39
BAB II
BENTUK DAN MAKNA SATUAN LINGUAL
PERMOHONAN MAAF
Bab ini membahas tentang bentuk dan makna ekspresi permohonan maaf.
Pengungkapan permohonan maaf setiap individu berbeda-beda sesuai dengan
perbendaharaan kata yang dimiliki. Strategi permohonan maaf secara umum
disebutkan dengan menggunakan satuan lingual yang mengandung makna
permohonan maaf, seperti ‘afwan, ma’dzirah, a>sif dan sa>michni. Penanda tersebut
merupakan penanda tuturan ekspresif seseorang dalam permohonan maaf.
Penanda satuan lingual permohonan maaf tersebut memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Bentuk permohonan maaf yang akan dibahas dalam bab ini
adalah bentuk satuan lingual penanda permohonan maaf serta macam satuan lingual
lain yang masih mengandung persamaan asal waza>n. Bentuk satuan lingual tersebut
dapat bergabung dalam sebuah kontruksi ataupun berdiri sendiri, juga dapat berada di
awal, tengah, maupun akhir tuturan.
Bentuk-bentuk satuan lingual tersebut memiliki makna yang berbeda-beda.
Satuan lingual yang memiliki asal waza>n yang sama terkadang juga memiliki makna
yang berbeda. Perbedaan makna yang terkandung dalam satuan lingual tersebut juga
akan dibahas dalam bab ini. Berikut pembahasan penanda lingual ekspresi
permohonan maaf:
40
A. Bentuk dan Makna Kata ‘afwan
1. Pengertian Kata ‘Afwan.
‘Afwan merupakaan ism masdar yg berasal dari kata َاوً فْ عَ – وفُ عْ يَـ –ا فَ ع yang
berarti maaf (Munawir, 1997: 950). Senada dengan Munawir, Yunus (1990: 273) juga
mendefinisikan ‘afwan dengan akar kata tersebut dengan waza>n الً عْ فَـ –لُ عُ فْ يَـ –لَ عَ فَـ
/fa’ala-yaf’ulu-fa’lan/.
‘Afwan dalam kamus Munjid (2008: 517) berasal dari kata عفا memiliki makna
ترك عقوبه و صفح عنه: عفوا عنه و له ذنبه و عفا عن ذنبه
/’Afwan ‘anhu wa lahu dzanbuhu wa ‘afa> ‘an dzanbihi: shafacha ‘anhu wa taraka ‘uqu>bahu/. ‘Mohon maaf atas itu, dia mempunyai salah, maaf atas kesalahannya: agar diberi kemurahan hati dan terhindar dari hukum’. Hukuman tersebut dapat berupa fisik dalam bentuk tindakan ataupun
pengancaman muka dalam bentuk sikap.
Menurut kajian morfologis, ‘afwan merupakan kata yang tidak berdiri sendiri.
Kata tersebut sebenarnya didahului oleh fi’il, akan tetapi fi’il tersebut dihapuskan.
Apabila fi’il tersebut tersebut dimunculkan, maka dapat dikira-kirakan kalimat yang
akan muncul adalah عفوا طلبأ /athlubu ‘afwan/.
41
Fi’il “athlubu” pada kalimat “athlubu‘afwan” merupakan fi’il muta’addi, yaitu
kata kerja yang membutuhkan objek (maf’ul bih) agar dapat menjadi kalimat yang
sempurna. Kata ‘afwan merupakan maf’ul bih dari fi’il “athlubu” sehingga menjadi
kalimat yang sempurna.
Kata ‘afwan merupakan kata yang berbentuk masdar dan berposisi sebagai
maf’ul mutlaq. al-Ghulayaini (2008: 411) mendefinisikan maf’ul mutlaq dengan
istilah
تأكيدا ملعناه أو بيانا لعدده أو بيانا لنوعه بدال من اللفظ بفعله مصدر يذكر بعد فعل من لفظه
/Masdarun yudzkaru ba’da fi’li min lafdzihi ta'ki>dan lima’na>hu au baya>nan li’ada>dihi au baya>nan linau’ihi badalan minal-lafzhi bi fi’lihi/. ‘Masdar yang diletakkan setelah fi’il dalam satu lafadz, hal tersebut berfungsi sebagai ta’kid (penguatan) untuk makna, sebagai penjelasan dari jumlah dan jenis atau sebagai badal dari fi’il tersebut’. Maf’ul mutlaq menurut Hamid (2010: 232) adalah sebuah istilah yang tidak
berkedudukan sebagai khabar dan berfungsi menunjukkan penegasan terhadap fungsi,
macam, atau jumlah. Hamid (2010: 233) membagi maf’ul muthlaq menjadi dua
macam, yaitu maf’ul muthlaq yang lafadznya sama dengan fi’il yang
menashabkannya (accusative) dan maf’ul muthlaq yang maknanya sama dengan fi’il
yang menashabkannya (accusative). Menurut pembagian Hamid tersebut, kata ‘afwan
merupakan kategori yaitu maf’ul muthlaq yang lafadznya sama dengan fi’il yang
menashabkannya (accusative).
‘Afwan merupakan padanan dari i beg your pardon!, pardonme! dan excuse
me! yang berarti maafkan saya! (Baalbaki dan Baalbaki 2006:630). Senada dengan
42
Baalbaki dan Baalbaki, al-Adaileh (2007: 148) menyepadankan kata ‘afwan dengan
pardon. Kata tersebut digunakan ketika berbicara menggunakan bahasa resmi dengan
seseorang yang belum akrab. Kata ‘afwan bukan hanya merupakan kata yang
digunakan dalam memohon maaf saja, namun kata ini juga digunakan untuk balasan
dari seseorang yang berterimakasih (al-Adaileh, 2007: 153).
2. Kontruksi Kata ‘Afwan dalam Tuturan Permohonan Maaf
Penggunaan kata ‘afwan juga ditemukan pada posisi yang berbeda-beda, baik
di awal maupun di akhir tuturan. Kata ‘afwan pada penelitian ini ditemukan dalam
dua jenis kontruksi, yaitu kata ‘afwan yang berdiri sendiri dan kata ‘afwan yang
berada dalam kontruksi.
a. Kata ‘afwan berada pada awal tuturan
Permohonan maaf dituturkan penutur untuk menyelamatkan mukannya.
Demi menyelamatkan mukanya, penutur juga menggunakan kata‘afwan di awal
tuturan. Pentur ingin menekankan permohonan maaf yang ia tuturkan, sehingga
tuturannya menggunakan kata ‘afwan pada posisi terdepan.
1) Kata ‘afwan yang berdiri sendiri.
Kata ‘afwan dapat berdiri sendiri, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Penelitian ini menemukan kata ‘afwan yang berdiri sendiri dan
berada di awal tuturan berjumlah empat tuturan, yaitu tiga tuturan yang
bergabung dengan jumlah fi’liyah dan satu tuturan yang bergabung dengan
jumlah ismiyah. Berikut contoh penggunaan kata tersebut:
43
Tuturan 13:
:M) .ضور متأخرامعذرة حل .اليوم االجتماع حلل الواجب لدينا نسيت أنّ .عفوا )13(
Sa:1)
/‘Afwan. Nasi>tu anna ladaina> al-yaumal-ijtima>’a lichallil-wa>jibi. Ma’dziratan lichudzu>ri muta'akhkhiran/. ‘Maaf. Aku lupa bahwa pada hari ini kita mempunyai pertemuan untuk mengerjakan tugas. Maaf karena datang terlambat’.
Tuturan di atas merupakan kata ‘afwan yang berada di awal tuturan.
Kata tersebut bergabung dengan jumlah fi’liyah yang menggungakan fi’il
muta’adi, yaitu kata kerja yang membutuhkan objek. Fi’il tersebut adalah
نسي nasi>tu / ‘saya lupa’, yang terdiri dari dua kata, yaitu fi’il madhi/ نسيت
/nasiya/ dan dhami>r muttashil taqdiruhu ana> ت/tu/. Maf’ul dari fi’il tersebut
adalah pada kalimat أّن لدينا اليوم اإلجتماع/ anna ladaina> al-yaumal-ijtima>’a / ‘kita
mempunyai janji untuk berkumpul’.
Tuturan 14:
(P: M:3)هل تسمح يل باملرور؟ .عفوا )14(
/‘Afwan. Hal tasmachu li> bil murur?/ ‘Maaf. Apakan anda memperkenankanku lewat?’ Tuturan (14) di atas menggunakan kata‘afwan yang berdiri sendiri dan
bergabung dengan jumlah fi’liyah. Fi’il yang digunakan dalam jumlah fi’liyah
tersebut adalah fi’il mudha>ri’ /tasmachu/ ‘anda berkenan’. Fi’il ini merupakan
44
fi’il yang berasal dari kata مسح/samacha/ dan bergabung dengan fa’il, yaitu
.ta/ yang berupa dhami>r mustatir taqdiruhu anta/ت
2) Kata ‘afwan yang berada dalam kontruksi
Kata ‘afwan tidak selamanya berdiri sendiri. Seperti halnya yang
ditemukan pada penelitian ini. Kata tersebut dapat bergabung dengan kata
untuk menegaskan dan menambah kejelasan. Berikut penjelasan kontruksi
tersebut:
Tuturan 15:
فال خليل يل اال من اخرتته يل, حد ليكون خليليألقد اخرتت .بكم عفوا )15(
(M: Sa:8)
/‘Afwan bikum. Laqad akhtartu achada liyaku>na khali>li>, fala> khali>la li> illa man akhtartuhu li>/. ‘Maaf kepadamu. Aku telah memilih salah seorang untuk menjadi kekasihku. Maka tidak ada kekasih kecuali siapa yang aku telah memilihnya untukku’. Tuturan (15) ini menggunakan kata ‘afwan yang tidak berdiri sendiri,
akan tetapi kata tersebut bergabung dengan charf ja>r, yaitu charf ja>r bi.Charf
ini menjadikan kata ‘afwan membutuhkan objek. Objek pada tuturan tersebut
adalah dhami>r muttashil /kum/ ‘kalian’. Dhami>r ini digunakan untuk kata
ganti orang kedua yang berupa jama>'.
Charf ja>r bi pada tuturan (15) ini memiliki makna a’t-tab’idziyyah,
yang bermakna dari. Makna tersebut merupakan makna penegasan yang
menegaskan bahwa penutur memohon agar diberikan sesuatu dari mitra tutur,
yaitu sebuah maaf dari mitra tutur.
45
Tuturan 16:
R): إليه ثار شوقي و حيبّ أا هذا من رمبّ ..لقد ظننت أنك محيمي...يا أخ عفوا )16(
S:4)
/‘Afwan ya> akh... laqad zhanantu annaka chami>mi>.. rubbama> ha>dza> min atsa>ri syauqi> wa chubbi> ilaihi/. ‘Maaf saudara... saya mengira bahwa kau adalah teman dekatku.. mungkin ini dari rasa rinduku dan sayangku padanya’. Tuturan (16) menggunakan kata ‘afwan bergabung dengan huruf
nida>’. Nida>’ adalah thalabul-iqba>l atau meminta perhatian dengan
menggunakan salah satu huruf nida>’ yang menggantikan tugas fi’il yaitu
ad’u>/ ‘saya memanggil’, baik secara lafazhan ataupun taqdiran. Huruf/أدعو
nida>’ di atas diikuti muna>da> (yang dipanggil) yang digunakan untuk
memperjelas mitra tutur yang dimaksud.
Tuturan ini menggunakan huruf nida>’ يا /ya’/. Huruf nida>’ ini dapat
digunakan baik untuk muna>da dekat, tengah, maupun jauh. Pada tuturan ini,
huruf tersebut digunakan untuk muna>da dekat, tetapi berhukum jauh. Hal
tersebut dikarenakan muna>da tersebut berada dalam jarak dekat, penutur
berhadapan dengan mitra tutur secara langsung. Akan tetapi, muna>da
berhukum jauh dikarenakan penutur tidak mengenal mitra tutur, sehingga
percakapan mereka terasa jauh.
Muna>da yang digunakan pada tuturan di atas adalah muna>da nakirah
maqshu>dah, yaitu kata أخ/akh/. Kata tersebut termasuk dalam nakirah karena
46
kata tersebut merupakan kata yang masih umum, dan termasuk maqshu>dah
karena kata tersebut mempunyai acuan yang sudah jelas, yaitu seseorang yang
sedang bertutur dengan penutur.
b. Kata ‘afwan berada pada akhir tuturan
Penggunaan kata afwan di akhir tuturan merupakan salah satu cara penutur
untuk memohon maaf. Penggunaan tersebut dikarenakan penutur menginginkan
mitra tutur untuk terlebih dahulu memahami keadaan yang ada. Misalnya, ketika
seorang penutur salah dalam menyapa orang lain. Penutur dapat menjelaskan
keadaan dari kesalahannya agar keadaan yang dialami penutur dapat dipahami
oleh mitra tutur. Kemudian, setelah mitra tutur memahami keadaan yang terjadi,
penutur akan memohon maaf atas kesalahannya tersebut.
Jumlah kata ‘afwan di akhir tuturan pada penelitian ini ada empat tuturan.
Berikut contoh dari kata ‘afwan yang berdiri sendiri di akhir kalimat.
Tuturan 17:
U: Sa: 6)(.عفوا .فأحضر متأّخرا بسببه .حصل االستدام..... يا الدكتور )17(
/Ya> al-duktu>ra… chashalal-istida>m, fa akhdhuru muta'akhkhiran bisababihi. ‘Afwan/. ‘Prof, di jalan sedang terjadi kecelakaan, oleh karena itu saya terlambat, maaf’. Kata ‘afwan pada tuturan tersebut berdiri sendiri berada di akhir tuturan.
Kata tersebut didahului oleh Jumlah fi’liyah. Fi’il yang digunakan pada tuturan
(17) di atas berbentuk fi’il mudha>ri’, yaitu أحضر /akhdhuru/. Fi’il tersebut
merupakan fi’il yang membutuhkan objek. Objek dari fi’il tersebut adalah kalimat
muta'akhkhiran bisababih.
47
B. Bentuk dan Makna Kata العفو /al-‘Afwu/.
1. Pengertian Kata al-‘Afwu.
al-‘Afwu memiliki akar kata yang sama dengan ‘afwan, keduanya merupakan
masdar dari kata اوً فْ عَ –و فُ عْ يَـ –ا فَ عَ /’afa>-ya’fu>-afwan/ (Munawir, 1997: 951). al-Kalali
dalam kamus Indonesia-Arab menyepadankan kata al-‘afwu dengan kata maaf (al-
Kalali, 1987: 328). Parkinson (2006: 167) menyepadankan kata al-‘afwu dengan to
ask pardon, yakni memohon maaf. Permohonan maaf ini dilakukan ketika seseorang
telah membuat kesalahan yang tidak disengaja.
Lain halnya dengan penjelasan di atas, kamus Munjid menyebutkan bahwa
.adalah maf'ul yang bermakna fa'il (2008: 517) ( dapat dibaca al-‘afwu/ al-‘afwa) العفو
Kata al-‘afwu menggunakan penanda ma’rifah alif lam dengan maksud bahwa
permohonan maaf yang diucapkan oleh penutur merupakan sebuah kekhususan.
Kekhususan yang dimaksud adalah bahwa permohonan maaf yang diucapkan
hanyalah untuk satu kasus pada tuturan yang ia tuturkan.
2. Kontruksi Kata al-‘Afwu dalam Tuturan Permohonan Maaf
Kontruksi al-‘afwu berbeda dengan kontruksi ‘afwan. Pada kontruksi ‘afwan,
kata ‘afwan dapat berdiri sendiri, sedangkan pada kontruksi al-‘afwu, kata al-‘afwu
tidak dapat berdiri sendiri. Kata tersebut dapat bergabung dengan charf ataupun fi’il.
Berikut contoh kontruksi al-‘afwu dalam tuturan.
48
a. Kata al-‘afwu berada pada awal tuturan
Pentur menggunakan kata al-‘afwu di depan kalimat karena ia ingin
menekankan permohonan maaf yang ia tuturkan, sehingga tuturannya
menggunakan kata permohonan maafnya pada awal kalimat. Berikut contoh
penggunaan kata al-‘afwu pada awal kalimat.
Tuturan 18:
U): .إن كنت أردت أن تكون زوجة الثانية يل فال حرج عليك .كنت متزّوج.منك العفو )18(
Sa:8) /al-‘Afwu minki, kuntu mutazawwija, in kunti aradti an taku>na zaujatats-tsa>niyata li> fala> charju ‘alaika/. ‘Saya mohon maaf padamu, saya telah memiliki kekasih, jika kamu mau menjadi kekasih kedua untukku, maka tidak masalah’.
Tuturan (18) menggunakankata al-‘afwu dalam keadaan tidak berdiri
sendiri, melainkan bergabung dengan tarkib jar majru>r yang menggunakan charf
jar berupa charf ja>r min. Charf adalah sesuatu yang menunjukkan makna lain dan
tidak memiliki keistimewaan sebagaimana yang dimiliki oleh ism dan fi’il (al-
Ghulayaini, 2008:16). Charf ja>r min pada tuturan tersebut bermakna li i>dha>q atau
untuk menyebutkan makna yang sesungguhnya, yaitu untuk mendapatkan sebuah
maaf dari mitra tutur.
Jika dilihat dari sisi yang lainnya, sebagaimana telah disebutkan dalam
kamus Munjid bahwa al-‘afwu adalah maf'ul yang bermakna fa’il, kata al-‘afwu
dalam tuturan tersebut merupakan fa’il taqdiruhu ana>.
49
b. Kata al-‘afwu berada pada tengah tuturan
Penutur meletakkan kata di tengah kalimat karena penutur ingin
mendapatkan perhatian dari mitra tutur dengan menyapanya sebelum ia memohon
maaf, selain itu penutur juga ingin menjelaskan situasi setelah memohon maaf.
Kata al-‘afwu yang berada di tengah tuturan pada penelitian ini ditemukan dalam
dua tuturan. Kata al-‘afwu pada kedua tuturan tersebut berada pada kontruksi
jumlah fi’liyah dengan menggunakan fi’il yang sama, yaitu /أطلب/athlubu/.
Berikut penjelasannya.
Tuturan 19:
ألنين طالبة جديدة . ليس معي التذكرة مع أن هذه السيارة عندي. العفو أطلب .ديا سيّ )19(
ل انظر بطاقة تصدقين، تفضّ لو أنت مل . يف اجلامعة، و مل أعرف النظام اجلاري هنا
ا يل .ارةالسيّ (F: M:3) .ستجد أ
/Ya sayyida. Athlubul-‘afwa. Laisa ma’i> at-tadzkirata ma’a anna ha>dzihis-sayya>rata indi>. Li'anani> tha>libatun jadi>datun fi>l-ja>mi’ati, wa lam a’rif an-nidza>mal-ja>ri> huna>. Lau anta lam tashdiqni> tafadhdhal undhur bitha>qatas-sayya>rati, satajidu annaha> li>/. ‘Wahai tuan.Saya mohon maaf. Saya tidak membawa tiket mobil saya. Karena saya mahasiswa baru dikampus ini, dan saya tidak mengetahui peraturan yang berjalan di sini. Jika anda belum mempercayaiku, silahkan lihat kartu mobilku, anda akan menngetahui bahwa mobil ini milikku’.
Tuturan (19) di atas terdiri dari lima kalimat dalam penyusunannya. Kata
al-‘afwu pada tuturan di atas terdapat pada kalimat kedua. Kalimat tersebut
merupakan jumlah fi’liyah yang terdiri dari fi’il mudha>ri’ “athlubu” dengan
50
dhamir mustatir أ sebagai kata ganti orang pertama yang taqiruhu ana> dan juga
objek yaitu al-‘afwu.
Tuturan 20:
أنا آسف من . لقد أخطأت بغري عمد يف كتابة إسم حضرتك الكامل .أيا مشرفنا املكرم )20(
سأصححه . فإين لست قاصدا هذا التقصري منكم العفو أطلب. ائنفسي و من هذا اخلط
(F: M:7)فورا ولن أعيد هذا األمر إن شاء اهللا
/Aya> musyrifana>l-mukarram. Laqad akhta’tu bi ghairi amdin fi> kita>bati ismu khadzratakal-ka>mila. Ana> a>sifa min nafsi> wa min ha>dza>l-kha>tha>'i>. Athlubul-‘afwa minkum fainni> lastu qa>sidan hadza>t-taqsi>ri. Sa’ushachichuhu fauran wa lan a’i>du ha>dza>l-'amra in sya>’alLah/. ‘Pak pembina yang mulia. Saya telah salah dengan tidak sengaja dalam penulisan nama lengkap anda. mohon maaf dan ini adalah salahku. Saya mohon maaf kepadamu, saya tidak sengaja dengan kelalaian ini. Saya akan perbaiki kesalahan saya sesegera mungkin dan semoga saya tidak mengulanginya lagi, insyaAllah’.
Kata al-‘afwu di atas terdapat pada kalimat ketiga, kalimat tersebut
merupakan jumlah fi’liyah dengan fi’il “athlubu” yang mengandung kata ganti
orang pertama, yaitu pada huruf أ di awal fi’il.
Kata al-‘afwu diatas bergabung dengan tarkib jar majru>r yang
menggunakan charf jar berupa charf ja>r “min” dan majru>r yang berupa dhami>r
muttashil taqdiruhu antum, yaitu كم/kum/. Charf ja>r “min” ini bermakna li i>dha>q
atau untuk menyebutkan makna yang sesungguhnya, yaitu untuk mendapatkan
sebuah maaf dari mitra tutur.
51
c. Kata al-‘afwu berada pada akhir tuturan
Penutur menggunakan kata al-‘afwu dikarenakan ia menginginkan mitra
tutur untuk terlebih dahulu memahami situasi yang ada sebelum ia memohon
maaf. Berikut kata al-‘afwu yang ditemukan di akhir tuturan:
Tuturan 21:
طارئ أمر هناك أن وأخربكم الساعة هذه يف معكم موعًدا لديّ أن أعرف الطالب أيها )21(
ذلك يقتضي األمر هذا لكن موعدكم من لفتأخ أن قصدي فليس. معكم االجتماع مينعين
S:5) :(Aمنكم والعفو .اهللا مبشيئة آخر وقتا لكم سأختار.
/Ayyuhath-thulla>ba a’rifu anna ladayya mau’idan ma’akum fi> hadzihis-sa>’ata wa ukhbirukum anna huna>ka amra tha>ri' yamna’ani> al-ijtima>’a ma’akum. Falaisa qasdi> an akhtalifa min mau’idukum lakinna ha>dzal-amra yaqtadhi> dza>lika, sa akhta>ru lakum waqtan a>khari bimasyi'atilLah, wal-‘afwu minkum/. ‘Wahai murid-murid saya tahu bahwa saya telah memiliki janji dengan kalian pada jam ini dan disini saya akan mengabarkan bahwa pada saat ini saya mempunyai acara mendesak yang melarangku untuk bertemu dengan kalian. Saya tidak bermaksud untuk mengingkari janji dengan kalian akan tetapi acaraku ini menghendaki demikian. Saya akan mencarikan waktu untuk dapat bertemu kalian dengan izin Allah. Saya mohon maaf kepada kalian’. Pada kalimat terakhir pada tuturan di atas, kataal-‘afwu tidak berdiri
sendiri, melainkan bergabung dengan charfu ja>r من/min/ yang bermakna li i>dha>q
atau untuk menyebutkan makna yang sesungguhnya. Makna yang sesungguhnya
dari charf ini adalah makna dari, sehingga yang dimaksud adalah penutur
memohon sebuah maaf dari mitra tutur.
52
C. Bentuk dan Makna Kata /أستعفي/Asta’fi>/.
1. Pengertian Kata Asta’fi>
Kata asta’fi> memiliki asal kata yang sama dengan kata afwan dan al-‘afwu
yang berarti maaf. Perbedaannya adalah dalam bentukan wazannya, kata afwan dan
al-‘afwu menggunakan waza>n tsulatsi mujarrad, yaitu /’afa>-ya’fu>-afwan/. Lain
halnya dengan kedua kata tersebut, kata asta’fi> berasal dari wazan tsulatsi mazid bi
tsala>tsati achruf, yaitu alif, sin dan ta yang membentuk waza>n إستفعل /istaf’ala/.
Waza>n ini berarti fa’il meminta maf’ul untuk melakukan sesuatu.
Kata asta’fi> merupakan fi’il mudhari’ dari يستعفي-إستعفي /ista’fa>-yasta’fi>/
yang berarti fa’il meminta maf’ul untuk mengampuninya. Fi’il ini mengandung
dhami>r mustatir taqdiruhu ana>. Yunus (1990:273) menyepadankan kata asta’fi>
dengan meminta kebebasan. Sejalan dengan Yunus, Munawir (1997: 951) menyebut
kata asta’fi> dengan طلب العفو /thalabul-afwa/ ‘meminta maaf’.
2) Kontruksi Kata Asta’fi> dalam Tuturan Permohonan Maaf
Kata asta’fi> pada penelitian ini terletak di awal tuturan, karena penutur lebih
menekankan permohonan maaf yang dimaksudkan. Pada penelitian ini ditemukan
pada dua tuturan, kedua tuturan tersebut merupakan kata asta’fi> yang bergabung
dengan charfu ja>r. Berikut contoh tuturan tersebut. Tuturan 22:
)Sa:1 :U( نسيت الوعد .منكم أستعفي )22(
53
/Asta’fi> minkum, nasi>tul-wa’da/. ‘Saya mohon maaf kepada kalian, saya lupa akan janji itu’.
Pada kalimat pertama, kata asta’fi> bergabung dengan charfu ja>r “min”. Charfu
min pada tuturan di atas mengandung makna a’t-tab’i>dz atau menerangkan bagian,
yaitu bagian dari sifat pemaaf sebagai bagian dari jiwa mitra tutur.
Pada tuturan (22), penutur menggunakan kata asta’fi> yang bergabung dengan
jumlah fi’liyah. Fi’il / نسيت /nasi>tu/ digunakan dalam jumlah fi’liyah ini. Fi’il ini
merupakan fi’il muta’addi, sehingga fi’il ini mewajibkan adanya objek. Objek pada
tuturan diatas adalah kata الوعد /al-wa’da /.
D. Bentuk dan Makna Kata / عذرا /’Adzran /.
1. Pengertian Kata ‘Adzran
Kata ‘adzran merupakan bentuk masdar dari عذرا –يعذر -عذر /‘adzaa-
ya’dziru-‘adzran/ yang berarti maaf (Munawir, 1997: 909). Baalbaki dan Baalbaki
(2006: 614) dalam kamus al-Maurid menyepadankan ‘adzran dengan to excuse,
forgive, dan pardon yang berarti memaafkan atau memberi ampun.
al-Adaileh (2007: 148) menyepadankan kata ‘adzran dengan apologize.
Senada dengan al-Adaileh, Chamani dan Zareipur (2010: 143) menyepadankan kata
‘adzran dengan apologize. Kata tersebut digunakan saat berbicara dengan seseorang
yang akrab, kata ini merupakan taraf kata yang sopan dalam permohonan maaf.
54
Manthur (1119: 2854) menyebutkan kata ‘adzran dengan makna جةاحل /al-
chujjatu/, yaitu sebuah alasan. Alasan yang dimaksud adalah alasan yang
diungkapkan untuk sebuah perbaikan. Salah satu kegunaan alasan tersebut adalah
untuk memohon maaf dan memperbaiki hubungan baik dengan mitra tutur.
2. Kontruksi Kata ‘Adzran dalam Tuturan Permohonan Maaf
a. Kata ‘adzran berada pada awal tuturan
Penutur menginginkan sebuah maaf dari mitra tutur, sehingga ia
meletakkan kata ‘adzran pada awal tuturan. Selain itu, penutur juga menjelaskan
situasi setelah menyebutkan kata ‘adzran sebagai bentuk penguatan. Kalimat
yang mengandung kata ‘adzran pada tuturan ini berada dalam kontruksi jumlah
ismiyah, berikut penjelsannya:
Tuturan 23:
عليه اتفقنا ما نسيت األفكار تزاحم و شغالاإل لكثرة .التخلف على صدقائيأ اي عذرا )23(
(A: S:1)مساح و عذر فلاآل مّنا ولكم. أذكره أن الشيطان إال أنسانيةوما
/‘Adzran ya> asdiqa>'i ala>t-takhlifi. likatsratil-isytigha>li wa taza>chumul-afka>ri nasi>tu ma> ittafaqna> alaihi wa ma> ansa>niyati illasy-syaitha>ni an adzkurahu. Wa lakum minna>l-a>la>f ‘adzra wa sama>cha/. ‘Maaf hai teman-temanku, atas kesalahanku. Karena banyaknya kesibukan dan fikiran aku lupa atas apa yang telah kita sepakati dan tidak ada kelupaan kecuali datangnya dari setan, aku akan mengingat itu. Saya memohon beribu maaf dan ketulusanmu’.
Kata ‘adzran pada tuturan di atas berada pada awal kalimat. Kata tersebut
diikuti oleh nida>’ untuk mengambil perhatian dari mitra tutur. Charf nida>’ yang
55
digunakan adalah يا/ya> / yang menunjukkan bahwa orang yang dipanggil (muna>da)
adalah orang yang dekat. Muna>da dari nida>’ tersebut berbentuk mufrad ma’rifah,
karena penutur mengarahkan tuturannya untuk orang yang jelas, yaitu teman-
temannya yang sedang menunggunya.
b. Kata ‘adzran berada pada akhir tuturan
Penutur meletakkan kata ‘adzran di akhir tuturan karena ia menginginkan
untuk menjelaskan situasi yang telah terjadi sehingga mitra tutur memahami posisi
penutur pada saat itu.
Tuturan 24:
عذرا و عذرا. ما نوعا تشبهه ألنك زميلي أنك عأتوقّ كنت. دالسيّ هاأيّ ذرينتاع اهللا ماشاء )24(
)S:4 :A (وقع ما ىعل
/Ma> sya>'alLah i’tadzirni> ayyuha>s-sayyida. Kuntu atawaqqa’a annaka zami>li>, li'annaka tasya>bahahu nau’an ma>. ‘Adzran wa ‘adran ala> ma> waqa’a/. ‘Masya Allah maafkan saya tuan. Saya kira anda teman saya, karena anda mirip dengannya. Maaf sekali atas apa yang terjadi’.
Pada tuturan (24) diatas, penutur menggunakan kata ‘adzran diakhir
kalimat. Hal ini dikarenakan penutur ingin menjelaskan kejadian yang sedang
terjadi sebelum memohon maaf. Sehingga dengan demikian, akan terbentuk
pemahaman yang sama antara penutur dan mitra tutur.
Pada tuturan di atas, terdapat dua kata‘adzran dalam satu kalimat. Hal ini
digunakan untuk penegasan bahwa penutur benar-benar memohon maaf.
56
E. Bentuk dan Makna Kata معذرة / Ma’dzirah /.
1. Pengertian Kata Ma’dzirah.
Kata معذرة/ma’dzirah/ merupakan bentuk masdar dari عذرا –يعذر -عذر
/‘adzara-ya’dziru-‘adzran/ yang berarti maaf (Munawir, 1997: 909). Baalbaki dan
Baalbaki (2006: 614) dalam kamus al-Maurid menyepadankan ma’dzirah dengan to
excuse, forgive, dan pardon yang berarti memaafkan atau memberi ampun. Senada
dengan Baalbaki dan Baalbaki, Chamani dan Zareipur (2010: 143) menyepadankan
ma’dzirah dengan apologize.
Manthur (1119: 2857-2859) mendefinisikan kata ma’dzirah dengan sebuah
ism yang berasal dari wazan يعذر -عذر /‘adzara-ya’dziru / yang berarti pengungkapan
alasan. Manthur (1119: 2857) menjelaskan makna alasan tersebut dengan kalimat
بكّل حّجة يعتذر منها لو أدىل
/Lau adla> bikulli chujjatin ya’tadziru minha>/. ‘Jika seseorang menunjukkan beberapa alasan maka ia memohon maaf dengan alasan tersebut’. Kata ma’dzirah juga ditemukan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an, baik
dalam bentuk mufrad maupun jama’. Seperti pada surat al-A’raf:164 berikut:
øŒ Î) uρôMs9$s% ×π ¨Βé& öΝåκ÷] ÏiΒzΝÏ9 tβθ Ýà Ïè s?$·Βöθ s% ª!$# öΝßγä3Î=ôγãΒ÷ρ r& öΝåκæ5Éj‹yè ãΒ$\/#x‹tã#Y‰ƒÏ‰x©((#θ ä9$s
∪⊆∉⊇∩ƒtG−)àθβtρu9sèy=γ̄ßΟó‘u/nÎ3äΟó)Î<n’4Βtè÷‹É‘uο̧%
Wa idz qa>la ummatun minhum lima taidhu>na qauman. Allahu muhlikuhum au muadzdzibuhum ‘adza>ban syadi>dan. Qa>lu> ma’dziratan ila> rabbikum wa la’allahum yattaqu>na.
57
dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang Amat keras?" mereka menjawab: "Agar Kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. Katsir (dalam Syaikh, 2003: 609) menjelaskan bahwa yang dimaksud alasan
adalah sebuah pelepasan tanggungjawab. Alasan mereka itu ialah bahwa mereka telah
melaksanakan perintah Allah untuk memberi peringatan, sehingga jika dikemudian
hari ia ditanya tentang tugasnya, maka alasan tersebut adalah jawaban yang tepat
untuk bertanggungjawab.
Pada ayat tersebut terlihat bahwa alasan yang diungkapkan digunakan untuk
bertanggungjawab kepada Allah, sebuah ungkapan permohonan maaf atas kelalaian
kaum yang telah diberi nasihat. Ungkapan pertanggungjawaban tersebut dapat
mengembalikan keridhaan Allah kepada pemberi nasehat.
2. Kontruksi Kata Ma’dzirah dalam Tuturan Permohonan Maaf
a. Kata Ma’dzirah Berada pada Awal Tuturan
Seperti halnya tuturan permohonan maaf yang lain, penutur menggunakan
kata ma’dzirah di awal tuturan menunjukkan bahwa penutur lebih mengedepankan
maaf dari mitra tutur. Tuturan permohonan maaf yang ditemukan di awal tuturan
menggunakan kata ma’dzirah yang berada dalam kontruksi yang bergabung
dengan tarkib nida>’. Seperti pada tuturan 25 dibawah ini.
لقد حاولت إجناز هذا العمل خالل أسبوع، وتبني أين عاجزة .ساحمين معذرة، يا أستاذ، )25(
?(F: M: 2)من فضلك هل ميكنين أن أطلب تأجيل الوقت إىل أسبوع القادم. عن إمتامه
58
/Ya> usta>dzu, ma’dzirata, sa>michni>.Laqad cha>waltu inja>zi ha>dza>l-amala khila>la usbu>’a, wa tubayyinu anni> ‘a>jizata an itma>mihi. Min fadzlika hal yumkinuni> an athluba ta'ji>lal-waqta ila> usbu>’il-qa>dimi?/ ‘Pak, maafkan saya, maaf. Saya telah mengerjakan tugas ini selama satu minggu, anda menjelaskan bahwa saya tidak mampu untuk menyelesaikan tugas ini. Jika anda berkenan, mungkinkah saya meminta waktu sampai minggu depan?’
Pada tuturan (25) kata ma’dzirah bergabung dengan tarkib nida>’ yaitu ya>
usta>du. Tarkib ini terdiri dari alat nida>’ “ya>” yang menunjukkan bahwa
muna>danya dekat, sedangkan muna>da pada tuturan di atas berupa naqirah
maqsu>dah, karena orang yang diajak bicara telah diketahui. Kata ma’dzirah pada
tuturan di atas juga bergabung dengan kata yang berekspresi permohonan maaf,
yaitu sa>michni>. Kata sa>michni> pada tuturan di atas berfungsi untuk menegaskan
permohonan maaf penutur.
b. Kata ma’dzirah berada pada tengah tuturan
Penutur menggunakan kata ma’dzirah pada tengah tuturan bertujuan
untuk memberikan alasan atas kesalahannya, kemudian tidak hanya itu, penutur
juga memperkuat alasan tersebut dengan kalimat setelah kata ma’dzirah.
Penggunaan kata ma’dzirah ditemukan berada dalam kontruksi. Berikut contoh
tuturan tersebut:
Tuturan26:
)M: Sa: 1(.خلضور متأخرا معذرة .جتماع حلل الواجباليوم اإل عفوا نسيت أن لدينا )26(
/‘Afwan nasi>tu an ladaina>l-yaumal-ijtima>’a lichallil-wa>jiba. Ma’dzirata likhudhu>ri muta'akhiran/.
59
‘Maaf saya lupa bahwa hari ini kita mempunyai pertemuan untuk mengerjakan tugas. Maaf untuk datang terlambat’. Pada tuturan di atas, kata ma’dzirah tidak berdiri sendiri, melainkan
berada dalam kontruksi jumlah fi’liyah. Jumlah fi’liyah tersebut terdiri dari fi’il
yang terhapus, yaitu أعتذر /a’tadziru/, maf’ul muthlaq, yaitu معذرة /ma’dzirata/
sebuah kata permohonan maaf dan juga maf’ul tsa>ni, yaitu خلضور متأخرا /likhudhu>ri
muta’akhiran/ sebuah penjelasan dari permohonan maaf tersebut.
F. Bentuk dan Makna Kata /أعتذر/A’tadzir /.
1. Pengertian Kata A’tadzir
kata أعتذر /a’tadzir / dan معذرة / ma’dzirah/ keduanya berasal dari akar kata yang
sama. Merupakan fi’il mudha>ri’ dengan waza>n علتإف /ifta’ala/. Fi’il tersebut
berdhami>r mustatir taqdiruhu ana>. al-Adaileh (2007: 148), menyepadankan kata
a’tadzir dengan kata apologize.
2) Kontruksi Kata A’tadzir dalam Tuturan Permohonan Maaf
a. Kata a’tadzir berada pada awal tuturan
Penutur mengunakan kata a’tadzir di awal tuturan dengan maksud bahwa
penutur lebih menekankan permohonan maaf atas kesalahan yang telah ia lakukan.
Pada penelitian ini, kata a’tadzir ditemukan dalam satu bentuk, yaitu berada dalam
kontruksi jumlah fi’liyah.
Tuturan 27:
و مل أقدر على ... وقعت يف الزحام و فيه التصادم... ريعلى تأخّ يا أستاذنا أعتذركم )27(
(R: S:6) خروجه
60
/A’tadzirukum ya> usta>dzana> ala> ta'akhkhuri>… waqa’tu fi>z-zucha>mi wa fi>hit-tasha>dum.. wa lam aqdiru ala> khuru>jihi/. ‘Saya mohon maaf prof, atas keterlambatanku. Saya terjebak macet karena kecelakaan. Dan saya tidak dapat keluar darinya’. Tuturan (27)di atas kata a’tadzir tidak berdiri sendiri, melainkan bergabung
dalam sebuah kontruksi. Kata tersebut diikuti oleh charf nida>’ yang menggunakan
muna>da mufrad ma’rifah. Huruf nida>’ dijumpai pada tuturan tersebut befungsi
untuk mengambil perhatian mitra tutur. Muna>da (orang yang dipanggil) yang
digunakan berbentuk gelar, yaitu “usta>dzuna>”, kata itu digunakan oleh penutur
karena penutur menghormati mitra tutur.
2. Kata a’tadzir berada pada tengah tuturan
Penutur menggunakan kata a’tadzir di tengah kalimat karena penutur
menginginkan untuk menjelaskan kejadian yang terjadi, kemuadian ia akan
memohon maaf atas kesalahannya tersebut. Tidak hanya demikian, penutur juga
menegaskan alasannya dengan memberikan penjelasan yang lain. Kata a’tadzir
ditengah tuturan pada penelitian ini dapat berada dalam kontruksi jumlah fi’liyah
dan jumlah ismiyah.
Tuturan 28:
و أرجو مساحتكم على .. على ذلك أعتذركم... كتابة االسم خاطئة أرى أنّ )28(
(R: S: 7) ..جتديدها
/Ara> anna kita>batal-isma kha>thi'ata.. a’tadzirukum ala> dza>lika. Wa arju> sama>chatakum ala> tajdi>diha>/. ‘Saya melihat bahwa terjadi kesalahan dalam penulisan nama. Saya mohon maaf atas itu. Saya mohon kelapangan hati anda agar saya dapat menggantinya’.
61
Jumlah fi’liyah pada tuturan (28) di atas menggunakan fi’il أعتذر
/a’tadziru/ yang mengandung fa’il berupa dhami>r mustatir taqdiruhu ana>. Fi’il
tersebut merupakan fi’il muta’adi yang mempunyai objek dalam bentuk dha>mir
mustatir taqdiruhu antum, yaitu كم/kum/. Fi’il tersebut juga bergabung dengan
charfu ja>r على /ala>/ yaitu yang bermakna lam ta’li>l untuk mengutarakan sebuah
alasan.
Tuturan 29:
و ... و احلمد هللا ...و إن كان يوافق ما تريد... لقد اجنزت عملي ... يا سعادة املدير )29(
...S: :(R (2 إلبداله إن شاء اهللا كما طلبتو أرجو مساحتك ... منه أعتذر أنا...إال
/Ya> sa’a>datal-mudi>ri… laqad anjaztu amali>..wa in ka>na yuwa>fiqu ma> turi>d.. wal-chamdulillah..wa illa>,, ana> a’tadziru minhu.. wa arju> sama>chataka li ibda>lihi in sya>’alLah kama> thalabta/. ‘Pak direktur yang mulia, saya telah berusaha menyelesaikan tugasku, apabila sesuai dengan apa yang anda inginkan, Alhamdulillah. Apabila tidak sesuai, saya mohon maaf dari itu. Saya mohon kerelaan hati anda agar saya dapat menggantinya sesuai dengan yang anda inginkan.InsyaAllah’. Kata a’tadzir di atas berada pada kontruksi jumlah fi’liyah. Fi’il yang
digunakan dalam tuturan tersebut adalah fi’il mudha>ri’ أعتذر /a’tadziru/. Kata
a’tadzir pada kalimat tersebut bergabung dengan ism dhamir أنا /ana>/, ism tersebut
merupakan kata ganti orang pertama tunggal. Selain itu, kata a’tadzir juga
bergabung dengan charfu ja>r “min”, charf ini bermakna baya>n li jinsi, yaitu untuk
menjelaskan jenis kesalahannya.
62
G. Bentuk dan Makna Menggunakan Kata اعذر /I’tadzir/.
1. Pengertian Kata I’tadzir.
‘Adzran, ma’dzirah, a’tadzir dan i’tadzir merupakan kata yang berasal dari
wazan yang sama. I’tadzir merupakan fi’il amr dari dari يعذر -عذر /‘adzara-ya’dziru/
yang berarti maaf (Munawir, 1997: 909). Baalbaki dan Baalbaki (2006: 614) dalam
kamus al-Maurid menyepadankan ma’dzirah dengan to excuse, forgive, dan pardon
yang berarti memaafkan atau memberi ampun.
2) Kontruksi Kata I’tadzir dalam Tuturan Permohonan Maaf
Kata i’tadzir berada pada penelitian ini ditemukan dalam satu tuturan. Kata
tersebut berada di awal tuturan dan tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam
sebuah kontruksi. Berikut penjelasan tuturan tersebut.
Tuturan 30:
ىعل وعذرا عذرا. نوعاما تشبهه ألنك,زميلي أنك عأتوقّ كنت.دالسيّ هاأيّ ىنر ذتعإ اهللا ماشاء )30(
(A: S: 4) ماوقع
/Ma> sya>'alLah i’tadzirni >ayyuha>s-sayyida. Kuntu atawaqqa’a annaka zami>li>, liannaka tasya>bahahu nau’an ma>. ‘Adzran wa adran ala> ma> waqi’a/. ‘MasyaAllah maafkan saya tuan. Saya kira anda teman saya, karena anda mirip dengannya. Maaf sekali atas apa yang terjadi’.
Kata i’tadzir pada pada tuturan di atas bergabung dengan kalimah tayyibah,
yaitu اهللا ماشاء /ma> sya>'alLah/ kalimat tersebut berguna untuk mengungkapkan
ketakjuban. Selain itu, kata i’tadzir juga bergabung dengan charf nida>’ ./<ayyuha/ هاأيّ
Chaf tersebut digunakan untuk muna>da yang jauh. Muna>da pada tuturan tersebut
63
adalah ّدالسي /a’s-sayyida/, muna>da ini termasuk muna>da mufrad ma’rifah dengan alif
lam ma’rifah, yaitu muna>da tunggal dan sudah diketahui orangnya.
H. Bentuk dan Makna Kata /آسف/A>sif /.
1. Pengertian Kata A>sif.
Kata آسف /a>sif /merupakanism fa’il dari waza>n أسف– يأسف - أسفا /asifa-ya'safu-
asafan/. Kata a>sif menurut Yunus (1989: 42) berarti yang berduka cita atau yang
kasian. Sedangkan Baalbaki dan Baalbaki (2006: 64) menyepadankan kata آسف
/a>sif/ dengan (i am) sorry, excuse me, dan pardon me yang berarti maafkan saya.
Baalbaki dan Baalbaki (2006: 64) juga menyebutkan bahwa kata آسف /a>sif/ dan سفأ
/asif/ merupakan dua kata yang sama. Kedua kalimat ini sepadan dengan regretful
atau sad.
Berbeda dengan Baalbaki dan Baalbaki, al-Adaileh (2007: 148)
menyepadankan kata a>sif dengan sorry. Sama halnya dengan Al-adaileh, Chamani
dan Zareipur (2010: 143) juga menyepadankan kata a>sif dengan sorry. Kata ini
digunakan ketika berbicara dengan orang sebaya atau bisa juga digunakan saat
berbicara dengan orang yang belum akrab.
2. Kontruksi kata a>sif dalam tuturan permohonan maaf
64
a. Kata a>sif berada pada awal tuturan
1) Kata a>sif berdiri sendiri
Tuturan 31:
)M:7 :P(لست معتمد .آسف )31(
/A>sif. Lastu mu'tamidan/. ‘Maaf. saya tidak sengaja’.
Kata a>sif pada tuturan (31) di atas berdiri sendiri. Kata tersebut
diikuti olehfi’il laisa. Laisa pada tuturan di atas bermakna peniadaan. Selain
itu, laisa juga mengandung dhami>r mustatir taqdiruhu ana> yaitu huruf ت/tu/,
sehingga menjadi لست /lastu/.
2) Kata a>sif berada dalam kontruksi
Tuturan 32:
)M: :F (1 سآيت إليكن فور ما ميكن .نسيت موعد لقائنا .آسف أنا يا زمياليت )32(
/Ya> zami>la>ti> ana> a>sifa.Nasi>tu mau’ida liqa>'ana>. Sa'a>ti> ilaikunna fauran ma> yumkinu/. ‘Hai teman-temanku aku mohon maaf. Aku lupa akan janji pertemuan kita. Aku akan datang menemui kalian secepat mungkin’. Kata a>sif pada tuturan di atas bergabung dengan tarkib nida>’ dan juga
dhamir munfashil.Tarkib nida>’ pada tuturan tersebut terdiri dari charf nida>’ يا
/ya>/ yang menunjukkan bahwa muna>danya berada dalam keadaan dekat,
sedangkan muna>danya berupa mudha>f, yaitu ism ةزميال /zami>la>ti/ yang
diidhafahkan kepada ya’ mutakallim.
65
b. Kata a>sif berada pada tengah tuturan
Kata a>sif yang berada pada tengah tuturan pada penelitian ini ditemukan
berada dalam kontruksi. Berikut penjelasannya.
Tuturan 33:
من آسف أنا. لقد أخطأت بغري عمد يف كتابة إسم حضرتك الكامل .أيا مشرفنا املكرم )33(
سأصححه . أطلب العفو منكم فإين لست قاصدا هذا التقصري. ائو من هذا اخلطنفسي
(F: M: 7) فورا ولن أعيد هذا األمر إن شاء اهللا
/Aya> musyrifana>l-mukarram. Laqad akhta'tu bi ghairi ‘amdin fi> kita>bati ismu khadratakal-ka>mila. Ana> a>sif min nafsi> wa min hadza>l-khatha>'i>. Athlubul-‘afwa minkum fainni> lastu qa>sidan hadza> a’t-taqsi>ra. Saushachichuhu fauran wa lan a’i>du hadza>l-amra in sya>'alLah/. ‘Pak pembina yang mulia. Saya tidak sengaja telah salah dalam menulis nama lengkap anda. Saya mohon maaf dari diriku dan kesalahan ini. Saya mohon maaf, saya tidak bermaksud untuk itu. Akan saya perbaiki kesalahan saya sesegera mungkin dan semoga saya tidak mengulanginya lagi, insyaAllah’. Kalimat “ana> a>sif min nafsi> wa min hadza>l-khatha>’i>” merupakan
kontruksi a>sif pada tuturan (33) di atas. Kata a>sif pada kalimat tersebut
bergabung dengan dha>mir أنا /ana>/ yang digunakan untuk mempertegas
permohonan maaf dan juga bergabung dengancharf ja>r من /min/ yang bermakna
a’s-sababiyah wa a’t-ta’li>l, yaitu untuk menjelaskan alasan penutur memohon
maaf.
I. Bentuk dan Makna Kata محنيسا /Sa>michni>/.
1. Pengertian Kata Sa>michni>
66
Kata sa>michni> terdiri dari dua morfem, yaitu fi’il محسا /sa>mich/ dan dhami>r ين
/ni>/. Fi’ll محسا /sa>mich/ dalam kamus Munawwir (1984: 657) merupakan fi’il amr
yang berarti maafkan. Dhami>r ين /ni>/ adalah dhami>r muttasil orang pertama tunngal.
Dhami>r ini berposisi sebagai maf’ul darifi’il محسا /sa>mich/.
Baalbaki dan Baalbaki (2006: 453), beliau menyebutkan fi’il tersebut dengan
arti to forgive atau memaafkan. Senada dengan Baalbaki dan Baalbaki, al-Adaileh
(2007: 153) juga menyepadankan kata sa>michni> dengan forgive me. Kata ini
digunakan ketika berbicara dengan seseorang yang akrab.
2) Kontruksi Kata Sa>michni> dalam Tuturan Permohonan Maaf
a. Kata sa>michni> berada pada awal tuturan
Kata sa>michni> pada awal tuturan ditemukan dalam sebuah kontruksi.
Brikut contoh dari tuturan yang menggunakan kata sa>michni> di awal tuturan.
Tuturan 34:
)Sa:: M 2(هذا االمر أن أحسن ساحمين )34(
/Sa>michni> an achsina ha>dza>l-amra/. ‘Maafkan saya, saya akan perbaiki perkara ini’. Pada tuturan di atas, kata sa>michni> bergabung dengan charf أن/an/
masdariyah. Charf ini berguna untuk merubah fi’il menjadi sebuah ism, yaitu
ism masdar. Sehingga fi’il أحسن /achsina/ berubah fungsi menjadi ism.
67
Tuturan 35:
و اجلامعة األنظمة أعرف مل و اجلامعة هذه يف جديد طالب أنا .ديياسيّ ساحمنا )35(
(A: S: 3) الدراجات أو للسيارات املوقف نظام بشأن مايتصل باألخص
/Sa>michna> ya> sayyidi>. ana> tha>libun jadi>dun fi> ha>dzihil-ja>mi’ati wa lam a’rif a’l-andhimatal-ja>mi’ata wa bil akhshi ma> yattashilu bi sya'ni nidha>mal-mauqifi lis-sayya>ra>ti au a’d-daraja>ti/. ‘Maafkan kami tuan. saya mahasiswa baru di kampus ini dan saya tidak mengetahui peraturan kampus, khususnya yang bersangkutan dengan peraturan parkiran untuk mobil atau sepeda’. Tuturan (35) di atas menggunakan kata sa>michni yang bergabung
dengan tarkib nida>’. Tarkib tersebut terdiri dari charf nida>’ يا /ya>/ yang
menunjukkan bahwa muna>danya berada dalam keadaan dekat. Sedangkan
muna>da dalam tuturan tersebut berupa muna>da mufrad ma’rifah, yaitu ّديسي
/sayyidi>/.
b. Kata sa>michni> berada pada tengah tuturan
Kata sa>michni yang berapada di tengah tuturan dapat berdiri sendiri
maupun bergabung dalam kontruksi, berikut penjelasannya:
1) Kata sa>michni> berdiri sendiri
Tuturan 36:
ذه أ .أنا طالب مستجدّ )36( ن ملا دخلت هذه موقف ال أجد أل, نظمةفما علمت
ذا األأعلم لو أنّ لدي ال, نظمة أقرأهاأ أيّ :M).عفوا.ساحمين.مرك قد اوجبتين
Sa:3)
68
/Ana> tha>libun mustajjidun. Fama> ‘alimtu biha>dzihi andzimah, li'ana lima> dakhaltu ha>dzihi mauqifa la> ajidu ayya andzimah aqra'uha>. Lidza> la> a’lamu lau annaka qad aujabtani> bi ha>dza> al-amra.Sa>michni>.‘Afwan/. ‘Saya mahasiswa baru. Saya tidak mengetahui peraturan ini, karena pada saat saya masuk ke tempat parkir, saya tidak mendapatkan atuaran apapun yang saya baca, maka dari itu saya tidak tahu jika anda mewajibkanku untuk perkara ini. Maaf. Maaf’. Pada tuturan (36) di atas, kata sa>michni> berdiri sendiri. Kata tersebut
bergabung dengan kata permmohonan maaf yang lain untuk mempertegas
permohonan maaf, yaitu kata عفوا /‘afwan/. Kata ‘afwan tersebut merupakan
maf’ul muthlaq dari fi’il yang terhapus.
2) Kata sa>michni> berada dalam kontruksi
Tuturan 37:
لقد حاولت . يف حضور الفصل أخريت ىعل ساحمين معذرة.يا فضيل األستاذ )37(
الذهاب من البيت مبكرا، ولكن قد طرأت يف الطريق حادثة، فال أستطيع أن أمر
. ختيار طريق آخر إىل املدرسةإو يف املرة القادمة سأحاول عدم التأخري ب. بسرعة
(F: M: 6)
/Ya> fadhilal-usta>dz. Ma’dzirata sa>michni> ‘ala> ta'khi>ri fi>chudhu>ril-fashla. Laqad cha>waltu a’dz-dziha>ba minal-baiti mubakkiran, walakinna qad thara'tu fi>th-thari>qi cha>ditsata, fala> astathi’a an amura bisur’ati. Fi>l-marratal-qa>dimata saucha>wilu adamut-ta'khi>ri biikhtiya>ri thari>qa a>khara ila> madrasati/. ‘Ustadz yang mulai. Maaf maafkan saya atas keterlambatanku dalam menghadiri kelas. Saya telah berusaha berangkat dari rumah pagi-pagi buta, akan tetapi secara tidak sengaja di jalan terjadi kecelakaan, maka dari itu saya tidak dapat berjalan dengan cepat. Pada kesempatan
69
mendatang saya akan berusaha untuk tidak terlambat dengan memilih jalan lain untuk ke sekolah’. Kalimat “ma’dzirata sa>michni>‘ala> ta’khi>ri fi> khudhu>ril-fashla”
merupakan kontruksi kata sa>michni> dalam tuturan (37) di atas. Pada
kalimat tersebut, kata sa>michni> bergabung dengan ism masdar dan juga
charf ja>r على /‘ala>/. Ism masdar pada kalimat tersebut dimunculkan untuk
mempertegas permohonan maaf penutur, sehingga penutur memunculkan
kata permohonan maaf selain sa>michni>. Sedangkan charfu ja>r pada kalimat
tersebut bermakna من /min /, yaitu penutur memohon maaf dari kesalahan
yang telah ia perbuat.
c. Kata sa>michni> berada pada akhir tuturan
Tuturan 38:
هذه اجلامعة و هي لقد حدثت صدمة السيارة يف الطريق اىل, زمحة يف كل مكان يا دكتور )38(
الطريق الذي حدثت فيه احلادثة حيت جاءت من البوابة الرئيسية فال استطيع العبورة ذلك ريبةق
) :M.ل القاعة ألمسع اليك الدروسخأن أد ساحمين...فتأخرت بذلك , يم املرورظشرطة لتن
Sa: 6)
/Yachmatu fi> kulli maka>ni ya> duktu>r, laqad chadasat shadmatisy-sayya>rati fi>th-tha>riq ila> ha>dzihil-ja>mi’ati wa hiya qari>bata minal-bawa>batir-ra'isiyati fala> astathi>’ul-ubu>rata dza>likath-thari>qal-ladzi chadasat fi>hi al-cha>ditsata chatta ja>'ati syarthati litanzhi>mil-maru>ra, fa ta'akhkhartu bidza>lika… Sa>michni> an adhulal-qa>’ata li asma’a ilaikad-duru>sa/. ‘Orang berdesak-desakan dimana-mana prof, telah terjadi tabrakan di jalan menuju kampus ini yaitu dekat dengan gerbang utama,
70
maka dari itu saya tidak dapat melintas jalan itu yang sedang terjadi kecelakaan sampai datang polisi lalu lintas untuk menertibkan jalan, maka saya terlambat karena itu…Maafkan saya untuk masuk aula untuk mendengarkan pelajaranmu’. Tuturan (38) di atas mengandung kata sa>michni> yang berada dalam
kontruksi. Kata tersebut bergabung dengan charf أن /an/. Charf ini adalah charf an
masdariah, yaitu charf an yang berfungsi untuk merubah fungsi fi’il menjadi
fungsi ism. Pada tuturan tersebut fi’il أدحل /adhula/ berubah fungsi menjadi fungsi
ism sehingga fi’il tersebut dapat bergabung dengan fi’il ساحمين /sa>michni>/.