Katup penyelamat atau safety valve ialah salah satu mekanisme khusus yang
dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial.
“katup penyelamat” membiarkan luapan permusuhan tersalur tanpa menghancurkan
seluruh struktur, konflik membantu “membersihkan suasana” dalam kelompok yang
sedang kacau.Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang
meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak
yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat ialah salah satu
mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari
kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah lembaga
pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Coser lewat katup penyelamat itu, permusuhan dihambat agar tidak
berpaling melawan obyek aslinya. Dalam membahas berbagai situasi konflik ia
membedakan konflik menjadi 2 macam :
1. Konflik Realistis yaitu berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus
yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para
partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan.
2. Konflik Non- Realistis yaitu konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling
tidak dari salah satu pihak.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam hubungan- hubungan yang
intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non-realistis) akan lebih sulit
untuk dipertahankan. Coser menyatakan bahwa, semakin dekat suatu hubungan
semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga
kecenderungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan.
hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan
Universitas Sumatera Utara
perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Isu
fungsionalitas konflik Coser mengutip hasil pengamatan Simmel yang meredakan
ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Peningkatan konflik kelompok dapat
dihubungkan dengan peningkatan interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan.
Bila konflik dalam kelompok tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi
kelompok tersebut dengan masyarakat.
Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan indikator adanya
suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli sosiologi yang selalu
melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja. Perbedaan merupakan peristiwa
normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur sosial. Coser menolak pandangan
bahwa ketiadaan konflik sebagai indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu
hubungan.
Coser menunjukkan bahwa konflik dengan kelompok-luar akan membantu
pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok luar juga
dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser berpendapat bahwa “tingkat
konsensus kelompok sebelum konflik terjadi” merupakan hubungan timbal balik
paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok.
Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis,
tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan
emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis.Coser mengatakan musuh-
musuh baru mungkin mencoba untuk lebih memperkuat perkembangan dan
peningkaan kohesi kelompok-kelompok yang tak hanya mencapai identitas struktural
lewat oposisi dengan berbagai kelompok luar tetapi dalam perjuangannya juga
mengalami peningkatan integrasi dan kohesi.
Jelaslah bagi Coser maupun kaum fungsionalisme struktural bahwa struktur
sosial ada di dalam dirinya sendiri dan bergerak sebagai kendala. Coser
mengungkapkan “sosiologi konflik harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-
kepentingan yang tertanam secara struktural sehingga membuat manusia saling
Universitas Sumatera Utara
terlibat dalam konflik. Orientasi fungsionalisme ialah deskripsi mengenai bagaimana
struktur-struktur sosial itu dapat merupakan produk konflik dan bagaimana mereka
dipertahankan oleh konflik20.
1.6.2 Teori Elite
1.6.2.1 Suzzane Keller
Elite menurut Suzzana Keller, berasal dari kata elligere, yang berarti memilih,
dalamperkataan biasa kata itu berarti bagian yang menjadi pilihan atau bunga suatu
bangsa, budaya,kelompok usia dan juga orang-orang yang menduduki posisi sosial
yang tinggi. Dalam arti umum elite menunjuk pada sekelompok orang dalam
masyarakat yang menempati kedudukan-kedudukan tertinggi.Dengan kata lain, elite
adalah kelompok warga masyarakat yang memiliki kelebihan daripada warga
masyarakat lainnya sehingga menempati kekuasaan sosial di atas warga masyarakat
lainnya21.
Perbedaan yang tidak mungkin terelakkan di antara anggota masyarakatyang
satu dengan yang lainnya dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya
kelompok-kelompok yang mempunyai keunggulan.Anggota masyarakat yang
mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung
dalam suatu kelompok yang dikenal dengan sebutan kelompok elit.
Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung dalam
kelompok elite yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat kebanyakan
lainnya yang tidak memiliki keunggulan. Sebutan elite atau terminologi elite,
sebagaimana diungkapkan olehVilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller dan
pemikir yang tergolong dalam elite theorits, memang
20Coser A Lewis, The Fungtions of Sosial Conflict, New York, USA, The Free Press, 1956,hal56 21 Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elite, Peranan Elite Penentu dalam Masyarakat Modern, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1995, hal. 35
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan pada kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat. yang
memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau
golongan lainnya.
1.6.2.2 Vilfredo pareto
Pareto percaya bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil
orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada
kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Mereka yang bisa menjangkau pusat
kekuasaan adalah selalu merupakan yang, terbaik. Merekalah yang dikenal sebagai
elit22. Elit merupakan orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan
tinggi dan dalam lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik,
bajingan atau para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan
dan lapisan masyarakat yang berbeda itu umumnya datang dari kelas yang sama;
yaitu orang-orang yang kaya, pandai, dan mempunyai kelebihan dalam matematika,
bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut Pareto, masyarakat
terdiri dari 2 kelas:
1. Lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke dalam elit yang memerintah (governing
elite) dan elit yang tidak memerintah (non-governing elite).
2. Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Pareto sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah,
yang menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan,
yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.Dalam setiap masyarakat ada
gerakan yang tak dapat. ditahan dari individu-individu dan elit-elit kelas atas hingga
kelas bawah, dan dari tingkat bawah ke tingkat atas yang melahirkan, suatu
peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan kelas-kelas yang
memegang kekuasaan, yang pada pihak lain justru malah meningkatkan unsur-unsur
kualitas superior pada kelompok-kelompok yang lain.
22Zainuddin Maliki, Sosiologi politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun
2010 Penerbit GMUP. hal 7
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut menyebabkan semakin tersisihnya kelompok-kelompok elit yang ada
dalam masyarakat. Akibatnya keseimbangan masyarakat pun menjadi terganggu.
Kiranya inilah yang menjadi perhatian utama Pareto.
Pada bagian lain ia juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian
antara elit, yaitu pergantian:
1. Antara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri.
2. Antara elit dengan penduduk lainnya.
Pergantian yang terakhir itu bisa berupa pemasukan individu-individu dari lapisan
yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada dan individu-individu dari
lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu kearah
perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.
Tetapi apa sebenarnya yang menyebabkan runtuhnya elit yang memerintah,
yang merusak keseimbangan sosial, dan mendorong pergantian elit.Pareto
memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologis berbagai
kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah Pareto mengembangkan konsep
"residu". Konsep tersebut didasarkan pada perbedaan yang digambarkannya terjadi di
antara tindakan yang "logis" dan "non-Iogis" (lebih daripada "rasional" dan "non-
rasional") dari individu-individu dalam kehidupan sosialnya. Tindakan yang logis
adalah tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan yang dapat diusahakan
serta mengandung maksud pemilikan yang pada akhirnya dapat dijangkau. Tindakan
non-Iogis adalah tindakan-tindakan yang tidak diarahkan pada suatu tujuan, atau
diarahkan pada usaha-usaha yang tidak dapat dilakukan, atau didukung oleh alat-alat
yang tidak memadai guna melaksanakan usaha tersebut.
Konsep Residu sebenarnya adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan
taraf hidup seseorang, dan sementara dia menyusun suatu daftar "residu" dia
mengikatkan kepentingan utamanya pada residu "Kombinasi" dan residu "Keuletan
bersama" dengan bantuan elit yang memerintah yang berusaha melestarikan
kekuasaannya. Residu "kombinasi" dapat diartikan sebagai kelicikan dan residu
"keuletan bersama" berarti kekerasan, menurut pengertian yang sederhana. Pareto
juga telah menggambarkan ke dua elit tersebut sebagai para "spekulator" dan para
Universitas Sumatera Utara
"rentenir". Terdapat dua tipe elit yaitu mereka yang memerintah dengan kelicikan dan
yang memerintah dengan cara paksa. Dalam usahanya untuk mengabsahkan ataupun
merasionalkan penggunaan kekuasaan mereka, elit-elit ini melakukan "penyerapan"
atau menggunakan isu-isu yang mereka ciptakan untuk mengelabui massa23.
1.6.3. Teori Kekuasaan
1.6.3.1 Niccolo Machiavelli
Machiavelli melihat kekuasaan sebagai tujuan. Asumsi bahwa kekuasaan alat
atau instrumen untuk mempertahankan nilai moralitas, etika, dan agama. Segala
kebajikan, agama, moralitas justru harus dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan.
Jadi kekuasaan haruslah diperoleh, digunakan, dan dipertahankan demi kekuasaan itu
sendiri24. Untuk mendapatkan kekuasaan dan mempertahankannya, seseorang yang
bijak hendaknya mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan,
kejayaan, dan kebaikan Negara. Penguasa yang bijak hendaknya memiliki hal-hal
sebagai berikut:
1. Sebuah kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai
maupun di benci.
2. Memiliki Watak seperti ketegasaan, kekejaman,kemandirian, disiplin, dan
control diri.
3. Sebuah reputasi menyangkut kemurahan hati, pengampunan, dapat dipercaya dan tulus
Seseorang harus berani untuk melakukan apapun yang diperlukan “Menghalalkan
23 Zainuddin Maliki, Sosiologi Politik Makna Kekuasaan dan Transformasi Politik, Yogyakarta, tahun
2010 Penerbit GMUP. hal 14. 24 Machiavelli, Niccolo. THE PRINCE Sang Penguasa diterjemahkan Natalia Trijaji. Surabaya, Selasar Surabaya Publishing, 2008, hal 35.
Universitas Sumatera Utara
segala hal untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan”. Betapa pun tampak
tercela, karena rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan hasil yaitu kebaikan
Negara.
Untuk mencapai sukses, seorang penguasa harus dikelilingi dengan menteri-
menteri yang mampu dan setia, Machiavelli memperingatkan penguasa agar
menjauhkan diri dari penjilat dan minta pendapat apa yang layak dilakukan. Seorang
penguasa yang cermat tidak harus memegang kepercayaannya jika pekerjaan itu
berlawanan dengan kepentingannya.Sebagai hasil wajar dari pandangan itu,
Machiavelli menasihatkan sang penguasa supaya senantiasa waspada terhadap janji-
janji orang lain.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan seorang penguasa, Machiavelli membahas
perebutan kekuasaan (kerajaan). Bila seorang penguasa berhasil merebut suatu
kerajaan maka ada cara memerintah dan mempertahankan negara yang baru saja
direbut itu yaitu “Memusnahkan seluruh orang-orang penguasa yang lama, tidak
boleh ada yang tersisa dari penguasa lama sebab hal itu akan menimbulkan benih-
benih ancaman terhadap penguasa baru suatu saat kelak25”.
Cara itu menurut Machiavelli adalah cara yang paling efektif meski
bertentangan dengan aturan moralitas.Machiavelli juga menguraikan bahwamereka
yang menjadi penguasa lewat cara-cara keji, kejam, dan jahat tidaklah dapat disebut
memperoleh kekuasaan berdasarkan kebajikan (virtue) dan nasib baik (fortune).
Tetapi kata Machiavelli penguasa itu tidak akan dihormati dan dipuja sebagai
pahlawan. Apalagi setelah berkuasa ia menjadikan kekerasan, kekejaman, dan
perbuatan keji sebagai bagian dari kehidupan politik. Ia menyimpulkan cara itu hanya
akan menjadikan sang penguasa berkuasa tetapi tidak menjadikannya terhormat
seperti pahlawan atau orang besar.
25 Niccolo Machiavelli.THE PRINCE Sang Penguasa diterjemahkan Natalia Trijaji. Surabaya, Selasar
Surabaya Publishing, 2008, hal 35.
Universitas Sumatera Utara
Machiavelli menyarankan seorang penguasa boleh melakukan kekejaman dan
menggunakan “cara binatang” hendaknya dilakukan tidak terlalu sering. Setelah
melakukan tindakan itu, ia harus bisa mencari simpati dan dukungan rakyatnya dan
selalu berjuang demi kebahagiaan mereka. Dia juga harus berusaha agar selalu
membuat rakyat tergantung kepadanya. Kearifan dan kasih sayang terhadap rakyat
akan bisa meredam kemungkinan timbulnya pembangkangan. Penguasa yang dicintai
rakyatnya tidak perlu takut terhadap pembangkangan sosial. Inilah menurut
Machiavelli usaha yang paling penting yang harus dilakukan seorang penguasa.
1.6.3.2 Teori French dan Raven
Kekuasaan (power) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang atau
kelompok untuk mempengaruhi individu lain atau kelompok lain. Kekuasaan yang
dimiliki seseorang akan menempatkan orang tersebut dalam suatu kedudukan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang lain yang dipengaruhinya26. Pada umumnya
kekuasaan akan menciptakan suatu hubungan yang vertical dalam suatu organisasi.
Kekuasaan juga akan menentukan siapa yang pantas dan seharusnya mengambil
keputusan dalam suatu organisasi.
Teori yang dikemukakan oleh French dan Raven ini menyatakan bahwa
kepemimpinan bersumber pada kekuasaan dalam kelompok atau organisasi. Dengan
kata lain, orang-orang yang memiliki akses terhadap sumber kekuasaan dalam suatu
kelompok atau organisasi tertentu akan mengendalikan atau memimpin kelompok
atau organisasi itu sendiri27. sumber kekuasaan itu sendiri atas tiga macam, yaitu :
Kekuasaan, Kepribadian dan Politik.
26 John R. Schemerhorn, James G. Hunt, and Richard N. Osborn, Basic Organizational Behavior, 2nd
edition, 1998, hal 195. 27 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, edisi revisi, 2008, hal 20.
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan
1. Kekuasaan formal atau legal termasuk dalam jenis ini adalah komandan tentara,
kepala dinas, presiden atau perdana menteri, dan sebagainya yang nendapat
kekuasaannya karena ditunjuk dan diperkuat dengan peraturan perundangan yang
resmi.
2. Kendali atas sumber dan ganjaran majikan yang menggaji karyawannya, pemilik
sawah yang mengupah buruhnya, kepala suku atau kepala kantor yangdapat memberi
ganjaran kepada anggota atau bawahannya.
3. Kendali Ganjaran biasanya terkait dengan hukuman sehingga kendali atas ganjaran
biasanya juga terkait dengan kendali atas hukuman. Walaupun demikian, ada
kepemimpinan yang sumbernya hanya kendali atas hukuman saja. Kepemimpinan
jenis ini adalah kepemimpinan yang berdasarkan atas rasa takut.
4. Kendali Informasi adalah ganjaran positif juga bagi yang memerlukannya. Oleh
karena itu, siapa yang menguasai informasi dapat menjadi pemimpin.
5. Kendali Ekologik Sumber kekuasaan ini juga dinamakan perekayasaan situasi
(situational engineering).
Politik
1. Kendali atas proses pembuatan keputusan dalam organisasi yang dipimpinnya.
2. Koalisi Kepemimpinan atas dasar sumber kekuasaan politik ditentukan juga atas
hak atau kewenangan untuk membuat kerja sama dengan kelompok lain.
3. Partisipasi Pemimpin mengatur partisipasi anggotanya, siapa yang boleh
berpartisipasi, dalam bentuk apa tiap anggota itu berpartisipasi, dan sebagainya.
4. Institusionalisasi maksudnya menentukan terbentuknya suatu wadah atau tempat
bernaung yang baru.
Universitas Sumatera Utara
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan meteodologis yaitu deskriptif. Penelitian
deskriptif adalah salah satu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah
berdasarkan fakta dan data yang ada. Penelitian ini memberikan gambaran yang
sistematis mengenai suatu gejala atau fenomena28.
1.7.1 Jenis Penelitian
Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi
penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor mengungkapkan bahwa
“meteodologi kualitatif”sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulisatau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat
diamati29.
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan
data sekunder.
Data primer
a. Wawancara yaitu mengumpulkan data dengan melakukan dialog langsung
dengan responden yangberhubungan dengan objek penelitian guna untuk
melengkapi data yang kurang jelas. Adapun pihak-pihak yang akan
diwawancarai adalah para elit Gerakan Aceh Merdeka, diantaranya :
1. IRWANSYAH
Mantan Sekretaris GAM Wilayah Aceh Raya.
Ketua Umum Partai Nasionalis Aceh.
28 Bambang Prasetyo dkk, Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2005, hal. 42. 29 Mohammad Natsir, Metode Penelitian, Jakarta : PT. Ghalia Indonesia, 1983, hal. 105.
Universitas Sumatera Utara
2. ADNAN BEURANSYAH
Ketua Komisi I DPRA periode 2009-2014
Juru Bicara Partai Aceh.
3. SAYED MUSTAFA USAB AL IDROS
Mantan Koordinator GAM Wilayah Barat-Selatan.
Anggota DPR RI Komisi I periode 2009-2014.
4. MUHARRAM IDRIS
Mantan Panglima Wilayah Aceh Raya
Dewan Penasehat Partai Nasionalis Aceh
5. ILHAM SAPUTRA
Mantan Wakil Ketua KIP Aceh.
b. Observasi yaitu pengumpulan data dengan cara turun kelapangan melihat
fenomena-fenomena dan fakta-fakta yang ada menyangkut tentang penelitian.
Data Sekunder
Penelitian kepustakaan melalui mengumpulkan dokumen dari sumber yang
telah ada seperti buku, majalah, koran, laporan, jurnal yang berkaitan dengan
penelitian ini.
1.7.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
1.7.4 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif, yaitumelakukan
analisa data dengan cara pengumpulan data, analisis data dan penyimpulan data atas
masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yangjelas tentang objek yang diteliti
tanpa menggunakan alat bantu rumus statistik.
Universitas Sumatera Utara
1.8 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaranyang jelas skripsi ini terdiri dari 4 bab,
yakni :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori,
Meteodologi Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
BABII :PROSES DAN DINAMIKA ELIT GAM DALAM PENENTUAN
CALON GUBERNUR ACEH DARI PARTAI ACEH TAHUN
2012.
Dalam Bab iniakan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek
penelitian yaitu bagaimana peran masing-masing para elit GAM dalam
terjadinya proses penentuan calon gubernur dari Partai Aceh tahun
2012.
BAB III : ANALISIS DATA
Bab iniakan berisikan data dan fakta yang diperoleh dari buku-buku,
majalah, Koran, dan juga hasil wawancara langsung dari beberapa elit
Gam yang menjadi sebagai pelaku dalam proses tersebut yang
nantinya semua data dan fakta tersebut akan dianalisis berdasarkan
teori.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikesimpulan yang diperoleh
dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnya serta berisi
kemungkinan adanya saran-saran yang peneliti peroleh setelah
melakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara