BAB II
GAMBARAN UMUM STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT
KECAMATAN PASAR KLIWON TAHUN 1973-1998
A. Kondisi Demografis Kecamatan Pasar Kliwon 1973-1998
Kecamatan Pasar Kliwon merupakan salah satu dari lima kecamatan yang
ada di Kotamadya Surakarta. Sebagian wilayahnya berada di tengah kota dan
sebagian lagi berada di pinggiran Kotamadya Surakarta. Wilayah Kecamatan
Pasar Kliwon di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan
Kecamatan Jebres, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan
Kabupaten Sukoharjo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serengan dan
Kecamatan Banjarsari, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Sukoharjo.1
Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari sembilan kelurahan, yakni Kelurahan
Joyosuran, Kelurahan Gajahan, Kelurahan Baluwarti, Kelurahan Kauman,
Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Kedung Lumbu, Kelurahan Sangkrah,
Kelurahan Pasar Kliwon, dan Kelurahan Semanggi. Kecamatan Pasar Kliwon
pada 1974 juga terdiri dari 38 Rukun Kampung2 dan 347 Rukun Tetangga.3
1 BPS., Kecamatan Pasar Kliwon dalam Angka tahun 2012, (Surakarta:Badan Pusat Statistik Kota Surakarta), hlm. 2.
2 Rukun Kampung (RK) adalah pembagian wilayah di Indonesia dibawah desa atau kelurahan dan terdiri atas beberapa Rukun Tetangga (RT). RKbukan termasuk pembagian administrasi pemerintahan tetapi diakui dandilindungi pemerintah. RK dikoordinasi oleh Kepala Lingkungan sebagai
18
Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 4,82 km2 atau 481,5200
hektar. Pada 1984, penggunaan tanah di wilayah ini mayoritas merupakan
pekarangan atau tanah untuk bangunan dan halaman seluas 305,270 hektar
sedangkan 6,04 hektar merupakan tanah tegalan atau ladang.4 Dengan demikian,
lahan pemukiman di wilayah ini cukup padat.
1. Kondisi Penduduk
Pada 1974, jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon
mencapai 76.913 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk5 sebesar 15.957
jiwa/km2.6 Selain itu, wilayah ini juga terdiri dari 18.923 kepala keluarga. Jumlah
tersebut mengindikasikan bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Pasar
Kliwon pada masa itu sudah cukup tinggi. Kecamatan ini memiliki tingkat
pelaksana tugas Kepala Kelurahan dalam suatu wilayah tertentu. RK dipimpinoleh Kepala RK yang dipilih oleh pengurus RT dan tokoh masyarakat setempat.Wawancara dengan Santosa pada tanggal 5 November 2014.
Di Kota Surakarta, perubahan ini baru terjadi pada tahun 1985. Hal inidibuktikan dengan data statistik yang dikeluarkan oleh BPS pada tahun 1985 yangtidak lagi menggunakan istilah Rukun Kampung, tetapi menggunakan istilahRukun Warga (RW). Setelah perubahan tersebut, Kecamatan Pasar Kliwon terdiridari 100 RW dan 417 RT. Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1985,Koleksi Badan Pusat Statistik Kota Surakarta.
3 Statistik Kotamadya Dati II Surakarta tahun 1974-1975, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.
4 Statistik Kotamadaya Surakarta tahun 1984, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.
5 Kepadatan Penduduk adalah banyaknya penduduk per satuan luas.Kepadatan penduduk dibagi menjadi tiga jenis. Kepadatan penduduk kasar,menunjukkan banyaknya jumlah penduduk untuk setiap kilometer persegi luaswilayah. Kepadatan Fisiologis yang menyatakan banyaknya penduduk untuksetiap kilometer persegi wilayah lahan yang ditanami. Kepadatan Agraris,menunjukkan banyaknya penduduk petani untuk setiap kilometer persegiwilayah lahan yang ditanami. Badan Pusat Statistik, “Kepadatan Penduduk”,sirusa.bps.go.id, diakses pada 20 Maret 2015.
6 Statistik Kotamadya Dati II Surakarta tahun 1974-1975, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.
19
kepadatan tertinggi kedua di Surakarta setelah Kecamatan Serengan yang
memiliki tingkat kepadatan sebesar 19.342 jiwa/km2.
Gambar.1Peta Kecamatan Pasar Kliwon
Sumber: Monografi Kecamatan Pasar Kliwon, Kantor Kecamatan Pasar Kliwon
20
Tingginya tingkat kepadatan di Kecamatan Pasar Kliwon disebabkan
sebagian wilayah ini berada di tengah kota yang menjadi pusat perekonomian dan
kegiatan masyarakat. Wilayah ini juga terdiri dari kompleks keraton yang menjadi
pusat pemerintahan dan perekonomian sejak zaman kerajaan. Hal-hal tersebut
menjadi faktor penarik terjadinya laju urbanisasi dari wilayah di sekitarnya.
Apalagi kecamatan ini juga berbatasan dengan desa-desa di Kabupaten Sukoharjo.
Dinamika laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Pasar Kliwon akan
ditunjukkan dalam tabel 1:
Tabel 1.
Jumlah Kepadatan Penduduk Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997
TahunLaki-laki
PerempuanJumlah
PendudukDatang Pindah
Kepadatanper Km2
1974 35.684 41.229 76.913 2.435 2.176 15.957
1975 30.132 32.364 62.496 2.724 2.328 12.966
1976 32.644 36.143 68.787 3.795 3.057 14.271
1977 33.483 36.579 70.062 3.499 2.883 14.536
1978 35.622 38.168 73.790 - - 15.309
1979 36.339 38.726 75.065 3.510 2.981 15.574
1980 37.029 39.601 76.630 3.682 2.971 15.898
1984 38.677 41.288 79.965 2.376 2.917 16.590
1989 39.729 42.296 82.025 2.075 2.111 17.018
1991 39.543 41.898 81.441 1.547 1.811 16.896
1995 40.305 42.443 82.748 1.346 1.509 17.168
1997 40.677 42.684 83.361 1.406 1.529 17.295
Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1997, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta
21
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di
wilayah ini cenderung meningkat setiap tahunnya, meskipun pada tahun-tahun
tertentu terjadi penurunan jumlah penduduk. Misalnya saja pada 1974 sampai
dengan 1975 terjadi penurunan laju pertumbuhan penduduk. Penurunan jumlah
penduduk yang terjadi antara 1974 sampai 1975 cukup mencengangkan karena
tingkat penurunan jumlah penduduknya dari 76.913 jiwa pada 1974 menjadi
62.496 jiwa pada 1975. Ini artinya, penduduk pada 1975 turun sekitar 14.417 jiwa
dari tahun sebelumnya.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kemerosotan jumlah
penduduk yang sangat besar antara tahun 1974 hingga 1975. Pertama, sistem
pencatatan atau pendataan yang kurang cermat. Patrice Levang mengungkapkan
bahwa walaupun semua departemen pemerintahan diwajibkan untuk melakukan
pengumpulan data dasar atau laporan mingguan, bulanan, dan tahunan, tetapi
keandalan data resmi Indonesia sangat rendah. Rendahnya keandalan data tersebut
terjadi karena adanya manipulasi angka dan kesalahan di setiap hierarkis pada
penyalinan atau penggabungan data. Namun demikian, Levang mengungkapkan
bahwa terjadi keajaiban statistik di tahap terakhir penggabungan data karena
kesalahan yang berturut-turut itu dilenyapkan dan besarannya tetap
dipertahankan.7
Pada data statistik Kotamadya Surakarta yang bisa dilihat pada Tabel 1
menunjukkan bahwa selisih jumlah penduduk antara tahun 1974 hingga 1975
mencapai 14.417 jiwa. Tetapi arus migrasi yang tercatat dalam data statistik
7 Lihat Patrice Levang, Ayo ke Tanah Sabrang: Transmigrasi diIndonesia, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2003), hlm. x-xiii
22
menunjukkan bahwa penduduk yang datang lebih banyak dibanding penduduk
yang pindah, sedangkan jumlah kelahiran mencapai 1.249 jiwa dan jumlah
kematian 445 jiwa.8 Ini artinya, jika merujuk pada data tersebut seharusnya terjadi
peningkatan jumlah penduduk di wilayah ini.
Kedua, ada kemungkinan bahwa sebagian masyarakat yang meninggalkan
wilayah ini yang luput dari pendataan atau pencatatan penduduk karena mereka
tidak melaporkan kepindahannya, baik kelurahan maupun kecamatan. Hal ini
disebabkan ada sebagian masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon yang sebenarnya
merupakan orang desa yang tinggal di kota pada saat selesai masa tanam dan
kembali lagi ke desa ketika masa panen atau disebut sebagai “masyarakat boro”.
Di antara mereka dapat juga digolongkan sebagai penduduk ilegal yang tinggal
dalam suatu wilayah.9 Mereka inilah yang dapat diduga tidak ikut dihitung atau
terdata pada saat pencatatan atau pendataan penduduk dilakukan.
Ketiga, penurunan jumlah penduduk secara drastis tersebut disebabkan
oleh tingkat kepadatan yang tinggi, yang membuat mereka harus pindah dari
wilayah ini menuju wilayah lain, untuk mencari penghidupan yang lebih baik dari
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan teori mengenai beberapa faktor pendorong arus
8 Ibid. Berdasarkan data kelahiran, kematian, dan migrasi yang terjadipada tahun 1975 dan menghitungnya menggunakan rumus pertambahan alami(pertambahan jumlah penduduk sama dengan jumlah kelahiran dikurangi jumlahkematian ditambah dengan jumlah penduduk yang datang dikurangi jumlahpenduduk yang pindah), maka akan didapat hasil sejumlah 1.200 jiwa. Hal iniberarti penduduk pada 1975 bertambah 1.200 jiwa dari tahun sebelumnya,sehingga jika menggunakan perhitungan tersebut maka seharusnya jumlahpenduduk pada tahun 1975 menjadi 78.113 jiwa. Mengenai rumus pertambahanalami lihat Saidihardjo, Dasar-dasar Kependudukan, (Yogyakarta: Bursa BukuYogyakarta, 1974), hlm. 41.
9 Wawancara dengan Hayati Sri Mumpuni pada tanggal 30 September2014.
23
migrasi atau mobilitas penduduk yang menyatakan bahwa migrasi dapat
dipengaruhi oleh pertambahan alami jumlah manusia yang mengakibatkan adanya
tekanan penduduk, perasaan tidak aman dan tidak puas pada tempat tinggal
lamanya yang umumnya berkaitan dengan masalah ekonomi.10
Jumlah penduduk di wilayah ini kembali meningkat secara drastis pada
1976 dengan jumlah penduduk sebesar 68.787 jiwa, naik 6.291 jiwa dari tahun
sebelumnya.11 Terjadinya penurunan jumlah penduduk yang cukup drastis pada
1975 dan kenaikan jumlah penduduk yang cukup drastis pada 1976 menunjukkan
bahwa tingkat mobilitas penduduk di wilayah ini cukup tinggi. Ketidakstabilan
terlihat terjadi pada periode 1970-an, sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk
pada periode 1990-an terlihat cukup stabil.
2. Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon Ditinjau dari Segi Etnis
Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari beragam etnis. Di
wilayah ini ada tiga golongan etnis penduduk yang cukup dominan, yaitu orang
Jawa, keturunan Arab dan keturunan Tionghoa. Orang Jawa merupakan mayoritas
di wilayah ini, disusul dengan keturunan Arab dan keturunan Tionghoa.
10 Harapan yang tidak terpenuhi pada masyarakat yang lama itu,sehingga harapan untuk dapat memenuhi keinginan ekonominya diletakkan padadaerah yang baru ia masuki. Lihat Soedigdo Hardjosudarmo, KebijaksanaanTransmigrasi dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia,(Djakarta: Bhratara, 1965), hlm. 24-25.
11 Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1976-1977, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta. Data statistik menunjukkan bahwa jumlah kelahiran padatahun 1976 sebesar 1.145 jiwa, jumlah kematian sebesar 496 jiwa, penduduk yangdatang sebesar 3.795, dan penduduk yang pindah sebesar 3.057. Dengan demikianjumlah pertumbuhan penduduk total pada tahun 1976 sebesar 1.387, sehinggajumlah penduduk pada tahun 1976 sesuai dengan data statistik dan perhitunganmenggunakan rumus pertumbuhan penduduk total seharusnya sebesar 63.883jiwa.
24
Pemukiman warga keturunan Arab telah ada sejak zaman kolonial
Belanda. Perkampungan keturunan Arab tepatnya berada di wilayah Kelurahan
Pasar Kliwon. Keberadaan perkampungan Arab di Pasar Kliwon dapat dilihat dari
dua aspek, yakni sebagai akibat dari politik pemukiman di masa lampau dan
sebagai perkembangan natural dari kota itu sendiri. Aspek politik pemukiman
maksudnya bahwa munculnya perkampungan Arab tidak terlepas dari
kebijaksanaan pemerintah zaman kerajaan maupun pada masa kolonial. Pola
pemukiman di daerah kerajaan tradisional Jawa seperti Surakarta masih mengikuti
pola konsentris dengan raja sebagai pusatnya yang mengacu pada pembagian
kelas sosial sentana dalem, abdi dalem dan kawula dalem. Dengan demikian
orang-orang Arab sebagai kelompok orang asing yang berada di luar sistem sosial
masyarakat Jawa dikelompokkan di daerah tertentu serta terpisah dengan
penduduk lainnya.12
Pengelompokan pemukiman Arab dipertajam dengan kebijakan
pemerintah kolonial Belanda untuk memisahkan pemukiman penduduk
beradasarkan ras dan etnis dengan menerapkan sistem wijken stelsel dan passen
stelsel. Wijken stelsel adalah kebijakan pemerintah kolonial untuk
mengelompokkan suatu etnis tertentu yang dalam hal ini etnis Arab ke dalam
suatu wilayah tertentu sebagai tempat pemukiman. Passen stelsel adalah suatu
peraturan untuk orang-orang Arab dan Tionghoa jika akan berpergian keluar
pemukiman harus meminta surat jalan terlebih dahulu.
12 Nurus Sholihah, 2009, “Tradisi Haul Habib Ali Al-Habsyi MasyarakatMuslim Muhibbin di Pasar Kliwon Surakarta tahun 1980-2006”, Skripsi, JurusanIlmu Sejarah FSSR UNS, hlm. 23-24.
25
Seiring dengan terjadinya perubahan ekologi kota serta pertumbuhan
penduduk Kotamadya Surakarta, maka di daerah Pasar Kliwon telah dihuni oleh
berbagai kelompok etnis yang tinggal secara berdekatan.13 Dalam
perkembangannya, masyarakat keturunan Arab tinggal menyebar berdampingan
dengan masyarakat Jawa dan Tionghoa di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon.
Masyarakat Keturunan Arab mayoritas bermukim di kawasan Kelurahan Pasar
Kliwon, Kelurahan Semanggi, dan Kelurahan Kedung Lumbu.14
Populasi masyarakat keturunan Tionghoa terbanyak menempati Kelurahan
Kedung Lumbu15 khususnya di daerah Loji Wetan dan Kelurahan Kampung
Baru.16 Mereka pada umumnya tinggal di sepanjang jalan utama di Kecamatan
Pasar Kliwon yang merupakan akses perdagangan di wilayah ini. Namun
demikian, tidak diketahui secara pasti jumlah penduduk keturunan di wilayah
Kecamatan Pasar Kliwon karena pemerintah tidak melakukan pendataan
penduduk berdasarkan etnisnya.17
3. Agama dan Kepercayaan
Agama merupakan faktor penting dalam kehidupan masyarakat. Agama
mengajarkan kepada masyarakat untuk taat dan patuh kepada Tuhan. Agama
mempunyai pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu.18
13 Ibid., hlm. 25-27.14 Wawancara dengan Senin pada tanggal 3 November 2014.15 Septa Catur Indrayana, 2014, “Dinamika Industri Kertas Masyarakat
Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta tahun 1974-1995”, Skripsi, Jurusan IlmuSejarah FSSR UNS, hlm.24.
16 Wawancara dengan Prakosa pada tanggal 3 November 2014.17 Wawancara dengan Jarka pada tanggal 3 November 2014.18 Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1994), hlm 207.
26
Oleh sebab itu, memeluk suatu agama atau kepercayaan merupakan hak asasi
yang dimiliki oleh setiap individu yang dijamin oleh pemerintah.
Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon adalah masyarakat yang plural
dalam hal agama. Di Kecamatan Pasar Kliwon tumbuh penganut agama-agama
yang telah diakui di Indonesia seperti Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan,
Hindu, dan Budha. Selain itu, di wilayah ini juga terdapat penganut Khonghucu
yang pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai sebuah agama dan digolongkan
ke dalam agama Budha. Berikut rincian data pemeluk agama di Kecamatan Pasar
Kliwon tahun 1974:
Tabel 2.
Jumlah Pemeluk Agama di Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997
Agama/Kepercayaan
Tahun
1974 % 1984 % 1997 %
Islam 60.233 78,31% 62.772 78,50% 64.691 77,60%
Kristen Katholik 6.783 8,82% 8.234 10,30% 9.129 10,95%
Kristen Protestan 6.046 7,86% 7.539 9,43% 7.851 9,42%
Hindu 379 0,49% 470 0,59% 593 0,71%
Budha 456 0,59% 950 1,19% 1.097 1,32%
Khonghucu 1.005 1,31% - - - -
Lainnya 2.011 2,61% - - - -
Jumlah 76.913 100% 79.965 100% 83.361 100%Sumber: Diolah dari Statitik Kotamadya Surakarta tahun 1974, 1984, dan 1997,
Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing agama di
Kecamatan Pasar Kliwon terus mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk. Data tersebut juga menunjukkan bahwa mayoritas penduduk
memeluk agama Islam. Meskipun mayoritas menganut agama Islam, tetapi dalam
kehidupan masyarakat Jawa terdapat dua varian agama Islam.
27
Menurut Koentjaraningrat, dua varian agama Islam adalah Kejawen dan
Islam santri. Varian pertama dalam agama Islam orang Jawa adalah bersifat
sinkretis atau yang menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu, dan Islam atau
yang biasa disebut sebagai Agami Jawi atau Kejawen. Varian kedua adalah agama
Islam yang puritan atau yang mengikuti ajaran agama secara lebih taat. Orang-
orang yang termasuk dalam kategori ini dinamakan orang santri sehingga disebut
oleh Koentjaraningrat sebagai Agama Islam Santri.19 Penggolongan yang
dilakukan oleh Koentjaraningrat ini juga mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat di Kecamatan Pasar Kliwon.
Kedua varian praktek keagamaan Islam masyarakat yang ada di
Kecamatan Pasar Kliwon hidup secara berdampingan. Namun demikian,
mayoritas masyarakat yang dikategorikan sebagai orang santri umumnya tinggal
di Kelurahan Kauman20 dan Kelurahan Pasar Kliwon. Apalagi, terdapat
masyarakat keturunan Arab khususnya yang berasal dari golongan sayid21 karena
19 Santri pada awalnya berarti siswa-siswa yang berasal dari sekolahpesantren atau penghuni kompleks pesantren. Tetapi kemudian istilah itu berubahmenjadi seorang yang taat pada agama Islam dan mengikuti ajaran-ajaran agamadengan sungguh-sungguh. Lihat Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta:Balai Pustaka, 1994), hlm. 310-313.
20 Menurut Babad Solo, Kauman merupakan tempat tinggal abdi dalemNgulama (ulama) yang berpangkat bupati termasuk semua bawahannya hinggakaum. R.M Sajid, Babad Solo, (Surakarta: Rekso Pustoko Istana Mangkunegaran,t.th), hlm. 63. Abdi dalem agama Islam ini dalam lingkungan kraton disebutdengan abdi dalem pamethakan (dalam bahasa Jawa berarti putih sehingga jugabiasa disebut dengan putihan) atau abdi dalem pengulon yang terdiri dari pengulu,katip, ngulama, damel, jaksa, ngulomiji, muazin, mudarin, kebayan, syarif, danmarbot. Kemudian kelompok agama yang dapat dimasukkan ke dalam abdi dalempamethakan adalah abdi dalem suranatan yang berfungsi mengurus MasjidSuranata dan Masjid Besar. Lihat Julianto Ibrahim, op. cit., hlm. 24.
21 Sayid adalah golongan masyarakat yang anggota-anggotanyamenganggap diri mereka sebagai cucu Rasulullah S.A.W dari satu-satunya putri
28
asal usulnya. Mereka yang berasal dari golongan sayid dan memiliki kedalaman
ilmu agama mendapat gelar penghormatan Habib. Sementara itu, varian Agami
Jawi (Kejawen) hidup secara menyebar di seluruh wilayah Kecamatan Pasar
Kliwon.
Hal yang menarik dalam data di atas (Tabel 2) adalah dimasukkannya
kategori agama Khonghucu dan kategori “lainnya” dalam data statistik tahun
1974. Hal ini menunjukkan bahwa penganut Khonghucu dan penganut penghayat
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di kategorikan secara terpisah dari
kelima agama yang sudah diakui oleh pemerintah. Keberadaan penganut
Khonghucu di wilayah ini yang mencapai 1.005 jiwa pada 1974 menunjukkan
bahwa terdapat cukup banyak masyarakat keturunan Tionghoa. Kategori
“lainnya” mengindikasikan bahwa ketika itu penghayat kepercayaan masih
dikelompokkan tersendiri dan belum dimasukkan ke dalam lima agama yang telah
diakui pemerintah.
Dapat dilihat pada data di atas (Tabel 2) bahwa pada tahun 1984 dan 1997
agama Khonghucu tidak lagi dimasukkan dalam data statistik. Hal ini disebabkan
adanya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor
477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978 yang menyatakan bahwa
hanya ada lima agama di Indonesia, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen
nabi yang memberi keturunan, Fatimah az Zahra. Seorang sayid yang memasukitempat manapun di dunia dengan sendirinya berhak atas posisi yang terhormat.Mereka dikenal memiliki kedalaman ilmu agama. Dalam masyarakat keturunanArab di Indonesia terdapat pelapisan sosial berdasarkan keturunan, yaknigolongan sayid dan bukan sayid. Baca Tugas Tri Wahyono, “Wanita KeturunanArab: Peranannya dalam Organisasi Partai Arab Indonesia (PAI) di Surakarta(1940-1942)”, dalam Patrawidya vol. 14 No.3, September 2013, hlm. 420-427.
29
Katolik, Hindu, dan Budha. Kemudian disusul Intruksi Presiden RI Soeharto
dalam Sidang Kabinet tanggal 27 Januari 197922 yang menyebutkan bahwa aliran
Konghucu bukanlah agama. Dengan demikian para penganut Khonghucu secara
administratif dan keorganisasian dimasukkan ke dalam agama Budha.
Umat beragama tentu membutuhkan tempat yang digunakan untuk
beribadah sesuai dengan ajaran agama atau kepercayaannya masing-masing. Oleh
sebab itu, di Kecamatan Pasar Kliwon juga terdapat tempat beribadah bagi
masing-masing umat beragama. Berikut pertumbuhan tempat ibadah di
Kecamatan Pasar Kliwon:
22 Matakin, “Sejarah dan Organisasi Agama Konghucu di Indonesia”,www.matakin.or.id, diakses pada 12 Oktober 2013.
30
Tabel 3.
Jumlah Tempat Ibadah Tiap Kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon tahun
1974-1997
Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1975 dan 1997,Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.
Data di atas (Tabel 3) memperlihatkan bahwa tempat ibadah umat Muslim
merupakan yang terbanyak di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Pada periode
tahun 1974 hingga 1997 yang berselang selama 23 tahun terjadi penambahan
jumlah bangunan Masjid sebesar 42 bangunan Masjid dan 16 bangunan Langgar
atau Mushola. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan bangunan Masjid jauh
lebih cepat daripada pertumbuhan Langgar atau Mushola. Hal ini bisa terjadi
karena adanya peningkatan fungsi bangunan Langgar atau Mushola menjadi
Masjid.
Jumlah bangunan Gereja (baik Gereja Protestan maupun Gereja Katholik)
di kawasan ini juga bertambah sebanyak tujuh bangunan Gereja pada periode
KelurahanMasjid
Langgar/Mushola
GerejaKuil/
Vihara,Klenteng
Pura
1974 1997 1974 1997 1974 1997 1974 1997 1974 1997Joyosuran 2 7 3 5 1 2 - - - -Gajahan 1 3 2 3 3 2 - - - -
Baluwarti 2 6 6 6 - 1 - - - 1Kauman 1 1 10 7 - - - - - -KampungBaru
1 2 2 7 2 2 1 - - -
Kedunglumbu - 3 2 7 2 2 1 - - 1Sangkrah - 6 3 1 - 2 - - - -Pasar Kliwon 4 7 3 4 1 - - - - -
Semanggi 3 21 3 10 - 6 - - - -Jumlah 14 56 34 50 9 17 2 0 0 2
31
1974-1975. Hal ini juga membuktikan umat Kristen juga mengalami pertumbuhan
di tengah masyarakat Muslim. Di wilayah ini juga terdapat dua tempat ibadah
umat beragama Budha, yakni Kuil/ Vihara/ Klenteng. Pada data statistik tahun
1974-1975 tercatat bahwa terdapat dua buah tempat ibadah agama Budha yang
masing-masing berada di Kedung Lumbu dan Kampung Baru.23 Namun demikian,
tempat ibadah umat Budha seperti Kuil, Vihara, dan Klenteng tidak dicantumkan
lagi dalam data statistik pada 1997.24 Tidak diketahui secara pasti penyebab tidak
tercatatnya tempat ibadah umat agama Budha di wilayah ini dalam data statistik.
Ada kemungkinan terjadi kesalahan dalam data statistik karena Vihara yang ada di
Kedung Lumbu masih terus digunakan sebagai tempat ibadah sebelum akhirnya
pindah pada tahun 2005 ke wilayah Kelurahan Kepatihan Kulon.25 Sementara itu,
tidak diketahui secara pasti mengenai tempat ibadah agama Budha di Kelurahan
Kampung Baru.
Tempat ibadah umat Hindu dalam periode 1974 hingga 1997 hanya
terdapat dua bangunan Pura, yang berada di Kelurahan Baluwarti dan Kedung
Lumbu. Data statistik menunjukkan bahwa belum ada Pura atau tempat ibadah
umat Hindu yang berdiri di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon hingga tahun 1995.
Data statistik baru mencatat bahwa terdapat dua bangunan Pura di Kecamatan
23 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1985, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.
24 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1997, Koleksi Badan PusatStatistik Kota Surakarta.
25 Vihara yang ada di Kedung Lumbu adalah Vihara Maitreya Muniyang didirikan pada tahun 1960. Pada 2005 Vihara ini dipindahkan ke wilayahKelurahan Kedung Lumbu karena lokasi awal dianggap kurang strategis dan tidakdapat menampung jumlah umat yang terus bertambah. Wawancara dengan MeiQn pada tanggal 17 November 2014.
32
Pasar Kliwon yang masing-masing berdiri di Kelurahan Baluwarti dan Kelurahan
Kedung Lumbu pada tahun 1996.26 Padahal bangunan Pura yang ada di Kelurahan
Baluwarti sebenarnya telah secara resmi digunakan sebagai Pura sejak tahun
1967.27 Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesalahan dalam pencatatan pada data
statistik. Sementara itu, tidak diketahui secara pasti mengenai keberadaan
bangunan Pura yang ada di Kelurahan Kedung Lumbu.
Tempat ibadah masing-masing agama tersebut terus berkembang seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk dan jumlah umat masing-masing agama.
Keberadaan tempat-tempat ibadah ini tentu sangat menunjang kehidupan umat
beragama dan wujud toleransi antar umat beragama di Kecamatan Pasar Kliwon
Surakarta.
4. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon
Pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk di suatu
wilayah yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan seseorang dalam
melakukan aktifitas kehidupan dalam lingkungannya. Pendidikan dapat menjadi
salah satu tolok ukur keberhasilan suatu daerah dalam melakukan pembangunan.
Melalui pendidikan, selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan,
kemampuan, dan sikap, juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang
dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam
26 Lihat Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1995 dan 1996, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.
27 Wawancara dengan Jatmiko Widodo pada tanggal 17 November 2014.
33
pembangunan nasional.28 Tingginya tingkat pendidikan masyarakat di suatu
daerah juga menunjukkan tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan juga dapat memelihara sistem-sistem intelektual seperti
kesusasteraan, seni hukum, dan ilmu pengetahuan. Pendidikan bisa mendorong
para pemuda belajar untuk memberi bentuk baru pada sistem intelektual yang
tradisional guna memajukan berbagai aspek modernisasi.29 Tingginya tingkat
pendidikan dapat menumbuhkan kreatifitas dan inovasi yang pada akhirnya akan
berdampak juga pada naiknya tingkat kesejahteraan. Namun, jika tingkat
pendidikan suatu masyarakat cukup rendah, maka akan dapat mempengaruhi
rendahnya tingkat kesejateraannya karena minimnya kreatifitas atau inovasi yang
bisa didapat dari ilmu pengetahuan yang diserap dari pendidikan sekolah.
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pasar Kliwon mayoritas memiliki
tingkat pendidikan rendah pada 1970-an. Pendidikan rendah terdiri dari mereka
yang tidak bersekolah, tidak tamat SD, dan tamatan SD. Jumlahnya sedikit lebih
besar daripada masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan menengah. Berikut
rincian jumlah penduduk Kecamatan Pasar Kliwon menurut tingkat
pendidikannya:
28 Mohammad Ali, Pendidikan untuk Pembangunan Nasional,(Jakarta:Grasindo, 2009), hlm. 32.
29 Werner Myron, Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta:UGM Press, 1981), hlm. 17.
Tabel 4.
Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon tahun 1974-1997
Sumber: Diolah dari Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1974-1997, Koleksi Badan Pusat Statistik Surakarta.
TahunTidak
Sekolah
SD SLTP SLTAAkademi/
PT
TamatJumlahSiswa
Drop Out TamatJumlahSiswa
Drop Out TamatJumlahSiswa
Drop Out Tamat
1974 24.414 13.683 - 9.539 8.126 - 7.866 6.585 - 5.636 1.064
1977 11.514 18.062 13.736 12.232 9.702 1.916 - 6.939 2.264 - 1.318
1980 7.363 16.491 - - 14.754 - - 10.633 - - 995
1983 - - 13.665 - - - - - - - -
1986 2.947 18.814 - 11.132 15.703 - - 12.446 - - 1.033
1989 2.600 18.960 - 11.745 16.170 - - 12.955 - - 1.086
1991 3.634 18.867 - 11.570 15.939 - - 13.432 - - 1.125
1994 3.947 16.684 - 11.867 16.305 - - 13.482 - - 1.900
1997 3.136 14.879 11.577 8.409 15.214 5.173 - 16.300 2.488 - 3.542
34
35
Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan
Pasar Kliwon cenderung mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari
penurunan angka masyarakat yang tidak bersekolah sama sekali. Namun, jumlah
masyarakat yang berpendidikan rendah masih menjadi mayoritas. Masyarakat
yang berpendidikan menengah juga mengalami peningkatan. Demikian juga yang
berhasil menempuh perguruan tinggi atau akademi. Penyebab rendahnya tingkat
pendidikan di kawasan ini karena adanya persoalan ekonomi yang membuat
mereka tidak mampu untuk bersekolah dan ada pula yang tidak mampu
meneruskan sekolahnya (drop out).
B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon tahun
1973-1998
Kecamatan Pasar Kliwon memiliki tingkat kepadatan penduduk yang
cukup tinggi. Kondisi kepadatan penduduk yang cukup tinggi membuat wilayah
ini tidak memiliki lahan pertanian. Mayoritas lahan-lahan yang tidak digunakan
sebagai pemukiman dimanfaatkan di sektor perdagangan dan industri.
Sektor perdagangan dan industri sangat mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakat. Pusat pemerintahan Kotamadya Surakarta berada di wilayah
Kecamatan Pasar Kliwon. Hal ini turut menunjang pertumbuhan ekonomi. Letak
kecamatan ini juga cukup strategis karena didukung dengan akses jalan utama dan
jalan penyangga yang menunjang aktivitas perekonomian. Jalan utama di
Kotamadya Surakarta adalah Jalan Slamet Riyadi yang juga melintasi sebagian
wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Sementara itu, jalan-jalan penyangga yang
melintasi dan sangat dekat dengan kecamatan ini diantaranya adalah Jalan Jendral
36
Sudirman, Jalan dr. Radjiman, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan
Ronggowarsito, dan Jalan Komodor Yos Sudarso.
Masyarakat yang bekerja di sektor perindustrian terdiri dari karyawan
swasta, buruh industri, dan pengrajin. Ada juga masyarakat di Kecamatan Pasar
Kliwon yang bekerja sebagai PNS atau pun ABRI (Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia). Masyarakat yang memiliki profesi sebagai pegawai negeri, ABRI,
buruh industri, pengrajin, dan karyawan swasta pada umumnya bertempat tinggal
di tengah perkampungan. Berikut rincian tabel jenis-jenis pekerjaan masyarakat di
Kecamatan Pasar Kliwon:
Tabel 5.
Jenis-jenis pekerjaan yang dimiliki oleh masyarakat Kecamatan Pasar
Kliwon tahun 1984-1997
Jenis Pekerjaan 1984 1989 1997
Pegawai Negri/ABRI
2.793 2.585 2.839
Pensiunan 1.860 1.802 2.155Pedagang 3.193 3.990 6.186Pengusaha Industri 875 619 1.946Buruh Industri 8.007 7.174 12.398Buruh Bangunan 5.457 4.905 6.195Pengangkutan 2.922 2.917 4.253Petani Sendiri - - -Buruh Tani - - -Nelayan - - -Lain-lain 31.844 27.878 29.062Jumlah 56.951 51.870 65.034
Sumber: Statistik Kotamadya Surakarta tahun 1984, 1989, dan 1997, KoleksiBadan Pusat Statistik Kota Surakarta.
37
Banyaknya masyarakat yang bekerja di sektor perindustrian tidak terlepas
dari banyaknya industri yang ada di wilayah ini, mulai dari industri kecil hingga
industri besar. Di Kecamatan Pasar Kliwon, terdapat industri makanan dan
minuman, industri pertenunan, industri batik, industri pemintalan benang, industri
pakaian tekstil, industri barang dari kertas, serta industri percetakan dan
penerbitan. Keberadaan industri-industri di wilayah ini telah membuka cukup
banyak peluang pekerjaan bagi masyarakat yang tinggal di Kecamatan Pasar
Kliwon.
Masyarakat yang memiliki mata pencaharian di sektor perdagangan
memiliki usaha dengan membuka toko, kios atau warung dan berjualan di pasar.30
Mayoritas sektor perdagangan di wilayah ini dikuasai oleh warga keturunan Arab
dan keturunan Tionghoa. Tingkat perekonomian masyarakat keturunan yang
cukup baik ditandai dengan bangunan tempat tinggal yang cukup besar dan
dilindungi oleh pagar dinding yang cukup tinggi. Di antara mereka ada yang
memilih bermukim di toko, baik di belakang toko, seperti restoran-restoran,
maupun di loteng seperti toko kelontong, alat mobil dan elektronika bukan
menjadi soal. Mereka pada umumnya bertempat tinggal di tepi jalan raya.
Berbanding terbalik dengan tingkat perekonomian rata-rata masyarakat
keturunan, tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat Jawa masih
tergolong cukup rendah atau tergolong miskin. Masalah kemiskinan seringkali
30 Pusat Riset dan Pengembangan Universitas Diponegoro, “PengamatanKegiatan Pelaksanaan Program K.B di Jawa Tengah: Suatu Kajian Pelembagaandan Pembudayaan KB di Tingkat Pedesaan”, laporan penelitian, Pusat Riset danPengembangan Universitas Diponegoro bekerjasama dengan BKKBN, 1979, hlm.175.
38
tidak disadari kehadirannya sebagai sebuah masalah. Bagi mereka yang tergolong
miskin, kemiskinan adalah sesuatu yang nyata ada dalam kehidupan sehari-hari
karena mereka merasakan dan menjalani sendiri bagaimana hidup dalam
kemiskinan.31 Masyarakat miskin di Kecamatan Pasar Kliwon umumnya terdiri
dari para pengangguran dan mereka yang memiliki pekerjaan seperti pembantu
rumah tangga, pemulung, tukang becak, tukang sampah, buruh, dan pekerja
serabutan.
Kemiskinan di wilayah ini ditandai dengan banyaknya bangunan semi
permanen dan maraknya bangunan liar di kampung-kampung yang ada di wilayah
ini.32 Tanah di perkotaan sangat sempit dan dibagi-bagi dalam petakan yang kecil-
kecil yang dapat dibeli atau disewa. Tingginya jumlah penduduk memperuncing
persaingan pekerjaan untuk memperoleh uang untuk membayar pembelian atau
sewa rumah.33 Tingkat penghasilan yang rendah serta biaya pembangunan yang
relatif tinggi mengakibatkan munculnya pemukiman-pemukiman yang tidak
memenuhi syarat sama sekali, terutama dalam hal air minum, WC-kamar mandi,
kesehatan, dan keamanan.34 Bentuk pemukiman semacam ini sering dijumpai di
kampung-kampung yang di wilayah ini. Kemiskinan juga melahirkan
permasalahan seperti kriminalitas dan sanitasi yang buruk. Bahkan di wilayah ini
31 Parsudi Suparlan (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan,(Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1984), hlm. 11.
32 Wawancara dengan Hayati Sri Mumpuni pada tanggal 30 September2014.
33 Parsudi Suparlan, op. cit., hlm. 94-95.34 Sukanto Reksohadiprodjo dan A.R. Karseno, Ekonomi Perkotaan,
(Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1985), hlm. 69.
39
terdapat lokasi prostitusi yang cukup terkenal, yakni Silir di Kelurahan
Semanggi.35
C. Struktur Sosial Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon
Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon merupakan masyarakat kota yang
heterogen. Masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon terdiri dari beragam etnis yang
memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Interaksi sosial dalam masyarakat yang
memiliki kebudayaan yang belainan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
struktur sosial dalam masyarakat.
Struktur sosial adalah jalinan unsur-unsur sosial yang pokok, yakni norma-
norma sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, serta lapisan-
lapisan sosial. Menurut Raymon Firth struktur sosial meliputi berbagai tipe
kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pilar lembaga-lembaga di
mana orang banyak tersebut ambil bagian.36 Struktur sosial secara vertikal disebut
stratifikasi sosial (pelapisan sosial), yakni struktur sosial ditandai dengan adanya
kesatuan sosial berdasarkan perbedaan lapisan-lapisan sosial. Secara horisontal
disebut diferensiasi sosial, yakni struktur sosial ditandai dengan adanya kesatuan
sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, dan adat.
Unsur-unsur dalam sistem pelapisan sosial adalah kekuasaan, wewenang,
status, dan ekonomi. Bernard Barber mengemukakan bahwa ada enam dimensi
pelapisan sosial, yakni prestise jabatan atau pekerjaan, rangking dalam wewenang
35 Mengenai munculnya lokasi prostitusi di Silir Kelurahan Semanggibaca David Kurniawan, 2010, “Pelacuran di Surakarta: Studi Kasus PenutupanResosialisasi Silir Tahun 1998-2006”, Skripsi, Jurusan Ilmu Sejarah FSSR UNS.
36 Soleman B. Taneko, Struktur Sosial dan Proses Sosial: SuatuPengantar Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1993),hlm. 47.
40
dan kekuasaan, pendapatan atau kekayaan, pendidikan atau pengetahuan, kesucian
beragama atau pimpinan keagamaan, serta kedudukan dalam kekerabatan dan
kedudukan dalam suku-suku bangsa.
Struktur sosial masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon telah mengalami
banyak perubahan setelah masa kemerdekaan Indonesia. Perubahan terjadi karena
berkurangnya pengaruh feodalisme, terutama berkurangnya pengaruh Keraton
Kasunanan Surakarta.
Pelapisan sosial dalam masyarakat Kecamatan Pasar Kliwon dapat
ditentukan dari segi tingkat ekonomi. Dilihat dari segi ekonomi dapat digolongkan
tiga lapisan masyarakat, yakni lapisan ekonomi mampu atau atas, lapisan ekonomi
menengah, dan lapisan ekonomi bawah atau miskin.37
Lapisan ekonomi mampu merupakan kelompok orang memiliki kekayaan
banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan.
Lapisan atas misalnya konglomerat, pengusaha besar, pejabat, dan pekerja
profesional yang berpenghasilan tinggi. Mereka memiliki ciri-ciri mampu
mengkonsumsi daging setiap hari, mampu memberikan sumbangan, dan memiliki
benda-benda bernilai ekonomi. Orang-orang dari lapisan ekonomi mampu ini juga
dapat dilihat dari bentuk rumah yang cukup besar dengan tembok pagar yang
cukup tinggi dan kepemilikan kendaraan bermotor seperti mobil. Kelompok
ekonomi atas dapat menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang perguruan
tinggi. Mereka ada yang tinggal di pusat-pusat perekonomian di Kecamatan Pasar
Kliwon, tepi jalan utama dan jalan penyangga. Lokasi tepatnya adalah di tepi jalan
37 Ibid., hlm. 97-100.
41
utama di Pasar Kliwon, Gajahan, Joyosuran, jalan penyangga di Kedung Lumbu
khususnya di Loji Wetan, Kauman, Sangkrah, Semanggi, dan Kampung Baru.
Beberapa di antara mereka tinggal secara menyebar di tengah perkampungan yang
ada di Kecamatan Pasar Kliwon dengan ciri yang menonjol, yakni kediaman yang
besar dan kepemilikan mobil.
Lapisan ekonomi menengah merupakan kelompok orang yang
berkecukupan, yakni mereka yang berkecukupan dalam hal kebutuhan sandang,
pangan, dan papan. Ciri-ciri mereka di antaranya adalah mampu makan tiga kali
sehari, mampu mengkonsumsi daging minimal seminggu sekali, sebagian
penghasilan dapat ditabung, memperoleh pendidikan, mampu memenuhi
kebutuhan sandang, memiliki terlevisi atau radio, dan memiliki tempat tinggal
yang layak. Kelompok ekonomi menengah juga dapat diidentifikasi dari
kepemilikan rumah permanen yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,
meski diantara mereka ada yang mengontrak rumah. Mereka umumnya mampu
menyekolahkan anak-anak mereka hingga jenjang Sekolah Menengah Atas dan
perguruan tinggi. Mereka umumnya tinggal di perkampungan yang ada di
Kecamatan Pasar Kliwon.
Lapisan ekonomi bawah atau merupakan kelompok orang miskin yang
masih belum dapat memenuhi kebutuhan primer, seperti kebutuhan sandang,
pangan dan papan. Ciri-ciri mereka adalah kurang mampu makan tiga kali sehari,
tidak memiliki pakaian yang cukup, dan tidak memiliki tempat tinggal permanen
yang layak. Kelompok ekonomi miskin dapat dilihat dari bentuk rumah yang kecil
dan cenderung semi permanen. Di antara mereka terdapat para pemukim liar.
42
Mereka terdiri dari pengayuh becak, buruh bangunan, buruh pabrik, dan buruh-
buruh sejenis yang tidak tetap. Kelompok ekonomi miskin di wilayah ini
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Di antara mereka
banyak yang tidak mampu membiayai anak-anak mereka untuk bersekolah.
Mayoritas di antara mereka terutama menempati perkampungan di wilayah
Semanggi, khususnya di darah perbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan
wilayah Silir, perkampungan di Sangkrah, Baluwarti, dan perkampungan-
perkampungan padat penduduk yang ada di seluruh wilayah Kecamatan Pasar
Kliwon.
Pelapisan sosial di Kecamatan Pasar Kliwon juga dapat diidentifikasi dari
tingkat pendidikan mereka. Berdasarkan tingkat pendidikan terdiri dari
pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan
rendah terdiri dari tamatan SD, tidak tamat SD, dan tidak bersekolah. Pendidikan
menengah terdiri dari tamatan SLTP dan SLTA. Pendidikan tinggi terdiri dari
mereka yang berpendidikan akademi dan perguruan tinggi.
Tingkat pendidikan mereka mempengaruhi penerimaan program KB yang
dicanangkan oleh Pemerintah Orde Baru. Apalagi, sebagian besar masyarakat di
Kecamatan Pasar Kliwon memiliki pendidikan yang rendah. Masyarakat
berpendidikan rendah cenderung sulit memahami penyuluhan tentang KB.
Bahkan di antara mereka ada yang marah ketika dibujuk untuk mengikuti KB
karena merasa bahwa memiliki anak adalah hak mereka. Padahal yang dimaksud
adalah agar mereka dapat mengatur kehamilan demi kemaslahatan keluarga dan
kesejahteraan mereka sendiri. Banyak masyarakat yang masih takut untuk
43
menggunakan alat kontrasepsi karena rumor negatif tentang pemakaian alat
kontrasepsi. Banyak juga suami yang tidak ingin ber-KB karena merasa bahwa
dirinya bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya.
Melihat hal ini, kader KB membutuhkan kesabaran dan kreatifitas untuk
membujuk mereka hingga akhirnya mereka bersedia untuk ber-KB. Mereka yang
berpendidikan rendah biasanya akan diberi pil atau kondom secara gratis sebagai
langkah awal.38
Masyarakat yang berpendidikan menengah lebih mudah dalam menerima
penyuluhan KB dari pemerintah. Mereka secara suka rela memilih menggunakan
salah satu alat kontrasepsi yang disediakan pemerintah secara gratis. Sementara
itu, masyarakat yang berpendidikan tinggi biasanya akan mencari tahu sendiri
tentang alat kontrasepsi, meski mereka juga tahu mengenai beberapa efek samping
dari penggunaan alat kontrasepsi.39 Di antara mereka melakukan pemasangan alat
kontrasepsi di Rumah Sakit atau dokter-dokter swasta yang melayani pemasangan
alat kontrasepsi.
Unsur-unsur atau dimensi-dimensi yang telah dijelaskan di atas pada
dasarnya sulit untuk dipisahkan secara tegas karena dalam kenyataannya sering
tumpang tindih antara satu dengan lainnya atau bahkan saling berhubungan.40
Penggolongan secara horisontal maupun vertikal dalam masyarakat Jawa harus
dianggap sebagai kelas terbuka dan kategori terbuka karena batas di antara
keduanya dapat dilewati dengan mudah oleh para anggota masyarakat.
38 Wawancara dengan Rochanah pada tanggal 8 Agustus 2015.39 Wawancara dengan Sri Winarti pada tanggal 6 Agustus 2015.40 Soleman B. Taneko, op. cit., hlm. 98.