19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah.
1. Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan
pekerjaan memimpin. Kepemimpinan pada hakikatnya adalah ilmu dan seni
untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain dengan cara membangun
kepatuhan, kesetiaan, kepercayaan, hormat dan bekerja sama dengan penuh
semangat dalam mencapai tujuan. Pemimpin itu sendiri berarti orang yang
memimpin, orang yang memegang tangan sambil berjalan untuk menuntun,
menunjukkan jalan orang yang dibimbing, orang yang menunjukkan jalan dalam
arti kiasan, orang yang melatih, mendidik, mengajari agar akhirnya dapat
mengerjakan sendiri.
Secara umum, Tim Dosen Adpend (2003:161) merumuskan definisi
kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan
Merujuk pada definisi tersebut, pada dasarnya kepemimpinan itu adalah
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengelola segala
20
sumber daya yang ada dan mampu menggerakkan atau mempengaruhi
anggotanya sehingga dapat dengan mudah bekerjasama untuk mencapai tujuan.
Oteng Sutisna (Sudarwan Danim, 2006:204) mengemukakan bahwa:
Kepemimpinan adalah kemampuan mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat begitu membangkitkan kerjasama ke arah tercpainya tujuan.
Sedangkan G.R.Terry menemukan definisi kepemimpinan menurut
literaturnya bahwa “kepemimpinan ialah kegiatan untuk mempengaruhi orang-
orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan “
Berdasarkan beberapa definisi tentang kepemimpinan tersebut, maka dapat
diidentifikasi mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam kepemimpinan.
Unsur-unsur itu antara lain yang mengatur, mengarahkan, dan mempengaruhi
disebut sebagai pemimpin, yang diatur, diarahkan, dan dipengaruhi disebut
sebagai bawahan, organisasi sebagai wadah,tujuan atau sasaran organisasi,
kegiatan atau pelaksanaan tugas, tanggung jawab, dan lingkungan.
Pentingnya kepemimpinan adalah untuk membimbing, mengarahkan atau
mempengaruhi perilaku anggota dalam melakukan aktivitas-aktivitas pencapaian
tujuan. Adapun pengertian kepemimpinan itu sendiri bersifat universal. Artinya
bahwa kepemimpinan itu berlaku dan terdapat pada berbagai bidang kehidupan
manusia.
21
Kepemimpinan Sering kali diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan
pembuatan keputuasan, namun ada juga yang mengartikan suatu inisiatif untuk
bertindak yang menghsilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari
jalan pemecahan suatu persoalan bersama. Kepemimpinan juga dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni untuk
mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.
Kepemimpinan adalah seorang Pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan,
khususnya kecakapa atau kelebihan disatu bidang sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas
tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
2. Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan terus berkembang sampai saat ini. Berdasarkan literatur
yang diperoleh, disebutkan bahwa setidaknya terdapat tiga macam teori
kepemimpinan yaitu:
a. Teori Keadaan (the Situational)
Dalam teori keadaan (the situational leadership) dinyatakan bahwa
kepemimpinan itu sebenarnya dipengaruhi oleh keadaan pemimpin, para
pengikut, organisasi dan pengaruh-pengaruh lingkungan seperti social,
ekonomi,politik, budaya, moral, agama dan sebagainya.
Seperti yang dijelaskan Oteng Sutisna (1986:317) bahwa
“Diasumsikan bahwa ada satu gaya kepemimpinan yang optimum pada
semua jenis organisasi di bawah segala macam kondisi”. Dengan
22
demikian pendekatan situasional ini menekankan pada efektivitas
kepemimpinan yang memerlukan gaya kepemimpinan yang berbeda
pula. Jadi pada intinya efektivitas kepemimpinan ini dipengaruhi situasi
tertentu.
b. Teori Sifat ( the Traitist)
Dalam teori sifat kepemimpinan ( the Traitist of leadership)
dinyatakan bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki
sifat-sifat tertentu, sifat-sifat yang dimiliki para pemimpin yang berhasil
dijadikan ukuran atau standar untuk menentukan sifat-sifat
kepemimpinan seseorang.
Kajian tentang kepemimpinan sifat ini adalah membedakan antara
pemimpin dan yang dipimpin. Teori ini memiliki pandangan bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena ia memiliki sifat-sifat kepribadian,
sosial, fisik, maupun intelektual yang dibawa sejak lahir bukan karena
pembentukan perilaku melalui pendidikan maupun pelatihan.
c. Teori perilaku
Teori perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari
dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin. Alasanya
bahwa sifat seseorang relativ sulit untuk diidentifikasikan. Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973),berkeyakinan
23
bahwa perilaku dapat dipelajari, hal ini berarti bahwa seseorang yang
dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin
secara efektif. Sedangkan menurut Tannenbaum dan Schmidt (1973)
memandang berbagai macam gaya perilaku pemimpin sebagai
kontinum. Kontinum yang terdiri dari ragam gaya kepemimpinan itu
menurut mereka sangat bergantung pada situasi dan perpaduan antara
kepribadian pemimpin dan jenis struktur tugas dalam organisasi tertentu.
Pendekatan ini melihat bahwa pemimpin yang efektif adalah fleksibel,
mampu memilih perilaku kepemimpinan yang diperlikan dalam waktu
dan situasi tertentu.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam
berinteraksi dengan bawahannya, pada umumnya dikenal ada lima gaya
kepemimpinan adapun beberapa gaya kepemimpinan tersebut yang dapat
digunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku orang lain adalah
sebagai berikut:
a. Gaya Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan Otokratis disebut juga kepemimpinan diktaktor
atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil
keputusan tanpa berkonsultasi dengan para bawahannya yang harus
melaksanakannya atau seseorang yang akan dipengaruhi keputusan
tersebut. mereka menentukan apa yang harus dilakukan orang lain dan
24
mengharapkan mereka mematuhinya.
Satu keuntungan dari Kepemimpinan Otokratis ini adalah
kecepatan dalam membuat keputusan, pemimpin tidak harus
memperoleh persetujuan para anggota kelompok sebelum memutuskan,
adapun kekurangan di kepemimpinan ini adalah berpengaruh pada
semangat kelompok. Para anggota munkin merasa tidak senang dengan
cara putusan-putusan itu dibuat dan karenanya mendukung putusan-
putusan itu hanya sekedarnya saja.
Orientasi kepemimpinan Otokratis ini difokuskan hanya untuk
peningkatan produktivitas kerja bawahan dengan kurang memperhatikan
perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut system
manajemen tertutup kurang menginformasikan keadaan organisasi
kepada bawahannya, pengkaderan kurang mendapat perhatian dari
pemimpin.
b. Kepemimpinan Demokratis
Berbeda dengan gaya Otokratis kepemimpinan demokratis
mempertimbangkan keinginan dan ide-ide para bawahannya.ini adalah
pendekatan hubungan manusia dalam semua anggota kelompok dilihat
sebagai penyumbang-penyumbang penting kepada putusan akhir.
Gaya kepemimpinan ini dkenal pula dengan istilah kepemimpinan
konsultatif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan ini
melibatkan para bawahannya yang harus melaksanakan keputusan
25
dalam proses pembuatannya, walaupun yang membuat keputusan akhir
adalah Pemimpin, tetapi hanya setelah menerima masukan dan
rekomendasi dari para bawahan. Kritk terhadap pendekatan ini
menyatakan bahwa keputusan yang paling baik tidak selalu merpakan
keputusan terbaik, dan bahwa kepemimpinan demokratis sesuai dengan
sifatnya, cenderung menghasilkan keputusan yang disukai dari pada
keputusan yang paling tepat. Gaya ini jpada kompromi yadapat
mengarah ugag pada akhirnya memberikan hasil yang dihrapkan.
c. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan Partisipatif juga dikenal dengan istilah
kepemimpinan terbuka dan bebas, orang yang menganut pendekatan ini
hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan.
ini hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan
memberikan kkesempatan kepada bawahanya untuk mengembangkan
sustu startegi dan pemecahannya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan
anggota kepada tercapainya konsensus. Asumsi yang mendasari gaya
kepemimpinan ini adalah bahwa para bawahan akan lebih siap
menerima tanggung jawab terhadap solusi, tujuan dan strategi di mana
mereka diberdayakan untuk mengembangkannya. kekurangan dari gaya
ini adalah bahwa dengan pembentukan konsensus banyak membuang
waktu dan hanya belam rangka perjalan bila semua orang yang terlibat
memiliki komitmen terhadap kepentingan utama suatu lembaga.
26
Kepemimpinan Partisipatif ini dalam kepemimpinannya dilakukan
dengan persuasive, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan
loyalitas, dan partisipasi bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar
merasa ikut memiliki organisasi. Pemimpin dengan gaya partisipatif ini
akan mendorong kemempuan bawahan mengambil keputusan. Dengan
demikian pimpinan akan slalu membina bawahan untuk menerima
tanggung jawab yang lebih besar.
d. Kepemimpinan yang Berorientasi
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan
hasil atau berdasarkan sasaran. orang yangmenganut pendekatan ini
meminta agar para bawahan atau anggota untuk memusatkan
perhatiannya hanya pada tujuan yang ada. Hanya strategi yang dapat
menghasilkan kontribusi nyata dan dapat diukur dalam mencapai tujuan
organisasi yang dibahas. pengaruh kepribadian dan faktor lainnya yang
tidak berhubungan dengan tujuan organisasi diminimumkan.
kekurangan yang ada dalam gaya ini adalah pemiimpin cenderung
memiliki fokus yang terlampau sempit dansering kali berfokus pada
perhatian yang keliru.
e. Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan Situasional dikembangkan oleh Paul Hersey
dan Kenneth H. Blanchard di pusat studi kepemimpinan pada akhir
tahun 1960 sampai tahun 1982. Gaya kepemimpinan yang
27
dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard ini pada awalnya mengacu
pada pendekatan teori situasional yang menekankan perilaku pemimpin
dan merupakan model praktis yang dapat digunakan pemimpin untuk
membuat keputusan dari waktu ke waktu secara efektif dalam rangka
mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan ini dikenal juga sebagai kepemimpinan tak
tetap atau kontingensi. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah
bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan ang tepat bagseorang
pemimpin dalam seg a kondisi. Oleh karena itu gaya kepemimpinan
Situasional akan menerapkan suatu gaya tertentu berdasarkan
pertimbangan ats faktor-faktor seperti pemimpin, pengkut, dan situasi
dalam arti struktur tugas, peta kekuasaan dan dinamika kelompok.
4. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan pada dasarnya adalah manjalankan wewenang
kepemimpinan, yaitu menyediakan suatu system komunikasi, memelihara,
kesediaan bekerja sama, dan menjamin kelancaran serta kebutuhan organisasi.
Dapat dirinci bahwa fungsi-fungsi kepemimpinan itu adalah meliputi
kegiatan atau tindakan;
a. Pengambilan keputusan
b. Pengembangan imajinasi
c. Pendelegasian wewenang kepada bawahan
d. Pengembangan kesetiaan para bawahan
28
e. Pemrakarsaan, penggiatan, dan pengendalian rencana-rencana
f. Pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya
g. Pelaksanaan keputusan dan pemberian dorongan kepada para pelaksana
h. Pelaksanaa kontrol dan Perbaikan kesalahaan-kesalahan
i. Pemberian tanda penghargaan kepada bawahan yang berprestasi
j. Pertanggungjawaban semua tin
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Pemimpin
Menurut H. Jodeph Reitz (1981) ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
efektivitas pemimpin yaitu meliputi:
a. Kepribadian, pengalaman masa lalu dan harapan pimpinan hal ini
mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya mempengaruhi
pilihan akan gaya.
b. Pengharapan dan perilaku atasan, pemimpin secara jelas memakai gaya
yang berorientasi pada tugas.
c. Karakteristik, harapan perilaku bawahan akan mempengaruhi terhadap
gaya kepemimpinan.
d. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan akan mempengaruhi gaya
pemimpin.
e. Iklim dan kebijakn organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku
bawahan.
f. Harapan perilaku rekan.
29
6. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah merupakan aktivitas kepala sekolah yang
kesehariannya disibukan dengan kegiatannya mempengaruhi orang-orang yang
menjalankan kegiatan akademik di sekolah, mereka adalah guru dan staf yang ada
disekolah. Pemimpin bekerja sama dengan orang-orang baik secara individu
maupun kelompok untuk memikirkan dan memecahkan masalah mutu pendidikan
di sekolah. Yang menjadi perhatian utama atau yang diprioritaskan dalam
aktivitasnya adalah memperbaiki dan meningkatkan mutu belajar dengan
memperbaiki kinerja guru yang menanganinya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pendidikan merupakan jabatan
tertinggi dari suatu organisasi sekolah, kepala sekolah mempunyai peranan yang
sangat penting dalam mengembangkan institusi yang dipimpinnya. Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Tim Dosen
Adpend(2009:126) bahwa: “kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan
untuk menggerakan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien”.
Sedangkan Wahjosumidjo (2002:83) mengatakan bahwa: “Kepala sekolah
adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana
30
terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima
pelajaran”
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah memiliki
peran yang kuat dalam mengkordinasikan, menggerakan dan menyerasikan semua
sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui program-program
yang dilaksanakan secara terencanadan bertahap.
a) Fungsi Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin dalam pendidikan
adalah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat
mengajar dan murid-murid dapat belajar mengajar dengan baik. Dalam
melaksanakan fungsi tersebut, kepala sekolah memiliki tanggungjawab
ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga tercipta situasi
belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi sehingga
kemampuan guru-guru meningkat dalam membimbing pertumbuhanan
murid-murid.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah bertanggungjawab
atas pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan. Kepala sekolah
harus mampu membantu guru-guru mengenai kebutuhan masyarakat,
31
membantu guru membina kurikulum sesuai dengan minat, kebutuhan dan
kemampuan peserta didik. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab
tersebut maka kepala sekolah harus memiliki pendidikan dan pengalaman
yang diperlukan bagi seorang pemimpin pendidikan.
b) Keterampilan kepala sekolah
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan
hendaknya memiliki pengertian dan pengetahuan yang cukup luas tentang
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran modern di sekolah, sifat-sifat
kepribadian yang bisa menjamin pelaksanaan kegiatan pimpinan
pendidikan yang baik dan kecakapan-kecakapan atau keterampilan
tertentu yang berhubungan dengan bidang-bidang tugas dan jabatan
kepala sekolah.
Menurut Soekarto Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa
syarat-syarat kemampuan pribadi yang diperlukan kepala sekolah antara
lain sebagai berikut:
a. Kemampuan mengorganisir dan membantu staf dalam
merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk
program yang lengkap.
b. Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan
pada diri seorang guru dan anggota staf lainya.
c. Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam
memajukan dan melaksanakan program-program sekolah.
32
d. Kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru
serta staf sekolah lainnya agar mereka bertanggung jawab dan
berpartisipausasi secara aktif pada usaha sekolah dalam rangka
mencapai tujuan sekolah.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang kepala
sekolah yang dalam hal ini terdiri dari lima yaitu:
a. Memiliki kecakapan didalam mengatur dan mengkordinasi
tenaga atau personil sekolah baik guru-guru maupun staf
lainnya.
b. Memiliki kecakapan dan kemampuan mengatur perlengkapan
dan fasilitas sekolah.
c. Memuliki kecakapan dalam mengatur keuangan dan
pembiayaan sekolah berdasarkan prinsip praktek administrasi
keungan yg modern.
d. Kemampuan untuk bekerja sama dan menjalin kerja sama antara
sekolah dengan masyarakat.
e. Kemampuan utuk memimpin dan melopori perbaikan dan
pelaksanaan kurikulum sekolah atau perbaikan pengajaran
bersama dengan staf yang dipimpinnya.
c) Peran Kepala Sekolah
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006),
terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai berikut:
33
a. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di
sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus
terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di
sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi
yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha
memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus
meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan efektif dan efisien.
b. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus
dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan
dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah
seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas
kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan
profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang
dilaksanakan di sekolah, seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house
training, diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan
34
melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang
diselenggarakan pihak lain.
c. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk
tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya.
Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan
kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat
kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya
dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan
kompetensi guru.
d. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan
pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan
supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam
pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini,
dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang
35
bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada
sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan
pembelajaran.
Kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum
sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan
bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya
dengan baik
e. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya
kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan
kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat
menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan
fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan
kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-
sifat sebagai barikut : (1) jujur (2) percaya diri (3) tanggung jawab (4)
berani mengambil resiko dan keputusan (5) berjiwa besar (6) emosi yang
stabil, dan (7) teladan.
36
f. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap
guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul,
yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu,
dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala
sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang
dilakukannya menarik dan menyenangkan,
2. tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan
diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui
tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam
penyusunan tujuan tersebut,
3. para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap
pekerjaannya,
4. pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-
waktu hukuman juga diperlukan,
5. usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru,
sehingga memperoleh kepuasan.
37
g. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan
dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah harus dapat
menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan
berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat
akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di
sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan
proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas,
secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi
terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat
membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
d) Kompetensi Kepala Sekolah
Kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang
seharusnya dapat dilakukan seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa
kegiatan, perilaku dan hasil yang seharusnya dapat ditampilkan atau
ditunjukkan. Agar dapat melakukan sesuatu dalam pekerjaannya, tentu
saja seseorang harus memiliki kemampuan dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
38
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini
kompetensi kepala sekolah dapat diartikan sebagai gambaran tentang apa
yang seharusnya dapat dilakukan seseorang kepala sekolah dalam
melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun
hasil yang dapat ditunjukkan.
Berikut ini beberapa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dalam
intitusi pendidikan, yaitu:
a. Kompetensi Kepribadian.
Kompetesi kepribadian merupakan kompetensi yang muncul dari
dalam diri seorang kepala sekolah. Kompetensi yang dimiliki kepala
sekolah itu antara lain:
• Memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin
• Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri
sebagai kepala sekolah
• Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi
• Mampu mengendalikan diri dalam menghadapi masalah
dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah
39
• Memiiki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan
b. Kompetensi Manajerial
Kopetensi manajerial merupakan kemampuan kepala sekolah
adalah kemampuan teknis yang harus dimiliki olrh kepala sekolah dalam
menjalankan tugasnya sebagai manajer pendidikan, yang terdiri dari:
• Mampu menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan
perencanaan
• Mampu mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan
kebutuhan
• Memimpin guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber
daya manusia secara optimal
• Mampu mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan
sumber daya manusia secara optimal
• Mampu mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka
pendayagunaan secara optimal
• Mampu mengelola hubungan sekolah – masyarakat dalam rangka
pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah
40
• Mampu mengelola kesiswaan, terutama dalam rangka penerimaan
siswa baru, penempatan siswa, dan pengembangan kapasitas
siswa
• Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional
• Mampu mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip
pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien
• Mampu mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung
kegiatan-kegiatan sekolah
• Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung
kegiatan pembelajaran dan kegiatan kesiswaan di sekolah
• Mampu menerapkan prinsip-prinsip kewirausahaan dalam
menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah
• Mampu menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif bagi
pembelajaran siswa
• Mampu mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung
penyusunan program dan pengambilan keputusan
• Terampil dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi
bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah
• Terampil mengelola kegiatan produksi/jasa dalam mendukung
sumber pembiayaan sekolah dan sebagai sumber belajar sisiwa
41
• Mampu melaksana-kan pengawasan terhadap pelaksana-an
kegiatan sekolah sesuai standar pengawasan yang berlaku
c. Kompetensi Supervisi
Kompetensi supervisi merupakan kemampuan kepala sekolah untuk
melakukan pengawasan professional dalam bidang akademik yang
dijalankan berdasarkan kaidah keilmuan tentang bidang pendidikan.
Kompetensi supervis ini terdiri dari:
• Mampu melakukan supervisi sesuai prosedur dan teknik-teknik
yang tepat
• Mampu melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan
program pendidikan sesuai dengan prosedur yang tepat
d. Kompetensi Sosial
Kompetensi social merupakan kemampuan kepala sekolah untuk
bersosialisasi dengan masyarakat atau stake holder pendidikan.
Kompetensi social ini terdiri dari:
• Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip
yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah
• Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
42
• Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain
7. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan adalah kumpulan kualitas intelektual seseorang yang
digunakan untuk mempengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan kepada orang lain
baik secara individual maupun kelompok serta mampu memfasilitasi dengan cara
mengkoordinasi segala tugas yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai
tujuan bersama dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian terdapat nilai implikasi
yakni: (1) kepemimpinan itu memerlukan kemampuan intelektual untuk mengelola
segala tugas yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan bersama
dan (2) kepemimpinan memerlukan kemampuan untuk mengkoordinasi,
memfasilitasi, memberikan motivasi arahan kepada pegawai baik secara individual
atau kelompok. Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang
dalam organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambil semakin
besar. Sebaliknya semakin rendah kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang
dalam organisasi, maka keputusan yang diambilnya lebih mengarah kepada hal-hal
yang lebih operasional.
Kepemimpinan transformasional merupakan upaya memotivasi pegawai
untuk bekerja demi tercapai sasaran organisasi dan memuaskan kebutuhan mereka
pada tingkat lebih tinggi. Kepemimpinan transformasional merupakan suatu proses
yang pada dasarnya "para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat
moralitas dan motivasi yang tinggi" (Burns, 1978 dalam Komariah, 2005: 77).
43
Kepemimpinan Transformasional memandang manusia, kinerja dan
pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling berpengaruh. Gagasan awal
mengenai kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor
Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam
konteks organisasional oleh Bernard Bass. Bass (Harsiwi, 2003), mengemukakan
bahwa “kepemimpinan transformasional sebagai pengaruh pemimpin atau atasan
terhadap pegawai. Para pegawai merasakan adanya kepercayaan, kebanggaan,
loyalitas dan rasa hormat kepada atasan, dan mereka termotivasi untuk melakukan
melebihi apa yang diharapkan”.
Bass dan Aviola (1994, dalam Komariah, 2005: 79), memberikan model
Transformasi seperti yang ditunjukan pada gambar berikut:
Transformasional
organisasi
Gambar 2.1
Model Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin membangun rasa
percaya diri pada bawahan
Pemimpin mengangkat nuansa kebutuhan bawahan
ketingkatan yang lebih tinggi pada hierarki motivasi
Pemimpin memperluas
kebutuhan bawahan
Pemimpin mentransformasikan
perhatian kebutuhan bawahan
Pemimpin mempertinggi
probabilitas keberhasilan
yang subjektif
Pemimpin mempertinggi nilai kebenaran bawahan
Bawahan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan
Bawahan mempersembahkan kinerja melebihi apa yang diharapkan
Kondisi sekarang dan upaya
yang diharapkan bawahan
Makin meningginya motivasi bawahan untuk
mencapai hasil dengan upaya tambahan
44
Sedangkan menurut Aviola, bahwa “fungsi utama dari seorang pemimpin
transformasional adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari perubahan
(catalyst of change), namun saat bersamaan sebagai seorang pengawas dari
perubahan (a controller of change)” (Kaihatu, 2007). Beberapa ciri khusus bagi
kepemimpinan transformasional untuk membangkitkan dan memotivasi kepada
para pengikutnya yang diringkas menjadi pemimpin transformasional harus
mampu (a) mengartikulasikan dan mengkomunikasikan secara jelas, (b)
menjelaskan cara mencapai visi tersebut, (c) bertindak dengan kepercayaan yang
tinggi dan positivistik, (d) mengekpresikan kepada pegawai, (e) menggunakan cara
dramatis dan simbolis untuk menekankan pada kata-kata atau kalimat kunci, (f)
menjadi contoh suri teladan pada pegawai, dan (g) memberdayakan anggota untuk
mencapai visi tersebut.
a) Dimensi Kepemimpian Transformasional
Bass dan Aviola (1994, dalam Komariah, 2005: 79), mengusulkan
empat dimensi dalam dasar kepemimpinan transformasional dengan konsep
“4I” yang artinya:
a. Idealiced influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang
menghasilkan rasa hormat dan rasa percaya diri dari orang yang
dipimpinnya. Idealiced influence mengandung makna saling berbagi
risiko melalui pertimbangan kebutuhan pegawai di atas kebutuhan
45
pribadi dan perilaku moral secara etis. Idealiced influence melalui
model-model aturan bagi pengikut, yang mana pengikut
mengidentifikasi dan ingin melakukan melebihi model tersebut.
Pemimpin-pemimpin menunjukkan standar tinggi dari tingkah laku
moral dan etika, serta menggunakan kemampuan untuk
menggerakkan individu maupun kelompok terhadap pencapaian misi
mereka dan bukan untuk nilai perorangan. Pemimpin memberi
wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan,
serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para
pegawainya, memberi visi, menanamkan rasa bangga, mendapatkan
rasa hormat dan kepercayaan dari pegawai atau anggotanya.
Idealiced influence muncul dari perubahan situasi yang cepat, kritis
dan tekanan;
b. Inspirational motivation, tercermin dalam perilaku yang senantiasa
menyediakan tantangan bagi pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai
dan memberikan makna pekerjaan bagi mereka. Pemimpin adalah
seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan
antusiasme dan optimisme pegawai. Inspirational motivation berarti
pemimpin memberikan arti dan tantangan bagi pengikut dengan
maksud menaikkan semangat dan harapan, menyebarkan visi,
komitmen pada tujuan serta dukungan tim. Kepemimpinan
transformasional secara jelas mengkomunikasi-kan harapan-harapan,
46
yang diinginkan pengikut tercapai, membangkitkan kualitas emosi,
perasaan bersemangat, mendorong intuisi, menumbuhkan ekspektasi
yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan
usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara
yang sederhana;
c. Intellectual stimulation yaitu pemimpin yang mempraktikkan
inovasi-inovasi. Sikap dan perilaku kepemimpinan didasarkan pada
ilmu pengetahuan yang dan secara intelektual ia mampu
menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. Sebagai
intelektual, pemimpin senantiasa menggali ide-ide baru dan solusi
yang kreatif dari pegawai dan tidak lupa selalu mendorong mereka
untuk mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam
melakukan pekerjaan. Dengan demikian pemimpin transformasional
menciptakan rangsangan dan berpikir inovatif bagi pegawai melalui
asumsi-asumsi pertanyaan, merancang kembali masalah,
menggunakan pendekatan pada situasi lampau melalui cara yang
baru. Simulasi intelektual, artinya menghargai kecerdasan,
rasionalitas dan pemecahan masalah secara hati-hati;
d. Individualized consideration, pemimpin merefleksikan dirinya
sebagai seseorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan
menindak lanjuti keluhan, ide, harapan- harapan dan segala
masukkan yang diberikan pegawai, dengan melalui pemberian
47
bantuan sebagai pemimpin, memberikan pelayanan sebagai mentor,
memeriksa kebutuhan individu untuk perkembangan dan
peningkatan keberhasilan, mengekspresikan penghargaan pekerjaan
untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik, mengkritik kelemahan
pegawai secara kondusif; menggunakan bakat khusus pegawai dan
memberikan kesempatan belajar. Bass (Harsiwi, 2003), beranggapan
bahwa unjuk kerja kepemimpinan yang lebih baik terjadi bila para
pemimpin dapat menjalankan salah satu atau kombinasi dari empat
cara tersebut yaitu influence, inspirational motivation, intellectual
stimulation, individualized consideration. Pemimpin yang seperti ini
akan dianggap oleh rekan-rekan atau pegawai mereka sebagai
pemimpin yang efektif dan memuaskan.
Karakteristik-karakteristik demikian penting untuk menghadapi persaingan
yang bersifat global dan bersifat strategis sebagai perencana strategis sehingga
para pegawai dalam hal ini para guru merasakan adanya suatu kepercayaan,
kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat, dan akhirnya mereka termotivasi.
Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin trans- formasional, Bass
(Andarika, 2004), mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam
hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut pegawai. Oleh karena itu, Bass
mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi
pegawai, yaitu dengan:
48
1) Mendorong pegawai untuk lebih menyadari arti penting hasilusaha;
2) Mendorong pegawai untuk mendahulukan kepentingan kelompok;
3) Meningkatkan kebutuhan pegawai yang lebih tinggi seperti hargadiri
dan aktualisasi diri.
Kepemimpinan transformasional adalah kemampuan seorang pemimpin
bekerja dengan dan/atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara
optimal sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan
target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa
sumber daya manusia, fasilitas, dana dan faktor-faktor eksternal keorganisasian.
Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan
penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat
yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan
yang memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang
saling berpengaruh. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki
wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan
organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena itu, pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang
visioner.
Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai
katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik.
Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat
49
semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa
perubahan.Seorang pemimpin transformasional memandang nilai – nilai organisasi
sebagai nilai – nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf
sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam
pelaksanaannya.
Untuk menjawab dan menghadapi tuntutan masyarakat terhadap perubahan
yang terjadi, maka dibutuhkan gaya kepemimpinan yang mampu menumbuhkan
kesadaran, keyakinan, memotivasi, mengembangkan dan memberdayakan
anggotanya berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Aan dan Cepi (2006:78)
berpendapat bahwa “Menjadi tugas pemimpin untuk mentransformasikan nilai
organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi”. Maka gaya
kepemimpinan yang dibutuhkan dalam menghadapi perubahan ini adalah gaya
kepemimpinan transformasional.
Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Aan dan Cepi (2006:78)
juga berpendapat bahwa:
Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada.
Dalam organisasi sekolah, sumber daya manusia yang dimaksud dapat
berupa pimpinan, guru atau staf. Komitmen guru, motivasi guru dalam bekerja dan
50
kultur sekolah memberi efek positif bagi perkembangan organisasi sekolah dan
perbaikan perolehan hasil belajar siswa. Oleh karena itu kepemimpinan
transformasional memiliki fokus transformasi pada guru sebagai ujung tombak
proses pembelajaran maka kepemimpinan transformasional adalah seorang
pemimpin yang mempunyai keahlian mendiagnosis, selalu meluangkan waktu dan
mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai
aspek. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah akan memberi rasa aman,
percaya diri dan saling percaya bagi guru dalam bekerja. Kepala sekolah memberi
perhatian kepada setiap guru untuk mengembangkan segi profesionalnya. Ia
memiliki visi yang jelas dan mampu mempengaruhi guru untuk berpikir dan
mengembangkan atau mencari berbagai alternatif baru.
Sebagai kepala sekolah yang menerapkan kepemimpinan transformasional,
maka ia harus dapat memotivasi stakeholders dengan baik agar tujuan dapat
tercapai. Suyanto (2001) dalam harian kompas menjelaskan tentang
kepemimpinan transformasional bahwa:
Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orang tua siswa, masyarakat dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka kepemimpinan transformasional
kepala sekolah sangat baik diterapkan untuk sekolah yang ingin melakukan
51
pembaharuan pendidikan. Selain itu, kepemimpinan itu juga sejalan dengan gaya
manajemen yang diperlukan dalam manajemen berbasis sekolah.
a. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional
Paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat
tujuh prinsip untuk menciptakan kepemimpinan transformasional yang
sinergis yang terdiri dari:
a. Simplifikasi, keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah
visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis.
b. Motivasi, kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap
orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal
kedua yang perlu kita lakukan.
c. Fasilitasi, dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi pembelajaran yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak
pada semakin bertambahnya modal intektual dari setiap orang yang
terlibat di dalamnya.
d. Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu
tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang
efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi
52
perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan
tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus siap
untuk merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim
kerja yang sudah dibangun.
e. Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya
dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan
selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
f. Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru
yang positif.
g. Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat
untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi,
dan fisik serta komitmen.
8. Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Dalam bidang pendidikan, seiring dengan upaya pembaharuan yang
dilakukan, bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan.
Kepemimpinan transformasional berdasarkan kekayaan konseptual melalui
karisma, konsideran individual dan stimulasi intelektual, diyakini akan mampu
melahirkan pemikiran-pemikiran yang mengandung jangkauan ke depan, azas
kedemokrasian dan ketransparanan, yang oleh karenanya perlu diadopsi ke dalam
53
kepemimpinan kepala sekolah, khususnya dalam rangka menunjang manajemen
berbasis sekolah atau bentuk-bentuk pembaharuan pendidikan lainnya. Pentingnya
kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah model manajemen
berbasis sekolah adalah agar kepala sekolah dapat mengimplementesikan upaya-
upaya pembaharuan dalam kependidikan. Tanpa dibarengi kepemimpinan kepala
sekolah yang aspiratif terhadap perubahan, upaya pembaharuan pendidikan seideal
apa pun yang dirancang nampaknya tidak akan membawa hasil optimal.
Kepemimpinan transformasional diharapkan dapat menjawab tantangan
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah melalui tiga unsur yaitu karisma,
konsideran individual, dan stimulasi intelektual pada diri kepala sekolah.
Seorang kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan transformasional
memiliki sikap menghargai ide-ide baru, cara dan metode baru, serta praktik-
praktik baru yang dilakukan para guru dalam proses kegiatan belajar mengajar di
sekolahnya. Menurut Luthans, (1995: 358,) terdapat tujuh sikap dari seorang
kepala sekolah yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan
transformasionalnya, yakni, 1) mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan
(pembaruan) 2) memiliki sifat pemberani 3) mempercayai orang lain 4) bertindak
atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar
kepentingan dan desakan kroninya); 5) meningkatkan kemampuannya secara
terus-menerus; 6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit,
tidak jelas, dan tidak menentu; serta 7) memiliki visi ke depan atau visioner.
54
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi kepemimpinan Transformasional
kepala sekolah, yaitu:
1. Idealized influence: kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat
dijadikan sebagai panutan bagi guru dan karyawannya, dipercaya,
dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk
kepentingan sekolah.
2. Inspirational motivation: kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru
dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi
dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan
pendidikan di sekolah.
3. Intellectual Stimulation: kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas
dan inovasi di kalangan guru dan stafnya dengan mengembangkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan sekolah ke
arah yang lebih baik.
4. Individual consideration: kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih
dan penasihat bagi guru dan stafnya.
Implementasi model kepemimpinan transformasional dalam instansi
pendidikan perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Mengacu pada nilai-nilai agama yang terkandung dalam system
organisasi atau instansi sekolah
b. Disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam system oragnisasi
atau instansi sekolah
55
c. Menggali budaya yang ada dalam organisasi
d. Karena system pendidikan merupakan suatu sub system maka harus
memperhatikan system yang lebih besar yang ada di atasnya seperti
system Negara.
B. Konsep Kinerja Guru
1. Pengertian Kinerja
Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan
memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi
tersebut. Kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu
yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya; Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan
atau fungsi; Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan
agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.
Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance
atau job performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi
performance saja. Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja.
Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan
yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam
menghasilkan sesuatu. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam
manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi.
56
Dan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan
kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga
tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi
tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah
sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja,
dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.
Payaman J. Simanjuntak (2005) mengemukakan bahwa “Kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi”.
Setiap individu atau organisasi tentu saja memiliki tujuan yang akan dicapai
dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi
dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja.
Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:2) yang mengartikan
bahwa:
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Dari pendapat Prawirosentono di atas terungkap bahwa kinerja merupakan
hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi dengan penampilan yang
melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat
57
fisik dan non fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari
oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu kompetensi individu orang yang bersangkutan,
dukungan organisasi dan dukungan manajemen.
a. Kompetensi Individu
Kompetensi setiap orang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat dikelompokan dalam dua golongan, pertama, kemampuan dan
keterampilan kerja setiap orang akan dipengaruhi oleh kebugaran fisik,
dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi
pelatihan, dan pengalaman kerja.
Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan
kerja. Semakin sering seseoramg melakukan pekerjaan yang sama,
semakin terampil dan semakin cepat seseorang untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan
seseorang maka pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas dan
memungkinkan peningkatan kinerja. Factor yang kedua adalah motivasi
dan etos kerja sangat penting mendorong semangat kerja. Motivasi dan
etos kerja dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, lingkungan
masyarakat, budaya dan nilai-nilai agama yang dianutnya. Seseorang
yang melihat pekerjaan sebagai beban dan keterpaksaan untuk
58
memperoleh hasil, akan mempunyai kinerja yang rendah. Sebaliknya
seseorang yang memandang pekerjaan sebagai kebutuhan, pengabdian,
tantangan dan prestasi,akan menghasilkan kinerja yang tinggi.
b. Dukungan Organisasi
Kinerja setiap orang juga tergantung pada dukungan organisasi
dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja,
pemilihan teknologi, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan
syarat kerja. Pengoragnisasian dimaksudkan untuk memberi kejelasan
bagi setiap unit kerja dan setiap orang tentang sasaran yang harus dicapai
dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut.
c. Dukungan Manajemen
Kinerja organisasi dan kinerja seseorang juga sangat bergantung
pada kemampuan manajerial para manajemen atau pimpinan, baik dengan
system kerja dan hubungan yang harmonis, maupun
denganmengembangkan kompetensi pekerja, demikian juga dengan
menumbuhkan motivasi dan mobilisasi seluruh pegawai untuk bekerja
secara optimal.
Sementara itu Buchari Zainun (1989:51) mengemukakan “ada tiga faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu : (1) ciri seseorang, (2)
lingkungan luar, dan (3) sikap terhadap profesi pegawai”. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja tersebut digambarkan sebagai berikut:
59
Gambar 2.2
keterkaitan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
Gambar diatas menunjukan bahwa kinerja pegawai harus dikelola, terutama
untuk mencapai produktivitas dan efektivitas dalam rangka merancang bangun
kesuksesan, baik secara individu maupun organisasi. Dengan demikian,
manajemen kinerja merupakan suatu pendekatan untuk mencapai visi, misi, tujuan,
dan target yang akan dicapai melalui kerja tim. Tim yang memiliki kinerja baik,
maka anggotanya akan menetapkan standar kualitas target, mencapai target,
memahami perbedaan, saling menghormati, berimbang dalam peran, berorientasi
pada tujuan , mengevaluasi kinerja, dan bekerja sama.
3. Evaluasi kinerja
Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang
merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai
LINGKUNGAN LUAR
• Budaya • Hukum • Politik • Ekonomi • Social • Teknologi
ORGANISASI KERJA
• Kebijakan dan filasafat manajemen
• Stuktur dan tingkat pengupahan dan penghargaan
• Gaya kepemimpinan • Syarat-syarat kerja
CIRI SESEORANG
• Kemampuan • kepribadian
KINERJA PEGAWAI
60
untuk menjawab pertanyaan Seberapa baikkah kinerja seorangpgawai pada suatu
periode tertentu. Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting
sekali untuk menghindari dua kesalahan persepsi . Pertama, tidak mengasumsikan
masalah kinerja terjadi secara terpisah satu sama lain, Kedua, tiada satu pun
taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi
dan mengapa.
Menurut Payaman J. Simanjuntak (2005:103) menyatakan bahwa:
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Merujuk pada definisi tersebut, pada dasarnya penilaian kinerja merupakan
tahap akhir dari suatu pekerjaan. Evaluasi kinerja dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan pembinaan pembinaan kinerja telah dicapai. Evaluasi kinerja
tersebut sekaligus harus mampu mengindikasikan masalah-masalah yang telah
dihadapi.
Sementara itu Hasibuan (2001:88) memaparkan bahwa penilaian kinerja
adalah “evaluasi terhadap perilaku, prestasi kerja dan potensi pengembangan yang
telah dilakukan”
Tujuan dari evaluasi kinerja ini pada dasarnya adalah untuk menjamin
pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Evaluasi kinerja dilakukan untuk
mengetahui posisi organisasi, terutama jika terjadi kelambatan dan penyimpangan.
Bila terjadi kelambatan harus segera dicari penyebabnya dan dilakukan
61
percepatan. Demikian juga bila terjadi penyimpangan harus dicari penyebabnya
untuk diatasi dan diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat mencapai sasaran dan
tujuan sebagaimana direncanakan semula.
Dalam pelaksanaan evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan oleh atasan
langsung. Evaluasi unit atau bagian organisasi adalah kepala unit itu sendiri.
Atasan langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan akses yang luas
untuk mengamati dan menilai prestasi kerja bawahan, namun penilaian oleh atasan
langsung sering dianggap kurang objektif.
Untuk lebih menjamin objektivitas penilaian, maka organisasi dapat
membentuk Tim Evaluasi Kinerja yang dianggap dapat objektif baik untuk
mengevaluasi kinerja individu maupun untuk mengevaluasi kinerja kelompok dan
unut atau bagian organisasi
C. Kinerja Guru
1. Pengertian kinerja Guru
Sebagai suatu organisasi, dalam Sekolah terdapat kerja sama kelompok
orang (kepala sekolah, guru, Staf dan siswa) yang secara bersama-sama ingin
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen yang ada di
sekolah merupakan bagian yang integral, artinya walaupun dalam kegiatannya
melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi masing-masing tetapi secara
keseluruhan pekerjaan mereka diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi
sekolah. Sebagai salah satu anggota Organisasi Sekolah, guru sebagai tenaga
pendidik menduduki peran yang amat penting dalam proses pendidikan dan
62
pembelajaran dalam mempersiapkan peserta didik untuk mencapai kompetensi-
kompetensi yang telah ditetapkan.
Dalam perspektif kebijakan Pendidikan Nasional, pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam
Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, yaitu:
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi:
a. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b. Pemahaman terhadap peserta didik
c. Pengembangan kurikulum/ silabus
d. Perancangan pembelajaran
e. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f. Evaluasi hasil belajar
g. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:
(a) mantap (b) stabil (c) dewasa (d) arif dan bijaksana (e) berwibawa (f)
berakhlak mulia (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat
63
(h) mengevaluasi kinerja sendiri dan (i) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk :
a. Berkomunikasi lisan dan tulisan
b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik
d. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
a. Konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar
b. Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah
c. Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait
d. Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari
e. Kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional.
Seorang guru mau menerima sebuah pekerjaan sebagai pendidik, jika ia
mempersiapkan diri dengan kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut sesuai
64
dengan yang dituntut oleh organisasi (sekolah). Dan dalam menjalankan perannya
sebagai pendidik, kualitas kinerja mereka merupakan suatu kontribusi penting
yang akan menentukan bagi keberhasilan proses pendidikan di Sekolah. Oleh
karena itu perhatian pada kinerja guru untuk terus meningkat dan ditingkatkan
menjadi hal yang sangat penting, apalagi apabila memperhatikan tuntutan
masyarakat yang terus meningkat berkaitan dengan kualitas pendidikan, dan hal
ini tentu saja akan berimplikasi pada makin perlunya peningkatan kualitas kinerja
guru.
Pada hakikatnya kinerja guru adalah prilaku yang dihasilkan seorang guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar di
depan kelas, sesuai dengan kriteria tertentu. Kinerja seseorang Guru akan terlihat
pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dalam aspek
kegiatan dalam menjalankan tugas dan kualitas dalam melaksanakan tugas
tersebut.
Dari penjelasan tentang kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja
guru adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas
atau pekerjaannya. Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang
dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Guru sebagai tenaga pendidikan yang professional di kelas pembelajaran
siswa menuju kepribadian yang utuh, menyaratkan sepuluh kopetensi dasar yang
harus melekat padanya, sepuluh kompetensi ini, menurut Nana Sudjana, A. Muri
65
Yusuf dan Rohman Natawidjaja sebagaimana dikutip Syafruddin Nurdin (2002)
adalah sebagai berikut:
1. Menguasai bahan yang akan diajarkan 2. Mengelola program belajar mengajar 3. Mengelola kelas 4. Mengguakan media/sumber belajar 5. Menguasai landasan-landasan pendidikan 6. Mengelola interaksi belajar mengajar 7. Menilai prestasi siswa 8. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan 9. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan 10. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
Operasionalisasi kompetensi dasar di atas, demikian menurut Natawijaya,
menekankan pentingnya kinerja terpadu seorang guru dalam melaksanakan
profesinya. Kompetensi professional guru akan memadai jika ditopang oleh
kompetensi personal dan social yang baik sehingga mengantarkannya pada
pembelajaran dan pengajaran yang baik. Kompetensi professional guru akan
memadai jika didukung oleh kopetensi personal dan social yang baik sehingga
mengantarkan guru pada pembelajaran atau pengajaran yang baik.
2. Model Kinerja Guru
Terdapat beberapa model kinerja guru dalam melaksanakan proses belajar-
mengajar, diantaranya adalah model Rob Norris,model Oregan, dan model
Stanford. Tiga macam model ini dikenal dengan Stanford Teacher of Appraisal
Competence (STAC), ketiga midel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Model Rob Norris
Model Rob Norris menyatakan bahwa akumulasi beberapa komponen
kompetensi mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu: a).
66
kualitas- kualitas personal dan professional, b). persiapan mengajar, c).
perumusan tujuan mengajar, d). penam[ilan guru dalam mengajar di dalam
kelas, e). penampilan siswa dalam belajar, f). evaluasi.
2) Model Oregan
Model Oregan ini mengelompokan kompetensi/kemampuan mengajar
ke dalam lima kelompok, yitu: a). perencanaan dan persiapan belajar, b).
kemampuan guru dalam mengajar dan kemampua siswa dalam belajar, c).
kemampuan mengumpulkan dan menggunakan informasi hasil belajar, d).
kemampuan hubungan interpersonal , e). kemampuan hubungan dengan
tanggungjawab professional.
3) Model Stanford
Model Stanford membagi kemempuan mengajar guru ke dalam lima
komponen, tiga dari lima komponen tersebut dapat diobservasi di kelas
meliputi komponen tujuan, komponen guru mengajar, dan komponen
evaluasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Guru
Banyak faktor yang mempengaruhi terbangunnya suatu kinerja professional.
Termasuk kinerja guru yang di dalamnya berkaitan dengan factor-faktor yang
mempengaruhinya, baik internal maupun eksternal. Factor internal yang
mempengaruhi, misalnya system kepercayaan menjadi pandangan hidup seorang
guru besar sekali pengaruh yang ditimbulkan dan bahkan yang paling berpotensi
bagi pembentukan etos kerjanya. Meskipun dalam relitasnya etos kerja seseorang
67
tidak semata-mata tergantung pada nilai-nilai agama (system kepercayaan) dan
pandangan teologis yang dianutnya, tetapi pengaruh pendidikan, informasi, dan
komunikasi juga bertanggung jawab bagi pembentukan suatu kinerja.
Menyangkut factor eksternal kinerja guru, M.Arifin sebagaimana dikutip
oleh Muhaimin (2002), mengidentifikasikannya kedalam beberapa hal diantaranya
adalah a). volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang, b).
suasana kerja yang menggairahkan atau iklim yang ditunjang dengan komunikasi
demokrasi yang serasi dan manusiawi antara pimpinan dan bawahan, d). sikap
jujur dan dapat dipercaya dari kalangan pimpinan terwujud dalam kenyataan, e).
penghargaan terhadap need achievement (hasrat dan kebutuhan untuk maju) atau
penghargaan terhadap yang berprestasi, f). sarana yang menunjang bagi
kesejahteraan mental dan fisik seperti tempat olah raga, masjid, rekreasi, hiburan
dan lain-lain.
4. Evaluasi kinerja guru
Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan evaluasi atau
penilaian kinerja dengan berpedoman pada parameter dan indikator yang
ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien seperti produktivitasnya,
efektivitas menggunakan waktu, dana yang dipakai serta bahan yang tidak
terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan dengan cara
membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman sekerja atau
mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas yang
68
diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang
lain. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan cara membandingkan perilakunya
dengan rekan kerja yang lain dan evaluasi ciri individu adalah mengamati
karaktistik individu dalam berprilaku maupun berkerja, cara berkomunikasi
dengan orang lain sehingga dapat dikategorikan cirinya dengan ciri orang lain.
Evaluasi atau Penilaian kinerja menjadi penting sebagai feed back sekaligus
sebagai follow up bagi perbaikan kinerja selanjutnya.
Menilai kualitas kinerja dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi
(1). Unjuk kerja, (2). Penguasaan Materi, (3). Penguasaan profesional keguruan
dan pendidikan, (4). Penguasaan cara-cara penyesuaian diri, (5). Kepribadian
untuk melaksanakan tugasnya dengan baik (Sulistyorini, 2001).
Kinerja guru sangat penting untuk diperhatikan dan dievaluasi karena guru
mengemban tugas profesional artinya tugas-tugas hanya dapat dikerjakan dengan
kompetensi khusus yang diperoleh melalui program pendidikan. Guru memiliki
tanggung jawab yang secara garis besar dapat dikelompokkan yaitu: (1). Guru
sebagai pengajar, (2). Guru sebagai pembimbing dan (3). Guru sebagai
administrator kelas. (Danim S, 2002).
69
Dari uraian diatas dapat disimpulkan indikator kinerja guru antara lain :
a. Kemampuan membuat perencanaan dan persiapan mengajar.
b. Penguasaan materi yang akan diajarkan kepada siswa
c. Penguasaan metode dan strategi mengajar
d. Pemberian tugas-tugas kepada siswa
e. Kemampuan mengelola kelas
D. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Terhadap
Kinerja Guru
Kepemimpinan merupakan satu aspek penting dalam system sekolah, seperti
apa yang dikemukakan oleh Scheerens (1992) yang menyatakan bahwa “sekolah
efektif memiliki kepemimpinan yang kuat”. Begitu juga dengan Edmons (1979)
yang mengatakan bahwa “Ada lima karakteristik sekolah efektif, salah satunya
adalah kepemimpinan dan perhatian kepala sekolah terhadap kualitas pengajaran.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan faktor penggerak organisasi melalui penanganan perubahan dan
manajemen yang dilakukan sehingga keberadaan kepemimpinan bukan hanya
sebagai simbol yang ada atau tidaknya tidak akan menjadi masalah tetapi
keberadaannya memberikan dampak yang positif bagi perkembangan organisasi.
Kepemimpinan Transformasional merupakan model kepemimpinan yang
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk ikut berpartisipasi dalam rangka
mencapai tujuan suatu organisasi. Kepemimimpinan Transformasional adalah
70
kepemimpinan yang mampu mendatangkan perubahan dalam diri setiap individu
yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai performa yang semakin
tinggi. Sealin itu kepemimpinan Transformasional adalah kepemimpinan yang
mampu memberikan motivasi kepada bawahan agar mampu mencapi sasaran yang
telah ditetapkan oleh organisasi.
Kepala sekolah merupakan pemimpin dalam suatu institusi pendidikan, baik
itu sebagai pemimpin bagi para guru, maupun sebagai manajer atau pemimpin
dalam manajemen sekolah. Karenanya, tugas dan fungsi kepala sekolah
merupakan sosok sentral dalam peningkatan mutu kualitas pendidikan di sekolah.
Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan semua potensi
sekolah, khususnya tenaga guru dan tenaga kependidikan bagi pencapaian tujuan
sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi tersebut, kepala sekolah dituntut
menerapkan prinsip-prinsip dan metode-metode kepemimpinan yang sesuai
dengan mengedepankan keteladanan, pemotivasian, dan pemberdayaan staf.
Kepemimpinan Transformasional kepala sekolah merupakan suatu cara yang
memungkinkan semua potensi yang ada dalam sekolah dapat berfungsi secara
optimal. Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan transformasional
mempunyai sikap menghargai ide-ide baru, cara dan metode baru serta praktik-
praktik baru yang dilakukan para guru dalam proses belajar mengajar disekolah.
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah merupakan gaya
kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan yang mendorong
semua unsur atau elemen sekolah yaitu: guru, siswa, pegawai/staf, orangtua siswa,
71
masyarakat sekitar dan lainnya, untuk bekerja atas dasar sistem nilai yang luhur,
sehingga semua unsur yang ada di sekolah tersebut bersedia untuk berpartisipatif
secara optimal dalam mencapai visi sekolah.
Kepala sekolah yang memiliki pola kepemimpinan transformasional sangat
senang jika guru melaksanakan penelitian tindakan kelas karena, dengan penelitian
kelas, seorang guru akan mampu menutup anggpan antara wacana konseptual
dengan realitas empirik. Dengan demikian, guru akan dapat menemukan solusi
atas persoalan keseharian yang dihadapinya selama proses kegiatan belajar
mengajar yang berlangsung di kelas. Jika hal ini terjadi, maka ia akan mampu
memecahkan sendiri persoalan yang muncul dari praktik profesionalnya.
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan serta dianggap
sebagai orang yang berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
merupakan pencerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban tidak lepas dari pengaruh internal maupun faktor eksternal
yang membawa dampak eksternal yang membawa dampak pada perubahan kinerja
guru.
Kinerja guru merupakan kemampuan yang ditunjukan oleh guru dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaannya. Kinerja dapat dikatakan baik dan
memuaskan jika tujuan yang dicapai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan
harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah
72
mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu
pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai
keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok
ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.
Keterkaitan antara empat indikator perilaku Kepemimpinan
Transformasional dengan kinerja guru disekolah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Stimulasi Intelektual
Stimulasi intelektual memberikan kontribusi yang besar pada sikap
guru yang mampu mengambil inisiatif untuk memberi pelayanan yang
memuaskan dalam proses belajar mengajar dalam situasi yang berbeda-
beda. Guru dituntut untuk selalu mampu melakukan inisiatif terhadap
asumsi dasar untuk memilih berbagai cara untuk mengambil tindakan dalam
waktu yang singkat sesuai dengan apa yang diperlukan dan apa yang
diinginkan pesera didik.
2. Konsiderasi Individual
Konsiderasi individu merupakan kunci suksesnya suatu kualitas
fungsional karena hal ini menunjukkan adanya keterlibatan dari guru untuk
memberikan kontribusi yang tinggi melalui kinerja yang diberikan pada saat
terjadinya interaksi dengan peserta didik.
73
3. Motivasi Inspiration
Aspek kepemimpinan transformasional ini berperan terutama untuk
menciptakan dan menjaga semangat para guru agar selalu berorientasi
pada kepuasan peserta didik . guru harus memiliki kesadaran bahwa tujuan
dan cita-cita bersama yang ingin dicapai yaitu menciptakan kualitas
pendidikan
4. Pengaruh Idealized
Pengaruh idealis menunjukkan pengembangan rasa percaya dan hormat
pada bawahan. Pemimpin dengan pengaruh idealis berperan sebagai model
dengan tingkah laku dan sikap yang mengandung nilai-nilai yang baik bagi
sekolah. Perilaku kepemimpinan transformasional ini mampu memberikan
pengaruh terhadap nilai-nilai tersebut pada guru
Kepemimpinan transformasional kepala sekolah memiliki proses dalam
Pengembangan Sumber Daya Manusia pendidik/Guru yang akan menjadi faktor
penting yang sangat menentukan dalam mendorong kinerja Guru agar semakin
meningkat. Peningkatan tersebut tidak hanya berimplikasi kuantitas namun juga
kualitas mengenai bagaimana kinerja guru dilaksanakan, dan dalam kontek
perubahan dewasa ini kinerja inovatif menjadi suatu tuntutan yang makin
mendesak untuk dapat dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan peran dan
tugasnya sebagai pendidik sehingga dapat melahirkan lulusan yang kreatif dan
inovatif yang dapat bersaing di era global dewasa ini. Dengan demikian upaya
74
untuk terus mengembangkan kinerja guru menjadi suatu yang berperan penting
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, dan hal ini memerlukan
manajemen kinerja yang tepat sesuai dengan konteks organisasi sekolah.
Implementasi kepemimpinan transformasional bagi sekolah diarahkan pada
peningkatan kinerja guru sehingga dapat mencapai hasil peserta didiknya secara
optimal, dalam pengertian bahwa dengan kepemimpinan transformasional itu,
maka ketrampilan dan kompetensi peserta didik yang menjadi suatu tujuan
pendidikan dan pembelajaran yang sudah ditentukan dapat dicapai dengan lebih
optimal dan ketrampilan serta kompetensi-kompetensi itu betul-betul dikuasai oleh
peserta didik dan dapat menjadi bekal hidup mereka di masa datang.