6
BAB II
LANDASAN TEORI
Landasan teori diperlukan dalam setiap kegiatan penelitian untuk
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian, sekaligus landasan teori
akan menguraikan mengenai tinjauan pustaka serta kerangka penelitian.
2.1. Bank dan Sistem Perbankan di Indonesia
2.1.1. Pengertian Bank
a. Kuncoro dalam bukunya Manajemen Perbankan, Teori dan Aplikasi
(2002: 68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa
dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
b. Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang
perbankan yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-
bentuk lainnya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian tersebut dapat di jelaskan secara lebih luas lagi
bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan. Disamping itu perbankan juga melakukan kegiatan jasa-jasa
pendukung lainnya, seperti jasa pemindahan uang (transfer), jasa
penagihan (incaso, jasa penjualan mata uanga asing (valas) bank
7
garansi, serta jasa bank lainnya). Jasa-jasa tersebut diberikan guna
mendukung kelancaran kegiatan, menghimpun dan menyalurkan dana,
baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit
maupun tidak langsung.
2.1.2. Bentuk Bank
Bentuk berdasarkan Pasal 5 Undang-undang No. 10 tahun 1998
tentang Perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan,
bentuk bank di Indonesia hanya terdiri dari bank pemerintah dan bank
asing. Namun sesuai perkembanganya, bank di Indonesia terbagi atas
beberapa jenis, yaitu, Bank Central, Bank Konvensional, Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), Bank Asing, dan Bank Syariah.
2.1.3. Fungsi Bank
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini
menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam
perekonomian modern, yaitu:
1. Penciptaan uang, uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral,
yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring).
Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi
dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dapat
mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara
mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran, fungsi lain dari bank
umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme
8
pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan
bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme
pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer
uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan
tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman,
seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat, dana yang paling banyak
dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana
simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan
dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang
berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang
membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional, bank umum juga sangat
dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi
internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal.
Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu
muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter
masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam
skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi
tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang
9
melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah,
cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-barang Berharga, penyimpanan barang-barang
berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank
umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang
dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang
sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit
box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank
memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat
berharga.
6. Pemberian Jasa-jasa Lainnya, di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya
oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat
membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang
melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.
Jasa-jasa ini amat memudahkan dan memberikan rasa aman dan nyaman
kepada pihak yang menggunakannya.
2.1.4. Sistem Perbankan di Indonesia
Sistem perbankan Indonesia adalah sebuah tata cara, aturan-aturan dan
pola bagai mana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank yang
ada) menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat
oleh pemerintah. Sistem perbankan di Indonesia terbangun dengan kosep
yang dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia
menetapkan sistem perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang
10
demokrasi sesuai dengan landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur
dalam undang-undang Azas Perbankan Indonesia, pada Pasal 2 UU No. 7
Tahun 1992, yang berbunyi: “Perbankan Indonesia dalam menjalankan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan prinsip kehati-hatian”.
Demokrasi ekonomi yang dimaksud adalah demokrasi ekonomi
berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
2.2. BPR dalam Perbankan di Indonesia
2.2.1. Pengertian Bank Perkreditan rakyat (BPR)
Dalam dunia perbankan saat ini terdapat beberapa jenis perbankan
yang diatur dalam undang-undang perbankan, salah satunya yaitu Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan pasal 5 Undang-undang No. 10
tahun 1989 tentang perubahan Undang-undang No. 7 tahun 992 tentang
perbankan, BPR dapat diartikan sebagai bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.2. Asas dan fungsi BPR
Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi
adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33
UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri
negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan
monopoli). Sedangkan fungsi BPR adalah Penghimpun dan penyalur dana
masyarakat.
11
2.2.3. Tujuan BPR dan Sasaran BPR
Tujuan BPR adalah menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi,
dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Sasaran BPR adalah melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan,
pedagang, pengusaha kecil, pegawai,dan pensiunan karena sasaran ini
belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan
pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha,
pemerataan pendapatan,dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para
pelepas uang (rentenir dan pengijon).
2.2.4. Usaha BPR
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan
dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh
dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR
adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
12
SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila
BPR mengalami over likuiditas.
2.2.5. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR
Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi
tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR
adalah:
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern
terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
4. Melakukan usaha perasuransian.
5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud
dalam usaha BPR.
2.2.6. Alokasi Kredit
2.2.6.a. Pengertian Kredit
Dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya percaya. Pemberi
kredit (kreditur) percaya kepada penerima kredit (debitur) bahwa kredit
yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Pengertian
kredit pada pasal 1 angka 11 undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
13
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2.2.6.b. Unsur-unsur Kredit
Dari beberapa pengertian kredit diatas dapat ditarik beberapa unsur
yang memungkinkan terjadinya kredit. Adapun unsur-unsur kredit
(Kasmir, 2004) tersebut adalah:
1. Kepercayaan, yaitu suatu keyakinan bagi kreditur bahwa kredit yang
diberikan (baik berupa uang, jasa atau barang) akan benar-benar
diterimanya kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu
kredit.
2. Kesepakatan, kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian
dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya
masing-masing.
3. Jangka Waktu, setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang
telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek
(dibawah 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) dan jangka
panjang (diatas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu
pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah
pihak.
4. Resiko, akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit
akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet
14
pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit,
maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya.
5. Balas jasa, balas jasa bagi bank merupakan keuntungan atau
pendapatan atas pemberian suatu kredit. Balas jasa kita kenal dengan
nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga
membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga
merupakan keuntungan bagi bank.
2.2.6.c. Tujuan Kredit
Pemberian kredit mempunyai tujuan tertentu. Tujuan pemberian
kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank. Adapun tujuan utama
pemberian kredit menurut (Kasmir, 2004) adalah sebagai berikut:
1. Mencari keuntungan, tujuan utama pemberian kredit adalah untuk
memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh dalam bentuk
bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya
administrasi kredit yang dibebankan pada nasabah.
2. Membantu usaha nasabah, tujuan selanjutnya adalah untuk membantu
usaha nasabah yang membutuhkan dana, baik dana untuk investasi
maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana itu maka pihak debitur
dapat mengembangkan dan memperlas usahanya.
3. Membantu pemerintah, bagi pemerintah semakin banyak kredit yang
diberikan oleh pihak bank, maka semakin meningkatkan jumlah
kegiatan ekonomi yang akan terjadi. Mengingat semakin banyak kredit
berarti adanya peningkatan pembangunan berbagai sektor.
15
2.2.6.d. Fungsi Kredit
Organisasi bank dalam kehidupan perekonomian yang modern,
banyak memegang peranan yang sangat penting sehingga bank selalu di
ikut sertakan dalam menentukan kebijakan di bidang moneter. Hal ini
menyebabkan, bank mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam bidang
kehidupan khususnya di bidang ekonomi. Fungsi kredit perbankan dalam
kehidupan perekonomian dan perdagangan antara lain sebagai berikut
(Kasmir, 2001: 97):
1. Meningkatkan daya guna uang
Jika uang hanya disimpan saja dirumah tidak akan menghasilkan
sesuatu yang berguna.
2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang disalurkan atau diberikan akan beredar dari
satu wilayah ke wilayah lainnya.
2.2.6.e. Jaminan Kredit
Menurut Kasmir (2001: 102) jaminan yang dapat digunakan oleh calon
peminjam adalah:
1. Dengan jaminan
Jaminan benda berwujud, adalah barang yang dapat dijadikan
jaminan seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, dan
lainnya.
16
Jaminan benda tidak berwujud adalah benda-benda yang
merupakan surat-surat yang dijadikan jaminan seperti sertifikat
tanah, sertifikat deposito.
Jaminan orang, adalah jaminan yang diberikan oleh seseorang
dan apabila kredit tersebut macet maka, orang yang
memberikan jaminan itulah yang menanggung resikonya.
2. Tanpa jaminan
Yang dimaksud dengan kredit tanpa jaminan yaitu, kredit
yang diberikan tidak menggunakan jaminan barang tertentu. Kredit
tanpa jaminan hanya menggunakan penilaian atau pertimbanga-
pertimbangan untuk pengusaha-pengusaha ekonomi lemah.
Kredit yang diberikan oleh PD.BPR.BKK cabang Prembun
harus dijaga keamanannya untuk mengantisipasi terjadinya kredit
macet, oleh sebab itu diperlukan jaminan dalam pemberian kredit.
Jaminan kredit yang sesuai dan diperlukan oleh BPR .BKK cabang
Prembun adalah:
Jaminan benda berwujud, berupa kendaraan bermotor, emas.
Jaminan benda tidak berwujud, seperti, sertifikat rumah, dan
BPKB, sertifikat kepemilikan tanah.
Berdasarkan uraian penjelasan diatas, yang dimaksud dengan jaminan
kredit yaitu benda berwujud, dan benda tidak berwujud yang diberikan nasabah
kepada pihak BPR, untuk mengantisipasi terjadinya kredit macet dari dana yang
telah disalurkan.
17
2.2.6.f. Penilaian dalam Pemberian Kredit
Bank mempunyai kriteria dan aspek penilaian yang sama sebagai
standar penilaian yang digunakan untuk mendapatkan nasabah yang benar-
benar menguntungkan, yaitu dengan analisis 5C. Metode analisis 5C
menurut Kasmir (2001 : 104) adalah sebagai berikut:
1. Character, suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang
yang diberikan kredit dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar
belakang nasabah, baik dari pekerjaan maupun yang bersifat pribadi
seperti gaya hidup, keadaan keluarga. Ini semua ukuran kemampuan
membayar.
2. Capacity, untuk melihat kemampuan nasabah dalam mengembalikan
kredit yang sudah diberikan. Dapat dilihat melalui kemampuan
nasabah dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan
pendidikannya, kemampuan dalam memahami ketentuan pemerintah,
dan kemampuan dalam menjalankan usahanya.
3. Capital, untuk mengetahui sumber–sumber yang dimiliki nasabah
terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.
4. Collateral, merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik
yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi
jumlah kredit yang diberikan.
5. Condition, dalam penilaian kredit hendaknya dinilai dari kondisi
ekonomi sekarang dan untuk dimasa yang akan datang.
18
2.3. Kredit BPR
Fasilitas kredit yang diberikan oleh BPR kepada debitur dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Kredit umum
a. Kredit modal usaha, yaitu kredit yang diperuntukan untuk usaha yang
dikelola oleh nasabah sebagai sarana pengembangan usaha.
b. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diperuntukkan sabagai sarana
pembelian barang kebutuhan sekunder atau biaya–biaya yang
konsumtif.
c. Kredit musiman, yaitu kredit yang di gunakan untuk biaya peternakan
dan pertanian.
d. Kredit insidensil atau seblakan, yaitu kredit yang di khususkan untuk
kebutuhan yang mendesak dan pengembaliannya dalam jangka
pendek.
2. Kredit pegawai
Kredit yang dikhususkan pada kebutuhan konsumtif dan system
angsuran lewat bendahara gaji dan kolektif pada instansi atau jawatan.
Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
BPR, yaitu:
1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai
dengan perjanjian.
19
2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia
mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain
yang serupa, yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia
mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain
yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan
keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan
komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR
lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan
pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari
modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan
keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10%
dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
2.4. Risiko dan Sistem Pengendalian Risiko Perbankan
2.4.1. Pengertian Risiko
Herman Darmawi, menyatakan bahwa ”Resiko adalah probabilitas
suatu hasil yang berbeda dengan yang diharapkan”.
Menurut definisi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, (hal 3, 2003) risiko
adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat menimbulkan
kerugian bank. Menurut Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) dan
Global Association of Risk Professionals (GARP) (hal A: 4, 2007), risiko
20
didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil (outcome) yang buruk.
Definisi tersebut menyatakan bahwa risiko terkait dengan situasi hasilnya
dapat negatif dan besar kecilnya kemungkinan terjadinya outcome tersebut
dapat diperkirakan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahas Indonesia
(hal 959, 2005) risiko didefinisikan sebagai akibat yang kurang
menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau
tindakan.
2.4.2. Risiko Perbankan
Sesuai PBI No. 5/8/PBI/2003 (hal 5, 2003), jenis risiko diklasifikasikan
dalam 8 (delapan) jenis yaitu:
1. Risiko pasar, adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan
variabel pasar dari portfolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat
merugikan bank (adverse movement).
2. Risiko kredit, adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajibannya,
3. Risiko operasional. risiko yang antara lain disebabkan ketidakcukupan
dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia,
kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi
operasional bank.
4. Risiko likuiditas, risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak
mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas
dikategorikan menjadi:
21
a. Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak
mampu melakukan Offsetting posisi tertentu dengan harga pasar
karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan
pasar (market disruption)
b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank
tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari
sumber dana lain.
5. Risiko hukum, adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan
aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan oleh
adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan
yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya
syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6. Risiko reputasi, adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya
publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau
persepsi negatif terhadap bank.
7. Risiko strategik, adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya
penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan
keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank
terhadap perubahan eksternal.
8. Risiko kepatuhan, adalah risiko yang disebabkan bank tidak mematuhi
atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lain yang berlaku.
22
2.4.3. Risiko Kredit
Risiko kredit adalah risiko dari kemungkinan terjadinya kerugian bank
sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank
kepada debitur, (Drs. H. masyud Ali, M.BA, MM, Manajemen Risiko, hal
199).
Resiko kredit dalam perbankan adalah risiko kerugian yang dapat diderita
sebagai akibat dari kemungkinan nasabah gagal memenuhi kewajiban-
kewajiban yang jatuh waktu pada bank (Kasmir, SE, 2001, hal 103-104).
2.4.4. Pengertian Sistem
Sistem menurut Drs. Ibnu Syamsi, S.U. (2004: 16) adalah merupakan
sekumpulan kegiatan yang terdiri dari sub–sistem yang saling berinteraksi
satu dengan lainnya dan berproses untuk mencapai tujuan tertentu. Dari
pengertian tersebut yang dimaksud sebagai sub-sistem adalah prosedur,
antara prosedur yang satu dengan prosedur yang lain yang saling berkaitan
dalam satu sistem. Sedangkan yang dimaksud dengan pengendalian adalah
kegiatan yang meliputi kebijakan, prosedur dan praktek atau proses, cara,
yang memberi keyakinan untuk tercapainya suatu tujuan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang dimaksud dengan sistem
pengendalian dalam penelitian ini adalah serangkaian tahapan–tahapan,
proses yang harus dilengkapi oleh nasabah dalam proses pengajuan kredit,
agar kredit dapat disetujui atau dicairkan.
23
2.4.5. Sistem Pengendalian Risiko Kredit
Dalam dunia perbankan sistem pengendalian risiko kredit dibadakan
menjadi dua, yaitu preventif dan kuratif.
Menurut Djojosoedarno Soeisno (1999: 57) mengendalikan secara
preventif adalah menghindari harta, orang atau kegiatan dari explosure
terhadap risiko dengan jalan:
Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau
menghentikan kegiatan begitu diketahui mengandung risiko.
Menolak memiliki atau menolak kegiatan itu walau hanya
sementara,
Pengendalian secara kuratif atau menanggulangi kerugian yang sudah
terjadi adalah usaha yang dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi
keparahan bila suatu risiko atau kerugian memang terjadi.
2.4.6. Sistem pengendalian risiko kredit BPR
Sistem pengendalian kredit dalam penelitian ini adalah, merupakan
serangkaian tahapan yang terdiri dari prosedur yang digunakan oleh pihak
BPR.BKK cabang Prembun untuk mencegah atau mengantisipasi
terjadinya kerugian karena ketidak mampuan debitur dalam memenuhi
kewajiban pokok pinjaman.
Pengendalian itu sendiri dapat dilakukan dengan dua cara (Kasmir, SE,
2001 (103-104) :
24
a. Cara pengendalian risiko sendiri:
1. Dihindari apabila tidak termasuk kategori risiko yang diinginkan, atau
jauh lebih besar dibandingkan keuntungan yang diharapkan.
2. Diterima dan dipertahankan: apabila risiko berada pada tingkat yang
paling ekonomis.
3. Dikurangi: apabila risiko yang ada dapat dikendalikan dengan tatakelola
yang baik.
4. Dipagari: apabila risiko dapat dinetralisir sampai batas tertentu.
b. untuk pengendalian terhadap kredit macet perlu dilakukan beberapa hal
antara lain:
1. Rescheduling, yaitu menggunakan cara:
a. Memperpanjang jangka waktu kredit, dalam hal ini debitur
diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit.
b. Memperpanjang jangka waktu angsuran, yaitu dengan
memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu
kredit.
2. Reconditioning, yaitu mengubah berbagai persyaratan yang ada dengan
cara:
a. Kapitalisasi bunga, yaitu dengan cara bunga dijadikan hutang
pokok.
b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu, jadi hanya
bunga yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok
pinjaman tetap harus dibayar seperti biasa.
25
c. Penurunan suku bunga, dengan penunrunan suku bunga
dimaksudkan agar lebih meringankan beban nasabah.
d. Pembebasan bunga, dalam pembebasan suku bunga diberikan
kepada nasabah.
3. Restructuring, yaitu dengan menggunakan cara:
a. Menambah jumlah kredit.
b. Menambah equity yaitu:
c. Dengan menyetor uang tunai
d. Tambahan dari pemilik.
e. Kombinasi, merupakan kombinasi dari ketiga metode diatas.
f. Penyitaan jaminan, merupakan jalan terakhir apabila nasabah
sudah benar–benar tidak punya itikad baik atau sudah tidak
mampu lagi untuk membayar semua hutang-hutangnya.
2.4.7. Faktor-faktor Penyebab Kredit Macet
2.4.7.1. Faktor Intern:
a. Kelemahan bank dalam melakukan analisis, sehingga terjadi kesalahan
dalam pengembilan keputusan.
b. Kelemahan nasabah:
b.1. Perencanaan:
Perencanaan adalah gambaran sebelum sesuatu dilaksanakan.
Tanpa perencanaan maka pinjaman yang diperoleh tidak dapat
digunakan untuk menjalankan usaha secara lancar, dan tidak
terarah pada pencapaian tujuan usaha.
26
b.2. Pendapatan yang relative rendah
Jika pendapatan yang diperoleh relatif rendah, nasabah sulit
untuk mengembalikan pinjaman, karena pendapatan yang
diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari .
b.3. Administrasi
Administrasi merupakan pengaturan suatu kegiatan secara
teratur. Usaha akan berjalan dengan lancar jika administrasi
tentang pemasukan dan pengeluarannya dikendalikan.
c. Kenakalan nasabah
c.1. Penambahan kredit diharapkan dapat digunakan sepenuhnya
untuk menambah modal, namun pada kenyataannya belum tentu
hal itu dilakukan sepenuhnya, banyak yng menggunakan
pinjaman tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehgari-hari,
sehingga penggunaan pinjaman tersebut tidak optimal.
c.2. Itikad nasabah, itikad nasabah adalah niat atau keinginan untuk
membayar pinjaman yang ada pada diri responden.
2.4.7.2. Faktor ekstern
a. Bencana Alam
b. Peperangan
c. Perubahan kondisi perekonomian
d. Perubahan teknologi
27
2.5. Penggolongan Kwalitas Kredit Bermasalah Berdasarkan Kemampuan
Membayar
1. Lancar
Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak
ada tunggakan dan serta sesuai dengan persyaratan kredit.
b. Hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat
c. Dokumentasi kredit lengkap dengan pengikatan agunan yang kuat
2. Dalam Perhatian Khusus ( DPK )
Kredit dapat digolongkan sebagai kredit dalam perhatian khusus jika
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga sampai 90 hari
b. Jarang mengalami overdraft
c. Hubungan bank dengan debitur baik, dan debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih
akurat.
3. Kurang lancar
Kredit digolongkan kurang lancer apabila memenuhi kreiteria sebagai
berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang melampauai
90 hari.
b. Terdapat overdraft berulang kali
28
c. Hubungan bank dengan debitur memburuk dan informasi keuangan
debitur tidak dapat dipercaya.
4. Diragukan
Kredit digolongkan diragukan apabila memenuhi criteria sebagai
berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang melampaui
180 hari– 270 hari.
b. Terjadi overdraft yang bersifat permanen.
c. Hubungan bank dengan debitur semakin memburuk dan informasi
keuangan debitur tidak tersedia dan tidak dapat dipercaya.
5. Macet
Kredit digolongkan macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok atau bunga yang melampaui
270 hari.
b. Dokumentasi kredit dan peningkatan agunan tidak ada.
2.6. Teori pengendalian Risiko Preventif dan Kuratif
Menurut Djojosoedarno Soeisno (1999: 57) mengendalikan secara
preventif adalah menghindari harta, orang atau kegiatan dari explosure
terhadap risiko dengan jalan:
a. Menyerahkan kembali risiko yang terlanjur diterima atau
menghentikan kegiatan begitu diketahui mengandung risiko.
b. Menolak memiliki atau menolak kegiatan itu walau hanya
sementara.
29
Pengendalian risiko preventif terdiri dari:
1. Proses pengajuan kredit
2. Penilaian kelayakan
3. Proses pencairan kredit
4. Pengawasan terhadap kredit.
5. Pengendalian jaminan kredit
Pengendalian secara kuratif atau menanggulangi kerugian yang sudah
terjadi adalah usaha yang dilakukan untuk memperkecil atau mengurangi
keparahan bila suatu risiko atau kerugian memang terjadi. Pengendalian
kuratif terdiri dari:
1. Analisis gejala risiko kredit macet
2. Pembinaan terhadap nasabah kredit.
3. Pengelolaan terhadap Risiko
4. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya Kredit macet
5. Menghilangkan atas kerugian yang terjadi.
2.7. Kerangka berfikir
BPR. BKK cabang Prembun merupakan lembaga keuangan yang
harus dikelola dengan professional. Dalam pengelolaan yang professional
memerlukan sebuah sistem pengendalian kredit, yang dapat digunakan
untuk mengantisipasi terjadinya risiko kredit macet. Sistem pengendalian
kredit tersebut terdiri dari 2 komponen yaitu:
Pengendalian risiko kredit preventif (Pengendalian atau pencegahan
yang dilalukan sebelum risiko terjadi):
30
1. Proses pengajuan kredit
2. Penilaian kelayakan
3. Proses pencairan kredit
4. Pengawasan terhadap kredit.
5. Pengendalian jaminan kredit
Pengendalian risiko kuratif (pengendalian atau pencegahan setelah risiko
kredit macet terjadi):
1. Analisis gejala risiko kredit macet
2. Pembinaan terhadap nasabah kredit
3. Pengelolaan terhadap risiko
4. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya kredit macet
5. Menghilangkan atas kerugian yang terjadi
31
Skema sistem pengendalian risiko kredit
Keterangan : sistem pengendalian yang digunakan di BPR.BKK cabang Prembun
1. pengendalian preventif ,yaitu pengendalian atau pencegahan yanga
dilakukan sebelum terjadinya resiko, terdiri dari :
a. Proses pengajuan kredit Penjelasan dalam memberikan informasi dan
sosialisasi pengajuan kredit.
SISTEM PENEGENDALIAN RISIKO KREDIT MACET
Sebelum terjadinya risiko/saat
pengajuan kredit
Sesudah kredit berjalan/terjadi
risiko kredit macet
Pencegahan risiko/
Pengendalian Preventif
Ngengantisipasiterjadinya
risiko Pengendalian Kuratif
1. Proses pengajuan kredit
2. Penilaian kelayakan
3. Proses pencairan kredit
4. Pengawasan terhadap kredit.
5. Pengendalian jaminan kredit
1. Analisis gejala risiko kredit macet.
2. Pembinaan terhadap nasabah kredit.
3. Pengelolaan terhadap Risiko.
4. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya
Kredit macet.
5. Menghilangkan atas kerugian yang terjadi.
Risiko teratasi (berkurang) atau
bertambah
32
b. Penilaian kelayakan, yaitu kelengkapan persyaratan yang harus di
lengkapi oleh nasabah BPR, dalam proses pengajuan kredit.
c. Proses pencairan kredit, yaitu proses uang atau kredit dapat dicairkan
diberikan kepada nasabah sesuai dengan proposal pengajuan kredit.
d. Pengawasan terhadap kredit, yaitu pengawasan atau monitoring
terhadap penggunaan kredit yang telah diberikan, apakah sesuai
dengan proposal yang diajukan atau tidak.
e. Pengendalian jaminan kredit, yaitu pengecekan jaminan apakah benar
adanya barang atau sertifikat yang telah diberikan kepada pihak bank
sebagai jaminan.
2. Pengendalian risiko kredit kuratif (Pengendalian setelah terjadinya risiko
kredit) terdiri dari :
a. Analisis gejala risiko kredit macet, yaitu analisis yang dilakukan oleh
petugas untuk mengetahui gejala yang menyebabkan risiko kredit
macet.
b. Pembinaan terhadap nasabah kredit, yaitu pem,binaan atau pengarahan
tentang manfaat dan kegunaan kredit.
c. Pengelolaan terhadap Risiko,yaitu kegiatan yang dilakukan oleh BPR
untuk mengelola risiko yang timbul.
d. Penggolongan kualitas terhadap terjadinya Kredit macet, yaitu BPR
melakukan penggolongan terhadap nasabah yang tergolong kredit
bermasalah. Penggolongan tersebut dapat dibagi menjadi :
33
d.1. Lancar, kredit dikatakan lancar apabila pembayaran tepat waktu,
perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan dan serta
sesuai dengan persyaratan kredit, hubungan debitur dengan bank
baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan
secara teratur dan akura, dokumentasi kredit lengkap dengan
pengikatan agunan yang kuat.
d.2. Dalam Perhatian Khusus ( DPK ), kredit dikatakan dalam
perhatian khusus jika terdapat tunggakan pembayaran pokok
atau bunga sampai 90 hari.
d.3. Diragukan , kredit dikatakan diragukan jika terdapat tunggakan
pembayaran pokok atau bunga yang melampaui 180 hari– 270
hari.
d.4. Macet. Kredit dikatakan macet apabila terdapat tunggakan
pembayaran pokok atau bunga yang melampaui 270 hari,
dokumentasi kredit dan peningkatan agunan tidak ada.
e. Menghilangkan atas kerugian yang terjadi, yaitu pihak BPR
nmelakukan penyitaan terhadap barang agunan karena tidak
dipenuhinya kewajiban oleh nasabah BPR.