8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kepuasan Pelanggan
2.1.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan
Persaingan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari oleh para pelaku
bisnis, baik yang bergerak dibidang industri barang maupun jasa. Peningkatan
kepuasan konsumen akan mempengaruhi kepercayaan terhadap pemanfaatan
layanan yang di tawarkan oleh penyedia jasa. Setiap perusahaan akan berusaha
untuk memberikan kepuasan untuk konsumennya. Kepuasan yang dicapai oleh
konsumen akan berdampak positif kepada perusahaan karena dengan adanya
kepuasan tersebut diharapkan konsumen akan melakukan pembelian kembali yang
nantinya akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh perusahaan.
Kepuasan yang tinggi atau kesenangan cenderung akan menyebabkan
konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan
juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen
yang tinggi. Saat ini banyak bisnis jasa yang mulai memperhatikan kualitas
layanan. Dengan adanya service quality maka kualitas layanan dapat dipantau dan
disesuaikan dengan yang diharapkan oleh konsumen. Selain itu, dalam usaha
menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki strategi yang lebih baik
dibanding pesaing yang ada.
9
Kepuasan menurut Kotler (2004:42) “ merupakan tingkat perasaan senang
atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya”.
Kepuasan Pelanggan menurut Kotler dalam Tjiptono (1997:24) adalah
“tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia
rasakan dibandingkan dengan harapannya”.
“Kotler (2006) states that customer satisfaction is the level of perception
that is obtained after he compares the performance he has received with his
expectation”.
If a consumer perceives that he receives high service quality, the decision to behave of the consumer is favorable such as having more preference to the respective company rather than the other ones and he will spend more as the result. Futher implication from this behavior is strengthening the relationship or connection between customers and company. On the contrary, if the service delivered is perceived less satisfying or low satisfactory, then the consumer decision will become unfavorable sunc as complaining, switching to other company, spending less and eventually weakening the relationship between customers and company (Zeithaml, et. al, 2001). Dari berbagai pendapat yang dipaparkan oleh para ahli dapat ditarik
benang merah dari definisi kepuasan pelanggan adalah sikap senang atau bahagia
pelanggan yang ditunjukkan setelah membandingkan kinerja (hasil) yang
dirasakan atau diterima dengan harapan. Jika kinerja yang dirasakan atau diterima
lebih kecil dari harapannya maka pelanggan tersebut tidak merasakan puas dan
sebaliknya jika kinerja yang dirasakan atau diterima melebihi dari harapannya
maka pelanggan terpuaskan.
10
2.1.2. Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan konsumen sangat mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
suatu badan usaha. Oleh karena itu perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepuasan konsumennya agar mereka memiliki loyalitas terhadap produk yang
ditawarkan dan senantiasa melakukan pembelian ulang.
“According to Zeithaml (2000), customer satisfaction and or perception
towards service quality has positive influence toward behavioral intention to
positively behave, appraise the company, choose the company among the others,
raising sales volume or paying more without asking again”.
Pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan menurut
Kotler (1997:64) dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Memperkecil kesenjangan-kesenjangan antara pihak manajemen dan
pelanggan
2. Perusahaan membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi dalam
perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk di dalamnya adalah
memperbaiki cara berfikir perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari
semua SDM yang ada.
3. Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan.
Dengan membentuk complaint and suggestion system.
4. Mengembangkan dan menerapkan:
a. Accountability, yaitu perusahaan menghubungi pelanggan setelah proses
pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan.
11
b. Proactive, dilakukan oleh perusahaan dengan cara menguhubungi
pelanggan dari waktu ke waktu untuk mengetahui perkembangan
pelayanannya.
c. Partnership Marketing, merupakan pendekatan dimana perusahaan
membangun kedekatan dengan pelanggan yang bermanfaat untuk
meningkatakan citra dan posisi perusahaan di pasar.
” Pelayanan yang baik akan dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang
semakin melekat erat dan pelanggan tidak berpaling pada perusahaan lain”
(Sugiarto dalam Lupiyoadi, 2006:42). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bagian konsep kepuasan pelanggan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan (Tjiptono, 2006:58),
Berdasarkan gambar 2.1 mengenai konsep kepuasan konsumen diketahui
bahwa tujuan dari perusahaan adalah memperoleh laba melalui produk atau jasa
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk bagi Konsumen
Harapan Konsumen terhadap Produk
Kebutuhan dan Keinginan Konsumen
Tingkat Kepuasan Konsumen
12
yang ditawarkan. Produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan nantinya memiliki
nilai bagi konsumen. Disisi lain konsumen memiliki kebutuhan dan keinginan
mendatangkan harapan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.
Kesesuaian antara kinerja perusahaan dan hasil produk atau jasa dapat
menciptakan kepuasan konsumen.
2.1.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Pelayanan yang baik menurut Sugiarto dalam Lupiyoadi (2006: 42) “dapat
menciptakan loyalitas pelanggan yang semakin melekat erat dan pelanggan tidak
berpaling pada perusahaan lain”. Ikatan emosional tersebut merupakan wujud dari
loyalitas yang ditunjukan konsumen kepada perusahaan sebagai bukti atas
kepuasan atas kinerja produk yang diterimanya.
Penjual atau produsen jasa perlu menguasai unsur-unsur :
a. Kecepatan
Kecepatan adalah waktu yang digunakan dalam melayani konsumen atau
pelanggan minimal sama dengan batas waktu standar pelayanan yang
ditentukan oleh perusahaan.
b. Ketepatan
Kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan para
pelanggan. Oleh karena itu, ketepatan sangatlah penting dalam pelayanan.
c. Keamanan
Dalam melayani para konsumen diharapkan perusahaan dapat memberikan
perasaan aman untuk menggunakan produk atau jasa.
13
d. Keramah tamahan
Dalam melayani pelanggan, karyawan perusahaan dituntut untuk
mempunyai sikap sopan dan ramah. Oleh karena itu, keramah tamahan
sangat penting apalagi pada perusahaan yang bergerak pada nidang jasa.
e. Kenyamanan
Rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Dengan
demikian perusahaan harus dapat memberikan rasa nyaman pada konsumen.
Hal ini berbeda dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan yang disampaikan oleh Kuswandi (2004:17) yang terdiri dari:
a. Mutu produk atau jasa
Yaitu mengenai mutu produk atau jasa yang lebih bermutu diluhat dari
fisiknya.
b. Mutu pelayanan
Berbagai jenis pelayanan akan selalu dikritik oleh pelanggan, tetapi bila
pelayanan memenuhi harapan pelanggan maka secara tidak langsung
pelayanan dikatakan tidak bermutu. Contohnya pelayanan pengaduan
pelanggan yang segera diatasi atau diperbaiki bila ada yang rusak.
c. Harga
Harga adalah hal yang paling sensitive untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan. Pelanggan akan cenderung memilih produk atau jasa yang
memberikan penawaran harga lebih rendah dari yang lain.
14
d. Waktu Penyerahan
Maksudnya bahwa baik pendistribusian maupun penyerahan produk atau
jasa dari perusahaan bisa tepat waktu dan seseuai dengan perjanjian yang
telah disepakati.
e. Keamanan
Pelanggan akan merasa puas bila produk atau jasa yang digunakan ada
jaminan keamanannya yang tidak membahayakan pelanggan tersebut.
2.1.4. Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Kepuasan konsumen merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk memperkirakan umpan balik yang akan dilakukan oleh
konsumen pada masa yang akan dating setelah mengkonsumsi produk yang
ditawarkan oleh perusahaan. Selain itu pengukuran kepuasan konsumen dapat
dijadikan sebagai bahan masukan perusahaan untuk mengembangkan strategi
peningkatan mutu yang akan dilakukan agar sesuai dengan harapan konsumen.
Kotler (1997:67) mengidentifikasikan 4 metode untuk mengukur kepuasan
konsumen, yaitu sebagai berikut :
1. System keluhan dan saran
Yaitu perusahaan member kesempatan kepada konsumen untuk
mengutamakan saran maupun keluhan yang dirasakan. Misalnya dengan
menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan lain-lain.
15
2. Ghost Shopping
Yaitu mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai pembeli. Pada
perusahaan pesaing, guna mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
perusahaan pesaing tersebut.
3. Lost Customer Analysis
Yaitu dengan cara menghubungi pengguna jasa-pengguna jasa yang telah
berhenti membeli untuk mengetahui mengapa hal itu bisa terjadi.
4. Survey Kepuasan Konsumen
Pada dasarnya kepuasan konsumen dapat tercapai apabila kebutuhan,
keinginan, dan harapan konsumen terpenuhi. Dengan mengetahui apa yang
diinginkan oleh konsumen, akan memudahkan perusahaan dalam
mengkonsumsikan produknya kepada target konsumennya.
Menurut Tjiptono (2003), “ada enam konsep inti yang memiliki
kesamaan diantara beragamnya cara mengukur kepuasan pelanggan”, yaitu :
1. Kepuasan Pelanggan Keseluruhan (Overall Customer Satisfction)
Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan
adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka
dengan produk atau jasa spesifik yang ditawarkan. Biasanya, ada dua bagian
dalam proses pengukurannya yaitu mengukur tingkat kepuasan konsumen
terhadap produk yang bersangkutan, menilai dan membandingkannya
dengan tingkat kepuasan konsumen keseluruhan terhadap produk dan atau
jasa para pesaing.
16
2. Dimensi Kepuasan Pelanggan
Berbagai penelitian memilah kepuasan konsumen atau pelanggan
kedalam komponen-komponennya. Umumnya proses semacam itu terdiri
atas empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci
kepuasan konsumen atau pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai
produk atau jasa berdasarkan item-item spesifik seperti kecepatan layanan
atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai
produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Dan
keempat, meminta para pelanggan atau konsumen untuk menentukan
dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai
kepuasan pelanggan keseluruhan.
3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Expectations)
Yaitu kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan konsumen
dengan pelayanan yang diberikan. Dalam hal ini akan lebih ditekankan pada
service quality yang memiliki komponen berupa harapan pelanggan akan
pelayanan yang diberikan (seperti : kebersihan lokasi, kecepatan pelayanan,
keramahan/ kesopanan karyawan).
4. Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent)
Yaitu kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan
menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan kembali
jasa yang telah diberikan. Pelayanan yang berkualitas dapat menciptakan
kepuasan konsumen dimana mutu pelayanan tersebut akan masuk kebenak
konsumen sehingga dipersepsikan baik.
17
5. Kesediaan Untuk Merekomendasi (Willingness to Recommend)
Yaitu kesedian untuk merekomendasi produk kepada teman atau
keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan
ditindaklanjuti. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan, sehingga melalui kepuasan itu konsumen akan melakukan
pembelian jasa atau memutuskan untuk menggunakan jasa dan pada
akhirnya akan merekomendasikan hal itu kepada orang lain.
6. Ketidakpuasan Pelanggan (Customer Dissatisfaction)
Yaitu menelaah aspek-asek yang digunakan untuk mengetahui
ketidakpuasan pelanggan, meliputi:
(a) Complain
(b) Retur atau pengembalian produk
(c) Biaya garansi
(d) Recall
(e) Word of mouth negatif
(f) Defections
2.1.5 Model Konseptual Kepuasan Pelanggan
Di tengah masyarakat yang semakin peduli akan kualitas, layanan prima
menjadi salah satu kunci dalam keberhasilan bisnis. Apabila konsumen diberikan
layanan yang baik maka konsumen akan puas dan apabila puas mereka akan
menjadi konsumen yang loyal. Produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah
18
produk atau jasa yang dapat memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen
sampai pada tingkat cukup. Dalam konteks teori perilaku konsumen, ”kepuasan
lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah
mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Jika kinerja berada di
bawah harapan, konsumen tidak puas. Jika kinerja melebihi harapan, konsumen
amat puas atau senang” (Kotler, 2006: 43).
Kepuasan yang tinggi atau kesenangan cenderung akan menyebabkan
konsumen berperilaku positif, terjadinya kelekatan emosional terhadap merek, dan
juga preferensi rasional sehingga hasilnya adalah kesetiaan (loyalitas) konsumen
yang tinggi. Saat ini banyak bisnis jasa yang mulai memperhatikan kualitas
layanan. Dengan adanya service quality maka kualitas layanan dapat dipantau dan
disesuaikan dengan yang diharapkan oleh konsumen. Selain itu, dalam usaha
menghadapi persaingan, perusahaan harus memiliki strategi yang lebih baik
dibanding pesaing yang ada. Terdapat beberapa model Konseptual Kepuasan
Pelanggan, yaitu:
1. Model dikonfirmasi harapan (Expentancy disconfirmation Model)
Model ini mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai “evaluasi yang
memberikan hasil dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama
baiknya (sesuai) dengan yang diharapkan.
19
Gambar 2.2 Pembentukan Kepuasan / Ketidakpuasan (Tjiptono, 2005:357)
2. Model Equity Theory
Pada model tradisional equity theory (keadilan distributif) setiap orang
menganalisis pertukaran antara dirinya dengan pihak lain guna mengetahui
sejauhmana pertukaran tersebut adil. Pada konsep ini konsumen akan
berusaha membandingan antara pengorbanan yang dilakukannya dengan hasil
yang diperoleh.
3. Model Attribution Theory
Attribution Theory mengidentifikasikan proses yang dilakukan
seseorang dalam menentukan penyebab aksi/tindakan dirinya, orang lain, dan
Pengalaman/Produk/Merk Sebelumnya
Evaluasi Terhadap Kinerja Aktual merk bersangkutan
Harapan terhadap kinerja seharusnya merk tertentu
Evaluasi Kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan dan kinerja
Kinerja Melampaui harapan
Kinerja tidak terlalu beda dengan Harapan
Kinerja gagal memenuhi harapan
Konfirmasi
Harapan
Ketidakpuasan
Emosional Emosional
Ketidakpuasan
20
objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang bisa sangat mempengaruhi
kepuasan purna belinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi
memoderasi perasaan puas atau tidak puas. Lovelock, Peterson, dan Walker
dalam Tjiptono (2005:359) menyampaikan mengenai ketiga dimensi tersebut
yang terdiri dari:
a) Causal Attribution
Pada dimensi ini, jika terjadi kesalahan, pelanggan menilai siapa pihak
yang patut disalahkan. Jika pelanggan menyimpulkan bahwa
perusahaanlah yang salah, maka mereka akan sangat mungkin merasa
tidak puas. Sebaiknya apabila pelanggan membebankan sebagian
kesalahan pada diri mereka maka ketidakpuasan mereka cenderung
berkurang.
b) Control Attribution
Dalam tipe ini pelanggan menilai apakah insiden ketidakpuasan dalam
kendali pemasar atau tidak.
c) Stability Attribution
Bila terjadi service ecouter yang tidak memuaskan, pelanggan akan
menilai apakah kejadian itu mungkin terjadi kembali atau tidak. Jika
pelanggan menilai cenderung insiden itu bisa terulang lagi, maka
ketidakpuasan bisa bertambah besar.
4. Experentially-Based affective feelings
Pendekatan eksperiental berpandangan bahwa tingkat kepuasan
pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negative yang diasosiasikan
21
pelanggan dengan barang tau jasa tertentu setelah pembeliannya. Selain
pemahaman melakukan diskonfirmasi harapan, kepuasan konsumen juga
dipengaruhi oleh perasaan yang timbul setelah proses purna beli.
5. Assimilation-Contras Theory
Pada Assimilation-Contras Theory, terdapat kemungkinan bahwa
konsumen akan menerima penyimpangan (deviasi) dari ekspektasinya dalam
batas tertentu jika produk yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu berbeda
dengan apa yang diharapkan, oleh karena itu kinerja produk tersebut akan
diterima dan produk jasa yang bersangkutan akan dievaluasi secara positif
(dinilai memuaskan).
6. Oppenent Process Theory
Dalam Oppenent Process Theory konsumen yang pada mulanya
sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kejadian
atau kesempatan berikutnya. Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa
organisme akan beradaptasi dengan stimuli dilingkungannya, sehingga
stimuli berkurang intensitas sepanjang waktu.
7. Model Antesenden dan Konsekuensi Pelanggan
Antesenden kepuasan pelanggan meliputi ekspektasi pelanggan
(sebagai antisipasi kepausan), diskonfirmasi ekspektasi (ekspektasi berperan
sebagai pembanding untuk kinerja), kinerja, affect, dan equity (penilaian
konsumen terhadap keadilan distributif, prosedural dan intraksional.
Sedangkan konsekuensi kepuasan pelanggan diklasifikasikan menjadi tiga
22
kategori, yaitu perilaku complain, perilaku getok tular negative, dan minat
pembelian ulang.
Kotler (2000:42) berpendapat bahwa “konsep harapan pelanggan dan
kinerja perusahaan yaitu jika kinerja dibawah harapan, pelanggan tidak puas”.
Terdapat tiga level harapan pelanggan mengenai kualitas:
1. Level Pertama
Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, must
have, atau take it for granted. Pada tingkat ini konsumen hanya
mengharapkan kebutuhan dasarnya terpenuhi
2. Level Kedua
Harapan yang lebih tinggi dari level satu, dimana kepuasan dicerminkan
dengan penemuan persyaratan atau spesifikasi.
3. Level Ketiga
Pada level ini konsumen memiliki harapan yang lebih tinggi dengan
menuntut adanya suatu kesenangan (delighfulness) atau jasa yang begitu
bagusnya sehingga membuat mereka tertarik.
2.2. Kualitas Pelayanan
2.2.1. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan akan berdampak pada perilaku yang akan
dilakukan oleh konsumen pada proses pemenuhan kebutuhan berikutnya.
Kotler (2006: 83) mendefinisikan “pelayanan sebagai kegiatan atau manfaat
yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak
23
berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikan sesuatu”. Pelayanan juga
diartikan semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk, atau
konstruksi fisik, yang secara konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu
yang sama (simultan), nilai ditambah yang diberikannya dalam bentuk yang
secara prinsip intangible (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan)
bagi pembeli pertamanya.
Perspektif kualitas yaitu pendekatan yang digunakan untuk
mewujudkan kualitas suatu produk/jasa. David dalam Tjiptono (1996:52),
mengidentifikasikan adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa
digunakan, yaitu:
1) Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini, dipandang sebagai innate excellence,
dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan
dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia
seni, misalnya seni musik, seni drama, seni tari, dan seni rupa. Meskipun
demikian suatu perusahaan dapat mempromosikan produknya melalui
pernyataan-pernyataan maupun pesan-pesan komunikasi seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan
wajah (kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-
lain. Dengan demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu
perusahaan sulit sekali menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar
manajemen kualitas.
24
2) Product-based Approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik
atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam
kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut
yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan, dan preferensi individual.
3) User-based Approach
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung
pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan
preferensi seseorang (misalnya perceived quality) merupakan produk yang
berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini
juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama
dengan kepuasan maksimum yang dirasakannya.
4) Manufacturing-based Approach
Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan
praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan
kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (conformance to
requirements). Dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat
operations-driven. Pendekatan ini berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang
dikembangkan secar internal, yang seringkali didorong oleh tujuan
peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi yang menentukan
25
kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen
yang menggunakannya.
5) Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai “affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk
yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa
yang paling tepat dibeli (best-buy).
Konsep kualitas dalam pemasaran menurut Lupiyoadi (2006:170) “ tidak
terlepas dari penerapan manajemen kualitas ISO 9001”. Unsur konsumen tampak
dengan jelas dalm interkasi semua kualitas jasa dari identifikasi keinginan
konsumen sampai pada pemenuhan persyaratan konsumen.. Tujuan akhirnya
adalah memenuhi harapan pelanggan sebagai konsumen perusahaan jasa.
Kualitas pelayanan akan sangat bergantung pada pendekatan system
manajemen kualitas yang mampu menjamin bahwa kebutuhan konsumen jasa
dapat dipenuhi oleh penyedia jasa. Umpan balik dari konsumen merupakan akan
menjadi dasar bagi pengembangan system manajemen kualitas jasa. Perusahaan
jasa harus mampu mengembangkan system evaluasi dari pelanggan yang
menggunakan jasanya, dan melaksanakan system manajemen didokumentasikan
dalam panduan kualitas, prosedur, instruksi kerja, serta formulir rekaman.
“Pelaksanaan dokumentasi ini menunjukan penerapan system kualitas perusahaan
telah terstruktur secara efektif” (Lupiyoadi, 2006:172). Dalam membahas
26
kepuasan konsumen tidak bisa lepas dan ada kaitannya dengan kualitas pelayanan
jasa. Kualitas pelayanan jasa terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan mereka.
Kualitas pelayanan menurut Lovelock (1998) dalam (Tjiptono, 2004:59)
adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendaliannya atas tingkat
keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, ada dua faktor utama
yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu harapan pelanggan
(expectation) dan kinerja yang dirasakan konsumen (performance).
Apabila pelayanan jasa yang diterima atau dirasakan sesuai yang
diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan jasa dianggap baik dan
memuaskan. Sebaliknya jika pelayanan jasa yang diterima lebih rendah dari pada
yang diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan buruk.
Dengan demikian baik dan tidaknya kualitas pelayanan perusahaan tergantung
pada kemampuan perusahaan untuk menyediakan jasanya dalam memenuhi
harapan konsumen secara konsisten.
2.2.2. Konsep Kualitas Pelayanan
Kepuasan konsumen tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan kualitas
pelayanan. Kualitas pelayanan terpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaian jasa untuk mengimbangi
harapan konsumen. Kualitas jasa menurut Parassuraman, Zeithalm dan Berry
(1998) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006:181) “dapat didefinisikan sebagai
27
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan
yang mereka terima”. Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan
kualitas perusahaan, kualitas pelayanan menurut John Sviokla dalam Lupiyoadi
dan Hamdani ( 2006:181)., “adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan”.
Setiap perusahaan memberikan perhatian pada kualitas layanan karena hal
ini merupakan faktor yang sangat penting dalam hubunganya dengan kepuasan
konsumen. Kualitas layanan adalah hasil perbandingan antara harapan dan
persepsi konsumen terhadap layanan yang diterima dari perusahaan. Kualitas
layanan yang sempurna dapat tercapai apabila harapan-harapan konsumen dapat
dipenuhi oleh layanan yang diberikan oleh perusahaan. Kualitas pelayanan
sangat dipengaruhi oleh harapan konsumen. Harapan konsumen dapat bervariasi
dari konsumen lain walaupun pelayanan yang diberikan konsisten.
Kualitas mungkin dapat dilihat sebagai suatu kelemahan kalau konsumen
mempunyai harapan yang terlalu tinggi, walaupun dengan suatu pelayanan yang
baik. Kualitas pelayanan merupakan dasar bagi pemasaran jasa, karena inti produk
yang dipasarkan adalah suatu kinerja, dan kinerjalah yang dibeli oleh pelanggan,
oleh karena itu kualitas kinerja pelayanan merupakan dasar bagi pemasaran jasa.
Konsep pelayanan yang baik akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk
bersaing dalam merebut konsumen.
Dari definisi-definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah tingkat keunggulan pelayanan yang dapat memenuhi keinginan
konsumen / pelanggan yang diberikan oleh suatu organisasi.
28
2.2.3. Dimensi Kualitas Pelayanan Jasa
Lovelock (2002:100) mengemukakan bahwa “konsumen mempunyai
kriteria yang pada dasarnya identik dengan beberapa jenis jasa yang memberikan
kepuasan kepada para pelanggan”. Kriteria tersebut adalah:
1. Daya Tanggap (Responsiveness)
Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa
dengan cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
2. Keandalan (Realibility)
Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang
dijanjikan.
3. Empati (Empathy)
Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen
dan mengerti kebutuhan konsumen.
4. Jaminan (Assurance)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa
percaya diri.
5. Keberwujudan (Intangibelity)
Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi.
A ralated theory to customer satisfaction that has been adapted by Bartlett
and han (2007) in customer satisfaction is the SERVQUAL model by
Parasuraman, Zeithaml & Berry (1991). This model indicates that there are
five demensions used in measuring customer service quality. The
29
demensions included in this model are tangible, reliability, responsiveness,
empathy and assurance.
Parassuraman, Zeithaml dan Berry (1998) dalam Lupiyoasi dan Hamdani
(2006:182) dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL (service quality)
menyimpulkan bahwa “terdapat lima karakteristik yang digunakan pelanggan
dalam mengevaluasi kualitas jasa yang nantinya akan menjadi kriteria sebagai
faktor penentu kepuasan pelanggan”.
Lima karakteristik SERVQUAL (service quality) tersebut adalah:
1. Daya Tanggap ( responsiveness )
Daya tanggap menurut Kotler (1994:561) “ merupakan kemampuan
untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Daya
tanggap merupakan suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas”. “Membiarkan konsumen menunggu
tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negative
dalam kualitas pelayanan” (Lupiyoadi, 2001:148).
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadika indikator untuk
mengukur kepuasan pasien pada faktor daya tanggap adalah sebagai berikut :
a. Kesediaan memberikan informasi
b. Kesigapan pegawai dalam menangani pasien
c. Pelayanan terhadap pengaduan pasien
30
2. Keandalan ( reliability )
Kehandalan menurut Kotler (1994:561) “yaitu kemampuan untuk
melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya”. Kehandalan
adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya. “Kinerjanya harus sesuai dengan
harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk
semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik, dan dengan akurasi yang
tinggi” (Lupiyoadi, 2001:148).
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk
mengukur kepuasan pasien pada faktor keandalan adalah sebagai berikut :
a. Kenyamanan ruangan
b. Kecepatan pelayanan
c. Kesesuaian pelayanan dengan janji yang ditawarkan
3. Empati ( empathy )
Empati menurut Kotler (1994:561) “adalah syarat untuk peduli,
memberi perhatian pribadi bagi pelanggan”. Empati adalah memberikan
perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan
kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan
tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta
memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
“Organisasi jasa juga dapat memposisikan dirinya berdasar empati,
yang di bangun diatas kebutuhan konsumen akan perhatian. Yaitu berupa
31
perhatian individual, kemudahan akses, komunikasi yang baik dan
pemahaman kepada konsumen” (Yazid, 1999:113). “Dimensi ini juga sebagai
kriteria tingkat kepuasan karena menunjukan derajat tingkat perhatian yang
diberikan kepada pelanggan dengan kemudahan dalam mendapatkan
pelayanan, keramahan, dan kemampuan memahami kebutuhan konsumen”
(Aritonang, 2005).
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk
mengukur kepuasan pasien pada faktor empati adalah sebagai berikut :
a. Kemampuan pegawai berkomunikasi dengan pelanggan.
b. Sikap simpatik dari pegawai.
c. Pemahaman kebutuhan dan keinginan pelanggan.
4. Jaminan ( assurance )
Jaminan menurut Kotler (1994:561) “yaitu pengetahuan dan kesopanan
karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan (Assurance)”.
Jaminan merupakan pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan
para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan
kepada peusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain keamanan
dan kenyamanan peralatan, ketrampilan pegawai menangani gangguan
peralatan dan keramahan dan sopan santun pegawai (Lupiyoadi, 2001:148).
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk
mengukur kepuasan pasien pada faktor jaminan adalah sebagai berikut :
32
a. Keamanan dan kenyamanan peralatan.
b. Ketrampilan pegawai menangani gangguan peralatan.
c. Keramahan dan kesopanan pegawai kepada pasien.
5. Bukti Langsung ( tangibles )
Bukti langsung yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana da
prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi
jasa. Hal ini meliputi “fasilitas fisik (contoh : gedung, gudang, dan lain-lain),
kelengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta desain interior”
(Lupiyoadi, 2001:148).
Dimensi tangibles bisa juga menjadi fokus dari strategi posisi. Karena
tangibilitas khususnya lingkungan fisik, merupakan salah satu aspek
organisasi jasa yang dengan mudah terlihat oleh konsumen. “Maka penting
kiranya lingkungan fisik ini, apapun bentuknya harus di desain dalam cara
yang konsisten dengan strategi posisi. Ini harus demikian bahkan apabila
tangibles bukanlah fokus dari strategi posisi” (Yazid, 1999:113). Bukti fisik
Menurut Lupiyoadi (2001:148) “ adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal”. Bukti fisik menurut
Aritonang (2005) adalah “aspek-aspek nyata yang bisa dilihat dan diraba
mencakup kondisi fisik fasilitas, peralatan serta penampilan kerja pegawainya
sebagai penetu tingkat kepuasan pelanggan”
33
Sedangkan dalam penelitian ini yang dijadikan indikator untuk
mengukur kepuasan pasien pada faktor bukti langsung adalah sebagai berikut:
a. Fasilitas fisik gedung
b. Kelengkapan dan kualitas peralatan
c. Desain interior
Dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parassuraman,
Zeithaml dan Berry tersebut berpengaruh pada harapan pelanggan dan kenyataan
yang mereka terima. Jika pelayanan yang mereka terima kurang dari harapan
maka pelanggan kecewa, jika pelayanan sepadan dengan harapan maka pelanggan
akan puas, jika pelanyanan melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas
atau sangat senang.
Dimensi kualitas jasa diatas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis
untuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara harapan
pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Harapan pelanggan sama dengan
keinginan pelanggan yang ditentukan oleh pengalaman pembelian sebelumnya,
nasihat teman dan kolega, serta janji dan informasi pemasar dan para pesaingnya.
Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya.
2.2.4. Gap Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh
perusahaan agar dapat tercapai kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan memiliki
hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen.. Dalam jangka panjang ikatan
ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan
34
konsumen serta kebutuhannya. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan
kepuasan konsumen dan pada gilirannya kepuasan tersebut dapat menciptakan
kesetiaan/loyalitas konsumen. Dengan tercapainya kualitas layanan yang
sempurna akan mendorong terciptanya kepuasan konsumen karena kualitas
layanan merupakan sarana untuk mewujudkan kepuasan konsumen. Kualitas
layanan dapat diwujudkan dengan memberikan layanan kepada konsumen dengan
sebaik mungkin sesuai dengan apa yang menjadi harapan konsumen.
Ketidakpuasan pada salah satu atau lebih dari dimensi layanan tersebut tentunya
akan memberikan kontribusi terhadap tingkat layanan secara keseluruhan,
sehingga upaya untuk meningkatkan kualitas layanan untuk masing-masing
dimensi layanan harus tetap menjadi perhatian.
Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi
mengenai kualitas pelayanan (Tjiptono, 2002:80) adalah sebagai berikut :
1. Gap Pesepsi Manajemen
Yaitu adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa
dan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini
terjadi karena kurangnya orientasi penelitian pemasaran, pemanfaatan yang
tidak memadai atas temuan penelitian, kurangnya interaksi antara pihak
manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah ke atas yang kurang
memadai, serta terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
2. Gap Spesifikasi Kualitas
Yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna
jasa dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak
35
memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai
ketidaklayakan, tidak memadainya standarisasi tugas, dan tidak adanya
penyusunan tujuan.
3. Gap Penyampaian Pelayanan
Yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa
(service delivery). Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor:
(1) Ambiguitas peran, yaitu sejauhmana pegawai dapat melakukan tugas
sesuai dengan harapan manajer tetapi memuaskan pelanggan.
(2) Konflik peran, yaitu sejauhmana pegawai meyakini bahwa mereka tidak
memuaskan semua pihak.
(3) Kesesuaian pegawai dengan tugas yang harus dikerjakan.
(4) Kesesuaian teknologi yang digunakan pegawai.
(5) System pengendalian dari atasan, yaitu tidak memadainya system
penilaian dan system imbalan.
(6) Perceived control, yaitu sejauhmana pegawai merasakan kebebasan atau
fleksibelitas untuk menentukan cara pelayanan.
(7) Teamwork, yaitu sejaumana pegawai dan manajemen merumuskan tujuan
bersama di dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama dan
terpadu.
4. Gap Komunikasi Pemasaran
Yaitu kesenjangan antara penyampai jasa dan komunikasi eksternal.
Ekspektasi pelanggan mengenai kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
36
pernyataan yang dibuat oleh perusahaan melalui komunikasi pemasaran.
Kesenjangan ini terjadi karena :
(1) Tidak memadainya komunikasi horizontal
(2) Adanya kecenderungan untuk memberikan janji yang berlebihan
5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan
Adalah perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan yang diharapkan
oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan
memperoleh citra dan dampak positif. Namun, bila yang diterima lebih
rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan
permasalahan bagi perusahaan.
37
Gambar 2.3 Model Gap Kualitas Pelayanan Sumber : Parasuramman, Zeithaml, dan Berry dalam Yamit (2001:34).
Komunikasi dari mulut ke mulut
Persepsi perusahaan atas harapan konsumen
Harapan konsumen terhadap pelayanan
Persepsi konsumen terhadap pelayanan
Cara pelayanan
Disain pelayanan dan Standar pelayanan
Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lalu
Komunikasi perusahaan dengan
konsumen
Gap 5
Gap 3
Gap 2
Gap 4
Gap 1
PERUSAHAAN
38
2.3. Tarif
Menurut Fandy Tjiptono (2001) tarif menunjukkan kualitas merek dari suatu
jasa, dimana konsumen mempunyai anggapan bahwa tarif yang mahal biasanya
mempunyai kualitas yang baik.
Tarif atau harga merupakan salah satu faktor penentu dalam pemilihan
merek yang berkaitan dengan keputusan membeli konsumen. Ketika memilih
diantara merek-merek yang ada konsumen akan mengevaluasi harga secara tidak
absolut akan tetapi dengan membandingkan beberapa standar harga sebagai
referensi untuk melakukan transaksi pembelian.
Doyle dan Saunders (1985) menemukan bukti empiris bahwa dengan cara
mengurangi harga maka akan meningkatkan ancaman ketika harganya akan
dinaikkan. Faktor lain yang menunjukkan bahwa konsumen juga
mempertimbangkan harga yang lalu dan bentuk pengharapan pada harga di masa
yang akan datang yang mungkin tidak optimal, apabila konsumen menunda
pembelian di dalam mengantisipasi harga yang lebih rendah di masa mendatang.
Namun penurunan harga pada merek berkualitas menyebabkan konsumen akan
berpindah pada merek lain, akan tetapi penurunan harga pada merek yang
berkualitas rendah tidak akan menyebabkan konsumen berpindah pada merek
yang lain dengan kualitas yang sama. Dan biasanya konsumen mempelajari
informasi harga dengan dua cara, yaitu dengan disengaja atau intentional dan
secara kebetulan atau insidental. Cara belajar secara disengaja berhubungan
dengan pencarian yang aktif dan penghafalan harga yang ada, khususnya bagi
merek-merek tertentu. Belajar secara insidental termasuk di dalamnya
39
perbandingan secara jelas akan harga sekarang dengan harga sebelumnya yang
disimpan dalam ingatan.
Jadi harga juga merupakan variabel penting yang digunakan oleh konsumen
karena berbagai alasan, baik karena alasan ekonomis yang akan menunjukkan
bahwa harga yang rendah atau harga yang selalu berkompetisi merupakan sala
satu variabel penting untuk meningkatkan kinerja pemasaran, juga alasan
psikologis dimana harga sering dianggap sebagai indikator kualitas dan oleh
karena itu penetapan harga sering dirancang sebagai salah satu instrumen
penjualan sekaligus sebagai instrumen kompetisi yang menentukan.
Persepsi harga merupakan proses penginderaan oleh konsumen tentang
harga suatu produk dengan mencoba membandingkan harga produk sejenis serta
fasilitas yang didapat dari produk tersebut.
Pengaruh harga memberikan gambaran baru tentang strategi komunikasi
dan pemasaran untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Rumusan harga untuk
kepuasan dikemukakan secara luas, bahwa ada dua prinsip mekanisme harga,
yaitu potensial menandai kualitas dari sebuah produk. Penjualan produk
berkualitas tinggi kemungkinan dapat ditandai oleh tingginya kualitas produk
berdasarkan harga yang tinggi pula. Jika hubungan antara biaya tinggi dan
kualitas tinggi diketahui, konsumen dapat menduga dari harga yang tinggi bahwa
produk itu berkualitas tinggi. Xie dan Shugan (2000) mengungkapkan bahwa
konsumen yang baru lebih sensitive dalam perbandingan harga daripada
konsumen yang lama dalam waktu melakukan transaksi pembelian. Hal inilah
yang kadang menciptakan kesempatan untuk membedakan harga bagi pendatang
baru dikaitkan dengan harga yang sangat sensitive.
40
2.4. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian tentang kepuasan pelanggan telah banyak dilakukan,
antara lain :
(1) Penelitian yang dilakukan oleh Hendry (2009) dengan “Pengaruh Kualitas
Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pasien Pada Rumah Sakit
Islam Nahdlatul Ulama Demak”. Variabel independent dalam penelitian
ini adalah tangible (bukti fisik), realibilty (keandalan), responsiveness
(daya tanggap), assurance (jaminan), dan empathy (empati). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pada dimensi
tangible, realibilty, responsiveness, assurance dan empathy masuk pada
kriteria sangat diharapkan. Konsumen memiliki penilaian baik pada kelima
dimensi kualitas layanan. Penilaian tertinggi berturut-turut terdapat pada
dimensi tangible, realibilty, responsiveness, assurance dan empathy.
(2) Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Guntur SW dan Bambang
Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Servive
Quality terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi Pada PDAM Kota
Surakarta)”. Variabel Independent dalam penelitian ini adalah
responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), tangible (bukti fisik),
empathy (empati), reliability (keandalan). Jumlah sampel dalam penelitian
ini sebanyak 60 pelanggan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode
acak bertingkat (stratifiel Random Sampling). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel dimensi service quality yaitu responsiveness,
assurance, tangible, empathy dan realibility berpengaruh positif dan
41
signifikan terhadap kepuasan pelanggan PDAM Kota Surakarta. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima, pengaruhnya yang
paling besar adalah variabel responsiveness diikuti empathy, tangible,
assurance, dan reliability terhadap kepuasan pelanggan.
(3) Penelitian yang dilakukan oleh Dayang Nailul Munna Abang Abdullah
dan Francine RoZario (2009) melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Kualitas Layanan dan Produk Terhadap Kepuasan Pelanggan:
Studi Kasus di Kafetaria Staf di Industri Hotel”. Variable independent
dalam penelitian ini adalah tempat atau suasana, kualitas makanan, dan
kualitas pelayanan . Variabel dependentnya adalah kepuasan konsumen.
149 responden dari salah satu hotel terkemuka di Kuala Lumpur Malaysia
dipilih sebagai sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tempat atau suasana (r = 0,563, p =
0,000) dan kualitas pelayanan ( r = 0,544, p = 0,000) dengan kepuasan
pelanggan.
(4) Penelitian yang dilakukan oleh Budianto Subroto dan Freddy Seven Putra
(2008) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Retailing Mix dan
Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen dan Dampak mereka
untuk Intention Perilaku (Studi kasus “Hypermart” Bandung Indah Plaza,
Bandung). Variable independent dalam penelitian ini adalah retailing mix
dan kualitas pelayanan. Variabel dependennya adalah kepuasan
konsumen. Populasi dan sampel dalam Penelitian ini adalah pengunjung
Hypermart sejumlah 252. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
42
sebagian besar konsumen mempunyai persepsi dalam hal campuran ritel
secara keseluruhan, dan ini dapat dianggap berjalan dengan baik seperti
lokasi yang strategis, memiliki berbagai produk, standar yang ditetapkan
tinggi, pengaturan harga yang sesuai dengan kualitas produk, dan iklan
yang memberikan keuntungan kepada pelanggan. Demikian pula, kualitas
pelayanan juga baik kepada pelanggan, menghasilkan kepuasan pelanggan
yang akibatnya mempengaruhi niat perilaku masa depan.
(5) Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti, M, dkk (2006) yang berjudul
pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan mahasiswa Universitas
Widyatama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan mahasiswa
2.5. Kerangka Pemikiran
.
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Kepuasan pasien akan didapatkan dengan membandingkan antara harapan
mahasiswa dan kenyataan yang diterima. Jika kinerja sepadan dengan harapan
Kualitas pelayanan (X1)
Tarif (X2)
Kepuasan mahasiswa
H1
H2
43
maka mahasiswa akan puas, jika kinerjanya melebihi harapan maka mahasiswa
akan sangat puas atau sangat senang.
2.6. Hipotesis peneilitian
H1 : Kualitas pelayanan memiliki pengaruh yang positif terhadap
kepuasan mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Semarang.
H2 : Tarif memiliki pengaruh yang negatif terhadap kepuasan mahasiswa
Program Studi D3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.
H3 : Kualitas pelayaan dan tarif secara bersama-sama memiliki pengaruh
positif terhadap kepuasan mahasiswa Program Studi D3
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang.