BAB II
KONSEP TEORITIS DAN OPERASIONAL
A. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akidah
1. Pengertian Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akidah
a. Pengertian Penanaman
Penanaman adalah proses, perbuatan, dan cara menanamkan. Penanaman
secara etimologi berasal dari kata tanam yang berarti benih,yang semakin jelas
dengan mendapat imbuhan me-kan menjadi menanamkan yang memiliki arti
menaburkan ajaran, paham, dan lain sebagainya. Kata menanamkan juga bisa
diartikan sebagai penerapan sesuatu pada diri manusia dalam hal ini adalah sifat
yang baik.
b. Pengertian Nilai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian nilai adalah harga,sifat
(hal-hal) yang penting atau berguna bagi manusia, sesuatu yang menyempurnakan
manusia sesuai hakikatnya.
Menurut Toha Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai
bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang
menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan
tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi(Uswatun Hasanah,2015:211).
Menurut Howard Becker dalam bukunya A Dictionary of the social Sciences
menyatakan nilai menunjuk pada suatu objek dari suatu kebutuhan, sikap atau
keinginan (any object of any need, attitude, or desire), yaitu sesuatu objek
apapunyang mempunyai hubungan interaksi nyata dengan berbagai kebutuha,
sikap, atau keinginan manusia.
Menurut George Theodorson dan Achilles Theodorson dalam A
modernDictionary of the social Sciences mendefinisikan nilai sebagai suatu asas
perilaku yang abstrak umum di mana anggota-anggota sebuah kelompok
merasakan sebuah keterikatan postif mendalam yang bernada emosional dan
memeberikan suatu standar untuk menilai berbagai tindakan dan tujuan spesifik
(Syaiful Sagala, 2013:06).
Menurut Louis O Kattsoff, dalam bukunya “Element of Phylosophy”, dia
menyimpulkan bahwa nilai itu mempunyai 4 macam arti, antara lain:
1. Bernilai artinya berguna.
2. Merupakan nilai, artinya baik atau indah.
3. Mengandung nilai, artinya merupakan obyek atau keinginan atau sifat
yang menimbulkan sikap setuju serta suatu predikat
4. Memberi nilai, artinya memutuskan bahwa sesuatu itu diinginkan atau
menunjukkan nilai (Muhammad Djunaidi Ghoni, 1985:15).
Nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan
tertentu. Nilai sesungguhnya tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi
manusia memasukkan nilai kedalamnya, jadi, barang mengandung nilai, karena
subjek yang tahu dan menghargai nilai itu.
Nilai-nilai yang tercakup di dalam sistem nilai Islami yang merupakan
komponen atau sub-sistem adalah :
1. Sistem nilai kultural yang senada dengan Islam.
2. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak berorientasi kepada
kehidupan sejahtera di dunia dan di akhirat.
3. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang
didorong oleh fungsi fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara
terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya, yaitu Islam.
4. Sistem nilai tingkah laku dari manusia yang mengandung interrelasi dan
interkomunikasi dengan yang lainnya. Nilai yang dimaksud adalah pola
normatif yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi sistem
yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan
fungsi-fungsi bagian-bagiannya.
Islam datang dengan struktur nilai yang lebih banyak memberikan kepada
Muslim ruang gerak yang lebih luas dalam pilihan dan laku-perbuatannya. Nilai-
nilai dalam Islam mengandung dua kategori. Dilihat dari sudut normatif, yaitu
pertimbangan tentang baik-buruk, benar atau salah, haq dan bathil, diridhai dan
dikutuk oleh Allah SWT. Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang operatif, nilai
itu mengandung lima pengertian kategorial yang menjadi prinsip perilaku
manusia:
1. Wajib, apa-apa yang mutlak diperintahkan, nilainya baik.
2. Sunnat, hal-hal yang dianjurkan untuk dikerjakan, nilainya setengah baik.
3. Mubah, apa-apa yang disuruh tidak, dilarang pun tidak, nilainya netral
(hampa nilai).
4. Makruh, hal-hal yang dianjurkan untuk dijauhi, nilainya setengah buruk.
5. Haram, apa-apa yang mutlak dilarang, nilainya buruk.
Adapun sumber nilai ada dua, yaitu:
1. ‘Aqal, berpangkal pada manusia, melalui filsafat.
2. Naqal, berpangkal dari Tuhan, melalui agama
Tata nilai Islam sebagai tata nilai Rabbani bersumber pada naqal (wahyu
dan hadits). Rumusan naqal membentuk syariat, sumber nilai akal membentuk
etika. Etika (ethos: adat atau kebiasaan) ialah teori tentang laku-perbuatan
manusia, dipandang dari segi baik buruk sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
Sumber nilai naqalmembentuk akhlak. Akhlak kata jamak dari khuluq. Artinya
tingkah laku, tabiat perangai, bentuk kepribadian. Sebagai istilah akhlak adalah
sikap rohaniah yang melahirkan laku-perbuatan manusia terhadap Tuhan dan
terhadap manusia, terhadap diri sendiri dan makhluk lain, sesuai dengan al-Qur’an
dan al-Sunnah.
Ada bermacam-macam model pelaksanaan pendidikan nilai yang penting
dikedepankan, antara lain ialah:
1. Model pewarisan lewat pengajaran, atau semacam indoktrinasi. Kepada
anak didik nilai-nilai itu di tanamkan atau disampaikan, bahkan sering
dipompakan dengan pengulangan, latihan dan pemaksaan (enforcement)
secara mekanistik.
2. Model pengembangan kesadaran nilai disebut model penerangan nilai
(value clarification). Ada pendapat yang mengatakan bahwa kesadaran akan
nilai-nilai tidak bisa diajarkan langsung secara indoktrinatif. Nilai barulah
nilai bila ditemukan sendiri oleh anak didik dan dialaminya sendiri.
3. Model pengembangan nilai etika swasta. Anak didik tumbuh dan
berkembang melalui tahap-tahap perkembangan dalam suatu seri tahap-
tahap yang secara kualitatif berbeda satu sama lain. Perkembangan
kesadaran nilai dalam anak didik justru terjadi melalui perubahan ide dalam
anak didik itu tentang apa yang benar dan buruk, yang dapat digolongkan
dalam beberapa tahap. Pada anak didik harus lebih ditumbuhkan nilai-nilai
atau prinsip-prinsip etis yang universal. Pendidikan nilai berupa dibantunya
anak didik untuk tumbuh tahap demi tahap mencapai kemandirian atau
keswastaan etis (Khoiron Rosyadi, 2004:114-128).
Selanjutnya dalam kemendiknas dalam buku Panduan Karakter
menidentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi lima yaitu:
1. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha
Esa
2. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri,
meliputi (jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja
keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif dan
inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu)
3. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesam manusia,
meliputi (sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada
peraturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun,
demokratis)
4. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan
5. Nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan kebangsaan berupa
(nasionalis dan keberagaman).
c. Pengertian Pendidikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pendidikan adalah proses
pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,
perbuatan mendidik.
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar
untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar
anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.
Adapun pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja ialah
semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamannya, kecakapannya, dan ketrampilannya kepada generasi muda.
Sebagai usaha menyiapkan agar dapat memenuhifungsi hidupnya baik jasmani
maupun rohani.
Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup
tumbuh anak-anak, adapaun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setingginya (Hasbullah, 2008:3-5).
Sementara itu kata pendidikan dalam kamus bahasa arab adalah tarbiyah
berarti pengasuhan, perlengkapan pertanggungjawaban, perbaikan dan
penyempurnaan. Menurut Abdurahman an-Nahlawi, al-Tarbiyah adalah
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara (Khoiron
Rosyadi, 2004:147).
Menurut Ahmad D. Marimba pendididikan Islam adalah bimbingan
jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.
Menurut Al-Syaibany mengartikan pendidikan sebagai usaha tingkah laku
dalam kehidupan pribadi, atau pada kehidupan manusia dan pada alam sekitar
tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan itu sendiri dan proses
pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi antara profesi-
profesi masyarakat (Khoiron Rosyadi, 2004:149-150).
d. Pengertian Aqidah.
Pengertian aqidah dalam kamus al-Munawwir yang dikutip dalam buku Ali
Noer, secara etimologis aqidah berakar dari kata’aqadah-ya’qidu-‘aqada-aqidatan
yang berarti simpul, ikatan, perjanjian, dan kokoh.Sedangkan secara terminologis
adalah kepercayaan, keyakinan atau keimanan(M. Ali Noer, 2008:08).
Menurut Hasan Al-Banna dalam kitabnya yang dikutip dalam buku Ali
Noer , yang berjudul Majmu’ah ar-Rasail : mengatakan bahwa : “Aqa’id (bentuk
jamak dari aqidah ) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur dengan sedikitpun dengan keragu-raguan(M. Ali Noer,2008:09).
Akidah Islamiyah adalah ikatan yang didasarkan pada ajaran Islam dan
secara lebih khusus lagi akidah islamiyah itu adalah pernyataan diri mengikatkan
hati untuk mempercayai hanya Allah saja yang pantas sebagai Tuhan, dan di ikuti
dengan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi larangan-Nya (M. Ali
Noer,2008:11).
Akidah adalah suatu fundamental dalam dinul islam, suatu titik dasar awal
(azas) seseorang menjadi muslim. Perjuangan final ummat Muhammad Saw.
adalah tegaknya azas ini, sebaliknya perjuangan final ummat kafir menghilangkan
atau mengganti azas tersebut.
Dengan demikian dituntut pembenaran hati secara mutlak, sehingga benar-
benar mencapai tingkat keyakinan (tidak ada keraguan dan kebimbangan, tidak
menjadi insan roeb). Dan dengannya tercipta rasa aman dan tentram yang disebut
nafsul mutmainnah, walaupun dikelilingi bahaya menggunung, badai fitnah dan
ujian sangat berat. Namun ia tetap aman dan tenang saja.
Abu A’la Al-Maududi memberikan komentar: Hubungan Iman dan Islam
ibarat akar dengan pohon. Jika pohon tidak tumbuh tanpa akar, demikian pula
mustahil bagi seorang yang tidak memiliki iman untuk memulai dirinya mencapai
seorang Mu’min.
Iman sebagai landasan dasar dinul Islam adalah bersifat abadi dan universal.
Tidak berubah sepanjang masa, sejak adanya misi risalah (Nabiyullah Adam As)
sehingga kerasulan Muhammad Saw (Ohan Sudjana,2000:1-3).
Yang menjadi sumber akidah dalam Islam adalah Al-Qur’an dan hadist
Nabi Muhammad SAW. jadi apa saja yang disampaikan oleh Allah dalam Al-
Qur’an wajib diimani oleh seluruh umat Islam yang ada didunia. Ayat Al-Qur’an
yang berkenaan dengan akidah adalah sebagai berikut:
سول وملائكته وكتبه ورسله لا نفر آمن الر ق بين أحد من بما أنزل إليه من ربه والمؤمنون كل آمن بالل
رسله وقالوا سمعنا وأطعنا غفرانك ربنا وإليك المصير
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-
Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (Mereka berdoa):
"Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali"(QS.Al-Baqarah(2):285).
Dalam Islam, iman atau kepercayaan yang asasi selanjutnya disebut ‘aqidah
bersumberkan Al-Qur’an dan merupakan segi teoretis yang dituntut pertama-tama
dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang
tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh persangkaan.
Selain itu, dilihat dari segi sasarannya atau objek yang diimaninya, yaitu hanya
Allah SWT semata, maka keimanan tersebut dinamai tauhid yang berarti
mengesakkan Allah semata. Selanjutnya, keimanan tersebut disebut dengan ushul
al-dhin (pokok-pokok agama), karena keimanan tersebut menduduki tempat yang
utama dalam struktur ajaran Islam.
Iman adalah keyakinan atau kepercayaan terhadap Tuhan yang disertai
dengan kepercayaan pada hal-hal lain yang diajarkan Tuhan kepada manusia
seperti percaya kepada Malaikat, Nabi, Kitab Suci, Hari Akhir, serta takdir baik
dan buruk. Iman bagi mereka yang berilmu termasuk mempercayai bahwa alam
dan isinya di semesta kehidupan ini ada yang menciptakannya yakni Tuhan Yang
Maha Kuasa, bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Keyakinan imani akan
melahirkan sikap hidup yang mempercayai hal-hal yang metafisik dan
metarasional secara benar, sekaligus hidup dalam keseimbangan atau
harmonikarena tidak semata-mata mengandalkan akal pikiran semata. Karena itu
ilmu harus disertai dengan iman agar tidak sesat, selain ditindaklanjuti dengan
amal perbuatan yang nyata (Haedar Nashir, 2013:67).
Iman dan Islam sebagai agama belum cukup. Ia merupakan pohon yang
belum berbuah. Ajaran itu untuk diamalkan, bukan sekedar diteorikan. Apabila
ajaran itu diamalkan lahirlah akhlak. Akhlak ialah buah amal, iman dan Islam.
Jadi Islam bukan hanya sebagai agama dialog yang harus dipraktekkan dan nilai-
nilai ajarannya mampu berdialog dalam kehidupan masyarakat yang lebih
komunal, kompleks, seide dengan pesan ruang dan watak zaman.
Visi iman yang humanisme teosentris lebih lanjut dapat dikemukakan ciri-
cirinya sebagai berikut:
1. Iman yang transformatif adalah iman yang berfungsi sebagai faktor
motivasi, kreatif, produktif, inovatif, inspiratif, sublimatif, integratif, dan
evaluatif.
2. Iman yang transformatif adalah iman yang mendorong manusia melakukan
amal saleh, yaitu perasaan, pikiran dan perbuatanyang baik menurut Allah,
Rasul, dan pendapat akal sehat manusia dan bermanfaat bagi umat manusia.
3. Iman yang transformatif adalah iman yang melahirkan optimisme dan rasa
percaya diri.
4. Iman yang transformatif adalah iman yang melahirkan sikap jujur (shiddiq),
yaitu sikap yang mengatakan sesuatu sesungguhnya atau ucapan dan
perbuatannya sejalan.
5. Iman yang transformatif iman yang melahirkan sikap yang tepercaya
(amanah), yaitu sikap yang tidak mau melakukan kecurangan, seperti
korupsi, menipu, dan khianat.
6. Iman yang transformatif adalah iman yang melahirkan visi transendental,
yaitu sikap yang menganggap bahwa apapun perbuatan yang dilakukan
senantiasa didasarkan semata-mata karna Allah SWT.
7. Iman yang transformatif adalah iman yang melahirkan semangat juang yang
gigih dalam rangka jihad di jalan Allah, yaitu sikap yang senantiasa
bergelora jiwanya dalam mengabdi kepada Allah, dengan cara melakukan
serangkaian program, kegiatan, dan agenda yang bermanfaat untuk umat,
seperti usaha untuk mengatasi kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan,
dan berbagai masalah sosial ekonomi lainnya.
8. Iman yang transformatif adalah iman yang melahirkan akhlak yang mulia
yang dihasilkan dari proses mengidentifikasi sifat-sifat yang agungyang ada
pada Allah dan sifat-sifat mulia yang ada pada Rasulullah SAW (Abuddin
Nata, 2011:128-134).
Keimanan menurut para ahli pendidikan merupakan materi pendidikan yang
sangat penting. Oleh karena itu, implementasi pemberiannya tidak hanya
menghafal rukun iman, mengetahui yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah,
tetapi dengan menimbulkan perasaan keimanan kepada Allah dalam hati para
peserta didik dan cinta kepadanya melebihi cintanya kepada ibu, bapak, guru, dan
lain-lain (M. Asy’ari, 2011 : 142-143).
Aspek pengajaran akidah dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya
merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur
hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di
alam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu, sebagaimana
ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 172:
يتهم وأشهدهم على أنفسهم ألست بربكم قالوا بلى شهدنا أن وإذ أخذ ربك من بني آدم من ظهورهم ذر
تقولوا يوم القيامة إنا كنا عن هذا غافلين
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).(QS. Al-A’raf: 172)
Karakteristik akidah islam bersifat murni, baik dalam isi, maupun
prosesnya. Dimana hanya Allah yang wajib diyakini, diakui dan disembah.
Keyakinan tersebut sedikitpun tidak boleh dialihkan kepada yang lain, karena
akan berakibat penyekutuan (musyrik) yang berdampak pada motivasi ibadah
yang tidak didasarkan atas panggilan Allah. Dalam prosesnya keyakinan tersebut
harus langsung, tidak boleh melalui perantara. Akidah demikian itulah yang akan
melahirkan bentuk pengabdian hanya pada Allah, yang selanjutnya berjiwa bebas,
merdeka dan tidak tunduk pada manusia dan lainnya yang menggantikan posisi
Tuhan (Abuddin Nata, 1999 : 84).
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai
tuhan yang wajib disembah; ucapan dalam lisan dalam bentuk dua kalimah
syahadat; dan perbuatan dengan amal shaleh. Dengan demikian, aqidah islam
bukan hanya sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya
harus jadi acuan dasar dalam bertingkah lakudan berbuat yang pada akhirnya akan
membuahkan amal shaleh.
Keyakinan terhadap Tuhan memberikan arahan dan pedoman yang pasti
sebab akidah menunjukkan kebenaran keyakinan yang sesungguhnya. Akidah
memberikan pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia sehingga kehidupan
manusia akan lebih jelas dan lebih bermakna. Akidah Islam sebagai keyakinan
akan membentuk perilaku, bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim.
Menurut Abu A’la al-Maududi yang dikutip oleh Muhammad Alim dalam
bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam, menyebutkan bahwa pengaruh
akidah tauhid sebagai berikut:
1. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik
2. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
3. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
4. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap
persoalan dan situasi
5. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan,dan optimisme
6. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi
resiko bahkan tidak takut kepada mati.
7. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha
8. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan perintah
ilahi.
Adapun tujuan mengajarkan akidah adalah untuk mewujudkan maksud-
maksud sebagai berikut:
a. Memperkenalkan kepada murid akan kepercayaan yang benar, yang
menyelamatkan mereka dari siksaan Allah Ta’ala. Juga diperkenalkan rukun
iman, ketaatan kepada Allah dan beramal dengan amal yang baik untuk
kesempurnaan iman mereka.
b. Menanamkan iman kepada Allah, para Malaikat Allah, Kitab-kitab Allah,
Rasul-rasul-Nya, adanya kadar baik dan buruk dan tentang hari kiamat
kedalam jiwa anak.
c. Menumbuhkan generasi yang kepercayaan dan keimananya sah dan benar,
yang selalu ingat kepada Allah, bersyukur, dan beribadah kepadanya.
d. Membantu murid agar mereka berusaha memahami dari berbagai hakikat
(Muhammad Abdul Qadir Ahmad, 2008 : 116-117)
Akidah memiliki fungsi dan peranannya antara lain:
1. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak
lahir.
2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
3. Memberikan pedoman yang pasti (Muhammad Alim, 2006:130-131).
Jadi dapat dikemukakan bahwa penanaman nilai-nilai pendidikan akidah
adalah menaburkan ajaran tentang nilai-nilai yang berlandaskan akidah atau
keimanan terhadap diri seseorang melalui proses belajar mengajar sehingga
tertanam dalam diri seseorang untuk memiliki akhlak mulia.
B. Sejarah Kebudayaan Islam (SKI)
1. Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam
Kata “Sejarah” berasal dari bahasa Arab “syajaratun”, artinya pohon.
Apabila digambarkan secara sistematik, sejarah hampir sama dengan pohon,
memiliki cabang dan ranting, bermula, dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan
berkembang, lalu layu dan tumbang.
Menurut definisi yang umum, kata history berarti “masa lampau umat
manusia”. Dalam bahasa Jerman disebut geschichte, berasal dari kata
geschehenyang berarti terjadi. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut Tarikh,
berasal dari akar kata ta’rikh dan taurikh yang berarti pemberitahuan tentang
waktu dan kadangkala kata tarikhus syai’i menunjukkan arti pada tujuan dan masa
berakhirnya suatu peristiwa.
Dalam pengertian lain, sejarah adalah catatan peristiwa yang terjadi pada
masa lampau. Menurut Sidi Gazalba, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang
manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan
lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang
memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang telah berlalu (Samsul Munir
Amin, 2015 : 1-2).
Dari pengertian di atas dapat didefenisikan bahwa arti sejarah adalah
peristiwa atau kejadian masa lampau pada diri individu dan masyarakat untuk
mencapai kebenaran suatu penjelasan tentang sebab-sebab dan asal-usul segala
sesuatu, suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa
peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Sedangkan kebudayaan berasal dari kata "budi" dan "daya". kemudian di
gabungkan menjadi "budidaya" yang berarti sebuah upaya untuk menghasilkan
dan mengembangkan sesuatu agar menjadi lebih baik dan memberikan manfaat
bagi hidup dan kehidupan.
Yang dimaksud dengan sejarah kebudayaan Islam adalah studi tentang
riwayat hidup Rasulullah SAW, sahabat-sahabat dan imam-imam pemberi
petunjuk yang diceritakan kepada murid-murid sebagai contoh teladan yang
utama dari tingkah laku manusia yang ideal, baik dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan sosial. Muhaimin mengatakan, …“Dalam mata pelajaran
sejarah kebudayaan Islam merupakan perkembangan perjalanan hidup manusia
Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersyari’ah dan berakhlak serta dalam
mengembangkan sistem kehidupan yang dilandasi oleh akidah”.
2. Sejarah dakwah Nabi Muhammad saw.
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar
Mekkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan, yang
dikenal dengan istilah peganisme. Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa
Arab ada pula yang menyembah Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh
penduduk Yaman, Najran dan Syam. Di samping itu juga agama Yahudi yang
dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama
Majusi (Mazdaisme), yaitu orang-orang Persia.
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad
saw. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu di sebut
dengan zaman Jahiliyah, masa kegelapan, dan kebodohan dalam hal agama, bukan
dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra krena dalam dua hal yang terakhir ini
bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mekah bukan hanya
merupakan pusat perdagangan lokal, tetapi sebagai jalur perdagangan dunia yang
penting saat itu, yang menghubungkan antara utara, Syam, dan selatan, Yaman,
atara timur, Persia, dan barat Abesinia dan Mesir.
Nabi Muhammad saw. lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal atau 20 April
571 M. Ketika itu Raja Yaman Abrahah dengan gajahnya menyerbu Mekah untuk
menghancurkan Ka’bah sehingga tahun itu dinamakan Tahun Gajah.
Fase kenabian Nabi Muhammad dimulai ketika beliau bertahanus atau
menyepi di gua Hira, sebagai imbas keprihatinan beliau melihat keadaan bagsa
Arab yang menyembah berhala. Di tempat inilah beliau menerima wahyu
pertama, yang berupa Surah Al-Alaq ayat 1-5. Dengan wahyu yang pertama ini,
maka beliau diangkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu Nabi Muhammad
belum diperintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun wahyu
yang kedua, yaitu Surah Al-Muddatstsir ayat 1-7, Nabi Muhammad saw diangkat
menjadi Rasul yang harus berdakwah. Dalam hal ini Nabi Muhammad dibagi
menjadi periode, yaitu:
a. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini adalah pembinaan dan
pendidikan tauhid (dalam arti luas)
b. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan
politik (dalam arti luas)
Pada periode Mekah, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara
sembunyi sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah Islam di
lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu khadijah, yang
menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar sahabat
beliau, lalu Zaid, bekas budak beliau. Di samping itu juga banyak orang yang
masuk Islam dengan perantara Abu Bakar yang terkenal dengan julukan
Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih dulu masuk Islam), mereka adalah
Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahman
bin Auf , Thalhah bin ‘Ubaidillah bin Jarah dan Al-arqam bin Abil Arqam, yang
rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam).
Karena di Mekkah dakwah Nabi Muhammad saw. mendapat rintanngan dan
tekanan, pada akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah di luar mekah.
Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini
semua hampir menyebabkan Nabi Muhammad putus asa, sehingga untuk
menguatkan beliau, Allah SWT mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau
pada tahun kesepuluh kenabian itu. Berita tentang Isra’ dan Mi’raj ini
menggemparkan masyarakat Mekah. Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan
propaganda untuk mendustakan Nabi Muhammad saw. sedangkan bagi orang
yang beriman ini merupakan ujian keimanan.
Ketika Rasulullah dan para sahabatnya memperingatkan mereka agar
meninggalkan kebiasaan menyembah berhala dan mengajak mereka untuk
menyembah Allah swt. maka mereka mulai bersikap keras dan memperlihatkan
permusuhan terhadap orang-orang yang beriman kepada Allah dan pengikut
Rasulullah.
Demikian periode Mekah terjadi. Dalam periode ini Nabi Muhammad saw.
mengalami hambatan dan kesulitan dalam dakwah Islamiyah. Dalam periode ini
Nabi Muhammad belum terpikir untuk menyusunsuatu masyarakat Islam yang
teratur, karena perhatian Nabi lebih terfokus pada penanaman teologi atau
keimanan masyarakat.
Dalam periode Madinah, pengembangan Islam lebih ditekankan pada dasar-
dasar pendidikan masyarakat Islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh
karena itu, Nabi kemudian meletakkan dasar-dasar masyarakat Islam di Madinah,
sebagai berikut.
1. Mendirikan Masjid
Tujuan Rasulullah memndirikan masjid adalah untuk mempersatukan umat
Islam dalam satu majelis, sehingga di majelis ini umat Islam bisa bersama-
sama melaksanakan shalat jama’ah secara teratur, mengadili perkara-perkara
dan bermusyawarah.
2. Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin.
3. Perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan
muslimin.
Nabi Muhammad saw. hendak menciptakan toleransi antargolongan yang ada
di Madinah, oleh karena itu Nabi membuat perjanjian antara kaum muslimin
dan nonmuslimin.
4. Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masyarakat baru.
Ketika masyarakat Islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi
masyarakat yangbaru terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan dalam periode ini terutama ditujukan kepada pembinaan
hukum.
3. Tujuan mempelajari sejarah
a. Murid-murid yang membaca buku sejarah adalah untuk menyerap unsur-
unsur keutamaan dari para tokoh sejarah yang baik dan saleh, agar mereka
dengan senang hati mengikuti tingkah laku mereka dalam kehidpannya
sehari-hari, maupun dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup mereka.
b. Pelajaran sejarah Islam merupakan contoh teladan bagi umat Islam yang
menyakinkannya dan merupakan sumber syariat yang besar.
c. Studi sejarah Islam dapat mengembangkan iman, menyucikan moral,
membangkitkan patriotisme dan mendorong untuk berpegang pada
kebenaran serta setia kepadanya.
d. Bidang studi sejarah akan memberikan contoh teladan yang sempurna
kepada pembinaan tingkah laku manusia yang ideal dalam kehidupan
pribadi dan sosial anak-anak, serta mendorong mereka untuk mengikuti
teladan yang baik yang diterima sebagai realitas yang hidup dari sejarah
(misal) Rasul, sehingga mereka akan bertingkah laku seperti akhlak Rasul
(Muhammad Abdul Qadir Ahmad, 2008:169-170).
4. Meneladani dari dakwah Nabi Muhammad saw
Dalam buku sejarah Kebudayaan Islam terdapat nilai-nilai yang bisa
diteladani dari Rasulullah dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat
Mekkah dan madinah, diantaranya:
1. Memiliki aqidah (keyakinan) yang kuat
2. Bersikap tegas menolak kekufuran, kemusyrikan dan kemaksiatan
3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan
4. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas/amanat
5. Memiliki keyakinan yang kuat akan datangnya pertolongan dari Allah
6. Tolong menolong dalam kebaikan dan kebenaran
7. Kerja keras dan sungguh-sungguh
8. Jujur dan adil (Mahrus As’ad, 2015:13-29).
Dari nilai-nilai teladan di atas diharapkan pendidik mampu memiliki nilai-
nilai tersebut dalam proses belajar mengajar sebab nilai-nilai itulah bisa
ditanamkan pada peserta didiknya sehingga tercapainya tujuan pendidikan
menjadikan peserta didik beriman dan bertakwa.
C. Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian yang relevan yang pernah mengkaji tentang nilai-nilai
pendidikan ialah:
1. Rosyidah, dengan judul Nilai- Nilai Pendidikan Akidah Dalam Novel
Zukhruf Kasih Karya Azzura Dayana , Fakultas Agama Islam Universitas
Islam Riau T.A 2014/2015. Penelitian ini sama-sama meneliti tentang nilai
tetapi perbedaannya pada novel, sedangkan peneliti tidak menggunakan
novel. Peneliti langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data.
2. Gusti Yosi Saputra, dengan judul Konsep Pendidikan Aqidah Menurut
Pemikiran Prof. Dr. H. Zurkani Jahja, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri Antasari. Persamaannya mengacu akidahnya
tetapi perbedaanya terletak pada pengumpulan datanya peneliti terdahulu
menggunakan kepustakaan sedangkan peneliti langsung ke lapangan.
3. M. Dimas Elsa Purnawan, dengan judul Implementasi Pendidikan Akidah
Akhlak Terhadap Dalam Membentuk Perilaku Keagamaan Siswa Kelas V
Sekolah Islam Tahfidzul Qur’an (SDTIQ) AL-Irsyad Tahun Pelajaran
2013/2104, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Persamaan terdapat pada pendidikan akidahnya dan perbedaannya pada
pembentukan perilaku keagamaan siswa sedangkan peneliti meneliti pada
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islamnya.
Dalam hal ini ditegaskan bahwa penelitian ini mengkaji tentang
menanamkan nilai-nilai pendidikan aqidah melalui mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI) di MTs An-Nur Hangtuah Perhentian Raja Kabupaten
Kampar dan berbeda dari penelitian terdahulu.
D.Konsep Operasional
Konsep operasional adalah konsep yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap konsep teoritis. Penanaman nilai-nilai pendidikan akidah adalah
menaburkan ajaran tentang nilai-nilai yang berlandaskan akidah atau keimanan
terhadap diri seseorang melalui proses belajar mengajar sehingga tertanam dalam
diri seseorang untuk memiliki akhlak mulia. Adapun indikator penanaman nilai-
nilai pendidikan akidah dapat dilihat pada Tabel 01.
Tabel 01 : Dimensi dan Indikator Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akidah
Variabel Dimensi Indikator
1 2 3
1.Menanamkan
kepercayaan
terhadap diri sendiri
dan tahu harga diri
a. Guru menanamkansikap percaya diri pada
diri siswa
b. Guru menanamkansikap tahu harga diri
pada diri siswa
2. Membentuk manusia
menjadi jujur dan
adil
a. Guru menanamkansikap jujur pada diri
siswa
b. Guru menanamkansikap adil pada diri siswa
Penananaman
nilai-nilai
pensdidikan
akidah melalui
mata pelajaran
SKI
3. Menghilangkan sifat
murung dan putus
asa
dalammenghadapi
setiap persoalan dan
situasi
a. Guru menanamkan dalam menghilangkan
sifat murung dalam menghadapi setiap
persoalan dan situasi pada diri siswa
b. Guru menanamkan dalam menghilangkan
sifat putus asa pada diri siswa
4. Membentuk
pendirian yang
teguh, kesabaran,
ketabahan, dan
optimisme
a. Guru menanamkan sikap berpendirian
teguh pada diri siswa
b. Guru menanamkan sikap sabar dan tabah
dalam menghadapi persoalan pada diri
siswa
c. Guru menanamkan sikap optimisme pada
diri siswa
5.Membentuk pendirian
yang teguh,
kesabaran, ketabahan
dan optimisme
a. Guru menanamkan sikap berpendirian teguh
pada diri siswa
b. Guru menanamkan sifat sabar dan tabah
dalam menghadapi masalah pada diri siswa
c. Guru menanamkan sifat optimisme pada diri
siswa
6. Menanamkan sifat
kesatria, semangat
dan berani, tidak
gentar menghadapi
resiko bahkan tidak
takut kepada mati
a. Guru menanamkan sifat kesatria pada diri
siswa
b. Guru menanamkan sifat semangat pada diri
siswa
c. Guru menanamkan sifat berani pada diri
siswa
d. Guru menanamkan sifat tidak gentar
menghadapi resiko pada diri siswa
e. Guru menanamkan sifat tidak takut mati
pada diri siswa
1 2 3
7. Menciptakan sikap
hidup damai dan
ridha
a. Guru menanamkan sikap hidup damai pada
diri siswa
b. Guru menanamkan sikap ridha pada diri
siswa
8. Membentuk manusia
menjadi patuh, taat
dan disiplin
menjalankan perintah
ilahi
a. Guru menanamkan sikap patuh dan taat
menjalan perintah ilahi pada diri siswa
b. Guru menanamkan sikap disiplin dalam
menjalankan perintah ilahi pada diri siswa
E. Kerangka Konseptual
1. Menanamkan kepercayaan terhadap diri
sendiri dan tahu harga diri
2. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
3. Menghilangkan sifat murung dan putus asa
dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi
4. Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran,
ketabahan,dan optimisme
5. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan
berani, tidak gentar menghadapi resiko
bahkan tidak takut kepada mati.
6. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha
7. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan
disiplin menjalankan perintah ilahi
Penanaman nilai-
nilai pendidikan
akidah melalui
mata pelajaran
Sejarah
Kebudayaan
Islam (SKI)