10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran
1. Belajar
Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat vital dan secara
terus menerus akan dilakukan selama manusia tersebut masih hidup.
Manusia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik atau
diajar oleh manusia lainnya (M. Thobroni, 2015: 15). Belajar adalah proses
pengalaman yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif permanen
dan yang tidak dapat dijelaskan dengan kedewasaan, atau tendensi
alamiah. Artinya memang belajar tidak terjadi karena proses kematangan
dari dalam saja melainkan juga karena pengalaman yang perolehannya
bersifat eksistensial.
Menurut pengertian secara psikologi oleh Santus dan Yussen yang di
kutip Sugihartono, dkk. (2012: 117) mendefenisikan belajar sebagai
perubahaan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Belajar
dalam dua pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh
pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan breaksi
yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Belajar
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas.
Setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
11
Timbulnya kapabilitas tersebut dari stimulasi yang berasal dari lingkungan
dan proses kognitif yang dilakukan oleh guru. Sehingga belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan,
melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Tiga komponen belajar adalah :
a. Kondisi eksternal.
b. Kondisi internal dan
c. Hasil belajar.
Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam
wujud perubahan tingkah laku dan kebiasaan yang relatif permanen atau
menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia
nyata. Melalui proses belajar seseorang akan memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang lebih baik.
2. Pembelajaran
Menurut Erman Suherman (2003: 72), menyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkungan persekolahan,
sehingga arti proses pembelajaran adalah proses sosialisasi siswa dengan
lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama siswa. User Usman
(2002: 64), juga menyatakan bahwa pembelelajaran adalah proses yang
mengandung serangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan
timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif dalam mencapai
tujuan tertentu.
12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) mendefenisikan
kata “pembelajaran” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang
diberikan kepada seseorang supaya diketahui atau diturut. Pembelajaraan
memiliki makna bahwa subjek belajar adalah dibelajarkan bukan
diajarkan. Subjek belajar yang dimaksud adalah siswa atau disebut juga
pembelajar yang menjadi pusat kegiatan belajar. Siswa dituntut aktif
mencari, menemukan, menganalisis, merumuskan, memecahkan masalah,
dan menyimpulkan suatu masalah.
Selain itu pembelajaran membutukan sebuah proses yang disadari
yang cendrung bersifat permanen dan mengubah prilaku. Pada proses
tersebut terjadi pengigatan informasi yang kemudian disimpan dalam
memori dan organisasi kognitif. Selanjutnya, keterampilan tersebut
diwujudkan secara praktis pada keaktifan siswa dalam merespons dan
beraksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi pada diri siswa atapun
lingkungannya.
Ciri-ciri senada juga di ungkapkan oleh M. Thobroni (2015: 17) yaitu
sebagai berikut.
a. Belajar di tandai dengan adanya perubahan tingkah laku
(changebehavior)
b. Perubahan prilaku relatif permanen
c. Perubahan perilaku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses
belajar berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
d. Perubahan perilaku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
13
e. Pengalaman atau latihan itu dapat memberikan penguataan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar untuk
mengubah perilaku dan tingkah laku siswa dalam situasi eduktif sehingga
menghasilkan perubahan yang relatif pada pengetahuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
3. Matematika
Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman) atau
mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan lain mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti
relating to learning. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan sangat
erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang
mengandung arti belajar/berpikir. (Erman Suherman, 2003: 18).
Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas, yaitu: Aritmetika,
Aljabar, Geometri dan Analisis. Selain itu matematika adalah ratunya ilmu,
maksudnya bahwa matematika itu tidak bergantung pada bidang studi lain.
Sementara menurut Depdiknas (2006: 346) bahwa matematika
meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran serta
statistika dan peluang. Senada dengan pendapat tersebut, James dan James
dalam kamus matematikanya Erman Suherman (2003: 29), mengatakan
bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya
14
dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis dan geometri. Matematika adalah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif (Erman Suherman, 2003: 37). Dari
definisi-definisi tersebut diatas, dengan menggabungkan definisi-definisi
maka gambaran pengertian matematikapun sudah tampak.
Semua definisi itu dapat diterima, karena memang dapat ditinjau dari
segala aspek dan matematika itu sendiri memasuki seluruh segi kehidupan
manusia, dari segi paling sederhana sampai kepada yang paling rumit.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan kumpulan ide-
ide yang bersifat abstrak dengan struktur-struktur deduktif, mempunyai
peran yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Pembelajaran Matematika SMP
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan
pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran
suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran
matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui
pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan
matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan informasi
misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-
model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita
atau soal-soal uraian matematika lainnya.
15
Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif
serta kemampuan bekerjasama. (Depdiknas, 2006: 348), menyebutkan
pemberian mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut.
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep
dan mengaplikasi konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien
dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk menjelaskan keadaan/masalah.
e. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu: memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran
matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum pertama, pembelajaran matematika pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada
penataan latar dan pembentukan sikap siswa. Tujuan umum adalah
memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika,
16
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari
ilmu pengetahuan lainnya. Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat,
pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Pembelajaran matematika di
sekolah menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator dan
pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah. (Erman
Suherman, 2003: 56).
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu
Kajian medik dan psikologi perkembangan menunjukan bahwa
disamping dipengaruhi oleh faktor bawaan, kwalitas individu juga sangat
dipengruhi oleh beberapa faktor lain, seperti faktor lingkungan yang tidak
lepas dari pengaruh faktor psikososial. Baik faktor bawaan atau sering juga
disebut faktor keturunan dan faktor lingkungan. Kedua faktor ini berbeda-
beda antara individu yang satu dengan individu yang lain, sehingga
menyebabkan perbedaan yang disebut dengn istilah individual defferences.
Berdasarkan hal ini, masing-masing individu memiliki keuinikan atau
kekasaan sendiri baik dalam setiap gejala jiwa yang meliputi aspek
kongnitif, afektif dan psikomotorik yang terlihat dalam kemampuan
berpikir, merasakan sesuatu, serta sikap dan perilakunya sehari-hari. (Rita
Eka Izzaty, dkk. 2008: 38).
17
a. Rasa Takut
1) Pengertian Rasa Takut
Rasa takut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI ,
2007: 64) adalah perasaan tidak tentram, khawatir, dan gelisah.
Ketakutan merupakan ganguan psikologi yang berisafat wajar dan
dapat timbul kapan dan dimanapun. Setiap orang pasti pernah
menggalami ketakutan dengan tingkat yang berbeda-beda. Rasa
takut biasa muncul dikarenakan terdapat suatu keadaan yang harus
dihadapi atau diselesaikan. Rasa takut merupakan kekuatan yang
besar untuk menggerakan tingkah laku baik tingkah laku normal
ataupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu dan
keduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan, dan
pertahanan terhadap rasa takut yang muncul.
Darajat (2003: 94) mengatakan rasa takut adalah manifestasi
dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi
ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan
pertentangan batin (konflik). Dimana tekanan perasaan (frustasi)
adalah suatu keadaan dari berbagai proses emosi yang bercampur
yang dapat menghambat seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) yang
mengemukakan bahwa rasa takut merupakan suatu perasaan
subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan
sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu
18
masalah atau tidak adanya rasa aman. Tak jauh berbeda dari
Suharyadi berpendapat bahwa rasa takut akan muncul ketika siswa
merasa tidak siap mental dan tidak dapat mengontrol emosinya
pada saat mengadapi suatu persoalan dalam lingkungan yang tidak
kondusif.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa rasa takut adalah gejala emosi yang memberikan perasaan
tidak nyaman, rasa cemas, rasa khawatir, rasa gelisah, rasa tidak
menyenangkan akan sesuatu yang akan terjadi yang dirasa
mengancam, yang dapat ditimbulkan dari lingkungan atau keadaan
yang tidak kondusif dan menimbulkan perasaan tertekan (frustasi)
yang dapat menghambat seseorang untuk mendapatkan tujuan yang
diingkan.
2) Penyebab Rasa Takut
Terdapat beberapa teori yang menyebabkan munculnya rasa
takut, diantaranya adalah teori menurut Stuart dan Sundeen (1998:
30), yaitu:
a) Teori Psikoanalitis
Rasa takut adalah konflik emosional yang terjadi pada dua
elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma
budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen
19
yang bertentangan tersebut, dan fungsi ketakutan adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Teori Interpersonal
Rasa takut timbul dari perasaan takut terhadap
ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Rasa takut juga
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu.
c) Teori Perilaku
Rasa takut merupakan produk tekanan mental yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. rasa takut dianggap sebagai
suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dalam
diri untuk menghindari kepedihan. Para ahli meyakini bahwa
adanya hubungan timbal balik antara konflik dan rasa takut,
yaitu konflik menimbulkan rasa takut, dan rasa takut
menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya
meningkatkan konflik yang dirasakan.
d) Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa gangguan rasa takut
biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan rasa takut juga
tumpang tindih antara gangguan rasa takut dengan depresi.
20
e) Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa kesehatan umum
individu dan riwayat rasa takut pada keluarga memiliki efek
nyata sebagai predisposisi rasa takut.Rasa takut mungkin
disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kemampuan individu untuk mengatasi stres.
3) Gejala – Gejala Rasa Takut
Menurut Stuart dan Sundeen (1998: 52) rasa takut dapat
diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku.
a) Gejala rasa takut fisiologis, diantaranya adalah kardiovaskular
(jantung berdebar dan rasa ingin pingsan), pernafasan (sesak
nafas, tekanan pada dada, dan sensasi tercekik), neuromuskular
(insomnia, mondar-mandir, dan wajah tegang), gastrointestinal
(nafsu makan hilang, mual, dan diare), saluran perkemihan
(tidak dapat menahan kencing), dan kulit (berkeringat, wajah
memerah, dan rasa panas dingin padakulit).
b) Gejala ketakutan perilaku yang meliputi kognitif dan afektif.
Perilaku kognitif diantaranya adalah perhatian terganggu,
konsentrasi buruk, pelupa, salah memberikan penilaian,
hambatan berfikir, kehilangan objektivitas, bingung, takut, dan
mimpi buruk. Perilaku afektif diantaranya adalah mudah
21
terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ngeri, khawatir,
rasa bersalah, dan malu.
Chassin, L. (2000: 93), berpendapat dalam buku yang berjudul
Abnormal Psychology bahwa terdapat empat tipe gejala rasa takut,
yaitu: Somatik simptoms, emotional symptoms, cognitive simptoms,
dan behavioral symptoms.
a) Somatik, yaitu gejala rasa takut yang berhubungan dengan
gerakan secara sadar, meliputi : Merinding, otot tegang, denyut
jantung meningkat, bernapas tak teratur, menarik nafas, pupil
melebar, asam lambung meningkat, air liur menurun dan lain
sebagianya.
b) Emosional, yaitu gejala ketakutan yang berhubungan dengan
emosi, meliputi : rasa takut, kecemasan, rasa diteror, gelisah,
dan lekas marah
c) Kognitif, yaitu gejala rasa takut yang berhubungan dengan
faktor kognitif, meliputi : Antisipasi dari bahaya, konsentrasi
terganggu, rasa khawatir, suka termenung, kehilangan kontrol,
rasa takut mati, dan berpikir tidak realistik
d) Tingkah laku, meliputi : Melarikan diri, menghindari,
membeku, dan lain sebagianya.
4) Rasa Takut Dalam Belajar Matematika
Rasa takut dalam belajar matematika atau mathematics anxiety
adalah rasa takut yang muncul saat berinteraksi dengan
22
matematika. Ashcraft (2002: 86), mengatakan rasa takut atau
kecemasaan matematika adalah sebuah perasaan tegang, cemas
atau ketakutan yang mengganggu kinerja matematika. Siswa yang
mengalami kecemasan matematika cenderung menghindari situasi
dimana mereka harus mempelajari dan mengerjakan matematika.
Rasa takut matematika ialah respon emosional terhadap
matematika saat mengikuti kelas matematika, menyelesaikan
masalah matematika dan mendiskusikannya. Rasa takut matematika
adalah sebuah reaksi emosional tehadap matematika yang didasari
oleh pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yang mana
akan menggangu pembelajaran selanjutnya.
Rasa takut merupakan suatu perasaan tidak nyaman yang
sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari manusia bahwa rasa
takut atau kecemasan merupakan sebuah ungkapan perasaan
individu terhadap suatu situasi yang dapat diekspresikan melalui
beberapa cara, yaitu: dengan cara yang mudah dikenali seperti
kekhawatiran individu, individu menjadi mudah marah. Rasa takut
terlihat dari kekhawatiran atau ketakutan individu pada hal-hal
tertentu, misalnya: rasa takut pada bidang matematika.
Rasa takut matematika banyak terjadi dikalangan remaja dan
bahkan menjadi penentu bagi pandangan mereka terhadap
matematika kedepannya. Rasa takut remaja dalam menghadapi
matematika dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu faktor
23
inteligensi, faktor di dalam diri remaja dan faktor lingkungan. Hal
ini dijelaskan oleh Zeidner (1998: 70), rasa takut seseorang
terhadap pelajaran matematika dikarenakan kurangnya ketertarikan
siswa terhadap pelajaran matematika. Kurangnya ketertarikan siswa
terhadap pelajaran matematika disebabkan oleh inteligensi siswa
dalam pelajaran matematika, siswa yang memiliki inteligensi tinggi
akan cenderung lebih tertarik dan akan lebih evaluatif terhadap
pelajaran matematika sedangkan siswa yang memiliki inteligensi
rendah akan kurang tertarik dan kurang evaluatif terhadap pelajaran
matematika.
Sedangkan menurut Hudoyo dalam Nawangsari (2000: 124),
rasa takut siswa dalam pelajaran matematika dipengaruhi oleh
pengalaman belajar matematika yang diterima siswa di masa
lampau. Rasa takut matematika (math anxiety) telah didefinisikan
sebagai perasaan ketegangan dan ketakutan yang mengganggu
terkait manipulasi angka dan pemecahan masalah matematika
dalam berbagai kehidupan sehari-hari maupun situasi akademik.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa rasa takut matematika dapat
menyebabkan lupa dan kehilangan akan kepercayaan diri Tobias .S
dalam Curtain-Philips (2012: 119).
Berdasarkan beberapa definisi rasa takut atau ketakutan
matematika diatas, dapat dikatakan bahwa rasa takut akan
matematika adalah reaksi emosional siswa berupa rasa cemas,
24
tegang, rasa gelisah dan tertekan saat berhadapan atau berinteraksi
dengan matematika. Selain itu, rasa takut matematika berkaitan
dengan perasaan dan sikap terhadap matematika, dimana perasaan
dan sikap tersebut akan mempengaruhi pemahaman terhadap
matematika itu sendiri. Dalam pembelajaran matematika, jika siswa
tidak mengerti akan apa yang dipelajari, maka mereka tidak akan
ragu berusaha lebih keras untuk memahami dan ketika ketakutan
itu semangkin meningkat mereka akan berusaha semangkin keras
yang tanpa mereka sadari akan membuat pemahaman mereka
semangkin memburuk.
Pemahaman siswa yang memburuk jika dibiarkan terus-
menerus akan berdampak negatif, karena akan mempengaruhi
persepsi siswa terhadap pembelajaran matematika selanjutnya
ataupun mata pelajaran yang lain.
5) Indikator Rasa Takut Matematika
Berdasarkan uraian diatas, maka rasa takut matematika yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap atau reaksi emosional
yang ditunjukan ataupun dirasakan siswa saat mengikuti
pembelajaran atau berinteraksi dengan matematika. Dimana
instrumen tes yang akan digunakan untuk mengukur rasa takut
matematika adalah instrumen rasa takut matematika yang akan
diadaptasi dari Suharyadi dengan judul penelitian Hasil Belajar
Matematika: Studi Korelasi Antara Konsep Diri, Kecemasan
25
Matematika dan Hasil Belajar Matematika Siswa SD Kelas V, yang
akan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Indikator Rasa Takut Dalam Belajar Matematika Siswa
No Rasa Takut Indikator
1 Kognitif (Berpikir) Kemampuan diri
Kepercayaan diri
Sulit konsentrasi
Takut gagal
2
2
Afektif (Sikap) Gugup
Kurang senang
gelisah
3 Fisiologis
(Reaksi kondisi fisik)
Rasa mual
Berkeringat dingin
Jantung berdebar
Sakit kepala
b. Tidak Percaya Diri
1) Pengertian Tidak Percaya Diri
Menurut Pongky Setiawan (2004: 137) tidak percaya diri
adalah kurangnya keyakinan psikologis terhadap kemampuan
dirinya dalam melakukan sebuah tindakan atau perbuatan.
Seseorang masuk dalam kategori percaya diri jika mereka mampu
mengukur kemampuan diri serta memiliki pikiran positif yang akan
akan membuat mereka berhasil menyelesaikan suatu masalah
dengan hasil yang maksimal. Banyak orang yang merasa tidak
26
percaya diri, sehingga membuat mereka memperlakukan diri
sendiri dengan buruk, merasa diri tidak berguna dan tidak berharga.
Sedangkan rasa percaya diri adalah hal yang vital agar kita bisa
hidup dengan lebih positif dan bisa merespon tantangan dalam
hidup dengan lebih realistis. Orang yang percaya diri berpotensi
besar untuk sukses dalam kehidupan pribadi maupun karirnya.
Karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui apa saja
penyebab dari kurangnya rasa percaya diri ini, sehingga kita bisa
mengatasinya.
2) Penyebab Tidak Percaya Diri
a) Menunda-nunda Pekerjaan
Menunda pekerjaan, seperti yang kita semua tahu bahwa
kebiasaan buruk ini sudah sangat sangat melekat pada rakyat
Indonesia. Padahal hal tersebut hanya akan membuat beban
yang kita tanggung menjadi lebih berat. Lakukanlah sekarang
apa yang bisa kamu lakukan, jangan menunggu hingga esok
hari karena mungkin keesokan harinya kamu harus melakukan
sesuatu yang lainnya.
b) Betah di Zona Nyaman
Ada kasus dimana orang menjadi percaya diri di suatu
tempat,namun di tempat lainnya ia mengalami penurunan
percaya diri. Hal tersebut biasanya terjadi pada orang yang
sudah terbiasa dan betah pada zona nyaman dia. Kenyamanan
27
tersebut membutakan mereka tentang fakta bahwa sebenarnya
didunia ini masih banyak sekali hal yang lebih dari pada apa
yang mereka kerjakan.
c) Terlalu Banyak Alasan
Sebenarnya orang yang diam dan langsung mengambil
tindakan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dibandingkan
dengan orang yang banyak bicara mencari alasan saat
dihadapkan pada sesuatu. Itulah mengapa terlalu banyak alasan
menjadi penyebab kurangnya percaya diri seseorang, mereka
merasa tidak yakin dengan kemampuan dirinya sehingga yang
mereka lakukan untuk menutupinya adalah dengan membuat
banyak alasan terhadap hal tersebut.
d) Menyerah terhadap Rasa Takut
Rasa percaya diri yang tinggi akan membuat seseorang
berusaha melawan rasa takut yang menghinggapi hati mereka,
karena bila mereka menyerah terhadap rasa takut tersebut itu
sama saja dengan menyerah tanpa melakukan sesuatu. Mereka
mengerti bahwa rasa takut akan membawa mereka tak berani
melangkah mengambil tindakan yang akhirnya membuat rasa
percaya diri menurun.
e) Terbiasa Membandingkan
Jangan terbiasa membandingkan diri dengan orang lain,
karena itu hanya akan membuat kalian merasa frustasi dan
28
tidak percaya diri saat kamu merasa tidal lebih baik darinya.
Jika ingin mencari perbandingan, diri sendiri itu sudah cukup.
Siapakah yang lebih baik antara diri kamu yang sekarang atau
yang pada masa lampau, jika lebih baik pada masa lampau
maka segeralah lakukan perbaikan terhadap diri sendiri.
f) Terpaku terhadap Perkataan Orang
Seseorang yang terbiasa terpaku pada perkataan orang
tentang dirinya sendiri hanya akan membuat efek yang buruk
terhadap dirinya sendiri, karena terlalu memikirkan perkataan
orang lain akan mengakibatkan kita tidak menjadi tahu
kelebihan diri sendiri yang akhirnya hanya akan menuju pada
pengurangan rasa percaya diri. Oleh sebab itu jika anda ingin
memiliki rasa percaya diri jangan terlalu terpaku terhadap
perkataan orang lain.
g) Kekerasan terhadap anak-anak
Orang yang tidak percaya diri biasanya pernah mengalami
kekerasan yang menyebabkan kerusakan fisik maupun
mentalnya sewaktu masih berusia kanak-kanak. Kekerasan
fisik ini termasuk kejahatan seksual terhadap anak-anak, yang
biasanya bisa disembuhkan, akan tetapi, kekerasan terhadap
mental akan membekas sangat dalam dan sangat sulit untuk
disembuhkan. Pelaku kekerasan terhadap anak-anak ini
29
biasanya adalah keluarga teman, kerabat, tetangga, orang asing
dan wali atau orang tua tiri.
3) Ciri - Ciri Tidak Percaya Diri
Orang yang kurang percaya diri punya ciri-ciri dasar berikut
ini, yang terkadang sulit untuk di identifikasi:
a) Kurang bisa untuk bersosialisasi dan tidak yakin pada diri
sendiri, sehingga mengabaikan kehidupan sosialnya.
b) Seringkali tampak murung dan depresi.
c) Punya masalah dalam kebiasaan makan misalnya anorexia
yang mengarah pada obesitas, yang membahayakan bagi
tubuhnya.
d) Mereka suka berpikir negatif dan gagal untuk mengenali
potensi yang dimilikinya.
e) Takut dikritik dan merespon pujian dengan negatif.
f) Takut untuk mengambil tanggung jawab.
g) Takut untuk membentuk opininya sendiri.
4) Tidak Percaya Diri Dalam Belajar Matematika
Sarwono (2003:69) membagi rasa tidak percaya diri seseorang
terhadap matematika menjadi tiga komponen. Tiga komponen yang
dimaksud antara lain sebagai berikut :
30
a) Tidak percaya diri terhadap pemahaman dan kesadaran diri
terhadap kemampuan matematikanya, yaitu dalam
menghadapi kegagalan atau keberhasilan dan dalam bersaing
dan dibandingkan dengan teman-temannya.
b) Kurang mampu untuk menentukan secara realistik sasaran
yang ingin dicapai dan menyusun rencana aksi sebagai usaha
untuk meraih sasaran yang telah ditentukan, yaitu tidak tahu
batasan diri dalam menghadapi persaingan dengan teman-
temannya dan tahu keterbatasan diri dalam menghadapi
matematika.
c) Tidak meyakini diri dengan matematika itu sendiri, yaitu
matematika sebagai sesuatu yang abstrak, matematika sebagai
sesuatu yang sangat berguna, matematika sebagai suatu seni,
intuisi, analisis, dan rasional, serta matematika sebagai
kemampuan bawaan.
Pendapat Margono (2005:72) tentang indikator rasa tidak
percaya diri dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:
31
Tabel 2.2
Indikator Tidak Percaya Diri Dalam Belajar Matematika
No Tidak percaya Diri
Indikator
1 Tidak percaya diri terhadap
pemahaman dan kesadaran
diri terhadap kemampuan
matematikanya
a. Tidak Percaya diri dalam
menghadapi kegagalan dan
keberhasilan dan bersaing
dan dibandingkan dengan
teman- temannya
2 Kurang mampu untuk
menentukan secara realistik
sasaran yang ingin dicapai
dan sasaran yang telah
ditentukan
a. Tidak tahu batasan diri
dalam menghadapi
persaingan dengan teman-
dan dalam menghadapi
matematika
3 Tidak meyakinin diri dengan
matematika itu sendiri.
(matematika sebagai ilmu)
a. Matematika sebagai sesuatu
yang abstrak.
b. Matematika sebagai sesuatu
yang sangatberguna.
c. Matematika sebagai suatu
seni, analitis, danrasional.
d. Matematika sebagai suatu
kemampuan bawaan suatu kemampuanbawaan.
32
c. Minat Belajar
1) Pengertian Minat Belajar
Minat merupakan rasa ketertarikan, perhatian, keinginan lebih
yang dimiliki seseorang terhadap suatu hal, tanpa ada dorongan.
Minat tersebut akan menetap dan berkembang pada dirinya untuk
memperoleh dukungan dari lingkungannya yang berupa
pengalaman. Pengalaman akan diperoleh dengan mengadakan
interaksi dengan dunia luar, baik melalui latihan maupun belajar.
Dan faktor yang menimbulkan minat belajar dalam hal ini adalah
dorongan dari dalam individu. Dorongan motif sosial dan dorongan
emosional. Dengan demikian disimpulkan bahwa pengertian minat
belajar adalah kecenderungan individu untuk memiliki rasa senang
tanpa ada paksaan sehingga dapat menyebabkan perubahan
pengetahuan, ketrampilan dan tingkah laku. Elizabeth Hurlock
(1998: 103)
2) Ciri - Ciri Minat Belajar
Dalam minat belajar memiliki beberapa ciri-ciri. Menurut
Elizabeth Hurlock (1998: 116) menyebutkan ada tujuh ciri minat
belajar sebagai berikut:
a) Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan
mental
b) Minat tergantung pada kegiatan belajar
c) Perkembangan minat mungkin terbatas
33
d) Minat tergantung pada kesempatan belajar
e) Minat berbobot emosional
f) Minat berbobot egoisentris, artinya jika seseorang senang
terhadap sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya.
Menurut Slameto (2003: 57) siswa yang berminat dalam
belajar adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus.
b) Ada rasa suka dan senang terhadap sesuatu yang diminatinya.
c) Memperoleh sesuatu kebanggaan dan kepuasan pada suatu
yang diminati.
d) Lebih menyukai hal yang lebih menjadi minatnya daripada hal
yang lainnya
e) Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan
kegiatan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri minat
belajar adalah memiliki kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang sesuatu secara terus menerus,
memperoleh kebanggaan dan kepuasan terhadap hal yang diminati,
berpartisipasi pada pembelajaran, dan minat belajar dipengaruhi
oleh budaya. Ketika siswa ada minat dalam belajar maka siswa
akan senantiasa aktif berpartisipasi dalam pembelajaran dan akan
memberikan prestasi yang baik dalam pencapaian prestasi belajar.
34
3) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Belajar Siswa
Dalam pengertian sederhana, minat adalah keinginan terhadap
sesuatu tanpa ada paksaan. Dalam minat belajar seorang siswa
memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar yang
berbeda-beda. Muhibin Syah (2002: 132) membedakannya menjadi
tiga macam, yaitu:
a) Faktor internal siswa
b) Faktor Eksternal Siswa
c) Faktor Pendekatan Belajar
4) Minat Belajar Matematika
Matematika yang merupakaan satu komponen dalam
kurikulum, yaitu merupakan salah satu disiplin ilmu, dapat
meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi.
Kemampuan matematika yang diperlukan untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan, menjadikan penguasaan
matematika yang kuat perlu dibina sejak dini. Namun, pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah masih sering terjadi permasalahan
berkaitan dengan kurangnya penguasaan materi matematika.
Salah satu penyebab kurangnya penguasaan materi matematika
adalah rendahnya minat siswa untuk belajar matematika. Siswa
selalu berasumsi bahwa pelajaran matematika merupakan salah satu
pelajaran yang cukup menyulitkan dan tidak menyenangkan.
35
Upaya perbaikan dan peningkatan mutu pembelajaran
matematika bagi siswa telah dilakukan, namun keluhan tentang
kesulitan belajar matematika masih sering terdengar masih banyak
anak-anak yang setelah belajar matematika bagian yang
sederhanapun banyak yang tidak dipahami, banyak konsep yang
dipelajari secara keliru, dan matematika dianggap sebagai ilmu
yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan. Kesulitan belajar
yang timbul ini tidak semata-mata bersumber dari diri siswa, tetapi
bisa juga bersumber dari luar diri siswa, misalnya cara penyajian
pelajaran yang dilakukan oleh guru yang tidak akurat atau kurang
menarik, sehingga siswa tidak berminat belajar matematika.
5) Indikator Minat Belajar Matematika
Menurut Djamarah (2002: 115) indikator minat belajar yaitu
rasa suka/senang, pernyataan lebih menyukai, adanya rasa
ketertarikan adanya kesadaran untuk belajar tanpa di suruh,
berpartisipasi dalam aktivitas belajar, memberikan perhatian.
Menurut Slameto (2003: 180) beberapa indikator minat belajar
yaitu: perasaan senang, ketertarikan, penerimaan, dan
keterlibatan siswa. Dari beberapa definisi yang dikemukakan
mengenai indikator minat belajar tersebut diatas, dalam penelitian
ini menggunakan indikator minat yaitu:
36
Tabel 2.3
Indikator Minat Siswa Dalam Belajar Matematika
No
Minat Belajar
Indikator
1 Perasaan Perasaan siswa terhadap
matematika
2 Keterlibatan Mengikuti pelajaran
matematika
3 Ketertarikan Perasaan suka latihan soal dan
mengerjakan tugas matematika
4 Perhatian Berusaha menghargai dan
memahami matematika
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan uraian yang sistentik tentang hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang terkait
dengan penelitian yang akan dilakukan.
1. Tya Anggreini (2010) mengenai “Hubungan Antara Kecemasan Dalam
Menghadapi Mata Pelajaran Matematika dengan Prestasi Akademik
Matematika Pada Remaja”, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yangnegatif dan signifikan antara kecemasn dalam menghadapi mata
pelajaranmatematika dengan prestasi akademik matematika pada remaja
yang dapatdilihat dari nilai koefisien korelasi sebesar 0,221 dengan taraf
37
signifikansisebesar 0,022 (p < 0,05).Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang negatif antara kecemasan dalam menghadapi mata
pelajaran matematika dengan prestasi akademik matematika pada siswa
dan siswi kelas XI di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN)
Babelan Bekasi. Berdasarkan data tambahan diperoleh hasil bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan siswa dalam menghadapi
mata pelajaran matematika adalah jenis kelamin, usi dan kelas. Di mana
siswa pria cenderung lebih cemas dalam menghadapi mata pealajaran
matematika dibandingkan dengan siswa wanita.
2. Vina (2012) mengenai pengaruh percaya diri terhadap hasil belajar
matematika peserta didik kelas IX SMP Se – Kelurahan Palangka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh percaya
diri terhadap hasil belajar matematika peserta didik kelas IX. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional
dengan teknik simple random sampling karena populasi berjumlah 412
peserta didik. Untuk teknik analisis datanya menggunakan analisis
regresi linear sederhana.
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh
positif antara percaya diri terhadap hasil belajar matematika peserta didik
kelas IX Se- Kelurahan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa
persamaan regresi memiliki koefisien sebesar Y=32,757+0,065 X pada
sampel. Sehingga pengaruh antara variabel percaya diri terhadap hasil belajar
matematika masuk dalam kategori sangat kuat, dengan kriteria dertiminasi
38
3,24%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti lakukan
adalah mengenai minat dan percaya diri terhadap hasil belajar matematika
peserta didik. Teknik pengumpulan datayang digunakan dalam penelitian ini
sama-sama menggunakan angket dan tes. Perbedaannya dalam penelitian ini
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada lokasi, jumlah
variabel dan teknik analisis data.
C. Kerangka Berpkir
Permasalahan pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah yang
berada di Se-Kecamatan Witihama adalah masih memiliki anggapan bahwa
matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan masih memiliki perasaan
takut dalam belajar matematika. Selain permasalahan tersebut, peserta didik
juga kurang memiliki rasa percaya diri ketika mengikuti pembelajaran
matematika di kelas.
Dalam proses pembelajaran matematika siswa masih takut dan kurang
percaya diri dalam belajar matematika. Hal ini berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Peserta didik dituntut untuk dapat membangun pengetahuannya
sendiri sehingga dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih sempurna
dibandingkan dengan pengetahuan sebelumnya. Dalam pembelajaran
matematika, peserta didik diarahkan oleh guru untuk terlibat aktif dalam
memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan, mengungkapkan pendapat,
dan berdiskusi.
Rasa takut dan tidak percaya diri membuat siswa merasa tidak bisa dalam
belajar matematika atau menyelesaikan soal matematika sehingga kurangnya
39
minat dalam belajar matematika. Hal ini berpengaruh pada rendahnya prestasi
belajar siswa. Rasa takut dan tidak percaya diri dapat disebabkan oleh
beberapa faktor eksternal dan internal dari siswa. Oleh karena itu, perlunya
untuk mengetahui pengaruh rasa takut dan tidak percaya diri dalam belajar
matematika. Melalui penelitian ini diharapkan dapat mengungkap pengaruh
rasa takut dan tidak percaya diri pada siswa. Sehingga lebih jelasnya dapat
dilihat dari gambar 2.1 di bawah ini.
sekoalh
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Berpikir
SEKOLAH SMP
KECAMATAN WITIHAMA
SISWA
PENGARUH DALAM BELAJAR
EKSTERNAL
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
INTERNAL
40
D. Hipotesis Penelitian
Berangkat dari kajian teori penelitian yang relevan dan kerangka berpikir
maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan:
1. Adanya pengaruh rasa takut terhadap minat belajar.
2. Adanya pengaruh rasa tidak percaya diri berpengaruh terhadap minat
belajar.
3. Adanya pengaruh rasa takut dan tidak percaya diri berpengaruh secara
simultan terhadap minat belajar.