Gerald J. Tampi 752011042| 8
BAB II
LANDASAN TEORI
Teori pokok merupakan perangkat inti dalam pembahasan ini adalah Nasionalisme.
kata ini biasanya berhubungan dengan identitas suatu bangsa serta ideologi yang tidak lain
merupakan ilmu yang membentuk pola pikir manusia. Untuk itu pada bab ini, pembahasan
Nasionalisme hanya sebatas pada sejarah singkat dari nasionalisme, pandangan umum serta
pandangan daribeberapa sosiolog tentang nasionalisme, nasionalisme sebagai identitasdan
nasionalisme sebagai ideologi.
A. Sejarah Nasionalisme
Nation berasal dari bahasa Latin natio, yang dikembangkan dari kata nascor (saya
dilahirkan), maka pada awalnya nation (bangsa) dimaknai sebagai “sekelompok orangyang
dilahirkan di suatu daerah yang sama” group of people born ini the same place.1Nasionalisme
sendiri lahir dalam suasana kebencian kosmopolitanisme yang mencuatkan kemarahan orang-
orang Jerman dan negara Eropa lainnya yang merasa termarjinalkan dalam kerangka
rasionalisme universalistik Pencerahan Perancis. Penyebaran gagasan nasionalis ke Eropa
Barat dan sekitarnya, yang mengakibatkan adanya berbagai macam masyarakat yang sangat
berbeda tidak terhindarkan untuk saling berinteraksi, akhirnya menimbulkan berbagai
kesulitan. Dari sinilah muncul gagasan nasionalis, para guru, wartawan, pendeta, dan
cendikiawan lainnya, mereka menemukan identitas untuk masa kini dan masa depan.
Sebagian diantara mereka mulai menulis bahasa-bahasa yang semula hanya dituturkan secara
lisan; sementara yang lain menyusun bahan bacaan kesusasteraan dan mengungkapkan
1Sutarjo Adisusilo, Nasionalisme – Demokrasi – Civil Society, Jurnal Iman, Ilmu, Budaya. vol. 3.
(Sept. 2002), 4.
Gerald J. Tampi 752011042| 9
sejarah yang sebenarnya. Opera dan novel pada waktu itu merupakan sarana-sarana yang
paling disukai untuk menyebarluaskan semangat nasionalis. Aspek politik dari berbagai
usaha ini meraih keberhasilan besar dengan ditandatanganinya Perjanjian Versailles pada
tahun 1918, yang menetapkan Eropa dalam kerangka prinsip menentukan diri sendiri sebagai
bangsa.2
Di belahan dunia yang lain, yaitu Afrika dan Asia, gagasan-gagasan nasionalis ini
menyulut berbagai gerakan mengganti kekuasaan Eropa dengan pemerintahan dari bangsa
bersangkutan termasuk Indonesia. Tetapi karena hanya ada sedikit bangsa yang memenuhi
syarat dikawasan ini, maka calon-calon negara pengganti yang dibentuk berdasarkan beragam
prinsip itu menyatakan kemerdekaan agar bisa memulai proses homogenisasi budaya yang
diharapkan bisa mengarah pada terjadinya pembentukkan kebangsaan. Para pakar politik
sering mendapati penjelasan yang menarik dalam nasionalisme karena di dalamnya
menjanjikan penjelasan mengenai sebab-sebab konflik yang tersembunyi di antara berbagai
kelompok etnik. Dalam hal ini, nasionalisme bukan keyakinan melainkan kekuatan yang bisa
menggerakkan sekumpulan orang melakukan perbuatan sekaligus menganut suatu keyakinan.
Dari hal ini nasionalisme sebaiknya dianggap sebagai seperangkat gagasan dan sentimen
yang secara lentur merespon, dasawarsa demi dasawarsa, situasi-situasi baru seperti situasi-
situasi sulit yang memungkinkan rakyat menemukan jati dirinya.3
B. Tinjauan Nasionalisme
Nasionalisme telah memiliki daya tarik tersendiri bagi para sosiolog, namun daya
tarik itu muncul, bukan karena tema nasionalisme itu sendiri, melainkan karena topik
nasionalisme telah menumbuhkan suatu agenda besar yang selama ini menjadi perhatian para
sosiolog yaitu transformasi besar yang dialami umat manusia dari masyarakat pra-modern
2Adam Kuper & Jessica Kuper, The Social Sciences Encylopedia, terj. Haris Munandar, et.al,
Ensklopedia ilmu-ilmu sosial, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2000), 694-695. 3Ibid.,695.
Gerald J. Tampi 752011042| 10
dan masyarakat pra-industri menuju masyarakat modern dan masyarakat industri. John
Breuilly, dalam bukunya yang berjudul Nationalism and The State, mengkategorikan
Nasionalisme sebagai bentuk dari politik. Tema “Nasionalisme” digunakan untuk pergerakan
politikal dalam mencari atau mempraktekkan kekuatan Negara dan keadilan dengan
pemikiran para nasionalis.4Selain itu, menurut Boyd Shafer nasionalisme itu memiliki multi
makna, hal tersebuttergantung pada kondisi objektif dan subjektif dari setiap bangsa. Oleh
sebab itunasionalisme dapat bermakna sebagai berikut:
1. Nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa atau budaya yang sama,
maka dalam hal ini nasionalisme sama dengan patriotisme.
2. Nasionalisme adalah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan
prestise bangsa.
3. Nasionalisme adalah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur,
kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang
kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk
bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.
5. Nasionalisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa bangsanya sendiri harus
dominan atau tertinggi di antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak agresif.5
Dari konteks ini dapat dilihat bahwa, para sosiolog sebenarnya hanya ingin
mengembangkan suatu teori yang lebih umum tentang masyarakat. Sejak awal kemunculan
sosiologi, sebenarnya para pendiri sosiologi seperti Marx membahas, nasionalisme dalam
kaitan dengan sejarah perjuangan kelas dalam kehidupan umat manusia, kemudian Weber
meletakkan nasionalisme sebagai instrumen politik, dan juga Durkheim melihat nasionalisme
dan negara sebagai organ dari disiplin moral. Namun dari kesemuannya itu, mereka tidak
4John Breuilly, Nationalism and The State, (Chicago: The University of Chicago Press, 1994), 2. 5Sutarjo Adisusilo, Nasionalisme – Demokrasi – Civil Society, 5-6.
Gerald J. Tampi 752011042| 11
pernah menjadikan nasionalisme sebagai topik dalam pusat kajian mereka. Seiring dengan
berjalannya waktu, beberapa tahun kemudian para ilmuwan sosial mulai melihat dan
mengkaji topik nasionalisme secara lebih serius. Khususnya sejak berakhirnya pendudukan
negara-negara Eropa dan Jepang terhadap negara-negara Asia dan Afrika di tahun 1950an,
kajian tentang nasionalisme menjadi sangat intensif dilakukan. Dalam melihat kajian-kajian
tentang nasionalisme, penulis melihat beberapa definisi umum dari nasionalisme serta
pandangan beberapa sosiolog yang telah mengkaji nasionalisme secara mendalam seperti:
Anthony Smith, Benedict RO’G Anderson, Hans Kohn dan Ernest Gellner.
B.1. Definisi umum Nasionalisme
Pada bagian ini, penulis mengambil definisi umum nasionalisme dari beberapa
sumber buku seperti ensklopedia dan kamus sosial, yaitu
Nasionalisme adalah keyakinan bahwa setiap bangsa mempunyai hak dan
kewajiban untuk membentuk dirinya sebagai negara.6
Nasionalisme merupakan bentuk dari konflik, integritas politik, pembaharuan
dan pendekatan dari suku,serta sebuah budaya baru yang diciptakan.7
Nasionalisme adalah kebangsaan; cinta akan tanah air; paham kebangsaan
(persatuan bangsa).8
Nationalism is a political creed that underlies the cohesion of modern
societies and legitimizes their claim to authority. Nationalis centers the
6Adam Kuper & Jessica Kuper, The Social Sciences Encylopedia, terj. Haris Munandar, et.al,
Ensklopedia ilmu-ilmu sosial, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2000), 694. 7George Ritzer (ed), Encyclopedia of Social Theory, (California: SAGE Publication, 2005), 520. 8Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Gita Media Press, 2006), 332.
Gerald J. Tampi 752011042| 12
supreme loyalty of the overwhelming majority of the people upon the nation-
state either existing or desired.9
B.2. Pandangan Para Sosiolog
B.2.1 Hans Kohn: Arti Penting Nasionalisme
Dalam buku yang berjudul nasionalisme dan sejarahnya, Hans Kohn mendefinisikan
nasionalisme sebagai salah satu kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Namun
nasionalisme itu sendiri, tidak sama pada setiap negara dan zaman, hal ini dikarenakan ide-
ide politik dan susunan masyarakat dari berbagai negara dimana nasionalisme ini berakar itu
berbeda. Nasionalisme memiliki bentuk-bentuk yang berbeda, hal tersebut dapat diketahui
melalui perkembangan dari nasionalisme tersebut. selain itu, nasionalisme juga memiliki
pengaruh serta sisi negatif dalam hal kemerdekaan umat manusia dan pemeliharaan
kedamaian. Pada akhir abad ke-18, makna dari nasionalisme semakin terkenal luas. Hal ini
terjadi karena peranan nasionalisme semakin tumbuh kuat dalam membentuk semua segi
kehidupan. Ini terlihat dari pergeseran makna “kesetiaan”. Jika dulu (sebelum akhir abad ke-
18) individu tunduk atau setia kepada pelbagai macam kekuasaan sosial, organisasi politik,
raja, suku, dinasti, dan gereja atau golongan keagamaan. maka pada akhir abad ke-18
“kesetiaan” itu berubah maknanya menjadi kesetiaan kepada negara yang meliputi bangsa.10
Tujuan dari nasionalisme digambarkan oleh Kohn sebagai bentuk penyatuan
perbedaan dalam sebuah negara. Maksudnya adalah bahwa individu-individu yang berada
pada sebuah negara, mau hidup saling berdampingan/bersama dengan individu-individu yang
berbeda (dalam hal suku, bahasa, agama dll). Kohn mengambil contoh rakyat Amerika
9David L. Sills ed. Internastional Encyclopedia of The Social Sciences, (New York: The macMillan
Company & The Free Press, 1972), 63. 10Hans Kohn, Nationalism, its Meaning and History, terj. Sumantri M. Nasionalisme Arti dan
Sejarahnya, (Jakarta: P.T. Pembangunan Jakarta, 1961), 11.
Gerald J. Tampi 752011042| 13
Serikat yang dapat bersatu walaupun mereka berbeda keturunan/bangsa. Atau rakyat Swiss
yang bisa bersatu walaupun mereka memakai 3-4 bahasa dalam kehidupan mereka.11 Tujuan
yang lain dari nasionalisme ini adalah untuk membina masyarakat sipil yang liberal dan
rasional, mewakili golongan tengah dan filsafat John Locke.12 Adapun faktor-faktor yang
membentuk terjadinya nasionalisme yang menurut Kohn berasal dari bangsa Ibrani, yaitu rasa
sebagai bangsa yang terpilih, penegasan bahwa memiliki kenangan yang sama mengenai
masa lampau dan harapan yang sama dimasa yang akan datang, serta wacana bangsa yang
mempunyai tugas khusus di dunia.13
Ada banyak manfaat dari nasionalisme,beberapa dari manfaat itu terdapat dalam
tulisan Kohn, diantaranya:
1. Terciptanya rasa ingin bersatu walaupun berbeda, hal ini dapat terlihat dari contoh
rakyat Amerika Serikat dan rakyat Swiss yang tetap bersatu walaupun mereka
menyadari mereka berbeda dalam hal keturunan/suku maupun bahasa. Hal ini terjadi
karena adanya kesadaran dan kemauan untuk dapat hidup bersama.14
2. Bahasa mendapatkan kedudukan yang baru, bahasa sebagai alat berkomunikasi,
mendapatkan tempat yang baru. Hal ini terjadi karena pengaruh dari gerakan
protestanisme yang dalam anjurannya, individu harus dapat membaca kitab Injil dan
menempatkan khotbah sebagai pusat kebaktian kepada Tuhan. Dari sinilah muncul
penerjemahan kitab Injil kedalam bahasa-bahasa daerah atau bahasa nasional.
Sehingga dapat diartikan nasionalisme sangat bermanfaat untuk memperkuat
kedudukan bahasa daerah dan nasional.15
11Ibid.,12 12Ibid.,37 13Ibid.,14 14Ibid.,12 15Ibid.,18
Gerald J. Tampi 752011042| 14
3. Adanya penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia, individu beserta
kemerdekaannya, kemuliaannya dan kebahagiaannya merupakan unsur-unsur asasi
dari semua kehidupan nasional.16
4. Rakyat menjadi pusat bangsa, keikut sertaan rakyat secara giat dan nyata sebagai
warga negara yang sama kedudukannya, yang dipersatukan oleh rasa persaudaraan
dan kesetiaan terhadap satu sama lainnya merupakan asas moral yang penting bagi
bangsa.17
Kohn menggambarkan nasionalisme sebagai gejala modern yang terjadi pada akhir
abad ke-18. Meskipun merupakan gejala modern, nasionalisme sebenarnya sudah
berkembang sejak zaman yang lampau. Akar-akar dari nasionalisme tumbuh diatas peradaban
barat yakni bangsa-bangsa Ibrani dan Yunani. Kedua bangsa ini dengan tegas menyatakan
perbedaan dengan bangsa-bangsa yang lainnya. Abad ke-17 dan ke-18, merupakan permulaan
nasionalisme dibarat, yang ditandai oleh adanya penghormatan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan.18 Pada abad ke-19 rasa kebangsaan ini berkembang dengan pesat di Eropa dan
Amerika dan di Afrika serta Asia, pada abad ke 20. Hal ini terjadi, karena adanya pemikiran
bahwa kebangsaan merupakan sumber kehidupan dari kebudayaan, pendidikan dan
pembentukkan watak.19
Kohn menyimpulkan bahwa nasionalisme merupakan suatu unsur yang berada
diseluruh dunia, nasionalisme bisa menjadi tenaga yang dapat memecahkan persatuan, untuk
melunakkannya diperlukan semangat liberal yang berupa toleransi dan kompromi atau
universalisme humaniter agama yang bersifat non-politik. Kencenderungan untuk
memberikan arti yang lebih besar terhadap kedaulatan nasional dan kekhususan budaya,
16Ibid.,22 17Ibid.,27 18Ibid.,18-19 19Ibid.,13.
Gerald J. Tampi 752011042| 15
membuat nasionalisme tidak bisa bekerja dengan baik dalam hal relasi antar masyarakat,
justru pada waktu kemajuan dalam lapangan ekonomi dan teknologi membuat bangsa-bangsa
semakin lama semakin saling membutuhkan dan bergantung satu sama lain.20
B.2.2 Anthony Smith : Alasan Hadirnya Nasionalisme
Anthony Smith menyoroti nasionalisme sebagai suatu istilah yang sampai abad ini
masih digunakan. Menurut Smith terdapat lima alasan mengapa istilah nasionalisme masih
digunakan sampai saat ini, yaitu:
1. Merupakan Proses Pembentukan dan Pertumbuhan Bangsa-Bangsa
Proses ini mencakup serangkaian proses yang lebih khusus dan acap-kali
membentuk objek nasionalisme dalam pengertian sempit.21
2. Merupakan Sentimen atau Kesadaran memiliki bangsa
Pada bagian ini Smith mengatakan orang bisa saja memiliki rasa kebangsaan
yang besar tanpa adanya simbolisme, gerakan atau bahkan ideologi bangsa.
Contohnya pada awal abad ke-16, himbauan Niccolo Machiavelli kepada
bangsanya yaitu bangsa Italia untuk bersatu melawan bangsa barbar dari utara,
tidak mendapatkan respon sama sekali dari bangsanya sendiri. Pada bagian
lain, Smith menjelaskan suatu kelompok dapat memperlihatkan tingginya
kesadaran sosial, tetapi kekurangan ideologi yang jelas bagi bangsa tersebut.
Dari beberapa pemaparannya pada bagian ini, Smith menyimpulkan terjadi
20Ibid.,110. 21Smith sangat hati-hati dalam menjelaskan alasan pertama, karena menurutnya alasan pertama ini
harus dikesampingkan ketika kita sudah masuk dalam istilah bangsa. Untuk itu, Smith lebih berfokus kepada
alasan 2-5. Anthony Smith, Nationalism, Theory, Ideology, History, Terj. Frans Kowa, Nasionalisme:
teori,ideologi, sejarah, (Jakarta: Erlangga, 2003), 7.
Gerald J. Tampi 752011042| 16
tumpang-tindih antara gerakan nasionalisme yang teroganisir dengan perasaan
kepemilikan nasional yang campur aduk.22
3. Merupakan Bahasa dan Simbolisme Bangsa
Menurut Smith bahasa dan simbolisme bangsa, layak mendapatkan perhatian
yang lebih. Alasannya adalah karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan.23 Ia
memberikan contoh bendera dan lagu kebangsaan. Warna, bentuk dan pola,
serta lirik dan musiknya, melambangkan kualitas khusus suatu bangsa yang
bentuk dan irama sederhananya dimaksudkan untuk membangkitkan suatu
perasaan yang unik mengenai sejarah atau takdir populasi yang dituju.
4. Merupakan Gerakan Sosial dan Politik
Disini Smith menyampaikan bahwa secara prinsip, nasionalisme tidak berbeda
dengan gerakan-gerakan lainnya dalam hal organisasi atau kegiatan, kecuali
dalam satu hal, yaitu penekanan pada pembentukkan dan representasi budaya.
Maksudnya menemukan dan membangkitkan kembali sejarah, seperti bahasa
daerah melalui disiplin-disiplin ilmu seperti filologi dan leksikografi. Smith
menggambarkan kebangkitan budaya dan sastra ini sebagai sebuah gerakan
nasionalisme.24
5. Merupakan Doktrin Bangsa Baik yang Umum dan Khusus
Nasionalisme memiliki kekhasan dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan
oleh ideologi nasionalis. Maksud Smith, ideologilah yang harus memberikan
suatu definisi kerja awal yang menyangkut istilah nasionalisme, karena
22Ibid.,7. 23Ibid.,8-9. 24Ibid.,8
Gerald J. Tampi 752011042| 17
kandungan dari istilah ini ditentukan oleh ideologi yang meletakkan bangsa di
dalam masalah dan tujuan utama, serta yang memisahkannya dari ideologi
yang berdekatan.25
Menurut Smith, tema utama dari nasionalisme adalah masalah yang mendominasi
bangsa. Nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa dipusat masalahnya dan
berupaya mempertinggi kebenarannya. Namun menurut Smith pernyataan ini belum
sempurna. Ia menyempurnakan dengan mengambil langkah yang lebih jauh, dalam
menetapkan sasaran utama sebagai tempat nasionalisme berupaya mempertinggi derajat
bangsa. Smith memberikan tiga sasaran umum dalam mencapai sasaran utama, yaitu otonomi
nasional, kesatuan nasional dan identitas nasional. Bagi para nasionalis, suatu bangsa tidak
dapat melangsungkan hidup jika tidak terdapat ke tiga sasaran ini dalam derajat yang
memadai. Untuk itu ketika ke 3 sasaran ini dapat tercapai, menurut Smith akan muncul
definisi kerja nasionalisme, yaitu suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan
mempertahankan otonomi, kesatuan dan identitas bagi suatu populasi yang sejumlah
anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual dan potensial.26
Smith menekankan definisi nasionalisme yang ia usulkan, mengasumsikan suatu
konsep bangsa, tetapi tidak menyatakan bangsa-bangsa lebih dahulu ada ketimbang
nasionalisme mereka. kata-kata bangsa yang potensial mencakup banyaknya situasi, dimana
suatu minoritas kecil kaum nasionalis yang memiliki konsep umum tentang bangsa yang
absatrak, berusaha mewujudkan agar bangsa itu menjadi ada (real). Smith mengatakan,
kerapkali kita menjumpai nasionalisme, namun tanpa bangsanya. Hal tersebut dapat dilihat
pada beberapa negara-negara pascakolonial seperti di Afrika dan Asia. menurut Smith,
nasionalisme tidak hanya terbatas pada pencapaian kemerdekaan belaka atau hanya untuk
25Ibid.,10 26Ibid.,10-11
Gerald J. Tampi 752011042| 18
sasaran-sasaran politik. Namun dalam prosesnya, nasionalisme akan mengejar sasaran
identitas nasional dalam tingkat-tingkat yang berbeda, dan selalu kembali kepada ide awal
dari bangsa itu sendiri.27
B.2.3 Benedict RO’G Anderson: Komunitas-Komunitas Terbayang
Gagasan ketiga mengenai nasionalisme disampaikan oleh Benedict RO’G Anderson.
Anderson merumuskan bangsa (nation) sebagai komunitas politis dan dibayangkan sebagai
sesuatu yang bersifat terbatas secara inheren sekaligus berkedaulatan.28 Gagasan Anderson
tentang bangsa menyangkut empat hal pokok: terbayang, terbatas, berdaulat dan komunitas.
1. Terbayang (imagined)
Bangsa adalah sesuatu yang terbayang (imagined) karena para anggota bangsa
terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan takkan kenal sebagian besar anggota lain, tidak
akan bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pula pernah mendengar
tentang mereka. Meski demikian, bangsa itu sendiri selalu dipahami sebagai
kesetiakawanan yang merasuk mendalam, dan melebar mendatar.29
2. Terbatas (limited)
Bangsa merupakan sesuatu yang pada hakikatnya bersifat terbatas (limited),
karena bangsa-bangsa paling besar pun, yang anggotanya mungkin semilyar manusia,
memiliki garis-garis perbatasan yang pasti meski elastis. Di luar perbatasan itu adalah
bangsa-bangsa lain. Tak satu bangsa pun membayangkan dirinya meliputi seluruh
27Ibid.,11-12. 28Benedict RO’G Anderson, Imagined Communities: Reflections on the Origin and Spread of
Nationalism, terj. Omi Intan Naomi, Komunitas-Komunitas Terbayang, (Yogyakarta: INSIST & Pustaka Pelajar
2008), 8. 29Ibid., 8.
Gerald J. Tampi 752011042| 19
umat manusia di bumi. Dalam bahasa Anderson, para nasionalis yang paling
mendekati sikap juru selamatpun tidak mendambakan datangnya hari agung dimana
seluruh anggota spesies manusia bakal bergabung dengan bangsa mereka dengan cara
seperti pada zaman-zaman tertentu, orang-orang Kristen memimpikan sebuah planet
yang seutuhnya Kristen.30
3. Berdaulat (sovereign)
Bangsa sebagai sesuatu yang berdaulat (sovereign), lantaran konsep itu lahir
dalam kurun waktu dimana Pencerahan dan Revolusi memporak-porandakan
keabsahan ranah berbagai tatanan sebelumnya. Bangsa-bangsa bermimpi tentang
kebebasan, dan andai pun di bawah lindungan Tuhan, itu terjadi secara langsung,
tanpa perantara. Panji-panji kebebasan ini adalah negara berdaulat.31
4. Komunitas (community)
Bangsa adalah sebuah komunitas (community), sebab tak peduli akan
ketidakadilan yang ada dan penghisapanyang mungkin tak terhapuskan dalam setiap
bangsa, bangsa itu sendiri selaludipahami sebagai kesetiakawanan yang masuk
mendalam dan melebar-mendatar. Rasa persaudaraan semacam inilah yang
memungkinkan begitubanyak orang, jutaan jumlahnya, bersedia, jangankan
melenyapkan nyawa orang lain, merenggut nyawa sendiri pun, rela demi
pembayangan tentang yang terbatas itu. Apa sebenarnya yang menjadikan
pembayangan-pembayanganyang kian menciut dalam kerangka sejarah terkini bisa
menggugah pengorbananyang luar biasa, seperti dalam sejarah kemerdekaan
30Ibid., 10. 31Ibid., 10-11.
Gerald J. Tampi 752011042| 20
Indonesia sendiri? Anderson meyakini bahwa, jawaban atas pertanyaan tersebut
terletak pada akar-akar budaya nasionalisme.32
Menurut Daniel Dhakidae, kritik yang dikemukakan Anderson dalam buku Imagined
Communities, semata diberikan kepada kekeliruan yang memberikan Nasionalisme dengan
huruf ‘N’ besar yang seharusnya ‘n’ dengan huruf kecil. Dalam arti nasionalisme dengan
huruf ’n’ kecil maka nasionalisme akan lebih mudah dipahami bila orang memperlakukan
nasionalisme sejajar dengan ‘kekerabatan’ dan ‘agama’, bukannya dengan liberalisme atau
fasisme.33
B.2.4 Ernest Gellner
Ernest Gellner memandang nasionalisme sebagai prinsip politik, yang berarti bahwa
satuan nasion harus sejalan dengan satuan politik. Nasionalisme sebagai sentimen, atau
sebagai gerakan, paling tepat didefinisikan dalam konteks prinsip ini. Sentimen nasionalis
adalah rasa marah yang timbul akibat pelanggaran prinsip ini, atau rasa puas karena prinsip
ini dijalankan dengan baik. Gerakan nasionalis diaktualisasikan oleh sentimen semacam ini.
Pandangan Gellner tentang nasionalisme ini lebih cocok untuk konteks negara-bangsa (nation
state).34 Hal ini terlihat dari konsep “satuan nasion” yang terkandung dalam kutipan di atas.
Nampaknya Gellner masih memandang “satuan nasion” sama dengan kelompok etnik atau
setidak-tidaknya suatu kelompok etnik yang ditegaskan keberadaannya oleh para nasionalis.
Ringkas kata, nasionalisme adalah suatu teori legitimasi politik, yakni bahwa batas-batas
etnik tidak harus berpotongan dengan batas-batas politik”.
32Ibid., 11. 33Ibid., XXXV. Bandingkan dengan pernyatan Anderson pada hal. 8. 34Ernest Gellner, Nations and Nationalism, (New York: Cornell University Press, 1983), 1.
Gerald J. Tampi 752011042| 21
Gellner mendefinisikan bangsa sebagai suatu kondisi di mana sebuah komunitas
memiliki budaya yang sama, termasuk kesamaan dalam konteks sistem ide, simbol,
perkumpulan dan cara bertingkah laku dan berkomunikasi, dan mengakui bahwa mereka
terikat oleh persaudaraan atas dasar kebangsaan.35Definisi nasionalisme yang digagas oleh
Gellner didasarkan pada dua hal: negara dan bangsa.Definisi Gellner tentang negara
didasarkan pada pernyataan Weber tentang monopoli kekerasan. Meskipun beberapa negara
mungkin tidak mengklaim monopoli atas kekerasan yang sah, logika yang mendasari definisi
Weber masih memegang hal ini dikarenakan, negara merupakan elaborasi yang sangat khas
dan penting dari pembagian kerja sosial. Dari sini terlihat bahwa negara memiliki spesialisasi
dan konsentrasi pemeliharaan ketertiban. Gellner juga menyinggung tentang tahapan
kehidupan manusia yang telah melewati tiga tahap fundamental dalam sejarah, yaitu: pra-
agraris, agraris, dan industri. Pada tahap industri ini, kehadiran negara menjadi tidak
terhindarkan atau nyata.36Gellner menegaskan, sulit membayangkan bangsa tanpa negara,
maksudnya, bangsa itu seperti negara sama-sama memiliki sejarah, Namun bukan sejarah
yang sama.37
Menurut Gellner, petunjuk untuk memahami nasionalisme adalah kelemahannya,
bukan kekuatannya. Potensi jumlah nasionalisme jauh melebihi jumlah negara.
Nasionalismetidak dapat menggunakan semua budaya yang ada. Seringkali nasionalisme
menciptakan budaya baru dan menghancurkan yang sudah ada. Hal ini dibangun pada
prinsip-prinsip yang sesuai dengan pembagian kerja baru.38 Bagi Gellner, Di era industri,
budaya yang sering diakses oleh banyak orang disebut sebagai budaya tinggi karena budaya
tersebut cakupannya luas dan universal. Sedangkan di masa lalu, budaya lebih sering
35Ibid.,7. 36Ibid.,3-5. 37Ibid.,5-7. 38Ibid.,42-48.
Gerald J. Tampi 752011042| 22
membuang perlindungan politik. Untuk itu, Dalam era nasionalis, negara memiliki peran
yang sangat efektif dalam melindungi budaya.39
Gellner menggabungkan tiga faktor yaitu daya, pendidikan, dan budaya bersama,
untuk menciptakan tipologi nasionalisme. hal tersebut dikarenakan Gellner melihat, dalam
masyarakat tradisional, kekuasaan disebarkansedangkan dalam masyarakat modern,
kekuasaan berada di tangan beberapa orang. Menurut Gellner, nasionalisme hanya muncul
dalam situasi perbedaan budaya. Selain itu, nasionalisme juga muncul dari kesadaran
penguasa dan pemerintah mengenai arti pentingnya pendidikan bergaya modern.40
Gellner memiliki pandangan bahwa pada masa depan, nasionalisme akan di
modifikasi dalam beberapa cara, jika masyarakat industrinya stabil dan tetap.41 Adanya
kemerdekaan internasional dan kendala bersama masyarakat industri dapat menyebabkan
penurunan ketajaman konflik internasional. Serta nasionalisme akan tetap menjadi penting,
karena adanya kecocokan unit politik dan budaya yang akan berlaku terus.42
C. Nasionalisme dan Cara Berpikir Nasional
Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran bernegara tumbuh dinegara merdeka.
Sesungguhnya dinegara merdeka nasionalisme dapat berkembang secara leluasa menurut
kemampuan dan kemauan para warganegara sendiri tanpa mengalami tekanan dari pihak lain.
sampai berapa jauh nasionalisme bebas itu berkembang, bergantung kepada bagaimana
penerapan cara berpikir nasional para warganegaranya. Yang dimaksud dengan cara berpikir
nasional ialah sikap seseorang terhadap kesadaran bernegara. Cara berpikir nasional
39Ibid.,48-51. 40Ibid.,84-95. 41Ibid.,108-109. 42Ibid.,115-116.
Gerald J. Tampi 752011042| 23
mempunyai ciri khusus, berupa norma objektif: mengutamakan kepentingan kehidupan
nasional. Segala perbuatan baik yang bersifat keluar maupun kedalam diukur dengan norma
tersebut. Apakah suatu tindakan itu menguntungkan kehidupan nasional, atau malah justru
merugikan. Yang merugikan perlu, bahkan wajib ditinggalkan, jika kesadaran bernegara
memang terdapat dalam hati warganegara yang bersangkutan. Dengan dalih apapun
perbuatan yang merugikan kehidupan nasional wajib ditinggalkan. Dalam hal ini maka cara
berpikir nasional adalah antitesis dari pada cara berpikir individualistik atau perorangan.
Orang dapat berbuat sesuatu demi keuntungan materi/spiritual dengan merugikan kehidupan
nasionalisme. Inilah yang dimaksud dengan cara berpikir perorangan dalam rangka
kehidupan nasional. Jika perbuatan yang menguntungan itu tidak merugikan kehidupan
nasional, wajar dilakukan, bahkan diajurkan untuk melakukannya, karena perbuatan yang
demikian itu sesungguhnya juga menguntungkan kehidupan nasional. Peningkatan
kebahagiaan anggota keluarga adalah peningkatan kebahagiaan keluarga. Yang perlu
dihindarkan ialah segala tindak tanduk yang merugikan kehidupan nasional.43
Cara berpikir nasional dapat juga merupakan antitesis cara berpikir kedaerahan. Yang
dimaksud dengan cara berpikir kedaerahan ialah cara berpikir yang sangat menguntungkan
kepentingan daerah tanpa memperhatikan kepentingan kehidupan nasional. Kasarnya dapat
dikatakan: biarlah negara roboh, asal daerahnya makmur. Dalam rangka kehidupan nasional
cara berpikir yang demikian adalah salah. Cara berpikir kedaerahan atau regional yang
demikian sebenarnya mempunyai dasar yang sama dengan cara berpikir individu atau
perorangan. Bedanya hanya yang satu diterapkan pada individu sebagai warganegara, yang
lain diterapkan pada daerah sebagai bagian dari negara. Ini tidak berarti bahwa cara berpikir
regional dan individu itu harus mutlak mengabdi kepada cara berpikir nasional. Tindakan
yang menguntungkan kepentingan daerah tanpa merugikan kepentingan nasional, perlu
43 Prof. Dr. Slametmuljana, Nasionalisme Sebagai Modal Perdjuangan Bangsa Indonesia, (Djakarta :
P.N. Balai Pustaka, 1968), 10.
Gerald J. Tampi 752011042| 24
dilakukan. Namun jika perbuatan itu karenanya merugikan kepentingan kehidupan nasional,
wajib ditinggalkan.44
Cara berpikir nasional dapat juga merupakan antitesis dari pada cara berpikir
kepartaian atau golongan. Yang dimaksud dengan cara berpikir kepartaian dalam rangka
kehidupan nasional ialah cara berpikir yang hanya mengutamakan kepentingan partai atau
golongan tanpa memperhatikan kepentingan kehidupan nasional. Cara berpikir kepartaian
atau golongan sebenarnya bentuk peningkatan cara berpikir individual atau perorangan.
Bedanya hanya yang satu diterapkan pada individu, yang lain pada sekelompok individu.
Juga cara berpikir kepartaian dapat merugikan kehidupan nasional. Segala perbuatan yang
merugikan kehidupan nasional demi keuntungan/kepentingan kepartaian, wajib
ditinggalkan.45
Cara berpikir nasional adalah mutlak antitesis dari pada cara berpikir kolonial. Ini
hanya dapat terjadi didaerah jajahan. Di negara yang merdeka pertentangan ini tidak ada.
Selama kolonialisme itu berlangsung, pertentangan antara nasionalisme dan kolonialisme
tetap ada, karena kepentingan nasionalisme berlawanan dengan kepentingan kolonialisme.
Demi kesuburan pertumbuhannya kedua antipoden ini berusaha saling menghapus. Gerakan
nasionalisme akan selalu tertekan, selama masih ada kolonialisme diwilayah yang sama.
Kebalikannya kolonialisme selalu mendapat tentangan dalam tindakkannya, oleh karena itu
kolonialisme pasti berusaha menindas gerakan nasionalisme paling sedikit berusaha
menyerimpungnya, agar dapat bergerak lebih bebas. Pada hakekatnya kolonialisme pun
adalah manifestasi kesadaran bernegara diwilayah bangsa lain. Jadi kolonialisme ditinjau dari
kepentingan negara induk adalah juga nasionalisme, yang diterapkan dinegara orang lain
demi keagungan/kepentingan negara induk. Akibat penghisapan kolonialisme terhadap rakyat
44Ibid., 10-11. 45Ibid., 11.
Gerald J. Tampi 752011042| 25
jajahan dapat timbul kemerosotan moral sedemikian rupa, sehingga rakyat jajahan itu
merasakan ketidak-mampuannya untuk bangkit sebagai bangsa yang merdeka, bahkan
karenanya malah mencintai kolonialisme itu sendiri; merasa senang hidup dibawah pimpinan
kaum kolonialis dan takut untuk mengurus negaranya sendiri. Dalam hal yang demikian
rakyat tetap merasa mentah untuk bernegara dan mengharapkan bimbingan para kolonialis
untuk menuju kematangan. Jika suatu bangsa telah dihinggapi merdeka-phobia, maka ini
adalah tanda bahwa cekokan kolonialisme telah termakan benar; kebangkitan nasional susah
diharapkan, karena bangsa itu telah kehilangan semangat.46
Tujuan nasionalisme di daerah jajahan adalah tunggal, yakni menghapus
kolonialisme. Oleh karena itu cara berpikir nasional juga hanya dipusatkan kepada
penghapusan kolonialisme. Segala gerakan dalam berbagai bidang kehidupan dijiwai oleh
semangat menentang penjajahan, karena penjajahan adalah musuhnya utama. Jika didaerah
jajahan nasionalisme telah bangkit, maka nasionalisme dan kolonialisme saling mengintip
untuk memperoleh kesempatan melumpuhkan lawannya. Pembangunan ekonomi dan
pembangunan kebudayaan dimaksudkan sebagai senjata untuk menghadapi lawannya.
Nasionalisme dalam alam penjajahan adalah manifestasi keinginan untuk bernegara dan
mempunyai watak khas yakni menghapus penjajahan.47
Baik dialam merdeka maupun dialam penjajahan cara berpikir nasional adalah etik
kehidupan tiap nasionalis, menetapkan nilai pengabdiannya terhadap bangsa dan tanah
airnya. Oleh karena cara berpikir nasional adalah pegangan hidup seorang nasionalis, maka
cara berpikir nasional tidak boleh ditinggalkan. Dalam segala tindakannya harus diterapkan.
Meninggalkan cara berpikir nasional berarti meninggalkan watak kenasionalannya.
Demikianlah sudah sewajarnya bahwa seorang nasionalis berpikir nasional. Jika tidak, maka
46Ibid., 11-12. 47Ibid., 12.
Gerald J. Tampi 752011042| 26
sebenarnya ia bukan nasionalis. Jika ada seorang yang menyebut dirinya nasionalis tanpa
menerapkan cara berpikir nasionalis, ia adalah nasionalis gadungan atau nasionalis munafik.
Sebenarnya tidak ada tekanan dari manapun yang mewajibkan seseorang berpikir nasional,
mewajibkan seseorang menjadi nasionalis. Timbulnya karena kesadaran warganegara itu
sendiri dalam menanggapi kepentingan bangsa dan tanah airnya. Tindakan sukarela tidak
membawa hak apa-apa. Oleh karena itu nasionalisme tidak mempunyai hak atas pembayaran
jasa yang pernah diberikannya kepada bangsa dan negaranya. Cara berpikir nasional
merupakan moral dalam kehidupan nasionalis; oleh karena itu cara berpikir nasional adalah
jalan yang harus dianut untuk mencapai cita-cita yang dituju yakni kebahagian bangsa dan
negaranya. Jalan yang menuju kebahagian bangsa dan negara itu disebut moral nasional.
Barang siapa dalam hidupnya menempuh jalan itu, ia mengabdi kebahagiaan bangsa dan
negaranya; ia adalah abdi bangsa dan negara; ia adalah abdi rakyat. Demikianlah ada
identifikasi antara abdi rakyat dan nasionalis. Tiap abdi rakyat menjunjung tinggi dan
mengindahkan moral nasional, bekerja demi kebahagiaan bangsa dan keagungan negara
tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Demikianlah moral nasional itu merupakan perintah
yang tidak tersurat, yang diperuntukkan bagi dirinya oleh warganegara yang bersangkutan
untuk berbuat demi kebahagiaan bangsa dan keagungan negara. Dalam rangka ini maka dapat
ditetapkan bahwa apa yang disebut baik adalah segala perbuatan yang menguntungkan
kehidupan bangsa dan negara; segala yang merugikan kehidupan bangsa dan negara adalah
buruk. Penerapan cara berpikir nasional menguntungkan kehidupan bangsa dan negara, oleh
karena itu baik. Korupsi merugikan kehidupan bangsa dan negara, oleh karena itu buruk.
Korupsi bertentangan dengan penerapan cara berpikir nasional.48
48Ibid.,12-13.
Gerald J. Tampi 752011042| 27
D. Nasionalisme Sebagai Identitas
Terkait erat dengan teori nasionalisme, yang penting juga untukdikemukakan di sini
adalah konsep mengenai identitas. Di dalamnya bukunyaNation and Identity, Ross Poole
mengutip pandangan Erik H. Erikson tentang apa itu identitas. Dengan menggunakan ilustrasi
psikoanalisis, Erikson mengatakan identitas itu berkaitan dengan tahap perkembangan
manusia, di mana, di saat seseorang menjelang dewasa dia akan berhadapanlangsung formasi
sosial di sekitarnya. Ketika seseorang ternyata tidak mampumemasuki formasi sosial tersebut,
maka seseorang akan dikatakan mengalami ‘krisis identitas’. Dengan meminjam konsep
Erikson, Poole menyatakan bahwa, kita memiliki identitas karena kita memang
mengidentifikasikan diri kitadengan gambaran atau representasi yang memang disediakan
untuk kita gunakan.Jadi konsep identitas, menurut Poole, berimplikasi bahwa ada keterkaitan
antara bentuk-bentuk subyektivitas, yaitu bagaimana kita memandang orang lain dandiri kita
sendiri, dan bentuk-bentuk obyektivitas sosial, dimana pola-pola kehidupan masyarakat
tempat kita hidup.49
Pandangan lain tentang identitas dikemukakan oleh Stuart Hall. Menurut Hall,
identitas bukanlah sesuatu yang transparanatau tanpa problem seperti yang kita duga. Meski
sekilas hal itu tampak sebagaisesuatu begitu saja terjadi, dan telah menjadi praktik-praktik
kebudayaan yangdirepresentasikan oleh suatu masyarakat, tetapi sebagai suatu ‘produk’,
identitastidak pernah menjadi sesuatu yang selesai. Dan ia juga selalu berada di dalam(bukan
di luar) representasi itu sendiri.Meski adalah benar bahwa identitas itu dibentuk oleh para
partisipannyadi dalam tindakan-tindakan sosial dan politik mereka, namun menurut Hall,para
partisipan itu sendiri tidak sepenuhnya memiliki terhadap apa yang telahmereka bentuk
tersebut. Hall lalu mencontohkan tentang bagaimana dan apa itu identitas Inggris. Menurut
Hall, kita hanya tahu apa itu menjadi ‘Inggris’ hanyakarena ‘cara-cara ke-Inggrisan’
49Ross Poole, Nation and Identity, (London: Rouhedge, 1999), 44-45.
Gerald J. Tampi 752011042| 28
telahdirepresentasikan, sebagai seperangkatmakna, oleh budaya bangsa Inggris. “Dengan
demikian, bangsa itu tidaksekadar entitas politik, melainkan sesuatu yang memproduksi
makna sebuah sistem representasi budaya”. Hall juga mengatakan bahwa, budaya nasional itu
merupakan suatu wacana, sebuah cara mengkonstruksi makna yang mempengaruhi
danmengorganisir tindakan-tindakan dan konsepsi-konsepsi kita mengenai diri kita sendiri.
Hall mengatakan bahwa, gagasan tentang bangsa sebenarnya merupakan suatu ‘narasi’ yang
asal-usulnya tidak jelas, tetapi kekuatan simbolik yang dimilikinya untuk memobilisasikan
perasaan identitas dan kesetiaan sangatlah besar. Jadi di sini, menurut Hall, identitas adalah
representasi budaya ataudiskursus yang memfasilitasi tetapi sekaligus juga membatasi
pilihan. Dan yang penting juga adalah bahwa, identitas nasional tidak pernah menjadi sesuatu
yang diterima begitu saja (taken for granted), ia merefleksikan kekuatan sosial dankarena itu
di dalamnya selalu mengandung kompetisi.50
E. Nasionalisme sebagai Ideologi
Karl Mannheim (1893-1947) memberikan suatu uraian mengenai ideologi yang mirip
dengan uraian Marx. Namun perbedaannya, Mannheim mencoba menghindari semua
konotasi negatif yang diinginkan Marx dalam definisinya. Bagi Marx ideologi adalah ilusi
yang membuat suatu kelas memahami dimana tempatnya yang sebenarnya dalam masyarakat.
Sedangkan bagi Mannheim, ideologi adalah sesuatu yang ia namakan “konsepsi total
ideologi.” Maksudnya ideologi merupakan seperangkat keyakinan yang menyaring massa
informasi yang diterima; serta hanya memungkinkan untuk mengetahui sejumlah pandangan
terbatas tentang dunia ini. Selain itu, Mannheim juga menggunakan apa yang dia namakan
50Robert G Dunn, Identity Crises: a Social Critic of Postmodernity,( Minneapolis: University of
Minnesota Press, 1998), 25-26.
Gerald J. Tampi 752011042| 29
“Konsep ideologi tertentu.” Disini ia lebih mendekati definisi Marx karena dalam konsep ini,
ia mengatakan bahwa ide-ide lawan kita adalah kurang lebih merupakan suatu pengakuan
sejati yang tidak sesuai dengan kepentingannya. Sekali lagi ini merupakan keyakinan bahwa
gagasan orang lain, bukan gagasan kita adalah representasi dunia yang palsu, suatu ilusi atau
topeng, yang tergantung pada apakah semua itu diakui secara sadar atau tidak.51
Sampai pada saat ini, masih terdapat perbedaan pandangan para ahli ilmu politik,
sosiolog dan ilmu lainnya mengenai makna dan pengaruh ideologi contohnya seperti Marx
dan Mannheim yang telah diuraikan sebelumnya. Namun diluar dari perbedaan itu, ideologi
sebenarnya memiliki pengaruh yang sangat besar bagi manusia. hal tersebut dapat dilihat dari
definisi ideologi yang dipaparkan oleh Lyman Tower Sargent yang mengatakan ideologi
adalah suatu sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh
kelompok tertentu.52 Beranjak dari definisi yang diutarakan oleh Lyman, serta dengan
melihat gagasan umum dari nasionalisme itu sendiri yang telah dipaparkan oleh para sosiolog
pada bagian sebelumnya, dapat disimpulkan nasionalisme merupakan ideologi53 dan bukan
hanya sebatas ideologi, nasionalisme juga memiliki pengaruh terhadap ideologi-ideologi
lainnya (demokrasi, komunis, dll).
51Ibid.,3-4 52Lyman Tower Sargent, Contemporary Political Ideologis, terj. A.R. Henry Sitanggang, Ideologi-
ideologi Politik Kontemporer: Sebuah analisis Komparatif, (Jakarta: Erlangga, 1984), 2. 53Menurut Lyman, terdapat 2 kriteria utama dalam ideologi, pertama ideologi yang memiliki arti yang
sangat penting dalam dunia ini dan kedua ideologi yang menunjukkan jangkauan yang luas dari keyakinan-
keyakinan politik. Nasionalisme sendiri masuk dalam kategori yang pertama, hal tersebut mengacu pada
kecocokan nasionalisme dengan definisi umum ideologi yaitu suatu sistem nilai atau keyakinan yang diterima
sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.Ibid., 1-8.