11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Belajar dan Teori-Teori Belajar
a. Pengertian Belajar
Istilah belajar sudah akrab dengan kehidupan sehari-hari. Belajar merupakan
kegiatan yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Belajar
merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan
lingkungannya untuk merubah perilakunya. Menurut Slameto (2010:2) belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan
mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Konsep tentang belajar
telah banyak didefinisikan oleh pakar psikologi dalam buku karangan Anni dkk,
(2007:2), antara lain :1) Gagne dan Berliner (1983:252) menyatakan bahwa
belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena
hasil dari pengalaman. 2) Morgan et.al (1986:140) menyatakan bahwa belajar
merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau
pengalaman. 3) Slavin (1994:152) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. 4) Gagne (1977:3)
menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan
manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku
itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Belajar sebagai konsep mendapatkan
pengetahuan dalam praktiknya banyak dianut. Guru bertindak sebagai pengajar
yang berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan peserta
didik giat mengumpulkan atau menerimanya.
Belajar merupakan proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap yang baru secara keseluruhan melalui proses
12
pengalaman orang itu sendiri dalam lingkungan dan bersifat permanen. Sejalan
dengan pemikiran tersebut, Slameto (2010:3) menyebutkan beberapa ciri-ciri
perubahan tingkah laku akibat proses belajar, antara lain:
1. Perubahan terjadi secara sadar
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
b. Teori-Teori Belajar
Banyak teori belajar yang digunakan para guru untuk berbagai keperluan
belajar dan proses pembelajaran. Ada 3 pandangan psikologi utama tentang teori
belajar, yaitu teori belajar behavioristik, teori belajar humanistik dan teori belajar
kognitif.
1) Teori Belajar Behavioristik
Aspek penting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar
adalah bahwa hasil belajar (perubahan perilaku) itu tidak disebabkan oleh
kemampuan internal manusia tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan
respon (Rifa’i dan Anni, 2009:106). Untuk itu, agar aktivitas belajar peserta didik
di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal maka stimulus harus dirancang
sedemikian rupa sehingga mudah direspon oleh peserta didik.
2) Teori Belajar Humanistik
Menurut Rifa’i dan Anni (2009:144) belajar dalam pandangan humanistik
adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan
apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri
dan mandiri. Peran guru dalam teori ini adalah sebagai fasilitator bagi para peserta
didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta
didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
13
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri.
Pendekatan humanistik dalam praktik pembelajaran mengkombinasikan
metode pembelajaran individual dan kelompok kecil (Rifa’i dan Anni 2009:144).
Pendekatan humanistik mempersyaratkan perubahan status pendidik dari individu
yang lebih mengetahui dan terampil segala sesuatu menjadi individu yang
memiliki status kesetaraan dengan peserta didik. Kelemahan dari teori humanistik
adalah kesulitan dalam mengetahui apakah peserta didik sudah kompeten atau
belum karena hanya peserta didik yang mengetahuinya.
3) Teori Belajar Kontruktivisme
Pembelajaran berbasis konstruktivisme menurut Suprijono (2012:40)
merupakan pembelajaranm artikulasi. Belajar artikulasi adalah proses
mengartikulasikan ide, pikiran dan solusi. Belajar tidak hanya mengkonstruksikan
makna dan mengembangkan pikiran namun juga memperdalam proses-proses
pemaknaan tersebut melalui pengekspresian ide-ide.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran menurut Suprijono (2012:41-
42) dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Orientasi
Merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi
pelajaran.
b. Elicitasi
Merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide yang
dimilikinya dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka
melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik.
c. Restrukturisasi ide
Peserta didik dalam hal ini melakukan klarifikasi ide dengan cara
mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi.
Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk
14
merekonstruksi gagasannya apabila tidak cocok dan sebaliknya menjadi
lebih yakin jika gagasannya cocok.
d. Membangun ide baru
Hal ini terjadi di dalam diskusi jika idenya bertentangan dengan ide lain
atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
teman-temannya. Mengevaluasi ide barunya melalui eksperimen, jika
dimungkinkan sebaiknya gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu
percobaan atau persoalan yang baru.
e. Aplikasi ide
Tahap ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu
diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan
membuat pengetahuan peserta didik lebih lengkap bahkan lebih rinci.
f. Review
Fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya
pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan
menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih
lengkap. Jika hasil review kemudian dibandingkan dengan pengetahuan
awal yang telah dimiliki maka akan memunculkan ide-ide pada peserta
didik.
Peran penting guru dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme
menurut Suprijono (2012:42-43) adalah scaffolding dan coaching. Scaffolding
adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik yang sedang pada
awal belajar kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan
tersebut setelah peserta didik mampu memecahkan problem dari tugas yang
dihadapi. Dukungan itu dapat berupa isyarat-isyarat, peringatan-peringatan,
memecahkan problem dalam beberapa tahap, dan memberikan contoh. Coaching
adalah proses memotivasi peserta didik, menganalisis performanya dan
memberikan feedback atau umpan balik tentang kinerja mereka. Guru memotivasi
peserta didik selama mereka menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau di
dalam kelompok. Salah satu bentuk coaching adalah cognitive coaching yang
15
dirancang untuk membuat peserta didik lebih menyadari proses-proses
berfikirnya. Cognitive coaching membantu peserta didik lebih reflektif tentang
belajarnya.
c. Ciri-ciri Belajar
Konsep-konsep umum tentang belajar di atas menyiratkan suatu ciri yang
menyertai proses terjadinya belajar. Menurut Kosasih (2014:2) Suatu kegiatan
disebut belajar sekurang-kurangnya ditandai oleh dua ciri: 1) adanya perubahan
tingkah laku, 2) melalui suatu pengalaman atau adanya interaksi dengan sumber
belajar.
Menurut Kosasih (2014: 2-4) ada delapan ciri yang menandai terjadinya
perubahan tingkah laku yaitu:
1) Perubahan yang disadari dan disengaja
Perubahan perilaku itu dilakukan sebagai usaha sadar dan disengaja dari
seseorang. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, orang itu menyadari bahwa
dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin mahir, dibandingkan sebelum
mengikuti suatu proses belajar
2) Perubahan yang berkesinambungan
Belajar ditandai dengan hasil perubahan perilaku yang berkesinambungan;
bukan sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba. Tidak bisa dipungkiri bahwa
terdapat fenomena yang menyebabkan seseorang mengalami perubahan
tingkah laku yang secara tiba-tiba. Perubahan sebagai hasil dari belajar
didasari oleh pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan pengetahuan
baru itu juga menjadi dasar diperoleh pengetahuan berikutnya yang lebih
kompleks.
3) Perubahan fungsional
Perubahan perilaku harus bermanfaat bagi kepentingan seseorang. Hasil
belajar tidak sekedar ditandai oleh penambahan ilmu pengetahuan dan
keterampilan. Perubahan tersebut harus memiliki makna bagi orang yang
16
mempelajarinya baik itu berupa kemampuan di dalam memecahkan masalah,
dan lain-lain.
4) Perubahan yang bersifat positif
Hasil belajar harus menyebabkan perubahan kearah yang lebih baik, hal ini
ditandai pada sikap seseorang yang memperolehnya.
5) Perubahan yang bersifat aktif
Ciri ini berkaitan dengan belajar sebagai kegiatan yang disengaja. Untuk
memperoleh perilaku baru, seseorang harus sengaja aktif untuk melakukan
sejumlah aktivitas. Perubahan akan efektif terjadi pada diri seseorang jika
dilalui dengan proses yang sungguh-sungguh.
6) Perubahan yang relatif permanen
Perubahan pada diri seseorang mungkin bersifat sementara atau permanen.
Perubahan bersifat sementara umumnya berkaitan dengan emosi dan
perubahan tersebut tidak termasuk dalam kategori hasil belajar. Perubahan
yang bersifat permanen akan bertahan lebih lama dan melekat pada diri
seseorang. Meskipun demikian perubahan itu akan kembali berkurang apabila
tidak diasah maupun tidak dilatih.
7) Perubahan yang bertujuan
Perubahan hasil belajar memiliki arah atau tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan
penting dirumuskan agar prosesnya menjadi lebih efektif. Seseorang
pembelajar harus memiliki tujuan yang jelas sebelum mengawali aktivitasnya.
Demikian pula dengan pendidiknya, perumusan tujuan merupakan hal utama
di dalam proses belajar mengajar. Tujuan inilah yang kemudian sangat
berpengaruh pada materi, media dan model pembelajaran yang akan
digunakan.
8) Perubahan perilaku secara keseluruhan
Idealnya, perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar mencakup seluruh aspek
kehidupan pada diri seseorang. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek
pengetahuan tetapi pada aspek lainnya yaitu aspek sikap dan keterampilan.
17
2. Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan interaksi sistematis antara peserta didik dengan
guru yang berkaitan dengan materi pembelajaran pada suatu lingkungan belajar.
Kegiatan pembelajaran memberdayakan semua potensi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran perlu berpusat
pada peserta didik dengan menciptakan kondisi yang menyenangkan dan
menantang untuk mengembangkan kreativitas peserta didik dan menyediakan
pengalaman belajar yang beragam. Pembelajaran juga bermuatan nilai, etika,
estetika, logika dan kinestetik.
Menurut Hamalik (2008:54) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Proses
belajar merupakan proses interaksi antara guru dan peserta didik berkaitan dengan
materi pembelajaran yang bersifat kompleks dan penuh dengan ketidakpastian.
Dikatakan kompleks karena interaksi antara guru dan peserta didik yang nampak
sederhana, pada hakikatnya bersifat kompleks karena melibatkan pikiran, emosi,
imajinasi, dan sikap yang berinteraksi secara simultan. Dikatakan penuh dengan
ketidakpastian karena pikiran, emosi, dan imajinasi peserta didik tidaklah stabil
dan tidak dapat ditebak, sehingga hasil dari pembelajaran itu sendiri menjadi
sangat subyektif.
Dikemukakan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah bahwa kegiatan inti suatu pembelajaran idealnya mencakup tiga
tahapan yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Tahap eksplorasi merupakan
tahap dimana seseorang perlu diarahkan pada pencarian informasi yang luas dan
dalam tentang materi tertentu dari sumber dan beraneka kegiatan belajar. Pada
tahap elaborasi, seseorang melakukan pembiasaan dalam hal membaca dan
menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. Melalui tahap
elaborasi, seseorang memperoleh makna dari proses belajar yang dilakukannya
sehingga tumbuh pula rasa bangga dan percaya diri. Tahap yang terakhir adalah
18
konfirmasi. Tahap ini seseorang memperoleh umpan balik yang positif dan
penguatan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan belajarnya dan akhirnya mampu melakukan refleksi atas
kebermaknaan belajar yang telah dijalankannya, termasuk pula kesulitan atau
masalah-masalah belajar yang mungkin masih dihadapi.
Lampiran Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi
Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran dijelaskan bahwa kegiatan
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dalam hal sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Kegiatan pembelajaran harus diarahkan untuk memfasilitasi
pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam kurikulum agar setiap peserta
didik mampu menjadi pembelajar mandiri sepanjang hayat, dan pada gilirannya,
mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan masyarakat belajar
(Kosasih; 2014:11).
Sementara dalam Kurikulum 2013 disebutkan bahwa proses pembelajaran
terdiri dari lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1. Mengamati,
2. Menanya,
3. Mengumpulkan informasi (menalar),
4. Mengasosiasi (mencipta), dan
5. Mengomunikasikan
Kelima langkah tersebut kemudian dikenal dengan istilah pendekatan saintifik
atau pendekatan ilmiah. Di samping itu, diharapkan muncul pula langkah
mengkreasikan sebagai efek pemuncak dari suatu proses pembelajaran. Untuk
mencapai hasil yang efektif kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip-
prinsip berikut:
1. Berpusat pada peserta didik
2. Mengembangkan kreativitas peserta didik
3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang
4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestetika
19
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai
strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif,
efisien, dan bermakna.
Peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya
dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai
dengan lingkungannya. Peserta didik adalah subyek yang memiliki kemampuan
untuk secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menggunakan
pengetahuannya. Pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang
diberikan kepada peserta didik untuk mengonstruksi pengetahuan dalam proses
kognitifnya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan
peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan
segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya.
Adapun peranan guru adalah memberikan kemudahan-kemudahan yakni
dengan mengembangkan suasana belajar yang memberikan kesempatan peserta
didik untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
mengembangkan kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak
tangga yang membawa pada kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula
dilakukan dengan bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi
peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi aktif
“mencari tahu”.
Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam proses interaksi
belajar peserta didik. Guru menggunakan metode dan media mengajar secara
variasi sesuai dengan tujuan belajar kompetensi peserta didik dan kondisi
lingkungannya. Adapaun peserta didik menjadi pengkaji aktif terhadap sumber-
sumber belajar melalui berbagai aktivitas: menyimak, membaca, berdiskusi,
mengobservasi, bereksperimen, berpresentasi, kerja lapangan, pekerjaan proyek,
dan beragam aktivitas lainnya. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan
karakteristik belajar dan pengembangan kecerdasan masing-masing.
Pembelajarannya berorientasi pada pengembangan kompetensi emosional, sosial,
20
kognitif, fisik dan reflektif. Terlepas dari karakteristik-karakteristik di atas, suatu
pembelajaran berlangsung secara efektif apabila tujuannya tercapai sesuai dengan
yang telah direncanakan. Peserta didik dapat mengikuti pembelajaran itu secara
mudah dan menyenangkan dan gurupun menjalankannya dengan lancar dan
bahagia tanpa merasa ada beban di dalamnya.
b. Taksonomi Tujuan Pembelajaran
1) Taksonomi Tujuan Pembelajaran Ranah Afektif
Menurut Kosasih (2014:17) ranah afektif mencakup segala sesuatu
yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan,
semangat, minat, motivasi dan sikap. Kelima kategori ini diurutkan mulai
dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks yakni
receiving/attending (penerimaan), responding (penanggapan), valuing
(penilaian), organizing (pengorganisasian) dan characterization
(karakterisasi).
Kurikulum 2013 terdapat istilah afektif dan sikap, dengan demikian
sikap dan afektif dimaknai secara berbeda. Ranah sikap artinya sama dengan
attitude. KD sikap berada pada kompetensi inti (KI-1 dan KI-2) dengan
jenis-jenisnya yang sudah ditentukan. Adapun ranah afektif diharapkan
selalu muncul pada setiap KD baik yang berhubungan dengan sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Artinya, selain dalam ranah sikap, afektif
ada dalam ranah pengetahuan dan keterampilan.
2) Taksonomi Tujuan Pembelajaran Ranah Kognitif
Taksonomi tujuan pembelajaran dalam ranah kognitif menurut Bloom
terdiri atas enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam kategori atau taksonomi tersebut
kemudian disempurnakan oleh Lorin Anderson Krathwohl dengan istilah
serta urutan sebagai berikut: remembering (mengingat), understanding
(memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis), evaluating
(mengevaluasi atau menilai), dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini
21
sering digunakan dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang dikenal
dengan istilah C-1 sampai dengan C-6.
3) Taksonomi Tujuan Pembelajaran Ranah Psikomotor
Menurut Kosasih (2014:24) secara umum ranah psikomotor meliputi
gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik, dan kemampuan
fisik. Keterampilan tersebut dapat diasah jika sering melakukannya. Ada
tujuh kategori dalam ranah psikomotorik mulai dari tingkat yang sederhana
sampai tingkat yang rumit yaitu: persespsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan,
reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi dan terakhir kreativitas.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan dua
kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling
mempengaruhi dalam proses belajar peserta didik sehingga menentukan hasil
belajar. Faktor-faktor internal meliputi: (1) faktor fisiologis dan (2) faktor
psikologis, yang terdiri atas kecerdasan atau inteligensi peserta didik, motivasi,
minat, sikap, dan bakat.
Faktor eksternal berupa lingkungan sosial yang meliputi: (1) lingkungan
sosial keluarga yang mencakup cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, susana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua,
dan latar belakang kebudayaan, (2) lingkungan sosial sekolah yang mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi peserta didik
dengan peserta didik, disiplin sekolah, metode belajar, dan tugas rumah, (3)
lingkungan sosial masyarakat yang mencakup kegiatan peserta didik dalam
masyarakat, media, teman, bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
3. Model Pembelajaran
Model pembelajaran menurut Suprijono (2012:45) merupakan landasan
praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar
yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan
implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat pula
22
diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur
materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Suprijono
(2012:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan
termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar. Melalui model pembelajaran, guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekspresikan ide.
Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar
(Suprijono, 2012:46).
4. Model Pembelajaran Kooperatif
Standar proses yang menjadi salah satu karakteristik Kurikulum 2013,
cenderung menghendaki agar proses pembelajarannya dilakukan secara
berkelompok. Pembelajaran berbasis kelompok merupakan strategi pembelajaran
yang menekankan sikap dan perilaku bersama yang terencana dan terpadu dengan
melibatkan dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja kelompok sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dan tanggungjawab dari setiap anggotanya. Setiap peserta didik
berperan sebagai bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai keberhasilan
optimal tujuan pembelajaran.
Menurut Kosasih (2014:103) pembelajaran kelompok berpijak pada
beberapa pendekatan antara lain, pendekatan belajar aktif, kontruktivisme, dan
kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan untuk menghasilkan
suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat
mengembangkan potensinya secara optimal.
Pendekatan belajar aktif ditujukan dengan melibatkan kemampuan
intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar, tidak hanya aktivitas
23
fisik. Peserta didik diberikan kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan
pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang
dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok.
Peserta didik dibebaskan untuk mencari berbagai sumber belajar yang relevan.
Kegiatan tersebut memungkinkan peserta didik berinteraksi aktif dengan
lingkungan dan kelompoknya sebagai media untuk mengembangakan
pengetahuannya.
Pendekatan konstruktivisme mendorong peserta didik untuk membangun
pengetahuannya secara bersama-sama di dalam kelompok. Para peserta didik
menemukan dan mengonstruksi materi yang dipelajari melalui diskusi, observasi,
ataupun percobaan. Peserta didik menafsirkan bersama-sama fakta-fakta yang
mereka temukan. Materi pelajaran dapat dibangun bersama dan bukan sebagai
hasil transfer dari guru. Pengetahuan dibentuk bersama berdasarkan pengalaman
serta interaksinya dengan lingkungan di dalam kelompok belajar sehingga terjadi
saling memperkaya di antara anggota kelompok (Kosasih, 2014:104).
Tujuan pembelajaran yang optimal yang harus diingat oleh guru adalah
tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi,
oleh karena itu dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah
memperhatikan kondisi peserta didik, sifat materi bahan ajar, fasilitas media yang
tersedia dan kondisi guru itu sendiri. Cooperative Learning atau pembelajaran
kooperatif sebagai salah model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam proses
pembelajaran merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dijadikan
sebagai alternatif langkah untuk mengatasi permasalahan di atas. Pembelajaran
kooperatif yang memiliki berbagai tipe sangat memungkinkan dilakukan dengan
menyesuaikan kondisi peserta didik, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang
tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Menurut Balfakih (2010:608) ada empat alasan mengapa model
pembelajaran kooperatif baik untuk dipilih sebagai model pembelajaran dalam
kelas daiantaranya:
“First, it facilitates interaction between students in class. Second, it
improves attitude, self esteem, and interpersonal relationships; all of these
contribute to a positive attitude towards science. Third, it adds an extra
24
source of learning within groups, such as the high achievers who take on
the role of tutors. The end result is a higher achievement for everyone.
Fourth, it prepares students to fit into modern society by teaching them to
work with their classmates efficiently and effectively”
Pertama, model pembelajaran kooperatif memfasilitasi interaksi antara peserta
didik di kelas. Kedua, meningkatkan sikap, harga diri, dan hubungan
interpersonal; semua ini berkontribusi sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
Ketiga, model pembelajaran kooperatif menambahkan sumber tambahan belajar
dalam kelompok, seperti berprestasi tinggi yang mengambil peran tutor. Hasil
akhirnya adalah prestasi yang lebih tinggi untuk semua peserta didik di dalam
kelas. Keempat, mempersiapkan peserta didik untuk masuk ke dalam masyarakat
modern dengan mengajarkan mereka untuk bekerja dengan teman sekelas mereka
secara efisien dan efektif.
Pembelajaran kooperatif mendorong para peserta didik untuk lebih
termotivasi dalam melaksanakan berbagai kegiatan belajar melalui interaksi yang
lebih intensif diantara peserta didik. Peserta didik tertantang untuk menyelesaikan
tugas-tugas bersama secara kreatif. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan
sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran
kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran
yang bercirikan : (1) memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat
seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan
sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang
berkompeten menilai (Suprijono, 2012:58).
Slavin mengemukakan bahwa teknik pembelajaran kooperatif adalah
berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik bekerja di
dalam kelompok kecil saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi
tertentu. Para peserta didik diharapkan saling membantu, berdiskusi, berdebat,
atau saling menilai pengetahuan dan pemahaman satu sama lain dalam proses
25
pembelajaran. Berdasarkan definisi tersebut karakteristik teknik pembelajaran
kooperatif adalah :
a. Peserta didik belajar dalam kelompok.
b. Peserta didik memiliki rasa saling ketergantungan.
c. Peserta didik belajar berinteraksi secara kerja sama.
d. Peserta didik dilatih untuk bertanggung jawab terhadap tugas.
e. Peserta didik memiliki keterampilan komunikasi interpersonal.
Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran kooperatif memungkinkan adanya komunikasi diantara
kelompok.
b. Peserta didik dapat lebih mudah melihat kesulitan peserta didik yang lain dan
kadang-kadang dapat menerangkan lebih jelas dari pada yang dilakukan oleh
guru.
c. Peserta didik dapat bekerja lebih dari pada bekerja sendiri.
d. Peserta didik lebih termotivasi dan terlibat dalam proses pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga mempunyai kekurangan.
Kekurangan pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran yang baru diketahui
b. Kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah peserta didik bingung
c. Sebagian mungkin kehilangan rasa percaya diri
d. Saling mengganggu antar peserta didik
Ada beberapa ciri-ciri penerapan dari pembelajaran koperatif yaitu:
1. Menuntaskan materi belajarnya, peserta didik belajar dalam kelompok secara
kooperatif,
2. Kelompok dibentuk dari beberapa peserta didik yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah,
26
3. Jika didalam kelas terdapat peserta didik yang terdiri dari beberapa ras, suku,
budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula,
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.
Pembelajaran kooperatif adalah variasi model pembelajaran dimana peserta
didik bekerja pada kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya
dalam memahami suatu pokok pembahasan atau materi pembelajaran. Peserta
didik diharapkan saling membantu, berdiskusi, dan berargumen dengan yang
lainnya sehingga dapat menekan perbedaan pemahaman dan pengetahuan dalam
mempelajari suatu pokok bahasan tersebut (Mularsih, 2010:67).
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang berupa
kelompok kecil yang bersifat heterogen dan biasanya beranggotakan empat atau
lima orang. Anggota kelompok tersebut saling bekerja sama untuk menyelesaikan
suatu tugas dan setiap anggota mempunyai tanggung jawab secara individu dalam
kelompoknya, dengan kata lain antar anggota terjadi saling ketergantungan yang
positif (Dumas, 2007 dalam Mularsih, 2010:57). Selain itu menurut Khan
(2011:211) “Cooperative learning is a method used by educators can help
students develop necessary social skills” pembelajaran kooperatif merupakan
suatu metode yang digunakan oleh pendidik atau guru agar dapat membantu
peserta didik mengembangkan kemampuan kebutuhan sosial. Pada pembelajaran
koperatif, peserta didik belajar dalam kelompok-kelompok untuk memaksimalkan
kemampuannya dalam pembelajaran maupun bidang yang lain (Khan, 2011:211).
Menurut Mularsih (2010: 67) kunci utama pembelajaran kooperatif adalah
peran guru dalam pengorganisasian kelas karena pembelajaran kooperatif berbeda
dengan pembelajaran kelompok konvensional. Hal ini ditandai dengan adanya
karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. group goals (tujuan kelompok)
2. individual accountability (tanggung jawab individu)
3. equal opportunities for success (kesempatan yang sama untuk meraih
kesuksesan)
27
4. team competitional (kompetisi tim)
5. task specialization (spesialisasi tugas)
6. adaptation to individual need (adaptasi terhadap kebutuhan individual)
Menurut Suprijono (2012:58-61), ada lima unsur dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu:
a. Saling Ketergantungan Positif
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua
pertanggung jawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut. Keberhasilan kelompok sangat
tergantung pada usaha setiap kelompok.
b. Tanggung Jawab Perseorangan
Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota
yang diperkuat oleh kegiatan belajar mengajar. Setelah mengikuti kelompok
belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang
sama.
c. Interaksi Promotif
Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk saling bertemu dan berdiskusi.
Mereka juga dapat saling membantu dalam merumuskan pendapat serta
meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini
dapat memotivasi mereka untuk memperoleh keberhasilan yang sama.
d. Komunikasi Antar anggota
Unsur ini menghendaki para peserta didik untuk mampu berkomunikasi dengan
baik antar anggota kelompok.
e. Pemrosesan Kelompok
Melalui proses kelompok dapat diidentifikasikan dari urutan atau tahapan
kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Tujuan pemrosesan
kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan
kontribusi terhadap kegiatan bersama untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran kooperatif dikenal banyak macam atau tipe teknik
pelaksanaannya, yaitu: (1) Team-Games Tournament (TGT), (2) Student Teams-
28
Achievement Division (STAD), (3) Group Investigation, (4) Team Assisted
Individualization (TAI), dan (5) Jigsaw, (6) Learning Together dan metode
kooperatif lainnya.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted
Individualization (TAI)
Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif adalah Team Assisted
Individualization (TAI). Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh
Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan
pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar
peserta didik secara individual, oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih
banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe TAI ini adalah
setiap peserta didik secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok
untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama. Terjemahan bebas dari TAI adalah Bantuan Individual dalam Kelompok
(Bidak) dengan karakteristik bahwa tanggung jawab belajar adalah pada peserta
didik, oleh karena itu peserta didik harus membangun pengetahuan tidak
menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru adalah negoisasi dan
bukan imposisi-instruksi.
Keberhasilan kelompok pada pembelajaran kooperatif sangat diperhatikan.
Khusus pada model pembelajaran TAI peserta didik yang pandai bertugas sebagai
ketua kelompok, maka peserta didik yang pandai ikut bertanggung jawab
membantu teman kelompoknya yang lemah. Peserta didik yang pandai dapat
mengembangkan kemampuannya, sedangkan peserta didik yang lemah akan
terbantu memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.
Pembelajaran dengan menggunakan model ini peserta didik belajar dengan teman
dalam satu tim sehingga akan lebih aktif dalam belajar yang dapat meningkatkan
hasil belajar.
29
Menurut Slavin (2010:195) model pembelajaran kooperatif tipe TAI
memiliki 8 komponen, yaitu:
1. Teams
Yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 sampai 6 peserta
didik.
2. Placement test
Yakni pemberian pre-tes atau melihat rata-rata nilai harian peserta didik agar
guru mengetahui kelemahan peserta didik dalam bidang tertentu.
3. Student Creative
Melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
4. Team Study
Yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan
guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang
membutuhkannya.
5. Team Scores and Team Recognition
Yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok
yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
6. Teaching Group
Yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas
kelompok.
7. Facts Test
Yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik.
8. Whole Class Units
Yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir waktu pembelajaran dengan
strategi pemecahan masalah.
Beberapa strategi untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif
tipe TAI yaitu dengan pembagian kelompok, pembagian tugas, dan tanggung
jawab bersama. Setiap penerapan model pembelajaran pasti mempunyai
30
kelemahan dan kelebihan. Begitu pula pada penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TAI.
Keunggulan model kooperatif tipe TAI menurut Alsa (2011: 83-84) adalah:
1) Mengurangi beban guru dalam mengoreksi tugas-tugas peserta didik dan dalam
menangani peserta didik yang lambat; 2) Guru masih mempunyai waktu untuk
mendistribusikan waktunya pada setiap kelas dengan berkurangnya waktu untuk
“corrective instruction” dan mengoreksi tugas-tugas peserta didik; dan 3) Sistem
pemberian rewards pada tim akan memotivasi kerjasama peserta didik dalam
kelompok untuk bekerja secara cepat dan tepat.
Selain kelebihan yang telah disampaikan di atas, ada beberapa kelebihan
dan kelemahan metode kooperatif tipe TAI lain yaitu:
a. Kelebihan Pembelajaran TAI
1) Memperhatikan perbedaan pengetahuan awal tiap peserta didik untuk
mencapai prestasi belajar
2) Mendidik peserta didik untuk belajar secara mandiri, tidak menerima
pelajaran secara mentah dari guru
3) Peserta didik dapat mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya
sendiri untuk mempelajari materi pelajaran sehingga peserta didik
mengalami pembelajaran yang bermakna
4) Peserta didik yang pandai turut bertanggungjawab membantu yang lemah
5) Peserta didik yang lemah akan terbantu oleh peserta didik yang pandai
6) Peserta didik tidak hanya berharap materi dari guru tetapi juga
termotivasi untuk belajar cepat dan akurat pada seluruh materi
7) Menggalakkan interaksi secara aktif, positif dan kerjasama anggota
kelompok menjadi lebih baik
8) Membantu peserta didik untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas
rasial yang lebih banyak
9) Melatih peserta didik dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di
samping kecakapan kognitif
10) Peran guru juga menjadi lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator
31
11) Peserta didik memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar
untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk
belajar
12) Adanya rekognisi atau penghargaan dari guru, sehingga peserta didik
lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran
13) Model ini dapat mengurangi sifat individualistis peserta didik. Akhir-
akhir ini, peserta didik cenderung berkompetisi secara individual,
bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian kepada
teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang
sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan
dihasilkan warga negara yang egois, introfert (pendiam dan tertutup),
kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan
lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima
kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini mulai terlihat
pada masyarakat kita, sedikit-sedikit melakukan demonstrasi,
keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi (Rusman, 2011: 204).
b. Kelemahan Pembelajaran TAI
Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TAI yaitu membutuhkan
keterampilan guru dalam menguasai kelas yang diajar dengan membentuk
kelompok kecil, membutuhkan biaya yang cukup besar terutama dalam
menyediakan lembar kerja kelompok, guru perlu sering mengoreksi hasil
pekerjaan peserta didik dan jika jumlah peserta didik dalam suatu kelas sangat
besar, guru dapat mengalami kesulitan dalam memberikan bantuan individu.
Pembelajaran Kooperatif tipe TAI menekankan tanggung jawab belajarnya
pada peserta didik. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar peserta
didik secara individual, oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak
digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe ini adalah setiap peserta
didik secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh
guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan
dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok
bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
32
Menurut Alsa (2011:89) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe ini
mampu meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional, sehingga dari uraian di atas diharapkan TAI dapat
meningkatkan kemampuan dan motivasi peserta didik dalam belajar ekonomi baik
secara kelompok maupun secara individual.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement
Individualization (STAD)
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Individualization (STAD) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang
membagi kelas dalam bentuk kelompok-kelompok yang bervariasi yang terdiri
dari peserta didik berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Setiap
kelompok diberi tugas untuk bekerjasama dan berdiskusi yang dipimpin oleh
ketua kelompok yag berperan sebagai tutor. Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor
kemajuan individual, dan rekognisi tim. Menurut Rai dalam Khan (2011; 212)
model pembelajaran STAD yaitu: one of the many strategies in cooperative
learning, which helps promote collaboration and self-regulating learning skills.
Menurut Slavin (2010:143) STAD merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan yang paling baik
untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.
STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya
aktivitas dan interaksi diantara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang baik.
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD menempatkan peserta didik
dalam tim yang beranggotakan 4 sampai 6 orang yang anggotanya heterogen
menurut prestasi, jenis kelamin maupun suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian peserta didik bekerja dalam tim mereka dan memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut yang kemudian seluruh peserta
didik diberikan tes tentang materi tersebut dan pada saat tes ini peserta didik tidak
diperbolehkan saling membantu.
33
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki lima komponen utama
yaitu:
1. Presentasi Kelas
Materi pokok dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
pengenalan awal presentasi kelas. Presentasi kelas bisa dilakukan melalui
pengajaran secara langsung atau pengajaran diskusi dengan guru, tetapi bisa
juga presentasi menggunakan audio visual. Presentasi kelas dalam STAD
berbeda dengan pengajaran pada umumnya karena STAD hanya ditekankan
pada hal-hal pokok saja. Peserta didik selanjutnya harus mendalaminya
melalui pembelajaran kelompok. Peserta didik dituntut untuk bersugguh-
sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam
presentasi kelas karena hal tersebut juga akan membantu mereka dalam
mengerjakan kuis yang nantinya juga akan mempengaruhi skor dari tim
mereka.
2. Tim atau Kelompok
Tim atau kelompok terdiri atas 4 sampai 6 orang peserta didik yang
mempunyai karakteristik berbeda atau heterogen baik dalam penguasaan
materi, jenis kelamin, maupun suku. Fungsi utama dari tim adalah
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai materi yang diberikan
dan juga untuk mempersiapkan anggota tim dalam menghadapi kuis,
sehingga semua anggota tim dapat mengerjakan dengan baik. Setelah guru
mempresentasikan materi, anggota tim secara bersama-sama mempelajari
lembar kerja atau materi lain yang diberikan guru, dalam hal ini peserta didik
mendiskusikan masalah atau kesulitan yang ada, membandingkan jawaban
dari masing-masing anggota tim, dan membenarkan kesalahan konsep dari
anggota tim. Pada setiap langkah, titik beratnya terletak pada ingatan anggota
tim agar bisa bekerja yang terbaik demi timnya dan cara yang terbaik yang
harus dilakukan oleh tim adalah bekerjasama dengan baik.
3. Kuis
Setelah guru selesai mempresentasikan materi di kelas, dan setelah masing-
masing tim melakukan latihan dalam kelompoknya, peserta didik diberikan
34
kuis secara individu. Setiap peserta didik bertanggungjawab secara individu
dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan, kemudian hasil yang
dicapai akan diberi skor. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman
materi setiap individu.
4. Skor Perkembangan Individu
Hal ini bertujuan untuk memberikan penghargaan pada setiap peserta didik
jika mereka mengerjakan dengan baik. Setiap tugas yang dikerjakan oleh
peserta didik diberi penilaian yang nantinya dapat dilihat perkembangannya
dari skor masing-masing individu. Dari skor perkembangan individu tersebut
dapat dilihat tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajar. Gagasan
dibalik skor perkembangan individu adalah untuk memberikan kepada tiap
peserta didik tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja
lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya.
Kemudian guru menghitung besarnya skor perkembangan yaitu dengan
membandingkan skor tes materi yang lalu dengan yang baru.
5. Rekognisi Tim/Penghargaan Tim
Tim akan mendapatkan rekognisi atau penghargaan jika dapat melampaui
kriteria yang telah ditentukan. Skor tim peserta didik akan digunakan untuk
menentukan tingkatan pemahaman peserta didik. Tim yang paling baik akan
diberikan penghargaan oleh guru, sehingga akan meningkatkan semangat
peserta didik pada masing-masing tim untuk melakukan yang sebaik-baiknya.
Berdasarkan karakterisitiknya sebuah model pasti memiliki kelebihan dan
kelemahannya. Secara rinci kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah:
1. Setiap peserta didik memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang
substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara
2. Menggalakkan interaksi secara aktif, positif dan kerjasama anggota kelompok
menjadi lebih baik
3. Membantu peserta didik untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial
yang lebih banyak
35
4. Peran guru menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator
5. Peserta didik memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar untuk
dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar
6. Pengelompokkan peserta didik secara heterogen membuat kompetisi yang
terjadi di kelas menjadi lebih hidup
7. Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota
kelompok
8. Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat peserta didik lebih
termotivasi
9. Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir
kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu
10. Adanya penghargaan dari guru, sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk
aktif dalam pembelajaran.
11. Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki
tanggung jawab besar agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai
kelompok baik
12. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis peserta didik
Selain berbagai kelebihan, model STAD ini juga memiliki kelemahan.
Semua model pembelajaran memang diciptakan untuk memberi manfaat yang
baik atau positif pada pembelajaran, tidak terkecuali model STAD, namun,
terkadang pada sudut pandang tertentu, langkah-langkah model tersebut tidak
menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan, seperti yang dipaparkan
berikut ini:
1. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran
menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan
memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian
materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu
yang lebih lama dapat sedikit diminimalisir dengan menyediakan lembar
kegiatan peserta didik (LKS) sehingga peserta didik dapat bekerja secara
36
efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang
kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran
tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan
ruang kelas.
2. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai
fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi
tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator
dengan baik. Solusi yang dapat dijalankan adalah meningkatkan mutu guru
oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat
wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan
rutin secara insindental. Guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam
mengembangkan kemampuannya tentang pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran yang mudah diterapkan oleh guru pada proses pembelajaran
di dalam kelas dengan menempatkan peserta didik dalam beberapa kelompok
yang tiap kelompoknya terdiri dari 4 sampai 6 peserta didik. Selain itu, ada
beberapa alasan mengapa model pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa dipilih
sebagai alternatif model pembelajaran karena STAD dapat memfasilitasi interaksi
antar peserta didik, dapat meningkatkan sikap, harga diri dan hubungan antar
personal, menambahkan sumber belajar dalam kelompok, dan harapannya dapat
mempersiapkan peserta didik yang mempunyai kemampuan bekerjasama dalam
tim agar kelak mampu masuk ke tatanan masyarakat modern dengan baik.
7. Hasil Belajar
Proses kegiatan belajar akan mendapatkan output yang dinamakan dengan
hasil belajar. Menurut Bloom dalam Suprijono (2012:6) hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
37
membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),
organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Menurut pemikiran Gagne,
hasil belajar berupa: 1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan
merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. 2) Keterampilan
intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan-kemampuan analitis-sintetis
fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-pronsip keilmuan. 3) Strategi kognitif
yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.
Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujudnya otomatisme
gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku (Suprijono, 2012:6)
Hasil belajar memiliki ciri-ciri yaitu: 1) tingkah laku baru berupa
kemampuan yang aktual, 2) kemampuan baru tersebut berlaku dalam waktu yang
lama, dan 3) kemampuan baru tersebut diperoleh melalui suatu peristiwa belajar
(Snelbecker dalam Mularsih, 2010:66). Perbuatan dan hasil belajar tersebut dapat
dimanifestasikan dalam wujud : 1) Pertambahan materi pengetahuan yang berupa
fakta; informasi, prinsip atau hukum atau kaidah prosedur atau pola kerja atau
teori sistem nilai-nilai dan sebagainya, 2) Penguasaan pola-pola perilaku kognitif
(pengamatan) proses berpikir; mengingat atau mengenal kembali, perilaku afektif
(sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya); perilaku psikomotorik
(keterampilan-keterampilan psikomotorik termasuk yang bersifat ekspresif), dan
3) Perubahan dalam sifat-sifat kepribadian baik yang tangible maupun intangible.
38
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku dan kemampuan yang diperoleh seseorang
setelah mengalami proses belajar dan diwujudkan dalam bentuk angka. Sehingga
untuk mengetahui perubahan tingkah laku dan kemampuan tersebut perlu
diadakan proses evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dalam bentuk penilaian pada
akhir kompetensi tertentu, pertengahan semester, akhir semester dan ujian akhir.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penerimaan peserta didik
terhadap suatu materi pembelajaran. Penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TAI dan STAD yang ditinjau dari motivasi belajar peserta didik diharapkan
mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik sehingga peserta didik dapat
belajar dengan optimal dan mampu bekerja sama dalam memecahkan masalah
pada soal yang diberikan.
a. Penilaian Hasil Belajar
Menurut Schwartz dkk dalam Hamalik (2008:157) penilaian adalah suatu
program untuk memberikan pendapat dan penentuan arti atau faedah suatu
pengalaman. Penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh mana peserta
didik telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan belajar dan
pembelajaran.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan
bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar peserta didik. Sedangkan untuk
penilaian hasil belajar merupakan upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan guru dalam mencapai tujuan
pengajaran. Penilaian ini dilihat sejauh mana peningkatan hasil belajar peserta
didik selama pemberian materi, keefektifan dan efisiennya waktu dalam mencapai
tujuan pengajaran atau perubahan tingkah laku peserta didik. Oleh sebab itu,
penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama lain sebab hasil
merupakan akibat dari proses.
39
Penilaian hasil belajar menentukan kualitas pendidikan. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan penilaian menurut Hamalik (2008:158) hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip penilaian antara lain:
a. Menilai hasil belajar hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga jelas apa
yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan interpretasi hasil
penilaian. Sebagai patokan dalam merancang penilaian hasil belajar adalah
kurikulum yang berlaku dan buku pelajaran yang digunakan.
b. Penilaian hasil belajar hendaknya menjadi bagian integral dari proses belajar
mengajar. Artinya, penilaian senantiasa dilaksanakan pada setiap proses
belajar-mengajar sehingga pelaksanaannya berkesinambungan.
c. Agar diperoleh hasil belajar yang objektif dalam pengertian menggambarkan
prestasi dan kemampuan peserta didik sebagaimana adanya, penilaian harus
menggunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
d. Penilaian hasil belajar hendaknya diikuti dengan tindak lanjutnya.
Penilaian belajar pelajaran ekonomi adalah sebuah alat yang digunakan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan penguasaan dan pemahaman peserta didik
selama proses pembelajaran pada mata pelajaran ekonomi. Alat pengukurnya
adalah berupa tes menggunakan soal-soal yang berhubungan dengan materi yang
diajarkan, lembar observasi peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung,
dan rubrik penilaian.
Hasil belajar ekonomi dapat diketahui dari hasil evaluasi belajar yang telah
dikerjakan oleh peserta didik. Hasil dari evaluasi tersebut berbentuk nilai yang
menunjukkan bagaimana tingkat penguasaan dan pemahaman yang dicapai oleh
peserta didik setelah melakukan proses pembelajaran ekonomi. Jika hasil belajar
belum optimal, maka guru dapat mengambil langkah-langkah prefentif yang lain
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Penilaian autentik merupakan karakteristik lain yang menandai
pemberlakuan kurikulum 2013. Penilaian autentik sering pula disebut sebagai
penilaian yang senyata-nyatanya, yakni penilaian yang berusaha menggambarkan
hasil belajar peserta didik sesuai dengan kemampuan mereka yang sesungguhnya;
dalam artian tidak parsial dan tidak manipulatif. Parsial dalam artian hanya aspek
40
tertentu, misalnya pengetahuan ataupun keterampilan saja. Penilaian pada
Kurikulum 2013 semua aspek harus mendapatkan penilaian guru secara
proporsional, sedangkan manipulatif adalah terekayasa atau bersifat seolah-olah.
Hal itu terjadi karena kemampuan yang diukur dengan perangkat atau cara
pengukurannya tidaklah tepat. Oleh karenanya, penilaian autentik berusaha untuk
mengukur kemampuan peserta didik secara menyeluruh (holistic) yakni mencakup
sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Pelaksanaan penilaian tersebut dilakukan
saat berlangsungnya proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik, dan tidak
hanya pada akhir pembelajaran saja, hal itu terutama untuk aspek sikap dan
keterampilan. Kedua aspek tersebut dapat dilihat secara langsung dan nyata
(Kosasih, 2014:132).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian autentik
adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang pengembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai
teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara
tepat bahwa tujuan pembelajaran adalah benar-benar dikuasai dan dicapai.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Rifa’i dan Anni (2009:97) seperangkat faktor yang memberikan
kontribusi belajar adalah kondisi internal dan kondisi eksternal peserta didik.
Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi
psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti
kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas
kondisi internal yang dimiliki oleh peserta didik akan berpengaruh terhadap
kesiapan, proses, dan hasil belajar. Faktor lainnya adalah kondisi eksternal yang
terdiri dari variasi dan derajat kesulitan materi (stimulus) yang dipelajari
(direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar
masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar.
Hal yang sama disampaikan oleh Hamalik (2009:32-33) yang menyebutkan
faktor-faktor belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
kondisional yang ada. Faktor-faktor itu adalah sebagai berikut:
41
1. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan; peserta didik yang belajar
melakukan banyak kegiatan baik kegiatan neurial system, seperti melihat,
mendengar, merasakan, berfikir, kegiatan motoris dan sebagainya maupun
kegiatan-kegiatan lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan,
sikap, kebiasaan, dan minat.
2. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning, recalling dan reviewing
agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang
belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami.
3. Belajar lebih berhasil jika peserta didik merasa berhasil dan mendapatkan
kepuasannnya. Belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan.
4. Peserta didik yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal
dalam belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan mendorong
belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustasi.
5. Faktor asosiasi besar manfaatnya dalam belajar, karena semua pengalaman
belajar antara yang lama dengan yang baru secara berurutan diasosiasikan
sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.
6. Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertian-pengertian yang
telah dimiliki oleh peserta didik, besar peranannya dalam proses belajar.
Pengalaman dan pengertian itu menjadi dasar untuk menerima pengalaman-
pengalaman baru dan pengertian-pengertian baru.
7. Faktor kesiapan belajar. Peserta didik yang telah siap belajar akan dapat
melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil. Faktor kesiapan
ini erat kaitannya dengan masalah kematangan, minat, kebutuhan dan tugas-
tugas perkembangan.
8. Faktor motivasi dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong peserta
didik belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila
peserta didik tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau
merasa bahwa sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya.
Namun demikian, minat tanpa adanya usaha yang baik maka belajar juga sulit
untuk berhasil.
42
9. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan peserta didik yang belajar sangat
berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lemah, lelah akan
menyebabkan perhatian tak mungkin akan melakukan kegiatan belajar yang
sempurna. Karena itu faktor fisiologis sangat menentukan berhasil atau
tidaknya peserta didik yang belajar.
10. Faktor intelegensi. Peserta didik yang cerdas akan lebih berhasil dalam
kegiatan belajar, karena ia lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran
dan lebih mudah mengingatnya.
8. Motivasi
a. Motivasi Menurut Para Ahli
Secara umum teori motivasi dibagi dalam dua kategori, yaitu teori content
(kandungan) yang memusatkan perhatian pada kebutuhan dan sasaran tujuan, dan
teori proses yang banyak berkaitan dengan bagaimana orang berperilaku dan
mengapa mereka berperilaku dengan cara tertentu.
1. F.W Taylor dan Manajemen Ilmiah
Menurut Uno (2011:39) pendekatan yang dilakukan oleh tokoh ini adalah
memusatkan perhatian membuat pekerjaan seefektif mungkin dengan
merampingkan metode kerja, dan penilaian pekerjaan. Pekerjaan dibagi-
bagikan dalam beberapa komponen diukur dengan menggunakan teknik-
teknik penelitian pekerjaan dan diberi imbalan sesuai dengan produktivitas.
Dengan pendekatan ini, motivasi yang disebabkan imbalan keuangan dapat
dicapai dengan memenuhi sasaran-sasaran keluaran.
2. Hierarki Kebutuhan Maslow
Hierarki ini didasarkan pada anggapan bahwa pada waktu orang telah
memuaskan satu tingkat kebutuhan tertentu mereka ingin bergeser ke tingkat
yang lebih tinggi. Maslow menyebutkan lima tingkat tersebut berupa: 1)
kebutuhan fisiologis, 2) kebutuhan akan rasa aman, 3) kebutuhan akan cinta
kasih atau kebutuhan sosial, 4) kebutuhan akan penghargaan, 5) kebutuhan
aktualisasi diri (Uno, 2011:41-42).
43
3. Teori Keberadaan, Keterkaitan, dan Pertumbuhan (Existence, Relatedness,
and Growth ERG) Aldefer
Menurut teori ERG, konsep motivasi yaitu apabila tingkat kebeutuhan
tertentu tidak dapat dipuaskan, maka seseorang akan kembali pada ke tingkat
yang lain (Uno, 2011:43)
4. Teori Motivasi Kesehatan Herzberg
Herzber mengembangkan teori motivasi dua faktor. Teori tersebut
mendalilkan adanya beberapa faktor yang apabila tida ada, menyebabkan
ketidakpuasan dan yang terpisah dari faktor motivasi lain yang
membangkitkan upaya dan kinerja sangat istimewa (Uno, 2011:44).
5. Teori X dan Teori Y McGregor
Teori ini beranggapan bahwa manajer teori X memandang para pekerja
sebagai pemalas yang tidak dapat diperbaiki, dan oleh karena itu mereka
cenderung menggunakan pendektan “wortel dan tongkat” untuk
menanganinya. Sedangkan manajer teori Y memandang bekerja harus
seimbang dengan istirahat dan bermain dan bahwa orang-orang pada dasarnya
cenderung untuk bekerja keras dan melakukan pekerjaan dengan baik. teori
bahwa seorang manajer itu mengayomi akan dengan jelas memengaruhi cara
mereka menangani dan memotivasi bawahan (Uno, 2011: 45).
6. Teori Manusia Kompleks
Motivasi dipengaruh terutama oleh sifat hubungan kemitraan dalam pekerjaan
(Uno, 2011:46).
b. Motivasi Belajar
Menurut Gagne, proses belajar yang baik diawali dari dorongan atau
motivasi, alasannya dari motivasilah akan muncul harapan-harapan terhadap apa
yang dipelajari. Demikian halnya pada peserta didik, jika ia memiliki motivasi
dan harapan tinggi kelak ia ada kemungkinan akan berhasil dalam proses
belajarnya. Sebaliknya, jika peserta didik tidak memiliki motivasi dipastikan ia
tidak akan berhasil atau tidak bisa meraih hasil yang optimal (Kosasih, 2014:122).
44
Menurut Mc Donald dalam Hamalik (2010:173), “Motivation is a energy
change within the person caracterized by affective arousal and anticipatory goal
reaction”, yang artinya Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai
tujuan. Lebih jauh lagi Mc Donald merumuskan motivasi ini kedalam tiga unsur
yaitu: 1)Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2)Motivasi
ditandai dengan timbulnya perasaan, 3)Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk
mencapai tujuan
Kegiatan belajar dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di
dalam diri peserta didik yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan
memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai”.
Motivasi adalah segala daya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu.
Motivasi dalam belajar merupakan faktor yang sangat penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong peserta didik untuk melakukan belajar
dimana hasil belajar akan menjadi optimal apabila mempunyai motivasi. Motivasi
akan menentukan intensitas usaha belajar bagi para peserta didik.
Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,
menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk
bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Motivasi belajar merupakan kecenderungan peserta didik dalam melakukan
kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil
belajar sebaik mungkin. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang
menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.
Motivasi mengandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan,
menyalurkan dan mengarahkan sikap serta perilaku pada individu belajar
(Koeswara, 1989 ; Siagia, 1989 ; Sehein, 1991 ; Biggs dan Tefler, 1987 dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2006).
Sumber munculnya motivasi belajar ada tiga sebagaimana disampaikan oleh
Kosasih (2014:123) yaitu: 1) couriosity (rasa ingin tahu) atas stimulus atau
rangsangan yang baru, kompleks dan tidak biasa, 2) menentukan arah perbuatan,
yakni menentukan perbuatan-perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
45
serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi belajar dapat diberikan oleh guru
kepada peserta didik melalui dua cara yaitu: 1) Meningkatkan mutu pembelajaran,
untuk tujuan itu maka diperlukan lima macam teknologi pembelajaran yaitu
berfikir sistematis, desain sistem, ilmu pengetahuan yang bermutu, manajemen
perubahan, dan teknologi pembelajaran, 2) Mempengaruhi harapan peserta didik,
dengan demikian peserta didik percaya bahwa keterlibatannya dalam proses untuk
suatu keberhasilan. Jika guru dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mampu
mempengaruhi harapan maka guru tersebut sudah memberikan motivasi belajar
kepada peserta didik.
Motivasi belajar menurut Uno (2011:9) dibedakan menjadi dua yaitu:
motivasi belajar intrinsik dan motivasi belajar ekstrinsik. Motivasi belajar
intrinsik meliputi: 1) Penyesuaian tugas dengan minat, 2) Perencanaan yang
penuh dengan variasi, 3) Umpan balik atas respon peserta didik, 4) Kesempatan
respon peserta didik yang aktif, dan 5) Kesempatan peserta didik untuk
menyesuaikan tugas pekerjaannya. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi: 1)
Penyesuaian tugas dengan minat, 2) Perencanaan yang penuh dengan variasi, 3)
Respon peserta didik, 4) Kesempatan peserta didik yang aktif, 5) Kesempatan
peserta didik untuk menyesuaikan tugas pekerjaannya, dan 6) Adanya kegiatan
yang menarik dalam belajar.
Lebih jauh Uno (2011:23) menjelaskan bahwa motivasi belajar dapat timbul
karena fakor intrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan
kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah
adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan
pembelajaran yang menarik. Indikator motivasi belajar diklasifikasikan sebagai
berikut: 1) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) Adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) Adanya
penghargaan dalam belajar, 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan
6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang
peserta didik dapat berjalan dengan baik (Uno, 2011:23)
46
c. Strategi Mengembangkan Motivasi
Banyak pihak yang menganggap bahwa motivasi belajar lebih banyak
ditentukan oleh peserta didik itu sendiri. Padahal gurupun memiliki peran sebagai
motivator. Guru harus menolong peserta didiknya supaya mempunyai hasrat
untuk belajar. Sudah menjadi keharusan bagi seorang guru untuk menyiapkan
rangsangan yang kuat bagi peserta didik agar mau belajar. Seorang motivator
bertugas memberikan inspirasi atau dorongan supaya proses belajar mengajar
menyenangkan. Seorang guru untuk menjadi motivator juga tidak terlepas dari
perannya sebagai pengelola kelas. Seorang guru harus memikirkan atau
merancang kegiatan di dalam kelas agar menarik perhatian dan merangsang siwa
untuk belajar. Guru juga harus melihat diri dan peserta didiknya sebagai tim
dalam belajar dan sebagai teman sekerja dalam belajar.
Strategi utama dalam membangkitkan motivasi belajar pada dasarnya
terletak pada guru itu sendiri, oleh karena itu seorang guru seharusnya
mengembangkan beberapa jenis kualitas berikut agar dapat berperan sebagai
motivator menurut Kosasih (2014: 124-126):
1. Guru turut terlibat dalam kehidupan peserta didik. Salah satu bukti guru
menyayangi peserta didik adalah dengan melibatkan dirinya dalam kehidupan
mereka. Kerelaan dan ketulusan guru untuk melayani mereka secara pribadi
juga akan mendorong untuk memberikan waktu bagi para peserta didiknya
dan mendengar keluh kesah mereka. Guru harus berusaha memahami
permasalahan yang dihadapi termasuk juga melakukan kunjungan pribadi.
Perbuatan yang demikian akan dirasakan oleh peserta didik. Mereka akan
mampu membedakan mana perbuatan gurunya yang dilandasi rasa sayang dan
mana yang dilakukan dengan kepura-puraan. Dengan tindakan ini, guru sudah
berhasil merebut hari peserta didiknya sehingga memudahkannya untuk
menanamkan motivasi kepada mereka.
2. Upaya seorang guru untuk membangun motivasi yang baik bagi peserta
didiknya di luar kelas akan rusak jika sikapnya dihadapan peserta didik salah.
Sebagian besar pemberian motivasi bergantung pada hubungan guru dengan
murid dalam susasana belajar di dalam kelas.
47
3. Berikan insentif jika peserta didik bersemangat belajar. Insentif yang
diberikan kepada peserta didik tidak selalu harus berupa materi tetapi juga
bisa berupa penghargaan dan perhatian.
4. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti peserta didik bahwa belajar itu
berguna baginya, bukan hanya sekedar menyelesaikan tugas-tugas sekolah.
5. Mengajarkan pada peserta didik pelajaran-pelajaran dengan metode active
learning, learning by doing, learning through playing, dan cooperative
learning. Salah satu tujuannya adalah agar peserta didik mengasosiasikan
belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan.
9. Kaitan Motivasi dengan Hasil Belajar
Motivasi mempunyai fungsi yang penting dalam belajar, karena motivasi
akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan peserta didik. Para
peserta didik yang memiliki motivasi tinggi, belajarnya lebih baik dibandingkan
dengan peserta didik yang motivasi belajarnya rendah. Hal ini dapat dipahami,
karena peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi akan tekun dalam
belajar dan terus belajar secara kontinyu tanpa mengenal putus asa serta dapat
mengesampingkan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan belajar yang
dilakukannya.
Menurut Hamdi (2011: 85) motivasi belajar besar pengaruhnya terhadap
hasil belajar peserta didik. Hasil belajar dapat dilihat dari terjadinya perubahan
hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil. Peningkatan
hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah
motivasi untuk belajar.
Senada dengan Hamdi, menurut Dahl (2011:605) menyatakan bahwa hasil
belajar peserta didik salah satunya dipengaruhi oleh motivasi belajar. Motivasi
dibedakan menjadi dua yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu
(instrinsik) dan motivasi yang berasal dari luar individu (ekstrinsik). Semakin
tinggi motivasinya dalam belajar akan berdampak pada hasil belajar yang semakin
tinggi pula.
48
Aspek motivasi dalam keseluruhan proses belajar mengajar sangat penting,
karena motivasi dapat mendorong pesera didik untuk melakukan aktivitas-
aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Motivasi dapat
memberikan semangat kepada peserta didik dalam kegiatan-kegiatan belajarnya
dan memberi petunjuk atas perbuatan yang dilakukannya. Berdasarkan pernyataan
tersebut, maka harus dilakukan suatu upaya agar peserta didik memiliki motivasi
belajar yang tinggi, dengan demikian peserta didik yang bersangkutan dapat
mencapai hasil belajar yang optimal.
Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi dalam kegiatan belajar dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan,
menjamin kelangsungan, dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga
diharapkan tujuan dapat tercapai. Motivasi dalam kegiatan belajar sangat
dibutuhkan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi belajar tidak akan
mungkin melakukan aktivitas belajar (Kosasih, 2014: 123).
Uno (2011:23) menjelaskan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena
fakor instrinsik berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan
belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya
penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan pembelajaran yang
menarik. Indikator motivasi belajar diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya
hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar, 3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan
dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan 6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang peserta
didik dapat berjalan dengan baik.
49
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Berikut beberapa penelitian terdahulu yang relevan:
Tabel 2.1 Kajian Penelitian yang Relevan
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Van Dat
Tran (2014)
The Effects of
Cooperative Learning
on the Academic
Achievement and
Knowledge Retention
Penelitian ini meneliti tentang
penggunaan model
pembelajaran kooperatif.
Dalam penelitiannya, peserta
didik dibagi menjadi dua
kelompok yakni kelompok
eksperimen dan kelompok
kontrol. Hasil menunjukkan
setelah 8 minggu penerapan
model pembelajaran
kooperatif mampu mencapai
skor nilai yang lebih
signifikan dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
2 Zaheer
Ahmad dan
Nasir
Mahmood
(2010)
Effects of Cooperative
Learning vs. Traditional
Instruction on
Prospective Teachers’
Learning Experience
and Achievement
Terdapat perbedaan prestasi
belajar peserta didik yang
signifikan dengan
penggunaan model
pembelajaran kooperatif
dibandingkan dengan model
pembelajaran tradisonal.
3 Ehsan
Alijanian
(2012)
The Affect of Student
Team Achievement
Division Technique on
English Achievement of
Iranian EFL Learners
Penelitian ini dilakukan pada
sebuah sekolah SMP di Iran
untuk mata pelajaran bahasa
Inggris dengan menerapkan
model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa perbedaan antara 2
kelas cukup signifikan, dan
kelompok eksperimen yang
nenerapkan model
pembelajaran STAD lebih
unggul daripada kelompok
kontrol dalam hal prestasi
Bahasa Inggris.
50
4 Monchai
Tiantong dan
Sanit
Teemuangsai
(2013)
Student Team
Achievement Divisions
(STAD) Technique
through the Moodle to
Enhance Learning
Achievement
Kelompok eksperimen yang
menerapkan model
pembelajaran STAD
memiliki hasil yang lebih
signifikan dibandingkan
dengan kelas kontrol
5 Gul Nazir
Khan dan
Dr. Hafiz
Muhammad
Inamullah (2011)
Effect of Student’s Team
Achievement Division
(STAD) on Academic
Achievement of Students
Peneliti membandingan
penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe
STAD dengan model
pembelajaran tradisional pada
mata pelajaran kimia di
sekolah menengah di Pakistan
dan hasilnya menunjukkan
bahwa pencapaian prestasi
belajar kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol
menghasilkan perbedaan
yang sangat signifikan
dimana kelompok eksperimen
lebih unggul dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
6 Nagih
Balfakih,
M.A. (2010)
The effectiveness of
student
teamachievement
division (STAD) for
teaching high school
chemistry in the United
Arab Emirates
Temuan menunjukkan bahwa
STAD adalah metode
pengajaran yang lebih efektif
daripada metode-pengajaran
tradisional dalam mengajar
kelas kimia kelas sepuluh di
Uni Emirat Arab. Hasil
penelitian juga menunjukkan
bahwa semua sub kelompok
manfaat dari penggunaan
STAD sebagai metode
pengajaran alternatif. Nilai
prestasi peserta didik dari
semua peserta didik di
kelompok eksperimen
meningkat dibandingkan
rekan mereka di kelompok
kontrol
7 Suhartono,
dkk (2014)
The Influence of
Learning Method of
Students Team
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran
STAD lebih baik
51
Achievement Divisions
(STAD), Inquiry Based
Learning (IBL), and
Expositry
(Conventional) and
Reading Interest
Towards Writing
Competence
dibandingkan IBL dan
konvensional.
8 Darren W.
Dahl dan
Kamal
Smimou
(2011)
Does motivation
matter? On the
relationship between
perceived quality of
teaching and students’
motivational
orientations
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivasi intrinsik
sangat berpengaruh terhadap
hasil belajar peserta didik,
dan motivasi ekstrinsik juga
cukup berpengaruh terhadap
hasil belajar peserta didik
9 Asmadi Alsa
(2011)
Pengaruh Metode
Belajar Team Assited
Individualization
terhadap Prestasi
Belajar Statistika pada
Mahasiswa Psikologi
Ada perbedaan prestasi
belajar statistika yang sangat
signifikan antara kelompok
mahasiswa yang diajar
dengan metode TAI dan
kelompok mahasiswa yang
diajar dengan metode
konvensional. Kelompok
mahasiswa yang diajar
dengan metode TAI rata-rata
prestasi belajarnya lebih
tinggi daripada kelompok
yang diajar dengan metode
konvensional
10 Heni
Mularsih
(2010)
Strategi Pembelajaran,
Tipe Kepribadian dan
Hasil Belajar Bahasa
Indonesia pada Peserta
didik Sekolah
Menengah Pertama
(1) hasil belajar peserta didik
yang mengikuti strategi
pembelajaran kooperatif lebih
tinggi daripada yang
mengikuti pembelajaran
individual, (2) tidak ada
perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar peserta
didik yang berkepribadian
ekstrovert dan introvert, (3)
terdapat interaksi yang positif
antara strategi pembelajaran
dan tipe kepribadian peserta
didik pada hasil belajar
52
bahasa Indonesia, (4) hasil
belajar peserta didik yang
ekstrover, yang mengikuti
strategi pembelajaran
kooperatif lebih tinggi
daripada mengikuti strategi
pembelajaran individual, (5)
hasil belajar peserta didik
yang introvert, yang
mengikuti strategi
pembelajaran individual lebih
tinggi daripada mengikuti
strategi pembelajaran
kooperatif. Simpulannya,
strategi pembelajaran dapat
meningkatkan hasil belajar
bahasa Indonesia peserta
didik dengan
mempertimbangkan tipe
kepribadian peserta didik.
11 Fitri
Apriyani
Pratiwi,
Mardiyana
dan Sri
Subanti
(2014)
Eksperimentasi Model
Pembelajaran
Kooperatif Tipe Team
Assisted
Individualization
dengan Assesment for
Learning pada Materi
Bangun Ruang Ditinjau
dari Kemampuan
Spasial Siswa Kelas
VIII SMP Negeri di
Kabupaten Karanganyar
Model pembelajaran TAI
dengan AfL mempunyai hasil
belajar lebih baik
dibandingkan dengan model
pembelajaran langsung.
12 Doni
Susanto
(2014)
Perbandingan Hasil
Belajar Matematika
dengan Menggunakan
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD,
TAI dan TGT
Hasil pembelajaran
matematika dengan
menggunakan model
pembelajaran TAI merupakan
hasil belajar matematika yang
paling baik pada pokok
bahasan bangun sisi ruang
datar dibandingkan dengan
model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan
TGT.
53
13 Ghullam
Hamdu, Lisa
Agustina
(2011)
Pengaruh Motivasi
Belajar Peserta didik
terhadap Pestasi Belajar
IPA di Sekolah Dasar
Hasil penelitiannya adalah:
interprestasi tingkat
reliabilitas tinggi besarnya
pengaruh motivasi belajar
terhadap prestasi belajar IPA
adalah sebesar 48,1% yang
artinya motivasi sangat
berpengaruh besar terhadap
prestasi belajar.
C. Kerangka berfikir
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dibentuk sebuah kerangka berfikir
penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Salah satu faktor keberhasilan peserta didik adalah bagaimana seorang guru
mampu menerapkan model pembelajaran yang membawa peserta didik dalam
mencapai tujuan belajar, dan hal yang mempengaruhi kurang berhasilnya
pembelajaran adalah kurang sesuainya metode dengan karakteristik materi
yang disampaikan. Selain itu guru juga kurang mengaktifkan peserta didik dan
pembelajaran masih berlangsung dalam bentuk transfer pengetahuan yang
menghasilkan kemampuan visual, hanya dalam bentuk kemampuan hafalan
dan masih jauh dari konsep pemberdayaan berfikir yang hal ini berakibat pada
kemampuan peserta didik yang sulit untuk berkembang. Untuk itu diperlukan
suatu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk
memahami suatu konsep dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar dan motivasi belajar peserta didik serta membangun pemahaman, saling
membantu dan bekerjasama antar tim untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran tersebut yaitu model pembelajaran kooperatif. Dengan
mempertimbangkan kondisi peserta didik, sifat materi bahan ajar, fasilitas-
media yang tersedia dan kondisi guru itu sendiri, model pembelajaran
kooperatif yang dipilih yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization (TAI) dan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Division (STAD). Kedua model pembelajaran
inilah yang akan digunakan sebagai penelitian. Penelitian akan dibagi menjadi
dua kelompok yakni satu kelompok I sebagai kelompok eksperimen yang
54
mendapat perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TAI, dan kelompok
lainnya yakni kelompok eksperimen II yang mendapat perlakuan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berdasarkan hal tersebut, diduga ada
pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI maupun STAD
terhadap hasil belajar ekonomi.
2. Faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil belajar salah satunya motivasi
belajar. Motivasi belajar adalah dorongan dari dalam diri seseorang agar
berperilaku belajar aktif dalam kegiatan proses pembelajaran dimana motivasi
dalam belajar mrupakan faktor yang penting karena dapat mendorong peserta
didik untuk melakukan kegiatan belajar agar mendapat hasil atau pencapaian
yang maksimal. Peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi akan lebih
cenderung memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukannya dan
berusaha keras untuk menguasai materi pembelajaran agar memperoleh hasil
yang maksimal. Sedangkan peserta didik dengan motivasi belajar rendah
tentunya kurang bersemangat dan kurang berusaha untuk menguasai materi
pelajaran dan akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas
pembelajaran. Dengan demikian, maka diduga motivasi belajar peserta didik
berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar.
3. Keberhasilan dalam pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh penggunaan
model pembelajaran namun motivasi yang dimiliki oleh peserta didik juga
berperan dalam menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Pada
pembelajaran kooperatif, para peserta didik harus berusaha membantu teman-
teman anggota kelompoknya untuk memahami materi, sehingga diperlukan
motivasi yang kuat agar dalam prosesnya berjalan dengan tepat. Penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan STAD dalam pembelajaran
ekonomi turut menentukan hasil belajar peserta didik, didukung dengan adanya
motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian diduga terdapat interaksi
antara penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan motivasi belajar
peserta didik.
55
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berfikir maka hipotesis penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Team Assisted Individualization (TAI) dan Student Team Achievement
Division (STAD) terhadap hasil belajar ekonomi
2. Terdapat perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dan motivasi
belajar rendah peserta didik terhadap hasil belajar ekonomi
3. Terdapat interaksi antara motivasi dengan pembelajaran kooperatif tipe Team
Assisted Individualization (TAI) dan Student Team Achievement Division
(STAD) terhadap hasil belajar ekonomi
Peserta didik
Model TAI
Model STAD
Motivasi Tinggi
Motivasi Rendah
Motivasi Tinggi
Motivasi Rendah
Proses
Pembelajaran
Hasil
Belajar
Baik
Tidak
Baik