1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketahanan keluarga jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan masih
sangat memprihatinkan. Sebanyak 55% pekerjaan mereka --sebagai bentuk
strategi adaptasi mereka -- adalah buruh tambak udang, 5% PNS, dan sisanya
wiraswasta. Penghasilan mereka per bulan berkisar antara Rp. 1.000.0000,- s/d
Rp. 5.000.000,-. Dilihat dari tingkat pendidikan mereka, lulusan S1 & S2 = 4%,
SMA = 40%, SMP = 30%, SD = 10%, dan tidak sekolah = 16%.1 Melihat kondisi
seperti itu pihak pengurus GPIB Anugerah Juata Laut memberikan berbagai upaya
pemberdayaan ekonomi agar strategi adaptasi untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka meningkat dan tentunya diharapkan dapat meningkatkan ketahanan
keluarga mereka.
Ketahanan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan
ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan
mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.2 Ketahanan keluarga (family
strengths atau family resilience) merupakan suatu konsep holistik yang merangkai
alur pemikiran suatu sistem, mulai dari kualitas ketahanan sumberdaya, strategi
coping dan appraisal. Ketahanan keluarga (Family Resilience) merupakan proses
1 Data statistik GPIB Jemaat Anugerah Juata Laut Tarakan, 2016. 2 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga
2
dinamis dalam keluarga untuk melakukan adaptasi positif terhadap bahaya dari
luar dan dari dalam keluarga.3
Berdasarkan beberapa konsep ketahanan keluarga di atas dapat diuraikan
bahwa ketahanan keluarga merupakan kemampuan keluarga dalam mengelola
sumber daya yang dimiliki serta menanggulangi masalah yang dihadapi baik dari
dalam keluarga maupun dari luar, untuk dapat memenuhi kebutuhan fisik maupun
psikososial keluarga. Kebutuhan pisik meliputi kebutuhan pokok, yakni sandang,
papan, dan pangan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Dari aspek
pemenuhan kebutuhan pisik ini saja jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan
masih sangat rentan. Untuk itu dari sisi ketahanan keluarga jemaat GPIB
Anugerah Juata Laut Tarakan menarik ditelaah lebih lanjut.
Ketahanan keluarga dipengaruhi oleh kemampuan beradaptasi terhadap
lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial, dengan kata lain dipengaruhi
oleh kebudayaan. Sebagaimana dikemukakan oleh William A. Haviland yang
diterjemahkan oleh R.G Soekadijo (1985) bahwa: dalam studi etnosains strategi
adaptasi terhadap lingkungan bagi suatu masyarakat dipengaruhi oleh
kebudayaan. Kebudayaan merupakan sistem ide dan pengetahuan yang dimiliki
suatu masyarakat mempengaruhi pola tindakan mereka. Manusia beradaptasi
melalui medium kebudayaan ketika mereka mengembangkan cara-cara untuk
3 McCubbin et.al. 1988 dalam Puspitawati. “Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan
Keluarga” Kajian Akademik. (Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2015), 5
3
mengerjakan sesuatu sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan juga dalam
batas-batas lingkungan tempat mereka hidup.4
Pengetahuan mengolah lingkungan merupakan wujud dari kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat. Budaya berbeda yang dimiliki akan
mempengaruhi pola pikir masyarakat dan melahirkan pola tindakan yang berbeda
pula dalam mempersepsikan lingkungan tempat tinggal mereka. Dengan kata lain
hubungan antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan sangat erat.
Strategi adaptasi menurut Smith & Seymour (1990) dalam Kamus Besar
Antropologi adalah suatu rencana tindakan selama rentang waktu tertentu oleh
sekelompok atau sekumpulan orang tertentu untuk menyesuaikan diri dalam
mengatasi tekanan yang bersifat internal atau eksternal. 5
Barlett dalam Kusnadi (1998)6 menyebutkan bahwa strategi adaptasi
merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai konteks
lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan ekologi dimana penduduk itu hidup.
Pilihan tindakan yang bersifat kontekstual tersebut dimaksudkan untuk
mengalokasikan sumber daya yang tersedia di lingkungannya dalam mengatasi
tekanan-tekanan sosial ekonomi. Dalam kaitan tersebut, kebudayaan merupakan
instrumen yang paling penting dalam adaptasi manusia.
4 William A. Haviland. Antropologi Edisi Keempat Jilid 2, Terj R.G Soekadijo. (Jakarta:
Erlangga, 1985), 3 5 Nurlaili, “Strategi Adaptasi Nelayan Bajo Menghadapi Perubahan Iklim: Studi Nelayan
Bajo Di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur,” Jurnal Masyarakat & Budaya, (Volume 14
No. 3 Tahun 2012), 602 6 Ibid
4
Adaptasi menurut Parsudi Suparlan dalam Suprapti (1989)7 yaitu proses
mengatasi keadaan biologi, alam, dan lingkungan sosial tertentu untuk memenuhi
syarat-syarat tertentu yang diperlukan untuk melangsungkan kehidupannya.
Manusia dalam beradaptasi berusaha memahami ciri-ciri penting dari
lingkungannya, kemudian mereka menciptakan dan mengembangkan cara
mengatasi lingkungan tersebut. Selanjutnya, melalui keberhasilan dan kegagalan
manusia berusaha menangkap umpan balik dari tindakannya. Akhirnya manusia
berusaha mengabstraksi pengalamannya dan memasyarakatkan cara-cara yang
paling tepat dalam mengatasi berbagai tantangan lingkungan.
Pada dasarnya, berbagai definisi konsep di atas memiliki kesamaan.
Merujuk konsep strategi adaptasi dari berbagai tokoh di atas maka dapat dibuat
intisari bahwa strategi adaptasi yaitu sebuah tindakan yang dilakukan oleh satu
komunitas tertentu sebagai bentuk respon dari berbagai bentuk tekanan pada
aspek ekonomi, sosial, lingkungan baik internal maupun eksternal. Bentuk strategi
adaptasi yang dilakukan pada tiap komunitas akan berbeda tergantung pada
kondisi lingkungan alam dan sosial budaya masyarakatnya. Tindakan utama
jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan dalam menghadapi tekanan hidupnya
adalah dengan menjual jasa sebagai buruh di tambak udang dengan penghasilan
rata-rata per bulan Rp. 2.000.000,-. Pertanyaannya cukupkah pendapatan tersebut
untuk kebutuhan hidup keluarga mereka? Mengapa pekerjaan tersebut yang
kebanyakan dipilih sebagai strategi adaptasi mereka? Pemberdayaan apa saja yang
telah dilakukan Gereja kepada jemaatnya? Untuk itulah penelitian ini dilakukan.
7 Ibid
5
Istilah pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan
yang diinginkan oleh seseorang, agar dapat memiliki kemampuan untuk
melakukan pilihan dan mengontrol lingkungan sehingga dapat memenuhi
keinginan-keinginan, termasuk aksesbilitas terhadap sumber daya yang terkait
dengan pekerjaan, aktivitas sosial, dan lain-lainnya. 8
Dalam bidang ekonomi, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya
pemberian kesempatan atau memfasilitasi kelompok miskin agar mereka memiliki
aksesbilitas terhadap sumberdaya, berupa: modal, teknologi, informasi, dan
jaminan pemasaran, agar mereka mampu memajukan dan mengembangkan
usahanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan serta perluasan
kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan.9 Pemberdayaan
ekonomi harus bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat dalam
mengekspresikan potensi mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk
peningkatan kesejahteraan. Dalam hal ini, masyarakat diberdayakan agar terlibat
aktif dalam proses pembangunan yang berlangsung.
Tujuan pemberdayaan dalam bidang ekonomi adalah agar kelompok
sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan dan membentuk siklus
pemasaran yang relatif stabil.10 Kegiatan pemberdayaan yang ada diharapkan
dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka dalam
mensejahterakan kehidupan perekonomian mereka. Kebebasan yang diberikan
8Totok Mardikanto, Yesus Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, ( Solo, Prima Theresia
Presindo, 2005), 9. 9 Totok Mardikanto, Yesus, 11 10Michael Todaro, Economic development, dalam Gunawan Sumodiningrat,
Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas tentang pembangunan manusia Indonesia, (Jakarta, Buku
Kompas, 2007), 22.
6
kepada warga bukanlah kebebasan yang tanpa batas, namun kebebasan tersebut
masih membutuhkan stimulus dari luar yang disebut stimuli eksternal. Stimulus
ini bersifat mendorong dan merangsang tumbuh dan berkembangnya potensi serta
energi internal.11 Oleh karena itu dalam studi ini pemberdayaan yang dimaksud
adalah pemberdayaan ekonomi yang diselenggarakan oleh pengelola Gereja agar
jemaat Gereja memperoleh kemampuan dan kebebasan dalam beradaptasi dengan
kebutuhan ekonomi mereka sehingga ketahanan keluarga mereka meningkat.
Stimulus eksternal yang mereka dapatkan, mungkin kemudahan akses untuk
mendapatkan tambahan modal usaha, akses pasar atau lainnya juga perlu diamati
dan dianalisis. Untuk itu judul penelitian yang kami pilih adalah “GEREJA
MEMBERI KEHIDUPAN: PEMBERDAYAAN JEMAAT GPIB ANUGERAH
JUATA LAUT TARAKAN UNTUK MENINGKATKAN STRATEGI ADAPTASI
DAN KETAHANAN KELUARGA.
Tema tersebut sengaja dipilih dengan alasan: (1) sesuai dengan program
studi yang penulis tekuni, yakni sosiologi agama konsentrasi pembinaan warga
gereja; dan (2) dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya jemaat GPIB
Anugerah Juata Laut Tarakan.
B. Pembatasan Masalah
Sebagaimana telah dikemukakan, masalah dalam penelitian ini dibatasi
pada pemberdayaan keluarga, strategi adaptasi keluarga, dan ketahanan keluarga
jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan.
11 Soetomo, Pemberdayaan Masyarakat, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011), 120.
7
Pemberdayaan keluarga yang dimaksud adalah upaya pengelola Gereja
dalam memberikan kesempatan atau memfasilitasi jemaat gereja agar mereka
memiliki aksesbilitas terhadap sumberdaya, berupa: modal, teknologi, informasi,
dan jaminan pemasaran, agar mereka mampu memajukan dan mengembangkan
usahanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan serta perluasan
kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan.
Strategi adaptasi dibatasi pada semua upaya jemaat dalam memenuhi
kebutuhan hidup atau tantangan hidup baik yang bersumber dari dalam keluarga
maupun dari luar.
Ketahanan keluarga yang dimaksud adalah kemampuan keluarga jemaat
Gereja dalam mengelola sumber daya yang dimiliki serta menanggulangi masalah
yang dihadapi baik dari dalam keluarga maupun dari luar, untuk dapat memenuhi
kebutuhan fisik maupun psikososial keluarga.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar beakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana ketahanan keluarga jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan?
2. Bagaimana strategi adaptasi keluarga jemaat GPIB Anugerah Juata Laut
Tarakan dalam meningkatkan ketahanan keluarga mereka?
3. Apa saja upaya pengelola GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan dalam
memberdayaan keluarga jemaat?
4. Bagaimana respon jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan terhadap
program pemberdayaan?
8
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. ketahanan keluarga jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan;
2. strategi adaptasi keluarga jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan
dalam meningkatkan ketahanan keluarga mereka;
3. upaya pengelola GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan dalam
memberdayaan keluarga jemaat; dan
4. respon jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan terhadap program
pemberdayaan.
E. Signifikansi Penelitian
Penelitian ini memiliki signifikansi teoritis maupun signifikansi praktis.
Secara teoritik penelitian ini akan menghasilkan model pemberdayaan ekonomi
jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan. Hal ini tentunya secara teoritik
berkontribusi bagi pengembangan ilmu peningkatan sumber daya manusia
(PSDM), selain itu penelitian ini juga akan menemukan strategi adaptasi dan
ketahanan keluarga jemaat gereja. Oleh karena itu akan berkontribusi bagi
pengembangan ilmu sosiologi, khususnya sosiologi agama.
Secara praktis, penelitian ini memiliki signifikansi yang tinggi bagi
pengelola GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan sebagai feed-back dalam
memberdayakan jemaatnya selama ini dan untuk pengembangan program
9
pemberdayaan ekonomi selanjutnya. Bagi jemaat gereja penelitian ini dapat
digunakan sebagai refleksi strategi adaptasi yang selama ini dilakukan.
F. Tinjauan Pustaka
Studi yang terkait dengan penelitian ini di antaranya Nurlaili (2012)12
meneliti dengan judul “Strategi Adaptasi Nelayan Bajo Menghadapi
Perubahan Iklim: Studi Nelayan Bajo di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa
Tenggara Timur.” Penelitian ini bertujuan melihat strategi adaptasi masyarakat
nelayan Bajo di Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam
menghadapi perubahan iklim, dengan menggunakan wawancara mendalam,
observasi dan FGD. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang erat
antara perubahan iklim dengan strategi adaptasi masyarakat melalui konstruksi
pengetahuan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan.
Niken Sakuntaladewi & Sylviani (2014)13 meneliti dengan judul
“Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir Terhadap Perubahan
Iklim. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kerentanan masyarakat pesisir
akibat perubahan iklim. Penelitian dilakukan di tiga desa yaitu kawasan hutan
lindung di Kabupaten Subang, kawasan hutan konservasi di Kabupaten
Jembrana, dan hutan hak di Kabupaten Pemalang. Data dikumpulkan dari 30
responden pada masing-masing desa, dan dianalisa dengan Multivariate Analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim menurunkan
12 Nurlaili. “Strategi Adaptasi ...” 13 Niken Sakuntaladewi & Sylviani “Kerentanan dan Upaya Adaptasi Masyarakat Pesisir
Terhadap Perubahan Iklim.” JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 4
Desember 2014, 281 - 293
10
penghasilan mayoritas masyarakat di tiga desa penelitian. Jumlah masyarakat
desa sekitar hutan mangrove yang merupakan hutan hak mempunyai
kerentanan paling rendah (37%), kerentanan tertinggi di masyarakat desa
sekitar hutan lindung (82%) dan kerentanan sedang di masyarakat desa sekitar
hutan konservasi (55%). Kerentanan masyarakat banyak dipengaruhi oleh: 1)
keterbukaan yaitu kondisi iklim; 2) sensitivitas, meliputi ketergantungan
masyarakat terhadap jenis penghasilan yang sensitif iklim, lokasi sumber
penghasilan yang dekat dengan sumber bencana dan rusaknya lingkungan
biofisik; 3) kapasitas adaptasi, meliputi perbaikan lingkungan biofisik, variasi
sumber penghasilan, ekstensifikasi lahan usaha, penerapan teknologi pertanian
dan perikanan, penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan prakiraan musim,
alih profesi, tetap pada kegiatan lama dan berharap pada keuntungan, kuatnya
kelembagaan masyarakat, bantuan atau program pembangunan desa dan
pendampingan yang intensif.
Devita Elfira (2013)14 meneliti dengan judul “Strategi Adaptasi
Transmigran Jawa di Sungai Beremas: Studi Etnosains Sistem Pengetahuan
Bertahan Hidup.” Temuan penelitiannya bahwa alasan transmigran Jawa masih
bertahan di Sungai Beremas adalah karena mereka yakin dengan masa depan
mereka di daerah baru itu akan lebih baik dari pada kondisi yang mereka alami
di daerah asal. Prinsip “sinten ingkang ndamel ngangge, sinten ingkang nanem
ngunduh” merupakan keyakinan untuk selalu berusaha dan tekun mengolah
14 Devita Elfira (2013). “Strategi Adaptasi Transmigran Jawa di Sungai Beremas: Studi
Etnosains Sistem Pengetahuan Bertahan Hidup.” Jurnal Sosiologi, Vol. I No.01 Th. 2013
11
lahan di Sungai Beremas, karena mereka merasa yakin bahwa masa depan
petani di Sungai Beremas akan lebih baik dari pada sekarang. Sistem
pengetahuan dan strategi adaptasi lingkungan alam yang dikembangkan
transmigran Jawa di Sungai Beremas adalah sebagai berikut: pertama,
menanam tanaman yang bisa dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan sehari-
hari dengan tujuan untuk menghemat pengeluaran terhadap kebutuhan
makanan, merekonstruksi lahan tidak subur menjadi lahan produktif, membuka
lahan datar menjadi sawah dengan tujuan agar mereka tidak membeli beras,
dan menjadikan jagung sebagai makan pokok di samping beras. Kesemua itu
bertujuan untuk mengurangi konsumsi beras. Kedua, memelihara binatang
ternak sapi milik orang dusun (orang Siulak) dan memelihara ayam milik
sendiri secara tradisional. Ketiga, menjadi kuli kebun upahan pada masyarakat
Jawa yang tinggal di Kayu Aro dan menjadi kuli sawah bagi masyarakat
Siulak, serta merantau ke Muaro Bungo, Tebo, Bangko dengan menjadi kuli
sawit pada masyarakat Jawa yang tinggal di sana.
Marthen Nainupu (2014)15, meneliti dengan judul “Pelayanan Gereja
Kepada Orang Miskin”. Resume temuannya bahwa masalah paling pelik dan
paling tua yang tak mudah diselesaikan secara tuntas adalah masalah
kemiskinan, sebagaimana yang kita simak dari pengalaman pada jaman Alkitab
(jaman kuno) dan sampai dengan era yang kita sebut sebagai era paska modern.
inipun masalah kemiskinan belum dapat terselesaikan dengan tuntas. Berbagai
kebijakan dan program baik dari pemerintah maupun gereja sudah dilakukan,
15 Marthen Nainupu “Pelayanan Gereja Kepada Orang Miskin”. Jurnal Theologi Aletheia
(Vol.16 No.7, September 2014), 70-92
12
tetapi masalah orang miskin masih tetap saja ada di antara kita. Meskipun
demikian, gereja tidak pernah berhenti dari upaya-upaya menolong dan
melayani orang-orang miskin. Di sinilah gereja hadir dalam upaya untuk
menolong dan memberdayakan orang miskin. Upaya gereja untuk menolong
orang miskin sudah dilakukan dengan berbagai model, mulai dari model
karitatif yang sangat tradisional, reformatif maupun transformatif.
Upaya-upaya untuk menolong orang miskin akan dapat dilakukan
dengan lebih baik dan sungguh-sungguh memberdayakan mereka jika dengan
mengikut-sertakan mereka sebagai subjek, sebab mereka sendiri merupakan
suatu kekuatan yang besar untuk melakukan perubahan untuk memperbaiki
keadaan mereka. Di samping itu pelayanan gereja kepada orang miskin harus
berbasis pada data, terutama data mengenai potensi atau kekuatan-kekuatan
gereja serta melakukan suatu koordinasi yang baik dan terpadu agar semua
warga gereja diikut-sertakan dalam keprihatian ini. Untuk maksud tersebut
maka gereja perlu membuat keputusan pastoral atau kebijakan kepedulian
kepada orang miskin yang dapat dijadikan panduan bagi semua bagian
pelayanan dari gereja.
Andreas Nugroho (2015)16 meneliti dengan judul “CU Abdi Rahayu
dan Efektifitas Diakonia Gereja Paroki Marganingsih Kalasan”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif Credit Union Abdi Rahayu
mewujudkan diakonia Paroki Marganingsih, Kalasan, Yogyakarta. Subyek
penelitian adalah pelayanan CU Abdi Rahayu yang diukur dalam beberapa hal,
16Andreas Nugroho. “Credit Union Abdi Rahayu dan Efektifitas Diakonia Gereja Paroki
Marganingsih Kalasan”. JURNAL TEOLOGI, Volume 04, Nomor 01, Mei
13
yaitu: pendidikan keuangan, alasan tabungan, bentuk tabungan, kemudahan
meminjam, tujuan meminjam, disiplin simpanan wajib, bantuan dalam
menggunakan uang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Credit Union "Abdi Rahayu"
mampu mewujudkan beberapa elemen Diakonia dari Paroki Marganingsih,
Kalasan. Penelitian ini juga menunjukkan sikap solidaritas antar anggotanya
sebagai manifestasi nyata cinta sesama.
Beberapa studi tersebut ada kesamaan dengan studi ini, khususnya
tentang strategi adaptasi dan pemberdayaan. Oleh karena itu posisi penelitian
ini baik untuk strategi adaptasi maupun pemberdayaan jemaat dapat
memperkuat temuan penelitian terdahulu.
G. Kerangka Berpikir Penelitian
Pemberdayaan jemaat pada dasarnya bentuk riil diakonia, merupakan
kepedulian sosial Gereja (Pendeta) kepada jemaatnya agar memiliki
keberdayaan dalam mempertahankan dan meningkatkan hidup jemaat. Jemaat
yang memiliki keberdayaan adalah jemaat yang memiliki ketangguhan strategi
adaptasi dalam menghadapi tantangan internal maupun eksternal
kehidupannya. Dalam menghadapi situasi ekonomi apapun jemaat akan
tangguh, memiliki berbagai cara untuk tetap hidup (survival) yang
menyebabkan ketahanan keluarganya memadai.
Ketahanan keluarga memadai menurut Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia ditandai: (1)
perkawinan suami-istri legal; (2) anak legal; (3) keluarga utuh, tinggal bersama
14
dalam ikatan keluarga; (4) Makan lengkap minimal dua kali sehari untuk
semua anggota keluarga; (5) Tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit akut/kronis atau cacat; (6) Tidak ada anggota keluarga yang menderita
masalah gizi; (7) Rumah yang ditempati memiliki ruang tidur terpisah/ada
sekat antara orangtua dan anak; (8) Keluarga mempunyai kepemilikan rumah;
(9) Suami dan/atau istri mempunyai penghasilan tetap per bulan minimal
UMR; (10) Suami dan/atau istri memiliki pekerjaan tetap dengan pendapatan
berapa saja; (11) Suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang
minimal sebesar 3 kali UMR; (12) Minimal satu anggota keluarga memiliki
asuransi kesehatan; (13) Keluarga mampu membayar pengeluaran untuk
kebutuhan listrik; (14) Keluarga mampu membayar pengeluaran untuk
pendidikan anak minimal hingga tingkat SMP; (15) Tidak ada anak yang Drop
Out dari sekolah; (16) Anggota keluarga yang berusia 15 tahun ke atas minimal
berpendidikan SMP; (17) Tidak pernah terjadi kekerasan antar suami-istri; (18)
Tidak pernah terjadi kekerasan antar orangtua-anak; (19) Tidak ada anggota
keluarga yang terlibat masalah pelanggaran hukum; (20) Anak diberikan
kesempatan untuk mengemukakan pendapat; (21) Suami-istri saling
menghargai dan menyayangi; (22) Anggota keluarga berpartisipasi dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan; (23) Anggota keluarga merawat/peduli kepada
orangtua lansia; (24) Anggota keluarga berkomunikasi dengan baik, termasuk
dengan keluarga besarnya; (25) Suami dan/atau istri melakukan kegiatan
agama secara rutin; (26) Ayah mengalokasikan waktu bersama anak; (27) Ibu
mengalokasikan waktu bersama anak; (28) Ayah dan Ibu berbagi peran dengan
15
baik; (29) Pengelolaan keuangan dilakukan bersama suami dan istri secara
transparan; dan (30) Suami dan istri merencanakan bersama jumlah anak yang
diinginkan atau alat kontrasepsi yang dipakai. Kerangka berpikir tersebut
dalam konteks penelitian ini dapat divisualisasikan ke dalam Bagan 1 berikut.
Bagan 1: Kerangka berpikir penelitian
H. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif
dengan jenis studi kasus. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk
memahami (to understand) secara mendalam tentang fenomena atau gejala
sosial melalui perspektif emik (emic view) dan perspektif etik (etic view).
Dengan pemahaman fenomena atau gejala sosial secara mendalam dan
holistic melalui studi tersebut diharapkan dapat ditarik kesimpulan dalam
bentuk teori baru.
Studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu,
kelompok, program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu.
Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari
sebuah entitas. Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis
untuk menghasilkan teori. Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian
Pemberdayaan
Jemaat: Penguatan pengelolaan
tambak udang
Penguatan UKM
Strategi Adaptasi
Meningkat
Ketahanan Keluarga
Meningkat
16
kualitatif yaitu dengan teknik wawancara mendalam (dept interview),
observasi partispatif (participant observation), dan dokumentasi.
Yin17 menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian studi kasus
adalah tidak sekedar untuk menjelaskan seperti apa obyek yang diteliti,
tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus
tersebut dapat terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan
sekedar menjawab pertanyaan penelitian tentang ‘apa’ (what) obyek yang
diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang
‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) objek tersebut terjadi dan
terbentuk sebagai suatu kasus.
2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian untuk dapat menjawab fokus penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Mengambil data dengan instrumen yang telah disiapkan berupa pedoman
wawancara dan pedoman observasi.
b. Menganalisis data.
c. Klasifikasi data.
d. Membuat kategori data.
e. Memperbanyak Informan hingga data yang diperlukan terpenuhi.
f. Mereduksi data.
g. Menyusun data.
17 Robert K Yin, Qualitative Research from Start to Finish. (London:The Guilford Press,
2011), 64
17
h. Memeriksa keabsahan data dengan member-check dan trianggulasi.
i. Membuat verifikasi dan penyimpulan.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan,
di tempat kerja dan di rumah jemaat gereja yang terpilih sebagai informan
penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Juli s/d Agustus 2017.
4. Penentuan Informan
Informan diambil secara purposive, jumlahnya sesuai kebutuhan
penelitian. Karakteristik yang dipilih antara lain: (1) Jemaat gereja GPIB
Anugerah Juata Laut Tarakan; (2) Kepala rumah tangga; (3) memiliki
pekerjaan; dan (4) aktif mengikuti program pemberdayaan ekonomi yang
diselenggarakan gereja. Jumlah dianggap cukup jika telah mencapai
redundancy (kejenuhan informasi).
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Melalui obsevasi dihasilkan data lapangan yang lengkap
sebagaimana diinginkan. Dalam pelaksanaan observasi ini peneliti
melakukan obeservasi pada saat pelaksanaan pemberdayaan ekonomi, saat
informan bekerja, dan kondisi pisik lingkungan tempat tinggal. Peneliti
menginventarisasikan data yang diamati selama proses penelitian
berlangsung dengan mencatat data-data yang terkait dengan fokus
penelitian.
18
b. Wawancara
Teknik wawancara berupa suatu percakapan yang bertujuan untuk
memperoleh data dari Informan dari keseluruhan subjek penelitian.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini mengandung 3 tujuan,
yaitu: (1) wawancara yang mengungkap konteks pengalaman Informan;
(2) wawancara yang memberi kesempatan Informan untuk merekonstruksi
pengalamannya; dan (3) wawancara yang mendorong Informan merefleksi
makna dari pengalaman yang dimiliki.
Ditinjau dari tahapannya, wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini dilakukan dengan tahapan: (1) wawancara pembicaraan
informal; (2) Wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara; dan
(c) wawancara terbuka jika diperlukan. Ketiga wawancara tersebut hampir
selalu dilakukan pada setiap proses wawancara dengan Informan.
c. Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk melengkapi informasi-informasi dan
pengumpulan data dari metode lainnya. Data yang hendak diperoleh
melalui dokumentasi ini antara laun: data jemaat (nama, alamat, pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, dan penghasilan), dan program pemberdayaan
ekonomi jemaat.
6. Keabsahan Data
Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan:
19
1) Memperpanjang masa observasi / keikutsertaan.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu
singkat, tetapi memerlukan perpanjangan observasi / keikutsertaan
peneliti pada latar penelitian. Perpanjangan observasi / keikutsertaan
peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data
yang dikumpulkan. Perpanjangan observasi / keikutsertaan juga
menuntut peneliti agar terjun ke dalam lokasi dan dalam waktu
yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi
yang mungkin terjadi. Distorsi dapat terjadi karena adanya unsur yang
tanpa disengaja, yakni berupa kesalahan dalam mengajukan
pertanyaan, motivasi setempat, misalnya hanya untuk menyenangkan
atau menyedihkan peneliti, sedangkan distorsi karena adanya unsur
kesengajaan seperti dusta, menipu, dan berpura-pura oleh subjek,
Informan, maupun key Informan.
2) Ketekunan pengamatan.
Ketekunan pengamatan bermaksud untuk menemukan ciri-ciri
dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan
yang sedang diteliti. Ketekunan pengamatan juga mendapatkan
kedalaman isi data yang diperlukan, dengan demikian peneliti
mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang terkait dengan fokus
atau masalah penelitian.
20
3) Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Trianggulasi
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah trianggulasi antar sumber,
Trianggulasi antar metode, dan trianggulasi antar waktu.
1) Trianggulasi antar sumber
Cara ini dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh
dari hasil wawancara dari beberapa subjek penelitian. Hasil
wawancara dibandingkan dengan sumber yang ada dan diambil
kesimpulan sementara (tentatif).
2) Trianggulasi antar metode
Cara ini dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara
dengan hasil pengamatan, sehingga temuan yang didapat dari
hasil wawancara dapat diuji dengan cara mengamati pelaksanaan
di lapangan. Dengan demikian maka hasil data yang diperoleh
dapat dipercaya.
3) Trianggulasi antar waktu
Cara ini dilakukan dengan: (1) membandingkan hasil pengamatan
yang dilakukan peneliti untuk yang pertama dengan pengamatan
berikutnya, (2) membandingkan data hasil wawancara pertama
dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari hasil
perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan,
pikiran semata-mata, tetapi lebih penting lagi justru akan bisa
mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan.
21
4) Member check.
Teknik ini dilakukan dengan cara menunjukkan hasil wawancara
kepada Informan sampai Informan membenarkan informasi tersebut
sebagai hasil wawancara dengan dirinya. Sebagai pertanda Informan
telah membenarkan informasi tersebut, Informan diminta
menandatangani transkrip hasil wawancara dengan dirinya.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analysis
Interactive model dari Miles dan Huberman18 yang dapat digambarkan
pada Gambar 1.
Data Coolection
Gambar 1.: Komponen Analisis Data Model Interaktif
Data disajikan secara sistematik agar lebih mudah dipahami secara
utuh dan menyeluruh antara bagian-bagiannya sehingga memberi
18Mile, M.B., & Huberman, A.M.,Analisis data kualitatif. Alih bahasa: Tjetjep Rohendi
Rohidi dan Mulyasa, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1992), 20.
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Reduksi
Data
Kesimpulan-kesimpulan :
Penarikan/Verifikasi
22
kemungkinan penarikan kesimpulan / verifikasi. Penarikan kesimpulan /
verifikasi tidak lepas dari fenomena permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan pendapat di atas, maka analisis data dalam penelitian ini
dilakukan dengan tiga tahap, yakni:
1) Identifikasi dan reduksi (penyederhanaan) data
2) Display data berdasarkan klasifikasi data pada setiap fokus penelitian
3) Interpretasi dan penarikan kesimpulan atau verifikasi