Download - BAB II bio tan lin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
&
PEMBAHASAN
2.1 Contoh / aplikasi Bioteknologi Tanah
2.1.1 Teknologi Kompos Bioaktif
Proses pengkomposan alami memakan waktu yang sangat lama,
berkisar antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut
benar-benar tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan
mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi.
Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari
beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak
tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses
pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio,
Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.
Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan
mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan
berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec
dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan
filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah
Trichoderma pseudokoningii , Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih.
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi
sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos.
Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk
mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman.
6
2.1.2 Biofertilizer
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam
penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting
tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan
aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74%
kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan
tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia
bagi tanaman.
Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup
bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp yang hidup di
dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan ( leguminose ). Mikroba penambat N
non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat
N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan
mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah
mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya
memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak
tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan
mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan
menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus
megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P
adalah Mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis
mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan
endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan
hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih
tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah
Glomus sp dan Gigaspora sp.
Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba
7
akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih
besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara
lain: Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa
khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari
setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara
lain: Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST dan Simbionriza
2.2 Contoh / aplikasi Bioteknologi Lingkungan
2.2.1 BIOGAS
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob).
Komponen biogas antara lain sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 %
CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2, H2, & H2S.
Pembuatan Biogas:
Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu
dapat mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa
biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk
Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan
organik secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk
menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas metan
(yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas
inilah yang disebut biogas.
Bakteri yang membantu
pembentukan biogas :
a) Bakteri
fermentative
b) Bakteri asetogenik
c) Bakteri metana
8
2.2.2 Mikroorganisme Pengolah Limbah
Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk
mengolah limbah sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya,
industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan
mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai.
Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang
memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan
material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme yang
digunakan umumnya bakteri aerob.
Proses pengolahan air limbah
a) Pengumpulan
b) Pemilahan
c) Pengaliran limbah
d) Pengendapan
e) Proses aerob
f) Kucuran air
g) Proses anaerob
h) Sumber energy
i) Pembuangan sampah
2.2.3 Cacing Tanah
Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai
tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta.
Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan
cacing terbesar terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan
sekitarnya.
Manfaat Cacing Tanah
Mengurangi pencemaran sampah organic
Menyuburkan Tanah
Memperbaiki aerasi dan struktur tanah
Meningkatkan ketersediaan air tanah
9
Makanan manusia
2.2.4 Agen Biokontrol
Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme
pathogen dan hama. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika
terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan
mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak
daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat
menyeimbangakan populasi kedua jenis organisme ini, maka hama dan
penyakit tanaman dapat dihindari.
Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain: Bacillus
thurigiensis (BT), Bauveria bassiana , Paecilomyces fumosoroseus, dan
Metharizium anisopliae . Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh
berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit
tanaman misalnya: Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit
tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih),
dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran antara
lain: Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P dan Hamago.
2.2.5 Penggunaan bakteri untuk mengatasi limbah logam berat
Limbah pabrik yang banyak mengandung logam berat dapat
dibersihkan oleh mikroorganisme yang dapat menggunkan logam berat
sebagai nutrien atau hanya menjerab (imobilisasi) logam berat.
Mikrooganisme yang dapat digunakan dianatranya adalah Thiobacillus
ferroxidans dan Bacillus subtilis. Thiobacillus ferrooxidans mendapatkan
energi dari senyawa anorganik seperti besi sulfida dan menggunkan energi
untuk membentuk bahan bahan yang berguba seperti asam fumarat dan
besi sulfat (Budiyanto,MAK.2003).
10
Thiobacillus ferrooxidans
Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Eubacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Acidithiobacillales
Famili : Acidithiobacillaceae
Genus : Acidithiobacillus
Spesies : Acidithiobacillus ferroxidans
11
Morfologi
Bakteri Thiobacillus ferrooxidans adalah Bakteri gram negatif aerobik
khemolitotrofik Bakteri berbentuk batang. Merupakan bakteri saprofit, yaitu
bakteri yang hidupnya dari sisa-sisa organisme mati atau sampah, Thiobacillus
adalah warna, dengan kutub flagella bakteri. Mereka memiliki sebuah besi oxida,
yang memungkinkan mereka untuk memetabolisme ion besi.
Fisiologi
Thiobacillus ferrooxidans adalah bakteri di udara. Termasuk bakteri
thermophilic, yaitu hidup pada suhu 45-50o C. Selain itu juga termasuk ke dalam
bakteri acidophilic, yang hidup pada pH dari 1,5 menjadi 2.5. Beberapa spesies,
hanya tumbuh pada pH netral.
Ekologi
Thiobacillus ferrooxidans yang paling umum adalah jenis bakteri tambang
di tumpukan sampah. Organisme ini adalah acidophilic (asam loving), dan
meningkatkan tingkat oksidasi pyrite Tailing tumpukan di tambang batu bara dan
deposito. Menurut Breemen (1993), kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit
ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, kecepatan perubahan hasil
oksidasi, dan kapasitas netralisasi. Proses oksidasi yang dapat membahayakan,
karena memproduksi sulfuric acid, yang merupakan alat utama. Namun, juga
dapat bermanfaat dalam pemulihan bahan seperti tembaga dan uranium.
Ferrooxidans untuk membentuk sebuah hubungan simbiotik dengan anggota
bakteri jenis Acidiphilium, bakteri yang mampu pengurangan besi. Jenis lainnya
Thiobacillus tumbuh dalam air dan endapan; terdapat kedua jenis air tawar dan air
laut.
Peranannya dalam lingkungan
Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batu bara.
Pembakaran batu bara merupakan metode pemanfaatan batu bara yang telah
sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebagai akibat pembakaran
langsung batu bara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam
batu bara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak
negatif bagi lingkungan.
12
Salah satu alternatif yang paling aman dan ramah terhadap lingkungan untuk
desulfurisasi batubara adalah secara mikrobiologi menggunakan bakteri
Thiobacillus ferrooxidans dan Thiobacillus thiooxidans. Penggunaan kombinasi
kedua bakteri ini ditujukan untuk lebih mengoptimalkan desulfurisasi.
Thiobacillus ferooxidans memiliki kemampuan untuk mengoksidasi besi dan
sulfur, sedangkan Thiobacillus thiooxidans tidak mampu mengoksidasi sulfur
dengan sendirinya, namun tumbuh pada sulfur yang dilepaskan setelah besi
teroksidasi.
Desulfurisasi batubara secara mikrobiologi dengan menggunakan kedua
bakteri tersebut memiliki beberapa kelebihan, dibandingkan desulfurisasi secara
kimiawi, yaitu lebih efisien, ekonomis dan ramah lingkungan. Selama ini,
memang telah dilakukan beberapa penelitian mengenai desulfurisasi batubara,
tetapi hasilnya masih kurang optimal. Diharapkan dengan adanya desulfurisasi
batubara, dapat mengurangi kadar sulfur batubara, dengan tujuan setidaknya dapat
mengurangi polutan sulfat di lingkungan, mengingat batubara sebagai energi
alternatif pengganti minyak bumi dimasa mendatang.
Bioleaching
Bioleaching merupakan suatu proses untuk melepaskan (remove) atau
mengekstraksi logam dari mineral atau sedimen dengan bantuan organisme hidup
atau untuk mengubah mineral sulfida sukar larut menjadi bentuk yang larut dalam
air dengan memanfaatkan mikroorganisme (Brandl, 2001). Sementara Bosecker
(1987) mengungkapkan bahwa bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi
logam yang dilakukan dengan bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa
logam yang tidak dapat larut menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut
dalarn air melalui reaksi biokirnia. Bioleaching logam berat dapat rnelalui
oksidasi dan reduksi logam oleh mikroba, pengendapan ion-ion logam pada
permukaan sel rnikroba dengan menggunakan enzim, serta menggunakan
biomassa mikroba untuk menyerap ion logam (Chen dan Wilson, 1997). Bakteri
yang digunakan dalam proses tersebut antara lain adalah bakteri Pseudomonas
fluorescens, Escherichia coil, Thiobacillus ferrooxidans dan Bacillus sp sebagai
13
bakteri leaching yang mampu melarutkan senyawa timbal sulfida sukar larut
menjadi senyawa timbal sulfat yang dapat larut melalui proses biokimia.
Tahapan dalam Bioleaching:
Pembakaran pirit (FeS2)
Pada langkah pertama, disulfide secara spontan dioksidasi menjadi tiosufat oleh
besi ferri (Fe3+), yang kemudian akan dikurangi untuk memeberikan besi ferrous
(Fe2+)
FeS2 + 6 Fe3+ + 3 H2- à 7 Fe 2- + S2O3 2- + 6 H- (1) spontan
Besi ferrous ini kemudian dioksidasi oleh bakteri aerob :
4Fe2+ + O2 + 4H+ à 4Fe3- + 2H2O (2) Oksidasi besi
Tiosulfat juga dioksidasi oleh bakteri untuk memberikan sulfat ;
S2o32- + 2O2 + H2O à 2SO4 2- + 2H- (3) oksidasi belerang.
Besi-besi dihasilkan dalam reaksi 2 sulfida teroksidasai lebih seperti pada reaksi
1, menutup siklus dan diberi reaksi bersih
2 FeS2 + 7O2 + 2H2O à 2Fe2+ + 4SO4 2- + 4H- (4)
14
Produk bersih reaksi yang larut yaitu ferro sulfat dan asam sulfat.
Proses oksidasi mikroba terjadi pada membrane sel bakteri. Bebrapa electron
masuk ke dalam sel yang digunakan dalam proses biokimia unutk menghasilkan
energy bagi bakteri sementara mengurangi oksigen ke air. Reaksi kritis adalah
oksidasi sulfide dengan besi besi. Peran utma dari bakteri adalah langkah
regenerasi reakttran ini. Proses untuk tembaga sangat mirip, namun efisiensi dan
kinetika tergantung pada mineral temabah. Mineral temabaga utama kalkopirit
(CuFeS2) jumlah melimpah dan sanagt efisien. Pencucian CuFeS2 terdiri dari 2
tahap yaitu menajdi teralrut dan kemudian lebih lanjur oksidasi, dengan Cu2+ ion
yang tertinggal dalam larutan (Novi hidayatullah, dkk.2011).
Pencucian kalkopirit ;
CuFeS2 + 4 Fe3+ à Cu2- + 5Fe2- + 2 S (1) spontan
4Fe2+ + O2 + 4 H+ à 4 Fe 3- + 2 H2O (2) oksidaisi besi
2 S + 3O2 + 2H2O à 2 SO4 2- + 4 H- (3) oksidasi belerang
CuFeS2 + 4 O2 à Cu2- + Fe 2- + 2 SO4 2- (4) Reaksi berakhir
Secara umum, sulfide yang pertama dioksidsi menajdi sulfur elemental,
sedangkan sulfide yang teroksidasi untuk membentuk tiosulfat, dan proses ini
dapat diterapkan pada biji sulfide lain. Dalam hal ii tujuan tunggal langkah bakteri
adalah regenerasi Fe 3+ sulfidik bijih besi dapat ditambhakan untuk mempercepat
proses dan menyediakan sumber besi. (Novi hidayatullah, dkk.2011).
15
Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Bakteri Thiobacillus ferrooxidans
Keuntungan
- Kehadiran bakteri secara signifikan dapat meningkatkan kecepatan
proses pencucian secara keseluruhan
- Thiobacillus ferrooxidans akan mengoksidasi senyawa besi
belerang (besi sulfida) di sekelilingya. proses ini membebaskan
sejumlah energi yang akan digunakan untuk membentuk senyawa
yang diperlukan dan menghasilkan senyawa asam sulfat dan besi
sulfat. kedua senyawa ini akan menyerang bebatuan di sekitar
tembaga sehingga dapat lepas dari bijinya.
- Thiobacillus ferrooxidans akan mengubah tembaga sulfida yang
tidak larut dalam air menjadi tembaga sulfat yang larut dalam air.
Ketika air mengalir melalui batuan, senyawa tembaga sulfat akan
ikut terbawa dan lambat laut terkumpul dalam kolam berwarna
biru cemerlang
- Dalam lingkungan tanah, T.ferrooxidans berguna sebagai sumber
slow release fosfat dan sulfat untuk pemupukan tanah. (Kuenen, J.
Gijs, et al.1992)
16
- Thiobacillus ferroxidans merupakan bakteri kemolitotrof, dimana
bakteri kemo dapat mengambil dan mngumpulkan io-ion logam
beracun sehingga bermanfaat untuk memindahkan polutan dari air
limbah. usaha memperbaiki kualitas lahan termasuk tanah dan air
serta pencemaran dengan menggunakan mikroorganisme disebut
bioremediasi (wujaya,jati.2008).
- Thiobacillus dapat membantu produsen logam menghemat energi,
mngurangi polusi dan demikian menekan biaya produksi(Majalah
Tempo,2010).
- Dalam hal tujuan tunggal langkah bakteri adalah regenerasi Fe 3+
sulfidik bijih besi dapat ditambhakan untuk mempercepat proses
dan menyediakan sumber besi
Kerugian
Bakteri Thiobacillus ferrooxidans pengoksidasi Fe (mengubah Fe3+
yang bersifat sebagai ion terlarut menjadi Fe (OH)3) yang bersifat tidak larut)
dapat menimbulkan korosi. Prose korosi secara mikrobiologis tidak berarti
logam tersebut dimakan oleh mikroorganisme tetapi akibat pertumbuhan
mikrobe tersebut yang mengahsilakn senyawa, Yang bersifat korosif misalnya
asam (Waluyo,Lud.2009). Produk sampingan lain dari metabolisme (asam
sulfat) bakteri T. ferrooxidans kadang-kadang berhubungan dengan korosi
oksidatif dari beton dan pipa. (Kuenen, J. Gijs, et al.1992). Hal ini disebabkan
karena mikroba tersebut mampu mendegradasi logam melalui reaksi redoks
untuk memperoleh energi bagi keberlangsungan hidupnya.
2.2.6 Dekomposisi Minyak Bumi
Degradasi minyak bumi dapat dilakukan dengan memanfaatkan
mikroorganisme seperti bakteri, beberapa khamir, jamur, sianobakteria,
dan alga biru. Mikroorganisme ini mampu menguraikan komponen
minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan
menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Mikroorganisme ini
berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi
17
minyak bumi menjadi gas karbon dioksida (CO2). Sebagai contoh, bakteri
pendegradasi minyak bumi akan menghasilkan bioproduk seperti asam
lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer yang dapat meningkatkan porositas
dan permeabilitas batuan reservoir formasi klastik dan karbonat apabila
bakteri ini menguraikan minyak bumi.
Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi
berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya, yaitu
komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme dan
komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri
merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi,
yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke
dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen
ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di dalam minyak
bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini biasanya
merupakan pengoksidasi alkana normal.
Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen
yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi.
Hal ini menyebabkan bekteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih
sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan
pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri
ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang masih ada
setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi yang mudah didegradasi.
Jenis Hidrokarbon yang Didegradasi Mikroba
a) Hidrokarbon Alifatik
Mikroorganisme pedegradasi hidrokarbon rantai lurus
dalam minyak bumi ini jumlahnya relatif kecil dibanding
mikroba pendegradasi hidrokarbon aromatik. Di antaranya
adalah Nocardia, Pseudomonas, Mycobacterium, khamir
tertentu, dan jamur. Mikroorganisme ini menggunakan
18
hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan
hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik
(menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini
tidak didegradasi oleh mikroba (sebagai pengecualian
adalah bakteri pereduksi sulfat).
Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik
b) Hidrokarbon Aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron
secara aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari
genus Pseudomonas. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri
diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol
atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan
senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi
menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs
(siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
19
Gambar 2. Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik
Faktor Pembatas Biodegradasi
Kemampuan sel mikroorganisme untuk melanjutkan pertumbuhannya
sampai minyak bumi didegradasi secara sempurna bergantung pada suplai
oksigen yang mencukupi dan nitrogen sebagai sumber nutrien. Seorang
ilmuwan bernama Dr. D. R. Boone menemukan bahwa nitrogen tetap
merupakan nutrien yang paling penting untuk degradasi bahan bakar.
Selain itu keaktifan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon juga
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti temperatur dan pH. Kondisi
lingkungan yang tidak sesuai menyebabkan mikroba ini tidak aktif bekerja
mendegradasi minyak bumi. Sebagai contoh, penambahan nutrien
anorganik seperti fosfor dan nitrogen untuk area tumpahan minyak
meningkatkan kecepatan bioremediasi secara signifikan.
20