5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sumber Pustaka
1. Rujukan Konsepsi
Kegelisahan merupakan hal yang lumrah dirasakan bagi setiap manusia
dalam kesehariannya. Baik itu kegelisahan yang timbul dari suatu
permasalahan yang kecil maupun permasalahan yang besar. Tidak dapat
dipungkiri bahwa rasa gelisah akan mempengaruhi psikis manusia, yang tak
jarang membuat manusia merasa ingin meluapkan atau mencurahkan unek-
uneknya. Tidak sedikit juga seniman yang dengan kreatifnya meluapkan atau
mencurahkan kegelisahannya ke dalam suatu karya seni. Bentuk kegelisahan
yang dirasakan seorang seniman pun bermacam-macam untuk diungkapkan ke
dalam karya seni, misalnya seperti kegelisahan dalam lingkup sosial, politik,
budaya, bahkan kegelisahan dalam kehidupan pribadinya. Untuk itu, ide
mengenai kegelisahan ini diimplementasikan ke dalam karya seni. Melalui
karya seni, diharapkan pesan dari seniman dapat tersampaikan kepada
masyarakat luas sebagai curahan hati, dan masyarakat dapat belajar dari
pengalaman hidup yang seniman alami. Oleh karena itu, dalam proses
implementasi tersebut memerlukan peninjauan terkait suatu bentuk
kegelisahan, yaitu tidak lepas dari kajian serupa yang pernah diteliti
sebelumnya. Berikut adalah beberapa kajian terkait yang pernah diteliti
sebelumnya:
6
a. Btari Widya Pradipta
Salah satu kajian terdahulu yang membahas tentang suatu
kegelisahan dibuat oleh Btari Widya Pradipta dalam jurnalnya yang
berjudul “Kajian Karya Seni Performans Melati Suryodarmo”. Ia mengkaji
sebuah karya seniman performans, Melati Suryodarmo, yang berjudul “I’m
a Ghost in My Own House”. Dalam kajiannya, ia menjelaskan mulai dari
proses pelaksanaan hingga konsep karya performans Melati Suryodarmo.
Gambar 1. Dokumentasi karya performans berjudul “I’m a Ghost in My Own
House”oleh Melati Suryodarmo
(Sumber: Screenshot Jurnal Btari Widya Pradipta, 2013)
Karya performans tersebut dilaksanakan di Lawangwangi Creative
Space pada akhir tahun 2012 dan merupakan karya salah satu karya
performans Melati dengan durasi terpanjang yang dilaksanakan selama 12
jam non-stop di atas tumpukan arang. Dalam bahasan konsep di balik
karya, Melati merujuk pada rasa kesepian, keterasingan, serta tidak adanya
keberadaan. Melati lebih berbicara mengenai masalah yang bersinggungan
dengan kehidupan pribadinya. Bagi sang seniman, karyanya memiliki
fungsi sebagai terapi tersendiri dalam menghadapi krisis atau
7
permasalahan yang dialaminya dalam kehidpan pribadinya, baik dalam
konteks sosial maupun konteks kehidupan rumah tangganya, sebagai
wanita, serta sebagai manusia. Tujuan karyanya tersebut adalah sebagai
media seniman untuk menyampaikan gagasan keterasingan dan perasaan
terisolir, serta usahanya dalam menghapus rasa kegelisahannya.
Begitu pula dengan penulis, karya seni performans Melati
Suryodarmo yang dikaji dalam jurnal ini memiliki kesamaan konsep serta
fungsi dengan karya yang diangkat dalam Tugas Akhir, yakni sebagai
luapan suatu kegelisahan dan memiliki fungsi sebagai terapi tersendiri atas
suatu persoalan yang dialami. Kegelisahan yang diangkat berdasarkan
pengalaman pribadi. Melalui karya-karya yang disajikan, penulis
memberikan ilustasi berupa karya seni grafis berdasarkan cerita-cerita
dalam pengalaman hidup.
Sumber: Jurnal Btari Widya Pradipta berjudul “Kajian Seni Performans
Melati Suryodarmo”
b. Nurfitrianah Octavianingrum R. P.
Konsep serupa mengenai kegelisahan juga diangkat oleh
Nurfitrianah Octavianingrum R. P. dalam jurnalnya yang berjudul
“Gelisah dalam Kosong” pada tahun 2013. Dalam jurnalnya ia membahas
tentang kegelisahan pribadinya yang kemudian diimplementasikan ke
dalam sebuah karya seni lukis. Idenya didapatkan dari kesadaran atas
kanvas kosong yang belum diisi kemudian dimanfaatkan sebagai media
untuk menuangkan rasa gelisah, pertanyaan, serta pernyataan tentang
proses pencarian kesadaran berkarya. Gaya ekspresif merupakan gaya
yang digunakan dalam mengimplementasikan idenya ke dalam karya seni
8
lukis. Menurutnya gaya ekspresif mewakilkan kebebasan dalam berkarya
tanpa adanya batasan atas dasar kegelisahan jiwa. Proses berkaryanya juga
dianggap sebagai terapi yang dapat menenangkan rasa gelisah yang
dialaminya.
Gambar 2. Karya Nurfitrianah Octavianingrum R. P. berjudul “Tertekan dalam
Tenang”, ukuran 100x130 cm, Mix Media di atas kanvas, 2012
(Sumber: Screenshot Jurnal Nurfitrianah Octavianingrum R. P., 2013)
Beberapa medium berbeda dalam pembuatan karyanya, seperti cat
minyak, cat akrilik, poliester, impasto, pasta modeling, gesso, dan lain-
lain. Dalam pengerjaannya beberapa kanvas langsung digarap sekaligus,
perpindah-pindah, dan tidak terfokus hanya pada satu kanvas. Dalam
konsep dan karyanya memperlihatkan seberapa kesadaran dalam berkarya
dengan media kanvas kosong yang memberi kebebasan berekspresi dalam
kejujuran atas kesadaran estetik dengan intuitif.
Berdasarkan kajian dalam jurnal ini, penulis menemukan suatu
kesamaan dalam menciptakan karya seni berupa konsep kegelisahan serta
fungsi dari penciptaan karya seni tersebut. Namun juga memiliki suatu
9
perbedaan dalam pengungkapan kegelisahannya, seperti dalam jurnal ini
sang seniman mengangkat kegelisahannya berdasarkan kesadarannya
terhadap bidang kanvas yang masih kosong dan mengungkapkan
pendapat-pendapatnya, sedangkan penulis mengungkapkan
kegelisahannya berdasarkan cerita-cerita dari pengalaman hidup dalam
lingkup dunia seni rupa. Memiliki kesamaan fungsi karya seni yang
diciptakan antara sang seniman dengan penulis, yaitu berupa terapi untuk
mengurangi kegelisahan yang dialami.
Sumber: Jurnal Nurfitrianah Octavianingrum R. P. berjudul “Gelisah
dalam Kosong”
2. Referensi Teoritik
a. Psikologi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Psikologi adalah ilmu yang
berkaitan dengan proses mental, baik nornal maupun abnormal dan
pengaruhnya terhadap perilaku. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang gejala dan kegiatan jiwa. Psikologi adalah sebuah
ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari tentang perilaku dan
fungsi mental manusia. Para ahli dalam bidang psikologi disebut
sebagai psikolog. Para psikolog mempelajari tentang fungsi mental dalam
perilaku individu maupun suatu kelompok, serta mempelajari tentang proses
fisiologis (organ) dan neurobiologis (sel saraf) yang menjadi dasar perilaku.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi).
Menurut Crow & Crow, psikologi ialah ilmu yang mempelajari
tentang tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia
sekitarnya, baik hubungan sesama manusia maupun bukan manusia, seperti
10
hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya. Banyak pula cabang ilmu
psikologi yang dapat dipelajari, seperti psikologi sosial, psikologi
pendidikan, psikologi abnormal, dan sebagainya
(http://www.academia.edu/5220490/Pengertian_Psikologi_menurut_para_a
hli_Menurut_Crow_and_Crow).
b. Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah yang artinya rasa tidak tentram
di hati, selalu khawatir, tidak tenang, tidak sabar, cemas, dan sebagainya.
Kegelisahan artinya perasaan gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik
terhadap sesuatu. Beberapa orang berpendapat bahwa seorang yang merasa
gelisah akan dihantui rasa khawatir atau takut (Prasetya, 2011: 197).
Setiap manusia pasti pernah merasakan suatu kegelisahan dalam
hidupnya. Kegelisahan ini apabila dirasakan atau diderita cukup lama, akan
mengakibatkan suatu gangguan penyakit, dan akan menghilangkan
kemampuan untuk merasa bahagia (Prasetya, 2011: 198).
Seorang yang sedang gelisah dapat diketahui gejalanya melalui
tingkah laku atau gerak-geriknya dalam situasi tertentu. Misalnya seperti
berjalan mondar-mandir dalam ruangan tertentu sambil menundukkan
kepalanya, memandang jauh ke depan sambil mengepal-ngepalkan
tangannya, duduk termenung sambil memegang kepalanya, duduk dengan
wajah murung atau sayu, berdiam diri, malas berbicara, menggelengkan
kepalanya, dan lain-lain (Mulyadi, 1998: 113).
Kegelisahan muncul akibat perbuatan diri sendiri atau karena
perbuatan atau keadaan dari luar diri manusia, yang memberikan pengaruh
11
atau dampak yang merugikan pada psikologis manusia tersebut. Pengaruh
yang ditimbulkan tidak hanya pada diri sendiri, melainkan dapat juga pada
orang lain, baik yang berada disekitar maupun pada masyarakat luas
(Mulyadi, 1998: 113)
Misalnya dalam dunia akademis seni rupa, seorang mahasiswa
dituntut menyelesaikan suatu karya seni pada tenggang waktu yang telah
ditentukan, namun karena kendala teknis yang rumit akhirnya hingga
mendekati tenggang waktu yang telah ditentukan karya masih belum dapat
diselesaikan. Akibatnya suasana dalam diri mahasiswa tersebut menjadi
tidak menentu dan merasa gelisah, apakah ia sanggup menyelesaikan
tanggung jawabnya atau tidak, sehingga mahasiswa harus berusaha meminta
dispensasi dari dosen yang bersangkutan sebagai usaha untuk mengurangi
kegelisahannya, karena saat itu ia sedang mengerjakan sesuatu yang belum
pasti.
Hal yang mendasari manusia dapat merasakan gelisah adalah karena
manusia memiliki hati dan perasaan. Kegelisahan memiliki bermacam-
macam bentuk, seperti keterasingan, kesepian, serta ketidakpastian. Hal-hal
tersebut yang dapat mengubah kebahagian dan kegembiraan pada manusia,
yang kemudian muncul perasaan tidak tentram, khawatir, cemas, takut,
jijik, dan sebagainya (Sulaeman, 1998: 80).
Dalam buku yang ditulis Sulaeman (1998: 80), Sigmund Freud
membagi perasaan cemas menjadi tiga macam, yaitu:
1. Kecemasan obyektif. Kecemasan ini kerap terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya lupa mematikan kompor, lupa mengerjakan tugas,
12
orang tua yang mengkhawatirkan anaknya karena belum pulang, dan
sebagainya.
2. Kecemasan neurotik (saraf). Kecemasan ini muncul karena adanya
pengamatan secara naluri manusia terhadap sesuatu yang sekiranya
membahayakan dirinya. Misalnya seseorang yang sedang beradaptasi
dengan lingkungan yang baru, fobia terhadap suatu hal, gugup atau
canggung ketika bertemu dengan seorang yang disukainya, dan
sebagainya.
3. Kecemasan moral. Setiap individu memiliki bermacam-macam emosi,
seperti iri, demdam, dengki, benci, takut, dan lain-lain. Rasa ini biasanya
dihubungkan dengan keadaan orang lain. Seperti iri dan sebagainya itu
tidak cukup beralasan, yang mana hanya memandang dirinya sendiri
(egoisme) dan merupakan sikap yang tidak terpuji baik di hadapan
masyarakat maupun Tuhan sang pencipta. Dengan adanya sikap ini
manusia akan mengalami rasa khawatir, cemas, takut, jijik, bahkan putus
asa.
Mengatasi kegelisahan ini memiliki dua cara, yaitu bersifat horizontal
dan bersifat vertikal. Mengatasi kegelisahan yang bersifat horizontal
pertama-tama harus mulai dari diri sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang.
Dengan bersikap tenang kita dapat berpikir dengan jernih dan tenang, serta
memahami kondisi baik dalam diri sendiri maupun orang lain, sehingga kita
dapat menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi. Kemudian untuk
mengatasi kegelisahan yang bersifat vertikal, yaitu dengan adanya hubungan
antara manusia dengan Tuhan sang pencipta, dengan cara berdoa dan
13
berserah diri, mengharapkan sesuatu yang terbaik dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian dapat mengurangi atau
mengatasi kegelisahan yang dirasakan (Mulyadi, 1998: 116).
c. Ilustrasi
Menurut buku yang ditulis oleh Rusmadi (1994: 1), Robert Ross
mengemukakan “ilustrasi adalah gambar atau wujud lain yang ditujukan
untuk menerangkan dan menghias. Ditampilkan dengan suatu kepribadian
dan mengandung daya tarik serta merangsang dan memberi motif bagi suatu
gerak.”
Ilustrasi merupakan wujud penggambaran berdasarkan suatu cerita
yang berfungsi memperjelas dan menghias yang penerapannya dapat berupa
gambar dua dimensional, bentuk tiga dimensional, tulisan, ucapan, gerak
(tari), bunyi (musik), dan sebagainya (Rusmadi, 1994: 2).
Dalam penciptaan karya Tugas Akhir, penulis mengimplementasikan
konsep kegelisahannya dengan mengilustrasikan cerita-cerita yang dialami.
Cerita-cerita yang penulis ilustrasikan dalam karya tidak dengan secara
lugas, namun dengan proses berfikir dan berimajinasi kemudian penulis
mengilustrasikan cerita-cerita kegelisahannya secara menarik, seperti
menanamkan suatu makna pada objek-objek tertentu atau bahasa tubuh yang
divisualkan.
d. Seni Grafis
Seni grafis dapat didefinisikan sebagai ungkapan karya seni rupa dua
dimensional yang memanfaatkan proses cetak-mencetak. Dalam
pengerjaannya dapat menggunakan beberapa teknik, yang pada umumnya
14
seperti cetak tinggi (Woodcut, Hardboardcut, Linocut, Relief Print), cetak
dalam (Etsa, Drypoint), cetak datar (Lithography, Kitchen Litho), dan cetak
saring (Serigrafi, Screen Printing). Karena menggunakan sistem cetak,
maka memungkinkan adanya proses pengulangan pencetakan, oleh karena
itu hasil cetakan dapat berjumlah lebih dari satu atau jamak (Budiwirman,
2012: 96).
Grafis berasal dari graphein “menulis” atau “menggambar”
(Yun). Seni (cetak) grafis merupakan penggubahan gambar
yang melalui proses cetak manual dan menggunakan material
tertentu, dengan tujuan memperbayak karya, minimal 2 hasil
cetakan (Susanto, 2012: 162).
Seni grafis secara sederhana merupakan bentuk ungkapan seni rupa
dua dimensi yang memanfaatkan proses cetak. Karya grafis memungkinkan
diperoleh jumlah lebih dari satu. Hal tersebut menjadi poin positif seni
grafis dibandingkan dengan seni dua dimensi lainnya seperti seni lukis dan
seni gambar lainnya. Seperti halnya jari-jari yang diberi cat atau tinta
kemudian ditempelkan di beberapa tempat, dengan demikian akan tercipta
hasil cetakan-cetakan dari jari-jari tersebut (Budiwirman, 2012: 74).
Proses cetak dalam seni grafis cenderung terbatas pada proses manual,
yaitu proses langsung yang melibatkan ketrampilan tangan sang seniman.
Dalam seni grafis biasanya terdapat keterangan yang ditulis dibawah
gambar hasil cetakan berupa edisi, teknik pembuatan, judul, nama seniman,
serta tahun pembuatan. Hal tersebut guna mempertegas keaslian karya dan
ditulis dengan menggunakan pensil. Penulisan edisi ditulis berdasakan
jumlah cetakan keseluruhan, misalnya 5/12, dimaksudkan bahwa karya
tersebut merupakan hasil cetakan ke-5 dari keseluruhan 25 cetakan.
15
e. Seni Grafis (Cetak Tinggi)
Cetak tinggi atau relief print merupakan suatu karya seni grafis yang
metode pencetakan gambarnya menonjol lebih tinggi yang menjadi
permukaan yang akan dicetak (Susanto, 2012: 78).
Cetak tinggi disebut demikian karena permukaan acuan cetak yang
akan diberi tinta berada paling tinggi. Proses pencetakan pada umumnya
dilakukan dengan cara dipres maupun gosok pada bagian belakang bidang
cetak. Cetak tinggi ini antara lain, cukilan kayu (woodcut), cukilan lino
(linocut), dan torehan kayu (wood engraving). Ciri khas karya cukilan kayu
terletak pada pemanfaatan efek serat kayu (tekstur).
Cetak tinggi atau relief print adalah salah satu dari beberapa macam
teknik cetak yang memiliki acuan permukaan timbul atau meninggi, dimana
permukaan timbul tersebut berfungsi sebagai penghantar tinta. Bagian yang
dasar atau permukaan yang tidak timbul merupakan bagian yang tidak akan
terkena tinta atau disebut bagian negatif, sedangkan bagian yang kena tinta
disebut bagian positif. Untuk memperoleh acuan cetak yang timbul dapat
dilakukan dengan cara menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan
menghantarkan tinta, sehingga tinggal bagian-bagian yang memang
berfungsi sebagai penghantar warna atau tinta (Marianto, 1988: 15-20).
f. Komponen Seni
1. Subject Matter
Subject Matter dalam seni adalah suatu persoalan yang
diungkapkan pada suatu karya, biasanya disebut sebagai pokok
permasalahan atau tema. Dengan demikian, subject matter merupakan
16
hal-hal apa saja yang menjadi pokok permasalahan yang diungkapkan ke
dalam suatu karya seni (Mulyadi, 1998: 15).
Dalam menciptakan suatu karya seni, tema merupakan suatu
gagasan yang akan dikomunikasikan oleh seorang seniman kepada
penikmat karya seni. Tema dapat berupa masalah sosial, budaya, religi,
pendidikan, politik, dan sebagainya. Aspek yang dapat dikritisi adalah
sejauh mana tema tersebut dapat menyentuh dan dapat diterima oleh
penikmat karya seni (Bahari, 2014: 22).
2. Bentuk
Bentuk dimaksudkan sebagai totalitas karya. Suatu bentuk tercipta
dari segenap unsur yang mewujudkan suatu karya seni, seperti garis,
bidang (shape), warna, tekstur, ruang, dan cahaya atau gelap terang.
Unsur-unsur tersebut diatur dengan berdasarkan keseimbangan
(balance), ritme, dominan, harmoni, dan lain-lain (Mulyadi, 2000: 29).
3. Isi
Isi disubut kualitas atau arti yang ada dalam suatu karya seni. Isi
juga dimaksudkan sebagai final statement, mood (suasana hati) atau
pengalaman penghayat, isi merupakan arti yang esensial dari pada
bentuk, dan sering kali dinyatakan sebagai bentuk sejenis emosi,
aktifitas intelektual atau asosiasi yang yang kita lakukuan terhadap
suatu karya seni. Apabila ada suatu usaha untuk menganalisa mengapa
bentuk dari suatu karya menimbulkan emosi atau ekspresi terhadap kita,
atau menstimulasi aktifitas intelektual penghayatnya, sebenarya kita
sedang berhaapan dengan isi atau arti (Mulyadi, 2000:16-17).
17
g. Unsur Seni
1. Garis
Menurut buku yang ditulis oleh Hakim (1997: 35), menyatakan
bahwa “garis dimulai dari sebuah titik, merupakan “jejak” yang
ditimbulkan oleh titik- titik yang digerakan atau merupakan sederetan
titik- titik yang berhimpit. Juga merupakan goresan atau sapuan yang
sempit dan panjang sehingga membentuk seperti benang atau pita.
Wujud garis terdiri dari garis aktual/garis formal (grafis, tergambar,
sungguh, nyata, kongkrit) dan garis ilusif/sugestif (khayal, semu)”.
2. Bidang (Shape)
Bidang terbentuk oleh sebuah garis yang kedua ujungnya saling
terhubung. Bidang merupakan suatu bentuk yang disekelilingnya
dibatasi oleh garis.
Bidang atau Shape (Ing.) adalah area. Bidang terbentuk
karena ada 2 atau lebih garis yang bertemu (bukan
berhimpit). Dengan kata lain, bidang adalah sebuah area
yang dibatasi oleh garis, baik oleh garis formal maupun
garis yang sifatnya ilusif, ekspresif atau sugestif (Susanto,
2012: 55).
3. Warna
Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang dari suatu
benda atau objek yang diterima oleh indera penglihatan atau mata yang
mana objek tersebut terkena pancaran cahaya (Susanto, 2012: 433).
Warna adalah gelombang cahaya dengan frekuensi yang
dapat mempengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki
tiga dimensi dasar yaitu hue, nilai (value), dan intensitas
(intensity) (Bahari, 2014: 100).
18
4. Tekstur
Tekstur adalah kesan halus atau kasar yang terdapat pada permukaan
suatu benda atau objek, atau perbedaan tinggi rendahnya permukaan
suatu benda atau objek. Tekstur juga merupakan rona visual yang
menegaskan karakter suatu benda (Bahari, 2014: 101).
5. Ruang
Ruang merupakan istilah yang dikaitkan dengan bidang dan
keluasan. Ruang yang tercipta akan terasa memili volume. Dalam seni
rupa orang sering mengaitkan ruang adalah bidang yang memiliki batas
atau limit, walaupun kadang-kadang ruang bersifat tidak terbatas dan
tidak terjamah (Susanto, 2012: 338).
6. Cahaya dan Bayang-bayang
Bayang-bayang pada suatu karya, diakibatkan oleh adanya
pembubuhan terang berupa efek cahaya pada bagian tertentu pada suatu
objek, baik dua dimensi maupun tiga dimensi. Dalam karya dua dimensi
bayang-bayang ditimbulkan oleh perbedaan gelap dan terang yang
dibubuhkan pada suatu warna. Berbeda dengan karya tiga dimensi yang
mana bayang-bayang timbul melalui cahaya yang diberikan pada karya
tersebut (Bahari, 2014: 103).
B. Referensi Karya
Dalam pengolahan konsep kegelisahan, penulis memiliki referensi beberapa
karya seniman, diantaranya Edvard Munch, Agnes Cecile, dan Muhlis Lugis.
Pemilihan seniman-seniman tersebut sebagai referensi, didasarkan pada konsep
19
berkarya masing-masing seniman yang sesuai dengan konsep kegelisahan yang
diangkat penulis dalam penciptaan karya Tugas Akhir. Seniman-seniman ini
mempunyai karakteristik yang berbeda dalam menampilkan karya dengan tema
kegelisahan. Penulis terinspirasi baik dari segi konsep maupun bentuk visual
karya.
1. Edvard Munch
Edvard Munch merupakan seniman kelahiran 12 Desember 1863 asal
Norwegia. Ia merupakan pelukis aliran ekspresionis dan seorang printmaker.
Kesengsaraan atau penderitaan sangat mempengaruhi karyanya dalam
perkembangan ekspresionisme di Jerman pada awal abad ke-20. Salah satu
karya dari Edvard Munch yang sangat terkenal adalah sebuah lukisan berjudul
“The Scream”. Lukisan tersebut dianggap sebagai ikon penggambaran
penderitaan dan merupakan salah satu bagian dari seri yang disebut The Frieze
of Life, yang mana Munch mengangkat kehidupan, cinta, ketakutan, kematian,
dan kesedihan sebagai tema dalam karyanya.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Edvard_Munch)
20
Gambar 3. Karya Edvard Munch “The Scream”, ukuran 91x74 cm, medium tempera,
cat minyak, pastel, tahun 1893
(Sumber: id.wikipedia.org)
Lukisan tersebut menggambarkan dirinya yang merasakan kecemasan,
ketakutan, dan kesedihan, dengan cakrawala senja berwarna merah darah, yang
dilihat setelah letusan gunung Krakatau pada 1883. Munch merasakan jeritan
yang tidak henti-hentinya melintas di alam. Munch berusaha menutupi
telinganya dengan kedua tangannya agar tidak mendengar jeritan yang
menekannya, entah suara sungguhan atau suara yang membayanginya. Munch
menciptakan karya tersebut ke dalam beberapa versi, seperti tempera di atas
karton, kemudian cat minyak, tempera, dan pastel di atas karton, dan Munch
juga menciptakannya ke dalam versi seni grafis teknik lithografi.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Jeritan_(lukisan))
Edvard Munch dijadikan sebagai salah satu sumber referensi dalam
berkarya. Aspek yang dapat diambil dari proses kreatif Edvard Munch yaitu
konsepnya yang mengangkat kehidupan, cinta, takut, kematian, dan kesedihan
21
sebagai tema dalam karyanya, yang mana hal tersebut merupakan sebuah
kegelisahan Edvard Munch. Seperti halnya penulis mengangkat konsep
kegelisahan dalam karyanya yang berdasarkan pengalaman hidupnya. Yang
membedakan karya penulis dengan karya Edvard Munch adalah implementasi
dalam perwujudan suatu karya, yaitu Edvard Munch mengimplementasikan
kegelisahannya berupa karya seni lukis, sedangkan penulis berupa karya seni
grafis, yang mana dalam proses penciptaan karya itu sendiri sudah berbeda.
2. Agnes Cecile
Silvia Pelissero atau yang sudah sering dikenal sebagai Agnes Cecile,
merupakan seniman asal Roma, Italy, kelahiran tahun 1991. Agnes Cecile
dikenal sebagai seniman lukis cat air, yang sebagian besar karya-karyanya
memberikan visual portrait wajah sebagai objek utamanya. (http://agnes-
cecile.deviantart.com)
Karya Agnes Cecile yang sebagian besar memberikan visual portrait
wajah sebagai objek utamanya, dan yang menarik adalah kekuatan ekspresi-
ekspresi wajah yang diwujudkan dalam karyanya dapat mengajak penikmat
karyanya untuk ikut larut merasakan seperti yang divisualkan melalui ekspresi
wajah dalam karyanya
22
Gambar 4. Karya Agnes Cecile “I Could but I Can’t”, ukuran 100x150 cm, akrilik,
cat air, pen di atas kanvas, tahun 2014
(Sumber: agnes-cecile.deviantart.com)
Penulis terinspirasi oleh konsep yang diangkat oleh karya Agnes Cecile
yang mana dalam karyanya memberikan kesan keresahan, kesedihan, bahkan
kemarahan serta visual ekspresi wajah yang mendukung konsepnya. Karya-
karya Agnes Celcile juga merupakan wujud dari apa yang sedang ia rasakan
dan respon terhadap perasaannya. Dalam beberapa karya yang telah diciptakan
penulis juga menggunakan ekspresi wajah sebagai sarana untuk memperkuat
konsep dalam mengilustrasikan ceritanya. Ekspresi wajah yang divisualkan
penulis dalam karyanya sebagian besar dengan mata terpejam, yang mana
merupakan wujud bahwa penulis benar-benar meresapi dan merasakan
kegelisahannya untuk diilustrasikan.
23
3. Muhlis Lugis
Muhlis Lugis merupakan seniman grafis kelahiran Makassar, Sulawesi,
Selatan, tahun 1987. Ia merupakan seniman lulusan S2 Institut Seni Indonesia
(ISI) Yogyakarta. Namanya sudah tidak asing di dunia seni grafis Indonesia.
Muhlis Lugis terkenal dengan karya seni grafis cukil kayunya. Ia juga
merupakan seniman grafis yang mendapatkan penghargaan juara ke-3 dalam
kompetisi dan pameran berskala Internasional “Trienale Seni Grafis V” pada
tahun 2015.
Visual serta karakter cukilan rapi dan halus yang dihasilkan terasa
sangat khas melekat pada karyanya. Sebagian besar dalam berkarya Muhlis
Lugis menggunakan gaya surealis. Gaya surealisnya sangat kuat terasa ketika
Muhlis Lugis menggunakan figur manusia dengan posisi kepala diganti
menjadi sebuah kaki atau tangan, serta dengan objek dan latar sebagai
pendukung konsepnya.
Penulis terinspirasi oleh alur atau serat cukilan pada figur manusia
dalam karya-karya Muhlis Lugis. Karena dengan alur atau serat cukilan yang
seperti itu dapat lebih mudah untuk menghasilkan efek gelap terang atau
bayang-bayang pada objek sehingga detail objek pun dapat ditonjolkan. Selain
itu warna hitam putih pada sebagian besar karya Muhlis Lugis menjadi
inspirasi penulis dalam menciptakan karya sebagai pendukung konsep
kegelisahan yang diangkat. Sebagai pembeda antara karya yang diciptakan
penulis dan Muhlis Lugis adalah pada konsep yang mana Muhlis Lugis lebih
mengimplementasikan kritikannya dalam kehidupan sosial dan keadilan,
24
sedangkan penulis lebih menekankan pada kegelisahan yang dirasakan
berdasarkan pengalaman hidupnya di dunia seni rupa.
Gambar 5. Karya Muhlis Lugis “Penoda Keadilan”, ukuran 125x125 cm, cukil kayu
di atas kanvas, tahun 2013
(Sumber: indonesianpainter.com)
Dalam salah satu karyanya yang berjudul “Penoda Keadilan”, Muhlis
Lugis memberikan visual figur manusia yang duduk pojok suatu ruangan,
dengan posisi kepalanya diganti menjadi tangan sedang yang memegang
timbangan rusak. Dengan gaya surealisnya, Muhlis Lugis menggambarkan
“sang penoda keadilan” yang menambah jumlah “pengadilan yang sesat”,
sehingga mengakibatkan “timbangan keadilan” tercampak, tak mampu lagi
kembali tegak. Melalui karya ini Muhlis Lugis menuangkan kegelisahannya
dalam tragedi kemanusiaan yang dirasakannya.
(https://www.indonesianpainter.com/wp-content/uploads/2016/12/Muhlis-
Lugis.pdf)