9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Belajar
2.1.1 Teori Belajar Konstruktivisme
Teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana
siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi
yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisikannya
bila perlu. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan atau pengalaman.
“Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum
sebagai berikut:
1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi
selalu merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan.
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur
konsep membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku jika
berhadapan dengan pengalalaman-pengalaman seseorang.”6
Hal ini berarti pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi
terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran siswa harus aktif sehingga siswa menjadi
pusat kegiatan belajar di kelas.
Teori belajar konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky.
Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah proses
belajar dan juga tentang penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan
kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual.
6 Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar
Yogyakarta, 2009.hal. 30
10
Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan
disusun di dalam pikiran siswa. “Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat
penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan
untuk mencapai hasil belajar yang optimal”.7 Proses pembelajaran
konstruktivisme Piaget menekankan pada kegiatan internal individu terhadap
objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki seseorang. Konsep belajar
konstruktivisme Vigotsky mengartikan bahwa belajar adalah adanya sebuah
proses yang melibatkan dua elemen penting. ”Pertama, belajar merupakan proses
secara biologi sebagai proses dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai
proses yang lebih tinggi dan esensinya berkaitan dengan lingkungan sosial
budaya.”8 Konstruktivisme Vigotsky menekankan pada interaksi sosial dan
melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosial. Pandangan
konstuktivisme Piaget dan Vigotsky menekankan pentingnya interaksi melalui
pembentukan kelompok belajar. Kelompok belajar memberikan kesempatan
kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang
dipikirkan. Hal ini nantinya akan membantu siswa untuk melihat sesuatu dengan
lebih jelas dan melihat ketidaksesuaian pandangan diri mereka sendiri.
“Menurut Paul Suparno dalam Agus Suprijono, kedua persepektif itu
sama-sama mengimplikasikan pentingnya keaktifan peserta didik
dalam belajar. Keduanya menekankan pada tindakan terhadap objek.
Hanya saja yang satu lebih menekankan pentingnya keaktifan individu
dalam melakukan tindakan terhadap objek,sedangkan yang lain lebih
menekankan pentingnya lingkungan sosial-kultural dalam melakukan
tindakan terhadap objek.”9
7 Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar
Yogyakarta, 2009. hal.97 8 Ibid .hal.124
9 Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka belajar
Yogyakarta, 2009Hal. 34
11
2.2 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Keberhasilan suatu pembelajaran tergantung pada perencanaan kegiatan
pembelajaran, memilih model pembelajaran, dan media yang akan digunakan
dalam pembelajaran. Selain hal-hal tersebut hal yang paling penting adalah
perlakuan guru dalam menggunakan perlakuan perangkat pembelajaran tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran hendaknya bermakna bagi siswa, jangan
sampai siswa hanya datang dan duduk dikelas tanpa memperoleh sesuatu yang
bermanfaat. Oleh karena itu hendaknya guru pandai memilih model pembelajaran
yang bermakna bagi siswa. Hal lain yang harus dijadikan pertimbangan dalam
memilih model pembelajaran adalah kesesuaiannya dengan tujuan intruksional
serta pelaksanaanya dilihat dari sarana dan waktu yang tersedia.
“Suharsimi Arikunto mengungkapkan Tujuan intruksional adalah
tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, ketrampilan
dan sikap yang harus dimiliki siswa akibat dari hasil pengajaran yang
dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati
dan diukur.”10
Model Pembelajaran Cooperative Learning menurut Anita Lie beranjak
dari dasar “getting better together“11
dimana menekankan pada pemberian
kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif untuk memperoleh
dan mengembangkan pengetahuan sikap, nilai, serta ketrampilan-ketrampilan
sosial yang bermanfaat bagi kedihupannya dimasyarakat. Melalui metode
Cooperative Learning, siswa tidak hanya belajar dan menerima apa yang disajikan
10
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, ( Pustaka Belajar : jakarta, 2005 ),
hal. 132 11
Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT Grasindo
Jakarta: 2002), hal. 19
12
oleh guru dalam proses belajar mengajar, melainkan dapat juga belajar dari siswa
lainnya dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk pembelajaran siswa lain.
Menurut Anita Lie “ Dalam model pembelajaran kooperatif siswa
dituntut untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam kelompok kecil yang
heterogen”.12
Hal ini memberi peluang besar bagi siswa untuk terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap
hasil belajar siswa. “Menirut Rusman, Pembelajan kooperatif (cooperatif
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat atau enam orang dengan struktur kolompok yang bersifat hoterogen.”13
Berdasarkan kutipan tersebut maka yang dimaksud pembelajaran
kooperatif dalam penelitian ini yaitu siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok
kecil, dimana mereka dituntut untuk saling bekerjasama dalam kelompoknya
untuk mencapai tujuan bersama.
Pada hakekatnya Cooperative Learning sama dengan kerja kelompok,
oleh karena itu banyak guru yang mengatakan tidak ada yang aneh dalam
pembelajaran Cooperative Learning, karena mereka menganggap telah terbiasa
menggunakanya. Meskipun Cooperative Learning terjadi dalam bentuk
kelompok, tetapi semua kerja kelompok tidak bisa dianggap Cooperative
Learning.
12
Anita Lie..hal. 22 13
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru:,
(Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 202
13
“Menurut Roger dan David Johnson dalam Agus Suparjono lima
unsur dasar yang dapat membedakan Cooperatif Learning dengan
Kerja Kelompok,
1. Positive interdependence, yaitu saling ada tibal balik atau saling
ketergantungan positif.
2. Personal Responsibility, yaitu adanya tanggungjawab pribadi
mengenai materi.
3. Face to face promotive interaction, yaitu interaksi yang langsung
terjadi atar siswa tanpa adanya perantara.
4. Interpersonal Skill ( komonikasi antar anggota )
5. Group Processing ( pemprosesan Kelompok ).”14
Sedangkan pembelajaran kooperatif mempunyai unsur dasar sebagai
berikut :
“Unsur dasar pembelajran kooperatif menurut Rusman, yaitu;
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah berangggapan bahwa mereka
sehidup sepenganggungan bersama.
2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu didalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/
penghargaanyang juga akan dikenakan untuk semua anggota
kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk bekerjasama untuk proses belajarnya.
7. Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi
yang ditangani dalam kelompok kooperatif.”15
Melihat unsur-unsur dasar yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif
terlihat bahwa pembelajaran dengan metode kooperatif menitik beratkan pada
keaktifan siswa dan kerjasama dan ketergantungan antar siswa satu dengan yang
lainnya dalam satu kelompok. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan
ketrampilan-ketrampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik didalam
14
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Pustaka belajar
Yogyakarta, 2009), hal. 58 15
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru, (
Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 208
14
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik dan sebagai transformator
informasi, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang
direncanakan untuk diajarkan kepada seluruh anggota kelompoknya.
2.2.2 Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Prosedur Pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri dari empat
langkah sebagai berikut:
“Langkah-langkah pembelajaran kooperatif:
1. Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian
pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.
Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok
materi pelajaran.
2. Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan
penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk
sebelumnya.
3. Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan
melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok.
Tes individu akan memberikan penilaian pada kemampuan individu,
sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan
kelompoknya. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam
kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai
bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap
anggota kelompoknya.
4. Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling
menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan
pernghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim
untuk terus berprestasi lebih baik lagi.”16
2.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Keunggulan cooperative learning menurut Wina Sanjaya, sebagai suatu
strategi pembelajaran adalah sebagai berikut:
16
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan profesionalisme guru,
(Rajawali Pers: Jakarta, 2010), hal. 212-213
15
“Keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu;
a. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dan prestasi akademiknya.
b. Meningkatkan daya ingatan siswa.
c. Meningkatkan kepuasan siswa dengan pengalaman belajar.
d. Membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan
berkomunikasi secara lisan.
e. Mengembangkan keterampilan sosial siswa.
f. Meningkatkan rasa percaya diri siswa.
g. Membantu meningkatkan hubungan positif antar siswa.”17
Melalui beberapa keunggulan cooperative learning, siswa dilatih untuk
mengembangkan ketrampilan siswa dan keaktifan selama selama dikelas, baik
aktif dalam hal bertanya ketika tidak mengerti tentang materi, ataupun menggali
informasi dari berbagai sumber, dan kemudian menularkannya kepada siswa
lainnya. hal itu akan mengajarkan siswa untuk dapat menerima perbedaan antara
siswa satu dengan siswa lainnya sehingga hubungan antar siswa dapat lebih
terjalin.
“Sedangkan kelemahan dari cooperative learning adalah:
a. Pembelajaran berkelompok membatasi siswa yang berkemampuan
tinggi dalam waktu belajar.
b. Dibandingkan dengan pengajaran langsung oleh guru, bisa terjadi
apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai
oleh siswa.
c. Penilaian yang diberikan berdasarkan hasil kerja kelompok.”18
Cooperative learning membatasi siswa yang berkemampuan tinggi,
maksudnya siswa yang dianggap memiliki kelebihan mungkin akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya,
keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
Penilaian yang diberikan cooperative learning didasarkan kepada hasil kerja
17
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Kencana: Jakarta,2006), hal. 249-250
18
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Kencana: Jakarta,2006), hal. 249-250
16
kelompok. Guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
2.3.1 Karateristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Teknik pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan tahun
1992. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua
tingkatan anak usia didik. “Menurut Anita Lie, Struktur Two Stay Two Stray/Dua
Tinggal Dua Tamu, memberikan kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengn kelompok lain”19
Adapun proses metode Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray,
dua orang siswa tinggal dikelompok dan dua orang siswa yang lainnya bertamu
kekelompok lain. Dua orang yang tinggal harus bertugas untuk memberikan
informasi kepada tamu dari kelompok lain tentang hasil diskusinya, sementara itu
yang bertamu bertugas untuk mencatat penjelasan hasil diskusi kelompok yang
dikunjunginya.
“Menurut Anita Lie yang dilakukan dalam metode pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah :
1. Bekerjasama dalam kelompok yang beranggotakan empat
orang. Dimana anggotanya bersifat hiterogenitas atau
beraneka ragam yaitu satu orang siswa yamg berkemampuan
tinggi, dua orang siswa yang berkemampuan sedang dan satu
orang yang berkemampuan rendah.
2. Setelah selesai berdiskusi dalam kelompoknya, kemudian dua
orang dari masing-masing kelompok yanng berkemampuan
sedang akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing
bertemu kedua kelompok lain.
19
Anita Lie, Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT
Grasindo Jakarta: 2002), hal. 60
17
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok memiliki
kemampuan yang tinggi dan rendah bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok masing-masing
dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil mereka.”20
2.3.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran di
SMA Negeri 2 Salatiga, Kelas XI IPS-1 dapat digambarkan sebagai berikut :
Langkah 1. Pembagian Kelompok dan Pembagian Tugas
Siswa yang berjumlah 32 dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu:
- Kelompok 1,
- Kelompok 2,
- Kelompok 3,
- Kelompok 4,
- Kelompok 5,
- Kelompok 6,
- Kelompok 7,
- Kelompok 8
Masing-masing kelompok terdiri 4 orang yaitu A,B,C dan D. Selanjutnya,
masing-masing kelompok mendiskusikan tugas mereka. Kelompok 1,3.5,7
mengerjakan tugas dengan kode A, kelompok 2,4,6,8 mengerjakan tugas kode B.
20
Anita Lie, Anita Lie, Mempraktikan Cooperative di Ruang-Ruang Kelas, (PT
Grasindo Jakarta: 2002), hal 60-61
18
Langkah II. Pertukaran Kelompok atau Moving Siswa
Pada tahap II, dua orang anggota kelompok bertamu kelompok lain yang
berbeda, misalkan kelompok 1 yang beranggotakan A₁, B₁, C₁ dan D₁, yang
kemudian A₁ dan B₁ bertamu kekelompok 2, C₁ dan D₁ tetap tinggal ditempat
sebagai tuan rumah. Masing-masing siswa yang bertamu bertugas mencari
informasi mengenai tugas yang telah dibahas oleh tuan rumah, sementara dua 2
anggota lainnya tetap berada dalam kelompok (sebagai tuan rumah), mereka
bertugas memberikan informasi mengenai materi yang telah dibahas dalam
kelompoknya. Setelah selesai bertamu siswa kembali ke kelompoknya dan
menyampaikan informasi tentang yang mereka peroleh dari kelompok lain dan
membuat kesimpulan antara yang dibahas dalam kelompoknya dengan kelompok
lain. Seperti yang terlihat dalam skema berikut ini :
Kel 1 Kel 2 Kel 5 Kel 6
Kel 3 Kel 4 Kel 7 Kel 8
GAMBAR 2.4
Bagan Kegiatan Moving Siswa
Dengan melihat langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray, siswa dapat
memperoleh banyak manfaat, diantaranya siswa mendapatkan informasi dalam
A₁ B₁ C₁ D₁
A₂ B₂ C₂ D²
A₃ B₃ C₁₃ D₃
A₄ B₄ C₄ D₄
A₆ B₆ C₆ D₆
A₅ B₅ C₅ D₅
A₇ B₇ C₇ D₇
A₈ B₈ C₈ D₈
19
kelompoknya dan dari dua tamu dari kelompok lain. Setiap siswa dapat berperan
aktif dan dapat meningkatkan hasil belajar serta daya ingat karena saling
mengajarkan materi yang sudah dipelajari, khususnya Ekonomi Akuntansi.
Tipe Two Stay Two Stray, guru menentukan anggota kelompoknya
supaya merata. Selain itu, guru juga menentukan siapa yang pergi atau bertamu
dan kelompok mana yang akan didatanginya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kegaduhan dalam kelas, misalnya memperebutkan kelompok yang akan didatangi.
Karena jika tidak ditentukan oleh guru, biasanya siswa bebas memilih sesuatu
dengan keinginannya sehingga terjadi penyimpangan.
2.4 Aktivitas
Aktivitas siswa berperan penting dalam kegiatan proses belajar
mengajar. Aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi
juga meliputi aktivitas psikis seperti aktivitas mental. Banyak guru yang terkecoh
oleh sikap siswa yang pura-pura aktif padahal tidak.
“Menurut Widi Raharja Aktivitas adalah kegiatan jasmani dan
rohani manusia untuk melakukan sesuatu dalam upaya mencapai
tujuan tertentu. Dalam mengajar guru harus berupaya agar siswa
benar-benar ada keaktifan dalam mengikuti belajar mengajar baik
keaktifan secara jasmani seperti melakukan praktek/percobaan,
berlatih dan sebagainya, dan keaktifan secara rohani seperti:
mengamati, memecahkan persoalan, mengambil kesimpulan dan
sebagainya.”21
Mengajar adalah upaya yang dilakukan guru agar siswa belajar. Dalam
pengajaran, siswalah yang menjadi subjek, dimana siswa sebagai pelaku kegiatan
belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru
21
Widi Raharja, Sekitar Strategi belajar Mengajar dan Ketrampilan Mengajar,
(Fakultas Ekonomi : Salatiga, 2002). Hal. 12.
20
hendak merencanakan pengajaran, yang menuntut siswa benyak melakukan
aktivitas belajar. Hal ini tidak berati siswa dibebani banyak tugas. “Menirut R.
Ibrahim dan Nana. S, Aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan siswa
hendaknya menarik minat siswa, dibutuhkan dalam perkembanganya, serta
manfaat bagi masa depannya.”
Kegiatan belajar mengajar diperlukan suatu proses perhatian, bertanya,
menjawab, sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup. Peserta didik tidak akan
aktif jika proses belajar mengajarnya ada kegiatan. “Menurut Gagne yang dikutip
Agus Suparjono Belajar adalah perubahan diposisi atau kemampuan yang
dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan diposisi tersebut bukan diperoleh
langsung dari peoses pertumbuhan seseorang secara alamiah”22
Pendapat serupa yang diungkap oleh baharuddin dan Esa N.W :
“Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk
mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan
atau pengalaman-pengalaman. Belajar sebagai karakteristik yang
membedakan antara manusia dengan makhluk lain, merupakan
aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan
tiada hari tanpa belajar.”23
Berdasarkan pendapat Gagne dan Esa dapat disimpulkan bahwa hal
yang menyangkut pengertian belajar dalam penelitian ini yaitu:
a. Belajar merupakan suatu proses, yaitu kegiatan yang bersinambungan yang
dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
22
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, ( pustaka Belajar:
Yogyakarta, 2009).hal. 2. 23
Baharuddin dan Esa W.N, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Ar-ruzz Media :
jogjakarta, 2010 ). Hal. 10.
21
b. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif dan
permanen.
c. Hasil belajar ditunjukan dengan aktivitas-aktivitas tingkah laku secara
keseluruhan.
Indikator dari aktivitas adalah perhatian, mencatat, menjawab, bertanya,
dan menanggapi. Semakin banyak kesadaran yang menyertai suatu aktivitas,
maka semakin intensif akan indikatornya.
2.5 Hasil Belajar
Suatu kegiatan belajar mengajar, hasil belajar siswa merupakan out put
yang selalu diharapkan oleh orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran
tersebut, baik siswa, guru, maupun bagi orang tua siswa. Hasil belajar ini
merupakan hasil usaha guru yang bertugas untuk mengajar dan siswa yang
berfungsi sebagai subjek pengajaran. Menurut bloom yang dikutip Agus
Suparjono, “Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan yang
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.”24
Pendapat serupa yang dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suparjono
“Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan yang berupa informasi verbal,
ketrampilan intelektual, strategi kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.”25
Hasil pembelajaran mencakup semua efek yang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi
24
Agus Suprijono, Kooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Pustaka belajar
Yogyakarta, 2009, hal.6 25
Agus Suprijono, ibid. hal.6
22
pembelajaran yang berbeda. Hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu:
“1. Keefektifan (effectiveness);
2. Efisiensi (efficiency);
3. Daya tarik (appeal).”26
Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan ratio antara keefektifan
dan jmlah waktu yang dipakai dalam pembelajaran atau jumlah biaya yang
digunakan.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan hasil belajar
pada penelitian ini yaitu kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran yang ditandai dengan adanya perubahan dalam aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), psikomotorik (ketrampilan) dengan keefektifan,
efisien dan daya tarik.
2.6 Karateristik Pembelajaran Akuntansi di SMA
Kurikulum SMA akan mempersiapkan siswanya untuk mampu
memasuki perguruan tinggi dengan lebih mudah. Maka penjurusan di SMA juga
sangat erat kaitannya dengan kelanjutan studi setelah SMA. Idealnya di setiap
SMA ada tiga jurusan yang sediakan, yakni IPA, IPS, dan Bahasa. Pandangan
sebagian siswa, orangtua, bahkan juga guru yang menganggap kelas IPS itu kelas
buangan, kelas sisa-sisa, kelas nomor dua, atau apa pun bahasanya adalah keliru
besar. Tidak jaminan bahwa anak-anak yang masuk jurusan IPA masa depannya
26
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran,(PT. Bimu Aksara : Jakarta, 2006), hal
21
23
lebih cerah. Demikian juga sebaliknya, bukan berarti setiap siswa yang masuk
jurusan IPS masa depannya akan suram dan calon generasi yang gagal.
IPA adalah istilah yang digunakan untuk menghimpum ilmu biologi,
fisika dan kimia. Sementara IPS menghimpun ilmu sejarah, geografi, ekonomi,
dan sosiologi. Jurusan di SMA memilih ketika memasuki kelas XI. Tentu pilihan
tersebut harus disesuaikan dengan talenta yang dimiliki, yakni minat dan bakat
siswa. Selanjutnya dipertimbangkan secara kemampuan akademisnya sewaktu di
kelas X. barulah kemudian ditetapkan pilihan jurusan di kelas XI, IPA atau IPS.
“Kompetensi dasar mata pelajaran adalah kompetensi yang harus
dikuasai siswa setelah melalui proses pembelajaran Akuntansi SMA,
mencakup:
1. Menganalisis akuntansi sebagai sistem informasi.
2. Menjelaskan dasar hukum pelaksanaan Akuntansi bagi perusahaan di
Indonesia.
3. Menerapkan struktur dasar Akuntansi.
4. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Perusahaan Jasa.
5. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Perusahaan Dagang.
6. Menerapkan tahapan siklus Akuntansi Koperasi.
7. Menganalisis laporan keuangan.
8. Menerapkan metode kuantitatif.”27
Pelajaran Akuntansi di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah
pengembangan pengetahuan, ketrampilan, sikap rasional, teliti, jujur dan
bertanggung jawab melalui prosedur pencatatan, pengelompokan, pengikhtisaran
transaksi keuangan sampai penyusunan laporan keuangan. Meskipun SMA
diprioritaskan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, tapi setidaknya
sudah dibekali oleh skill atau ketrampilan.
27
http://www.google.co.id/search?q=standar+kompetensi+akuntansi&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a 18 juni 2012, jam 14.19
24
Pembelajaran akuntansi memiliki tujuan dan fungsi yang dapat dilihat
dalam standar kompetensi akuntansi yang harus diperlihatkan siswa setelah
pembelajaran.
“Standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa terdiri dari
delapan standar kompetensi meliputi kemampuan: (1)
mendeskripsikan akuntansi sebagai sumber informasi, (2)
mendeskripsikan pedoman akuntansi, (3) mendeskripsikan proses
terbentuknya laporan keuangan, (4) menerapkan tahapan siklus
akuntansi, (5) menganalisis laporan keuangan, (6) menerapkan
akuntansi pada kelompok aktiva, (7) menerapkan akuntansi sebagai
kelompok pasiva. (8) menerapkan metode kualitatif.”28
Melihat tujuan dan fungsi pembelajaran akuntansi, maka pembelajaran
akuntansi memiliki nilai-nilai esensial sehingga penting untuk diajarkan kepada
siswa. Setelah mempelajari akuntansi siswa diharapkan dapat mengembangkan
ketrampilan sosial dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran akuntansi dilakukan melalui pendekatan tuntas, karena
pembelajaran Akuntansi merupakan suatu siklus sehingga ketrampilan satu
berkaitan dengan ketrampilan yang lain dan lebih mengutamakan pencapaian
melalui pelatihan langsung yang dialami siswa. Bahan pelajaran yang diberikan
untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut dibagi atas beberapa kompetensi
dasar. Setiap kompetensi terdiri dari bahan-bahan pelajaran yang diurutkan secara
sistematik sesuai dengan urutan dalam proses akuntansi (pencatatan,
pengikhtisaran, dan pelaporan). Setiap siswa diharuskan menguasai bahan
kompetensi dasar sebelum melanjutkan ke kompetensi dasar berikutnya, karena
setiap kompetensi dasar merupakan satu kesatuan. Keaktifan dan hasil belajar
28
Anggra Agustina, Buku Pedoman Khusus Model 3 Akuntansi, (Debdiknas 2009 :
36-37)
25
siswa pada mata pelajaran ekonomi akuntansi kompetensi dasar ikhtisar dan
laporan keuangan siklus akuntansi perusahaan jasa dapat ditingkatkan dengan
metode kooperatif tipe Two Stay Two Stray. Pada mata pelajaran akuntansi
kompetensi dasar ikhtisar dan siklus akuntansi perusahaan jasa, Setiap kelompok
mendiskusikan soal mengenai ikhtisar dan laporan keuangan. Hal pertama yang
harus dilakukan guru yaitu menentukan anggota kelompoknya supaya merata
siswa dibagi menjadi 8 kelompok. Selain itu, guru juga menentukan siapa yang
pergi atau bertamu dan kelompok mana yang akan didatanginya. Masing-masing
kelompok terdiri 4 orang yaitu A,B,C dan D. Selanjutnya, masing-masing
kelompok mendiskusikan tugas mereka. Kelompok 1,3.5,7 mengerjakan tugas
dengan kode A, kelompok 2,4,6,8 mengerjakan tugas kode B. Setelah setiap
kelompok berdiskusi dua siswa pada setiap kelompok bertamu kelompok lain dan
mencari informasi mengenai apa yang telah disiskusikan dan yang tinggal
berkewajiban menyampaikan informasi, setelah selesai kembali kekelompoknya
dan membuat kesimpulan mengenai materi yang telah selesai didiskusikan.
Pelajaran Akuntansi mengenal istilah latihan (Training), dimana dalam
pelaksanaanya mengenal 4 langkah yang mendorong kegiatan belajar secara
efektif, yaitu memperlihatkan ( to show ), menjelaskan ( to tell ), mengerjakan ( to
do ),dan memeriksa (to check ). Model pembelajaran kooperatif tipe two stay two
stray dapat menaungi kegiatan pembelajaran tersebut. Ini akan terlihat saat siswa
mengerjakan tugas dengan kelompoknya.
26
2.7 Hipotesa dan Kerangka Pikir
Berdasarkan rumusan masalah dan usulan tindakan, tujuan penelitian,
dan kajian pustaka maka diajukan hipotesa penelitian sebagai berikut :
1. Penggunaan metode pembelajaran Metode Kooperatif tipe Two Stay Two
Stray pada pembelajaran Akuntansi Kompetensi Dasar ikhtisar dan
laporan keuangan siklus akuntansi perusahaan jasa yang dapat
meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, berupa:
perhatian , bertanya, menjawab, dan menanggapi.
2. Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Selanjutnya hipotesis penelitian ini, disajikan dalam bentuk skema
kerangka berpikir penelitian sebagai berikut:
A.
Gambar 3. Kerangka pikir
Kondisi Awal
Guru menggunakan
metode konvensional
ceramah dan
penugasan
Tindakan
PTK Siklus I
Aktivitas belajar dan hasil
belajar siswa belum atau
sudah mencapai indikator
ketuntasan ≥ 75%
Guru menggunakan
Metode Kooperatif
Model TS-TS
perbaikan siklus I
Guru menggunakan
Metode Kooperatif
Model TS-TS
Tindakan
PTK Siklus II
Aktivitas, dan hasil
belajar tidak sesuai
dengan tujuan
pembelajaran, KKM tidak
tercapai
Aktivitas belajar dan hasil
belajar meningkat ≥
indikator yang ditetapkan