1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Dalam ilmu
sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan
beberapa jumlah manusia yang harus ada. Sebagai manusia kita dilahirkan
untuk hidup saling ketergantungan dengan orang lain, kita tidak bisa hidup
sendiri didunia ini karena manusia pada hakekatnya adalah sebagai
makhluk sosial.1 Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat misalnya, kita
harus saling mengenal satu dengan yang lainya, saling membantu dan
saling menolong. Setiap orang hidup pasti mempunyai kehendak dan
keinginan dalam dirinya, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk
hidup yang bergerak dengan kehendaknya dan ia tidak bisa hidup tanpa
saling berkumpul atau berhubungan. Tidak hanya itu dalam hal keagamaan
juga dituntut untuk selalu berperan aktif, baik dalam shalat jama‟ah di
musholla atau masjid, shalat Jum‟at, pengajian, dan lain-lain.2
Beribadah adalah salah satu jalan untuk bisa berinteraksi secara
vertical kepada Yang Maha Kuasa, yakni pengabdian pada Tuhan. Telah
dikemukakan arti ibadah secara bahasa, mula-mula pengertian lengkapnya
dalam peristilahan Islam ialah menyatakan ketundukan atau kepatuhan
1Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hlm. 22. 2Akhmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, (Jakarta: Departemen Urusan
Wakaf, Dakwa pengarahan kerajaan Arab Saudi), hlm. 180.
2
sepenuhnya disertai oleh kekhidmatan sedalam-dalamnya. Dalam
pengertian sehari-hari pengertiannya mengambil sikap jasmani secara
khidmat terhadap sesuatu, sedang rohani dipenuhi oleh pikiran
mengajukan permohonan pada-Nya. Ibadah adalah manifestasi atau
pengertian pengabdian muslim pada Tuhan. Mengabdi kepada Allah
dengan jalan menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
seperti yang ditunjukkan Al-Qur‟an dan hadits.3 Hakikat ibadah
mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang dalam kepada
Allah, unsur tertinggi adalah ketundukan. Sedangkan kecintaan merupakan
implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu ibadah juga
mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan paling rendah di hadapan
Allah SWT.4
Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang
hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib
adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at.
Shalat Jum‟at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah
setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Hukum melaksanakan
shalat Jum‟at adalah fardhu „ain. Fardhu „ain adalah status hukum dari
sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu
yang telah memenuhi syarat bagi setiap muslim laki-laki dewasa.
3Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pstaka Al-
Husna, 1994), hlm.14-15. 4Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
1997), hlm. 4.
3
Shalat Jum‟at adalah shalat yang dikerjakan secara berjamaah
tempatnya di Masjid atau yang difungsikan sebagai Masjid di mana salah
seorang bertindak sebagai imam dan lainnya sebagi makmum. Shalat
Jum‟at di dahului oleh khutbah Jum‟at dan merupakan pengganti shalat
dhuhur.5
Shalat Jum‟at adalah Shalat dua rakaat sesudah khutbah pada
waktu dhuhur pada hari jum‟at. Shalat Jum‟at itu fardhu „ain, Artinya
wajib atas tiap-tiap laki-laki yang dewasa dan beragama Islam, merdeka,
dan tetap di dalam negeri. Tidak wajib Jum‟at atas perempuan, kanak-
kanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan.6
Diberi nama dengan Jum‟at karena berkumpulnya orang-orang
pada hari ini. Dikatakan karena berkumpulnya kebaikan pada hari ini.
Atau, karena penciptaan nabi Adam a.s terhimpun di hari ini atau karena
berkumpulnya Adam dan Hawa di bumi pada hari ini. Adapun nama lama
untuk hari Jum‟at pada zaman Jahiliyah dulu adalah hari „Arubah, yaitu
jelas besar, dikatakan hari ar-Rahmah‟.7
Shalat Jum‟at adalah ibadah wajib yang tersendiri dan bukan
pengganti shalat zhuhur. Karena tidak bisa diganti dengan niat shalat
zhuhur bagi mereka yang tidak berkewajiban melaksanakannya, seperti
musafir dan perempuan. Shalat Jum‟at lebih di tetapkan waktunya dari
pada shalat zhuhur, bahkan ia sebaik-baiknya shalat. Hari Jum‟at
5Mulkhan Abdul Munir, Masalah-masalahTeologi dan Fiqh dalam Tarjih
Muhammadiyah, (Yogyakarta : Roykhan, 2005) hal.346. 6Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV. Sinar Baru,
1992) hal.124. 7Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam 2, (Jakarta: GemaInsani, 2010) hal.374.
4
merupakan hari paling baik dari sekian hari yang ada dan sebaik baik hari
yang disinari matahari. Di hari Jum‟at, Allah SWT. mengampuni enam
ratus ribu penghuni neraka. Siapa yang meninggal di hari Jum‟at, niscaya
Allah akan mencatat baginya pahala syahid di jalan Allah dan di jaga dari
siksa kubur. Sedangkan dalil keutamaan hari Jum‟at di sebutkan dalam
hadits yang diriwayatkan secara marfu‟
“Hari jum‟at adalah „tuanya‟ semua hari,dan hari yang paling
agung. Di mata Allah, hari Jum‟at lebih agung dari hari Idul Fitri
dan Idul Adha”.8
Shalat Jum‟at merupakan fardhu „ain bagi setiap muslim. Sebab
shalat jum‟at adalah sama dengan shalat zhuhur, hanya saja di dalamnya
terdapat khutbah yang menjadi rukun Jum‟at, dan pelaksanaan shalatnya
hanya dua rakaat. Seorang muslim dilarang meninggalkan shalat Jum‟at
kecuali kalau ada udzur syar‟i.9
Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya yang
meninggalkan shalat Jum‟at tiga kali berturut-turut tanpa adanya udzur
syar‟i. Yang demikian dapat dimengerti, bahwa mendatangi shalat Jum‟at
adalah fardhu. Bagi kaum lelaki mendatangi dan melaksanakan shalat
Jum‟at adalah wajib. Artinya, bagi kaum lelaki ada dua kewajiban:
8Ibid. hlm.374-375.
9Mahali Ahmad Mujab, Hadis-hadis ahkam riwayat asy-Syafi‟I,Ed.1, Cet.1
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,2003) hlm.311.
5
kewajiban mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, dan
kewajiban melaksanakan shalat Jum‟at. Karena itu bila meninggalkan
tanpa udzur syar‟i, dia dicap sebagai orang munafik. Sebab telah
mengabaikan kewajiban terhadap Allah. Sedang bagi kaum wanita,
mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, adalah sunat.
Namun kalau sudah datang di tempat pelaksanaan shalat Jum‟at, maka
wajib mengikuti pelaksanaan shalat Jum‟at. Sebab pada hakikatnya shalat
Jum‟at adalah shalat zhuhur, yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap
muslim maupun muslimah.10
Adanya jama‟ah itu di syaratkan di dalam masjid, atau tempat yang
jauh menurut pandangan umum. Dan tidak diperbolehkan menjamak dua
shalat dalam waktu yang kedua, karena hal itu terkadang hujan sudah
berhenti, maka menjadi pengeluaran shalat dari waktunya dengan tanpa
ada udzur.11
Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat pada hari Jum‟at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang
10
Ibid. hlm.324-325. 11
Musthafa Daib Al-Bagha, Terjemah At Tadzhib Fi Adillatil Ghayati Wat
Taqrib, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993, Cet.1, hlm.134.
6
demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Surat Al-
Jumu‟ah ayat 9).12
“ Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”
Artha‟ bin Yasar meriwayatkan keterangan dari Rasulullah, bahwa
beliau bersabda, “Yang menyaksikan adalah hari Jum‟at dan yang
dipersaksikan adalah hari Arafah.”13
Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Kita yang
terakhir dan kita yang terdahulu, hanya saja mereka diberi kitab terlebih
dahulu sebelum kita dan kita diberi (kitab) setelah mereka. Ini adalah hari
yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada kita pada hari
itu, dan manusia mengikuti kita, orang-orang Yahudi besok dan orang-
orang Nasrani lusa.”14
Mazhab Syafi‟i menetapkan bahwa seseorng yang akil baligh,
merdeka, tidak ada halangan (udzur), dan ber-mukim disuatu negeri wajib
melaksanakan shalat Jum‟at. Adapun halangan untuk melaksanakan shalat
Jum‟at diantaranya adalah sakit, di mana apabila menghadiri shalat Jum‟at,
skitnya akan semakin parah atau akan mendapat kesulitan yang tidak
tertahankan. Halangan lainya adalah dipenjara oleh penguasa dan
meninggalnya kaum kerabat atau para sahabat.15
Shalat Jum‟at tidak wajib
12Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan
terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm.
13Tartib Imam Asy-Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar.
14
Riwayat Muslim dari Abu Hurairah.
15Asmaji Muchtar, Fatwa- fatwa Imam Asy-Syafi‟i, Ed. 1, Cet. 1. (Jakarta:
Amzah, 2014) hlm. 128
7
bagi seseorang yang belum baligh, perempuan, dan budak. Meskipun
demikian, kami menyukai budak yang diizinkan mengerjakan shalat
Jum‟at. Demikian juga bagi orng yang telah tua renta dan anak-anak
apabila mereka diizinkan. Kami pun tidak mengetahui salah seorang dari
mereka dianggap berdosa karena meninggalkan shalat Jum‟at.
Asy-Syafi‟i berpendapat bahwa orang-orang yang boleh
meninggalkan shalat Jum‟at baik karena ada udzur, kaum perempuan,
orang-orang yang belum akil baligh, dan budak-budak jika mengerjakan
shalat Zuhur, hendaknya menunggu selesainya shalat Jum‟at. Dengan kata
lain, mengakhirkan pelaksanaan shalat Zuhur sampai benar-benar melihat
imam menyelesaikan shalat Jum‟at.16
Para ulama sepakat bahwa Shalat Jum‟at adalah fardu „ain atas
setiap orang mukalaf. Mereka menyalahkan orang yang berpendapat
bahwa shalat jum‟at adalah fardu kifayah. Shalat Jum‟at diwajibkan bagi
orang yang mukim dan tidak wajib bagi orang yang berpergian. Demikian
menurut kesepakatan empat imam mazhab. Di riwayatkan dari az-Zuhri
dan an-Nakhi‟i bahwa mereka berpendapat bahwa shalat jum‟at wajib bagi
musyafir jika ia mendengar azan.17
Fardhu shalat Jum‟at ada 2, yaitu: yang pertama adalah diharuskan
ada dua khutbah, di dalam khutbah kedua ini Khatib harus berdiri dan
16Ibid, hlm. 129.
17Syaikh Al-„AllamahMuhammad Bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahma Al-
Ummah Fi Ikhtilaf Al-A‟immah Diterjemahkan Oleh „Abdullah Zaki Alkaf (Fiqih Empat
Mazhab,) Bandung: Hasyimi, 2012, hlm.91.
8
duduk diantara dua khutbah itu. Yang kedua adalah harus dikerjakan dua
rakaat dengan berjama‟ah.18
Diwaktu Khatib khutbah disunahkan untuk mendengarkan. Siapa
saja orang yang masuk masjid waktu Jum‟at, sedang imam sedang
khutbah, kalau mau melaksanakan shalat tahiyatul masjid harus yang
ringan-ringan saja, maksudnya adalah mengerjakan yang fardhu-fardhu
saja dan diperintahkan untuk duduk untuk mendengarkan khutbah.19
Dalam masyarakat sekarang sering ditemui jama‟ah shalat Jum‟at
yang dalam mendengarkan khutbah Jum‟at tidak memperhatikan khutbah
yang sedang berlangsung. Seperti halnya ada yang sambil tidur, berbicara
dengan orang yang ada disampingnya maupun dengan temanya sendiri
dari sebagian anak kecil maupun orang dewasa. Seakan mereka tidak
peduli dengan apa yang disampaikan khotib. Padahal itu adalah sebagian
dari syarat wajibnya shalat Jum‟at.
Uraian di atas telah penulis lihat dan kaji dari beberapa buku dan
karya ilmiah yang lain. Ternyata belum ada yang membahas tentang hal
ini, serta penulis yakin permasalahan ini merupakan persoalan yang
menarik untuk dikaji dan dibahas secara mendalam untuk masa sekarang,
dan diharapkan menjadi pedoman hukum untuk masa-masa yang akan
datang. Dari hal dan permasalahan yang terjadi seperti uraian di atas, maka
penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti dan memaparkan serta
18
Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib (Bojonegoro), hlm.
28. 19
Ibid, hlm. 28
9
menelaah lebih lanjut untuk menciptakan sebuah karya ilmiyah yang
berbentuk skripsi tentang Studi Analisis Larangan Berbicara Pada waktu
Khutbah Jum‟at (Studi kasus jama‟ah Jum‟at di masjid Baitussalam desa
Ngroto Mayong Jepara). Dalam hal ini penulis ingin mengetahui secara
jelas bagaimana pemahaman masyarakat, pendapat para ulama‟, dan apa
alasan penyebab terjadinya ikhtilaf dikalangan para ulama‟. Dengan
demikian kita bisa mengetahui secara jelas tentang hukum dan syarat
khutbah serta sahnya shalat Jum‟at itu sendiri.
B. Penegasan Istilah Dalam Judul
Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahfahaman di dalam
mengikuti pembahasan skripsi ini, maka penulis memperjelas kata-kata
istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, istilah yang memerlukan
penjelasan adalah sebagai berikut:
1. Studi Analisis
pelajaran, penyelidikan, tempat belajar.20
Penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dsb) untuk
mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.21
2. Hukum Berbicara
Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat.22
20
Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka, 2011,
Cet-10, hlm.1146. 21
Ibid hlm.37. 22
Tim pusat bahasa, kamus besar bahasa indonesia, jakarta: balai pustaka, ed-3,
cet.3, 2007, hlm.410.
10
Berkata, bercakap, berbahasa (melahirkan pendapat dengan perkataan,
tulisan dsb).23
3. Waktu Khutbah Jum‟at
Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada
atau berlangsung.24
Berpidato tentang ajaran agama dsb. Tiap-tiap hari Jum‟at di masjid.25
4. Masjid Baitussalam Karang Anyar Mayong Jepara
Tempat penelitian di desa Ngroto Karang Anyar rt 04 rw 03 kecamatan
Mayong kabupaten Jepara.
Oleh karena itu yang ditulis diatas bertujuan untuk lebih
memperjelas isi tentang skripsi yang penulis buat dengan judul larangan
berbicara pada waktu khutbah Jum‟at dan implikasinya terhadap
keabsahan shalat.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang penulis lakukan adalah menetapkan
fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah
ada, yaitu ingin mengetahui hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at
bagi jama‟ah yang melaksanakan shalat Jum‟at.
D. Rumusan Masalah
Supaya dalam melakukan analisis dapat dilakukan dengan baik dan
mendalam, juga untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi, rumusan
masalah yang penulis paparkan adalah sebagai berikut :
23
Ibid hlm. 148. 24
Ibid hlm. 1267. 25
Ibid hlm. 564.
11
1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada
waktu khutbah Jum‟at?
2. Bagaimanakah Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at
menurut pendapat para ulama‟?
3. Bagaimanakah istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada
waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara
pada waktu khutbah Jum‟at.
2. Untuk mengetahui Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah
Jum‟at menurut pendapat para ulama‟.
4. Untuk mengetahui istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara
pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat.
F. Telaah Pustaka
Dalam penelitian skripsi sampai pada saat ini, yang penulis
ketahui, banyak yang membahas tentang ibadah shalat saja, belum ada
yang membahas tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at. Di
antaranya yaitu Dianatus Sa‟adah (tahun 2011) dengan judul skripsi
“Aspek Psiko-Religius Ibadah Shalat (Kajian Terhadap Buku Pesikologi
Shalat Karya Sentot Haryanto). dan Ahmad Nurisman (tahun 2013)
dengan judul skripsi “Efektifitas Pesan Dakwah Melalui Khutbah Jum‟at
12
di Masjid Jami‟ Baitul Muslimin Desa Srobyong kecamatan Mlonggo
kabupaten Jepara”.
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memakai telaah pustaka
diantaranya : buku terjemahan kitab subulus salam 2 karya Muhammad
bin Ismail Al-Kahlani yang terkenal dengan nama Ash Shon‟ani,kitab ini
sebagai syarah dari kitab Bulughul Maram karya Ahmad bin „Ali bin
Muhammad bin Hajar Al Kinani Al „As-qalani yang terkenal dengan nama
Ibnu Hajar, yang di dalamnya membahas tentang berbagai macam shalat
sunat, shalat berjamaah, dan shalat Jum‟at serta shalat jenazah.26
Buku
berjudul Fiqih Lima Mazhab Edisi Lengkap dari terjemahan al-fiqh „ala
al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang
menjelaskan tentang shalat Jum‟at, kewajiban shalat Jum‟at, syarat shalat
Jum‟at,serta khutbah Jum‟at.27
Buku Terjemahan Fathul Qarib karya
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah adalah sebuah kitab panduan fiqh
madzhab Syafi‟i yang lengkap yang menjelaskan kitab hukum-hukum
shalat yang di dalamnya menerangkan pasal syarat-syarat wajib Jum‟at.28
Jumhur ulama sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib, dan
berbicara sementara khatib berkhutbah haram hukumnya, ini tercantum
dalam Fikih sunnah 2 karya Sayyid Sabiq.29
Fiqih Islam wa adillatuhu jilid
2, karya prof.DR. Wahbah az-zuhaili buku ini membahas tentang shalat
26
Abubakar muhammad, terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas,
1991, cet.1, hlm.187-235. 27
Mughniyah, muhammad jawad. fiqih lima mazhab, jakarta: lentera, 2001,
hlm.122-123. 28
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim grafis
mutiara ilmu, 2010,cet.1, hlm.98. 29
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1, hlm.336
13
wajib, shalat sunnah, zikir setelah shalat, qunut dalam shalat, shalat
jama‟ah, shalat jama‟ dan qashar. Dalam shalat Jum‟at pembahasan ini
berbicara tentang kewajiban dan kedudukan shalat Jum‟at, keutamaan,
hikmah-hikmahnya, siapa saja yang di wajibkan atas shalat Jum‟at.
Selanjutnya, tata cara dan waktu pelaksanaanya, sunnah-sunnah dan hal
yang dimakruhkan dalam khutbah. Berikutnya hal-hal yang dapat
membatalkan khutbah, dan shalat zuhur pada hari Jum‟at.30
Dari berapa buku dan skripsi tersebut Penulis juga menelaah lagi
buku-buku atau skripsi yang berkaitan dengan kajian Penulis. Penulis
membatasi kajian hanya pada Analisis hukum berbicara pada waktu
khutbah Jum‟at menurut hukum Islam di Indonesia.
G. Metodologi Penelitian
Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai
suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat untuk mendapatkan
kebenaran yang objektif dan terarah dengan baik.
1. Metode Pendekatan
Untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif,
yaitu melakukan taraf analisis hanya sampai taraf deskriptif,
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat
lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan, kesimpulan yang
30
Wahbah az-zuhaili,Op Cit, hlm.374.
14
disimpulkan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu
dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.31
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi kasus dan lapangan (case study and
field research) dengan metode penelitian deskriptif atau penelitian
yang bermaksud membuat penyandraan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenahi fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.32
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan
induktif, penulis menggunakan penyimpulan deduktif ketika penulis
menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi penulis,
yaitu dari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian penulis,
kemudian penulis mengambil sebuah kesimpulan. Sedangkan
penyimpulan induktif melalui fakta-fakta yang ada di tempat
penelitian kemudian penulis menarik sebuah kesimpulan,serta analisis
terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan
menggunakan logika ilmiah.33
Penelitian ini juga menghasilkan data-
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
31
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Cet-
10, hlm 6.
32
Masyhuri, MP, dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, (Bandung : PT
Refika Aditama, 2008), Cet. 1, hlm. 34
33
Saifuddin Azwar,Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004),
Cet. I, hlm.1
15
perilaku yang dapat diamati.34
Atau dapat dikatakan pula bahwa
penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenahi
populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha
menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan
semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari
penjelasan, menguji hepotesis, membuat prediksi maupun
mempelajari implikasi.35
Jadi deskriptif analisis disini mempunyai
tujuan untuk menggambarkan aspek-aspek yuridis atau hukum shalat
jum‟at khususnya tentang khutbahnya dalam undang-undang hukum
Islam dan hukum fiqh serta pendapat 4 Madzhab dan jumhur ulama.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu
sumber data yang diperoleh langsung melalui sumber dari pihak
pertama atau data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan
yakni dari tempat yang akan menjadi obyek penelitian yaitu di masjid.
Disamping itu juga dari sumber data sekunder yaitu sumber data yang
berupa peraturan perundang-undangan yang relevan, buku-buku,
tulisan-tulisan, dan sumber data tertulis lainnya dari hasil studi
pustaka dan arsip.
4. Pengumpulan Data
34Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), hlm. 2 35
Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2004), Cet. III hlm. 6.
16
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian, maka
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer
Pengumpulan data menggunakan cara dengan mengadakan
penelitian langsung ke objek penelitian atau riset lapangan (field
reseach) untuk memperoleh data dengan jalan:
1) Observasi
Cara pengumpulan data observasi yaitu perhatian terfokus
terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud
menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan
menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.36
Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara langsung mengenai
bagaimana gambaran tentang khutbah Jum‟at dalam undang-
undang hukum Islam dan hukum fiqh.
2) Wawancara
Pengumpulan data dengan wawancara, dalam penelitian ini
pada dasarnya merupakan metode tambahan atau pendukung
dari keseluruhan bahan hukum yang dihimpun melalui studi
kepustakaan. Adapun wawancara yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan cara
meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti
36
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2011), Cet. 2, hlm.37.
17
yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya.37
Hal ini
dilakukan adanya keterbatasan waktu, biaya dalam penelitian.
Sample yang diambil dari penelitian ini adalah dari
masyarakat dan pengurus masjid.
b. Data Sekunder
Dalam pengumpulan data sekunder ini dipergunakan car-cara:
1) Riset kepustakaan / Library Reseach
Riset kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dengan
cara mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,
literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan38
serta
obyek penelitian yang berkaitan dengan khutbah Jum‟at.
2) Jenis data dari sudut sumber dan kekuatan mengikat
Oleh karena yang hendak diteliti adalah perilaku hukum,
dalam penelitian ini data sekunder yang dari sudut
mengikatnya digolongkan dalam:
a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengkikat, terdiri dari Al-qur‟an,
Hadits, Fiqih Islam, Fiqih Empat Mazhab, Fiqih Sunnah.
b) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,
makalah, hasil penelitian dan lain-lain.
37
Ibid.,hlm.49. 38
Nur Khoiri, Metode Penelitian Pendidikan, (Jepara: INISNU, 2012), hlm.115.
18
c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer maupun bahan hukum sekunder yaitu
berupa kamus-kamus hukum dan ensiklopedi dibidang
hukum.39
5. Analisis Data
a) Metode deduktif : yaitu menganalisis terhadap data-data yang ada
dengan bertitik dengan kaidah atau pengetahuan yang bersifat
umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus.
b) Metode induktif : yaitu cara berfikir yang bertolak dari hal-hal
yang bersifat khusus kemudian digeneralisasikan kedalam
kesimpulan yang umum. Dalam hal ini yang dapat di teliti adalah
pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu
khutbah Jum‟at, yang berkaitan tentang pokok kajian dan
kemudian ditarik kesimpulan umum tentang keadaan suatu
peristiwa yang terjadi.40
Untuk menganalisis data dipergunakan analisis kualitatif
yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasi dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang
39
Soerjono Soekanto, op. cit., hlm.13.
40Syaifudin Azwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Cet. 10, hlm. 36.
19
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan
secara induktif, setelah data terkumpul maka langkah berikutnya
adalah menganalisis data yang merupakan cara untuk mencari dan
menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan
lainnya.41
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mengetahui isi atau materi skripsi secara menyeluruh, maka
penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bagian Muka, terdiri dari:
a. Halaman judul
b. Halaman nota persetujuan pembimbing
c. Halaman pengesahan
d. Pernyataan
e. Motto
f. Persembahan
g. Kata pengantar
h. Abstrak
i. Daftar isi dan daftar tabel
2. Bagian isi, terdiri dari beberapa bab:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini meliputi:
41
Nur Khoiri, Op., Cit., hlm. 117.
20
a. latar belakang masalah
b. Penegasan istilah judul
c. Pembatasan masalah
d. Rumusan masalah
e. Tujuan penelitian
f. Telaah pustaka
g. Metodologi penelitian
h. Sistematika penulisan skripsi
BAB II : Landasan Teori
Bab ini membahas tentang:
A. Definisi khutbah
B. Isi Khutbah
C. Hukum khutbah
D. Syarat khutbah dan Rukun khutbah
1. Syarat khubah Jum‟at
2. Rukun khutbah
E. Macam- macam khutbah
BAB III : Objek Kajian
Bab ini membahas tentang:
A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara
1. Letak Geografis
2. Struktur Organisasi Balai Desa
3. Angket Desa
21
B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam Desa Ngroto Karang
Anyar Mayong Jepara
1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong
Jepara
2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara
3. Struktur Organisasi
4. Jadwal Waktu Adzan
5. Jadwal Nadhir (Imam) masjid
6. Jadwal Bilal Jum‟at
7. Jadwal Khotib Khutbah Jum‟at
8. Sarana dan Prasarana
BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan.
Bab ini membahas tentang:
1. Analisis Pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara
pada waktu khutbah Jum‟at.
2. Analisis Hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut
pendapat para ulama‟.
3. Analisis istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara
pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan
pendapat.
BAB V : Penutup
Bab ini berisi tentang:
1. Kesimpulan
22
2. Saran
3. Penutup
3. Bagian Akhir, terdiri dari:
a. Daftar Pustaka
b. Daftar Riwayat Hidup
c.Lampiran-lampiran.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Khutbah
Khutbah adalah pidato, terutama yang menguraikan tentang ajaran agama.42
Atau
penyampaian pesan-pesan keagamaan berdasarkan ajaran islam di depan
jama‟ah.43
Khutbah sama halnya dengan berpidato akan tetapi yang membedakan
adalah isi pesan yang disampaikan. Khutbah lebih cenderung berisi pesan-pesan
bertemakan dengan keagamaan, sedangkan pidato lebih cenderung berisi pesan-
pesan yang sifatnya umum. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu metode dakwah
bi al-lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara
lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi dan lain-lain. Metode ini sudah
cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah masyarakat.44
Khutbah Jum‟at ialah perkataan yang mengandung mau‟izhah dan tuntunan
ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah di tentukan syara‟
dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin, menurut rukun
dari shalat Jum‟at.45
Dalam khutbah Jum‟at ini Khatib menjelaskan secara jelas
tentang apa yang mau dibacakan dalam isi khutbahnya, untuk itu seorang Khatib
harus pandai dan mampu menguasai materi yang akan disampaikan dengan
bahasa yang mudah dimengerti oleh Jama‟ah (Pendengar).
42
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4
(Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix) hlm. 437. 43
Bambang S. Ma‟arif, komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung: simbiosa
Rekatama Media, 2010), hlm. 150. 44
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: amzah, 2009), hlm, 11. 45
H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978) hlm. 185.
24
Khutbah Jum‟at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu
istirahat yang pendek dan khutbah ini di lakukan sebelum shalat.46
Khutbah
berfungsi untuk memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan
yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan
isi khutbah itu).47
Dalam riwayat dari Salmah bin Al-Akwa‟ dikatakan bahwa Rasulullah berkhutbah
dengan dua khutbah dan duduk sebanyak dua kali. Seseorang bercerita kepada
kami, “Rasulullah berdiri tegak pada tingkat kedua setelah tingkat yang digunakan
untuk istirahat (duduk), kemudian beliau memberi salam dan duduk. Apabila
muadzin telah selesai mengumandangkan azan, beliau kembali berdiri dan
membaca khutbah kedua,” perkataan ini sejalan dengan makna hadis.
Bila kita lihat selama ini yang terjadi dalam proses penyampaian pesan atau
penyerapan materi khutbah Jum‟at oleh jama‟ah, ini berbeda-beda karena
karakteristik jama‟ah yang heterogen dan berbeda tingkat pendidikanya. Sejauh
mana masyarakat bisa memahami dan mengerti tentang hukumnya
mendengarkann khutbah Jum‟at. Adapun yang dibaca dalam khutbah ialah
tahmid, tasyahud, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. serta wasiat
taqwa. Setelah itu kemudian diakhiri dengan do‟a.48
Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasehat, Dan ada sebagian fuqaha
berpendapat bahwa khutbah Jum‟at adalah dalam rangka memberikan nasehat
sebagaimana nasehat-nasehat yang diberikan kepada para jama‟ah Jum‟at.
Khutbah Jum‟at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam,
46
Ibid. Hlm. 185 47
Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124.
48Abdul Munir Mulkam, Teologi Fiqih, (Yogyakarta: Roykan, 2005), hlm. 353.
25
karena bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjama‟ah.
Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para Khatib
seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan
itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan
tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum‟at adalah obat
yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda
terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum‟at, niscaya Anda akan dapat tertidur
nyenyak!. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu
dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah Idul fitri atau Idul Adha
yang justru dilakukan setelah selesai shalat Id.49
Didalam pesan khutbah yang disampaikan pasti terdapat suatu pembelajaran yang
bisa dipetik. Hal inilah yang dapat mempengaruhi keadaan sikap seseorang.
Charles Bird mengartikan sikap adalah sebagai suatu yang berhubungan dengan
penyesuain diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang di pilih
atau kepada tindakannya sendiri. Bahkan lebih luas lagi, sikap dapat diartikan
sebagai predisposisi (kecenderungan jiwa) atau orientasi kepada suatu masalah,
institusi dan orang-orang lain.50
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa
khutbah itu sangat penting untuk mendidik sikap dan perilaku kita serta untuk
menyampaikan dakwah tentang ajaran agama islam.
B. Isi Khutbah
Bahan khutbah hendaknya dipilih yang berguna bagi pembangunan
iman para pendengarnya, sehingga mereka terasa dibimbing kepada agama Allah
49
Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang
Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, (Surabaya: Karya agung 2002), hlm.3.
50Arifin, Psikolog Dakwa Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm.
104.
26
SWT. Bukan menimbulkan sakit hati terhadap yang lain. Wallahu a‟lam!51
Tarjih
dalam HPT menyatakan, sebelum shalat hendaklah Imam berkhutbah dua kali
dengan berdiri dan duduk diantara kedua khutbah itu. Di dalam khutbah imam
supaya membaca ayat Qur‟an dan memberikan peringatan-peringatan kepada
orang banyak. tuntunan demikian didasarkan hadits Sumarah r.a. Ibnu „Umar, dan
hadits Abu Hurairah.52
Disunatkan khutbah itu mengandung pujian kepada Allah swt. dan
sanjungan terhadap Nabi saw. nasihat dan bacaan Al-Qur‟an.
Dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi saw. bila memulai khutbahnya beliau
mengucapkan:
“Segenap puji bagi Allah, kami memohonkan pertolongan serta keampunan
kepada-Nya, dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan-kejahatan dari
kami sendiri. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang
pun yang dapat menyesatkanya, sebaliknya barang siapa yang disesatkan-Nya,
maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Saya bersaksi bahwa
Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus-Nya dengan
kebenaran, sebagai pembawa berita gembira menjelang datangnya hari kiamat.
51Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 (jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1991) hlm. 201.
52
Mulkan, Abdul Munir, Masalah-masalah teologi dan fiqh dalam tarjih Muhammadiyah,
(Yogyakarta: Roykhan, 2005), hlm. 348.
27
Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul, berarti mereka telah menemukan
jalan yang benar, dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul, maka
tiada akan merugikan kecuali kepada dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah
akan merugikan sedikitpun kepada Allah.”
Dan dari Ibnu Syihab r.a. bahwa ia ditanya mengenai pembukaan khutbah Nabi
saw. maka disebutkanlah seperti diatas, kecuali penghabisanya yang berbunyi
sebagai berikut:
“Waman ya‟shihima faqad ghawa.”
Artinya:
“Dan barang siapa yang durhaka kepada keduanya, maka ia telah jatuh sesat."53
Dan dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu‟man, katanya:
“Saya tak dapat menghafalkan „Qaaf, WalQur-„anil Majid‟ itu hanyalah dari
mendengar bacaan Rasulullah saw. di atas mimbar setiap Jum‟at, yakni di kala
beliau memberikan khutbah kepada manusia.”54
Ketahuilah bahwa khutbah yang disyari‟atkan itu ialah biasa dilakukan oleh
Rasulullah saw. yakni berisi kabar gembira atau mempertakut umat manusia.
Inilah sebenarnya yang menjadi jiwa khutbah. Adapun syarat-syarat seperti
Alhamdulillah, Shalawat atas Rasul, bacaan Al-Qur‟an, semua itu adalah di luar
tujuan utama dari disyari‟atkannya khutbah, dan hal itu kebetulan dikerjakan oleh
Nabi saw. Maka hal itu tidak bisa dipandang sebagai suatu syarat yang wajib
dilakukan. Setiap orang yang sadar tentu mengakui bahwa tujuan utama dari
khutbah ialah memberi nasehat dan bukan bacaan Alhamdulullah atau Shalawat
Nabi itu. Memang, adalah suatu hal yang lazim bagi bangsa Arab, bila hendak
mengucapkan pidato, selalu dimulai dengan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya,
53 Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2, (bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 326-327.
54
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, 773-852 H), hlm.
91.
28
dan hal ini memang baik dan terpuji. Tapi ini bukanlah yang dituju, karena yang
sebenarnya dituju ialah uraian sesudah itu. Seandainya ada yang berkata bahwa
maksud seseorang tampil memberikan wejangan ditempat umum, ialah untuk
mengucap puji-pujian kepada Allah dan Shalawat semata; sudah terang hal itu tak
dapat diterima, dan setiap pikiran yang sehattentu akan menyangkalnya. Nah,
apabila ini telah anda pahami, ternyatalah bahwa uraian dalam khutbah
Jum‟atsebenarnya telah cukup dan terpenuhi dengan adanya nasehat yang
dikemukakan oleh khatib, dan memang itulah yang diperintahkan. Hanya saja
kalau ia memulai uraiannya itu dengan pujian kepada Allah serta Rasul-Nya
kemudian dalam kupasannya itu dibacakanya pula ayat-ayat Al-Qur‟an yang ada
sangkut-pautnya dengan acara, maka demikian itu adalah lebih bagus dan lebih
sempurna.55
C. Hukum Khutbah
Jumhur atau golongan terbesar dari para ulama‟ berpendapat bahwa khutbah
Jum‟at itu adalah wajib. Mereka berpegang kepada hadits-hadits shahih yang
menyatakan bahwa Nabi saw. Setiap mengerjakan shalat Jum‟at, selalu disertai
khutbah.
Firman Allah swt.:
55
Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 329.
29
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”56
Maksudnya: Apabila imam Telah naik mimbar dan muadzin Telah adzan di hari
Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzin itu
dan meninggalkan semua pekerjaannya.
Dalam ayat ini ada perintah pergi dzikir, hingga dengan demikian dzikir itu
hukumnya wajib. Karena tidaklah wajib pergi, kalau bukan kepada yang wajib.
Dzikir disini mereka tafsirkan sebagai khutbah, karena di dalamnya terdapat dzikir
tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh jumhur- jumhur itu, disanggah
oleh Syaukani. Mengenai alasan pertama, dijawabnya hanya semata- mata
mengerjakan saja, belum berarti wajib. Alasan kedua bahwa Nabi menyuruh umat
supaya melakukan shalat sebagaimana telah dilakukannya, maka yang diperintah
mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya, sebab khutbah bukan
termasuk shalat. Mengenai alasan ketiga, dijawbnya bahwa dzikir yang diperintah
Allah mengunjunginya itu, tiada lain dari shalat, atau paling-paling masih
diragukan di antara shalat dengan khutbah. Padahal shalat telah disepakati hukum
wajibnya, sedang khutbah masih diperdebatkan, hingga dengan demikian ayat
tersebut tidak mungkin menjadi dalil atas wajibnya khutbah.57
56
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan
terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm.133. 57
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2 (Fiqhussunnah), cet.1 (Bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 322-
323.
30
Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa khutbah itu hendaklah mempergunakan
bahasa Arab, karena di masa Rasulullah SAW. dan sahabat-sahabat beliau
khutbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu
itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum
dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan
khutbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang
mendengar diperintahkan supaya tenang mendengarkan dan memperhatikan isi
khutbah itu.
Firman Allah Swt.:
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan
perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”58
Maksudnya, jika dibacakan Al-Quran kita diwajibkan mendengar dan
memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar
sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al-
Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al-Quran. Beberapa orang ahli
58Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan
terjemahannya, (Jakarta: 1971), hlm.256.
31
tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan
khutbah.59
Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa khutbah merupakan syarat sah dari shalat
Jum‟at dan wajib untuk dilaksanakan. Para ulama‟ tersebut mengambil alasan
dengan adanya sabda Nabi diatas. Akan tetapi alasan para ulama‟ di sanggah oleh
Syaukani. Mengenai sabda Nabi diartikan Syaukani bahwa hal tersebut semata-
mata mengerjakan saja belum berarti wajib. Kemudian memberikan alasan bahwa
Nabi menyuruh umatnya supaya melakukan shalat sebagaimana yang
dilakukanya, maka menurut pandangan Syaukani yang diperintah mencontoh itu
hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya. Karena khutbah bukan termasuk shalat.
Oleh sebab itu hukum khutbah dibagi menjadi 2:
1. wajib
Dikatakan wajib karena termasuk Fardhu Jum‟at60
2. sunah
Dikatakan sunnah sebab berkhutbah masih disanggah oleh syaukani
dengan perkataanyan dan mengambil pendapat dari sebagian ulama‟ yaitu Hasan
basri, Daud zhahiri, dan Juwaini yang berpendapat sama dengan Syaukani yaitu
sunah.61
Tetapi masalah hukum khutbah ini masih diperdebatkan sampai sekarang.
Karena memang tidak ada penjelasan secara khusus didalam Al-Qur‟an.
D. Syarat dan Rukun Khutbah
59
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), (Bandung: PT. Sinar baru
Algensindo, 1994), cet. 27, hlm. 126-127.
60
Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 216-217.
61Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1, hlm.336.
32
Dalam pembahasan khutbah pastinya tidak akan lepas dari syarat dan rukunnya,
Sebelum mengerjakan shalat Jum‟at, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah,
karena mengikuti perbuatan Nabi SAW. Adapun syarat dan rukun dua khutbah itu
adalah:
1. Syarat Khutbah Jum’at
Bahwa Sebelum mengerjakan shalat jum‟ah, terlebih dahulu dimulai
dengan khutbah, adapun syarat dua khutbah itu ialah:
a. Hendaknya kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari, setelah
masuknya waktu dhuhur.
b. Sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa.
c. Khatib hendaklah duduk diantara dua khutbah.
d. Hendaklah dengan suara yang keras dan jelas.
e. Hendaklah berturut-turut, baik rukun, jarak keduanya dengan shalat.
f. Khotib harus suci dari hadats dan najis.
g. Khotib harus menutup auratnya.62
h. Yang berkhutbah harus laki-laki.
i. Yang berkhutbah bukan orang yang tuli, yang tidak dapat mendengar sama
sekali
j. Khutbah harus dilakukan dalam bangunan yang digunakan shalat Jum‟at.
k. Rukun-rukun khutbah itu harus dengan bahasa Arab.63
l. Berturut-turut membaca khutbah dan khatib tidak menyelingi dengan istirahat
(batas) yang lama. Sebuah Hadits menyebutkan:
62
Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124.
63
H. Moh. Rifa‟i, Op., Cit., hlm. 185-186.
33
“Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. membaca khutbah
sanbil berdiri, kemudian beliau duduk, kemudian beliau berdiri, lalu beliau
membaca khutbah sambil berdiri, dan pada satu riwayat, beliau duduk antara
keduanya, membaca ayat al-Qur‟an dan beliau memberi peringatan (nasihat)
kepada manusia."(HR Muslim)64
Sedangkan syarat khutbah Jum‟at menurut imam Taqiyyuddin ada enam macam:
a. Waktunya setelah tergelincirnya matahari, maka tidak sah
mendahului waktu tersebut.
b. Mendahulukaan dua khutbah sebelum shalat.
c. Khatib harus berdiri bagi yang mampu.
d. Duduk diantaara dua khutbah, dan wajib tuma‟ninah pada waktu
duduk. maka, ketika tidak mampu untuk berdiri boleh khutbah dengan duduk dan
duduk diantara dua khutbah diganti dengan cara memisahkan antara dua khutbah
dengan diam sewajarnya.
e. Suci dari hadas dan najis didalam badan, pakaian,dan tempat. begitu
pula wajib menutup aurat.
f. mengeraskan suara sampai kira-kira terdengar oleh empat puluh
orang ahli jum‟ah dan jika tidak, asalkan maksud isi khutbah sudah dapat
mengerti.65
2. Rukun Khutbah Jum’at
Yang menjadi rukun khutbah itu adalah berikut ini:
64Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, (Semarang: Toha Putra tt) hlm. 149
65
Ibid, hlm. 149.
34
a. Memuji Allah, sekurang-kurangnya mengucapkan:
“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."
Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Dari Jabir r.a. bahwasanya Nabi SAW. Telah membaca khutbah di hari Jum‟at,
lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya.” (H.R. Muslim).
b. Mengucap shalawat atas Nabi SAW. Sekurang-kurangnya:
“Dan shalawat atas Rasulullah SAW.”
c. Membaca tasyahud kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, sekurang-kurangnya:
“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan saya bersaksi
bahwa Muhammad itu Rasul Allah.”
Dalam sebuah hadis disebutkan:
“Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW. bersabda, „Allah Ta‟ala
berfirman, „Telah aku jadikan umatku, yang tidak boleh (tidak sah) khutbah bagi
mereka, kecuali mereka mengaku bahwa kamu hamba-Ku dan Rasul-Ku.” (H.R.
Baihaqi)
35
Hadis lain menyatakan:
“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata,‟Nabi SAW. bersabda,‟Tiap-tiap khutbah
yang tidak ada bacaan tasyahud, tak ubahnya seperti tangan terkena penyakit
kusta.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad sahih)
d. Berwasiat dengan takwa kepada Allah pada tiap-tiap dua khutbah. Hal ini
tujuan khutbah itu ialah memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada
Tuhan, sekurang-kurangnya menjelaskan:
“Ikutilah Allah dan ikutilah Rasul-Nya.”
Keteranganya ialah seperti disebutkan dalam hadis Jabir bin Samurah di atas yang
diriwayatkan oleh Muslim, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah SAW.
memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada Allah.
e. Membaca ayat Al-Qur‟an dalam salah satu dari kedua khutbah itu. Lebih afdal
pada khutbah yang pertama karena mengikuti kebiasaan Nabi SAW. Sebagaimana
dinyatakan dalam hadis di atas.
f. Mendo‟akan kaum muslimin laki-laki dan perempuan, seperti di contohkan
ulama‟ salaf dan khalaf, sekurang-kurangnya:
“Ya Allah, ampunilah dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan dan
dosa kaum muslimin, laki-laki dan perempuan.”
36
Dalam kitab I‟anah At-Talibin disebutkan, “Cukup mendoakan kaum muslimin
dengan membaca rahima kumullah, artinya:”Mudah-mudahan Allah memberi
kamu rahmat.” Dibaca di akhir khutbah yang kedua sebagaimana dicontohkan
ulama salaf dan khalaf.66
Sedangkan rukun Jum‟at menurut Imam Taqiyyuddin ada lima macam:
a. memuji Allah swt. dan mengucapkan lafaz Alhamdulillah dengan jelas.
b. Mengucapkan Shalawat pada Rasulullah SAW. dan mengucapkan lafaz
Asshalatu dengan jelas.
c. Memberikan wasiat untuk bertaqwa kepada Allah. walaupun hanya dengasn
kata Athi‟ullaha ta‟ala maka sudah cukup.
d. Mendo‟akan orang mukmin.
e. Membaca salah satu ayat dari Al-Qur‟an paling sedikit satu ayat.67
Kemudian rukun khutbah Jum‟at Menurut Syekh Ibrahim Al-Bajuri juga ada lima:
a. Memuji Allah, walaupun pujian tersebut termasuk dalam sebuah ayat seperti,
Sekiranya maksud dari bacaan ayat tersebut adalah memuji Allah saja, namun jika
maksudnya adalah memuji dan membaca ayat Al-Qur‟an maka boleh.
b. Membaca sholawat, terkadang ada juga yang langsungmenyambung antara
memuji Allah, sholawat pada rasul, dan wasiat bertaqwa dengan berurutan.
c. Wasiat bertaqwa,
66
H. Ibnu Mas‟ud dan H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, (Bandung: CV. Pustaka Setia)
hlm. 341- 343.
67Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, (Semarang: Toha Putra tt) hlm. 149
37
d. Membaca ayat Al-Qur‟an yang dapat di fahami maknanya, seperti ayat janji,
ancaman, dan peringatan
e. Mendoakan Mu‟min dan Mu‟minat pada waktu khutbah ke dua68
E. Macam- macam khutbah
1. Khutbah jum‟at.
Khutbah ini dilakukan pada waktu hari jum‟at sebelum shalat jum‟at
2. Khutbah Idul Adl-ha.
Khutbah ini dilakukan pada hari raya Idul Adl-ha dan dilaksanakan setelah shalat
dua reka‟at shalat Idul Adl-ha.
3. Khutbah Idul Fitri.
Khutbah ini dilakukan pada waktu hari raya Idul Fitri.
4. Khutbah Gerhana Matahari.
Kutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Matahari.
5. Khutbah Gerhana Bulan.
Khutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Bulan.
6. Khutbah Istitsqa/meminta hujan.
Khutbah ini dilakukan pada waktu meminta diturunkan hujan.
7. Khutbah Nikah.
Dibacakan sebelum akad nikah dilakasanakan, dan tidak boleh dilakukan di
tengah-tengah prosesi akad nikah.
Khutbah- khutbah ini di lakukan sesudah shalat, selain kutbah Jum‟at dan khutbah
Nikah.69
68Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 218.
69H. Moh. Rifa‟i, op. cit, hlm. 185.
38
Sedangkan macam-macam khutbah menurut Syekh Ibnu Qasim Al- Khuzzi ada
sepuluh, yaitu:
1. Khutbah Jum‟at
2. Khutbah Idul Fitri
3. Khutbah idul Adha
4. Khutbah Gerhana Matahari
5. Khutbah Gerhana Bulan
6. Khutbah Shalat Istisqa‟
7. Khutbah Hari Zaiyyinah
8. Khutbah Hari Arafah
9. Khutbah Hari Nahr
10. Khutbah Hari Nafr70
70 Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Op, Cit, hlm.149.
39
BAB III
OBJEK KAJIAN
A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara
1. Letak Goegrafis
Sebelah Utara Desa Datar dan Pancur
Sebelah Selatan Desa Jebol
Sebelah timur Desa Buaran
Sebelah Barat Desa Rajekwesi71
2. Struktur Organisasi Balai Desa
Kepala Desa : Hj. Nurihah
Sekretaris : Nabaul Ulum
Kamituwa I : Nahis
Kamituwa II : Suharso
Kebayan I : Khudoifah
Kebayan II : Isrotun
Petengan I : Fandil
Petengan II : Sukiswoyo
Petengan III : Ashadi
Ladu : Sholekan
Modin : Lukman Hakim
71
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,
Tgl. 13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
40
Staff TU : Karsono72
3. Angket Desa
a. Luas Wilayah : 424 Ha, 4,24 km2
b. Luas Lahan :
Sawah : 179, 545
Kering : 244,455
c. Jumlah Penduduk :
BPD : 9 Orang
RT : 15 Orang
RW : 3 Orang
Kepala Keluarga : 1035
Laki-laki : 2033
Perempuan : 2103
d. Pekerjaan :
Buruh Tani
Buruh Tukang
e. Jumlah Masjid : 3
f. Jumlah Musholla : 11
g. Jumlah Sekolah :
TK : 2
SD : 2
72
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,
Tgl. 13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
41
MI : 1
MTS : 1
TPQ : 4
MADIN : 2
h. Polindes : 173
B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam
1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam Desa Ngroto Mayong
Jepara
Masjid Baitussalam berdiri tahun 1988. Pendirinya adalah Mbah
Sholkhan (Alm). Beliau dulunya adalah Petinggi (Kepala desa) dan
menjadi sesepuh desa ngroto. Beliau dibantu oleh Mbah Shofian Anwar,
(Alm), selaku Kepala Dusun dan Bapak H. Usman selaku Modin di desa
ngroto. Serta dibantu warga Ngroto. Adapun status tanahnya adalah
pemberian wakaf dari Mbah Sengkik dan sebagian lagi wakaf dari Mbah
Sholkhan. Dulunya sebagian tanah itu terdapat bangunan rumah tempat
tinggal Mbah Sholkhan. Setelah tanah itu diwakafkan untuk dibuat
bangunan masjid, rumah Mbah Sholkhan dipindahkan di belakang Masjid.
Tidak mudah perjuangan untuk mendirikan Masjid Baitussalam di
desa Ngroto dusun Karang Anyar ini. Banyak sesepuh desa Ngroto yang
menentang akan dibangunya Masjid yang Ketiga di desa Ngroto ini, yang
sebelumnya memang sudah ada dua bangunan masjid di desa Ngroto yang
73 Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at, Tgl.
13 maret 2015, Jam: 09.00 wib..
42
berada di dusun yang berbeda. Para sesepuh dari dusun yang lain berbeda
pendapat tentang akan dibangunya masjid ini. Mereka tidak setuju dan
beradu Argumen, sampai membuka dan membacakan kitab- kitab yang
pernah mereka pelajari, menurut para Jumhur ulama‟ yang menjadi dasar
pegangan mereka. Karena memang sebagian para ulama‟ ada yang
mengatakan dalam sebuah desa tidak dibolehkan ada bangunan Masjid
lebih dari satu. Di karenakan nanti dalam melaksanakan Shalat terutama
Shalat Jum‟at, Shalatnya tidak Sah. Dan ada juga yang berpendapat boleh,
karena alasan tertentu. Oleh karena itu para sesepuh desa Ngroto
bersitegang karena masalah itu. Tetapi akhirnya sesepuh dari dusun
Karang Anyar menemukan pendapat dari Jumhur ulama‟ dan mampu
menerangkan dengan baik tentang dibolehkanya mendirikan masjid lebih
dari satu dalam sebuah desa untuk alasan tertentu dan memenagkan
perdebatan itu, dan akhirnya menjadi kesepakatan bersama untuk
mendirikan Masjid yang diberi nama Baitussalam.
Sebelum berdirinya bangunan Masjid Baitussalam yang ada di
dusun Karang Anyar desa Ngroto RT. 04 RW. 03, kecamatan Mayong,
kabupaten Jepara ini, warga desa banyak yang tidak menjalankan ibadah
shalat berjama‟ah. Karena memang dulu di desa Ngroto sudah ada Masjid
tetapi tempatnya jauh dari dusun Karang Anyar. Banyak warga yang malas
untuk pergi beribadah ke masjid. Dan dikarenakan juga SDM warga
memang rendah, terutama dalam masalah Pendidikan dan Agamanya.
Setelah Masjid Baitussalam yang ada di desa Ngroto dusun Karang Anyar
43
ini berdiri, banyak warga yang antusias dan mau pergi ke Masjid untuk
beribadah. Dan semakin lama semakin banyak warga yang datang ke
Masjid sampai sekarang ini.
Itulah sekilas tentang gambaran sejarah berdirinya Masjid
Baitussalam yang berada di desa Ngroto dusun Karang Anyar, kecamatan
Mayong kabupaten Jepara.74
2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara
Masjid Baitussalam Mayong menempati bangunan milik sendiri,
yang luas tanah seluruhnya (945.m2), batas tanah: sebelah timur jalan,
sebelah utara tanah milik Bapak Karsidi, sebelah barat tanah milik Ibu
Kasminah dan sebelah selatan tanah milik Bapak Ngasan. Masjid
Baitussalam bertempat di desa Ngroto, dukuh Karang Anyar RT.04
RW.03. Lokasi wilayah jalan raya jalur alternatif Mayong-Pancur,
Jepara.75
3. Struktur Organisasi
Susunan Kepengurusan Masjid Baitussalam desa Ngroto Karang
Anyar Mayong Jepara Periode Tahun 2013-2017.
a. Pelindung :
1. Petinggi Ngroto
74Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.00 wib.
75
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.20 wib.
44
2. Kamituwo RW. 03
b. Ketua : Bpk. H. Kusnan
c. Sekretaris : Bpk. Karsono
d. Bendahara : Bpk. Karsidi
e. Seksi Pendidikan : Lukman Aris
f. Seksi Pembangunan : Bpk. Karsan
g. Seksi Pemeliharaan : Bpk. Yunus
h. Seksi Usaha :
1. Ketua RT 1 : Bpk. Sumian
2. Ketua RT 2 : Bpk. Surahman
3. Ketua RT 3 : Bpk. Nasikun
4. Ketua RT 4 : Bpk. Surip
5. Ketua RT 5 : Bpk. Paiman76
4. Jadwal Waktu Adzan
a. Pukul: 11:45 wib. Adzan Dzuhur : Bpk. Yunus
b. Pukul: 15:00 wib. Adzan Ashar : Bpk. Yunus
c. Pukul: 17:00 wib. Adzan Maghrib : Bpk. Sholekan
d. Pukul: 18:00 wib. Adzan Isa‟ : Bpk. Rosidi
e. Pukul: 04:00 wib. Adzan Subuh : Bpk. Yunus77
76Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.25 wib.
77
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.27 wib.
45
5. Jadwal Imam (Nadhir) Masjid
a. Bapak Kasnadi
b. Bapak Mulyadi
c. Bapak Zamroni78
6. Jadwal Bilal Jum’at
a. Bapak Zamroni
b. Bapak Marno
c. Bapak Rosidi79
7. Jadwal Khatib Khutbah jum’at
a. Jum‟at Pon : Bapak Kusnadi
b. Jum‟at Kliwon : Bapak Ramelan
c. Jum‟at Wage : Bapak Jumari
d. Jum‟at Paing : Bapak Mulyadi
e. Jum‟at Legi : Bapak Arif80
8. Sarana dan Prasarana
a. 3 buah Mix
b. 2 buah set Tape lengkap
78Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib.
79
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib.
80
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.25 wib.
46
c. 1 buah DVD
d. 12 buah Kipas Angin
e. 7 buah Sepeaker/ Pengeras Suara
f. 2 buah Almari Tempat Al-Qur‟an dan Peralatan Ibadah Shalat
g. 4 buah Sapu
h. 2 buah Alat Pel
i. Tempat Wudlu
j. Tempat Kencing dan WC
k. Tempat Parkir
47
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melihat uraian yang penulis sajikan, maka dalam karya
tulis ini bisa dapat difahami bahwa, permasalahan tentang hukum
berbicara pada saat khutbah Jum‟at terdapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang
hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah
wajib adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat
shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah Shalat dua rakaat yang dilaksanakan
secara berjama‟ah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at.
Pendapat dari seorang masyarakat mengenai hukum berbicara di waktu
khutbah Jum‟at, dia mengatakan makruh hukumnya, alasanya adalah isi
kandungan dalam khutbah adalah termasuk rukun dari shalat Jum‟at.
Karena kandungan dari khutbah itu mengandung wasiat-wasiat atau
perintah kebaikan bagi pendengarnya. Untuk itu sebaiknya diam pada
saat Khatib membacakan khutbahnya. Hanya sebagian masyarakat saja
yang mengerti tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at,
yaitu orang-orang yang memang pendidikanya lebih tinggi
dibandingkan dengan masyarakat yang lain. mengenai larangan
berbicara pada saat khutbah Jum‟at dibacakan oleh Khatib.
2. Jumhur ulama‟ sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib,
dan berbicara sementara Khatib berkhutbah haram, sekalipun
pembicaraan itu berupa perintah untuk kebajikan atau larangan dari
kejahatan, dan tiada bedanya apakah seseorang dapat mendengar
khutbah itu atau tidak. Empat imam mazhab berbeda pendapat tentang
hukum bicara pada waktu khutbah dibacakan bagi orang yang tidak
dapat mendengarnya. Syafi‟i dan Hambali mengatakan: Boleh, tetapi
mustahab adalah diam. Hanafi berpendapat: Tidak boleh berbicara,
baik bagi orang yang mendengar maupun yang tidak bisa mendengar.
Malik berpendapat: Diam adalah wajib, baik jaraknya dekat maupun
jauh.
48
3. Akar dari terjadinya ikhtilaf dikalangan ulama‟ adalah berdasarkan
pemahaman hadis dari Rasulullah SAW.
“Jika kamu berkata kepada temanmu, „Diamlah,‟ pada hari Jum‟at,
sementara imam sedang berkhutbah maka kamu telah berbuat sia-
sia.”81
Berdasarkan hadis tersebut, sebagian ulama‟ yang tidak menghukumi
wajib mendengarkan khutbah beralaskan, perintah pada hadis tersebut
bertentangan dengan dalil khitab yaitu, Ayat Al-qur‟an.
“Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an maka dengarkanlah baik-baik
dan perhatikanlah dengan tenang!” (Al-A‟raaf:204)82
Bahwasanya selain bacaan Al-qur‟an tidak wajib hukumnya untuk
diam dan mendengarkan. Adapun latar belakang terjadinya khilafiyah
mengenai menjawab salam dan membaca tasymit dikarenakan
umumnya perintah untuk diam dalam hadis tersebut diatas. Dan
kesimpulanya perintah diam berlaku umum dalam pembicaraan dan
berlaku khusus dalam waktu, sedangkan perintah menjawab salam dan
membaca tasymit itu umum didalam waktu serta khusus dalam
pembicaraan.
B. Saran-saran
81
Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali Ibnu Majah dari Abi Hurairah,
Naylul Awthaar, jilid.3/ hlm. 271.
82Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Op. Cit. hlm. 256
49
1. Sebagai kaum muslimin sebaiknya melaksanakan salat Jum‟at.
2. Ketika khutbah Jum‟at sedang berlangsung bersikap diam dan
memperhatikan dengan baik untuk lebih memahami isi pesan Khatib
yang disampaikan.
3. Mengambil hikmah yang tekandung di dalam pesan khutbah yang
disampaikan.
4. Saling menghormati sesama kaum Muslimin terutama ketika khutbah
berlangsung.
C. Penutup
Skripsi ini saya buat dengan tema “Hukum berbicara pada waktu
khutbah jum‟at” dengan tujuan agar lebih memahami secara mendalam
atas keberlangsungan serta hal-hal yang harus diperhatikan demi
kesempurnaan dalam melaksanakan shalat jum‟at yang menjadi bagian
dalam agama Islam dan dituntut untuk melakukan sepenuh hati karena
Allah SWT.
Dengan demikian saya berharap agar karya tulis yang saya buat ini
bisa menjadi sebuah karya yang bisa berguna bagi umat manusia dan
dapat menjadi motivasi untuk senantiasa mengerjakan shalat jum‟at
dengan lebih memperhatikan syarat-syarat dan rukun yang sudah
ditentukan oleh hukum syara‟.
Demikianlah hasil pemikiran serta pengetahuan yang dapat saya
buat dalam karya tulis serta saya ucapkan terima kasih atas bimbingan
50
dan arahan yang diberikan oleh para dosen terkhusus dosen yang telah
membimbing karya tulis ini.
Semoga karya tulis ini dapat menjadi sebuah acuan atau inovasi
bagi para orang lain untuk menjabarkan lebih luas lagi. Serta dapat
bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan kita, wallahu
a‟lam.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir Mulkam, Teologi Fiqih, Yogyakarta: Roykan, 2005.
Abi Abdillah Muhamma Ismail Al -Bukhari, Matan Bukhari, Surabaya,
Al- Kharomain.
Abu Bakar Muhammad, Terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas.
Akhmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, Jakarta: Departemen Urusan
Wakaf, Dakwa pengarahan kerajaan Arab Saudi.
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al- „Asqalani, Bulughul Maram. Semarang, Toha
putra, 773-852 hijriyah.
Arifin, Psikolog Dakwa Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,
2000.
Asmaji Muchtar, Fatwa- fatwa Imam Asy-Syafi‟i, Ed. 1, Cet. 1. Jakarta:
Amzah, 2014.
Az-Zuhaili Wahbah, Fiqih Islam 2. Cet. 1, Jakarta: Gema Insani, 2010.
Bambang S. Ma‟arif, komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi,
Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2010.
Naylul Awthaar, jilid.3, Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali
Ibnu Majah dari Abi Hurairah.
52
Maman Abd. Djalil, Fiqih Madzhab Syafi‟i, buku 1 – Ibadah, bandung:
CV. Pustaka Setia.
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011, Cet. 2.
Faishal bin Abdul Aziz,Terjemahan Naylul Authar, jilid. 3, Surabaya:
Bina Ilmu Offset 2009.
H. Ibnu Mas‟ud dan H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, Bandung:
CV. Pustaka Setia.
H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha
Putra, 1978.
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), Bandung:
PT. Sinar baru Algensindo, 1994, cet. 27.
Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang
Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, Surabaya: Karya agung
2002.
HR. Muslim, dan diriwayatkan dalam judul oleh dari Jabin, Naylul
Awthaar, jilid.3.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Semarang: Toha Putra, 773-
852 H.
Ibnu Rusyd, Bidayah Al-mujtahid, Juz 1 Surabaya: Al-hidayah.
53
Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, Semarang: Toha Putra tt.
Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1991.
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, cet. 4 Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix.
Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib Bojonegoro.
Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001.
Mahali Ahmad Mujab, Hadis-hadis ahkam riwayat Asy-Syafi‟I, Ed.1,
Cet.1 Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003.
Masyhuri, MP, & M. Zainuddin, Metodologi Penelitian. Bandung : PT
Refika Aditama, 2008), Cet. 1.
Mughni al-Muhtaaj, Jilid.1.
Mughniyah Muhammad Jawad. fiqih lima mazhab, Jakarta: lentera, 2001.
Mulkan, Abdul Munir, Masalah-masalah teologi dan fiqh dalam tarjih
Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan, 2005.
Musthafa Daib Al-Bagha, Terjemah At Tadzhib Fi Adillatil Ghayati Wat
Taqrib, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993.
Nur Khoiri, Metode Penelitian Pendidikan, Jepara: INISNU, 2012.
54
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997.
Rasjid H.Sulaiman, dkk, Fiqh Islam, Bandung: CV. Sinar Baru, 1992.
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010,
Cet-10.
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: amzah, 2009.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1.
Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pstaka
Al- Husna, 1994.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006.
Syaifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010 Cet. 10.
Syaikh al- „Allamah Muhammad bin „Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih
Empat Mazhab, Cet. 13. Bandung: Hasyimi, 2012.
Syaikh Al-„AllamahMuhammad Bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahma
Al- Ummah Fi Ikhtilaf Al-A‟immah Diterjemahkan Oleh „Abdullah
Zaki Alkaf (Fiqih Empat Mazhab,) Bandung: Hasyimi, 2012.
Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, Surabaya: Al-haromain tt.
55
Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim
grafis mutiara ilmu, 2010,cet.1.
Tartib Imam Asy-Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar.
Tartib Musnad Imam Asy- Syafi‟i, dari Utsman bin Affan.
Tim pusat bahasa, kamus besar bahasa indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
ed-3, cet.3, 2007.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam 2, Jakarta: GemaInsani, 2010.
Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,
Tgl. 13 maret 2015, Jam: 09.00 wib.
Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan Ketua Pengurus Masjid, Hari,
Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.00 wib.
Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka,
2011, Cet-10.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan
terjemahannya. Jakarta: 1971.
56
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : RIEKA ARI WIBOWO
Ttl : Jepara 10 Oktober 1991
Agama : Islam
Ayah : Abdul Basar Spd.i
Ibu : Marfu‟ah
Pendidikan : SDN Troso 04, Pecangaan, Jepara tamat 2004
SMP Negeri 01 Pecangaan, Krasak, Pecangaan, Jepara tamat 2007
SMA Negeri 01 Pecangaan, pecangaan, Jepara tamat 2010
UNISNU JEPARA tamat 2015
Bio : The Love Of God and Immortal Love Story!
Hobi : Banyak Mat.....!!?
57
LAMPIRAN-LAMPIRAN