1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I mengemukakan latar belakang dari dibuatnya penelitian ini. Bab ini juga
membahas mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan yang terakhir ialah sistematika
penyajian.
1.1 Latar Belakang
Bahasa merupakan suatu media untuk menuangkan ataupun menyampaikan
pikiran-pikiran manusia satu ke manusia lainnya. Lain halnya dengan hewan yang
langsung dapat berkomunikasi dengan induknya dalam waktu yang relatif singkat,
manusia tidak dapat berbahasa ketika ia dilahirkan. Oleh karenanya, bahasa mestilah
diperoleh. Bagaimana bahasa diperoleh menimbulkan suatu polemik. Para
psikolinguis kemudian mencoba memecahkan bagaimana bahasa diperoleh. Kaum
behavioris yang diwakilkan oleh B. F. Skinner mengatakan bahwa proses
pemerolehan bahasa pertama dikendalikan oleh rangsangan di luar diri anak atau
dengan kata lain bergantung kepada lingkungan anak (Chaer, 2009: 222). Teori
behaviorisme berpendapat bahwa sesuatu yang berkaitan dengan apa yang terdapat di
dalam diri anak tidak memiliki pengaruh terhadap proses pemerolehan bahasa.
Bertentangan dengan kaum behavioris, kaum Nativis yang diwakili oleh Noam
Chomsky berpendapat bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh dalam
1
2
pemerolehan bahasa. Mereka berpendapat bahwa seorang anak telah diberikan bekal,
kapasitas atau potensi di dalam genetis yang mereka sebut sebagai LAD (Language
Acquisition Device) (Pateda, 1990: 47). Mereka juga meyakini bahwa potensi-
potensi tersebut akan berkembang ketika saatnya telah tiba. Dengan demikian, kaum
ini berpandangan bahwa lingkungan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
penguasaan bahasa. Kaum yang terakhir ialah kaum kognitif. Jean Piaget sebagai
tokoh kognitifisme menyatakan bahwa manusia itu bukanlah ciri alamiah yang
terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif (Chaer, 2009: 223). Kaum ini berpandangan bahwa pemerolehan
bahasa dipengaruhi oleh kematangan kognitif anak. Kaum ini juga mempercayai akan
adanya pengaruh lingkungan terhadap pemerolehan bahasa.
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan, terdapat beberapa faktor yang
dipertimbangkan di dalam sebuah proses pemerolehan bahasa pertama oleh anak.
Faktor-faktor tersebut meliputi faktor lingkungan, LAD, dan kematangan kognitif.
Dari ketiga faktor tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengetahui apakah
perlakuan lingkungan dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak atau tidak.
Bahasa yang akan dibahas pada penelitian ini akan fokus terhadap salah satu elemen
bahasa yaitu fonologi. Dalam memperoleh bahasa, seorang anak dapat menguasai
bahasa pertamanya dengan waktu yang relatif singkat (Steinberg, Nagata, & Aline,
2001: 3). Dalam memperoleh bahasa, setiap anak memiliki jangka waktu yang
berbeda-beda dalam menguasainya. Beberapa anak dapat mengalami keterlambatan
3
dalam menguasai bahasa sedangkan beberapa anak lainnya dapat memperoleh bahasa
lebih cepat.
Cepat atau lambatnya pemerolehan bahasa pada anak merupakan sebuah
permasalahan yang sangat kompleks. Faktor-faktor dari dalam maupun dari luar si
anak juga sangat menentukan. Salah satu faktor yang menentukan di luar diri anak
ialah faktor perlakuan lingkungan. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
perlakuan lingkungan berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa pada anak, maka
diperlukan sebuah penelitian yang menitikberatkan pada pemerolehan bahasa dan
perlakuan lingkungan anak. Ketika seorang bayi dilahirkan, pada saat itulah ia mulai
berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat itu pula, bayi telah memulai tahapan-
tahapan pemerolehan bahasanya. Dalam memproduksi bahasa, hal yang pertama kali
diperoleh ialah produksi fonologi. Oleh karenanya tulisan ini akan menitik beratkan
pada pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan. Bagaimana perkembangan fonologi
anak usia 0-20 bulan, bagaimana ia mengembangkan konsep-konsep kebahasaan
yang masih terbatas di dalam komunikasinya, bagaimana kecepatan serta urutan
pemerolehan fonologisnya, serta sejauh mana perlakuan lingkungan dapat
mempengaruhi perkembangan fonologi anak merupakan hal-hal yang akan
dipecahkan di dalam penelitian ini.
Perlu diketahui lebih awal bahwa subjek penelitian di dalam penelitian ini
merupakan dua orang anak laki-laki bernama Karim dan Vintorez. Kedua anak ini
memiliki latar belakang keluarga yang berbeda namun berada pada lingkungan
tempat tinggal yang sama. Mereka merupakan anak pertama dengan berat badan
4
ketika dilahirkan ialah sekitar 3 kg. Meski memiliki jenis kelamin, urutan anak, dan
lingkungan tempat tinggal yang sama, namun kedua anak tersebut memiliki perlakuan
lingkungan berbahasa yang berbeda. Keluarga Karim merupakan keluarga dengan
basic pendidikan bahasa yang juga sangat aktif memberikan masukan-masukan
bahasa sejak Karim dilahirkan. Sebagai tambahan, Karim merupakan keponakan dari
penulis. Lain halnya dengan Karim, Vintorez memiliki keluarga yang tidak terlalu
memperhatikan bahasa sehingga sangat kurang dalam memberikan masukan-masukan
bahasa sejak ia dilahirkan hingga berusia 20 bulan.
Pada saat penelitian ini dimulai (28 Februari 2014), Karim baru saja
dilahirkan sedangkan Vintorez masih berada di dalam kandungan ibunya.
Pengambilan-pengambilan video maupun catatan telah dilakukan untuk terus
mengamati perkembangan Karim. Pada saat Vintorez lahir, hal yang sama pun
dilakukan. Data-data tersebut kemudian dibandingkan. Dari data yang diperoleh, pada
saat dilahirkan, keduanya memiliki karakteristik yang sama yang juga dimiliki oleh
bayi lainnya yaitu hanya berupa tangisan yang terdiri dari bunyi-bunyi vokal [ɛ], [a]
dan konsonan frikatif [h] serta kemampuan kinesik dan komprehensinya yang belum
berkembang. Kesamaan pemerolehan bunyi juga masih terlihat saat usia mereka 6
bulan. Hingga usia 6 bulan, fonem vokal yang telah diperoleh oleh Karim maupun
Vintorez ialah bunyi-bunyi vokal [ɛ], [ə], [a], dan [e]. Produksi fonem konsonannya
pun antara Karim dan Vintorez relatif sama. Karim dan Vintorez pada usia 0-6 bulan
telah dapat memproduksi konsonan [h], [ɣ], dan [ŋ]. Perbedaan pemerolehan fonologi
5
baru terlihat ketika Karim dan Vintorez telah sampai pada tahap celotehan. Karim
terlihat lebih banyak berceloteh dari Vintorez. Pada tahap ini, dari usia 6-9 bulan,
produksi bunyi yang terdengar pada celotehannya pun bertambah. Pada Karim, bunyi
fonem-fonem konsonan dan vokal yang bertambah ialah bunyi-bunyi [u], [x], [d],
[m], dan [t] sedangkan bunyi yang bertambah pada Vintorez ialah bunyi [x] dan [i].
Pada usia 8 bulan, Karim telah dapat menunjukkan referen yang diucapkan oleh
orang dewasa dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada dialog antara KM (Karim) dan P
(Peneliti).
Dialog 1
P : Im, ada pesawat, mana pesawatnya ya, im?
KM : [u:] (menunjuk pada pesawat yang lewat)
Ia juga telah dapat menunjuk pada referen-referen lain seperti bunga, bulan, cicak,
burung, dsb. dengan mengeluarkan bunyi [u:] saat menunjuk. Pada umur yang sama,
peneliti mencoba perlakuan yang sama pada VT (Vintorez) dengan melakukan
sebuah dialog ringan.
Dialog 2
P : Vinto, ada pesawat, pesawatnya di mana ya, Vinto?
VT : (memandang peneliti lalu kemudian memandang ke arah lain)
6
Peneliti juga menanyakan benda-benda lain yang berada dilingkungannya namun ia
tetap tidak berhasil menunjuk pada referen yang dimaksud. Vintorez juga tidak
mengeluarkan bunyi saat ditanya.
Pada saat usia mereka 20 bulan, Karim telah dapat melafalkan berbagai
macam kata seperti [ʃampay] <sampai>, [ɔwaŋ] <orang>, [ʃawah] <sawah>, dan
berbagai macam kata di sekitarnya. Ia juga telah dapat mengucapkan lebih dari dua
kata seperti [wowowobɔt] <row row row your boat>, [amih kəntut apih juga] <amih
kentuh apih juga>, dan [gaboeh matiʔin aja yaʔ] <gak boleh, dimatiin saja ya>. Pada
usia yang sama, Vintorez baru dapat mengucapkan ucapan satu kata seperti [əndaʔ]
<bunda>, [əmɔh] <emoh (tidak mau)>, [əkan] <ikan>, dan [ayah] <ayah>.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka didapatkan beberapa
masalah yang menarik untuk dikaji. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan fonologi Karim dan Vintorez pada usia 0-20
bulan?
2. Bagaimanakah perbandingan perkembangan kemampuan fonologi Karim
dan Vintorez pada usia 0-20 bulan?
3. Bagaimanakah pengaruh perlakuan lingkungan bahasa pada kemampuan
fonologi Karim dan Vintorez pada usia 0-20 bulan?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang ingin dicapai ialah:
1. Mendeskripsikan kemampuan fonologi Karim dan Vintorez di usia 0-20
bulan.
2. Mendeskripsikan perbandingan kemampuan fonologi pada Karim dan
Vintorez di usia 0-20 bulan.
3. Mendeskripsikan bagaimana pengaruh perlakuan lingkungan bahasa terhadap
kemampuan fonologi Karim dan Vintorez di usia 0-20 bulan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu manfaat
secara teoritis maupun manfaat secara praktis. Adapun manfaat teoritis dan praktis
tersebut adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Pada teori-teori pemerolehan fonologi seperti teori struktural universal,
teori generatif struktural universal, teori proses fonologi alamiah, dan teori
kontras dan proses keempatnya saling memperdebatkan ada tidaknya pengaruh
lingkungan terhadap pemerolehan fonologi bahasa anak. Di dalam penelitian ini
membahas mengenai perbandingan antara pengaruh lingkungan dan
pemerolehan fonologi. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan akan
8
memberikan manfaat teoritis berupa deskripsi mengenai pengaruh perlakuan
lingkungan pada pemerolehan fonologi anak.
1.4.2 Manfaat Praktis
Pada sisi lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatnya
secara praktis, baik itu pada dunia pendidikan maupun pada masyarakat. Di
dalam dunia pendidikan, hasil dari penelitian ini yang menyangkut bagaimana
pemerolehan bahasa anak dapat menjadi acuan dalam mengajarkan bahasa
kedua untuk anak. Guru dapat mengajarkan kata-kata yang sekiranya memiliki
bunyi-bunyi yang telah dikuasai anak sehingga penyerapan anak terhadap
kosakata tersebut akan lebih cepat. Selain itu, peneltian ini juga diharapkan
mampu memotivasi dan menginspirasi dunia pendidikan untuk menciptakan
lingkungan ideal yang mampu menunjang perkembangan bahasa anak.
Di sisi lain, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk masyarakat dalam memberikan peran yang baik dalam memberikan
lingkungan yang baik bagi anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik di
masa pemerolehan bahasa. Jika anak mampu menguasai dan memahami bahasa
sejak kecil, maka komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak akan
semakin baik sehingga anak tidak akan terus menangis untuk mengutarakan
keinginannya dan orang tua pun tidak perlu bersusah payah dalam memahami
anaknya.
9
1.5 Tinjauan Pustaka
Di Indonesia, penelitian mengenai pemerolehan bahasa yang cukup terkenal
adalah penelitian yang dilakukan oleh Dardjowidjojo (2000) yang kemudian telah
dibukukan dengan judul buku ECHA: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia.
Pada penelitian tersebut, Dardjowidjojo (2000) meneliti pemeroleh bahasa cucunya
yang bernama Echa secara longitudinal sejak tahun pertama Echa dilahirkan hingga
usianya menginjak lima tahun. Penelitian tersebut membahas pemerolehan bahasa
Echa secara lengkap mulai dari aspek fonetik hingga pragmatik sejak Echa berusia 0-
5 tahun. Kesimpulan dari hasil analisis yang dilakukan oleh Dardjowidjojo adalah
bahwa derajat kepatuhan terhadap universalisme bahasa sangat tinggi pada tataran
elemen fonologi, tetapi menurun pada komponen sintaksis. Derajat keuniversalan ini
lebih menurun lagi pada komponen leksikon, baik macam kata, urutan, dan jumlah
pemerolehan kata yang diperoleh Echa pada rentang waktu lima tahun. Dari tataran
pragmatis, khususnya pada ragam bahasa, ragam bahasa yang diperoleh Echa
cenderung bersifat informal.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada Echa juga dapat dilihat
perkembangan fonem-fonem yang telah dikuasai Echa dari usia 0-20 bulan. Dari usia
0-12 bulan, Echa telah dapat memproduksi bunyi-bunyi vokal [i], [e], [ə], [ɛ], [a], [o],
dan [u] sedangkan bunyi-bunyi konsonan yang telah dihasilkan ialah [p], [t], [ʔ],
[b/β], [d/ð], [g/ɠ], [ɣ], [h], [m], [ŋ], [y], [w], dan [ɹ]. Pada usia 24 bulan, Echa telah
dapat menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia sedangan fonem konsonan
10
yang telah dikuasai Echa ialah [p], [b], [t], [d], [k*], [g*], [ʔ], [s*], [h], [m], [n], [ŋ],
[w], [l], dan [y]. Bunyi fonem yang diberi tanda [*] merupakan fonem-fonem yang
belum muncul atau baru muncul secara terbatas. Namun demikian, hasil dari
pemerolehan fonologi pada Echa tidak dapat dijadikan perbandingan dalam
menentukan cepat atau tidaknya pemerolehan bahasa Karim ataupun Vintorez. Hal ini
dikarenakan perbedaan gender antara Echa dan Karim-Vintorez. Echa yang
merupakan seorang perempuan akan dapat memiliki perkembangan berbahasa yang
lebih cepat daripada Karim-Vintorez yang merupakan anak laki-laki. Chaer (2009:
134) mengatakan bahwa anak-anak perempuan akan lebih cepat pandai berbicara,
membaca, dan jarang mengalami gangguan belajar jika diandingkan dengan anak
laki-laki.
Lain halnya dengan penelitian Dardjowidjojo, penelitian Alamsyah, dkk. (2011)
yang terdapat dalam jurnal Malay Language Journal Education lebih menekankan
pada pemilihan bahasa pada anak yang juga merupakan permasalah dalam penelitian
yang akan dikaji ini. Alamsyah, dkk. mengambil judul Pemilihan Bahasa Indonesia
Sebagai Bahasa Pertama Anak dalam Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa
Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian tersebut meneliti tentang faktor-
faktor pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga Aceh
penutur bahasa Aceh. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Alamsyah, dkk.
menunjukkan bahwa anak usia 2-3 tahun yang orang tuanya memilih bahasa
Indonesia menjadi bahasa pertama mereka akan merasa bingung ketika orang tuanya
11
menggunakan bahasa Indonesia kepada mereka sedangkan tetangganya menyapa si
anak dengan menggunakan bahasa Aceh. Terkait dengan pemilihan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pertama yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak, terdapat
banyak faktor yang mempengaruhinya yaitu; lingkungan tempat tinggal, simbol
kemajuan dan kemapanan, ada prestise tersendiri, agar anak dapat lebih mudah
mengikuti pelajaran di sekolah, anak mudah memahami bacaan, dan bahasa indonesia
diyakini dapat menetralisasi perbedaan dialek bahasa Aceh antara suami istri yang
berasal dari dialek bahasa aceh yang berbeda.
Penelitian lain dilakukan oleh Evans (2004) yang membahas hubungan antara
pendapatan keluarga dan perkembangan bahasa anak. Hasil dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah
memiliki perkembangan bahasa yang relative terlambat. Penelitian yang dilakukan
oleh Lewis & Wilson (1972) dan Hoff- Ginsberg (1991) yang juga meneliti mengenai
pengaruh status sosial terhadap kemampuan bahasa anak juga menunjukkan hasil
yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Evans (2004). Selanjutnya
penelitian yang dilakukan oleh Tulkin dan Kagan (1972) menunjukkan bahwa ibu
dari kalangan menengah ke atas cenderung memberikan interaksi verbal yang lebih
baik daripada ibu dari kalangan menengah ke bawah. Daneshvar dan Sadighi (2014)
melakukan penelitian pada anak-anak Iran yang memiliki orang tua dari berbagai
jenjang pendidikan. Penemuannya memberikan hasil bahwa anak-anak dari orang tua
dengan jenjang pendidikan di atas diploma memiliki perkembangan bahasa yang
lebih tinggi dari anak-anak yang orang tuanya memiliki jenjang pendidikan di bawah
12
diploma. Bornstein, Leach & Haynes (2004) dan Hoff-Ginsberg (1998) mempelajari
peranan urutan kelahiran anak terhadap perkembangan bahasa anak. Hasil
penelitiannya menunjukkan hasil yang positif dimana bayi yang lahir terlebih dahulu
akan memperoleh kosakata pada umur yang lebih awal daripada bayi-bayi yang lahir
kemudian.
Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian sebelumnya ada
yang meneliti mengenai pemerolehan aspek linguistiknya saja tanpa memperhatikan
latar belakang anak dan adapula penelitian yang berfokus pada pengaruh latar
belakang anak pada kemampuan bahasanya. Berbeda dengan penelitian sebelumnya,
penelitian ini mengkaji pemerolehan fonologis anak dengan memperbandingkan hasil
pemerolehan fonologi pada perlakuan lingkungan bahasanya. Dengan demikian, hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberi khasanah baru di bidang psikolinguistik.
1.6 Landasan Teori
Pada landasan teori, hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini diuraikan
sebagai rujukan atau landasan yang dapat membangun dan memperkuat analisis data
maupun hasil dari penelitian. Dikarenakan penelitian ini mengkaji mengenai
kemampuan fonologi anak usia 0-20 bulan serta pengaruh perlakuan lingkungan
bahasa pada kemampuan fonologinya, maka hal-hal yang berkaitan mengenai
bagaimana sejatinya konsep keuniversalan pemerolehan bahasa pertama, teori-teori
perkembangan bahasa, fonologi bahasa Indonesia, serta konsep-konsep yang
membahas mengenai perlakuan lingkungan bahasa akan dibahas pada bagian ini.
13
1.6.1 Tahap-tahap pemerolehan bahasa
Menurut Dardjowidjojo (2005), pemerolehan bahasa anak secara
umum dapat dilihat dari tahapan-tahapannya. Tahap-tahap pemerolehan bahasa
anak adalah sebagai berikut,
1) cooing atau mendekut. pada tahap ini produksi bunyi yang dilakukan oleh
bayi ialah seperti bunyi mirip vokal atau konsonan. Tahap ini terjadi pada
usia sekitar 2-5 bulan,
2) babbling atau celoteh. bayi mulai berceloteh ketika mencapai usia sekitar
6-8 bulan. pada tahap ini bayi sudah mulai mengeluarkan bunyi berupa
suku kata namun bunyi tersebut belumlah memiliki makna,
3) one-word utterances atau tahap ujaran satu kata. tahap ini terjadi ketika
usia anak sekitar 9-18 bulan,
4) two-word utterances atau tahap ujaran dua kata. tahap ini terjadi saat usia
anak 18-24 bulan,
5) tahap telegrafis. disebut tahap telegrafis dikarenakan pada usia ini anak
telah mampu memproduksi kalimat sederhana. tahap ini terjadi ketika anak
telah berusia 24-30 bulan, dan
6) tahap multikata lanjut yang merupakan tahap dimana anak telah mampu
memproduksi kalimat secara gramatikal. tahap ini terjadi pada usia di atas
30 bulan.
Pada usia 0-20 bulan, anak baru memperoleh bahasa yang diberikan oleh
lingkungannya. Pada tahap tersebut merupakan tahap dimana anak baru mulai
14
berkembang baik itu motorik, komprehensi, maupun kebahasaannya. Pada saat
dilahirkan, seorang anak hanya dapat menangis, mendekut, atau melakukan
gerakan-gerakan reflek. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan kemudian berkembang
dari hanya tangisan atau dekutan bertambah menjadi adanya bunyi-bunyi
ocehan. Pada usia 20 bulan, secara umum anak telah dapat berbicara satu
hingga dua kata. Pada usia 20 bulan, anak juga telah dapat menunjukkan serta
mengidentifikasi gambar atau objek tertentu. Mereka juga akan dapat
melakukan suatu permintaan yang sederhana. Selain itu, mereka juga telah
mengenal apa yang mereka inginkan atau apa yang tidak mereka inginkan.
Dalam berbicara dengan anak, orang yang dekat secara emosional dengan
anak akan menggunakan bahasa yang disebut dengan motherese. Dardjowidjojo
menerjemahkan motherese sebagai bahasa sang ibu. Hal ini berbeda dengan
bahasa Ibu (mother tongue) atau bahasa pertama anak. Motherese merupakan
bahasa ibu yang struktur atau cara pengucapannya lebih disederhanakan dan
digunakan untuk berinteraksi dengan anak. Steinberg, Nagata, dan Aline (2001)
dan Pinker (1994) mengatakan bahwa motherese merupakan ujaran bahasa
yang diterima ketika mereka masih kanak-kanak. Pinker (1994) menjelaskan
bahwa ciri dari motherese ialah pengucapannya yang pelan, pendek, sederhana,
dan baku secara grammatika.
Pinker (1994) mengatakan bahwa perkembangan bahasa akan berubah
dalam dua arah, yaitu berkembangnya pemerolehan kosa kata yang sangat pesat
dan produksi sintaktik sederhana (dua kata) telah dimulai pada usia 18 bulan.
15
Pada tahap ini, masukan-masukan linguistik yang telah diberikan maupun yang
sedang diberikan akan sangat diperlukan oleh anak.
1.6.2 Tahap-tahap perkembangan fonologi
1) Teori Struktural Universal
Teori struktural universal dikemukakan pertama kali oleh Jakobson
(1968). Teori ini berpendapat bahwa bunyi-bunyi yang diucapkan oleh orang
dewasa tidak akan mempengaruhi bunyi-bunyi yang muncul pada anak-anak.
Urutan bunyi-bunyi yang muncul pada anak-anak akan mengikuti bunyi-bunyi
yang sering muncul pada bahasa-bahasa di dunia. Meski demikian bunyi-bunyi
yang muncul pada bayi yang masih belum memiliki arti (saat babbling) tidak
bisa dikatakan sebagai bahasa. Masa tersebut disebut juga sebagai masa senyap.
Oleh karena itu, Jakobson membagi dua tahap pemerolehan fonologi yaitu
tahap membabel (prabahasa) atau masa senyap dan tahap pemerolehan bahasa
murni.
Pada pemerolehan bahasa murni, Jakobson (via Chaer, 2009: 204)
berpandangan bahwa urutan bunyi-bunyi yang muncul akan sama pada semua
anak di dunia. Urutan yang diramalkan oleh jakobson ialah bahwa bunyi
konsonan yang muncul pertama kali ialah bunyi bilabial dan bunyi yang
terakhir diperoleh ialah bunyi likuida seperti /l/ dan /r/. Pada bunyi vokal, yang
pertama kali muncul biasanya adalah vokal lebar yaitu /a/. bunyi-bunyi tersebut
juga tidak muncul satu demi satu melainkan berupa oposisi-oposisi atau
16
kontras-kontras fonemik. Berdasarkan urutan bunyi konsonan dan vokal maka
oposisi fonemik yang pertama muncul ialah oposisi bunyi oral dan bunyi nasal
seperti [pa-pa], [ma-ma] dilanjut dengan oposisi labial dan dental/alveolar.
Pada kontras vokal yang muncul pertama ialah [a] dengan [i] diikuti oleh [i] –
[u], [e] – [u], dan [o] – [e].
Menurut Jakobson (via Dardjowidjojo, 2000: 21-24) urutan pemerolehan
bunyi berjalan sesuai dengan kodrat bunyi itu sendiri dan anak memperoleh
bunyi-bunyi tersebut melalui cara yang konsisten. Urutan-urutan pemeroleh
bunyi vokal ialah bunyi vokal minimal (a, i, u) akan muncul lebih awal dari
vokal lainnya. Pada bunyi konsonan, urutannya ialah konsonan hambat →
frikatif → afrikat. Urutan tersebut tidak dapat dilakukan sebaliknya. Terlebih
lagi, masing masing kelompok hambat, frikatif, dan afrikat juga memiliki
urutan tersendiri seperti kontras antara bilabial [b] dengan dental [d] yang akan
dikuasai terlebih dahulu daripada antara bilabial [b] dengan velar [g] atau dental
[d] dengan velar [g]. bilabial dental [b-d] dikuasai sebelum frikatif [v-s]; bunyi
hambat dan frikatif [b-d-v-s] dikuasai sebelum bunyi alveopalatal [ʦ-ʤ]. Bunyi
likuid dan glaid dikuasai belakangan dan bunyi gugus konsonan dikuasai lebih
belakangan lagi. Dari urutan pemerolehan bunyi tersebut dapat dilihat bahwa
pemerolehan bunyi pada anak diawali dari bunyi yang paling mudah terlebih
dahulu kemudian diikuti oleh bunyi yang paling sukar. Urutan tersebut
dinamakan Kaidah Usaha Minimal (the Law of Least Efforts). Hal ini senada
dengan apa yang dikatakan oleh Steinberg, Nagata, dan Aline (2001: 6) bahwa
17
konsonan-konsonan yang mudah dilihat cara pengucapannya akan lebih
dikuasai di awal seperti bunyi /m/, /p/, dsb daripada yang tak terlihat seperti
bunyi /k/, /g/, /z/, dan /s/ yang akan dikuasai di akhir.
2) Teori Generatif Struktural Universal
Teori generatif struktural universal ini diperkenalkan oleh Moskowitz
yang merupakan perluasan dari teori struktural universal. Teori ini dikenal
dengan penemuan konsep dan pembentukan hipotesis berupa rumus-rumus
yang dibentuk oleh anak-anak berdasarkan data linguistik utama (DLU), yaitu
kata-kata dan kalimat-kalimat yang didengarkan sehari-hari (Chaer, 2009: 205).
Moskowitz berpendapat bahwa sesuai dengan kemampuan nuraninya, bayi
dapat membedakan bunyi-bunyi atau suara-suara dari manusia dengan bunyi-
bunyi lainnya. Kemudian bayi berusaha untuk menirukan bunyi-bunyi manusia
dengan mengembangkan kemampuan linguistiknya dengan cara membabel
sehingga bunyi-bunyi masukan yang merupakan bunyi-bunyi bahasa yang
didengar.
Moskowitz juga menjelaskan bahwa yang diperoleh pertama kali ialah
unit kalimat yang dibedakan dari intonasi kemudian berlanjut pada penemuan
unit suku kata. Setelah unit suku kata, anak-anak akan menemukan unit-unit
lainnya yaitu satuan bunyi di bawah kata. Satuan bunyi ini menurut Maskowitz
(via Chaer, 2009: 208) bukan sebagai fitur fonem atau fon namun merupakan
namun merupakan unit suku kata seperti KV, KVK, VK, V, dan KVKV.
18
Setelah itu unit segmen seperti konsonan atau vokal kemudian diperoleh
dimana pemerolehan unit segmen antara satu anak dengan anak lainnya akan
berbeda. Unit terkecil yang diperoleh ialah unit fitur distingtif berupa kontras-
kontras atau oposisi dengan urutan yang sama seperti yang dikemukakan oleh
Jakobson. Moskowitz (via Chaer, 2009: 208) juga memperkenalkan idiom-
idiom fonologi yaitu idiom progresif dan idiom regresif. Idiom progresif ialah
bunyi-bunyi yang berkembang menyerupai bunyi yang diucapkan oleh orang
dewasa sedangkan idiom regresif ialah jika bunyi yang telah menyerupai bunyi
orang dewasa mengalami kemunduran menjadi bunyi yang lebih primitif.
3) Teori Proses Fonologi Alamiah
Teori yang diperkenalkan oleh David Stampe ini berpandangan bahwa
proses fonologi anak-anak bersifat alamiah atau nurani (Chaer, 2009: 208).
Proses fonologi anak-anak harus mengalami penindasan (supresi), pembatasan,
dan pengaturan sesuai dengan penuranian (internalization) representasi
fonemik orang dewasa.
4) Teori Kontras dan Proses
Teori ini menggabungkan bagian-bagian dari teori Jakobson dan teori
Stampe kemudian menyelaraskan dengan teori perkembangan dari Piaget. Teori
yang diperkenal kan oleh Ingram ini berpandangan bahwa anak-anak
memperoleh system fonologi orang dewasa dengan cara menciptakan
19
strukturnya sendiri dan kemudian mengubah struktur ini jika pengetahuannya
mengenai system orang dewasa semakin baik. Terdapat tiga tahap yang terjadi
hingga akhirnya anak dapat mengucapkan kata. Tahapan ini tidak terlepas dari
persepsi, organisasi, dan pengeluaran. Pada tahap persepsi terbagi lagi menjadi
tahap vokalisasi praucap (membabel) dan tahap fonologi primitif (satu kata).
Pada tahap pengeluaran, anak terlihat sangat aktif yang terjadi pada usia
satu setengah tahun. Tahap ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu
terjadinya pertumbuhan kosakata dengan cepat dan munculnya ucapan-ucapan
dua kata. Tahap ini terus berkembang hingga usia tiga tahun enam bulan sampai
empat tahun (Chaer, 2009: 214). Di dalam urutan bunyi-bunyi yang diucapkan
masukan yang dengar oleh anak-anak akan menentukan bunyi-bunyi yang
pertama diperoleh anak. Pemerolehan juga dilakukan secara perlahan-lahan dan
berangsur-angsur. Proses-proses tersebut adalah proses subtitusi, proses
asimilasi, dan proses struktur suku kata (Chaer, 2009: 215-216).
1.6.3 Fonologi bahasa Indonesia
Kajian ini berfokus pada aspek linguistik berupa fonologi. Kemampuan
anak dalam memproduksi bunyi-bunyi ketika berucap kemudian akan
ditranskripsikan melalui kajian fonetik. Fonetik merupakan kajian di dalam
bidang linguistik yang mengkaji mengenai bunyi-bunyi tanpa memperhatikan
arti atau perbedaan makna dari bunyi-bunyi tersebut (Chaer, 2003: 10). Fonetik
20
yang dikaji di dalam penelitian ini ialah fonetik artikulatoris dimana pada
fonetik artikulatoris kajian terletak pada proses produksi bunyi yang dilakukan
pada organ bicara penutur.
Bunyi-bunyi yang muncul pada data rekaman ditranskripsikan ke dalam
transkripsi fonetik. Menurut Chaer (2013: 13), transkripsi fonetik adalah
penulisan bunyi-bunyi bahasa secara akurat atau secara tepat dengan
menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Jadi, ketika penutur berkata “ada kera
sama monyet di kebun binatang”, maka penulisan fonetiknya bukanlah [ada
kera sama monyet di kebun binatang] namun penulisannya menjadi [ada kəra
sama moñзt di kəbun binataŋ]. Hal ini dikarenakan tulisan latin tidak dapat
mewakilin bunyi-bunyi yang sangat banyak. Bunyi huruf <e> pada <kera>
berbeda dengan <e> pada <monyet> sehingga bunyi <e> dimodifikasi menjadi
/ə/ pada <kera> dan /з/ pada <monyet>. Selain itu, bunyi juga tidak bisa
diwakili oleh dua huruf ataupun sebaliknya sehingga bunyi <ny> pada
<monyet> dimodifikasi menjadi /ñ/ dan bunyi <ng> pada <binatang>
dimodifikasi menjadi /ŋ/. Pernyataan ini diperkuat oleh Chaer (2013: 14) yang
mengatakan bahwa bunyi hanya bisa dilambangkan oleh satu huruf sehingga
penggunaan satu huruf untuk dua bunyi maupun satu bunyi oleh dua huruf tidak
bisa digunakan. Oleh karena itu, modifikasi pada tulisan latin untuk
menyesuaikan dengan bunyi-bunyi yang ada sangat diperlukan.
21
Dalam hal ini, kajian linguistik internasional membentuk abjad fonetik
untuk menyamakan modifikasi huruf untuk melambangkan bunyi. Perangkat
yang telah dibuat dinamakan The International Phonetic Alphabet (IPA).
Meskipun perangkat IPA digunakan di dalam penelitian ini, namun penelitian
ini juga perlu mengetahui bunyi-bunyi apa saja yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia. Fonologi bahasa Indonesia dipilih dikarenakan anak-anak lebih
banyak terekspos dengan bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga ingin
mengetahui apakah input bahasa menentukan bunyi-bunyi yang diperoleh anak.
Ingram (1989) berpendapat bahwa kata-kata masukan yang didengar oleh anak
akan menentukan bunyi-bunyi pertama yang diperoleh anak. Hal ini
bertentangan dengan pendapat Jakobson (1968) yang menyatakan bahwa
masukan tidak dipengaruhi oleh apa yang didengar oleh anak dari
lingkungannya namun urutan pemerolehan didapat dari nurani. Sebagai
landasan teori mana yang benar maka di sini akan disajikan bunyi-bunyi
konsonan dan vokal yang terdapat di dalam bahasa Indonesia. Fonem yang
terdapat di dalam bahasa Indonesia menurut Chaer (2013: 68-70) adalah fonem
vokal /i/, /e/, /a/, /ə/, /u/, /o/, fonem diftong /ay/, /aw/, /oi/, dan fonem konsonan
/b/, /p/, /m/, /w/, /f/, /d/, /t/, /n/, /l/, /r/, /z/, /s/, /ʃ/, /ñ/, /j/, /c/, /y/, /g/, /k/, /ŋ/, /x/,
/h/, dan /ʔ/.
22
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini ialah tuturan yang
diucapkan sehari-hari oleh dua orang anak dengan rentang usia 0-20 bulan.
Kedua anak tersebut ialah Karim Salman Aziez dan Vintorez Qurrota’ayun.
Selain itu, penelitian ini juga memperoleh sumber data dari orang tua dan
orang-orang yang berada di lingkungan kedua anak tersebut dimana data yang
diperoleh digunakan untuk mengetahui bagaimana lingkungan bahasa
memperlakukan bahasa terhadap masing-masing anak. Sebagai informasi
tambahan, peneliti merupakan orang yang telah tinggal di lingkungan anak-
anak tersebut sebelum Karim dan Vintorez lahir. Oleh karena itu, peneliti turut
mengamati langsung bagaimana perlakuan lingkungan bahasa dan pemerolehan
bahasa kedua anak tersebut.
1.7.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode simak.
Metode simak ini dilakukan dengan menyimak ucapan sehari-hari yang
dilakukan oleh dua orang anak, yaitu Karim dan Vintorez melalui data-data
yang diambil melalui teknik sadap dan wawancara. Teknik sadap adalah teknik
yang digunakan pada metode simak dengan menyadap penggunaan bahasa
seseorang atau beberapa orang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
23
(Kesuma, 2007: 43). Data-data rekaman dalam bentuk audio, video, dan catatan
percakapan Karim maupun Vintorez diambil oleh peneliti maupun orang tua
Karim dan Vintorez. Rekaman-rekaman tersebut merupakan rekaman
keseharian anak-anak tersebut yang akan digunakan untuk pengambilan data
fonologi. Selain itu, data tulisan juga diambil dari catatan-catatan penulis yang
berupa percakapan dan ujaran keseharian. Percakapan dan ujaran ini merupakan
percakapan dan ujaran yang tidak sempat terekam oleh audio maupun video
dikarenakan proses perekaman tidak selalu standby sedangkan percakapan atau
ujaran pada anak terjadi secara spontan dan natural.
Kemudian, teknik yang kedua yaitu teknik wawancara. Teknik
wawancara merupakan pengumpulan data yang diperoleh melalui percakapan
atau tanya-jawab (Nasution, 1992: 69). Untuk menghindari ketidaklengkapan
dan ketidakterperincian data, maka wawancara dilakukan dalam bentuk
rekaman. Wawancara ini dilakukan pada orang tua anak untuk mengetahui
perlakuan apa yang biasa dilakukan dalam mengembangkan kemampuan
bahasa anak-anak mereka. Sebagai tambahan, peneliti tinggal pada lingkungan
yang sama sehingga dapat mengetahui perkembangan serta perlakuan
lingkungan bahasa anak-anak tersebut. Setelah itu, peneliti menggunakan
teknik catat. Kesuma (2007: 45) menjelaskan lebih lanjut bahwa teknik catat
adalah teknik yang digunakan dalam menjaring data dengan mencatat hasil dari
menyimak data. Catatan yang dilakukan adalah dengan mengubah data
percakapan dan ujaran yang disadap ke dalam transkrip ortografis atau transkrip
24
dengan ejaan dan juga transkrip fonemisnya. Data kemudian dipilah dan
diklasifikasikan berdasarkan tuturan dan percakapan dari masing-masing anak.
1.7.3 Metode dan Teknik Analisis Data
Menurut Nasution (1992: 126), analisis pada data kualitatif dilakukan
dalam upaya menyusun data yang diperoleh agar mudah ditafsirkan. Pada
penelitian ini, data yang telah diperoleh dan dikumpulkan kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode analisis padan. Sudaryanto (1993: 13)
mengemukakan bahwa metode analisis padan merupakan metode analisis yang
alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa
(langue). Metode analisis padan dipilih dikarenakan data dianalisis dengan
menggunakan pengetahuan-pengetahuan linguistik yang telah dikuasai oleh
peneliti. Aspek linguistik yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah
kemampuan fonologi yang dimiliki anak. Data-data yang telah melalui proses
transkrip fonologi kemudian dipecah ke dalam satuan kata-kata. Fonem-fonem
pada satuan kata-kata tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui
bagaimana perkembangan fonologi Karim dan Vintorez pada 0-20 bulan.
Data berikutnya yang diperoleh melalui wawancara dianalisis dengan
menggunakan metode deskriptif dimana hasil dari wawancara akan diolah ke
dalam bentuk-bentuk penjabaran. Selanjutnya, peneliti melakukan interpretasi
pada data-data. Nasution (1992: 127) menjelaskan bahwa
25
interpretasi berarti menyusun dan merakit unsur-unsur yang ada dengan cara baru, merumuskan hubungan baru antara unsur-unsur lama, mengadakan proyeksi melewati apa yang ada, memberanikan diri bertanya, “bagaimana hanya jika…”, atau “misalkan…”. Jadi peneliti harus bereksperimentasi, “bermain” dengan ide-ide.
1.7.4 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data
Hasil dari analisis data kemudian disajikan dengan menggunakan metode
informal dan formal. Sudaryanto (1993: 145), di dalam bukunya yang berjudul
“Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa”, menerangkan bahwa metode
informal merupakan penggunaan kata-kata sederhana yang mudah dimengerti
dan tetap menggunakan terminologi yang bersifat teknis. Metode lainnya ialah
metode formal yang merupakan penyajian analisis data dengan menggunakan
rumusan tanda-tanda atau lambang-lambang.
1.8 Sistematika Penyajian Data
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai penelitian ini, maka
sistematika penyajian data disajikan pada penelitian. Sistematika penyajian data pada
tesis ini nantinya akan dibagi menjadi lima bagian atau bab; bab I merupakan latar
belakang, bab II berupa pembahasan dengan judul “Pemerolehan fonologi anak usia
0-20 bulan”, bab III berupa pembahasan dengan judul “Perbandingan kemampuan
fonologi”, bab IV juga masih merupakan pembahasan dengan judul “Perlakuan
lingkungan dan kemampuan fonologi anak”, dan yang terakhir ialah bab V yang
merupakan bab terakhir pada penelitian yaitu berupa kesimpulan.
26
Pada bab I, dijelaskan permasalahan yang melatarbelakangi dari dilakukannya
penelitian ini. Beberapa sub-bab yang terdapat pada bab I ialah rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode
penelitian. Rumusan masalah dituliskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
merupakan permasalahan dari penelitian ini yang didasari dari permasalahan yang
terdapat pada latar belakang. Setelah itu, tujuan penelitian dipaparkan agar penelitian
ini pada akhirnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada sub-bab
rumusan masalah. Selanjutnya yaitu manfaat penelitian yang dibagi menjadi dua
bagian; manfaat secara teoritis dan praktis. Kemudian tinjauan pustaka yang berisikan
tentang penelitian-penelitian serupa yang telah dilakukan terlebih dahulu. Lalu
diikuti oleh sub-bab selanjutnya yaitu landasan teori yang merupakan kerangka
berfikir yang digunakan dalam memecahkan masalah yang berkenaan dengan topik
atau objek penelitian. Sub-bab terakhir yaitu berupa metode penelitian yang
merupakan paparan dari metode-metode serta teknik-teknik apa saja yang digunakan
di dalam penelitian ini yang dimulai dari metode pengumpulan data hingga metode
analisis data.
Bab II berisi tentang pembahasan dengan judul “Pemerolehan fonologi anak
usia 0-20 bulan”. Bab ini berisi tentang kemampuan-kemampuan fonologi yang telah
dikuasai Karim dan Vintorez pada rentang usia 0-20 bulan. Kemampuan fonologi
yang dimaksudkan tidak hanya berupa kemampuan pengucapan bunyi vokal dan
konsonan, namun juga perkembangan kinesik, perkembangan komprehensi, inventori
fonem, dan aturan fonologis.
27
Pada bab III, pembahasan berisikan tentang hasil analisis perbandingan
kemampuan fonologis yang dimiliki oleh Karim dan Vintorez. Perbandingan ini
dilakukan untuk mengetahui apakah anak-anak usia 0-20 bulan tersebut dalam
penguasaan fonologisnya memiliki percepatan yang sama ataukah berbeda. Oleh
karena itu, judul yang sesuai yang diberikan pada bab ini ialah “Perbandingan
kemampuan fonologi”. Bab selanjutnya yaitu bab IV. Pada bab IV, judul yang
diberikan adalah “Perlakuan lingkungan dan kemampuan fonologi anak”. Bab ini
akan memaparkan bagaimana perlakuan lingkungan bahasa dalam mengekspos
bahasa pada anak; apakah sebelum tidur anak dibacakan dongeng, apakah terdapat
direct feedback ketika anak melakukan kesalahan dalam pelafalan, ataukah anak
hanya didiamkan saja ketika melakukan kesalahan, dan lain sebagainya. Perlakuan-
perlakuan ini kemudian akan dikorelasikan dengan bagaimana kemampuan bahasa
anak. Kemudian data juga dianalisis untuk mengetahui apakah ada pengaruh
signifikan antara perlakuan bahasa pada anak dengan kemampuan yang mereka
miliki.
Pada bab terakhir, yaitu bab V, berisikan kesimpulan dari hasil analisis data
yang terdapat pada bab-bab pembahasan yang merupakan jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan akan permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah.
28
BAB II
PEMEROLEHAN FONOLOGI ANAK USIA 0-20 BULAN
Untuk memudahkan dalam melihat pemerolehan fonologi anak usia 0-20 bulan,
maka penyajian pembahasan data analisis merujuk pada format penulisan yang telah
dilakukan oleh Soenjono Dardjowidjojo dalam bukunya yang berjudul “Echa:
Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia”. Penyajian pada bab ini akan meninjau
kemampuan fonologi anak berdasarkan tahap 0-12 bulan dan 13-20 bulan.
Kemampuan fonologi yang diteliti tidak hanya ditinjau dari produksi fonologi anak
namun juga kemampuan lainnya seperti kinesik dan komprehensi sebagai pendukung
dari kemampuan fonologi.
2.1 Kemampuan Fonologi: Umur 0-12 Bulan
Pada kemampuan fonologi umur 0- 12 bulan ini, dibahas perkembangan
kinesik, komprehensi, dan produksi fonologi Karim dan Vintorez. Pembahasan
mengenai perkembangan kinesik sangat diperlukan mengingat gerakan-gerakan
kinesik merupakan sebuah modal komunikatif begitu pula perkembangan
komprehensi yang dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kognitif anak.
Kemampuan kinesik juga merupakan alat bantu dalam berbahasa non-verbal seperti
mimik wajah, lambaian tangan, dan kedipan mata. Kemampuan kinesik dan
komprehensi hanya ditinjau sebagai pendukung dari kemampuan fonologi anak dan
bukan sebagai kajian utama.
29
29
2.1.1 Perkembangan kinesik umur 0-12 bulan
1) Perkembangan kinesik Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan
Pada saat Karim Salman Aziez dilahirkan pada tanggal 28 Februari 2014, ia
memiliki berat badan 3.1 kg dengan berat otaknya 15% dari berat badan, yaitu sekitar
0.46 kg. Gerakan kinesik yang dilakukan pun sama seperti bayi baru lahir lainnya
yaitu adanya gerakan-gerakan reflek badannya serta gerakan-gerakan seperti
menangis, menguap, mengerjapkan mata, atau bahkan mengerucutkan bibirnya. Pada
hari kedua setelah ia dilahirkan, gerakan reflek yang terjadi pada Karim sudah
berkurang, ia juga terlihat sudah dapat merespon bunyi yang dilakukan oleh ayahnya.
Karim sudah dapat melihat ke arah sumber bunyi ketika ayahnya menjentik-jentikkan
jarinya (TV DKM 20140301(1)). Bunyi-bunyi yang keluar juga masih sebatas bunyi
tangisan dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang masih sulit untuk ditebak. Bunyi-
bunyi tersebut seperti bunyi vokal depan bawah [ɛ] atau bunyi vokal tengah sedang
[ə] panjang yang diakhiri oleh bunyi konsonan glottal frikatif [h] sehingga bunyi yang
keluar seperti [ɛ:h ɛ:h əɛ:h] yang dilakukan berulang-ulang. Bunyi-bunyi tersebut
juga seperti disisipi atau keluar seperti bunyi-bunyi laringal. Karim juga melakukan
bunyi-bunyi lain seperti saat dia bersendawa atau saat dia cegukan (hiccup). Bunyi
lainnya di hari ketiga setelah ia dilahirkan. Terlihat pada data TV DKM 20140302(1),
Karim diberi madu yang dicampur dengan air. Saat meminum madu yang diberikan
melalui sendok, bibirnya mengerucut dengan lidah yang menghisap madu sehingga
menimbulkan bunyi non-pulmonik seperti bunyi klik bilabial /ʘ/.
30
Pada usia satu bulan, gerakan kinesik Karim sudah semakin baik, gerakan
refleknya sudah menghilang dan ia pun sudah dapat menggeliat layaknya orang
dewasa ketika bangun tidur. Ketika diajak bicara, mulutnya terlihat dibulatkan
sehingga tampak seperti ingin menjawab atau merespon pembicara namun tidak ada
suara yang keluar. Matanya sudah tampak jelas dan pandangannya pun nampak fokus
atau komunikatif. Bunyi-bunyi yang keluar baru bunyi-bunyi vokal [ə], [ɛ] dan [a].
Pada usia 2 bulan, ia sudah tampak dapat menggenggam benda. Ia pun lebih sering
memainkan lidahnya. Pada usia 3 bulan ia sudah dapat tersenyum ketika melihat
video dirinya sendiri dan ia juga sudah bisa memegang botol minumannya dan
membunyikan mainannya dengan menggoyang-goyangkan mainan bayi tersebut. Ia
juga sudah dapat tengkurap dan mengangkat kepalanya.
Pada usia 4 bulan, tepatnya pada tanggal 13 Juli 2014, Karim senang
memainkan benda-benda yang berbunyi ketika dipegang. Mainan favoritnya adalah
bungkus tissue basah yang selalu ia cengkram dan ia tarik kedua ujungnya sehingga
menimbulkan bunyi atau mainan bayi yang terbuat dari kayu yang berbunyi nyaring
ketika digoyang-goyangkan. Saat itu sedang bermain, Karim mengeluarkan bunyi-
bunyi seperti [ɣ] namun bunyi itu hanya muncul sekali sedangkan yang lebih sering
muncul adalah bunyi [əh]. Pada video-video selanjutnya, masih pada umurnya yang
ke empat bulan, perkembangan kinesiknya masih tetap yaitu tengkurap dan
mengangkat kepalanya dengan sangat lama. Karim memiliki perawakan yang gemuk
sehingga ketika dia berusaha untuk bergerak maju, ia terlihat sangat kesulitan hingga
akhirnya berhenti kemudian memasukkan tangannya ke mulut. Namun demikian ia
31
telah memiliki kemajuan dalam menanggapi lingkungannya sehingga ia terlihat
sangat ekspresif. Hal ini tampak saat Karim menonton tayangan Upin-Ipin dan Sopo
Jarwo. Tatapannya terlihat sangat serius ketika ia sedang menonton. Terkadang, ia
pun tertawa seperti telah mengerti isi cerita tayangan tersebut. Ia juga telah banyak
mengoceh sehingga bunyi-bunyi yang telah dikeluarkan pun sudah mulai
berkembang seperti bunyi [ɣ], [ə], [ŋ], [h], [a], [e]. Bunyi-bunyi tersebut belum
memiliki arti fonemis namun masih dalam bentuk ocehan seperti [əɣea], [əŋɛa], dan
[əhe:]. Pada umurnya yang keenam bulan bunyi vokal /u/ sering muncul khususnya
ketika ia melihat cicak atau pesawat terbang. Saat melihat cicak atau pesawat terbang,
wajahnya terlihat sangat takjub dengan mulut yang dibulatkan dan berkali-kali
mengeluarkan bunyi /u/.
Pada usia 7 bulan, (TV DKM 20140914(1)) kemampuan kinesiknya sudah
sangat berkembang. Karim senang memegang kedua kakinya. Pada usia 8 bulan, ia
sudah bisa duduk sendiri. Meski demikian, ia belum bisa merangkak dengan
sempurna. Perutnya yang gemuk masih menyentuh lantai. Ia pun terlihat berusaha
mendorong dirinya untuk bergerak maju ke depan. Di usia 9 bulan ia masih terlihat
bersusah payah untuk mendorong tubuhnya maju namun ia juga telah berhasil untuk
bergerak maju meskipun badannya masih menyentuh lantai. Selain itu, pada usia ini
Karim sudah dapat berdiri meskipun ia masih tetap harus berpegangan pada benda-
benda dan berdirinyapun masih belum seimbang. Karim baru dapat merangkak maju
dengan sempurna pada usia sekitar 10 bulan.
32
Saat Karim berusia 9 bulan, giginya sudah mulai tumbuh. Tumbuhnya gigi
sangat penting dalam kemampuan fonologis. Seseorang yang ompong akan sangat
berbeda dalam mengucapkan sesuatu dengan orang yang memiliki gigi sempurna. Hal
itu dikarenakan gigi merupakan bagian dari alat ucap yang dapat membentuk bunyi-
bunyi dengan sempurna. Seiring dengan mulai tumbuhnya gigi, kemampuan fonetik
Karim mulai bertambah. Ia sudah dapat mengucapkan konsonan alveolar plosive /d/
namun pengucapannya belum sempurna sehingga masih terdengar seperti bunyi
diakritik linguolabial /ḏ/. Pada bunyi diakritik linguodental / ḏ/, bunyi [d] terdengar
seperti gabungan dua konsonan alveolar [d] dan [t]. Hal ini terdengar saat Karim
mengeluarkan bunyi babbling seperti [əḏe] dan [əḏa]. Selain itu, Karim juga sudah
dapat mengucapkan bunyi bilabial [m], contohnya saat Karim mengeluarkan bunyi-
bunyian seperti [əmma] dan [aəm].
Pada umur 10 bulan data TV DKM 20150101, karim telah memiliki dua gigi
atas dan dua gigi bawah. Kemampuan kinesik Karim pun sudah semakin lincah. Ia
selalu ingin tahu dengan apa yang dilihatnya sehingga ia tidak bisa diam dengan
melakukan gerakan-gerakan yang ingin dilakukannya seperti menaikkan kakinya,
berusaha meraih kakinya, atau mendatangi benda-benda yang menarik perhatiannya.
Ia juga telah dapat mengucapkan konsonan /n/, /y/, /p/ dan /b/, contohnya ialah [əna],
[yayaya], dan [pəpba]. Pada video TV DKM 20150129(1) saat Karim genap berusia
11 bulan ia telah dapat mengucapkan vokal [ɔ] seperti [ɔ:] dan pada data TV DKM
20150131(1) ia terdengar dapat mengucapkan konsonan yang menyerupai bunyi
33
palatal plosif /ɟ/ dan /z/ saat menyebutkan nama akhirnya [ɟəzts]. Video TV DKM
20150131(1) juga memperlihatkan perkembangan kinesik Karim yang telah dapat
berdiri sendiri meski masih harus berpegangan pada benda-benda seperti meja
ataupun dinding. Menjelang usia Karim 12 bulan, Karim telah memproduksi bunyi
menyerupai bunyi konsonan /k/ namun juga terdengar seperti /g/, [əkgə:h] (TV DKM
20150205(1)).
2) Perkembangan kinesik Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12 bulan
Vintores Qurrata’ayun lahir pada tanggal 5 Juni 2014. Pada waktu ia dilahirkan,
gerakan-gerakan kinesik yang dilakukan sama seperti bayi pada umumnya yaitu
menangis, menggerak-gerakkan tubuhnya dengan gerakan reflek yang tidak terarah
dan tidak bermakna. Hal itu menunjukkan bahwa gerak reflek tubuhnya telah bekerja
sempurna. Pada hari kedua, pada data TV DVT 20140605(1) menit ke 00:34
terdengar suara yang keluar berupa suara-suara seperti bunyi vokal sedang tengah [ə]
atau vokal rendah tengah [a] yang diikuti oleh bunyi laringal frikatif [h] sehingga
terbentuklah bunyi-bunyi seperti [əh] dan [ah] dengan intensitas suara yang sangat
pelan. Pada menit ke 01:32 terdengar tangisan yang keluar berupa suara vokal sedang
tengah [ə] yang diikuti oleh konsonan nasal dorsovelar [ŋ], vokal sedang depan [e],
dan vokal rendah tengah [a] panjang sehingga bunyinya seperti [əŋea:] yang
dilakukan secara berulang-ulang. Kemudian, ketika tangisannya akan berhenti
terdengar bunyi-bunyi [e e e], [əh], dan [eʔeh]. Semakin pelan tangisnya, jarak antara
34
bunyi-bunyi yang dikeluarkan semakin panjang. Pada saat itu, Vintorez hanya
menangis hanya ketika ia merasa tidak nyaman dan haus. Gerakan matanya masih
sangat lemah. Intensitas pejaman matanya lebih lama daripada saat ia membuka mata.
Ketika ayahnya menyentuh pipinya dengan telunjuk atau bahkan ketika selembar kain
menyentuh pipinya, ia masih mengira bahwa itu adalah puting ibunya sehingga
kepala dan bibirnya melakukan gerakan-gerakan seperti ingin menetek.
Pada usia 1.5 bulan matanya sudah membuka lebar dan tatapannya juga sudah
lebih terfokus untuk melihat benda-benda. Pada tubuhnya masih terlihat gerakan-
gerakan reflek. Pada data video TV DVT 20140726(1) terlihat ayahnya berusaha
untuk menarik perhatian Vintorez dengan berbicara dan mengeluarkan nyanyian nada
seperti [daŋdiŋ dindaŋ diŋ ə] yang dilakukan secara berulang-ulang. Vintorez terlihat
memperhatikan ayahnya dengan seksama meski terkadang melihat ke arah lain. Ia
juga terlihat ingin merespon ayahnya dengan berbicara namun dikarenakan rongga
bicaranya yang belum memungkinkan maka yang ia lakukan hanyalah membulatkan
kedua bibirnya berulang ulang seperti ingin berbicara. Meski demikian pada video ini
Vintorez belum mengeluarkan suara-suara yang signifikan kecuali bunyi [ə] yang
pelan dan lemah.
Pada umur 3 bulan (lihat data TV DVT 20140914(1)) ia belum mengeluarkan
bunyi-bunyi vokal yang berbeda dari sebelumnya. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan
masih sebatas bunyi vokal [ə] dan [e]. Namun pada bunyi konsonan, sudah terdengar
adanya bunyi baru yaitu [ɣ] sehingga yang sebelumnya ia mengeluarkan bunyi
[əŋəa:] kali ini ia mengeluarkan bunyi-bunyi seperti [əɣəa:], [əe], dan [əŋ] yang
35
diulang berkali-kali. Selain itu, pada kemampuan kinesiknya, Vintorez telah dapat
tengkurap dan mengangkat kepalanya kurang lebih sebesar 45 derajat. Meski
demikian kemampuan mengangkat kepalanya hanya dapat bertahan beberapa detik
sebelum akhirnya jatuh dan ia terlihat bersusah payah untuk mengangkat kepalanya
kembali.
Pada awal tahun 2015 ketika Vintorez telah berusia 7 bulan. Perkembangan
kinesiknya sudah cukup maju. Ia telah dapat duduk dan berangkang meskipun
dadanya masih menyentuh lantai sehingga terlihat seperti merayap di atas lantai.
Tawanya pun sudah semakin lebar dan gerakan-gerakan refleknya sudah menghilang.
Ia juga sudah dapat meraih tangan ayah dan ibunya. Pada data TV DVT 20150106(1)
menit ke 00:45 sudah terdengar adanya vokal dan konsonan baru. Bunyi konsonan
yang keluar berupa bunyi dorsovelar frikatif bersuara [x] yang diikuti oleh bunyi
vokal tinggi atas depan [i] sehingga bunyi yang keluar ialah bunyi [xi]. Bunyi
tersebut muncul saat ia tertawa. Berbeda dengan sebelumnya, bunyi tawa selanjutnya
berupa keluaran bunyi-bunyi seperti [hə] dan [xə]. namun kemudian tawa selanjutnya
Vintorez hanya membuka mulutnya namun tidak mengeluarkan bunyi apapun. Di
akhir bulan Januari 2015, ia mengeluarkan bunyi vokal baru berupa vokal bawah
sedang depan [ɛ]. Suara tersebut terlihat pada data TV DVT 20150130(1) menit ke
00:06 dengan bunyi yang keluar adalah bunyi seperti [ɛhe], [e:ʔ], [a], dan [eh].
2.1.2 Perkembangan komprehensi umur 0-12 bulan
1) Perkembangan komprehensi Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan
36
Pada hari kedua setelah ia dilahirkan, Karim masih terlihat sangat rentan dan
lemah begitu pula dengan kemampuan komprehensinya. Ia tidak dapat memahami
ataupun merespon ujaran orang dewasa. Meski demikian, ia telah dapat mendengar
bunyi-bunyi disekelilingnya. Hal ini dapat dibuktikan pada data TV DKM
20140301(1) ketika ayahnya menjentikkan jarinya sehingga menimbulkan bunyi-
bunyi, Karim terlihat mencoba untuk menoleh ke arah sumber bunyi tersebut. Selain
bunyi, Karim juga sudah dapat merasakan sentuhan. Sentuhan yang terjadi di sekitar
pipinya akan ia kira sebagai putting ibunya sehingga mulutnya akan melakukan
gerakan-gerakan seperti akan menetek (TV DKM 20140302(1).
Saat bayi, Karim relative memiliki intensitas tangisan yang sedikit. Ia hanya
menaangis ketika merasa haus, lapar atau tidak nyaman. Sepuluh hari setelah ia
dilahirkan, ari-arinya telah lepas dan Karim pun dapat dimandikan untuk yang
pertama kali. Ia terlihat tenang dan menguap ketika sedang dimandikan. Tidak ada
suara tangisan sama sekali. Tatapan matanya pun belum terlihat fokus. Ia masih
berusaha untuk mengenali lingkungannya. Baru pada umur sekitar satu bulan lebih,
tatapannya terlihat lebih fokus. Pada data TV DKM 20140425(1), tatapan mata Karim
terlihat fokus dan komunikatif dimana ia seperti memperhatikan orang dewasa yang
mengajaknya berbicara. Meski demikian, ia belum dapat merespon yang
menunjukkan bahwa ia memahami apa yang dilihatnya. Begitu pula ketika ia telah
berusia tiga tahun dimana kemampuan kinesiknya telah mendukungnya untuk dapat
tengkurap dan mengangkat kepalanya, ia melihat tayangan serial animasi 3D Upin
Ipin dengan sangat serius tanpa terlihat suatu ekspresi apapun di wajahnya. Ia terlihat
37
tertarik pada gambar animasi namun belum mengerti apa isi dari tayangannya. Pada
usianya yang ke 5 bulan, ia telah banyak mengoceh dengan mengeluarkan bunyui-
bunyi seperti [əɣə], [əɣəa]. Ia juga telah dapat merespon dengan senyuman dan tawa
ketika ayahnya mengajaknya mengobrol.
Kemampuan komprehensi Karim telah banyak meningkat saat usianya 6 bulan,
ia telah dapat merespon permainan ciluk ba ayahnya, tersenyum saat orang dewasa
hendak mengambil fotonya sambil berkata ‘cheers!’. Ia juga akan menoleh saat orang
dewasa berkata ‘itu tuh liat tuh!’. Ketika terdapat sesuatu yang membuatnya
penasaran atau saat ia ditanya ‘Aim mau kemana?’, maka Karim akan menunjuk ke
suatu arah atau benda. Pada data TV DKM 20140829(1) terekam video Karim yang
sedang memainkan mainan kayunya yang akan berbunyi ketika digoyangkan. Saat
itu, ibunya mengajaknya mengobrol sambil berkata ‘Aim bisa ya maininnya?
Bagaimana caranya im?’. Saat ibunya berkata demikian, Karim terlihat sangat senang
dan menggoyangkan mainannya dengan cepat. Hal tersebut menunjukkan bahwa
Karim sedikitnya telah mengerti apa yang diucapkan orang dewasa.
Pada usia Karim yang ke 8 bulan, berbanding lurus dengan meningkatnya
kemampuan kinesik Karim yang telah bisa duduk sendiri, kemampuan
komprehensinya pun meningkat. Karim selalu memperhatikan dengan seksama segala
sesuatu yang membuatnya penasaran. Pada data TV DKM 20141004(1) terdengar
ibunya Karim yang sedang menyanyikan lagu anak-anak untuk temannya Karim,
namun demikian Karim yang sedang duduk terlihat antusias dan memperhatikan
ibunya lalu kemudian mengeluarkan bunyi [əŋɛɔ] dan [u:] sambil tersenyum. Selain
38
memperhatikan sesuatu dengan seksama, Karim juga seperti ingin menirukan apa
yang diucapkan oleh orang dewasa. Pada data TV DKM 20141006(1) terlihat Karim
yang sangat ingin menirukan ibunya yang memainkan lidahnya yang dietakkan ke
daerah palatal sehingga menimbulkan bunyi non-pulmonik klick /ʘ/. Karim yang
gagal menirukan ibunya kemudian merasa greget dan melakukan gerakan yang lucu.
Pada data TV DKM 20141129(1), Karim senang mengikuti gerakan neneknya
ketika mengelap sesuatu. Hal ini bermula ketika ia menumpahkan sesuatu pada mesin
printer yang kemudian di lap oleh neneknya. Karim kemudian melakukan gerakan
seperti mau membersihkan printer dengan tangannya, melihat tingkah cucunya
tersebut Nenek kemudian mengajarkan Karim cara mengelap yang benar. Raut wajah
karim terlihat serius ketika mengerjakan pekerjaan tersebut.
Pada usia 10 bulan Karim sudah dapat memanggil nama ‘ayah’. Meski
demikian ia belum sepenuhnya dapat mengucapkan ‘ayah’. Pada data TV DKM
20141212(1) terlihat Karim yang sedang mengoceh [ayayayaya] ketika ibunya
menyuruhnya untuk mengucapkan ‘ayah’. Di usianya yang ke sepuluh bulan, Karim
sudah dapat melakukan gerakan dadah ketika disuruh untuk dadah, ia juga senang
mengambil dan nmemainkan segala sesuatu yang membuatnya tertarik. Hobinya ialah
menonton tayangan Upin-Ipin, Sopo Jarwo, serta video lagu-lagu bahasa Inggris.
Ketika film Upin-Ipin itu iklan, ia akan mengalihkan perhatiannya pada sesuatu yang
lain atau terkadang juga ia akan menangis. Bagitu pula ketika ia diberi tontonan yang
menyeramkan, maka ia akan menangis. Itu artinya, ia telah memahami sedikitnya
dari apa yang ia tonton, atau mana yang dia inginkan untuk ditonton.
39
Karim merupakan anak yang memiliki rasa penasaran yang tinggi, ia akan
memperhatikan dengan sangat serius ketika orang dewasa sedang berbicara atau
mengajarkannya sesuatu, ia juga akan mengambil benda-benda yang membuatnya
penasaran dan mencoba untuk melakukan suatu eksperimen terhadap benda-benda
tersebut. Hal ini nampak sejak ia berusia enam tahun saat ia berusaha menirukan
ibunya yang membuat suara-suara non-pulmonic, kemudian saat ia menirukan
gerakan neneknya mengelap sesuatu, lalu pada data TV DKM 20140829(1) Karim
mencoba untuk menggoyangkan mainannya yang akan berbunyi bila digoyangkan.
Hal tersebut juga berlanjut pada data TV DKM 20141215(1) yang menunjukkan
Karim mengambil sebuah kipas kemudian mencoba untuk membuka dan melakukan
gerakan seperti mengipas-ngipas dengan gerakannya masih terlihat kaku. Ia juga
sudah dapat memutar roda pada kereta bayi dan melakukannya secara berulang ketika
roda tersebut berputar, (data TV DKM 20141222(2)). Pada data TV DKM
20141228(1), Karim berjoget ketika ayah dan ibunya menyuruhnya untuk berjoget. Ia
juga telah memahami ucapan orang dewasa ketika menyuruhnya untuk mencium
ibunya, maka Karim pun akan mencium ibunya, (data TV DKM 20141231(1)).
Di awal tahun 2015, Karim sudah dapat berjoged apabila disuruh atau ketika ia
mendengar suara musik. Ia juga sudah dapat menunjuk gambar burung hantu dan
kura-kura yang ada di dinding. Ketika dia penasaran terhadap sesuatu maka ia akan
menunjuk dengan mulut yang dibulatkan sehingga mengeluarkan bunyi /u/ secara
berulang ulang. Ketika hujan turun, ia akan merasa sangat senang dan mengulurkan
tangannya sehingga mengenai air hujan. Di akhir bulan januari, kemampuan
40
fonetiknya sudah sangat berkembang. Ketika ia ditanya ‘Karim namanya siapa?
Karim Salman A…?’ maka ia akan menjawab dengan meneruskan [jiszt] yang
merupakan nama kepanjangannya (Aziez), (data TV DKM 20150131(1)). Rasa
penasaran Karim terhadap suatu benda selalu dijawab oleh ibu, ayah, tante, om, atau
kakek dan neneknya. Ketika Karim menunjuk atau melihat sesuatu dengan antusias
maka dengan reflek orang dewasa yang merupakan keluarganya akan memberi tahu
nama dari benda tersebut. Setelah diberi tahu, Karim akan menimpali dengan
mengatakan [həh] dengan intonasi naik yang menunjukkan ia sedang bertanya həh?
atau secara semantic bisa diartikan sebagai ‘apa?’. Ia akan mengucapkan [həh]
berkali kali dan setiap ia mengucapkan [həh] maka orang dewasa akan menjawabnya
dengan memberi tahu nama benda tersebut berkali kali, (data TV DKM
20150203(1)). Karim juga sudah dapat tepuk tangan ketika ibunya menyanyikan lagu
tepuk tangan atau ketika ia diminta untuk tepuk tangan, (data 20150205(1)). Ketika
ibunya menyuruhnya untuk memberikan benda yang berada ditangannya ke
neneknya, Karim malah melihat ibunya dan hendak memberikannya ke ibunya namun
ibunya menegaskan untuk memberikannya ke neneknya sehingga timbul wajah yang
terlihat bingung pada Karim, (data 20150213(1)). Di usianya yang genap 12 bulan, ia
terlihat sudah memiliki komprehensi yang sangat baik.
2) Perkembangan komprehensi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12
bulan
41
Seperti yang terjadi pada bayi lainnya, Vintorez belum dapat memahami apa
yang terjadi disekelilingnya pada hari pertama ia lahir. Ia juga belum dapat
memahami ujaran orang dewasa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Benzaquen,
Gagnon, Hunse, dan Foreman pada tahun 1990 (via Steinberg, Nagata, & Aline,
2001: 27), bayi telah mengenali suara ibunya sejak dalam kandungan. Meski belum
dapat merespon suara-suara, ia terlihat sudah dapat merespon sentuhan. Sentuhan jari
atau kain pada pipinya membuat Vintorez melakukan gerakan seperti ingin menetek.
Ia mengira sentuhan jari ataupun kain merupakan puting ibunya. Pada hari kedua, ia
juga terlihat telah merespon sentuhan perawat dengan tangisan. Baru pada umur
sekitar 1 bulan, ia telah dengan jelas dapat menyadari kehadiran orang lain. Hal ini
dapat terlihat pada data TV DVT 20140706(1) dimana pandangan mata Vintorez
telah dapat bertaut dengan orang tuanya. Vintorez juga telah terlihat mampu
merespon ayahnya namun hanya sebatas membulatkan bibirnya seperti ingin
berbicara dengan bunyi yang keluar hanya bunyi [ə].
Kemampuan persepsi akan alam sekitar sudah cukup membaik ketika Vintorez
telah berumur 7 bulan. Ia telah dapat merespon ayahnya dengan respon fisikal seperti
tawa kegembiraan dan ia juga telah dapat meraih tangan orang tuanya ketika mereka
mengajak Vintorez untuk ‘tos’ ataupun salaman. Namun, belum terlihat adanya
respon positif dari respon verbal. Tampaknya Vintorez lebih senang memberikan
respon-respon fisikal daripada verbal. Hal ini terlihat dari data-data hingga ia
berumur 12 bulan atau genap satu tahun. Ia telah dapat merangkak atau lebih tepatnya
merayap dan meraih mainan bergeraknya namun ia tidak mengeluarkan suara apapun.
42
Ketika ia merasa senang dan tertawa, terkadang tawanya telah lebar namun tidak ada
suara yang keluar dan terkadang juga banyak mengeluarkan suara seperti [ɛhe:], [e:ʔ],
dan [a]. Ketika ada suara tetangganya dan ayahnya berkata “siapa itu Vintorez?”
dengan nada setengah kaget, Vintorez langsung melihat kearah sumber suara dan
cepat kembali memandang ayahnya dengan intensitas pandangan yang kuat seperti
terlihat kaget. Hal itu menunjukkan bahwa Vintorez telah memiliki komunikasi
dengan ayahnya.
2.1.3 Produksi fonologi umur 0-12 bulan
1) Produksi fonologi Karim Salman Aziez: pada usia 0-12 bulan
Sama seperti bayi-bayi lainnya, pada awal Karim lahir, ia hanya bisa menangis
atau mengeluarkan bunyi-bunyi yang sulit ditebak. Pada hari kedua setelah ia
dilahirkan, suara yang keluar menyerupai bunyi mirip vokal [ɛ] dan [ə] yang diikuti
oleh bunyi konsonan glottal frikatif [h]. Bunyi-bunyi tersebut merupakan bunyi-bunyi
yang bertahan selama masa pemerolehan bunyi. Bunyi lainnya baru muncul satu
bulan kemudian. Bunyi baru yang muncul ialah bunyi vokal rendah [a]. Meski
demikian, bunyi-bunyi vokal yang sering muncul ialah bunyi vokal sedang tengah [ə]
dan vokal sedang bawah [ɛ]. Pada umur 4 bulan Karim sudah banyak mengoceh.
Pada ocehannya pun terdengar bunyi-bunyi baru seperti bunyi laringal [ɣ], bunyi
dorsovelar nasal [ŋ]. Bunyi tersebut muncul dengan gabungan bunyi-bunyi vokal [ə],
[e] dan [a] serta konsonan [h] sehingga bunyi bunyi yang dihasilkan seperti bunyi
[əŋeah] dan [əɣhr]. Bunyi konsonan getar [r] dibuat menjadi [r] dikarenakan terdapat
43
bunyi getar yang menyerupai konsonan [r] namun sangat tipis sehingga belum dapat
didefinisikan sebagai bunyi konsonan getar [r]. Pada umur 6 bulan Karim sudah dapat
tertawa dengan sangat lepas, diantara tawanya muncul bunyi konsonan baru yang
berupa bunyi dorsovelar nasal [x]. Selain itu, vokal baru yang berupa vokal belakang
[u].
Bunyi-bunyi baru juga muncul saat Karim berusia 9 bulan. Ia sudah dapat
mengucapkan konsonan seperti alveolar plosive /d/ namun pengucapannya belum
sempurna sehingga masih terdengar seperti bunyi diakritik linguolabial /ḏ/. Pada
bunyi diakritik linguodental / ḏ/, bunyi [d] terdengar seperti gabungan dua konsonan
alveolar [d] dan [t]. Selain itu, Karim juga sudah dapat mengucapkan bunyi bilabial
[m]. Satu bulan kemudian saat usia Karim mencapai usia 10 bulan inventori bunyi
Karim bertambah. Ia dapat mengucapkan bunyi konsonan apikoalveolar nasal [n],
semivokal laminopalatal [y], bunyi konsonan hambat bilabial [p] dan [b]. Bulan
berikutnya, 11 bulan, vokal baru yaitu vokal sedang bawah belakang [ɔ] muncul.
Pada bulan tersebut juga muncul bunyi palatal plosive [ɟ] dan bunyi frikatif
laminoalveolar [z]. Pada usianya yang genap 12 bulan, Karim dapat memproduksi
bunyi menyerupai bunyi konsonan [k] namun juga terdengar seperti [g], (TV DKM
20150205(1)).
Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi Karim hingga umur 12 bulan, dapat
dilihat bunyi-bunyi yang telah muncul mirip dengan bunyi-bunyi pada bagan 2.1 dan
2.2. Bunyi-bunyi yang dikeluarkan sebagian besar bertahan hingga Karim telah
melalui tahap pemerolehan bahasa atau pada umur 12 bulan. meski demikian, adapula
44
bunyi-bunyi yang hilang namun hanya beberapa saja. Oleh karena itu, bunyi-bunyi
ini disebut sebagai bunyi potensial dikarenakan akan memiliki dampak pada
pemerolehan bunyi dimana bunyi sudah mulai dapat memberikan makna fonemisnya.
Bagan 2.1 Vokal Potensial Karim
Bagan 2.2 Konsonan Potensial Karim
Bilabial Alveolar Alveopalatal Velar Glottal Laringal
Hambat b
p
t*
d* j
k*
g*
Frikatif z h ɣ
Nasal m n ŋ
Getar
Semivokal y
*belum terdengar secara jelas dan sempurna, masih menyerupai salah satunya
Kedua bagan di atas merupakan bunyi-bunyi seperti vokal dan konsonan yang
pernah diucapkan oleh Karim. Bunyi-bunyi tersebut tidak terjadi secara serempak
Depan Tengah Belakang
Tinggi
Sedang
Bawah
ə e
a ɛ ɔ
u
45
tetapi melalui urutan-urutan tertentu. Berikut adalah urutan pemunculan bunyi-bunyi
pada Karim hingga usianya mencapai 12 bulan.
Tabel 2.3 Urutan Pemerolehan Fonem Karim Umur 0-12 Bulan
Vokal : [ɛ ə]
[a]
[e]
[u]
[ɔ]
- umur dua hari
- umur 1 bulan
- umur 4 bulan
- umur 6 bulan
- umur 11 bulan
Konsonan :
[h]
[ɣ ŋ]
[x]
[d m t]
[n y p b]
[j z]
[k* g*]
- umur dua hari
- umur 4 bulan
- umur 6 bulan
- umur 9 bulan
- umur 10 bulan
- umur 11 bulan
- umur 12 bulan
Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi, meskipun bunyinya telah bergabung
atau diikuti oleh bunyi lainnya, namun bunyi-bunyi tersebut tampaknya belum
memiliki nilai fonemik yang dapat dimengerti oleh pendengar. Meski demikian,
46
terdapat dua bunyi yang dapat diucapkan oleh Karim yang telah memiliki makna
yaitu kata [yayaya] yang memiliki makna ayah dan kata [jəzts] yang merupakan nama
kepanjangan dari Karim yaitu Aziez.
2) Produksi fonologi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 0-12 bulan
Pada minggu-minggu awal setelah Vintorez lahir, suara yang keluar sangat
terbatas dan sulit untuk ditebak. Bunyi-bunyi tersebut keluar saat ia menangis dan
bunyi-bunyi yang dikeluarkan secara reflek. Pada hari kedua, bunyi yang telah
dihasilkan ialah bunyi mirip vokal [ə], [e], dan [a]. Bunyi-bunyi tersebut seringkali
disisipi oleh bunyi glottal frikatif [h] atau terkadang juga diikuti oleh bunyi vokal
lain. Dari bunyi-bunyi tersebut, bunyi yang banyak keluar ialah bunyi-bunyi vokal
tengah sedang [e] dan [ə]. Bunyi-bunyi tersebut selalu muncul pada bulan-bulan
selanjutnya. Pada umur 3 bulan muncul bunyi vokal baru yang berupa bunyi glottal
plosive [ʔ] dan bunyi dorsovelar nasal [x]. Untuk bunyi vokal, munculnya bunyi
vokal baru terlihat pada awal Januari 2015 ketika Vintorez berusia 7 bulan dengan
vokal yang muncul berupa vokal tinggi depan [i]. Bunyi vokal baru kemudian uncul
kembali pada akhir Januari 2015, 7 bulan, dengan bunyi yang muncul ialah bunyi
vokal sedang bawah depan [ɛ]. Bunyi-bunyi tersebut terus bertahan hingga Vintorez
berusia 12 bulan atau genap satu tahun. Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi
Vintorez hingga umur 12 bulan, dapat dilihat bunyi-bunyi yang telah muncul mirip
dengan bunyi-bunyi pada bagan 2.3 dan 2.4. Beberapa bunyi muncul dengan
intensitas yang lebih sering dari bunyi-bunyi lainnya. Pada kasus Vintorez, bunyi
47
vokal tengah sedang atas [ə] dan bunyi tengah rendah [a] lebih sering muncul di
dalam celotehannya dari bunyi-bunyi vokal lainnya. Bunyi-bunyi tersebut tidak
muncul secara sendiri-sendiri namun membentuk suatu bunyi kombinasi seperti
[əɣə], [əa], dsb.
Bagan 2.4 Vokal Potensial Vintorez
Bagan 2.5 Konsonan Potensial Vintorez
Bilabial Alveolar Alveopalatal Velar Glottal Laringal
Hambat ʔ
Frikatif x h ɣ
Nasal ŋ
Getar
Semivokal
Kedua bagan di atas merupakan bunyi-bunyi seperti vokal dan konsonan yang
pernah diucapkan oleh Vintorez. Bunyi-bunyi tersebut tidak terjadi secara serempak
Depan Tengah Belakang
Tinggi
Sedang
Bawah
ə e
a ɛ
i
48
tetapi melalui urutan-urutan tertentu. Berikut adalah urutan pemunculan bunyi-bunyi
pada Vintorez hingga usianya mencapai 12 bulan.
Tabbel 2.6 Urutan Pemerolehan Fonem Vintorez Umur 0-12 Bulan
Vokal : [ə e a]
[i]
[ɛ]
- umur dua hari
- umur 7 bulan
- umur 8 bulan
Konsonan :
[h ʔ ŋ]
[ɣ]
[x]
- umur dua hari
- umur 3 bulan
- umur 7 bulan
Dari bunyi-bunyi yang telah diproduksi, meskipun bunyinya telah bergabung
atau diikuti oleh bunyi lainnya, namun bunyi-bunyi tersebut tampaknya belum
memiliki nilai fonemik yang dapat dimengerti oleh pendengar.
2.2 Kemampuan Fonologi: Umur 13-20 Bulan
2.2.1 Perkembangan kinesik umur 13-20 bulan
1) Perkembangan kinesik Karim Salman Aziez: pada usia 13-20 bulan
Pada umur 12 bulan Karim sudah mulai belajar untuk berjalan. Dalam usahanya
untuk belajar berjalan, Karim lebih senang untuk ditatih oleh orang dewasa daripada
harus mendorong kereta dorong. Ia juga senang merambat pada orang dewasa,
dinding, mobil-mobilan, kursi ataupun pagar untuk dapat berdiri. Meskipun belum
49
dapat berjalan sendiri namun ia sudah dapat turun dari kasur atau mainan kuda-
kudaan miliknya dengan tangan yang tetap harus dipegangi. Beberapa kali dia
berusaha untuk berdiri sendiri namun ia hanya berhasil berdiri sendiri dalam hitungan
beberapa detik saja. Pada usia 14 bulan, data TV DKM 20150412(1), terlihat Karim
yang dapat mendorong tantenya yang duduk di atas mainan mobil-mobilannya. Pada
usianya yang ke 14 bulan, ia senang melakukan gerakan geleng-geleng kepala. Karim
juga sudah dapat mengikuti gerakan-gerakan yang terdapat pada video lagu bahasa
Inggris yang selalu di tontonnya seperti menggerak-gerakkan jarinya, geleng-geleng
kepala, serta membuka dan menutup tangannya. Pada usia ini pula Karim sudah
mulai dapat berjalan meskipun belum seimbang dan masih sering terjatuh (data TV
DKM 20150420(1) – TV DKM 20150420(6)). Karim juga sudah mulai fasih dalam
memanggil ayahnya meskipun masih terdapat bunyi lain seperti bunyi vokal tinggi
[u] diantara bunyi vokal rendah [a] dan bunyi semivokal [y] sehingga bunyi yang
dikeluarkan berupa [auyah], (lihat data TV DKM 20150421(1)).
Dilihat dari perkembangan kinesiknya, Karim telah memiliki perkembangan
kinesik yang sangat baik hingga usianya yang ke 20 bulan. Ia sudah dapat berjalan,
berlari, jongkok, bahkan naik tangga. Kemampuannya dalam menyeimbangkan
dirinya pun sangat baik. Hal ini terlihat ketika Karim akan turun dari bidang lantai
yang lebih tinggi sekitar sepuluh sentimeter, ia dapat turun tanpa harus berjongkok
dan memegang tanah.
2) Perkembangan kinesik Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 20 bulan
50
Pada umur 12 bulan, Vintorez telah dapat menopang dirinya saat duduk. Dia
juga sudah dapat merangkak dengan sempurna. Vintorez terlihat sudah dapat duduk
di atas sepeda roda tiga tanpa sabuk pengaman dengan kedua tangan terletak pada
stang sepeda. Hal ini menunjukkan bahwa Vintorez telah memiliki perkembangan
kinesik yang cukup baik. Ketika ia melihat sebuah bola di dekatnya, ia amat senang
dan tertawa dengan mengeluarkan bunyi-bunyi [həhə]. Vintorez juga seringkali
terlihat sangat ingin berbicara namun bunyi yang keluar baru sebatas bunyi-bunyi
vokal [a] dan [ɛ] yang panjang sehingga bunyinya menjadi seperti [a:ɛ:] dan [ae:].
Bunyi-bunyi tersebut muncul ketika pengasuhnya memegang kedua tangan Vintorez
sedangkan ia sangat ingin bermain bola tanpa kedua tangannya harus dipegangi oleh
pengasuhnya. Pada usianya yang ke 12 bulan, Vintorez sudah mulai berlatih untuk
berjalan. Ia menggunakan kereta dorong dalam usahanya untuk belajar berjalan.
Kereta dorong tersebut dengan cepat di dorong oleh Vintorez. Kegembiraan pun jelas
terlihat di wajahnya. Sambil mendorong kereta dorong sesekali ia mengeluarkan
suara vokal rendah tengah [a] dan ocehan-ocehan seperti [ayayayaya] dengan bunyi
semi vokal velar [y] yang sangat jelas (data TV DVT 20150628).
Pada usianya yang ke 13 bulan ia sudah dapat berjalan dengan baik. Bunyi
bilabial bersuara [b] sudah muncul dan terdengar dengan jelas. Bunyi tersebut diikuti
oleh vokal tengah rendah [a] dan glottal hambat [ʔ] sehingga bunyinya menjadi [baʔ].
Dia juga sudah dapat mengeluarkan bunyi dental hambat bersuara [d]. Bunyi yang
keluar ialah [da:h]. Pada data TV DVT 20150820(1), 14 bulan, gerakan-gerakan
kinesiknya semakin aktif. Vintorez bahkan sudah dapat menari-nari di depan layar
51
televisi. Saat sedang menari, sesekali ia melihat ke arah pengasuhnya, ia bahkan
berlari menuju pengasuhnya. Hal yang mengejutkan, ia telah dapat mengucapkan
nama pengasuhnya, Igha, meskipun belum sempurna. Ini terlihat masih pada data TV
DVT 20150820 yaitu pada menit ke 00:15. Bunyi yang keluar ialah [əɣa:] yang
seharusnya adalah [iga]. Meskipun pada umur 7 bulan ia telah dapat mengucapkan
vokal tinggi depan [i] setelah konsonan velar frikatif [x], namun pada kasus ini
Vintorez belum dapat mengucapkan [i] dengan sempurna sehingga bunyi yang
muncul ialah bunyi [ə]. Vintorez juga belum dapat memproduksi bunyi [g] sehingga
yang muncul adalah bunyi yang mendekati [g] yaitu bunyi velar frikatif [ɣ]. Selain
itu, dari segi kinesik Vintorez juga telah dapat menunjuk benda-benda yang ingin
diperlihatkan pada orang dewasa ataupun apa yang ditanyakan oleh orang dewasa. Ia
menunjuk benda-benda tersebut dengan mengeluarkan bunyi [təh] untuk ‘itu’. Ia
belum dapat menujukkan atau mengucapkan nama-nama benda tersebut. Ia juga
sudah dapat berlari, naik ke atas kursi, dsb. Berdasarkan pengamatan di atas, hingga
usia 20 bulan Vintorez telah memiliki kemampuan kinesik yang baik.
2.2.2 Perkembangan komprehensi umur 13-20 bulan
1) Perkembangan komprehensi Karim Salman Aziez: pada usia 13-20
bulan
Semakin bertambahnya hari, kemampuan komprehensi Karim pun mulai
bertambah. Ia telah mengerti bahasa Ibunya meski ia belum mampu untuk
mengucapkan bunyi-bunyi yang bermakna selain dua bunyi fonemik yang bisa dia
52
ucapkan saat umurnya genap 12 bulan atau satu tahun. ia juga sudah dapat menoleh
ke sumber suara setiap kali namanya dipanggil. Pada usia 13 bulan, imajinasinya
sudah mulai berkembang. Pada data TV DKM 20150331(1) terlihat Karim yang
sedang asyik bermain mobil-mobilan yang di dorong ke depan dan belakang
membuat mobil tersebut seakan-akan sedang berjalan. Imajinasinya juga terlihat saat
ia naik ke dalam mobil-mobilan di sebuah arena bermain anak. Karim memutar stir
mobil seakan-akan ia sedang mengendarai mobil dan ia juga mencoba untuk
memencet benda yang terlihat seperti tombol, (lihat data TV DKM 20150404(1)).
Saat diminta untuk mendorong, Karim juga akan mendorong, (lihat data TV DKM
20150412(1)). Selain itu, Karim juga sudah sedikit mengerti tentang lagu bahasa
Inggris yang selalu ia lihat di video. Meski harus dicontohkan berkali-kali, namun ia
telah dapat mengangkat tangannya ketika orang dewasa menyanyikan lirik ‘put your
finger up’ yang memiliki arti angkat tanganmu ke atas dan menurunkan tangannya
ketika liriknya mencapai ‘put your finger down’ yang berarti simpan tanganmu ke
bawah, (data TV DKM 20150412(2)). Ia juga telah dapat memproyeksikan antara
lagu dengan gerakan di dalamnya seperti menggerakkan telunjuknya ketika lirik
lagunya berupa ‘one little finger…one little finger’ yang memiliki arti satu jari kecil.
Begitu pula ketika ada lagu lainnya yang juga terdapat gerakan di dalamnya seperti
pada lirik ‘open shut up 2x, give a little clap clap clap’ yang memiliki arti ‘buka tutup
buka tutup, berikan tepuk tangan kecil’ maka ia akan membuka dan menutup
tangannya, (data TV DKM 20150418(1)). Ia belum dapat memahami arti clap yaitu
tepuk tangan sehingga ia akan terdiam ketika liriknya mencapai clap sedangkan jika
53
diminta untuk tepuk tangan dengan menggunakan instruksi bahasa Indonesia, ia akan
menepuk tangannya.
Di usianya yang ke 15 bulan, ia telah dapat merespon kata [dadah] dengan
gerakan tangan dan ucapan balasan [dah]. Ia juga sudah dapat menunjuk dirinya
sendiri ketika ditanya ‘anak shaleh mana?’, ‘anak pintar mana?’, dan ‘anak cerdas
mana?’, (TV DKM 20150511(1)). Berbeda dari Karim saat ia berusia empat bulan, di
usia ke satu tahun tiga bulan, Karim sudah dapat merespon dengan tawa saat ia
menonton video dirinya, (data TV DKM 20150522(1)).
Perkembangan komprehensinya pun semakin lama semakin berkembang
dengan pesat, Karim sudah dapat menirukan lagu one little finger dengan sempurna.
Ia akan menggerakkan telunjukkan saat lirik ‘ one little finger 2x one little finger tap
tap tap’, kemudian mengangkan telunjuknya ke atas saat lirik berbunyi ‘put your
finger up’ dan menurunkan tangannya saat lagunya berbunyi ‘put your finger down’,
kemudian memegang kepalanya saat lagunya bebunyi ‘put it on your head’, (lihat
data TV DKM 20150603(1)). Kemampuan pemahaman ini sangat diperlukan dalam
mempersepsi bahasa ke dalam tindakan-tindakan yang juga berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa anak. Berikut adalah contoh dialog Karim saat berusia 18
bulan dimana Karim telah memahami lingkungan dengan baik. Karim (KM) Tante
(T)
Dialog 3 (diambil dari data TA DKM 20151025(2))
T : Apa itu de? (menunjuk pada sebuah pabrik bata)
KM : [pabik]
54
T : Pabrik apa?
KM : [bata]
T : Pabrik bata. Di pabrik bata ada apa ya?
KM : [tɔh baŋ] <itu terbang> (menunjuk pada asap yang keluar dari pabrik)
Hingga usianya yang ke 20 bulan, Karim sudah dapat memahami apa yang
diutarakan oleh orang dewasa dari bahasa-bahasa yang memiliki makna konkret
seperti menaruh, maju, mundur, naik, makan, buah, asap, kupu-kupu, dsb. hingga
makna abstrak seperti sakit, rasa, bau, dsb. Ia juga sudah mengetahui dan memahami
nama serta macam-macam pepohonan, bawang, warna, huruf dan angka.
2) Perkembangan komprehensi Vintorez Qurrata’ayun: pada usia 13-20
bulan
Perkembangan komprehensi yang dimiliki Vintorez setelah umur satu tahun
telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Pada usia 13 bulan ia tampak
sudah dapat merespon ibunya ketika berkata [dadaah] kemudian Vintorez
meresponnya dengan kembali mengatakan [da:h]. Ia juga sudah mengenal orang-
orang di sekitarnya meskipun belum dapat menyebutkan nama satu per satu. Hal ini
terlihat ketika orang dewasa berkata “Mana tante Fitri?” Vintorez langsung menunjuk
orang yang bernama Fitri (tetangganya) begitupun ketika ditanya “Mana kakak
Igha?” ia juga sudah langsung menunjuk pengasuhnya yang bernama Igha dan ketika
ditanya “Mana Vintorez?” maka dia langsung menunjukkan telunjuknya pada diri
55
sendiri. Pada usia 16 bulan, ia sudah dapat menjawab ketika ditanya “ayah mana
ayah?” maka ia menjawab [tətda] atau gak ada. Lebih jauh lagi ia juga sudah dapat
mengungkapkan kemauannya dengan menjawab [əmɔh] yang merupakan bahasa
Jawa yang memiliki arti tidak mau ketika diajak untuk pulang ke rumahnya. Adapun
contoh dialog yang dilakukan oleh Vintorez. Vintorez (VT) Risma (R)
Dialog 4
R : Vinto anaknya siapa?
VT : [ayah]
R : Ayah kerja dimana?
VT : [papa] <balikpapan>
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan komprehensi
Vintorez sudah cukup baik. Ia juga sudah dapat menunjuk pada referen benda-benda
dengan benar.
2.2.3 Produksi dan Aturan fonologis umur 13-20 bulan
1) Produksi dan aturan fonologi Karim Salman Aziez: usia 13-20 bulan
Bunyi-bunyi fonologis yang meliputi bunyi vokal dan konsonan telah banyak
dikuasai Karim pada usianya yang ke 12 bulan. Bunyi tersebut muncul secara
sporadis dan belum memiliki arti fonemis. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
sangat wajar terjadi pada anak karena menurut Ingram (1989: 2) masa sejak anak
dilahirkan hingga usianya genap satu tahun merupakan sebuah masa perkembangan
56
pralinguistik (prelinguistic development). Pada masa ini anak berlatih untuk
memproduksi fonem-fonem yang terdapat dalam bahasa. Bunyi-bunyi yang telah
diproduksi Karim hingga umur satu tahun pun mulai berkembang dan mulai memiliki
arti fonemis.
Pada umur satu tahun, Karim menyebut ayahnya dengan panggilan [ayayaya].
Namun, menginjak usianya yang ke 14 bulan, bunyi tersebut berkembang menuju
bunyi yang diucapkan orang dewasa. Seperti pada ucapan yang memiliki arti fonemis
‘ayah’, pada usia genap satu tahun, bentuk fonetisnya berupa [ayayaya] lalu
kemudian pada usia 13 bulan, (data TV DKM 20150421(1)), berubah menjadi [əɣah].
Pada hari yang sama, (data TV DKM 20150421(1)), fonetisnya berubah menjadi
[əӨyah]. Beberapa hari kemudian berubah menjadi [aəyah]. Baru pada usia 15 bulan,
(data TV DKM 20150521(1)), bentuk fonetisnya sudah sangat lancar menyerupai
orang dewasa, yaitu [ayah]. Jadi perkembangan pengucapan kata ‘ayah’, memiliki
perkembangan fonetis [ayayaya] → [əӨyah] →[aəyah]→ [ayah]. Ia juga sudah dapat
mengucapkan kata [dah] untuk [dadah], (TV DKM 20150511(1)), dan [am] untuk
mengucapkan nama panggilannya [aim], (TV DKM 20150521(1)).
Jika dilihat dari data-data yang telah dikumpulkan, kemampuan perkembangan
produksi Karim terlihat sangat signifikan sejak usianya 14 bulan, yaitu saat
kemampuan kinesiknya memungkinkannya untuk dapat berjalan. Dari data yang
dikumpulkan juga dapat dilihat inventori fonem Karim hingga usianya dua tahun.
Berikut adalah bagan inventori fonem vokal dan konsonan Karim hingga usia 20
57
bulan. Pada usia ini, fonem-fonem tersebut sudah dapat diucapkan dengan bunyi-
bunyi yang telah memiliki arti fonemis.
Bagan 2.7 Fonem Vokal Karim hingga Umur 20 bulan
Dari data bagan 2.7 dapat dilihat bahwa inventori fonem vokal bahasa Indonesia
Karim di usia 20 bulan sudah lengkap. Bunyi-bunyi alofonik pada masing-masing
fonem juga sudah mulai bervariasi. Selain itu, beberapa bunyi diftong juga sudah
dapat ia lafalkan seperti bunyi diftong [au] pada kata ‘mau’, namun diftong [ui] pada
kata ‘pinguin’ dibunyikan [i] menjadi [win]. Dengan demikian, hingga usia dua tahun
Karim telah dapat memproduksi bentuk-bentuk kata
tantə - tante
ʃatu - satu
kɛz - Marquez (nama pembalap motoGP)
biyu - biru
bɔtol - botol
ñeñeʔ - nenek
kəapa - kelapa
Depan Tengah Belakang
Tinggi
Sedang
Bawah
ə e
a ɛ
i
ɔ
o
u
58
Bagan 2.8 Fonem Konsonan Karim hingga Umur 20 Bulan
Bilabial Labio- Dental Dental Alveolar Alveo-
Palatal Velar Glottal Laringal
Hambat p
b
t
d
c
j
k
g ʔ
Frikatif
f ө
s
z
ʃ
x h ɣ
Afrikat
Nasal m n ñ ŋ
Getar r*
Lateral l*
Semi-
Vokal w
y
*belum muncul atau baru muncul secara terbatas.
Sebelum Karim dengan tepat membunyikan suatu konsonan, ia seringkali
mengganti bunyi tersebut dengan bunyi-bunyi konsonan yang lain. Beberapa
perkembangan bunyi yang diproduksi Karim adalah sebagai berikut.
[am] → [aəm] → [aʔim] Aim(panggilan namanya)
[to] → [ethoh] → [doŋ] → [edoŋ]→[dədəŋ]→[dedɔŋ]gendong
[pɛsɛt] →[pəsɛt] → [pəcet] → [pəncet] pencet
59
[abwu]→[apu]→[pu]→[apbwu]→[apuh]→[əbu] ibu
Jika dilihat dari posisi bunyi fonem-fonem yang telah dikuasai Karim, Karim
telah menguasai fonem-fonem pada posisi-posisi seperti berikut.
(1) Sudah diperoleh pada semua posisi
[p b t d c j k g ʔ f Ө s ʃ h m n ñ ŋ ]
(2) Diperoleh tapi baru pada akhir suku kata
[z]
(3) Diperoleh tapi baru pada posisi tengah
[x ɣ]
(4) Belum diperoleh
[r l]
Fonem-fonem tersebut sudah dapat dikuasai Karim dalam melafalkan sebuah
kata. Tidak hanya kata, ia juga sudah dapat melafalkan lebih dari dua kata. Meski
demikian, jika fonem-fonem tersebut bertemu dengan bunyi-bunyi yang berbeda,
terkadang ia masih menggantinya dengan fonem yang lain. Sebagai contoh, ketika ia
mengucapkan kata ‘kecil’ ia dapat mengucapkannya dengan benar [kəcil], tetapi
ketika ia mengucapkan kata ‘kaca’, ia mengganti fonem /c/ dengan /t/ sehingga
menjadi [ka ta] dengan membunyikan silabel [ka] dan [ta] dengan jarak sekitar satu
detik. Pada kata yang lebih dari satu ia akan membunyikan silabel yang lebih kuat,
seperti pada kata ‘how do you do’, dimana bunyi [du] lebih kuat dari bunyi yang lain
60
maka Karim mengucapkannya dengan [du du du du]. Namun ketika tidak ada bunyi
yang kuat, ia akan menggabungkan kata tersebut atau memisahkannya. Sebagai
contoh ketika Karim mengucapkan ‘ayah, mau liat ikan’, maka ia mengucapkannya
dengan [ayah moyat ikan]. Ketika ia hanya mengucapkan kata ‘mau’, ia dapat
mengucapkannya dengan benar [mau]. Namun ketika kata tersebut bergabung dengan
kata lainnya, yaitu ‘lihat’, maka pengucapannya menjadi [moyat]. Diftong [au] ia
ganti dengan vokal belakang [o] dan kata ‘lihat’ ia hanya mengucapkan bunyi silabel
ultima [at] sehingga ketika digabungkan akan terdengar bunyi pelancar [y] sehingga
bunyinya menjadi [moyat]. Adapun aturan fonologi berdasarkan pengucapan Karim
ialah sebagai berikut.
1. Bunyi getar [r] akan dirubah menjadi bentuk lateral [l] atau palatal [y],
mengalami retrofleksi [r], atau bahkan dilesapkan. Bunyi getar [r] akan
diganti ke dalam bunyi lateral [l] jika di dalam kata juga terdapat terdapat
bunyi lateral sehingga seakan-akan bunyi getar ini mengalami harmonisasi
konsonan pada bunyi sebelum atau sesudahnya yang terdapat bunyi lateral
dengan silabel terbuka. Contoh dari perubahan bunyi getar ke bunyi lateral
pada ucapan Karim ialah pada kata <lapar> berubah menjadi [lapaəl]. Bunyi
getar akan dirubah menjadi bunyi palatal [y] jika bunyi getar diapit oleh
bunyi vokal yang berbeda. Perubahan ini terjadi pada kata <biru> yang
dirubah menjadi [biyu] atau <bendera> menjadi [mbəndeya]. Bunyi [r] akan
dilesapkan jika bunyi getar [r] diikuti atau diawali dengan konsonan.
61
Contohnya ialah pada kata <tabrak>, <terbang> dan <zebra> akan diucapkan
menjadi [tabaʔ], [təbaŋ], dan [əba]. Perubahan retrofleksi [r] terjadi pada
situasi lainnya seperti kata <wafer>, <motor>, dan <rantai> diucapkan
menjadi [fər], [mɔtɔrl], dan [rantɛ]. Namun demikian, jika di dalam sebuah
kata terdapat bunyi [l], maka bunyi tersebut diucapkan dengan tidak jelas
atau bahkan dihilangkan. Contoh percakapan antara Karim (KM) dan
Peneliti (P).
Dialog 5
P : Im, itu lihat ada apa? Ada lalat ya?
KM : [ya]
P : Apa itu namanya, im?
KM : [lyalat]
P : ada berapa lalatnya ya? Ada lima ya, im? Ada berapa ya, im?
KM : [əma]
Dari data percakapan 5 di atas, bunyi [l] pada <lalat> sangat tipis sekali
diucapkan [lyalat] sedangkan pada kata <lima> bunyi [l] cenderung
dihilangkan.
2. Bunyi velar plosif [k] akan dirubah menjadi bunyi glottal [ʔ] jika terletak
pada akhir kata dengan silabel tertutup. Contohnya pada kata <kapak>,
62
<tabrak>, <enak>, dan <naik> diucapkan menjadi [kapaʔ], [tabaʔ], [enaʔ],
dan [naeʔ].
3. Dental frikatif ringan [s] dapat berubah menjadi dental frikatif [Ө],
laminopalatal frikatif [ʃ], atau tidak berubah. Contoh:
Senang → [ʃənaŋ]
Six → [siʔ]
Satu → [Өatu]
Susu → [ӨuӨu]
4. Bunyi dental nasal akan berubah menjadi alveopalatal nasal atau tidak
berubah. Contoh:
Nenek → [ñeñeʔ]
Enak → [naʔ]
5. Bunyi velar nasal [ŋ] akan berubah menjadi alveopalatal nasal [ñ] atau tidak
berubah. Contoh:
Gandeng → [andeñ]
Singa →[sinña]
Senang →[ʃənaŋ]
2) Produksi dan aturan fonologi Vintorez Qurrata’ayun: usia 13-20 bulan
Pada usia 13 bulan, muncul bunyi baru yang diproduksi oleh Vintorez yaitu
bunyi semivokal alveolar [y]. Bunyi semivokal tersebut muncul dengan diapit oleh
63
bunyi vokal bawah [a] yang diulang berkali kali sehingga bunyinya menjadi [ayaya].
Pada bulan-bulan berikutnya, bunyi-bunyi konsonan baru pun sudah mulai
bermunculan. Bunyi-bunyi bilabial pun sudah muncul dengan urutan kemunculan
bunyi hambat bilabial bersuara [b] lebih dahulu muncul daripada bunyi hambat
bilabial tak bersuara [p]. Bunyi nasal bilabial [m] muncul lebih dahulu daripada bunyi
hambat bilabial tak bersuara [p] sehingga urutannya menjadi [b] → [m] → [p].
Bunyi-bunyi alveolar seperti [t] dan [d] pun sudah muncul namun masih terdengar
antara [t] dan [d] ataupun [d] dan [t] atau bahkan terdengar seperti bunyi dental
frikatif [ð]. Sebagai contoh, dapat dilihat dari percakapan Vintorez ketika berusia 17
bulan. Igha (I) Vintorez (VT)
Dialog 6
I : Vintooo
VT : (berlari keluar rumah) [ta ta ta ta]
Dari data percakapan 3 dapat dilihat bahwa Vintorez dapat mengucapkan bunyi [t]
dengan sempurna. Namun demikian, bunyi [ta ta ta ta] masih belum memiliki arti
fonemis. Bunyi [d] akan menjadi bunyi aspirasi [dh] atau bunyi frikatif [ð]. Vintorez
(VT) Peneliti (P)
Dialog 7
64
(Vintorez sedang asyik duduk di depan rumahnya sambil bermain kunci motor)
VT : [ədhə:] (ngoceh sendiri)
P : Vinto lagi apa?
VT : [ðəðəʔ] <duduk>
Dengan demikian dapat dilihat bahwa dari segi produksi, bunyi-bunyi mulai
banyak bermunculan hingga Vintorez berusia 20 bulan. Meski telah banyak bunyi
yang muncul namun bunyi-bunyi tersebut masih keluar dalam bentuk sporadis. Ia
masih banyak mencampurkan bunyi-bunyi yang telah dia miliki. Bunyi-bunyi yang
sering muncul ialah bunyi-bunyi dengan bentuk seperti:
[əpwah] [əm] [ədtah]
[eyttəh] [papba] [əgxa]
[əmɔh] [tətda] [təta]
[əyaya] [ðəðəʔ] [əya]
Pada tahap ini Vintorez memang telah banyak mengeluarkan bunyi-bunyi.
Namun, bunyi-bunyi yang dihasilkan belum memiliki makna fonemik sehingga
pendengar lebih sering mengernyitkan dahi karena mencoba untuk mencerna apa
yang dimaksudkan oleh Vintorez. Terkadang pemaknaan dari bunyi-bunyi yang
diproduksi oleh Vintorez terbantu dengan kemampuan kinetiknya yang sudah cukup
65
baik. Sebagai contoh, ketika tukang jamu datang dan Vintorez berlari ke arah
pengasuhnya dan ‘berkata’ [əgxa] sambil memegang kaki pengasuhnya dengan erat
maka mungkin Vintorez ingin berkata [Iga] untuk memanggil pengasuhnya. Namun
kata [əgxa] juga muncul dalam salah satu celotehannya ketika Vintorez sedang asyik
bermain kunci. Contoh lainnya adalah bunyi [ədtah] yang mirip dengan [udah] atau
[ada] namun bunyi ini muncul pada setiap kesempatan seperti saat ia berlari, bermain,
ditanyai, dsb. Maka dari itu bunyi-bunyi yang keluar pada tahap ini sepertinya
merupakan hanya sebatas latihan muskuler.
Hingga saat ini, Vintorez telah berusia 20 bulan. Pada usianya di 20 bulan, ia
telah menguasai vokal-vokal [i ə e u ɔ a]. Dari vokal-vokal tersebut, tidak semua
vokal sering muncul saat Vintorez berujar atau berceloteh, bunyi vokal yang sering
muncul ialah vokal [ə], [e], dan [a] sedangkan bunyi yang jarang muncul ialah bunyi
[i], [u] dan [ɔ]. Bunyi vokal sedang terbuka belakang [ɔ] hanya muncul ketika
Vintorez berkata [əmɔh]. Vokal-vokal tersebut dapat ditemui pada beberapa kata
yang telah memiliki arti fonemis dan dapat diujarkan oleh Vintorez.
[kən] ikan [ayah] ayah [nah] sana [igha] Iga
[tah] gajah [ənda] bunda [ətan] ikan [ti] roti
[təh] ituh [bu] sapu [əmɔh] emoh [nih] ini
Dengan demikian, pada tahap pemerolehan bahasa, vokal-vokal yang telah dikuasai
tersebut dapat dilihat pada bagan 2.9 fonem vokal berikut:
66
Bagan 2.9 Fonem Vokal Vintorez hingga Umur 20 Bulan
Dari bagan di atas dapat terlihat bahwa Vintorez hingga umur 20 bulan telah
menguasai semua fonem vokal bahasa Indonesia. Untuk fonem-fonem konsonan
Vintorez telah memiliki banyak konsonan baru namun tidak semua konsonan telah ia
kuasai. Konsonan yang telah dikuasai Vintorez dapat dilihat pada bagan 2.8 berikut.
Bagan 2.10 Fonem Konsonan Vintorez hingga Umur 20 Bulan
Bilabial Alveolar Alveopalatal Velar Glottal Laringal
Hambat p
b
t
d
k*
g* ʔ
Frikatif x h ɣ
Nasal m n ŋ
Getar
Semivokal w* y
*belum muncul atau baru muncul secara terbatas.
Depan Tengah Belakang
Tinggi
Sedang
Bawah
ə e
a ɛ
i
ɔ
o
67
Dari bagan konsonan urutan yang berlaku pada Vintorez sesuai dengan urutan
universal. Contohnya ialah pada kelompok konsonan hambat. Pada konsonan ini,
konsonan bilabial dan alveolar telah dimiliki Vintorez dengan urutan konsonan berat
seperti [b] dan [d] muncul terlebih dahulu daripada [p] dan [t]. Konsonan hambat [b]
dan [d] telah muncul terlebih dahulu pada saat Vintorez berusia 14 bulan pada data
TV DVT 20150801(1) dengan belum berupa kata namun masih dalam bentuk ocehan
seperti [baʔ] dan [da:h]. Bunyi hambat [p] dan [t] muncul satu bulan kemudian dalam
bunyi-bunyi seperti [apbaə] dan [tətda]. Vintorez juga belum dapat mengucapkan
bunyi-bunyi likuida [l] dan [r], ia juga belum dapat mengucapkan bunyi luncuran [w]
dalam kata namun bunyi [w] keluar secara terbatas pada ocehan atau berupa
labialisasi. Namun demikian, ia telah dapat mengucapkan bunyi luncuran [y] bahkan
pada saat ia memperoleh kata pertama yaitu, [yaya] <ayah> dimana bunyi [y] pada
teori universal akan diperoleh di akhir.
Dari kata-kata yang telah muncul, kata yang telah dapat dimengerti atau telah
memiliki arti fonemik terbilang sangat sedikit. Kata-kata tersebut ialah;
[teta] / [kyeta] “kereta”
[ətah] “gajah”
[əmɔh] “əmɔh” (b. Jawa yang berarti ‘tidak mau’)
[ba:h] “abah/embah”
[əya:h] “ayah”
[əpbuʔ] “kerupuk”
[akkɛ:] “ake” (b.bima yang berarti ‘ini’)
68
[ədtah] “gajah”
[tətda] “gak ada”
[ətəh] “jatuh”
Dari daftar kosa-kata yang telah dapat diucapkan Vintorez tersebut umumnya
belum berkembang sejak pertama kali dia mengucapkkan kata tersebut. Kata yang
mengalami perkembangan bunyi hanya satu atau dua kata seperti pada kata ‘kereta’
yang diucapkan teta → keyta dan saat memanggil pengasuhnya yang bernama iga
dengan mengucapkan əɣa → əkxa →əigha. Jika ditinjau dari kemampuan dan posisi
fonem Vintorez hingga tahun 20 bulan, pemerolehan fonologi dan kemampuan
pengucapan fonem Vintorez adalah sebagai berikut:
(1) Sudah diperoleh pada semua posisi
[ə a t y h d b m n g p ŋ ð]
(2) Diperoleh tapi baru pada akhir suku kata
[ɛ i]
(3) Diperoleh tapi baru pada posisi tengah
[x k g w*]
(4) Belum diperoleh
[f l r s v z ñ j ʃ]
Meskipun beberapa vokal ataupun konsonan telah ia kuasai pada posisi-posisi
tersebut, namun pada beberapa kasus Vintorez masih belum dapat menguasainya.
Sebagai contoh, ia telah dapat mengucapkan <roti> dengan hanya mengucapkan
69
silabel akhir [ti] namun dengan jelas ia telah mampu mengucapkan fonem /i/. lain
halnya pada kata <sapi> dimana bunyi [i] terdapat pada posisi yang sama yaitu
menempati posisi akhir, namun Vintorez mengucapkan bunyi [i] pada kata <sapi>
menjadi [apwa].
Hingga usia 20 bulan jumlah leksikon yang dikuasai Vintorez sangat terbatas.
Hal ini berpengaruh pada pemerolehan fonologi yang cenderung masih sulit untuk
diketahui. Pada data TA DVT 20151101(1) dapat dilihat percakapan yang dilakukan
oleh Vintorez (VT) dan pengasuhnya (P).
Dialog 8
VT : [əa a a: aʔ] (mengoceh)
P : Mandi yuk Vinto
VT : [aaa] (berteriak)
P : (berusaha menggendong Vintorez)
VT : [ə:h] (berteriak semakin keras)
P : Sini Vinto, ditinggal lho
VT : [ədəɔ:]
P : Ayo mandi nanti kita ke sunmor
VT : [əna]
Bunyi-bunyi yang telah dikuasai Vintorez memang cukup variatif. Namun, bunyi-
bunyi tersebut sering muncul pada ocehan-ocehan saja yang tidak memiliki arti
70
fonemis. Oleh karena itu, tidak semua bunyi telah dikuasai oleh Vintorez dan
beberapa hanya dapat dikuasai secara parsial.
Dikarenakan jumlah leksikon yang sedikit, maka kaidah penyesuaian bunyi
yang dihasilkan oleh Vintorez juga didasarkan pada contoh-contoh yang terbatas.
Berikut adalah aturan perubahan bunyi yang dihasilkan oleh Vintorez dalam
menyesuaikan artikulasinya yang belum sempurna.
1. Merubah bunyi-bunyi palatal plosif [j] dan velar plosif [k] dan [g] menjadi
bunyi alveolar plosive [t] seperti pada kata <kereta> dan <gajah> diucapkan
menjadi [teta] dan [tətah]. Namun pada kata <gajah>, ia terkadang
melakukan perubahan regresif dengan tidak merubah ataupun membunyikan
fonem pertama pada [gajah] sehingga kata <gajah> terkadng berubah
menjadi [ətah].
2. Bunyi alveolar frikatif [s] akan dihilangkan sehingga pada kata <sana> dan
<sapi> akan diucapkan menjadi [əna] dan [əpwa].
3. Ketika pada sebuah kata yang memiliki dua silabel, jika silabel pertama
merupakan silabel terbuka, maka bunyi vokal [a] pada silabel pertama
berubah menjadi bunyi vokal tengah sedang tertutup [ə]. Hal ini terjadi pada
kata <gajah>, <sapi> dan <sana> akan diucapkan [ətah], [əpwa], dan [əna].
4. Fonem /p/ mengalami proses labialisasi menjadi [pw]. Hal ini terjadi pada
kata <sapi> yang diucapkan menjadi [apwa]
71
BAB III
PERBANDINGAN KEMAMPUAN FONOLOGI
Karim dan Vintorez dilahirkan secara normal dengan keadaan yang sehat. Mereka
juga tidak menderita autisme, disleksia, atau penyakit lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuan bahasa. Selain itu, asupan gizi mereka pun sama-sama
tercukupi sehingga fungsi otak dan organ tubuh mereka pun berfungsi dengan
normal. Seperti yang telah dijelaskan pada bab dua bahwa kemampuan fonologi juga
berkaitan dengan bagaimana perkembangan kinesik maupun komprehensi anak. Oleh
karena itu, bab ini membahas mengenai perbandingan-perbandingan perkembanagn
kinesik, komprehensi, dan produksi fonologi Karim dan Vintorez.
3.1 Perbandingan Perkembangan Kinesik Karim dan Vintorez
Perkembangan kinesik juga turut memberikan kontribusi dalam pemerolehan
bahasa. Hal ini dikarenakan sebelum anak dapat berbahasa, perkembangan kinesik
dapat membantu anak dalam melakukan komunikasi secara non-verbal. Liliweri
(2003) menyatakan bahwa kinesik merupakan studi mengenai bahasa tubuh, mimik
wajah, gerakan tubuh, dll. Perbedaan gerakan-gerakan tubuh anak dapat membantu
pendengar dalam mengartikan apa yang mereka ucapkan. Seperti ketika Karim
mengucapkan [at], akan sulit dipahami jika tidak ada bantuan dari kinesiknya. Bunyi
[at] tersebut dapat memiliki makna ‘lalat’, ataupun ‘lihat’. Ketika Karim menunjuk
seekor lalat, bunyi tersebut dapat memiliki makna sebagai ‘lalat’, namun ketika
72
72
Karim menarik-narik atau memandang orang dewasa dan menunjuk pada suatu
benda, maka bunyi tersebut dapat memiliki arti ‘lihat!’. Oleh karena itu, meski bukan
merupakan pembahasan utama, perkembangan kinesik Karim dan Vintorez akan
diperbandingkan di dalam penelitian ini.
Ketika dilahirkan, Karim memilki berat badan 3.1 kg. Berat badan Karim lebih
berat daripada berat badan Vintorez yang memiliki berat badan 2.9 kg. Namun
demikin, berat badan mereka masih masuk dalam berat badan normal di usia
kelahiran. Pada awal dilahirkan, keduanya memiliki pertumbuhan kinesik yang sama
dengan bayi lainnya yaitu menangis, adanya gerakan reflek pada tangan dan kakinya,
dan juga gerakan mulut seperti menetek ketika diberikan stimulus dengan
menempelkan jari atau benda ke dekat mulutnya. Pertumbuhan kinesik mereka pun
terlihat sama pada bulan-bulan berikutnya. Di usia mereka yang ke 3 bulan,
kemampuan kinesik mereka sudah dapat memungkinkan mereka untuk dapat
tengkurap dan mengangkat kepala. Mereka juga sudah dapat duduk dan merangkak
sebelum usia mereka genap satu tahun.
Gambar 1. Pertumbuhan Karim
Tiga hari setelah dilahirkan Sebelum usia satu tahun Sebelum usia dua tahun
73
Dari gambar 1 dapat dilihat berat badan karim yang cukup dendut. Dikarenakan berat
badan Karim yang gendut, maka kemampuan kinesik Karim dalam berjalan sedikit
lebih lamban dari Vintorez yang memiliki postur tubuh yang kecil. Vintorez sudah
dapat berjalan ketika usianya 13 bulan sedangkan Karim baru dapat berjalan dua
bulan setelahnya yaitu di usia 14 bulan.
Gambar 2. Pertumbuhan Vintorez
Dua hari setelah dilahirkan
Ketika mereka sudah dapat berjalan dan gigi mereka sudah mulai tumbuh,
kemampuan kinesik mereka pun meningkat dengan cepat begitu pula dengan
produksi fonologi mereka. Selain itu, berat badan Karim pun mulai menurun
dikarenakan ia telah aktif bergerak berlari dan bermain. Di usia yang ke dua tahun,
kemampuan kinesik mereka telah berkembang dengan sangat pesat sehingga mereka
sudah dapat berlari, menggelengkan kepala, menari, jongkok, meraih benda,
Sebelum usia satu tahun Sebelum usia dua tahun
74
menunjuk, dsb. Kemampuan kinesik Karim pun sudah sangat baik seperti anak-anak
seusianya begitu pula dengan Vintorez.
Dari hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dalam perkembangan kinesik,
pada awalnya Vintorez memiliki perkembangan yang sedikit lebih cepat dari Karim.
Hal ini disebabkan tubuh Karim yang cukup gemuk menyebabkan ia kesulitan dalam
bergerak atau mengangkat tubuhnya. Namun kemudian, ketika Karim sudah dapat
berjalan dan ia sudah mulai lincah bermain dan berlari, berat badannya berangsur-
angsur turun sehingga kemampuan kinesiknya berkembang sesuai usianya.
3.2 Perbandingan Perkembangan Komprehensi Karim dan Vintorez
Pada awal ketika mereka dilahirkan, seperti pada bayi-bayi lainnya, Karim dan
Vintorez belum dapat menyadari adanya kehadiran orang-orang disekelilingnya.
Mereka juga belum dapat merespon ujaran dari orang dewasa baik itu respon verbal
maupun non-verbal. Meski demikian, mereka sudah dapat merespon sentuhan pada
pipinya ataupun bunyi-bunyi yang diarahkan padanya. Respon yang dilakukan oleh
Karim dan Vintorez juga bukan merupakan respon komprehensi namun hanya
sebagai suatu insting. Seperti sentuhan pada pipi akan mereka pahami sebagai
sentuhan putting susu ibu sehingga mereka akan merespon dengan gerakan seperti
ingin menetek. Begitu pula jika ada bunyi-bunyi, mereka akan mencari sumber bunyi
tersebut dengan lirikan mata namun tidak berhasil melihat pada sumber bunyi yang
sebenarnya. Tatapan mereka juga terlihat belum fokus atau seperti menatap pada
awang-awang. Baru kemudian di usia mereka yang ke satu bulan, tatapan mereka
75
terlihat sudah mulai fokus. Hal ini terlihat ketika mereka sedang memandang orang
dewasa yang sedang mengajak berbicara. Mereka akan memperhatikan orang dewasa
tersebut dengan lama seperti sedang berusaha memahami apa yang sedang dilakukan
oleh orang dewasa tersebut. Terkadang, mereka juga terlihat seperti ingin menirukan
atau seperti akan berbicara namun dikarenakan organ bicara yang belum berkembang
dengan cukup baik, maka yang mereka lakukan hanyalah mengerucutkan dan
mengerak-gerakkan bibirnya seperti ingin merespon ucapan orang dewasa.
Karim dan Vintorez juga terlihat memiliki grafik perkembangan komprehensi
yang sama di usia mereka yang ke 5 bulan. Pada usia tersebut, mereka sudah dapat
merespon orang dewasa yang mengajaknya bermain. Permainan ‘ciluk baa’ sudah
dapat mereka respon dengan senyuman dan tawa yang renyah. Mereka juga akan
melihat ke arah sumber yang ditunjuk ketika orang dewasa mengatakan ‘itu apa tuh?’
atau tersenyum ketika akan di foto. Pada usia 7 bulan, mereka sudah dapat merespon
dengan melambaikan tangan ketika orang dewasa berkata ‘ayo dadah’ ataupun
bersalaman ketika orang dewasa menjulurkan tangannya. Meski sudah dapat
memahami beberapa ucapan orang dewasa, namun mereka belum menunjukkan
adanya respon verbal.
Perbedaan perkembangan komprehensi terlihat ketika usia mereka 8 bulan.
Pada usia tersebut, Karim sudah dapat melihat, menoleh atau menunjuk ke arah yang
tepat ketika ditanya ‘mana Cicak?’ atau ‘mana Pesawat’ ataupun ketika diminta untuk
menunjukkan gambar-gambar yang ada di dinding rumah. Katika diminta untuk
menunjukkan gambar atau suatu benda, Karim akan menunjuk benda tersebut disertai
76
bunyi vokal [u]. Bunyi vokal [u] tersebut memiliki makna ‘itu’. Selain itu, ketika
menginginkan sesuatu maka Karim akan menunjuk ke arah dimana benda tersebut
berada dengan mengeluarkan bunyi vokal [a], [ə], ataupun [u]. Dengan demikian,
komunikasi antara Karim dan orang dewasa terlihat lancar. Lancarnya komunikasi
antara Karim dan orang dewasa menyebabkan Karim sedikit sekali menangis. Hal ini
akan lebih memudahkan orang dewasa dan tidak membuat mereka stress dalam
mengetahui apa yang diinginkan oleh anak. Di usianya yang ke 17 bulan, baik
komprehensi maupun produksi fonologinya sudah sangat baik. Ia sudah dapat
mengenali dan memahami pemahaman-pemahaman yang bersifat abstrak seperti
perasaan, bau, rasa, dsb. Pada usia 20 bulan, ia sudah dapat memahami dan
mengucapkan huruf, angka dan huruf hijaiyah, mengenali dan mengucapkan berbagai
macam tumbuhan, hewan, benda-benda, dsb.
Lain halnya dengan Karim, Vintorez terlihat masih sulit berkomunikasi dengan
orang dewasa. Ketika suatu peneliti mencoba untuk menanyakan pada Vintorez
‘pesawat mana?’ atau ‘mana cicak?’, Vintorez tidak dapat menunjukkan dimana
pesawat maupun Cicak. Vintorez sudah dapat mengenali pesawat, cicak, sapu, dsb. di
usianya yang ke 19 bulan. Pada usianya yang ke 20 bulan, Vintorez sudah mengenali
gambar maupun benda-benda namun belum dapat mengucapkannya dengan
sempurna. Ia akan menunjuk kepada suatu benda dan mengucapkan [təh] ketika ia
akan menunjukkan sesuatu. Dikarenakan produksi fonologi Vintorez dalam
mengucapkan bunyi yang memiliki arti fonemis masih terbatas, maka ia juga akan
77
menunjuk ketika menginginkan sesuatu dan akan menangis ketika orang dewasa tidak
mengerti atau tidak mau mengikuti apa yang ia inginkan.
3.3 Perbandingan Perkembangan Produksi Fonologi Karim dan Vintorez
Pada bab dua telah diuraikan bagaimana produksi fonologi Karim dan Vintorez
dari usia 0 hingga 20 bulan. Pada usia 0 – 12 bulan, perkembangan pemerolehan
fonologi Karim dan Vintorez terlihat bervariasi. Pada usia ini, baik Karim maupun
Vintorez belum dapat mengucapkan bunyi yang memiliki arti fonemis. Meskipun
pada usia 8 bulan Karim telah dapat mengucapkan [yayaya] untuk mengatakan
‘ayah’, namun bunyi tersebut tetap saja tidak dapat dikatakan bahwa Karim telah
mampu memproduksi bunyi yang memiliki makna fonemis. Hal ini dikarenakan
bunyi tersebut juga sering diucapkan Karim pada kondisi tidak sedang memanggil
ayahnya.
Bunyi-bunyi fonem yang dimiliki Karim pada usia 12 bulan lebih bervariasi
daripada bunyi yang diproduksi oleh Vintorez di usia yang sama. Pada usia satu
tahun, Karim sudah dapat menguasai semua fonem vokal kecuali fonem vokal
belakang sedang atas /o/ dan fonem depan tinggi atas /i/. Sedangkan fonem vokal
yang sudah dikuasai Karim ialah fonem depan sedang atas /e/ dan sedang bawah /ɛ/,
fonem tengah sedang atas /ə/, fonem tengah rendah /a/, belakang tinggi atas /u/, dan
belakang sedang bawah /ɔ/. Fonem konsonan yang dikuasai Karim pun memiliki
variasi yang lebih banyak dari Vintorez. Fonem-fonem konsonan yang telah dikuasai
Karim hingga usia 1;0:0 ialah bunyi fonem frikatif /h/, /ɣ/, /x/ dan /z/, bunyi fonem
78
plosif /d/, /t/, /p/, /b/, /k/, dan /g/. Bunyi fonem konsonan nasal /m/, /n/, dan /ŋ/, dan
yang terakhir ialah bunyi fonem semivokal /y/. Ketika Karim telah berumur 20 bulan,
produksi fonologinya masih belum lengkap. Ia masih belum dapat memproduksi
bunyi fonem /r/ dan /v/. Hal ini dikarenakan untuk dapat mengucapkan bunyi [r],
Karim harus menggetarkan udara yang keluar dari mulutnya. Hal tersebut merupakan
sesuatu yang sulit untuk anak seumurannya. Oleh karena itu, ketika terdapat suatu
kata yang membutuhkan bunyi [r] di dalamnya, Karim akan melenyapkan huruf
tersebut seperti pada <merah> ia akan mengucapkannya menjadi [mɛah] dan
<terbang> menjadi [təbaŋ], atau menggantinya dengan bunyi [l] atau [y] seperti pada
<motor> akan diucapkan [mɔtɔl] dan <marah> menjadi [mayah]. Namun demikian
terdapat perbedaan bunyi antara mengucapkan bunyi [l] pada tempatnya ataupun [l]
yang merupakan penggantian bunyi [r]. Ketika Karim mengucapkan <lari>, maka ia
akan mengucapkannya dengan [lali] dimana bunyi [l] yang pertama ia bunyikan
secara penuh sedangkan bunyi [l] yang kedua ia ucapkan separuh atau mengambang
sehingga sebelum bunyi [l] akan terdengar bunyi [r] yang tipis. Pada usia 20 bulan,
Karim juga belum dapat mengucapkan bunyi [v]. Ketika Karim membaca huruf V, ia
akan mengucapkannya dengan [fi]. Bunyi [v] itu sendiri sangat jarang untuk muncul
di dalam kosa kata bahasa Indonesia. Selain itu, latar belakang orang tua yang
merupakan orang Sunda juga selalu mengganti bunyi [v] dengan [p] atau [f]. Bunyi
[v] juga sebenarnya bukan merupakan bunyi yang terdapat di dalam bahasa
Indonesia. Jika terdapat sebuah kata yang memiliki huruf tersebut, maka kata itu
biasanya merupakan kata serapan dari bahasa luar. Lebih jauh lagi, di usianya yang
79
ke 20 bulan, Karim sudah dapat mengucapkan lebih dari dua kata seperti [mɔ nasi
ajah] atau [amih kentut apih juga], dsb.
Lain halnya dengan Karim, Vintorez juga memiliki variasi fonem vokal dan
konsonan yang bervariasi. Jenis variasi antara fonem-fonem yang diproduksi pun
tidak sama antara satu sama lain. Meski demikian, masih terdapat banyak bunyi
fonem yang sama-sama telah dapat dikuasai hingga ia berusia 12 bulan. Bunyi fonem
vokal yang telah dikuasai Vintorez hingga usia 12 bulan ialah bunyi fonem vokal
depan atas /e/, tengah sedang atas /ə/, tengah rendah /a/, depan tinggi atas /i/, dan
depan sedang bawah /ɛ/. Konsonan yang telah dikuasai Vintorez ialah bunyi fonem
frikatif /h/, /ɣ/, dan /x/, glottal plosif /ʔ/, dan velar nasal /ŋ/. Dari bunyi-bunyi yang
telah diproduksi Vintorez, beberapa bunyi sering muncul di dalam babblingnya
namun beberapa lainnya hanya muncul secara terbatas. Bunyi-bunyi fonem tersebut
juga belum memiliki arti fonetis sehingga dalam memproduksi bunyi-bunyi tersebut
Vintorez terdengar seperti mengoceh.
Pada usia dua tahun, Vintores telah menguasai beberapa fonem pada semua
posisi. Fonem-fonem tersebut ialah /ə/, /a/, /t/, /y/, /h/, /d/, /b/, /m/, /n/, /g/, /p/, /ŋ/, dan
/ð/. Pada akhir suku kata, fonem yang baru diperoleh ialah fonem /ɛ/ sedangkan yang
baru diperoleh pada posisi tengah yaitu fonem-fonem /x/, /k/, /g/, dan /w/. Fonem-
fonem yang belum muncul hingga usianya 20 bulan ialah fonem /f/, / l/, /r/, /s/, /v/,
/z/,/ ñ/ dan /j/. Di dalam mengujarkan suatu bunyi, Vintorez baru dapat mengujarkan
satu kata. Satu kata tersebut juga tidak sepenuhnya diujarkan namun yang diujarkan
adalah sylabel akhir. Ketika ia mengucapkan <iga>, <gendong>, <ini>, <itu>,
80
<bunda> maka ia akan mengucapkannya menjadi [ɣa], [dɔŋ], [nih], [təh], dan [ənda].
Vintorez belum dapat mengucapkan lebih dari dua kata.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Vintorez memiliki
perkembangan kinesik lebih cepat dari Karim. Namun, di lain sisi, kemampuan
komprehensi dan produksi fonologis Karim berkembang lebih cepat dari Vintorez.
Di usia 20 bulan, Karim telah memasuki fase holofrasis sedangkan Vintorez masih
tertinggal di fase single-word utterances atau ujaran satu kata. Menurut Ingram
(1989: 2) mengemukakan tahapan ujaran pada pemerolehan bahasa. Ia menjelaskan
bahwa perkembangan pralinguistik terjadi sejak bayi dilahirkan hingga usianya
mencapai satu tahun. pada kasus ini, baik Karim maupun Vintores masih masuk ke
dalam fase pralinguistik ketika umur mereka satu tahun atau 12 bulan. Pada umur 12-
18 bulan, tahapan anak masuk ke dalam fase ujaran satu kata atau single-word
utterances. Karim memiliki ujaran satu kata ini ketika usianya menginjak usia 14
bulan. Pada usia 15 bulan ujarannya sudah mencapai tahap kombinasi kata atau yang
disebut sebagai the first-word combinations. Ingram (1989: 2) mengatakan bahwa
ujaran kombinasi ini akan terbentuk ketika usia bayi teah menapai usia 17 – 24 bulan.
Dan pada usia tiga tahun ke atas, anak telah memasuki fase kalimat sederhana dan
kalimat kompleks. Pada kasus ini, Karim melah mencapai fase kalimat kompleks
meski umurnya belum genap dua tahun. Meski demikian produksi fonologisnya
masih berupa ujaran anak kecil karena masih terdapat beberapa kata yang belum
dapat ia lafalkan dengan sempurna.
81
BAB IV
PERLAKUAN LINGKUNGAN DAN KEMAMPUAN FONOLOGI ANAK
Anak-anak yang dijadikan objek penelitian merupakan anak-anak yang tinggal
pada lingkungan yang sama, kedua orang tua yang tidak merokok dan relatif memiliki
gaya hidup sehat serta berasal dari keluarga menengah. Meski demikian, Karim dan
Vintorez memiliki perlakuan lingkungan bahasa yang berbeda. Perlakuan lingkungan
berbahasa di sini lebih dfokuskan pada perlakuan bahasa yang dilakukan di dalam
keluarga.
4.1 Perlakuan Lingkungan Bahasa pada Karim
Karim merupakan anak pertama dari pasangan suami istri Feisal dan Tini.
Ketika Karim dilahirkan, kedua orang tua Karim merupakan mahasiswa tingkat
magister yang mendapatkan beasiswa dari Dikti sehingga mereka tidak bekerja
selama kuliah. Meski demikian, waktu yang mereka miliki tidak cukup untuk dapat
secara bergantian mengasuh Karim. Jadwal Kuliah yang terkadang bersamaan serta
aktifitas kuliah yang seringkali padat menyebabkan nenek dari Karim pun datang ke
Jogja untuk mengurus Karim ketika kedua orang tuanya tidak dirumah. Karim sempat
diurus oleh ibunya secara intensif selama tiga bulan. Selanjutnya, ibu dan ayahnya
kuliah sehingga Karim diasuh oleh neneknya. Tantenya yang juga kuliah di Jogja
kemudian datang turut mengasuh Karim di saat senggang. Dengan demikian, sejak ia
82
82
dilahirkan, Karim tinggal bersama ibu, ayah, nenek, dan tantenya. Terdapat beberapa
perlakuan yang biasa dilakukan oleh anggota keluarga Karim sejak baru lahir hingga
berumur 20 bulan.
1) Pengenalan Bahasa
Sejak Karim berusia 2 bulan, sebelum tidur, ia dinyanyikan, didengarkan ayat
suci Al-quran, atau diajak keluar rumah sambil diperkenalkan benda-benda yang
berada disekelilingnya. Saat diperkenalkan pada benda-benda, ia hanya diam dan
memperhatikan benda yang sedang diperkenalkan. Di pagi hari, Karim akan diajak
jalan-jalan menyusuri perumahan. Meski ia belum mengerti mengenai benda-benda,
keluarganya tetap mengenalkan setiap benda yang dilaluinya saat berjalan-jalan.
Karim juga terlihat seperti memperhatikan setiap benda yang diperkenalkan padanya.
Pada awalnya, Karim hanya akan melirikkan matanya pada suatu benda yang
diperkenalkan dan ditanyakan padanya. Namun kemudian, ketika organ bicaranya
sudah memungkinkan ia dalam mengucapkan bunyi-bunyi, maka ia akan menunjuk
segala sesuatu yang membuatnya penasaran. Keluarga Karim akan meberi tahu nama-
nama benda yang ditunjuknya tersebut secara berulang ulang lalu kemudian
mengonfirmasi kembali pada Karim.
Dialog 9
OD : “ini bunga, bunganya warna putih. Kalo yang ini daun, nah kalo yang
itu namanya pohon”
83
KM : (menunjuk pada daun dengan pandangan yang seperti ingin bertanya)
OD : “ini daun, warnanya hijau. ini bunga, bunganya warna putih., nah
kalo yang itu namanya pohon”
KM : (menunjuk pohon)
OD : “itu pohon, yang ini daun, yang ini bunga”
KM : (menunjuk lagi pada pohon, bunga, ataupun daun)
OD : (menjawab berulang ulang hingga Karim tidak lagi menanyakannya)
Pengenalan terhadap suatu objek tidak hanya dilakukan ketika Karim sedang
jalan-jalan namun juga pada setiap kondisi seperti saat mandi, makan, dsb. Sambil
memakaikan baju atau menyuapi makan, Karim diperkenalkan pada objek-objek yang
berada disekitarnya. Pada video TV DKM 20150203(1), ketika Karim berusia 12
bulan terlihat percakapan antara Karim dan ibunya. Pada saat itu, Karim sedang
memegang boneka Hello Kitty kemudian ibunya memberi tahu bahwa boneka
tersebut bernama Kitty.
Dialog 10
T : Kitty
KM : hah?
T : Kitty
KM : ah?
T : Hello Kitty
84
KM : hah?
Ibunya akan terus menerus memberi tahu nama boneka tersebut. Hal ini
dikarenakan ibunya percaya bahwa perkenalan objek yang dilakukan secara berulang-
ulang dan bersifat berkelanjutan akan mempercepat perkembangan bahasa anak.
Selain itu, keluarga Karim juga menempelkan stiker berupa gambar-gambar hewan
dan huruf-huruf serta pohon kecil di dinding. Buku-buku bergambar serta buku cerita
juga diberikan orang tuanya untuk memperkenalkan bahasa.
Pada saat pengenalan bahasa, meskipun telah dilakukan sebelum anak mampu
mengucapkan kata, anak telah dapat memproses suatu lambang beserta bunyinya
untuk dimasukkan ke dalam kognisinya. Hubungan-hubungan lambang atau benda
dengan bunyi, dan dasar-dasar pemakaian lambang atau benda tersebut merupakan
suatu proses kognisi yang terjadi di luar bahasa. Namun demikian, proses ini akan
erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa. Piaget (dalam Chaer, 2009: 55)
mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa dan pikiran yang tepat memiliki kaitan
yang erat dalam pembentukan bahasa. Ia juga mengungkapkan bahwa ucapan-ucapan
bahasa pertama yang keluar memiliki waktu yang serentak dan hubungan yang erat
dengan adanya permainan lambang, peniruan, dan bayangan-bayangan mental.
Pada dialog 9, dapat dilihat bahwa Karim belum dapat berucap kata-kata
sehingga bahasa yang digunakan adalah bahasa non-verbal dengan gerakan kinesik
berupa menunjuk, melirik, atau gerakan tubuh lainnya. Jikapun ia mengeluarkan
bunyi-bunyi namun bunyi tersebut belum memiliki arti fonemis. Pada percakapan 10
85
juga Karim belum dapat bunyi-bunyi yang memiliki arti fonemis namun jika dilihat
dari naiknya intonasi yang terdapat dalam bunyi yang dikeluarkan, intonasi tersebut
merupakan intonasi yang digunakan pada saat bertanya. Intonasi tanya tersebut dapat
diartikan bahwa Karim menginginkan ibunya untuk mengulang kembali apa nama
dari benda yang ia pegang. Beberapa bulan kemudian, saat inventori fonem Karim
telah memiliki variasi yang cukup banyak dan ia telah dapat mengucapkan kata
pertamanya, perkembangan kemampuan dalam mengucapkan kata-kata berikutnya
berkembang dengan sangat pesat. Jika pada data dialog 9 Karim masih menggunakan
kemampuan kinesik berupa bahasa non-verbal untuk menunjuk pada benda-benda,
maka pada beberapa bulan berikutnya ia telah dapat mengetahui dan mengucapkan
beberapa tumbuhan seperti [kəapa] <kelapa>, [pəpaya] pepaya, dan [datuŋ] untuk
jagung, [pinus], dsb. Berikut adalah contoh dialog pada pengenalan bahasa Karim.
Karim (KM) Tante (T)
Dialog 11
T : itu yang putih-putih apa, im? Yang bau.
KM : (diam. Terlihat bingung)
T : Itu lho yang keluar dari pabrik bata. Yang bau.
KM : (diam)
T : itu namanya asap. Bau asap. Liat yang putih im? Itu namanya asap.
Bau asap.
86
KM : [ʃap]
(berjalan pelan)
KM : [pabik. pabik bata]
T : iya, banyak apanya? Asap!
KM : [bawu ashap] <bau asap>
2) Kontrol Bahasa
Kontrol bahasa dilakukan oleh keluarga Karim sejak ia telah dapat
memproduksi bunyi yang telah memiliki makna fonemis. Hal ini dilakukan ketika
Karim melakukan kesalahan dalam mengucapkan suatu kata. Ketika Karim
melakukan suatu kesalahan dalam mengucapkan suatu bunyi, maka keluarga Karim
akan langsung melakukan direct feedback dengan membenarkan ucapan tersebut.
Namun demikian mereka juga masih melihat bagaimana kondisi kematangan rongga
bicara anak serta kemampuan mereka dalam memproduksi suatu bunyi fonem. Selain
itu, kontrol bahasa yang dilakukan ialah dengan menggunakan bahasa pengantar
bahasa Indonesia ketika berbicara di depan Karim dan melakukannya dengan tidak
menggunakan baby talk namun dengan menggunakan bahasa dengan pengucapan
orang dewasa. Contoh dialog control bahasa direct feedback.
Dialog 12
KM : [pɛsɛt]
TN : bukan [pɛsɛt] tapi [pəncet]
87
KM : [pəsɛt]
TN : [pəncet] .. [pən cet]
KM : [pəcet]
TN : [pən cet]
KM : [pəncet]
3) Ekspos Bahasa
Sejak kecil, Karim juga telah di ekspos dengan bahasa melalui berbagai macam
eksposure. Ekspos yang dilakukan tidak hanya melalui media lisan orang dewaasa
namun juga melalui, video, gambar-gambar, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, sejak
usia 10 bulan, Karim sangat senang mendengar lagu-lagu berbahasa Inggris melalui
video dengan visualisasi gambar kartun yang bergerak. Lagu kesukaannya ialah Snow
Flakes, Ensee Winsee Spider, Row Row Row Your Boat, Baa Baa Black Sheep, Open
Shut Up, dsb. Lagu-lagu tersebut sangat disukai oleh Karim sehingga ia dapat
menyetelnya hingga kurang lebih tiga jam dalam sehari. Namun demikian, ketika
karim sedang menonton video tersebut, keluarganya akan memberikan bimbingan
dan arahan mengenai isi dari video tersebut. Sebagai contoh, ketika lirik lagu tersebut
berbunyi ‘baa baa black sheep have you any wool’ dan pada video tersebut
memperlihatkan adanya gambar kambing, maka keluarganya akan mengatakan ‘ini
sheep artinya kambing, mana kambing, im?’ kemudian Karim akan menunjukkan
jarinya pada gambar kambing tersebut. Beberapa waktu kemudian, ketika Karim telah
88
berusia 11 bulan, dan Karim melihat gambar kambing, ia berkata [baa baa] sambil
menunjuk pada gambar tersebut.
Menonton video yang tepat untuk anak dan adanya pengarahan dari orang tua
dapat membantu anak dalam memahami suatu bahasa sekaligus juga meningkatkan
bahasa mereka. Pada awalnya, ketika kematangan produksinya masih belum
memungkinkannya untuk mengucapkan kata, komprehensinya sudah menunjukkan
bahwa ia telah mengerti apa isi dari video tersebut dan juga dapat
mengaplikasikannnya pada kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, pada saat jalan-
jalan di sebuah perbelanjaan, Karim melihat huruf A. Secara spontan, ia menunjuk
pada huruf tersebut dan berucap [a] secara berulang-ulang. Begitu pula ketika ia
melihat seekor kambing maka ia akan mengucapkan [baa baa]. Selain itu,
komprehensinya dalam mencerna bahasa pun sangat baik. ketika ada nyanyian Open
Shut Up maka ia akan menirukan apa yang terdapat di dalam video yaitu dengan
membuka dan menutup tangannya lalu bertepuk tangan. Melalui video tersebut juga
Karim dapat belajar kosakata dan bagaimana mengucapkannya. Oleh karena itu,
pemilihan video yang baik dengan adanya penjagaan dan pengarahan dari orang
dewasa akan memberikan manfaat pada anak dalam melatih kebahasaannya.
4) Dongeng
Perlakuan selanjutnya yang dilakukan oleh orang tua Karim yaitu dengan
mendengarkan cerita dongeng sebelum tidur. Menurut Nursito (2000: 3) dongeng
merupakan cerita yang biasanya berhubungan dengan suatu kepercayaan, keajaiban,
89
ataupun kehidupan binatang. Cerita tersebut merupakan cerita yang bersifat non-fiksi
atau khayalan. Dongeng juga merupakan suatu cerita belaka yang tidak benar-benar
terjadi (Poerwadarminta, 2004: 274). Dari dongeng-dongeng yang ada, Karim senang
sekali jika di dengarkan dongeng yang berupa fabel atau cerita binatang. Karim juga
akan memintanya dengan berkata [cita kancil! cita kancil!]. Ketika bercerita,
keluarganya akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada Karim sehingga
diharapkan dapat mengecek komprehensi, memberikan kesempatan dalam
berargumen, serta melatih bahasanya.
Dialog 13
OD : Gimana ya cerita kancilnya?
KM : [pada suwatu hali:] (pada suatu hari)
OD : ada kancil di sebuah hutan yang lebat. Di hutan ada apa aja ya aim?
KM : [pohon]
OD : terus ada apa lagi?
KM : [bəŋa] (bunga)
OD : iya bener. Kancilnya lari melewati pohon dan bunga yang ada di
hutan. Tiba-tiba dia melihat ada temen-temennya lagi berkumpul.
temennya kancil siapa ya im?
KM : [cawi] (burung cawi)
OD : terus siapa lagi, im?
90
KM : [gadjah]
Dari dialog di atas dapat dilihat bahwa dongeng yang diberikan juga dibuat
menjadi dua arah sehingga Karim juga ikut mendiskusikan dan memberikan masukan
dalam cerita. Selain dapat memberikan masukan moral, dongeng juga dapat
merangsang dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh Monalisa (2014: 11) menyimpulkan bahwa dongeng dapat
meningkatkan kemampuan kebahasaan anak. Hal ini juga meningkatkan kebahasaan
Karim karena dengan adanya stimulus yang dilakukan secara terus menerus
mengakibatkan Karim untuk selalu melatih kemampuan bahasanya. Hal ini
dibuktikan dengan kemampuan Karim yang telah mampu memberikan respon dengan
mengutarakan apa yang inginkan ataupun yang tidak ia inginkan. Sebagai contoh,
ketika ibunya sedang bercerita dan Karim tidak setuju dengan alur cerita yang dibuat
oleh ibunya, Karim akan menyela dengan mengatakan [amau kancil cawi ajah] ia
juga sesekali meminta persetujuan ibunya dengan mengatakan [cawi aja yaʔ?].
4.2 Perlakuan Lingkungan Bahasa pada Vintorez
Di dalam kesehariannya, Vintorez diasuh oleh kakak sepupunya yang bernama
Iga. Ibunya merupakan seorang dokter gigi yang biasa pergi praktek dengan waktu
yang tidak menentu. Pada tiga bulan pertama usia Vintorez, ibunya sering
meninggalkan Vintorez di rumah bersama dengan Iga. Selepas usia tiga bulan, ibunya
memiliki jadwal praktek yang lebih fleksibel sehingga memiliki banyak waktu di
rumah. Namun demikian, ibunya memulai bisnis online shop sehingga meskipun
91
dirumah terkadang ia sibuk dengan gadgetnya sehingga orang yang lebih banyak
dekat dengan Vintorez ialah Iga. Ayahnya bekerja pada suatu perusahaan di luar Jawa
sehingga dalam waktu satu bulan, ayahnya memiliki waktu dua minggu bekerja dan
dua minggu bersama keluarga.
Di dalam perlakuannya terhadap bahasa Vintorez, tidak ada perlakuan secara
khusus yang dapat mengekspos bahasa Vintorez. Ketika diajak jalan-jalan atau
bermain, keluarganya sangat jarang memberikan pengetahuan-pengetahuan benda-
benda yang berada disekelilingnya secara langsung. Meka akan memberi tahu nama
suatu benda hanya ketika terdapat suatu kejadian tertentu seperti ketika Vintorez tidak
berhati-hati ketika berlari dan terlihat terdapat batu besar maka keluarganya akan
berkata ‘awas Vintorez ada batu, hati-hati!’ atau ‘itu bunganya jangan dicabut,
Vinto!’. Berikut adalah penggalan keseharian yang diambil saat Vintorez berusia 20
bulan. Vintorez (VT) Ayah (A)
Dialog 14
A : hap! (melempar bola)
VT : [ha:p] (mengambil bola dan tertawa kemudian melemparkannya
kembali)
A : (tersenyum.. mengambil bola kemudian melemparkannya kembali)
VT : (bola memantul melewati Vintorez) [a: a: hɛ:h] (tertawa)
A : (mengambil bola dan melemparkannya lagi)
VT : [aəhh hɛah] (tertawa kemudian mengambil bola)
92
Dengan demikian, input yang masuk pada Vintorez hanya terjadi secara
spontan sehingga intensitas eksposur bahasanya tergolong lebih sedikit dari yang
dilakukan oleh keluarga Karim. Meski demikian, Vintorez telah dapat mengucapkan
ujaran satu kata. Berikut adalah penggalan dialog yang dilakukan oleh peneliti (P)
dan Vintorez (VT)
Dialog 15
P : Vinto makan apa?
VT : [mpɛ] <tempe> (makan tahu)
P : itu bukan tempe, itu tahu. Enak tahunya?
VT : [naʔ] <enak>
(tahunya terjatuh dan akan dimakan kembali oleh Vintorez)
P : Jangan dimakan tahunya, bilang ke kakak Iga Vinto minta tahu lagi.
Ini tahunya sudah jatuh. Tante buang aja ya?
VT : (melihat ke arah peneliti kemudian berlari ke dalam rumah)
[ta: ta: mpɛ mpɛ]
Di dalam penggunaan bahasa sehari-hari, keluarga Vintorez menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar yang digunakan ketika berbicara dengan
Vintorez. Namun, antara ibu dan kakak sepupunya seringkali menggunakan bahasa
daerah ketika berbicara di depan Vintorez.
93
4.3 Pengaruh Perlakuan Lingkungan pada Pemerolehan Bahasa Karim dan
Vintorez
Kemampuan berbahasa pasti dimiliki oleh semua anak normal yang baru
dilahirkan. Meskipun waktu yang diperlukan berbeda beda dari setiap anak, pada
akhirnya mereka akan dapat berbahasa. Seorang bayi manusia yang baru lahir akan
langsung menangis dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang kemudian pada beberapa
bulan berikutnya organ suaranya akan berkembang dan bunyi-bunyi yang dikeluarkan
akan menjadi lebih bervariasi dan menjadi celotehan. Teori struktural universal yang
dikembangkan oleh Jakobson (1968) mempercayai bahwa pada masa bayi baru
dilahirkan hingga usia celotehan, celotehan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai
bahasa karena celotehan tersebut merupakan bunyi-bunyi tanpa tujuan dan bukan
untuk berkomunikasi. Fase ini disebut juga dengan fase senyap atau tahap prabahasa.
Jakobson berpendapat bahwa bahasa pertama dimula ketika anak telah dapat
memperoleh kata pertamanya dengan tahap pemerolehan bahasa yang sama pada
setiap bayi yang telah ditentukan oleh hukum-hukum yang bersifat universal yang
disebut the laws of irreversible solidarity (Jakobson, 1968: 68).
Lain halnya dengan Jakobson, Ingram (1989) mempercayai bahwa pada tahap
membabel, anak tidak melakukannya secara semaunya melainkan seluruh proses
yang teratur dan berkembang untuk dapat memperoleh kemampuan fonologi. Ingram
juga mengatakan bahwa yang menentukan pemerolehan bunyi-bunyi pertama pada
anak bukanlah melalui nurani namun melalui masukan-masukan yang didengar oleh
94
anak.Teori yang dikemukakan oleh Ingram ini disebut dengan teori kontras dan
proses.
Pada kasus Karim dan Vintorez, hasil menunjukkan bahwa kemampuan bahasa
Karim berkembang lebih cepat daripada Vintorez. Ini menunjukkan bahwa perlakuan
lingkungan memiliki peran dalam memasukkan input yang dapat mempercepat proses
pemerolehan bahasa. Exposur bahasa melalui pesan dongeng, adanya turn taking saat
mendongeng atau berbicara, eksposur melalui video, buku dan gambar, serta
pengenalan-pengenalan terhadap lingkungan akan menstimulus mental dalam
pengenalan nama-nama serta bagaimana mengucapkan nama-nama tersebut. Proses
pengenalan dan eksposur terhadap bahasa akan melibatkan pikiran atau kognisi yang
dapat mempercepat proses pemerolehan bahasa. Piaget (via Chaer, 2009: 228)
merumuskan tiga tahap dalam perkembangan kognitif anak. Tiga tahap tersebut
merupakan tahap sensomotorik, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan
tahap operasional formal. Pada dua tahun pertama, bayi masih masuk ke dalam tahap
sensomotorik. Pada tahap ini bayi hanya dapat berfikir berdasarkan hubungan dengan
pengalaman-pengalaman dan tindakan-tindakan yang sederhana. Daya ingat memori
mereka pun belum sempurna dan belum mampu mengantisipasi hal-hal yang akan
datang. Oleh karena itu, stimulus yang dilakukan berupa memberikan penguatan
melalui pengalaman-pengalaman dengan memberikan pengetahuan secara terus
menerus akan mempercepat bayi dalam berbicara.
Eksposur bahasa yang akan memberikan rangsangan pengalaman-pengalaman
bayi juga diberikan secara ringan sambil bermain. Sebagai contoh, ketika sedang
95
mendongeng dan melakukan turn taking namun kemudian anak sedang enggan
memberikan respon maka orang dewasa dapat meneruskan dongeng tersebut atau
ketika melihat anak sudah merasa bosan maka dongeng tersebut akan diakhiri.
Dongeng, turn taking, pengenalan terhadap lingkungan, dsb. yang dilakukan terhadap
Karim mampu mempercepat kemampuan Karim dalam berucap atau berbahasa.
Berikut adalah salah satu contoh potongan percakapan yang dilakukan antara Karim
dan Ibunya pada saat mendongeng (data TA DKM 20151023).
Dialog 16
KM : kə(l)apa
T : owh di atas pohon kelapa
KM : pəpaya
T : trus di atas pohon apa?
KM : paya
T : terus pas dia udah bertelur, tiba-tiba datang srigala, im. nah
srigalanya itu makan telornya,, burung apa tadi namanya?
KM : (tidak merespon, memainkan sikut ibunya)
T : yang bener donk nak, sayang. Nah, terus, pas srigalanya lewat, dia
berkata ‘Wow, ada telur banyak’. telurnya ada berapa ya, im?
KM : ʃatu
T : kok satu? Kalo satu gak banyak.
96
Karim juga telah dapat mengucapkan lebih dari dua kata. Hal tersebut dapat
dilihat pada dialog berikut.
Dialog 17
KM : [aʔim kut yaʔ]
T : ikut kemana?
KM : [ʃana]
T : Jangan ah, udah dirumah aja. Ini kuenya dimakan!
KM : [amawu buwat tantə aja yaʔ] <gak mau, buat tante saja ya?>
Meski demikian, kemampuan mengucapkan kata yang dilakukan oleh anak terbatas
pada bagaimana kemampuan penguasaan artikulasi.
Pada tahun pertama, baik Karim maupun Vintorez masih belum dapat
mengucapkan sebuah kata yang memiliki arti fonemis meskipun Karim telah
diberikan perlakuan berupa eksposur bahasa. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut
kemampuan artikulasi Karim masih belum memungkinkannya dalam mengucapkan
kata tersebut. Meski demikian, perlakuan tersebut sedikitnya memberikan pengaruh
pada variasi bunyi ocehan yang keluar. Karim yang memiliki perlakuan eksposur
bahasa lebih banyak memiliki variasi bunyi yang lebih bervariasi dari Vintorez.
Perlakuan lingkungan yang lebih menekankan pada eksposur bahasa dapat melatih
artikulasi anak sehingga akan berkembang dengan lebih cepat.
Jika dilihat dari beberapa teori pemerolehan bahasa yang ada, kasus Karim dan
Vintorez cenderung mengikuti teori kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget.
97
Dalam teori kognitif, Piaget dan Mc. Namara (dalam Chaer, 2009: 180) berpendapat
bahwa anak-anak lebih dahulu mengembangkan proses-proses kognitif yang bukan
linguistik barulah kemudian mereka akan memperoleh lambang-lambang linguistik
itu. Jadi, pemerolehan bahasa bergantung pada pemerolehan proses-proses kognitif
itu. Kematangan dari proses-proses kognitif itu juga dipengaruhi dari keterlibatan
langsung antara anak dan lingkungannya. Oleh karena itu, perlakuan lingkungan
berperan dalam memberikan intensitas keterlibatan anak dengan lingkungannya.
Karim yang memiliki keterlibatan dengan lingkungan yang lebih intense dari
Vintorez pada usia yang sama mampu memproduksi fonem yang lebih bervariasi.
Pengembangan fonem yang dimilikinya pun juga lebih bervariasi.
Pengembangan pemerolehan bahasa mereka pun cenderung memiliki
karakteristik yang sama dengan apa yang diungkapkan oleh teori kognitif. Baik
Karim maupun Vintorez memiliki perkembangan proses kognif terlebih dahulu
daripada perkembangan fonologinya. Pada usia yang sama, Karim telah mampu
bereaksi terhadap alam sekitarnya sedangkan Vintorez tidak. Sebelum usia satu
tahun, Karim telah mampu menunjuk benda-benda baik saat benda tersebut ada
ataupun tidak ada. Sebagai contoh, setiap pagi dan sore hari Karim selalu melihat
pesawat dan orang dewasa selalu berkata dan memberi tahu Karim bahwa benda
tersebut adalah pesawat. Beberapa hari kemudian, ketika Karim ditanya dimana letak
pesawat, ia menunjuk pada tempat yang sama dimana pesawat itu biasa lewat
meskipun pesawat tersebut tidak ada. Peristiwa ini dalam teori kesemestaan kognitif
disebut sebagai kekekalan benda. Setelah ia dapat bereaksi terhadap lingkungan
98
tersebut, kemudian ia juga mampu membentuk representasi simbolik dimana ia juga
telah dapat merepresentasikan bentuk pesawat terhadap gambar-gambar ataupun
simbol pesawat. Sejalan dengan kematangan kognitif yang terjadi terlebih dahulu,
kemudian struktur linguistiknya pun mulai terbentu dimana Karim kemudian dapat
mengucapkan kata <pesawat> menjadi [ʃawat]. Hal yang sama terjadi pada Vintorez
beberapa bulan kemudian ketika Vintorez telah diberikan interaksi terhadap pesawat.
Namun, dikarenakan input yang masih kurang terhadap benda yang bernama pesawat,
Vintorez belum dapat mengucapkan kata <pesawat>. Proses yang sama yang telah
terjadi pada Vintorez yaitu dalam pengenalan terhadap cicak. Saat ini Vintorez telah
dapat mengenali dan mengucapkan kata <cicak> dengan sebutan [cəcaʔ].
Meskipun demikian, dalam kasus ini, perlakuan lingkungan tidak
mempengaruhi urutan pemerolehan bunyi secara signifikan. Hal ini dibuktikan
dengan bunyi vokal yang pertama kali muncul saat ujaran satu kata ialah bunyi vokal
[a] pada [yaya] <ayah>. Bunyi-bunyi yang lain pun muncul sesuai dengan kaidah
bunyi universal yang diprediksikan oleh Jakobson dimana bunyi kontras hambat
bilabial dan hambat dental atau hambat alveolar diperoleh terlebih dahulu daripada
kontras-kontras antara bilabial dan velar atau diantara dental dengan velar. Hingga
saat ini, baik Karim maupun Vintorez belum dapat mengucapkan bunyi likuida [l]
dan [r]. Bunyi tersebut dikatakan oleh Jakobson akan diperoleh di akhir. Bunyi yang
juga diperoleh diakhir ialah bunyi-bunyi [w] dan [y]. Namun pada kasus ini, bunyi
[y] telah diperoleh justru pada saat pertama kali Karim dan Vintorez mengucapkan
99
kata. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perlakuan lingkungan bahasa anak
dapat mempengaruhi percepatan pemerolehan bunyi namun kecil kemungkinan dapat
mempengaruhi urutan bunyi.
100
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pada proses pemerolehan bahasa, anak sedikit demi sedikit mampu
memproduksi satuan-satuan lingual. Satuan-satuan lingual ini kemuadian akan
berkembang menjadi sesuatu yang lebih kompleks sehingga pada akhirnya seorang
anak yang tidak dapat berbahasa ketika dilahirkan, setelah beberapa tahun akan
mampu berbahasa dengan fasih. Komponen bahasa yang pertama kali diperoleh oleh
anak ialah komponen fonologi. Seorang anak akan sedikit demi sedikit mampu
memproduksi bunyi-bunyi dari yang awalnya tidak memiliki makna seperti dekutan
atau celotehan menjadi bunyi-bunyi yang bermakna. Proses pemerolehan bahasa itu
sendiri tidak terlepas dari faktor lingkungan anak dibesarkan yang akan memberikan
input-input bahasa pada anak. Perlakuan yang dilakukan oleh lingkungan dalam
memberikan input bahasa pada anak pun berbeda-beda. Perlakuan ini pastilah dapat
mempengaruhi beberapa aspek pada anak. Seorang anak dapat lebih cepat menguasai
bahasa daripada anak sebaya lainnya. Hal ini bisa saja dipengaruhi dari bakat
inteligensi anak sejak lahir. Namun, bakat ini tidak akan muncul tanpa adanya stimuli
dari lingkungan.
Beberapa teori mempercayai bahwa lingkungan tidak akan mempengaruhi
pemerolehan bahasa anak, namun beberapa lainnya mengemukakan bahwa
lingkungan sedikit banyak dapat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak. Oleh
100
101
karena itu perlulah diteliti untuk ditemukan sejauh mana pengaruh lingkungan
tersebut mempengaruhi pemerolehan bahasa anak. Di dalam penelitian ini, pengaruh
lingkungan dikaji untuk ditemukan sejauh mana pengaruh lingkungan ini memiliki
dampak pada pemerolehan fonologi anak. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dan dianalisis pada bab-bab sebelumnya, maka berikut adalah hasil simpulan yang
ditemukan.
1. Pada pemerolehan fonologi, pada saat Karim dan Vintorez dilahirkan,
keduanya sama-sama hanya mengeluarkan bunyi tangisan yang terdiri dari
bunyi glottal [ʔ], frikatif [h], velar nasal [ŋ], dengan bunyi vokalnya adalah
[ɛ], [ə], dan [a]. Hal yang sama juga akan terjadi pada bayi manapun yang
baru dilahirkan. Tahap ini terjadi pada usia 0-4.5 bulan.
2. Perbedaan dari banyaknya intensitas dan variasi bunyi yang keluar dari
ocehan mereka terjadi sejak saat usia mereka 6 bulan. Hingga usia 20 bulan,
Karim telah memiliki variasi bunyi yang lebih banyak dari Vintorez. Pada
celotehan Karim, bunyi-bunyi yang dihasilkan ialah vokal [e], [ɛ], [ə], [a],
[u], dan [ɔ], serta konsonan [b], [p], [t*], [d*], [j], [k*], [g*], [m], [n], [z],
[y], [h], [ŋ], dan [ɣ]. Pada usia 20 bulan, Karim telah menguasai seluruh
vokal sedangkan konsonan telah ia kuasai kecuali bunyi likuida [l] dan [r].
Untuk mengucapkannya, ia hanya melakukan retrofleksi, penggantian bunyi
menjadi [y], atau dilesapkan. Karim terkadang mengucapkan [r] menjadi [l],
namun dalam mengucapkan pada kata yang memiliki fonem /l/, ia hanya
102
membunyikannya dengan tidak utuh [l]. Hal yang terjadi pada Vintorez, ia
tidak mengalami perkembangan pada gugus vokalnya namun pada konsonan
ia telah memiliki beberapa tambahan pemerolehan konsonan berupa [p], [b],
[t], [d], [k*], [g*], [m], [n], [w*], [y], dan [ŋ]. Tanda bintang pada bunyi
menunjukkan bunyi tersebut telah muncul namun secara terbatas. Hal yang
menarik pada Vintorez, ketika pada awal pemerolehan bahasanya, ia telah
dapat mengucapkan [iɣa] atau bahkan [iɣga] ketika memanggil pengasuhnya
yang bernama Iga. Namun, pada usia 20 bulan, bunyi [ɣ] atau [ɣg] tersebut
berubah menjadi [t] sehingga Vintorez memanggil pengasuhnya dengan
sebutan [ita].
3. Meskipun variasi bunyi yang di dapat oleh Karim lebih banyak dari
Vintorez, namun urutan-urutan bunyi yang diperoleh antara Karim dan
Vintorez sejak mereka dapat mengucapkan kata adalah sama. Pada usia 0
bulan, vokal yang diucapkan oleh Karim bukanlah [a]. Vokal terbuka [a]
baru muncul saat usia Karim 1 bulan. Namun, ketika dapat mengucapkan
satu kata, baik Karim maupun Vintorez pertama kali dapat mengucapkan
vokal terbuka [a]. Oleh karena itu, meskipun tidak sepenuhnya, mereka
menganut teori pemerolehan fonologi universal dari Jakobson dimana
kontras vokal pertama yang diperoleh ialah vokal lebar [a] dan vokal [i]
kemudian diikuti oleh vokal [u]. Namun pada saat pengucapan kata yang
bermakna terbentuk, baik Karim maupun Vintorez mengontraskan ketiga
103
vokal tersebut dengan vokal-vokal lainnya seperti [aen] <main> dan [ətə]
<tante>. Pada pemerolehan konsonan juga mengikuti teori pemerolehan
fonologi universal dimana kontras antara hambat bilabial dengan hambat
dental atau hambat alveolar diperoleh lebih dahulu daripada dengan velar [k]
dan [g]. Namun, ketika Jakobson meramalkan bahwa bunyi luncuran [y] dan
[w] muncul diakhir, maka hal tersebut tidak terjadi pada kasus Karim
maupun Vintorez dimana mereka telah dapat mengucapkan bunyi glide [y]
pada [yaya] <ayah> atau ketika Karim mengucapkan [win] <pinguin>.
Meski demikian bunyi likuida [l] dan [r] tetaplah diperoleh di akhir.
4. Dalam pemerolehan konsonan, sebelum Karim maupun Vintorez dapat
mengucapkan konsonan tersebut dengan sempurna seperti halnya yang
diucapkan oleh orang dewasa, beberapa bunyi konsonan akan mengalami
adanya bunyi sertaan yang muncul. Pada proses artikulasi sertaan, bunyi-
bunyi sertaan yang muncul pada Karim dan Vintorez memiliki persamaan
dan perbedaan. Bunyi sertaan yang sama antara Karim dan Vintorez ialah
adanya bunyi-bunyi labialisasi dan glotalisasi. Sertaan labialisasi contohnya
seperti pada saat Karim mengatakan [apwu] untuk <ibu> dan Vintorez
mengatakan [apwa] untuk <sapi>. Sertaan glotalisasi contohnya pada saat
Karim mengatakan [buʔuŋ] untuk <burung> dan pada saat Vintorez
mengoceh ia mengeluarkan suara-suara seperti [paʔpba]. Pada perbedaan
bunyi sertaan yang terjadi pada Karim maupun Vintorez, Vintorez
104
mengalami sertaan velarisasi seperti saat ia memanggil pengasuhnya <Iga>
dengan mengatakan [ixɣa] sedangkan Karim tidak mengalami velarisasi.
Selain itu, Karim telah mengalami beberapa sertaan pada proses
artikulasinya seperti bunyi-bunyi aspirasi [h] pada [phopho] untuk <bobo>
(tidur), bunyi retrofleksi [r] pada [motorl] untuk <motor>, dan nasalisasi [m]
pada konsonan hambat bersuara [b]. Contoh untuk nasalisasi ialah [mbotorl]
untuk <botol> dan [mbəndɛa] untuk <bendera>.
5. Pada saat ia mulai dapat memproduksi kata-kata, bunyi yang diucapkan
hanyalah bunyi pada silabel terakhir atau ultima. Pada saat pertama kali
mengucapkan kata, ia memanggil ayahnya dengan sebutan [ya ya] kemudian
[yah] sehingga terbentuklah KV kemudian KVK. Hingga usia dua tahun,
Karim bahkan telah mampu mengucapkan kalimat kompleks seperti [apih
kəntut amih juga], [aʃik bəi naʃi kuniŋ], [ayah maapin aim yaʔ], dsb.
Pemerolehan yang sama juga terjadi pada Vintores, sebelum ia dapat
mengucapkan kata-kata, kata yang memiliki makna fonemis pertama kali
ialah saat ia memanggil pengasuhnya dengan sebutan [ɣa] dengan bentuk
KV namun kemudian berkembang menjadi [əɣa]. Ia juga pertama kali
memanggil ayahnya dengan mengatakan [ya ya ya] (KV KV KV) yang
diucapkan berkali-kali.
6. Dari data hasil pemerolehan fonologi antara Karim dan Vintorez dapat
disimpulkan bahwa pemerolehan fonologi Karim terlihat lebih cepat
105
daripada pemerolehan fonologi yang diproduksi oleh Vintorez. Pada usia
yang sama Karim telah mampu mengucapkan <kereta> dengan ucapan yang
hampir sempurna [kəreta] sedangkan Vintorez masih mengucapkannya
sebagai [teta]. Pada usia 20 bulan Karim juga telah mampu memproduksi
atau mengucapkan kalimat informal kompleks yang sudah melebihi fase
holofrastis.
7. Berdasarkan pengaruh perlakuan lingkungan, lingkungan sedikitnya dapat
mempengaruhi dalam mendorong percepatan pemerolehan fonologi namun
tidak pada urutan pemerolehan fonologi. Dari hasil analisis didapatkan
bahwa Karim dan Vintorez cenderung memiliki gejala yang sesuai dengan
hipotesis kesemestaan kognitif. Pemerolehan kognitif terjadi terlebih dahulu
daripada pemerolehan linguistik. Di dalam pemerolehan fonologi yang
termasuk ke dalam pemerolehan linguistik, pemerolehan kognitif berupa
pengenalan terhadap lingkungan mampu mempengaruhi percepatan dalam
pemerolehan produksi fonologi. Pemerolehan kognitif ini tergantung pada
eksposur atau intensitas interaksi yang diberikan pada anak. Ketika anak
telah banyak berinteraksi dengan lingkungan, maka kecerdasan mereka akan
mengenali lingkungan pun semakin meningkat sehingga mereka akan
dengan cepat mampu mengembangkan kemampuan fonologis mereka.
Meski demikian, urutan pemerolehan bunyi tidak dapat dipengaruhi dari
lingkungan.
106
5.2 Saran- Saran
Pemerolehan bahasa anak memiliki keunikan tersendiri di dalam prosesnya.
Seorang anak, yang ketika dilahirkan tidak dapat berbahasa maupun mengerti bahasa
akan dengan cepat menguasai bahasa hanya dalam waktu kurang lebih empat tahun.
hal ini sangat berbeda dengan orang dewasa yang mempelajari bahasa kedua. Orang
dewasa tersebut akan mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa baru hingga
bertahun-tahun. Oleh karenanya, bagaimana proses pemerolehan bahasa dapat terjadi
begitu cepat mulai dipelajari sehingga diharapkan dapat menginspirasi para pendidik
maupun pembelajaran dalam proses pembelajaran bahasa khususnya bahasa asing.
Dari segi pendekatan dan konsep, pemerolehan bahasa dan pembelajaran
bahasa sangatlah berbeda. Pemerolehan bahasa didapatkan anak melalui proses
alamiah sejak anak belum memiliki kemampuan berbahasa. Lain halnya dengan
pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa terjadi saat anak telah memiliki bahasa
pertamanya namun ia ingin mempelajari bahasa lainnya. Oleh karena itu, proses yang
terjadi pun tidak secara alamiah namun dengan adanya kesadaran dengan melakuan
pembiasaan-pembiasaan terhadap bahasa target.
Di dalam proses pemerolehan bahasa, masih terdapat banyak hal yang belum
terpecahkan. Beberapa diantaranya ialah mengenai bagaimana pemerolehan leksikon
dan semantis, apa yang menyebabkan terjadinya fis phenomenon pada anak, dsb.
Ketika peneliti sedak melakukan pengumpulan data, ada suatu hal yang menarik yang
terjadi pada Karim. Pada saat itu, Karim telah berusia sekitar satu tahun setengah.
Pada usia tersebut, Karim sudah mulai senang dalam mempelajari alphabet dari A
107
hingga Z. Jika terdapat poster atau apapun yang terdapat alphabet di dalamnya, Karim
akan membunyikan tiap alphabet satu per satu. Sebagai contoh, ketika sedang
berjalan-jalan, dia melihat huruf N pada kata PELAN-PELAN yang terdapat di aspal
jalan. Kemudian, Karim yang pada saat itu sedang digendong berucap dengan cukup
keras sambil memfokuskan matanya pada jalan. Ia mengucapkan [en en en] secara
berulang-ulang. Awalnya, peneliti tidak mengetahui apa maksud dari ucapannya,
namun ketik melihat pandangan Karim yang selalu melihat aspal jalan, peneliti
mengerti bahwa ia menemukan huruf N. Peneliti pun merespon dengan berkata ‘ oh
iya itu huruf N, nah kalau yang itu apa?’ sambil menunjuk pada salah satu huruf.
Karim pun menyebutkan huruf tersebut satu per satu. Satu hal yang membuat
menarik ialah pada suatu hari, ketika ayah ibunya terbangun, ia mendapati karim
sedang memandang kedua tangannya dengan posisi tubuh yang masih tiduran. Saat
memandang kedua tangannya, ia bergumam sendiri dengan terus menerus berkata
[em em em]. Orang tuanya yang merasa penasaran kemudian membuka telapak
tangan mereka. Ia menyadari bahwa yang dimaksud dengan huruf M ialah garis
tangan Karim yang menyerupai huruf M. Hal ini juga terjadi pada benda lainnya
dimana Karim mengasosiasikan gantungan baju, jendela yang terbuka dengan
sanggaan ditengahnya dengan huruf A; jam dinding, bulan, roda dengan huruf O;
simpul kursi, rangka jemuran baju dengan huruf X, dsb. Jika diperhatikan, fitur-fitur
dari gantungan baju dan jendela yang terbuka menyerupai fitur yang terdapat pada
huruf A (+ terdapat dua garis tegak lurus vertikal yang menyatu pada bagian
ujungnya serta satu garis tegak lurus horizontal pada bagian tengahnya). Begitu pula
108
dengan huruf O yang memiliki fitur (+bulat) dan (+lingkaran), ia asosiasikan dengan
bulan dan jam dinding yang memiliki fitur yang sama (+bulat) dan (+lingkaran). Dari
kasus tersebut, terdapat sebuah pertanyaan yang dapat dirumuskan yaitu mengenai
bagaimana hubungan pemerolehan leksikon dengan persepsi semantis yang terdapat
di dalam pikiran anak. Meski demikian, ketika Karim memperoleh leksikon tumbuh-
tumbuhan, ia tidak memiliki generalisasi pada tumbuhan-tumbuhan tersebut. Ia telah
dapat membedakan pohon mangga, pohon nangka, pohon jambu, pohon pinus, pohon
jagung, pohon singkong, pohon pisang, pohon kelapa, dsb. Mengapa demikian?
Kasus lainnya terjadi ketika Karim sedang bermain air dan kemudian terjadilah
sebuah percakapan.
Dialog 18
OD : ini apa, im?
KM : ail
OD : ail?
KM : bukan
OD : air apa ail?
KM : ail
OD : iya ail?
KM : bukan.. ail
OD : air?
KM : ail
109
Fenomena yang terjadi pada dialog di atas disebut juga dengan fis phenomenon.
Gejala fis phenomenon ini dikemukakan oleh Berko dan Brown (via Dardjowidjojo,
2000: 103) yang merupakan gejala pada anak dimana anak tidak dapat mengucapkan
bunyi [š] pada kata fish. Bunyi [š] mereka ucapkan menjadi [s] sehingga menjadi
[fis]. Namun, ketika orang lain yang mengatakan [fis], anak tersebut akan menolak.
Pada dialog di atas, Karim juga menolak ketika orang lain mengatakan [ail] untuk air
sedangkan ia sendiri mengucapkannya dengan [ail].
Jika dilihat dari gejala fis phenomenon, ketika orang dewasa memberikan
klarifikasi dengan bertanya dan mengucapkan kata yang salah, anak tersebut menolak
meskipun ia sendiri mengucapkannya. Akan tetapi, ketika klarifikasi tersebut
dilakukan secara langsung atau direct, fenomena fis phenomenon tidak terjadi. Salah
satu contohnya terdapat pada dialog antara Karim dan tantenya. Dialog ini diambil
ketika Karim sedang bermain motor ayahnya dan menekan tombol klakson. (KM =
Karim, TN = Tante)
Dialog 12
KM : [pɛsɛt]
TN : bukan [pɛsɛt] tapi [pəncet]
KM : [pəsɛt]
TN : [pəncet] .. [pən cet]
KM : [pəcet]
TN : [pən cet]
KM : [pəncet]
110
Tanpa melakukan suatu penolakan, Karim cenderung akan menirukan apa ucapan
yang dikoreksi oleh orang dewasa atau tantenya. Peniruan akan dilakukan secara
sempurna ketika fisiologis artikulatoris anak telah memungkinkan untuk
mengucapkan fonem-fonem yang terdapat pada kata. Mengapa bisa terjadi demikian?
Adakah pengaruh dari cara bicara orang dewasa terhadap perkembangan fonologi
anak? Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlulah digali dan kaji lebih dalam untuk
mengetahui jawabannya. Oleh karena itu, pembaca diharapkan tergerak hatinya untuk
meneliti dan mengkaji lebih dalam untuk dapat mengungkapkan tabir mengenai
pemerolehan bahasa anak atau bagaimana psikologis mempengaruhi bahasa anak, dan
lain sebagainya. Penulis juga berharap agar penelitian ini mampu menginspirasi
pembaca dalam melakukan penelitian-penelitian lanjutan sehingga pada akhirnya
misteri bahasa manusia dapat terpecahkan.
DAFTAR PUSTAKA
111
Buku, makalah dan tulisan ilmiah Alamsyah, Teuku, Taib, Rostina, Azwardi, dan Idham, Muhammad. 2011. Pemilihan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama Anak dalam Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa Aceh di Nangroe Aceh Darussalam. Malay Language Education Journal (MyLEJ), Vol. 1(2), 31-44.
Bornstein, M.H., Leach, D.B., & Haynes, O.M. 2004. Vocabulary Competence in First-and Second Born Siblings of the Same Chronological Age. Journal of Child Language, Vol. 31, 855– 873.
Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: Rhineka Cipta. __________. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. __________. 2013. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Daneshvar, Arezoo, and Sadighi, Firroz. 2014. The Effects of Mothers’ Age,
Educational Level, Occupation and Children’s Birth Order on Iranian Preschoolers’ Communicative Performance. International Journal of Educational Investigations, Vol. 1(1), 205-219. Tersedia Online: http://www.ijeionline.com/attachments/article/31/IJEIonline_Vol.1_No.1_pp.205-219_Daneshvar-Sadighi.pdf [diakses pada tanggal 14 September 2014]
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. ECHA: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
__________. 2005. Psiko- Linguistik: Pengantar pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Evans, G.W. 2004. The Environment of Childhood Poverty. American Psychologist, Vol. 59(2), 77-92.
Hoff-Ginsberg, E. 1991. Mother-Child Conversation in Different Social Classes and Communicative Settings. Child Development, Vol. 62, 782–796.
___________. 1998.The Relation of Birth Order and Socioeconomic Status to
Children‘S Language Experience and Language Development. Applied Psycholinguistics, Vol. 19, 603–629.
Ingram, David. 1989. First Language Acquisition: Method, Description, and
Explanation. Cambridge: Cambridge University Press.
112
Jakobson, Roman. 1968. Child Language, Aphasia, and Phonological Universals. The Hague: Mouton Publisher.
_________. 1971. Studies on Child Language and Aphasia. The Hague: Mouton
Publisher Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.Yogyakarta:
Carasvatibooks. Lewis, M., & Wilson, C. D. 1972. Infant development in lower class American
families. Human Development, Vol. 15(2), 112-127.
Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar-Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution. 1992. Metode Research. Bandung; Jemmars.
Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Jogjakarta: Nusa Indah.
Pinker, Steven. 1994. The Language Instinct. New York: Herper Perennial Modern Classics.
Poerwardarminta, W.J.S.. 2004. Kamus besar bahasa indonesia. Balai pustaka
Schutz, Ricardo. 2014. Stephen Krashen's Theory of Second language Acquisition. Tersedia Online: http://www.sk.com.br/sk-krash.html [di akses pada tanggal 14 September 2015]
Siegel and Cocking, R. 2000. Cognitive Development from Childhood to
Adolescence: A Constructivist Perspective. Tersedia Online: http://fccl.ksu.ru/papers/gp002.htm [di akses pada tanggal 14 September 2015].
Steinberg, Danny D., Nagata, Hiroshi, dan Aline, David P.. 2001. Psycholinguistics: Language, Mind, and World. United Kingdom: Routledge.
Subiyakto N, Sri Utari. 1988. Psikolinguistik: Suatu Pengantar, Jakarta: Depdikbud.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press..
Tulkin, S. R., dan Kagan, J.. 1972. Mother-Child Interaction in the First-year of Life. Child Development, Vol. 43, hal. 31-41.
111
113
Wawancara Wawancara Risma, Jetis Harjo, Sleman, Yogyakarta, 14 Oktober 2015, Pukul. 09.30-
10.00 WIB Wawancara Supartini, Padamara, Purbalingga, Jawa Tengah, 28 Oktober 2015,
Pukul. 13.13-13.55 WIB