7
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Sistem Pengukuran Kinerja
II.1.1. Pengertian Sistem Pengukuran Kinerja
Pengukuran sendiri merupakan suatu aktivitas perbandingan objek-objek
tertentu dengan memberikan bobot kepada objek tersebut dengan menggunakan cara-
cara tertentu. Sedangkan Kinerja dapat dibuktikan dengan sumbangan atau kontribusi
yang diberikan oleh karyawan kepada perusahaan.
Jadi Pengukuran Kinerja adalah suatu proses untuk mengetahui seberapa
bagus kinerja yang dilakukan individu atau kelompok dalam rangka mencapai
sasaran strategis. Pengukuran Kinerja yang dilakukan secara berkelanjutan
memberikan umpan balik, yang merupakan hal yang penting dalam upaya perbaikan
secara terus menerus dan mencapai keberhasilan di masa mendatang sehingga
perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan usahanya.
Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, Muhammad Ichsan dalam bukunya
Balanced Scorecard : Menuju Organisasi yang berfokus pada Strategi(2006)
sebagaimana dikutip dari Anderson dan Clancy mendefinisikan pengukuran kinerja
sebagai :
”feedback from the accountant to management that provides information about
how well the action represent the plant; it also indentifies where manager may need
to make corrections or adjustments in future planning and controlling activities.”(p.
1008)
Menurut Anthony, Banker, Kaplan dan Young (2004) mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai :
8
”the activity of measuring the peformance of an activity or the entire value
chain.”(p. 54)
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai
nilai yang ada dalam perusahaaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan
suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian- penyesuaian
atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Dengan adanya pengukuran kinerja dapat diketahui kinerja suatu
organisasi/kerja dalam suatu periode tertentu sehingga dapat diukur dan dievaluasi
apakah sudah berdasarkan standar, sasaran dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bila belum sesuai dengan standar, sasaran dan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya. Maka perlu adanya diadakan perbaikkan. Pengukuran kinerja bisa
diukur dari perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama atau dapat juga
diukur dari kinerja perusahaan dalam periode sebelumnya.
II.1.2 Manfaat dan Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (2001a) dalam bukunya Balanced Scorecard, pengukuran
kinerja yang dilakukan dalam perusahaan bermanfaat untuk:
1) Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
2) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum.
3) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 4) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan personel dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan personel.(hal 417)
Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, Muhammad Ichsan dalam bukunya
Balanced Scorecard :Menuju Organisasi yang berfokus pada Strategi sebagaimana
9
dikutip dari Lych dan Cross Handbook of Cost Management (1993), manfaat sistem
pengukuran kinerja yang baik adalah :
1. Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akaan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang lebih dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan .
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuar suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehinggamempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.(hal 29)
Sedangkan tujuan dilakukannya pengukuran kinerja menurut Mulyadi
(2001a) dalam bukunya Balanced Scorecard adalah:
“Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar prilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.”(hal
416)
Untuk mencapai manfaat dari pengukuran kinerja tersebut, maka paling tidak
harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu
sendiri sesuai perspektif pelanggan.
b. Evaluasi atas berbagai aktivitas.
c. Dapat dinilai dengan menyeluruh, yaitu semua bidang aktivitas dalam
organisasi tersebut sehingga bersifat komprehensif.
d. Membantu seluruh organisasi mengenali masalah-masalah yang ada dengan
kemungkinan melakukan perbaikan.
10
II.1.3 Persyaratan Sistem Pengukuran Kinerja
Dengan munculnya berbagai paradigma baru di mana bisnis harus
digerakkan oleh Customer Focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif,
paling tidak harus memiliki syarat-syarat Sebagai berikut :
1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dalam karakteristik organisasi
itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan.
2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja
yang customer validated.
3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi
pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif.
4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi
mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikkan.
Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, Muhammad Ichsan dalam bukunya
Balanced Scorecard : Menuju Organisasi yang berfokus pada Strategi
(2006)sebagaimana dikutip dari McMann dan Alfred J. Nanni, Jr., ”Is Your
Company Really Measuring Peformance?”, Majalah Management Accounting, Edisi
November 1994, hal. 56 memberikan 24 Atribut bagi suatu sistem pengukuran
kinerja yang baik sebagaimana terlihat dalam tabel 1.
11
Tabel 2.1
Berbagai Atribut Pengukur Kinerja yang Baik
BERBAGAI ATRIBUT TOLAK UKUR KINERJA YANG BAIK
Secara umum suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolak ukur yang
mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non keuangan dengan 24 atribut sebagai
berikut:
1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan,
tindakan, budaya dan faktor-faktor kunci
keberhasilan perusahaan.
2. Relevan dan mendukung Strategi.
3. Sederhana untuk diimplementasikan.
4. Tidak kompleks
5. Digerakkan oleh pelanggan.
6. Integral dengan seluruh fungsi dalam
organisasi.
7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan
oerganisasi.
8. Sesuai dengan lingkungan eksternal
9. Mendorong kerja sama dalam organisasi
baik secara horizontal dan vertical.
10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggung
jawabkan.
11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan
menggabungkan pendekatan top-down dan
bottom-up.
12. Dikomunikasikan keseluruh bagian yang
relevan dalam organisasi.
13. Dapat dipahami
14. Disepakati bersama
15. Realistik.
16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dan membuat „sebuah
perbedaaan“.
17. Terhubung dengan aktivitas sehingga
hubungan yang jelas terlihat antara
sebab dan akibat.
18. Difokuskan lebih pada pengelolaan
sumbur daya, ketimbang biaya yang
sederhana.
19. Dimanfaatkan untuk memberi “real-
time-feedback”.
20. Digunakan untuk memberi “action-ori-
ented feedback”.
21. Jika diperlukan, suatu tolak ukur bias
ditambahkan lintas fungsional dan lintas
level manajemen.
22. Mendukung bagi pembelejaran individu
dan organisasi.
23. Mendorong perbaikan secara kontiyu dan
tiada berhenti.
24. Secara kontiyu dinilai relevansinya
terhadap 23 atribut diatas dan dibuang
jika kegunaannya hilang atau da tolak
ukur yang baru atau lebih relevan
ditemukan.
Jika suatu system tolak ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut diatas maka saatnya
unutk menguji kembali kegunaan tolak ukur kinerja yang ada dan mencari tolak ukur yang baru.
12
II.2 Sistem Pengukuran Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard
II.2.1 Sejarah Balanced Scorecard
Pada awalnya, Balanced Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah
mengenai kelemahan sistem pengukuran kinerja tradisional yang hanya berfokus
pada aspek keuangan. Balanced Scorecard dikembangkan oleh dua orang, Robert S.
Kaplan, seorang profesor di Harvard University, dan David P. Norton, seorang
konsultan yang berasal dari Boston. Pada tahun 1990, Kaplan dan Norton melakukan
suatu studi mengenai metode pengukuran kinerja yang baru. Hasil studi ini
menyimpulkan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif: keuangan,
pelanggan, proses bisnis atau internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan sebagai
alternatif baru pengukuran kinerja perusahaan. Hasil studi tersebut kemudian
diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard – Measures That
Drive Performance” dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992).
Selanjutnya, implementasi Balanced Scorecard mengalami perkembangan,
tidak hanya dikenal sebagai alat ukur kinerja, tetapi juga telah menjadi suatu alat
dalam menerapkan rencana stratejik perusahaan.
II.2.2 Pengertian Balanced Scorecard
Pengertian Balanced Scorecard dikemukakan menjadi berbagai macam
definisi yang dinyatakan para ahli diantaranya seperti yang dikemukakan oleh
Anthony A. Atkinson, Robert S. Kaplan, Rajiv D. Banker, dan Mark S. Young dalam
Management Accounting edisi keempat (2004):
“A measurement and management that views a business unit performance
from perspectives: financial, customer, internal business process, and learning and
growth.” (p. 27)
13
Menurut Garrison dan Norren sebagaimana dikutip oleh Drs. Amin Widjaja
Tunggal (2003). Balanced Scorecard adalah consists of on integrated set of
performance measures that are the derived from the company strategy through out
the organization.(p.3)
Menurut Horngren, Foster (2007) dan daftar dalam bukunya Cost
Accounting: “Emphasis A Manajerial, sebagaimana dikutip dari Kaplan dan Norton.
Balanced Scorecard adalah “An organization’s mission and strategy into a
comprehensive set of performance measures that provides the framework for
implementing its strategy.” (p.463)
Menurut Kaplan dan Norton sendiri dalam Balanced Scorecard : Menetapkan
Strategi menjadi Aksi (2003) merupakan :
“…a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the business …includes financial measures that tell the result of actions already taken …complements the financial measures with operational measures oncostumer satisfaction , internal processes, and the organization’s innovation and improvement activities operational measures that are the drivers of the future financial performance.”(p.71)
Sony Yuwono cetakan keempat (2006) dalam bukunya Balanced Scorecard:
Menuju organisasi yang berfokus pada strategi merumuskan Balanced Scorecard
sebagai berikut:
“Suatu sistem pengukuran manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme sebab-akibat (causal and effect), perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicator).” (hal 8)
14
Niven (2002) dalam buku Balanced Scorecard Step by Step mendefinisikan
Balanced Scorecard sebagai berikut:
A carefully selected set of measures derived from an organization’s strategy. The measures selected for the Scorecard represent a tool for leaders to use in communicating to employees and external stakeholders the outcomes and performance drive by which the organization will achieve its mission and strategic objectives.(p.12)
Dari definsi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Balanced Scorecard
adalah suatu sistem pengukuran kinerja yang mampu memberikan gambaran yang
menyeluruh tentang pencapaian perusahaan pada suatu periode, dari segi keuangan
dan nonkeuangan, seperti aspek pelanggan, proses internal, serta proses
pembelajaran dan pertumbuhan.
Gambar 2.1
Balanced Scorecard menerjemahkan Visi dan Strategi perusahaan
kedalam empat perspektif yang saling terhubung (yuwono, 2006,p.5)
15
II.2.3. Perspektif-perspektif Balanced Scorecard
Secara garis besar, Balanced Scorecard memiliki empat perspektif yang
digunakan dalam pengukuran kinerja. Keempat perspektif dalam Balanced
Scorecard dapat dibayangkan sebagai mesin-mesin yang menggerakkan perusahaan
dalam beroperasi dan berkembang, apabila satu mesin mengalami kerusakan, maka
kinerja mesin yang lain akan terganggu dan pada akhirnya akan mengganggu kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
1. Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan menetapkan tujuan-tujuan kinerja keuangan baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang. Perspektif ini mengacu pada konsekuensi
keuangan global dari ketiga perspektif lainnya. Jadi, sasaran-sasaran dan ukuran-
ukuran dari ketiga perspektif nonkeuangan harus memiliki hubungan dengan sasaran-
sasaran keuangan perusahaan.
Pengukuran keuangan, menurut Niven (2002), memiliki keterbatasan-
keterbatasan sebagai berikut:
1. Tidak konsisten dengan lingkungan bisnis sekarang yang sebagian besar
nilainya diciptakan oleh aktiva-aktiva tidak berwujud, seperti ide-ide dari
individu-individu dalam perusahaan, hubungan baik dengan pemasok dan
pelanggan, database informasi-informasi penting, dan inovasi serta
kualitas produk perusahaan.
2. Ukuran-ukuran keuangan memiliki kemampuan kilas balik (review
mirror) yang memadai atas kinerja dan peristiwa-peristiwa masa lalu pada
organisasi. Namun, tidak memiliki kemampuan prediktif untuk masa yang
akan datang.
3. Sebagian besar pekerjaan pada perusahaan-perusahaan masa sekarang
16
adalah lintas fungsi. Nilai sebenarnya dari biaya-biaya pekerjaan lintas
fungsi ini tidak dapat dikalkulasikan oleh sistem pengukuran kinerja
keuangan tradisional.
Mengorbankan orientasi jangka panjang karena perusahaan sering melakukan
pengurangan biaya dari kegiatan-kegiatan yang memberikan nilai jangka panjang,
seperti kegiatan penelitian dan pengembangan karyawan, untuk mendatangkan
pengaruh positif laporan keuangan. 5. Ukuran-ukuran keuangan tidak relevan pada
banyaknya kegiatan yang ada pada suatu organisasi.
Di samping keterbatasan-keterbatasannya, kinerja keuangan melalui laporan
keuangan tetap merupakan alat penting bagi perusahaan. Banyak praktisi
menganggap ukuran-ukuran kinerja keuangan sebagai komponen terpenting balance
scorecard terutama untuk perusahaan yang berorientasi laba.
Menurut Hansen dan Mowen (2005), perspektif keuangan memiliki tiga tema
strategis:
1. Pertumbuhan pendapatan
Pertumbuhan pendapatan dapat terjadi melaui peningkatan jumlah produk baru,
penciptaan aplikasi baru pada produk yang sudah ada, pengembangan pelanggan dan
pasar baru, dan pengadopsian strategi penetapan harga yang baru.
2. Penurunan biaya
Penurunan biaya per unit produk, per pelanggan, maupun per saluran distribusi
produk perusahaan adalah contoh tujuan penurunan biaya.
3. Pemanfaatan aktiva
Pemanfaatan aktiva berkaitan dengan optimalisasi laba atas manfaat yang diperoleh
dari penggunaan investasi pada aktiva perusahaan.
17
Beberapa ukuran perspektif keuangan yang umum digunakan menurut Niven (2002)
adalah:
• Total assets • Profit per employee
Total assets per employee • Gross margin
Return on net asset • Return on capital employed
Revenue (ROCE)
Revenue from new product • Return on Investment (ROI)
Revenue per employee • Dividend
2 Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan adalah sumber komponen pendapatan dari tujuan
keuangan. Hal ini dikarenakan pendapatan perusahaan berasal dari penjualan produk
kepada pelanggannya.
Tolak ukur kinerja pelanggan dibagi menjadi dua kelompok :
1. Kelompok Inti ( Customer Core Measurement)
a. Pangsa pasar(market share): mengukur seberapa besar proporsi
segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
b. Tingkat perolehan para pelanggan baru (customer acquisition):
mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan-
pelanggan baru.
c. Kemampuan mempertahankan para pelanggan lama (customer
retention): mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil
mempertahankan pelangan-pelanggan lama.
d. Tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction): mengukur
seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
18
e. Tingkat profitabilitas pelanggan (customer profitability): mengukur
seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari
penjualan jasa kepada para pelanggan atau segmen setelah dikurangi
biaya khusus untuk mendukung pelanggan itu.
Gambar 2.2 Perspektif Pelanggan : Tolok Ukur Utama (Yuwono, 2006,p35)
2. Kelompok Penunjang ( Customer Value Proposition)
a. Atribut-atribut produk atau jasa ( fungsi, harga dan mutu)
Pelanggan memiliki preferensi berbeda-beda atas jasa yang
ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk atau jasa
,kualitas atau harga yang murah.Perusahaan harus mengetahui apa
yang menjadi prioritas pelanggan tersebut.
b. Hubungan dengan pelanggan (customer relationship)
Usaha-usaha yang dilakukan perusahaan untuk membina hubungan
dengan pelanggan
c. Citra dan reputasi (Image and Reputation)
19
Citra dan ruputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata
para pelanggannya dan masyarakat konsumen.Citra ini berhubungan
dengan faktor intangible yang mampu menarik pelanggan.
= + +
Gambar 2.3 Model Generik : Proposisi Nilai Pelanggan (Yuwono, 2006,p38)
Beberapa ukuran perspektif pelanggan yang umum digunakan menurut Niven
Number of customers
Customer lost
Customer acquisition rate
Customer complaints
Percentage of revenue from new customer
Customer visits to the company
Hours spent with customers
Customers per employees
Sales volume
Customer service expense per customer
MUTU HARGA WAKTU
NILAI ATRIBUT PRODUK/JASA
CITRA HUBUNGAN
Fungsionalitas
20
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses Bisnis internal mencakup identifikasi proses yang
diperlukan agar tujuan-tujuan pada perspektif pelanggan dan keuangan dapat
dicapai. Scorecard pada perspektif ini dibangun dengan menganalisis rantai nilai
(value chain) perusahaan.
Hansen dan Mowen (2005) mengungkapkan tiga jenis proses yang ada pada
rantai nilai perusahaan:
1. Proses inovasi
Yang dimaksud dengan inovasi adalah penciptaan produk, proses
baru, maupun inovasi produk juga dapat didefinisikan sebagai
pengembangan atas produk yang sudah ada. Inovasi proses adalah
pengembangan proses baru dalam memproduksi produk-produk dan
menyampaikannya kepada para pelanggan. Tujuan dari proses
inovasi meliputi peningkatan jumlah produk baru, peningkatan
persentase pendapatan dari produk utama, dan penurunan waktu
pengembangan produk baru. Ukuran-ukuran yang digunakan, antara
lain jumlah produk baru versus produk yang direncanakan, persentase
pendapatan total dari produk utama, dan waktu siklus pengembangan
(waktu untuk pasar).
2. Proses operasi
Proses ini dimulai dengan pesanan pelanggan dan diakhiri dengan
pengiriman pesanan tersebut. Tujuan-tujuan dari proses operasi,
antara lain peningkatan kualitas proses, peningkatan efisiensi proses,
dan penurunan waktu proses. Ukuran-ukuran untuk kualitas proses
mencakup biaya kualitas, keluaran output, dan persentase unit yang
21
cacat. Efisiensi proses dapat diukur, terutama dengan memperhatikan
biaya proses dan produktivitas proses. Selain itu, waktu proses juga
menjadi faktor yang mempengaruhi efisiensi.
3. Proses layanan purna jual
Tujuan proses layanan purna jual adalah peningkatan kualitas
pelayanan, peningkatan efisiensi kualitas, dan penurunan waktu
proses. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan persentase
permintaan pelanggan yang dapat dipenuhi hanya dengan satu kali
pelayanan. Efisiensi pelayanan dapat diukur berdasarkan tren biaya
dan ukuran produktivitas.
Beberapa ukuran perspektif proses bisnis internal yang umum digunakan menurut
Niven (2002) adalah:
• Average cost per transaction • Frequency of returned
• On-time delivery purchases
• Inventory turnover • Defect percentage
• Environmental emissions • Rework
• Research and development • New product introduced
expense • Continuous improvement
Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal (Yuwono, 2006, p41)
22
4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan pengukuran
dan tujuan untuk mendorong organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur untuk
mendukung pencapaian tiga perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan
dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara
kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Adapun faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah :
1. Employee Capabilities
Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu melakukan
survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah keterlibatan
dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh informasi,
dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan dari atasan.
Peran karyawan yang telah berubah melalui pemikiran yang revolusioner bahwa
bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannya untuk
organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai
yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk
mencapai tujuan organisasi.
2. Informations systems capabilities
Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang dibutuhkan
mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk mendapat
informasi tersebut. Motivasi dan keahlian pegawai harus didukung dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai agar mampu saling mendukung
23
secara maksimal. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai,
kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat
dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
3. Motivation, empowerment, and alignment
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan
terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar- besarnya bagi
pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses
pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error
sehingga perubahan lingkungan sama- sama dicoba – kenali tidak saja oleh
jenjang strategis tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai
dengan kompetensinya masing- masing. Tentu saja upaya itu memerlukan
dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi
wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan dan semuanya itu tetap
dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus- menerus sejalan dengan tujuan
organisasi.
Beberapa ukuran perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang umum digunakan
menurut Niven (2002) adalah:
• Training hours • Percentage of employees with Employee suggestions computers
• Diversity rate • Employee satisfaction
• Employee turnover rate • Value added per employee
• Knowledge management • Employee productivity
24
Gambar 2.5 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Yuwono, 2006,
p40)
II.2.4 Hubungan Balanced Scorecard sebagai dengan Visi, Misi, dan
Strategi Perusahaan
Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para karyawan untuk
mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Jika perusahaan mampu
menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran, maka perusahaan akan
mampu menjalankan strateginya lebih baik karena perusahaan telah
mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada pegawai. Komunikasi ini akan
lebih memfokuskan karyawan untuk mencapai tujuan strategis.
Selanjutnya menurut Kaplan dan Norton sendiri dalam Balanced Scorecard :
menetapkan strategi menjadi aksi (2003) juga mengemukakan tiga prinsip yang
memungkinkan balanced scorecard organisasi terhubung dengan strategi, yaitu:
a. Cause-and- effect relationships
Prinsip ini membedakan balanced scorecard dengan prinsip-prinsip
lainnya karena dengan menggunakan prinsip ini, balanced scorecard
mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif
dengan baik dan dalam satu kesatuan yang padu. Pengembangan
25
balanced scorecard yang baik harus mampu menjelaskan strategi
perusahaan dalam hubungan cause dan effect. Melalui hubungan cause
dan effect ini,suatu strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama,
baik sebelum, selama, dan sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap
scorecard dapat dilakukan dengan mudah karena prinsip cause-and-
effect relationships.
Gambar 2.6 Hubungan sebab- akibat dari keempat perspektif Balanced Scorecard
b. Performance Drivers
Sebuah balance scorecard yang baik harus memiliki bauran hasil
(lagging indicators) yang memadai dan pemicu kerja (leading indicators)
yang digunakan masing-masing unit bisnis. Outcomes (lagging
indicators) mencerminkan tujuan dari strategi yang dijalankan
perusahaan, seperti profitability, market share, costumer satisfaction,
costumer retention, dan employee skills. Sedangkan performance drivers
(leading indicators) mencerminkan keunikan strategi unit bisnis.
Sehingga pemahaman dari keunikan strategi bisnis unit (leading
26
indicators) akan membantu mengatasi kelemahan dan menambah
pemahaman akan hasil yang ingin dicapai perusahaan.
c. Linkage to Financials
Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja yang berbasis laporan
keuangan tidak menjadi alasan untuk membuat tolok ukur laporan
keuangan ditinggalkan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian
berbagai tujuan seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan
pemberdayaan karyawan tidak memberikan perbaikan terhadap
perusahaan apabila hal tersebut hanya dianggap sebagai tujuan akhir.
Semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan
harus dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Sehingga
semua perspektif yang ada di balanced scorecard -pun harus berkaitan
dengan tujuan keuangan sebagai outcome measures.
II.2.5 Balanced Scorecard sebagai Sistem Pengendalian Strategis
Pengendalian (control) merupakan salah satu fungsi manajemen yang
menempati posisi kritis dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Menurut
Anthony dan Vijay (2000), “management control is the process by which managers
influence other members of the organization to implement the organization’s
strategies”(hal 6).
Lebih lanjut lagi Kenneth A Merchanct (1999) membedakan management
control dengan strategic control dlam bentuk pertanyaan, sebagai berikut:
Strategic control involves managers addressing the question: Is our strategy
valid? Or, more appropriately in changing environments, they ask: Is our strategy
still valid, and if not, how should it be changed?
27
Management control involves addressing the general question: Are our
employees likely to behave appropriately? This question can be decomposed into
several parts. First, do our employees understand what we expect of them? Second,
will they work consistently hard and try to do what is expected of them? Third, are
they capable of doing a god job? Finally, what can be done to solve the management
control problem?
Dari dua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian
manajemen adalah suatu proses di mana manajemen menggerakkan seluruh individu
dalam organisasi untuk memastikan bahwa mereka memahami dan telah bertindak
sesuai dengan strategi perusahaan dan penjabaran strategi tersebut. Di sini,
pengendalian strategis memberikan payung bagi pengendalian manajemen agar
aktivitas operasional terhubung dengan strategi bisnis. Sintesis keduanya
memunculkan istilah yang mulai popular sebagai: sistem (pengendalian) manajemen
strategis.
II.2.6 Langkah-langkah Perancangan Balanced Scorecard
Menyusun balanced scorecard hendaknya dilaksanakan dengan proses
sistematis agar tecipta suatu kejelasan bagaimana misi dan strategi perusahaan
diterjemahkan dalam ukuran operasional.
Menurut Paul R. Niven (2002, P39-P99) bahwa dalam merancang balanced
scorecard terdapat beberapa tahapan yang diuraikan sebagai berikut:
1. Merumuskan misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan
Tahap pertama dalam menyusun balanced scorecard adalah merumuskan
misi, nilai, visi, tujuan dan strategi perusahaan. Dimana perusahaan harus
merumuskan dengan jelas.
28
2. Menentukan perspektif
Perspektif yang dipilih haruslah mencerminkan Strategi perusahaan. Ada 4
perspektif yang biasa digunakan yaitu perspektif keuangan, pelanggan,
pembelajaran dan pertumbuhan, serta bisnis internal. Tetapi 4 perspektif
tersebut sebagai ”templete” bukan suatu keharusan. Jadi pemilihan
perspektif disesuaikan dengan kondisi perusahaan serta visi, misi, tujuan
dan strategi perusahaan tersebut.
3. Merumuskan sasaran strategi (objectives)
Seteleh perspektif dirumuskan, maka tahap selanjutnya meneterjemahkan
strategi kedalam setiap perspektif yang berupa sasaran- sasaran stategis
pada setiap perspektif. Sasaran dan strategi haruslah dapat mendukung
pencapaian visi, misi, tujuan perusahaan dikemudian hari. Sasaran-sasaran
strategis tersebut dapat dibuat strategy map atau dapat dilakukan setelah
tahap ke 4 dilakukan.
4. Menentukan ukuran strategis (measures)
Sasaran strategis yang telah dirumuskan melalui strategi perlu ditetapkan
ukuran pencapaiannya. Ada 2 ukuran yang perlu ditentukan untuk
menentukan keberhasilan pencapaian sasaran strategis, yaitu:
- Ukuran Hasil (Outcome measure atau lag indicator) merupakan
ukuran yang digunakan untuk megukur keberhasilan pencapaian
sasaran srategis.
- Ukuran Pemacu Kinerja (Peformance driver measure atau lead
indicator) merupakan ukuran yang menunjukkan penyebab
dicapainya ukuran hasil, berfungsi sebagai pemacu agar ukuran
hasil tercapai.
29
5. Menentukan Target
Tahap berikutnya menentukan target-target yang merupakan pernyataan
kualitatif dari kinerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu
dimasa datang dalam mewujudkan sasaran strategis dalam setiap
perspektif.
6. Merumuskan inisiatif strategis
Inisiatif strategis merupakan action program yang bersifat strategik untuk
mewujudkan sasaran strategis pada setiap perspektif. Inisiatif strategis
dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif yang merupakan
langkah besar yang akan dilaksanakan dimasa depan serta membantu
pencapaian target yang telah ditetapkan.
7. Implementasi balanced scorecard
Tahap selanjutnya mengimplementasikan balanced scorecard yang telah
disusun didalam perusahaan. Balanced scorecard tidak hanya
diimplementasikan pada level korporasi saja, tetapi harus
diimplementasikan atau tepatnya diturunkan ke setiap level perusahaan
dan bahkan kesetiap individu agar mendapatkan hasil yang dijanjikan
dengan menggunakan balanced scorecard.
30
Gambar 2.7 Tahapan Perancangan Balanced Scorecard
Lagging Indicator
and Leading Indicator
Cause And
Effect Linkages Strategy
Map
Visi, Misi, Tujuan perusahaan
Perspektif
Sasaran strategis(Objectives)
Ukuran strategis(measures)
Target
Inisiatif strategis
Implementasi
31
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Laporan kinerja perusahaan berdasarkan Balanced Scorecard
Visi dan Misi Perusahaan
PT. Daya Mulia Sejahtera
Kinerja Perusahaan
Penilaian Kinerja dengan BSC
4 Perspektif BSC
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif Proses Bisnis
Internal
Perspektif Pertumbuh
an dan Pembelajar
anPendapatan
Profitabilitas
Produktivitas
Pangsa pasar
Kepercayaanpelanggan
Kepuasan pelanggan
Proses inovasi
Proses Operasi
Produktivitas Karyawan
Komitmen dan motivasi karyawan Proses
layanan purna jual