5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Dalam kajian teori ini dipaparkan beberapa teori dari para ahli mengenai
pengertian belajar dan hasil belajar beserta faktor-faktor penyebabnya. Adapun
hal lain yang dipaparkan seperti mata pelajaran, model pembelajaran, serta
kerangka pikir.
2.1.1 Hakikat Belajar
Dalam dunia pendidikan, kegiatan belajar itu penting karena yang
menentukan berhasil tidaknya tujuan pendidikan tergantung dari bagaimana
proses belajar yang melibatkan objek pendidikan. Objek pendidikan disini adalah
siswa. Belajar itu penting untuk menyiapkan diri menjadi manusia yang
berpendidikan dan kompeten sehingga dengan belajar siswa kelak siap
menghadapi perkembangan zaman yang semakin pesat.
Belajar menurut Gagne dalam Suprijono (2012 : 2) adalah “perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan
disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan secara
alamiah”. Belajar menurut Gagne merupakan suatu perubahan kemampuan
seseorang melalui proses aktivitas dan kemampuan tersebut bukan didapatkan
secara langsung dari proses pertumbuhan atau bertambahnya umur seseorang.
Sejalan dengan itu, menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:9)
berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka
responnya menjadi lebih baik. Belajar dilakukan untuk mendapatkan perubahan
kemampuan yang dimiliki seseorang.
Menurut Slameto (2010:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Dari ketiga pendapat menurut para ahli dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh perubahan kemampuan
pada diri seseorang, yang menjadi lebih baik melalui interaksi dengan
6
lingkungannya dan perubahan itu bukan didapatkan secara langsung dari proses
pertumbuhan.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam Suprijono (2012 :
5), hasil belajar berupa :
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecapakan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini
meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
ekstenalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Hasil belajar menurut (Bloom, dkk.) dalam Dimyati dan Mujiono (2009 : 26)
mencakup tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah
tersebut, dikenal sebagai taksonomi bloom dengan kebaikan yang terletak pada
rincinya jenis perilaku yang terkait dengan kemampuan internal dan kata-kata
kerja operasionalnya. Adapun ketiga ranah tersebut sebagai berikut:
a. Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
b. Ranah afektif terdiri dari lima perilaku-perilaku, yaitu
penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap,
organisasi, dan pembenntukan pola hidup.
7
c. Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan komplek,
penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Siswa yang belajar berarti memperbaiki kemampuan-kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dengan meningkatnya kemampuan-kemampuan tersebut
maka keinginan, kemauan, atau perhatian pada lingkungan sekitar semakin
bertambah.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan atau hasil yang diperoleh
siswa setelah melakukan proses belajar yang berupa perubahan tingkah laku.
Kemampuan atau hasil yang diperleh berupa kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar juga tidak hanya bergantung pada lingkungan dan kondisi belajar,
tapi juga dari kemampuan awal pra-belajar. Hasil belajar ini dapat diukur untuk
mengetahui sejauh mana tujuan pendidikan dan pembelajaran tersebut tercapai.
Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan nilai. Maka dari itu, hasil belajar
merupakan hasil penilaian yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran yang
berupa angka untuk mengetahui sejauhmana siswa tersebut paham terhadap materi
yang telah disampaikan.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto
(2010:54) digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar. Faktor intern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu:
1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan, cacat tubuh.
2) Faktor Psikologis, terdiri atas: inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani.
b. Faktor Ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor
ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dikelompokkan
menjadi tiga faktor, antara lain:
1) Faktor Keluarga, meliputi: cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang
kebudayaan.
8
2) Faktor Sekolah, seperti: metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dan siswa, relasi siswa dan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
3) Faktor Masyarakat, meliputi: kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat.
4) Faktor Metode, meliputi: metode mengajar dan metode
belajar.
2.1.4 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Ciri-ciri pembelajaran menurut Darsono dalam Hamdani (2011:47) adalah
sebagai berikut :
a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara
sistematis.
b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa
dalam belajar.
c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik
perhatian dan menantang siswa.
d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat
dan menarik.
e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangakan bagi siswa.
f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik
secara fisik maupun psikologi.
g. Pembelajaran menekankan keaktifan siswa.
h. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan disengaja.
Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membantu siswa
memperolah berbagai pengalaman dan dari pengalaman itu, tingkah
laku siswa bertambah dan berkembang, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Tingkah laku tersebut antara lain: pengetahuan,
keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali
sikap dan perilaku siswa.
Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial,
dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari
semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik
mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan
dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa
9
tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan menganalisis dan
imajinasi yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil
karya kesastraan manusia Indonesia (Permendiknas No.22 tahun 2006).
Tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam Permendiknas No.22
Tahun 2006 agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
b. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara
c. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan
tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
d. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
e. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa
f. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai
khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Dalam pelajaran bahasa Indonesia ada empat keterampilan berbahasa,
yaitu: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Empat
keterampilan berbahasa dijelaskan sebagai berikut:
a. Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak adalah satu bentuk keterampilan berbahasa
yang bersifat reseptif. Menyimak bukan hanya kegiatan yang sekedar
mengumpulkan dan menyimpan pesan, tetapi juga mengklasifikasi,
membandingkan, dan menghubungkan pesan dengan pengetahuan awal yang
dimiliki sebelumnya.
b. Keterampilan Berbicara
Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak,
kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini,
10
kelengkapan alat ucap manusia merupakan persyaratan alamiah yang
memungkinkannya untuk memproduksi suatu ragam bunyi artikulasi,
tekanan, nada, kesenyapan dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari
oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar dan
bertanggung jawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa
malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain.
Tujuan keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal
berikut:
1) Kemudahan berbicara;
2) Kejelasan;
3) Bertanggung jawab;
4) Membentuk pendengaran yang kritis;
5) Membentuk kebiasaan.
c. Keterampilan Membaca
Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Membaca juga
merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang ada dalam teks.
Maka dari itu, seorang pembaca perlu menguasai bahasa yang digunakan.
Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara
mempelajarinya di sekolah.
d. Keterampilan Menulis
Menulis merupakan keterempilan berbahasa yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang
lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam
kegiatan menulis ini, siswa harus memperhatikan grafologi, struktur bahasa,
dan kosa kata. Ketetampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis,
tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. (Tarigan,
2008:3)
Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling
rumit diantara ketiga keterampilan berbahasa yang lainnya. Menulis bukan
hanya kegiatan menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat melainkan juga
mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu bentuk tulisan
11
yang teratur. Berbeda halnya dengan berbicara, menulis sulit untuk dilakukan
secara spontan karena harus memperhatikan kaidah penggunaan tata bahasa
dan secara semestinya. Jadi dalam menulis, unsur kebahasaan dan tata bahasa
merupakan aspek penting yang perlu dicermati, disamping isi yang
diungkapkan.
Dengan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia ini
diharapkan:
a. Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan
kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat
menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan
dan hasil intelektual bangsa sendiri;
b. Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan
kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai
kegiatan berbahasa dan sumber belajar;
c. Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan
sekolah dan kemampuan peserta didiknya;
d. Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam
pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
e. Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta
didik dan sumber belajar yang tersedia;
f. Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan
kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk-bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan kelompok yang bersifat heterogen.
Pembelajaran kooperatif menurut Nurulhayati dalam Rusman (2012:203)
adalah “strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu
kelompok kecil yang saling berinteraksi”. Pembelajaran kooperatif, siswa belajar
bekerja sama dengan siswa lainnya. Model pembelajaran ini siswa memiliki dua
tanggung jawab, yaitu siswa belajar untuk diri sendiri dan belajar bersama/saling
membantu dalam kelompok kecilnya untuk belajar.
12
Kooperatif learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan
dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah “rangkaian
kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan” Sanjaya dalam
Rusman (2012:203).
Menurut Hamdani (2011:30) model pembelajaran
kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
dirumuskan. Pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekarja sama
dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Pembelajaran kooperatif menurut pendapat dari para ahli di atas dapat
disimpulkan sebagai pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antar siswa
dalam mencapai tujuan pembelajaran. Diharapkan dengan penggunaan
pembelajaran kooperatif ini merubah peran guru yang dulunya belajar berpusat
pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa dengan kelompok-
kelompok kecil. Jadi guru tidak mentransfer pengetahuan yang dimilikinya,
melainkan membantu dan menfasilitasi siswa untuk membentuk pengetahuannya
sendiri melalui kerja kelompok.
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif menurut Hamdani (2011:31), sebagai
berikut:
a. Setiap anggota memiliki peran
b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara
belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok
e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Dengan pembelajaran kooperatif terjadi interaksi secara langsung antar
siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif memungkinkan setiap siswa
memiliki peran dalam kelompoknya sehingga setiap anggota bertanggung jawab
terhadap kerja kelompok. Dengan adanya pembelajaran kooperatif yang berpusat
pada siswa maka peran guru disini sebagai fasilitator.
13
2.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (Berpikir
Berbicara Menulis)
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write merupakan model
pembelajaran yang dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. Model ini
didasarkan pada tiga tahapan melalui berpikir, berbicara, dan menulis.
Pelaksanaan model Think Talk Write dimulai dari keterlibatan siswa dalam
berpikir secara individu setelah proses membaca ataupun menyimak, selanjutnya
berbicara dan membagi ide dengan teman sekelompoknya sebelum menulis.
Pembelajaran ini akan lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok yang terdiri
dari 4-5 siswa. Kelompok ini siswa diminta membaca ataupun menyimak,
membuat catatan kecil, menjelaskan, dan membagi ide bersama teman kelompok,
kemudian mengungkapkannya melalui tulisan.
Ada tiga tahap yang dilakukan dalam model pembelajaran Think Talk
Write, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Think (Berpikir)
Tahap ini dilakukan pada siswa bahwa berpikir itu dimulai dengan
proses membaca maupun menyimak terlebih dulu kemudian siswa dapat
mengungkapkan ide atau penyelesaian masalah secara tertulis dengan
membuat semacam catatan kecil. Proses berpikir pada tahap ini akan terlihat
ketika siswa membaca masalah atau lembar kerja yang diberikan guru
kemudian siswa menuliskan apa yang diketahuinya atau penyelesaian
masalahnya.
b. Tahap Talk (Berbicara atau Berdiskusi)
Pada tahap ini siswa melakukan diskusi atau bertukar pendapat dalam
kelompok kecil. Ketika siswa dapat menyampaikan ide atau pendapatnya
dalam kegiatan diskusi, berarti siswa sudah mampu mengungkapkan idenya
secara lisan (Talk). Tahap ini juga memberikan kesempatan bagi siswa agar
lebih terampil berbicara dan membangun komunikasi yang baik antar siswa.
c. Tahap Write (Menulis)
Pada tahap ini merupakan tahap dimana siswa menuliskan hasil
diskusi kelompok kecil dan hasil dari catatan kecil masing-masing siswa.
14
Kemungkinan apa yang siswa tulis dalam tahap ini berbeda dengan apa yang
siswa tuliskan pada cacatan individual (tahap think ). Hal ini terjadi karena
setelah siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil, ia akan memperoleh
ide yang baru untuk menyelesaikan masalah yang telah diberikan.
Langkah-langkah umum pembelajaran Think Talk Write adalah sebagai
berikut:
a. Guru membagi lembar kerja siswa yang memuat permasalahan dan petunjuk
pengerjaannya.
b. Siswa membaca teks dan membuat catatan kecil dari hasil bacaan secara
individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.
c. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu kelompok untuk
membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan
belajar.
d. Siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman
dalam bentuk tulisan (write).
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
a. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni Anggi (2012). Pengaruh
penerapan model cooperatif learning tipe Think Talk Write (TTW)
terhadap pemahaman konsep pada siswa kelas X SMA Negeri 8
Bandung dalam mata pelajaran ekonomi. “The results of the study showed
that the implementation of Think Talk Write (TTW) from the Cooperative
Learning Model gave positive impacts toward students’ conceptual
comprehension of Economics. This was shown from the difference of
students’ conceptual comprehension in the experimental and control groups.
Based on the statistical results, students in the experimental group exhibited
an increase of 0,34 in average, while students from the control group
exhibited an increase of 0,24 in average regarding their level of conceptual
comprehension of Economics”.
Artinya “Hasil belajar dari implementasi Think Talk Write (TTW) dalam
Model Pembelajaran Kooperatif memberikan akibat positif kepada siswa
15
berhubungan dengan pemahaman ekonomi. Ini menunjukkan pentingnya
hubungan dengan pemahaman siswa dalam bereksperimen dan kelompok
kontrol. Berdasarkan hasil statistik, siswa dalam kelompok eksperimen
menunjukkan sebuah kenaikan dengan rata-rata 0,34, sedangkan siswa dari
kelompok kontrol menunjukkan sebuah kenaikan dengan rata-rata 0,24
sehubungan dengan tingkat hubungan dengan pemahaman ekonomi.
b. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Annas Nur Istiqomah (2009).
Pembelajaran matematika dengan strategi Think Talk Write (TTW)
dalam upaya meningkatkan peran aktif dan prestasi belajar siswa kelas
VIII SMP Negeri 2 Bambanglipuro Bantul. Strategi Think Talk Write
(TTW) dapat meningkatkan peran aktif dan prestasi belajar siswa dalam
pembelajaran matematika. Peningkatan peran aktif terjadi ileh setiap tahapan
strategi TTW, yaitu berpikir (Think)yang dilalui dengan proses membaca,
diskusi (Talk), mengkolaborasikan catatan individu dengan hasil diskusi
(Write) dan presentasi sebagai diskusi dalam kelompok besar. Kegiatan yang
dilakukan dapat memberikan dampak bagi siswa, diantaranya adalah
meningkatkan siswa dalam mengungakapkan ide atau gagasan baik lisan
maupun tertulis, kemampuan bertanya, menyelesaikan masalah, bekerjasama,
menggunakan kesempatan, dan mendengarkan orang lain. Seluruh kegiatan
yang dilakukan menignkatkan peran aktif siswa dan berpengaruh terhadap
hasil belajarnya. Peran aktif siswa secara kuantitatif mengalami penignakatan
disetiap siklusnya, hasil perhitungan angket menunjukkan adanya
peningakatan peran aktif siswa dari pra siklus ke siklus I sebesar 10,74%, dari
siklus I ke siklus II sebesar 5,99% dan dari siklus II ke siklus III sebesar
8,28%. Prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan, nilai rata-rata tes
siklus I sebesar 64,14 siklus II sebesar 74,33, dan siklus III sebesar 85,08.
Hasil belajar siswa telah memenuhi target penelitian yang mencapai 60%,
hasil perhitungan akhir mrnunjukkan presentase sekitar 85,08%.
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe Think Talk Write akan dapat meningkatkan hasil belajar. Diharapkan
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write juga dapat meningkatkan hasil
16
belajar Bahasa Indonesia, khususnya dalam keterampilan menulis. Karena
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write ini menekankan siswa kedalam tiga
tahapan yang nantinya mengacu pada keterampilan menulis. Namun demikian,
perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal pembelajaran di kelas 5 diduga masih tergolong
konvensional, dimana peran guru dalam pembelajaran sangat kuat, kurangnya
interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa
sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar bahasa Indonesia. Adapun hal lain
seperti pikiran-pikiran yang ada dalam diri siswa bahwa bahasa Indonesia sering
dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dan sepele, mungkin hal ini
dikarenakan bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar kita sehari-hari. Tapi
dilihat dari hasil ulangan bahasa Indonesia ada 13 siswa dari 23 siswa yang
nilainya di bawah KKM. Maka untuk meningkatkan hasil belajar bahasa
Indonesia peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk
Write.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam mengajar
siswa dengan variasi diskusi kelompok yang berciri khas, guru menyediakan atau
memberikan siswa permasalahan kemudian siswa berpikir sendiri untuk
menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat catatan kecil sebelum sharing
dalam kelompok dan kemudian menuliskannya. Cara ini menjamin keterlibatan
semua siswa dalam pembelajaran dan berdampak baik untuk meningkatkan
hubungan atau komunikasi antar individual dalam kelompok.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write
diharapkan terjadi perubahan sikap dan kemampuan siswa terutama dalam
menulis yang terlihat dari hasil belajar bahasa Indonesia.
17
2.4 Hipotesis Tindakan
Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis
tindakan sebagai berikut: diduga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Talk Write dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia khususnya
tentang meringkas isi buku dengan memperhatikan penggunaan ejaan di SD
Negeri Jamusan kelas 5 Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung Semester
Genap Tahun Ajaran 2012/2013.