1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pemanasan global telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan
siklus hidrologi yang merupakan fenomena alam pada era globalisasi. Dampak
perubahan iklim tersebut dapat dirasakan pada kehidupan sehari-hari yakni bumi
terasa semakin panas saat musim kemarau dan musim penghujan sering terjadi
bencana banjir yang semakin lama semakin luas. Bencana merupakan suatu
kejadian atau tragedi yang disebabkan oleh ulah manusia, alam atau oleh
keduanya dan mengakibatkan korban nyawa, hilangnya harta benda, rusaknya
lingkungan hidup, kehancuran sarana prasarana dan fasilitas umum, serta
mempengaruhi seluruh tatanan kehidupan masyarakat khususnya di wilayah yang
mengalami bencana. (http://mbojo.wordpress.com/2007/03/16/faktor-penyebab-
banjir-1/).
Bencana yang sering terjadi setiap tahun di Indonesia khususnya di
wilayah Ibu Kota Jakarta adalah bencana banjir. Permasalahan banjir di wilayah
Jakarta merupakan permasalahan yang kompleks karena terjadi bukan saja akibat
adanya fenomena alam tetapi juga disebabkan oleh faktor manusia
(anthropogenic). Bencana banjir yang terjadi di wilayah Jakarta sering kali
disebabkan oleh debit air disungai yang besar dan melebihi kapasitas badan sungai
mengalir melintasi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Akan tetapi hal tersebut
bukanlah satu-satunya faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir di wilayah
1
2
Jakarta dan sekitarnya, karena lebih banyak lagi faktor lainnya yang menjadi
penyebab timbulnya banjir.
Banjir besar yang terjadi pada tahun 1918 membuat hampir seluruh kota
tergenang. Dilaporkan pada saat itu ketinggian air sempat mencapai setinggi dada
manusia (Kompas 5 Februari 2007). Salah satu upaya penanggulangan banjir yang
dilakukan oleh Pemerintah kolonial setelah banjir besar 1918 adalah membangun
saluran air yang disebut sebagai Banjir Kanal Barat pada tahun 1922.
Pembangunan Banjir Kanal Barat merupakan ide ahli tata kelola air, Herman van
Breen. Kanal ini terutama dibangun untuk melindungi kawasan Kota dari banjir
tetapi tidak melindungi daerah-daerah lainnya. Panjang Banjir Kanal Barat adalah
17,5 km dan pada waktu itu kanal ini terhitung hebat karena mampu mengatur air
yang masuk ke kota Batavia, dan menampung air Sungai Ciliwung, Sungai
Cideng, Sungai Krukut dan Sungai Grogol. Saat itu jumlah penduduk masih relatif
sedikit, tahun 1930 tercatat penduduk Batavia hanya berjumlah 811.000 orang
(Whitten, 2000). Tekanan penduduk pada lingkungan alam Jakarta ketika itu
belumlah sebesar sekarang sehingga Herman van Breen berhasil dengan mudah
melindungi kawasan Kota dari banjir.
Pertumbuhan penduduk Kota Jakarta yang setiap tahunnya semakin
meningkat membutuhkan adanya pemukiman yang semakin luas, hal ini
mengakibatkan keperluan penggunaan lahan semakin meningkat pula dan daerah
hijau/daerah terbuka yang berfungsi untuk menahan dan meresapkan air hujan ke
dalam tanah semakin berkurang. Ditambah lagi dengan adanya
ketidakseimbangan antara pekerjaan memotong tanah atau menurunkan elevasi
permukaan tanah sesuai dengan yang direncanakan (cut and fill), pemerataan jalan
3
untuk jalur transportasi, banyaknya perkerasan reklamasi di daerah rawa-rawa di
wilayah pantai yang mengakibatkan hilangnya fungsi hutan bakau (mangrove),
pembuangan sampah ke badan sungai, adanya pembuatan bangunan-bangunan,
jalan tol, fasilitas umum, betonisasi permukaan tanah yang memiliki serapan air
yang kurang koordinatif dengan pengaturan tata ruang, merupakan sebagian dari
penyebab timbulnya banjir.
Salah satu faktor penting dalam tata kelola air di Jakarta adalah
perubahan musim dan pola curah hujan yang terjadi karena perubahan iklim.
Ketika curah hujan di Jakarta tinggi, terjadilah banjir, tetapi pada musim kering
halsebaliknya terjadi, air menjadi langka dan tinggi permukaan air di sungai-
sungai menurun dratis. Dalam konteks nasional, sebagian besar wilayah di
Sumatra, misalkan saja, selama kurun waktu tahun 1960-1990 dan 1991-2003
mengalami keterlambatan awal musim hujan antara 10 sampai 20 hari dan
keterlambatan awal kemarau antara 10 hingga 60 hari. (UNDP Indonesia, 2007).
Fluktuasi curah hujan adalah bagian dari perubahan pola dan variabilitas
iklim yang merupakan salah satu dampak perubahan iklim yang kini terjadi di
seluruh dunia termasuk di Indonesia. Dampak perubahan iklim lainnya adalah
kenaikan suhu air laut dan udara. Kenaikan suhu air laut dapat merusak terumbu
karang dan biota-biota laut lainnya. Sementara itu, kenaikan suhu udara akan
mengubah pola-pola vegetasi dan menyebabkan penyebaran serangga seperti
nyamuk yang akan mampu bertahan di wilayah-wilayah yang sebelumnya terlalu
dingin untuk perkembangbiakan mereka.
Jumlah penduduk Jakarta saat ini diperkirakan mencapai sekitar 8,5 juta
orang, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,06 persen. Dampak
4
peningkatan jumlah penduduk Jakarta pada kawasan resapan air menjadi jelas jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Jakarta pada tahun 1970 yang baru
mencapai 4 juta orang dan tahun 1960 yang hanya 2,9 juta orang. Tingkat
kepadatan penduduk di Jakarta juga terus meningkat. Data statistik menunjukkan
bahwa rata-rata kepadatan penduduk Jakarta pada tahun 2009 adalah 13.000
orang/km2, sementara kepadatan di daerah Jakarta Pusat jauh lebih tinggi dan
mencapai 19.600 orang/km2 (Data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
DKI Jakarta).
Manusia dan limpahan air hujan harus bersaing untuk mendapatkan
tempat di DKI Jakarta yang luas wilayahnya tidak akan berubah karena kawasan
untuk memperluas kota sudah tidak ada lagi. Tekanan pertambahan penduduk
dalam hampir empat dasawarsa terakhir ini memang telah memperluas wilayah
Jakarta dari sekitar 300 km2 menjadi 700 km2 (Kompas, 2002). Arus urbanisasi
ke Jakarta telah menciptakan lokasi-lokasi permukiman kumuh yang hampir
semuanya ilegal. Permukiman semacam itu banyak dibangun dibantaran sungai
sehingga menimbulkan penyempitan sungai-sungai di Jakarta. Bila hujan deras
turun di hulu ataupun di Jakarta sendiri, volume air yang meningkat tinggi tidak
dapat tertampung oleh sungai-sungai yang telah mengalami penyempitan dan
pengaliran air ke laut terhambat sehingga banjir pun terjadi. Perilaku warga yang
sering membuang sampah ke sungai juga memicu pendangkalan sungai yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan banjir.
Gambar 1.1 di bawah ini, menunjukkan sebaran wilayah banjir yang
terjadi diwilayah DKI Jakarta tahun 2013 total tergenang sebanyak ; 79 Kelurahan
dan 318 RW, dengan perincian sebagai berikut :
5
Jakarta Timur sebanyak ; 22 Kelurahan dan 83 RW
Jakarta Selatan sebanyak ; 20 kelurahan dan 47 RW
Jakarta Pusat sebanyak ; 3 Kelurahan dan 9 RW
Jakarta Barat sebanyak ; 17 Kelurahan dan 81RW
Jakarta Utara sebanyak ; 17 Kelurahan dan 318 RW
Gambar 1.1
Sebaran wilayah banjir di DKI Jakarta
(sumber : BPBD tahun 2013)
6
Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta terbagi menjadi 5 (lima)
wilayah yaitu Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta
Selatan dan Pemerintah Kota Jakarta Utara. Pemerintah Kota yang dijadikan lokasi
penelitian adalah Jakarta Timur yaitu di Kecamatan Ciracas Kelurahan Rambutan.
Dipilihnya Kelurahan Rambutan di karena merupakan wilayah yang sering terkena
dampak banjir dan kurangnya pemerintah Kota Jakarta memperhatikan upaya
dalam penanggulangannya.
Wilayah Kelurahan Rambutan sebagian besar wilayahnya berdampingan
dengan Kali Cipinang dan banjir mengakibatkan hampir seluruhnya digenangi air.
Menurut Hasil Rekapitulasi Laporan Genangan Banjir PUSDALOPS (Pusat
Kendali Operasi), Jakarta Timur sebanyak; 25 Kelurahan dan 95 RW.yang
termasuk kedalam wilayahnya, maka Kelurahan Rambutan memiliki jumlah
penduduk sebanyak 26.060 jiwa, terdiri dari 13.516 laki-laki, dan 12.544
perempuan; dengan kepala keluarga sebanyak 7.765 KK (Data Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta). Banjir yang merendam wilayah
kelurahan Rambutan mencapai 6 RW itu karena meluapnya Kali Cipinang
sehingga menggangu aktifitas bekerja dan banyak dampak yang ditimbulkan.
Banjir tersebut mengakibatkan pengungsi sebanyak 100 orang/hari mempunyai
rata-rata 8,3% serta dari jumlah penduduk di kelurahan Rambutan (BPBD Jakarta
Tahun 2013).
Kelurahan Rambutan seperti Gambar 1.2 di bawah ini, wilayahnya
berdampingan dengan Kali Cipinang pada peristiwa banjir tahun 2013 hampir
seluruhnya digenangi air. Pada gambar tersebut ditunjukan lokasi dan luas
genangan banjir di wilayah Rambutan. Warna biru pada gambar tersebut
7
dimaksudkan untuk menunjukan lokasi rawan yang menggenangi wilayah
Kelurahan Rambutan di Jakarta Timur.
Gambar 1.2
Peta Daerah Banjir di Kelurahan Rambutan
(sumber : Sudin Pertanahan dan Pemetaan Jakarta Timur)
K. RAMBUTAN S.CIPINANG
8
Berbicara masalah banjir, bila dilihat dari perspektif kualitas yang
berkaitan dengan fungsi lingkungan, maka terjadinya banjir tersebut dapat ditarik
suatu hubungan antara sebab dan akibat dengan melihat fungsi drainase yang ada
di Jakarta. Pada perkembangan sistem drainase Jakarta selanjutnya, pemerintah
DKI Jakarta merencanakan pembuatan Banjir Kanal Timur yang sebenarnya
sudah direncanakan sejak zaman Pemerintah Kolonial Belanda tetapi tidak pernah
terwujud. Pada tahun 1973, ada kajian oleh konsultan Belanda yang menyarankan
Banjir Kanal Timur disambung dengan Banjir Kanal Barat, sehingga akan
berbentuk seperti huruf U (sekarang Banjir Kanal Timur sudah berfungsi dan
Banjir Kanal Barat menjadi lebih efektif dalam mengendalikan aliran air dari
daerah hulu).
Banjir Kanal Timur mulai dibangun pada tahun 2003 dan selesai serta mulai
dipergunakan pada bulan Januari tahun 2010. Dengan selesainya pembangunan
Banjir Kanal Timur, banjir di kawasan timur dan utara kota Jakarta, yang
mencapai sekitar seperempat luas kota, tidak akan separah tahun-tahun
sebelumnya lagi (PT Mirah Sakethi, 2010)
Banjir Kanal Timur pada Gambar 1.3 dibawah ini dapat menampung
aliran air Kali Ciliwung, Kali Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran,
Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Banjir Kanal Timur melintasi 13 kelurahan (2
kelurahan di Jakarta Utara dan 11 kelurahan di Jakarta Timur) dengan panjang
23,6 kilometer.
9
Gambar 1.3 Banjir Kanal Timur
(sumber : www.jakarta.go.id)
10
Faktor kebijakan pemerintah berupa pemberian perijinan untuk mendirikan
bangunan perumahan/hunian penduduk, peraturan penggunaan lahan produktif
dan aturan atau hukum yang mengatur tentang ketertiban masyarakat dalam
membuang sampah dan faktor pembangunan perekonomian yang kadangkala
mengabaikan kelestarian lingkungan juga memberikan kontribusi yang cukup
signifikan terhadap timbulnya banjir.
Faktor topografi kota-kota besar yang merupakan pusat pertumbuhan
perekonomian dan transportasi, pada umumnya terletak di wilayah pantai, hal ini
karena secara ekonomi, lokasi pantai tersebut memudahkan sarana transportasi
baik dari daratan maupun melalui jalur laut, sehingga menghemat biaya angkutan.
Di sisi lain, kondisi ini memiliki dampak yang kurang menguntungkan karena
wilayah pantai yang berupa dataran landai merupakan wilayah bermuaranya air
baik air hujan lokal, air laut pasang maupun air yang mengalir di sungai yang
datang dari wilayah lain yang lebih tinggi.
Faktor demografi, yang berkaitan dengan masalah kepadatan dan
persebaran penduduk di perkotaan juga memiliki dampak negatif terhadap
penyebab terjadinya banjir. Persebaran penduduk di kota-kota besar tidak merata
karena adanya kegiatan migrasi dari desa ke kota kota besar seperti halnya kota
Jakarta. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Said Rusli (1986) dalam
bukunya, Demografi Indonesia dikatakan bahwa 50% lebih penduduk Indonesia
bermigrasi dari desa ke kota dan sekitar 40% penduduk melakukan migrasi antar
kabupaten. Adapun motif migrasi dimaksud sekitar 63% memiliki alasan ekonomi
dan keterbatasan lapangan pekerjaan di pedesaan serta perbedaan kesejahteraan.
Dampak negatif dari kepadatan penduduk di perkotaan tersebut karena akan
11
semakin luas pula lahan yang digunakan seperti untuk pembangunan perumahan,
fasilitas umum dan sebagainya, sehingga hal ini semakin mempersempit areal
hijau yang digunakan untuk wilayah resapan. Resiko banjir akan menimbulkan
kerugian lebih parah di wilayah yang padat penduduknya, baik berupa kerugian
jiwa maupun kehilangan materi.
Oleh sebab itu, dampak banjir di daerah perkotaan akan lebih besar
dibandingkan dengan di daerah pedesaan. Dampak banjir yang paling menonjol
adalah kerugian fisik, ekonomi, psikologis, kondisi sosial dan lingkungan.
Kerugian fisik berupa kehilangan jiwa, kehancuran fasilitas umum, harta benda,
infra struktur, jaringan komunikasi, energi baik listrik maupun gas, jalur
transportasi dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
Sedangkan kerugian terhadap ekonomi, yaitu hilangnya mata pencaharian,
karena lahan pekerjaannya tergenang air, hilangnya harta benda, sehingga pada
akhirnya menyisakan pengangguran serta kemiskinan. Masyarakat menjadi tidak
memiliki daya beli akan kebutuhan dasar hidupnya. Kondisi tersebut akan lebih
parah apabila sampai dapat menghentikan jalannya pemerintahan dan segala
bentuk transaksi perdagangan, investasi serta kegiatan perekonomian lainnya.
Karena genangan banjir yang berlangsung dalam waktu relatif lama, dapat
melumpuhkan aktifitas masyarakat, dan akan berpengaruh terhadap ketahanan
wilayah bahkan lebih jauh dapat berpengaruh terhadap ketahanan nasional.
Kemudian pengaruh dibidang psikologis akibat banjir yang menonjol
yakni berupa kebingungan, trauma dan korban menjadi mudah marah serta cepat
tersinggung. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir sehat
korban dan akhirnya dapat mengurangi produktifitas korban di wilayah tersebut.
12
Oleh karena itu, eksistensi masyarakat menjadi menurun dan hal ini dapat
melumpuhkan ketahanan wilayah dan lebih jauh lagi dapat mengganggu stabilan
nasional. Kemudian dampak sosial bagi korban banjir adalah berupa kondisi yang
menimpa korban seakan-akan menjadikan mereka sebagai kelompok yang
termarjinalkan di lingkungannya. Kondisi seperti ini akan memicu munculnya
gangguan kesehatan seperti gizi kurang baik, diare, batuk, panas dingin dan
sebagainya. Dampak terhadap lingkungan yakni kerusakan terhadap sumber air
bersih, udara yang sehat, tanaman dan kehidupan lain disekitar wilayah tersebut.
Upaya penanggulangan banjir telah banyak dilakukan baik oleh
Pemerintah, Relawan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan berbagai pihak dengan
tujuan untuk dapat megurangi risiko yang ditimbulkannya, namun upaya-upaya
penanggulangan yang dilakukan tersebut masih menimbulkan kerugian baik jiwa
maupun materi yang cukup besar. Setiap terjadi banjir di Indonesia, termasuk
banjir di Jakarta terlihat masih menelan korban jiwa dan materi yang relatif sangat
besar. Oleh karena itu, upaya-upaya penanggulangan banjir dimaksud harus
bersifat holistik, sinergis dan terintegrasi serta berkesinambungan yang
melibatkan semua lapisan masyarakat dengan pendekatan budaya dan tradisi
setempat, sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan seoptimal mungkin.
Dengan mengaitkan persoalan di atas, peneliti secara spesifik akan
menganalisa sistem manajemen penanggulangan banjir dan implikasinya terhadap
ketahanan wilayah khususnya di Kelurahan Rambutan, Jakarta Timur.
13
B. Rumusan Masalah
Peneliti mencoba meneliti tentang penanggulangan bencana banjir dan
implikasinya terhadap ketahanan wilayah (studi kasus di Kelurahan Rambutan,
Jakarta Timur) dengan rumusan masalah, sebagai berikut :
1. Bagaimana respons masyarakat dan pemerintah terhadap bencana
banjir di Jakarta khususnya di wilayah Kelurahan Rambutan, Jakarta
Timur?
2. Bagaimana implementasi manajemen penanggulangan bencana banjir
yang menimpa di wilayah Kelurahan Rambutan, Jakarta Timur?
3. Bagaimana implikasi banjir terhadap ketahanan wilayah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Meneliti respons korban banjir, RT, RW dan Kelurahan terhadap
banjir di Jakarta khususnya di Kelurahan Rambutan dengan
mengacu kepada prosedur dan panduan yang tersedia.
2. Meneliti sistem manajemen penanggulangan banjir yang dilakukan
oleh Lembaga Penanggulangan Bencana Pemerintah beserta
Kementrian terkait, sehingga dapat digunakan sebagai bahan acuan
dalam menghadapi banjir pada masa mendatang.
3. Meneliti implikasi yang disebabkan oleh banjir yang melanda
Kelurahan Rambutan, Jakarta Timur pada terhadap ketahanan
wilayah.
14
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini sbb :
1. Bagi Ilmu Pengetahuan ; mampu menyumbangkan pemikiran bagi
dunia akademik khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian.
2. Bagi korban bencana banjir ; diharapkan penelitian ini bisa
memberikan pemahaman tentang sistem manajemen
penanggulangan bencana banjir, sehingga para korban dapat
meningkatkan kualitas hidup agar meminimalisir dampak yang
ditimbulkan dari bencana banjir tersebut.
3. Bagi Pemerintah : diharapkan dapat bermanfaat bagi penentu
kebijakan dalam hal ini pemerintah kota atau pun pemerintah pusat
yang berkaitan dengan strategi penanggulangan bencana banjir
sehingga penanggulangan banjir lebih integratif dan efektif
E. Keaslian Penelitian
Data penelitian analisis sistem manajemen penanggulangan bencana banjir
dan implikasinya terhadap ketahanan wilayah, berasal dari wawancara secara
langsung kepada para stake holder (terutama kepada korban bencana, Lembaga
swadaya masyarakat dan instansi pemerintah) dan data kepustakaan yang relevan
dengan tesis yang diteliti.
Penelitian tentang analisis sistem manajemen penanggulangan bencana
banjir dan implikasinya terhadap ketahanan wilayah sepengetahuan peneliti belum
pernah dilakukan oleh peneliti lain, dengan demikian keaslian tesis ini dapat
dipertanggung jawabkan. Sehingga penulis dapat membuat penelitian yang
15
mengkaji tentang pemahaman penanggulangan bencana banjir dan dampaknya di
kelurahan Rambutan Jakarta timur yang dikaitkan dengan ketahanan wilayah yang
dewasa ini semakin memperlihatkan gejala yang memprihatinkan.
F. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian hasil studi ini dibagi menjadi enam bab dan setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab yang jumlahnya tergantung pada besar dan
pentingnya persoalan yang dibahas. Secara lebih rinci, sistematika penelitian hasil
penelitian adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, akan dijelaskan secara garis besar tentang isi dari
penelitian ini, pembahasannya meliputi : latar belakang dari permasalahan yang
akan diteliti, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penelitian.
Pada bab kedua akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka dan landasan
teori.
Pada bab ketiga akan dibahas khusus tentang metode penelitian, yang
didalamnya berisi; lokasi penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data,
teknik analis data, variabel penelitian dan definisi operasional serta jadwal
penelitian.
Pada bab keempat, akan dibahas kondisi umum wilayah dan masyarakat di
kelurahan Kelurahan Rambutan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan masukan
data agar dapat memudahkan dalam mengidentifikasi permasalahan guna
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Dalam uraian tersebut dikupas secara
rinci masalah yang menyebabkan terjadinya banjir di Jakarta, kemudian dijelaskan
16
pula tingkat keparahan yang diterima oleh penduduk/korban, masyarakat dan
pemerintah. Sebagai penekanan pada bab ini dijelaskan bencana banjir baik
berupa fisik maupun nonfisik terhadap manusia, bangunan, sarana dan prasarana
fasilitas umum, infrastruktur, lingkungan dan aspek aspek kehidupan manusia
serta akan dibahas tentang dibahas respon dari berbagai pihak terhadap bencana
banjir meliputi respon dan efektifitas korban, kemudian respon dari masyarakat
dalam menanggulangi bencana banjir dirinci sejauh mana masyarakat dapat
melaksanakan kegiatan yang termasuk kedalam upaya penanggulangan banjir
pada pra, sesaat terjadinya bencana dan pasca bencana. Dijelaskan pula respon
pemerintah melalui Badan yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan
banjir, meliputi pengorganisasiannya, personil yang mengawakinya,
sistem/metoda yang digunakannya serta sarana dan prasarana yang menjadi
kelengkapannya untuk melaksanakan penanggulangan bencana banjir. Disamping
itu dikemukakan juga tentang mekanisme pelaksanaan kegiatannya yang meliputi
koordinasi dan kerjasama baik secara horizontal di wilayah banjir maupun secara
vertikal kepada Pemerintah Pusat dan lintas Kementrian serta bagaimana
penanganan dan pengaturan bantuan dari pihak luar agar tepat sampai kepada
korban yang membutuhkannya. Kemudian disentuh pula solusi-solusi yang dapat
diaplikasikan bagi korban maupun bagi segenap elemen masyarakat terkait,
dijelaskan tentang penerapan manajemen penanggulangan banjir secara optimal
dengan pelibatan peran serta masyarakat dan memfokuskan bahasan yang
menggunakan pendekatan dasar manajemen baik untuk prabencana banjir, saat
terjadinya banjir maupun pada pasca banjir serta pengembangan manajemen
penanggulangan bencana banjir ke depan, manajemen bencana tersebut akan
17
menjadi indikator yang dijadikan sebagai tolok ukur terhadap segenap kegiatan
yang dilaksanakan terutama oleh masyarakat, RT, RW, Kelurahan, Kecamatan
dan BPBD. Sehingga faktor-faktor yang menyebabkan belum optimalnya kegiatan
penanggulangan bencana alam banjir tersebut akan menjadi pokok persoalan yang
dibahas dalam penulisan tesis ini.
Pada bab kelima, dibahas tentang dampak banjir Terhadap ketahanan
wilayah. Dalam uraian tersebut pembahasan difokuskan kepada permasalahan
yang menyangkut seberapa jauh banjir pada tahun 2013 itu dapat mempengaruhi
aspek-aspek kehidupan penduduk di wilayah Kelurahan Rambutan, sehingga
dapat dijadikan sebagai indikator yang digunakan untuk menilai dampak banjir
tersebut terhadap ketahan wilayah.
Bab keenam dengan penutup yang mengutarakan kesimpulan sebagai
jawaban dari permasalahan yang diajukan dan saran atau rekomendasi yang
meliputi penyajian kegiatan sebelum, selama berlangsungnya peristiwa bencana
banjir dan kegiatan setelah terjadinya bencana tersebut serta hal hal penting baru
yang menjadi ide maupun pemikiran orisinil penulis dan yang belum tertuangkan
dalam naskah ini.