BAB II
PERLINDUNGAN TERHADAP HAK CIPTA LAGU
2.1 TINJAUAN UMUM HAK CIPTA LAGU
2.1.1 PENGERTIAN HAK CIPTA
Secara harfiah, Hak Cipta berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta, kata
“Hak” yang sering dikaitkan dengan kewajiban adalah suatu kewenangan yang
diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak.
Sedangkan kata “Cipta” atau ciptaan tertuju pada hasil karya manusia dengan
menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman.
Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia.1
Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa pengertian hak cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-
pembatasan. Hak cipta didefenisikan sebagai hak khusus bagi pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi, unsur-unsur hak cipta dari defenisi
tersebut ada tiga, yaitu:
1) Hak memperbanyak;
2) Hak mengumumkan;
3) Hak memberi izin untuk memperbanyak dan mengumumkan.
Hak cipta merupakan hak kebendaan atau sub sistem dari hukum benda.
Mariam Daus berpendapat bahwa hal kebendaan terbagi atas dua bagian, yang
pertama Hak kebendaan yang sempurna dan hak kebendaan yang terbatas. Kedua
1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia., h.210.
Hak kebendaan yang sempurna adalah hak kebendaan yang memberikan kenikmatan
yang sempurna (penuh) bagi Pencipta atau pemegang hak cipta. Selanjutnya untuk
hak yang demikian disebut dengan hak kemilikan.
Hak kebendaan terbatas adalah hak yang memberikan kenikmatan yang tidak
penuh atas suatu benda. Jika dibandingkan dengan hak milik artinya hak kebendaan
terbatas itu tidak penuh atau kurang sempurna jika dibandingkan dengan hak milik.2
Dengan demikian hak cipta menurut rumusan ini dapat dijadikan objek hak milik. Hal
ini dapat disimpulkan dari rumusan Pasal 5 UUHC, yang berbunyi: hak cipta
merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku Pengertian hak cipta terdapat pada Pasal 1 ayat (1) UUHC
yang isinya dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pencipta Adalah
a. Seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan fikiran, imajinasi kecepatan,
keterampilan atau keahlian yang di tuangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
b. Orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain
dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan tersebut.
2. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilih hak cipta, atau orang yang
menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut
hak dari orang tersebut diatas.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan pengetahuan, seni dan sastra. Yang
dimaksud dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta adalah pelaku,
2 Mariam Daus badrulzaman, 1983. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional BPHN, Alumni
Bandung, hlm. 44.
produser rekaman suara dan lembaga penyiaran. Pelaku adalah aktor, penyanyi,
pemusik, penari atau mereka menampilkan, memperagakan atau
mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau
mempermainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra dan karya seni lainnya.
4. Produser rekaman suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali
merekam atau memiliki prakarsa untuk membiayai kegiatan perekaman suara atau
bunyi baik dari suatu pertunjukkan maupun suara atau bunyi lainnya.
2.1.2 HAK-HAK YANG TERDAPAT DALAM HAK CIPTA
A. Hak Eksklusif
Hak eksklusif adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas
melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.3 Beberapa
hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil Salinan tersebut
(termasuk pada umumnya salinan elektronik).
Mengimpor dan mengekspor ciptaan.
Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan).
Menampilkan atau memamerkan ciptaan didepan umum.
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak
lain.
Hak Ekslusif hanya dimiliki oleh pencipta itu sendiri terlepas dari
pengecualian bahwa Hak ekslusif itu dapat dibagikan setengahnya.4 Menurut pasal 4
UUHC, Hak Cipta terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Hak moral dan Hak ekonomi.
1) Hak Moral
Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi pencipta.
hak pribadi pencipta terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Hak Cipta.html di akses tanggal 19 Desember 2017.
4 Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Aset Intelektual, Bandung: Nuansa Aulia,
2010, hlm. 14-15
keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan hak moral yang
menyangkut perlindungan atas reputasi pencipta. Kepemilikan atas hak cipta
dapat dipindahkan kepada pihak lain, akan tetapi hak moralnya tetap tidak
terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak khusus serta kekal
yang dimiliki oleh pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan
dari penciptanya.
Merujuk pada hak pencipta, untuk melindungi reputasi dan integritas
ciptaannya dari penyalahgunaan dan penyelewengan hak moral bersifat
personal dan berbeda dengan hukum hak cipta. Hak moral adalah bentuk hak
cipta yang non ekonomi.5 Setelah pencipta menjual hak ciptanya, ia akan
menerima dua hak yang spesifik yang tidak dapat dihapus atau dijual yaitu
pertama, hak untuk dicantumkan namanya pada ciptaan bersangkutan dan
kedua, hak untuk tujuan setiap perlakuan terhadap ciptaan bahwa setiap
tindakan yang merugikan atau berakibat merugikan kehormatan dan reputasi.
Hak moral merupakan perwujudan dari hubungan yang terus
berlangsung antara Pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun
Penciptanya telah kehilangan atau telah memindahkan hak ciptanya kepada
orang lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama Pencipta,
maka Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang
hak cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya. Hak
moral juga mencakup hak untuk menyatakan keberatan terhadap tindakan
perusakan, pemotongan, atau perubahan karya yang bersifat merugikan nama
baik atau reputasi dari inventor.6
Dengan demikian sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik
seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain, namun Penciptanya atau ahli
5 Henry Soelistyo. 2011. Hak Cipta tanpa Hak Moral. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
hlm. 82. 6 Sudarmanto, 2012. KI dan HKI serta Implementasinya bagi Indonesia (Pengantar tentang
Kekayaan Intelektual, Tinjauan Aspek Edukatif dan Marketing). Jakarta, hlm.2.
warisnya tetap mempunyai hak untuk menggugat seseorang yang tanpa
persetujuannya:7
1) Meniadakan nama pencipta yang tercantum dalam ciptaan;
2) Mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;
3) Mengganti atau mengubah judul ciptaan; dan
4) Mengubah isi ciptaan.
Hak moral Pencipta merupakan tindakan yang berkaitan dengan
perubahan ciptaan yang menghina dan dapat merugikan kehormatan atau
nama baik. Keberadaan hak moral dapat dibagi ke dalam hak atribusi yang
bertujuan untuk meyakinkan nama Pencipta dicantumkan di dalam
ciptaannya; dan hak integritas yang bertujuan untuk melindungi ciptaan
pencipta dari penyimpangan, pemenggalan atau pengubahan yang merusak
integritas pencipta karena hal ini sesuai dengan pengertian dari Hak Moral itu
sendiri bahwa hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak
dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta
atau hak terkait telah dialihkan.
Berikut ialah hak-hak yang dimiliki oleh seorang pencipta atas suatu
ciptaannya sesuai dengan yang dikemukakan dalam sebuah buku yaitu Asian
book, sebagai berikut:8
a. Hak Menyebarluaskan Ciptaan (Hak melindungi ciptaan yang
disebarluaskan tanpa izin)
Pencipta memiliki hak untuk menyediakan ciptaan yang belum
disebarkan kepada masyarakat luas. Ini berarti bahwa pencipta
memiliki hak memutuskan apakah ciptaannya, baik orisinal maupun
bentuk-bentuk turunannya, akan disebarkan atau tidak. Dalam hal
7 Walter Simanjuntak, ______. Perlindungan Hak Cipta di Indonesia, Jakarta: Direktorat Hak
Cipta, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Desain Industri. 8 Tamotsu Hozumi, 2006, Asian Copyright Handbook Buku Panduan Hak Cipta Asia Versi
Indonesia, Asia/Pacific Cultural Centre for UNESCO (ACCU) dan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). hlm. 60
ciptaan yang telah dialihkan hak ciptanya (hak kekayaan intelektual),
pencipta dianggap telah menyetujui bahwa ciptaan bersangkutan dapat
dipamerkan, karena jika tidak akan merepotkan pemegang hak cipta
jika penciptanya tidak menyetujui pameran bersangkutan.
b. Hak Mencantumkan Nama Pencipta (Hak Meminta Pencantuman
Nama)
Bila sebuah ciptaan diumumkan, pencipta memiliki hak untuk
menentukan apakah nama pencipta harus dicantumkan atau tidak, dan
apakah nama sebenarnya atau nama samarannya yang digunakan, atau
tidak. Pencipta juga memiliki hak untuk menentukan hal ini bila
sebuah ciptaan turunan diumumkan. Hak ini bukan berarti keharusan
menggunakan nama pencipta
c. Hak Melindungi Integritas Ciptaan (Hak Melindungi Ciptaan Dari
Diubah Tanpa Izin)
Seperti tampak dari nama hak ini, “pencipta memiliki hak untuk
melindungi integritas ciptaannya dan judul ciptaannya dari distorsi,
mutilasi atau perubahanperubahan lain tanpa izin pencipta.” Dalam hal
penerbitan atau musik, hak ini dapat menimbulkan masalah bila
diperlukan perubahan atau pembetulan ejaan, istilah, atau ungkapan.
Dengan berjalannya waktu, berubah pula norma-norma sosial dan
bahkan kosa kata dan ejaan yang kita pakai. Penerbit dan editor
mungkin ingin mengubah suatu karya agar lebih mudah dibaca. Tetapi
ini tidak dapat mereka lakukan tanpa terlebih dahulu memberi tahu
pencipta atau meminta izin dari pemegang hak cipta. Selain dari tiga
syarat tersebut di atas, jika cara suatu karya digunakan merusak
reputasi pencipta, ini dianggap melanggar hak moral pencipta, karena
itu harus dijaga betul jangan sampai hal ini terjadi. Hak moral pencipta
di negara-negara seperti di Jepang dihormati bahkan setelah pencipta
meninggal dunia. Karena itu anggota keluarganya yang masih hidup
dapat melarang tindakan yang dianggap melanggar hak moral pencipta
ketika ia hidup dan meminta agar langkah-langkah diambil untuk
memulihkan kehormatan pencipta.
2) Hak Ekonomi
Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaan serta produk hak terkait.9 Berkaitan dengan pemanfaatan secara
komersial suatu ciptaan dan behubungan dengan perlindungan kebutuhan
ekonomi pencipta misalnya hak untuk mendapatkan pembayaran royalti atas
penggunaan (pengumuman dan perbanyakan) karya cipta yang dilindungi.
Suatu ciptaan merupakan hasil karya intelektual yang diperoleh melalui
pengorbanan waktu, tenaga, dan dana. Dilihat dari aspek ekonomi
pengorbanan tersebut merupakan suatu investasi yang perlu dikelola secara
komersial untuk mendapatkan pengembalian modal dan memperoleh
keuntungan. Semakin bermutu suatu ciptaan semakin tinggi pula potensi nilai
komersialnya.10
Secara tidak langsung, Hak ekonomi mempunyai arti sebagai hak
keuntungan yang akan didapatkan si pencipta atas karya ciptaanya. Ini
merupakan suatu bentuk penghargaan dan keuntungan atas karya ciptaan si
pencipta agar si pencipta dapat termotivasi untuk membuat suatu ciptaan baru
yang bernilai tinggi dan bermutu.
Apabila memahami pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang
Hak Cipta, maka Pencipta memiliki hak eksklusif (exclusive right) yang
terdapat di dalam Pasal 4. Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta bahwa: Yang
dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi
Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut
tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya
memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.
9 Andrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 115
10 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998) h.4-5.
Hak Ekonomi (Economic Right) dijelaskan di dalam pasal 8 Undang-
Undang Hak Cipta sebagai hak ekslusif yang dimiliki oleh seorang Pencipta
untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi ini merupakan
hak khusus bagi Pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya dan memberi izin untuk itu.
Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan lebih lanjut tentang
bentuk dari Hak Ekonomi yang dimiliki oleh pencipta suatu karya yang
termuat dalam pasal 8. Adapun bentuk hak ekonomi yang dimiliki pencipta
yang terkandung dalam tersebut adalah hak untuk melakukan penerbitan suatu
ciptaan, penggandaan atas ciptaan, dalam segala bentuk, penerjemahan
Ciptaan, pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan,
Pendistribusian Ciptaan atau salinannya, pertunjukan Ciptaan, Pengumuman
Ciptaan, Komunikasi Ciptaan, dan penyewaan Ciptaan.
Hak ekonomi ini dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak ekonomi
tersebut di antaranya adalah:11
a. Hak Penggandaan atas Ciptaan
Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini bisa dilakukan secara
tradisional maupun melalui peralatan modern Hak penggandakan ini
juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu keciptaan lainnya
misalnya: karya tulis, rekaman musik, pertunjukan drama dan film.
b. Hak Adaptasi
Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari
bahasa satu ke bahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi dari non
dramatik, merubah menjadi cerita fiksi dari karangan non fiksi atau
sebaliknya Hak ini diatur baik dalam Konvensi Bern maupun
Konvensi Universal. Karya cetak berupa buku, misalnya novel,
mempunyai hak turunan (derivative) yaitu diantaranya hak film (film
11
Whale R.F. dalam Hasbir Paserangi, hlm. 36-40
rights), hak dramatisasi, hak menyimpan dalam media elektronik
(electronic rights). Hak film dan hak-hak dramatisasi adalah hak yang
timbul bila novel tersebut dirubah menjadi isi skenario film, atau
skenario drama yang bisa berupa opera, balet maupun drama musikal.
c. Hak Distribusi
Hak distribusi adalah hak dimiliki pencipta untuk menyebarkan
kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut dapat
berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang
maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Dalam hak
ini termasuk pula bentuk dalam Undang-Undang Hak Cipta, disebut
dengan pengumuman yaitu pembacaan penyuaraan, penyiaran atau
penyebaran sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan
dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan dapat dibaca, didengar
atau dilihat oleh orang lain.
d. Hak Penampilan
Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman
lainnya yang karyanya dapat terungsikap dalam bentuk pertunjukan.
Pengaturan tentang hak pertunjukan ini dikenal dalam Konvensi Bern
maupun Konvensi Universal bahkan diatur dalam sebuah konvensi
yaitu Konvensi Roma.
B. Hak Terkait
Selain hak cipta, dalam lingkup hukum hak cipta diatur pula hak terkait. Hak
Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif
bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau Lembaga Penyiaran.12
Uraian
hak terkait ini terdapat pada:
Pasal 24
(1) Produser Fonogram memiliki hak ekonomi.
12
Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
(2) Hak ekonomi Produser Fonogram sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak
lain untuk melakukan:
a. penggandaan atas Fonogram dengan cara atau bentuk apapun;
b. pendistribusian atas Fonogram asli atau salinannya;
c. penyewaan kepada publik atas salinan Fonogram; dan
d. penyediaan atas Fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses
publik.
(3) Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak
berlaku terhadap salinan Fiksasi atas pertunjukan yang telah dijual atau yang
telah dialihkan kepemilikannya oleh Produser Fonogram kepada pihak lain.
(4) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi Produser Fonogram
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapatkan izin dari Produser
Fonogram.
Pasal 25
(1) Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.
(2) Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak
lain untuk melakukan:
a. Penyiaran ulang siaran;
b. Komunikasi siaran;
c. Fiksasi siaran; dan/atau
d. Penggandaan Fiksasi siaran.
(3) Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan tujuan
komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran.
Dari ketentuan di atas, bisa kita lihat bahwa di Indonesia hak terkait hanya
dimiliki oleh pelaku, produser rekaman dan lembaga penyiaran untuk
mengeksploitasi suatu karya.
Seperti halnya dengan hak cipta, hak terkait diakui secara otomatis tanpa perlu
melalui suatu prosedur tertentu. Hak terkait ini juga dilindungi oleh konvensi
internasional, seperti Konvensi Internasional tentang Perlindungan Pelaku
Pertunjukan, Produser Rekaman Suara, dan Lembaga Penyiaran13
dan Konvensi
tentang Perlindungan Produser Rekaman Suara Terhadap Perbanyakan Rekaman
Suara Tanpa Izin.14
Terhadap hak cipta dan hak terkait diberikan perlindungan yang terpisah dan
untuk itu diperlukan adanya izin yang terpisah pula untuk penggunaan masing-
masing hak tersebut. Misalnya, ketika seseorang hendak memperbanyak sebuah
rekaman lagu, orang tersebut harus meminta izin tidak saja dari pencipta lagu, baik
pengarang musik maupun penulis liriknya, tapi juga dari produser rekaman dari lagu
tersebut. J.A.L Sterling menyebutkan ada 6 (enam) jenis hak terkait,15
yakni:
(1) Performers’ Rights.
(2) Phonogram Producers’ Rights.
(3) Film Producers’ Rights.
(4) Wireless Broadcasters’ Rights.
(5) Cable Distributors’ Rights.
(6) Publishers’ Rights
13
Wipo, 1961. International Convention for the Protection of Performers, Producers of
Phonograms and Broadcasting Organizations, http://www.wipo.int/treaties/en/ip/rome/trtdocs_
wo024.html, di akses pada 7 Desember 2017. 14
WIPO, 1971. Convention for the Protection of Producers of Phonograms Against
Unauthorized Duplication of Their Phonograms,
http://www.wipo.int/treaties/en/ip/phonograms/trtdocs_ wo023.html, di akses pada 7 Desember 2017. 15
J.A.L Sterling, 1998. World Copyright Law; Protection of Authors’ Works, Performances,
Phonograms, Films, Video, Broadcasts and Published Editions in National, International and
Regional Law, (London: Sweet & Maxwell), 273-277
2.1.3 PEMBATASAN DI DALAM HAK CIPTA TERHADAP SUATU
KARYA CIPTA
Hak Cipta juga mengenal pembatasan dalam penggunaan atau
pemanfaatannya. Dengan demikian tidaklah benar adanya anggapan bahwa pemegang
hak cipta boleh memanfaatkannya sesukan hati. UU Hak Cipta memberikan beberapa
pembatasan terhadap pemanfaatan hak cipta.16
UUHC memberikan beberapa pembatasan terhadap pemanfaatan hak cipta.
Didalam Pasal UUHC ada jenis-jenis perbuatan tertentu yang tidak dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Hak Cipta, adalah :
a) Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan
lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifat aslinya;
b) Pengumuman, Pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan
segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah,
kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan,
pernyataan pada ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut
dilakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau
penggandaan;
c) Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari
kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis
lainnya dengan ketentuan sembernya harus disebutkan secara lengkap;
atau
d) Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media
teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial
dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta
tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan
penyebarluasan tersebut.
16
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, 2003. Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori
dan Prakteknya Di Indonesia), Bandung: Citra Aditya Bakti. Hlm. 64.
e) Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden,
wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan lembaga Negara,
pimpinan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, dan/atau
kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 44 Undang-Undang Hak Cipta juga menjelaskan bahwa pengunaan,
pengambilan, penggandaan dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak
terkait secara seluruh atau sebagian yang subtansial tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap
untuk keperluan, yaitu
a) Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
b) Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatife, dan peradilan;
c) Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan atau ilmu pengetahuan
d) Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta
2.1.4 JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN HAK CIPTA
Masa perlindungan hukum atau masa berlaku Hak Cipta yang diatur dalam
Undang-Undang Hak Cipta sifatnya sangat variatif. Dalam Pasal 59 Undang-Undang
Hak Cipta masa perlindungan tersebut dibagi kedalam tiga bagian, yaitu:
1. Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasrl karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrali, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya arsitektur;
h. peta; dan
i. karya seni batik atau seni motif lain;
Berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh)
tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
2. Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh 2 (dua)
orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang
meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun
sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
3. Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50
(lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.
Kemudian Penulis juga mengklasifikasi masa berlaku hak cipta berdasarkan
hak-hak yang terdapat pada suatu karya cipta sebagai berikut:
a. Masa Berlaku Hak Moral
Berkaitan dengan masa berlaku dari Hak Moral atas suatu Ciptaan yaitu Lagu
dan/atau Musik sesuai dengan UUHC pada Pasal 57 bahwa;
1) Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf a, huruf b, dan huruf e berlaku tanpa batas waktu.
2) Hak moral Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
huruf c dan huruf d berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak
Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan.
b. Masa Berlaku Hak Ekonomi
Kemudian terkait dengan masa berlaku dari Hak Ekonomi atas Lagu dan/atau
Musik ialah sesuai dengan UUHC pada Pasal 58 Ayat (1) huruf (d), ayat (2) dan (3)
bahwa;
1) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan:
d) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; berlaku selama hidup
Pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah
Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun
berikutnya.
2) Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimiliki oleh
2 (dua) orang atau lebih, pelindungan Hak Cipta berlaku selama hidup
Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama
70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1 Januari
tahun berikutnya.
3) Pelindungan Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan
Pengumuman.
c. Masa Berlaku Hak Terkait
Pelindungan hak ekonomi bagi:
1. Pelaku Pertunjukan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram atau audiovisual;
2. Produser Fonogram, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak
Fonogramnya difiksasi; dan
3. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya
siarannya pertama kali disiarkan.
Masa berlaku pelindungan hak ekonomi sebagaimana diatas mulai tanggal
Januari tahun berikutnya.
2.2 LAGU DAN MUSIK SEBAGAI CIPTAAN YANG DILINDUNGI
2.2.1 PENGERTIAN LAGU DAN MUSIK
Musik dapat difenisikan sebagai sebuah cetusan ekspresi perasaan atau pikiran
yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Musik berawal dari bahasa
Yunani, yaitu mousike yang diambil dari nama dewa mitologi Yunani kuno Mousa,
yang mempin seni dan ilmu.17
Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan
mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa
patriotisme.
Istilah lagu dan musik dalam kehidupan sehari-hari cenderung digunakan
untuk maksud yang sama. Secara etimologi lagu merupakan satu kesatuan music
yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh
panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut, di samping itu, irama juga
memberi corak tertentu pada suatu lagu.
Menurut Hartaris Andijaning Tyas, bahwa yang dimaksud dengan lagu adalah
melodi yang dapat dinyanyikan dengan syair atau lirik.18
Lagu merupakan hasil dari
suatu karya di bidang seni musik. Seni musik merupakan salah satu media yang
banyak digunakan sebagai ungkapan perasaan (berekspresi) melalui media suara.
Media suara manusia disebut musik vokal, sedangkan melalui media alat music
(instrument) disebut musik instrumental. Beberapa macam warna suara yang diatur
dan disusun akan mewujudkan sebuah komposisi suara yang dapat menghanyutkan
rasa perasaan dan menggetarkan batin hati manusia.19
Definisi musik dan lagu apabila dilihat dari penjelasan pasal 12 ayat 1
undang-undang hak cipta “Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan
sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair
atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah
bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta”.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa:
1. Lagu atau musik dianggap sama pengertiannya;
2. Lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks;
17
Yuliawan Kasmahidayat, Learning More Art & Culture 3, (Bandung : Grafindo, 2011),
h.178. 18
Hataris Andijaning Tyas, Seni Musik, (Jakarta : Erlangga, 2007), h.100. 19
Arlo Kartono, Kreasi Seni Budaya, (Jakarta : Ganeca Exact, 2007), h.28.
3. Lagu atau musik merupakan suatu karya cipta yang utuh, jadi unsur
melodi, lirik, aransemen, notasi dan bukan merupakan ciptaan yang berdiri
sendiri.20
Dalam menciptakan sebuah nyanyian terdiri atas lagu dan lirik atau syair,
dalam hal ini terkait dengan definisi dari lirik dan syair pada dasarnya memiliki
makna yang sama. Hal demikian tidak memiliki makna yang berarti dalam
penggunaan kata tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lirik adalah karya sastra (puisi)
yang berisi curahan hati atau perasaan diri pribadi seseorang, dan/ atau susunan kata
yang terdapat dalam sebuah nyanyian yang melukiskan suasana dramatis, senang,
maupun sedih. Sedangkan, Syair adalah sastra puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri
atas 4 (empat) larik (baris) yang berakhir dengan bunyi yang sama, dan sajak yang
ada dalam pantun, maupun puisi.
Berbagai macam lagu yang ada didunia maupun lagu yang semakin tumbuh
dan berkembang di wilayah nusantara, menambah keanekaragaman jenis lagu yang
ada dibelahan dunia. Macam-macam lagu yang secara umum tumbuh dan
berkembang saat ini adalah:21
1. Klasik
Lagu klasik adalah jenis lagu terkenal yang dibuat atau diciptakan jauh di
masa lalu, tetapi masih diminati sampai saat ini. Ciri dari lagu ini
mempertahankan sifat keaslian dalam penyajiannya.
2. Jazz
Lagu Jazz adalah jenis lagu yang tumbuh dari penggabungan blues, ragtime,
dan musik Eropa, terutama musik band. Ada beberapa subgenre dari Jazz
yaitu Dixieland, Swing, Bebop, Hard Bop, Cool Jazz, Free Jazz, Free Jazz,
Jazz Fusion, Smooth Jazz, dan Caf Jazz. Merupakan sebuah aliran lagu vokal
20
Van Hoeve, Ensiklopedia Indonesia Buku 4, (Jakarta: Ichtiar Baru), h.141. 21
Diakses dari http://dompet-inspirasi.blogspot.com/2013/11/macam-macam-genremusik-dan-pengertianya.html Pada Tanggal 1 Januari 2018 Pukul 13.40.00 Wib.
(suara) dan Instrumental (musik) yang berasal dari Amerika Serikat (AS).
Berangkat dari music-musik spiritual dan pujian yang muncul dari komunitas
mantan budak-budak Afrika di AS.
3. Country
Genre Country adalah campuran dari unsur-unsur musik Amerika yang
berasal dari Amerika Serikat bagian selatan dan pegunungan Appalachia.
Berakar dari lagu rakyat Amerika Utara, musik kelt, music gospel, dan
berkembang sejak 1920-an.
4. World
Dunia lagu atau musik merupakan istilah umum untuk kategori lagu global,
seperti lagu dan musik tradisional atau lagu rakyat dari sebuah budaya yang
diciptakan dan dimainkan oleh musisi adat dan erat terkait dengan musik dari
daerah asal mereka. Genre ini biasanya lebih megandung lagu-lagu rakyat
yang lama.
5. Techno
Genre Techno adalah aliran lagu atau musik yang menggunakan tema
futuristik. Lagu atau musik ini menggunakan alat musik Digital seperti Dj
Maker yang biasa dipakai untuk me-remix musik yang sudah ada menjadi
musik yang bertema futuristik.
6. Reggae
Reggae merupakan lagu yang menggunakan irama musik yang berkembang di
Jamaika. Lagu dan musik ini berdiri dibawah gaya irama yang berkarakter
mulut prajurit tunggakan pukulan, dikenal sebagai “skank”, bermain oleh
irama gitar, dan pemukul drum, dan pemukul drum bass diatas tiga pukulan.
7. R&B
R&B adalah genre musik populer yang menggabungkan jazz, gospel, dan
blues, yang pertama kali diperkenal oleh pemusik Afrika-Amerika. Istilah ini
menggantikan istilah lagu atau musik ras dan kategori Billboard Harlem Hit
Parade pada juni 1949. Tahun 1948, RCA Victor memasarkan musik kulit
hitam dengan nama Blues and Rhythm.
8. Rap
Rap merupakan lagu yang memiliki salah satu unsur musik Hip- Hop. Rap
merupakan teknik vokal yang berkata-kata dengan cepat, rap diiringi oleh DJ
(Disc Joki) maupun band.
9. Deat Metal
Merupakan sebuah sub-genre dari musik heavy metal yang berkembang dari
thrash metal pada awal 1980-an. Beberapa ciri khasnya adalah lirik lagu yang
bertemakan kekerasan atau kematian.
10. Dangdut
Dangdut merupakan salah satu genre seni musik yang berkembang di
Indonesia. Bentuk lagu dan musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun
1940-an. Penyebutan nama “dangdut” merupakan onomatope dari suara
permainan tabla (dalam dunia dangdut disebut gendang saja) yang khas dan
didominasi oleh bunyi dang dan ndut.
11. Lagu pop
Lagu pop adalah penggunaan ritme yang terasa bebas. Dengan mengutamakan
permainan drum dan gitar bass. Komposisi melodinya juga mudah dicerna.
12. Lagu daerah
Lagu daerah merupakan salah satu kekayaan budaya Negara kita. Hampir
setiap pulau memiliki lahu daerah. Lagu daerah biasanya berisi tentang
gambaran tingkah laku masyarakat stempat secara umum dan syairnya
mengunakan bahasa daerah setempat.
13. Lagu Kebangsaan
Lagu kebangsaan merupakan salah satu kekayaan Negara. Setiap Negara si
seluruh dunia pasti memiliki lagu kebangsaan masing-masing. Lagu
kebangsaan bisanya berisi tentang semangat kemerdekaan. Lagu kebangsaan
biasanya dikumandangkan dalam upcara-upcara resmi,dan acara-acara resmi
kenegaraan.
Selain syair dan nada, sebuah lagu terdiri atas berbagai bagian yang
membentuknya. Lagu akan terdengar indah karena berbagai unsur musik yang
digabungkan,adapun unsur-unsur yang membentuk sebuah lagu adalah sebagai
berikut :22
a. Notasi Musik
Nada tidak dapat dilihat dan diperlihatkan, tetapi dapat didengar ataupun
diperdengarkan. Nada adalah bunyi yang getarannya teratur. Untuk
menuliskan nada, digunakan notasi (simbol). Pada dasarnya, notasi hanya
dapat melukiskan dua sifat nada, yaitu tinggi rendah dan Panjang pendek.
b. Tanda Kunci
Kunci merupakan tanda yang digunakan pada garis paranada untuk
menunjukkan letak titinada. Tanda Kunci ada tiga macam, yaitu kunci G
(Kunci Diskan atau Kunci Biola) yang digunakan untuk nada-nada tinggi,
kunci C (Kunci Alto) kunci yang dipakai pada musik tertentu yang bersuara
sedang, dan Kunci F (Kunci bas) untuk menuliskan nada-nada rendah.
c. Melodi
Melodi merupakan rangkaian sejumlah nada atau bunyi berdasarkan
perbedaan tinggi rendah atau naik turunnya.
d. Ritme atau Irama
Ritme merupakan aliran ketukan dasar yang teratur mengikuti beberapa
variasi gerak melodi. Pola irama musik memberikan perasaan ritmis karena
pada hakikatnya irama adalah yang menggerakkan perasaan yang erat
hubungannya dengan gerak fisik.
e. Harmoni
Harmoni adalah keselarasan paduan bunyi. Secara teknis, harmoni
meliputi susunan, peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan
bentuk keseluruhan.
f. Tempo
22
Wahyu Purnomo & Fasih Subagyo, 2010. Terampil Bermusik, Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional. Hlm. 3-4.
Tempo adalah cepat atau lambatnya sebuah lagu, ukuran untuk
menentukan tempo adalah beat. Beat yaitu ketukan dasar yang menunjukkan
banyaknya ketukan dalam satu menit.
g. Dinamik
Dinamik adalah keras lembutnya lagu dan perubahannya. Tanda dinamik
dibagi menjadi tiga yaitu: tanda dinamik lembut, tanda dinamik sedang, dan
tanda dinamik keras
h. Tangga Nada
Tangga nada adalah urutan nada yang disusun secara berjenjang.
Misalnya, do, re, mi, fa, so, la, si, do. Tangga nada ini dibagi menjadi dua
yaitu Tangga Nada Diatonis (ada beberapa macam yaitu Mayor dan Minor)
dan Tangga Nada Pentatonis (pelog dan slendro).
i. Ekspresi
Ekspresi adalah mengungkapkan perasaan menggunakan alunan suara
manusia dan kadang alunan suara instrumen musik. Menyanyi dilakukan
dengan sepenuh perasaan baik itu sedih, gembira, khitmad, dan syahdu.
2.2.2 PENGATURAN HAK CIPTA MUSIK DAN LAGU
Terkait karya cipta musik secara khusus di atur dalam pasal
berdasarkan pasal 40 Undang-undang Hak Cipta tahun 2014. Dalam undang-
undang hak cipta tahun 2014 ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni , dan sastra yang mencakup:
a. buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lainnya;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase;
g. karya seni terapan;
h. karya arsitektur;
i. peta;
j. karya seni batik atau seni motif lain;
k. karya fotografi;
l. Potret;
m. karya sinematografi;
n. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;
o. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi
ekspresi budaya tradisional;
p. kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca
dengan Program Komputer maupun media lainnya;
q. kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli;
r. permainan video; dan
s. Program Komputer.
Sudah jelas mengenai objek hak cipta yang dilindungi secara khusus di
atur dalam undang-undang. Namun pada point o disebutkan objek hak cipta
yaitu musik.penegasan mengenai hak cipta tersebut Menurut Pasal 1 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, hak cipta adalah
hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Hak Cipta lagu lahir secara otomatis bukan pada saat lagu tersebut
selesai direkam, akan tetapi hak cipta lagu lahir secara otomatis pada saat lagu
tersebut sudah bisa didengar, dibuktikan dengan adanya notasi musik dan atau
tanpa syair. Hal ini sesuai dengan definisi mengenai Hak Cipta, yaitu: hak
eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.23
2.2.3 TINJAUAN TENTANG COVER DAN ARANSEMEN PADA
LAGU DAN MUSIK
Cover adalah sebuah pertunjukkan oleh pelaku (penyanyi dan musisi)
yang bukan merupakan pencipta dari suatu karya musik.24
Cover record adalah
sebuah rekaman oleh pelaku yang bukan merupakan pencipta dari karya musik
yang terkandung dalam rekaman tersebut, cover version yang juga dipahami
sebagai version recording adalah rekaman suara yang dibuat dari lagu yang sudah
dipublikasikan sebelumnya dengan menggunakan suara yang berbeda, biasanya
oleh musisi dan penata musik yang berbeda.25
Dari pengertian diatas dapat
disimpukan bahwa cover merupakan kegiatan membawakan kembali sebuah lagu
atau musik milik orang lain.
Pada praktiknya tindakan cover lagu sulit untuk lepas dari tindakan
aransemen. Aransemen berasal dari bahasa Belanda arrangement, yang artinya
penyesuaian komposisi musik dengan nomor suara penyanyi atau instrument
23
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Hak CIpta 2014 Tentang Hak Cipta 24
World Intellectual Property Organization, How to Make a Living from Music, ed. 2, WIPO
Publication Number 939(E), hlm. 115. 25
Safina Meida Baqo dan Ranggalawe Suryasaladin, Permasalahan Hukum Hak Cipta pada
Cover Version terhadap Lagu yang Dikomersialisasikan, FH UI, 2014, hlm. 5.
music yang didasarkan atas sebuah komposisi yang telah ada sehingga esensi
musiknya tidak berubah.26
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengertian Aransemen
adalah penyesuaian komposisi musik dengan nomor suara penyanyi atau
instrument lain yang didasarkan pada sebuah komposisi yang telah ada sehingga
esenisi musiknya tidak berubah. Dapat juga diartikan sebagai usaha yang
dilakukan terhadap sebuah karya msuik untuk suatu pergelaran yang
pengerjaannya tidak sekedar perluasan teknis, tetapi juga menyangkut nilai
artistik yang dikandungnya.27
Didalam Undang-Undang Hak Cipta aransemen merupakan hak ekslusif
yang dimilik oleh pencipta dari lagu dan termasuk dalam hak ekonomi yang
dimiliknya hal ini termuat dalam pasal 9 ayat 1 huruf d undang-undang Hak
Cipta. Aransemen terdiri dari tiga jenis adalah sebagai berikut. Aransemen Vokal,
Aransemen Instrumen, dan Aransemen Campuran. Dapat diuraiakan secara jelas
terkait dengan jenis-jenis tersebut yaitu:28
1. Aransemen Vokal (Suara)
Setiap lagu dapat dibuatkan aransemen khusus vokal, yaitu dalam dua
suara, tiga suara, atau empat suara. Aransemen vokal dalam dua suara
adalah aransemen lagu yang paling mudah. Penyusunan aransemen vocal
dalam tiga dan empat suara memerlukan lebih banyak persyaratan
2. Aransemen Instrumen (Musik)
Penyusunan aransemen instrumen sangat berbeda dengan aransemen
vokal. Aransemen instrumen harus disesuaikan dengan alat-alat musik
26
Yugi Al, 15 Genre atau Jenis-jenis Musik Terlengkap + Sejarahnya. diakses
https://www.eduspensa.id/jenis-jenis-musik-genre-musik/ Pada tanggal 1 januari 2018 pukul 09.00
Wib. . 27
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2006. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2. Cetakan ke- 7, Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 54. 28
Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Aransemen Pada Tanggal 20 Desember 2017
Pukul 13.00 Wib.
yang nantinya dipakai untuk memainkan lagu tersebut. Semakin lengkap
alat musik yang digunakan, semakin banyak pula kemungkinan variasi
yang dapat diciptakan.
3. Aransemen Campuran
Aransemen campuran adalah campuran aransemen vokal dan
instrumen. Teknik yang dilakukan adalah menggabungkan dua jenis
aransemen yang telah ada.29
2.3 FAIR USE DALAM COVER LAGU DI MEDIA YOUTUBE
2.3.1 KONSEP FAIR USE PADA MUSIK DAN LAGU
Fair Use dalam terjemahan Bahasa Indonesia berarti penggunaan yang wajar,
mempunyai arti lain dimana sesorang dapat menggunakan karya orang lain tanpa
seizin pemegang karya cipta tersebut. Fair use di Indonesia diatur pada bagian VI
“pembatasan hak cipta” Pasal 43-45 Undang-undang hak cipta Nomor 28 Tahun
2014. Pembatasan penggunaan yang wajar di dalam hak cipta atau yang dikenal
dengan istilah “fair use” mempunyai arti dimana UUHC mengizinkan pemakaian,
pengambilan atau perbanyakan suatu ciptaan tanpa izin pemegang hak
ciptanya sepanjang penggunanya menyebut sumbernya dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat tidak untuk komersial termasuk untuk kegiatan sosial.
Doktrin fair use digunakan di negara Amerika, sedangkan dibeberapa negara
seperti India dan Inggris menggunakan istilah “fair dealing”. Prinsip fair use di
negara Amerika diatur dalam United States Copyright Act 1976 terdapat dalam pasal
107 sebagai berikut:
“….the fair use of a copyrighted work, including such use by
reproduction in copies or phonorecords or by any other means specified
by that section, for purposes such as criticism, comment, news
29
Ibid.
reporting, teaching (including multiple copies for classroom use),
scholarship, or research, is not an infringement of copyright.”
Dari pasal 107 dapat dipahami bahwa pengaturan mengenai pembatasan
penggunaan wajar tau fair use dalam United States Copyright Act menjelaskan
penggunaan yang wajar dari sebuah karya hak cipta, termasuk penggunaan tersebut
oleh reproduksi dalam salinan phonerecord atau oleh orang untuk tujuan seperti
kritik, komentar, laporan berita, mengajar (termasuk beberapa salinan untuk
penggunaan di dalam kelas), pendidikan, atau penelitian, bukan merupakan
pelanggaran hak cipta. Lebih lanjut terkait apakah penggunaan karya tersebut
merupakan penggunaan yang wajar atau merupakan pelanggaran hak cipta pada
lanjutan dari section 17 Copyright Art 1976 menyebutkan:
“…In determining whether the use made of a work in any particular
case is a fair use the factors to be considered shall include
(1) the purpose and character of the use, including whether such use is of
a commercial nature or is for nonprofit educational purposes;
(2) the nature of the copyrighted work;
(3) the amount and substantiality of the portion used in relation to the
copyrighted work as a whole; and
(4) the effect of the use upon the potential market for or value of the
copyrighted work.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa di Negara Amerika konsep fair use
terhadap karya cipta haruslah dipertimbangkan menggunakan empat faktor yang telah
disebutkan didalam section 107 Copyright Art 1976. Faktor pertama dilihat dari
tujuan dan karakter penggunaan, termasuk apakah penggunaan semacam itu memiliki
sifat untuk tujuan komersial atau untuk tujuan pendidikan nonprofit. kedua sifat dari
karya cipta yang dilindungi, ketiga melihat jumlah dan bagian penting yang
digunakan dari keseluruhan ciptaan, keempat faktor efek dari penggunaan terhadap
pasar atau terhadap nilai dari karya ciptaan yang digunakan.
Konvensi Berne pun juga membahas tentang pengunaan wajar atau fair use
ini, hal ini atur dalam ketentuan terhadap pembatasan dan/atau pengecualian termuat
di dalam Article 2 yang mendefinisikan karya sastra dan seni, tetapi memberikan
sejumlah keterbatasan dan pengecualian terhadap perlindungan seperti: Naskah-
naskah resmi dari sumber legislatif, administratif serta naskah hukum hukum,
termasuk terjemahan resmi dari naskah-naskah yang disebutkan ( artikel 2.4); Berita
dan informasi pers ( artikel 2. 8 ); Pidato politik dan pembelaan dalam proses
peradilan (artikel 2 bis 1).
Konvensi Berne juga mengatur tentang pengecualian terhadap karya cipta
dimana sesorang dapat menggunakan karya cipta tersebut tanpa harus meminta izin
dari pencipta karya dalam batas penggunaan yang wajar. Berikut adalah
pengecualian-pengecualian dalam konvensi berne yang telah penulis terjemahkan
kedalam Bahasa indonesia sebagai berikut:30
1) Pengutipan
Hal ini diatur dalam artikel 10 (1): bahwa diperbolehkannya membuat
kutipan-kutipan dari suatu karya cipta yang telah secara hukum dibuat
untuk umum dengan ketentuan bahwa perbuatan tersebut dilakukan sesuai
dengan penggunaan yang adil/prakter yang jujurdan batasnya tidak
melebihi yang dibenarkan oleh tujuan dari karya cipta yang di kutip
termasuk kutipan dari artikel surat kabar dan majalah dalam bentuk
ringkasan pers.
2) Kepentingan pengajaran
Hal ini diatur dalam artikel 10 (2): bahwa diperbolehkan untuk
menggunakan karya sastra dan seni untuk batas yang dibenarkan oleh
tujuan untuk keperluan pengajaran selama digunakan sesuai dengan 30
Disarikan dari beberapa artikel didalam Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1967.
praktek yang jujur. Penggunaan terhadap kutipan dan untuk kepentingan
mengajar harus menyebutkan atas sumber dan atas nama pencipta atau
pengarangnya.
3) Penggunaan artikel koran dan majalah
Hal ini diatur dalam artikel 10bis (1): menjelaskanpenggunaan atas
karya cipta diperbolehkan melakukan reproduksi melalui penerbitan,
penyiaran atau mempublikasikan kepada masyarakat terhadap artikel yang
diterbitkan di dalam sebuah koran atau jurnal yang membahas mengenai
masalah ekonomi, politik, ataupun masalah agama dan dalam melakukan
penyiaran atas karya cipta tersebut terkait hal reproduksi, penyiaran, atau
publikasi tersebut tidak secara tegas dilarang namun dengan syarat sumber
harus disebutkan.
4) Kuliah, ceramah dan karya cipta sejenis
Termuat dalam artikel 2bis (2): mengatur kondisi di mana jenis-jenis
karya cipta secara lisan, dapat digunakan untuk tujuan pelaporan
diperbolehkan juga untuk melakukan reproduksi oleh penerbitan, penyiar
dan dipublikasikan kepada masyarakat.
5) Penyiaran dan hak-hak yang terkait
Artikel 11bis mengatur tentang hak penyiaran dan komunikasi umum,
akan tetapi artikel 11bis (2) memberikan pengecualian dalam atikel 11 bis
(1) Pencipta dari karya cipta sastra dan seni memiliki hak eksklusif dalam
hal
a) penyiaran dari karya ciptanya atau mengumumkan kepada
masyarakat dengan nirkabel, suara atau gambar;
b) setiap pengumuman kepada masyarakat dengan kabel atau dengan
penyiaran ulang dari penyiaran karya cipta tersebut.
c) Pengumuman kepada masyarakat dengan pengeras suara atau
dengan alat transmisi yang sejenis, suara atau gambar dan
penyiaran karya cipta tersebut.
Sehingga selama tidak dalam keadaan yang merugikan hak moral
dari pencipta atau tidak mendapakan suatu keuntungan atau tujuan
komersial, maka hal tersebut diperbolehkan.
6) Rekaman musik
Artikel 13 (1) menjelaskan bahwa setiap negara anggota konvensi
dapat menetukan perlindungan negara itu sendiri dan hak eksklusif yang
diberikan kepada pencipta musik dan lagu untuk memberikan lisensi
terhadap karya cipta tersebut. Namun hak eksklusif tersebut tidak berlaku
apabila seseorang yang menggunakan musik dan lagu ciptaanya tidak
digunakan untuk mendapatkan sebuah imbalan atau untuk tujuan
komersial.
Pengaturan fair use dalam konvensi Berne juga teruat di artikel 9 (2) yang
berbunyi “It shall be a matter for legislation in the countries of the Union to permit
the reproduction of such works in certain special cases, provided that such
reproduction does not conflict with a normal exploitation of the work and does not
unreasonably prejudice the legitimate interests of the author”. Dimana dapat
disimpulkan bahwa fair use di dalam konvesi Berne dapat diberikan apabila terhadap
pembatasan dan pengecualian yang diberikan bersifat khusus, tidak bertentangan
dengan dengan penggunaan secara wajar terhadap karya ciptaan yang dilindungi dan
tidak merugikan kepentingan yang sah dari pencipta karya tersebut.
Terkait prinsip Fair Use, di Indonesia juga telah menentukan ciptaan-ciptaan
yang tidak dilindungi hak ciptanya. Hal ini diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014. Hal ini berarti terhadap ciptaan-ciptaan yang tercantum
didalam pasal 42, tidak menjadi objek dari hak cipta sehingga tidak mendapatkan
perlindungan atas ciptaan tersebut. Ciptaan yang menyebutkan tidak ada hak cipta
atas antara lain:
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. kitab suci atau symbol keagamaan.
Ada dua batasan yang ditetapkan oleh ketentuan UUHC Indonesia yaitu
Batasan yang tanpa syarat dan batasan dengan syarat. Batasan tanpa syarat dapat
dijumpai dalam Pasal 43 UUHC yang meyebutkan bahwa tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta:
a. Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan
menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan
dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak
cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-
undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika
ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain,
dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pada Pasal 44 UUHC, dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau
dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan penyelenggaran pemerintahan, legislative maupun pengadilan;
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan:
(i) Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; atau
(ii) Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra
dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika
Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas
dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat
dokumentasi yang non-komersial semata-mata untuk keperluan
aktivitasnya;
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis
atas karya arsitektur, seperti ciptaan bangunan;
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program komputer dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
2.3.2 PEMENUHAN FAIR USE PADA COVER LAGU DI YOUTUBE
Youtube merupakan situs web yang menyediakan berbagai macam video.
Menurut penulis youtube juga dapat disebut sebagai media sosial, karena di youtube
sendiri para pengguna dapat berhubungan satu sama lain, layaknya media tempat
dimana orang-orang dapat berinteraksi sosial satu dengan yang lainnya. Di dalam
media sosial ini tersedia mulai dari video klip sampai film, serta video-video yang
dibuat oleh pengguna youtube sendiri. Tidak sedikit orang-orang yang menjadi
terkenal hanya dengan meng-upload video mereka di youtube. Oleh karena itu
youtube menjadi salah satu pilihan bagi orang-orang yang ingin mencoba
peruntungan. Mulai dari meng cover lagu (memreproduksi dan membawakan ulang
lagu dari versi asli pencipta yang di arasemen) bisa menjadi sebuah pilihan. Tidak
sedikit artis-arti masa kini yang awalnya terkenal karena youtube. dan juga
penggunanya yang membuat video-video mereka menjadi viral dan menarik perhatian
para produser rekaman.
Berkaitan dengan media sosial tersebut bahwasannya media Youtube, telah
menjadi suatu alternatif dalam suatu pengumuman sebuah karya lagu dari para
pencipta dan pemegang hak cipta dari lagu tersebut. Berdasarkan pasal 1 angka 11
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta bahwa: Pengumuman
adalah pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.31
Tidak jarang ditemukan suatu penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
karena adanya media sosial youtube tersebut karena kemudahan yang pasti terlihat di
media tersebut yaitu untuk mengakses dan mengunggah video-video dalam bentuk
dan jenis apapun sesuai keinginan para pengunggahnya, kemudian disisi lain bahwa
media ini kadang kala akan menjadi suatu media yang ampuh dalam membuat suatu
hal-hal yang berbau video diminati masyarakat secara luas, tetapi disamping itu juga
banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran berupa membawakan ulang dan aransemen
lagu-lagu yang sudah di ciptakan oleh para pencipta, kemudian untuk menambah
daya tarik pengunjung video dari pengunggah, pengunggahnya tersebut jutru
membuat suatu video yang telah di daur ulang kembali tanpa seizin dari pemegang
hak cipta dan penciptanya.
Terkait cover lagu, di youtube sendiri ternyata menjadi hal yang sensitif
karena didalamnya terdapat hak-hak seperti hak terkait dan hak eksklusif yang riskan
dilanggar oleh para pengguna media tersebut. Sehingga youtube pun membuat
ketentuan tersendiri mengenai program cover musik dan lagu. Youtube sendiri dalam
mengatur tindakan covering lagu.
Youtube mengatur bahwa, terkait hak cipta didalam tindakan cover lagu dan
musik harus melihat faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat dikatakan
31
Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
bahwa tindakan tersebut merupakan penggunaan yang wajar atau melanggar hak
cipta, faktor-faktor yang dimaksut adalah:32
1. Tujuan dan karakter penggunaannya, meliputi apakah penggunaan
tersebut bersifat komersial atau untuk tujuan pendidikan nonprofit.
Pengadilan biasanya berfokus pada apakah penggunaan tersebut
bersifat "transformatif." Artinya, apakah penggunaan menambahkan
ekspresi atau makna baru pada materi asli, atau hanya salinan dari aslinya.
Penggunaan komersial kemungkinan kurang dianggap sebagai
penggunaan wajar, meskipun monetisasi video dapat dilakukan dan masih
ada manfaat yang dapat diambil dari penggunaan wajar.
2. Sifat karya yang memiliki hak cipta
Menggunakan materi dari karya yang sebagian besar merupakan
kenyataan lebih dapat dianggap sebagai penggunaan wajar dibandingkan
dengan menggunakan karya yang benar-benar fiksi.
3. Jumlah dan substansialitas bagian yang digunakan dalam kaitannya
dengan karya berhak cipta secara keseluruhan
Meminjam sebagian kecil materi dari karya original lebih cenderung
dianggap sebagai penggunaan yang diperkenankan daripada meminjam
bagian yang besar. Namun, dalam situasi tertentu, pengambilan sebagian
kecil materi bisa dianggap bukan penggunaan yang diperkenankan, yaitu
jika yang digunakan merupakan "inti" dari karya yang dimaksud.
4. Efek dari penggunaan pada potensi pasar, atau nilai dari, karya berhak
cipta
Penggunaan yang merugikan pemilik hak cipta untuk mendapatkan
keuntungan dari karya aslinya, tidak dianggap sebagai penggunaan wajar.
32 https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-resources.
Diakses pada tanggal 12 Januari 2018, 22.13 WIB.
Dari faktor yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa youtube tidak
mempermasalahkan para penggunanya untuk melakukan tindakan covering lagu dan
musik, dengan catatan memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh youtube
yang telah disesuaikan dengan hukum internasional dan hukum yang berkembang di
indonesia. Terkait cover lagu dan musik, youtube juga melindungi kepentingan dari
dua pihak yaitu baik pemegang hak cipta maupun pengguna hak cipta/peng-cover.
Penulis mengklarifikasi perlindungan hak yang diberikan oleh youtube kepada
pemegang hak cipta maupun bagi pengguna hak cipta/pelaku cover music dan lagu,
sebagai berikut:
a. Pemegang Hak Cipta
Pemegang hak cipta mendapatkan perlindungan dari youtube terkait karya
ciptanya yang di cover, bentuk perlindungan yang didapat antara lain
1. Pemegang hak cipta dapat mengklaim hak atas karya yang di cover,
sehingga pemegang hak cipta dapat memberikan teguran kepada
pengguna karyanya dan dapat meminta kepada youtube untuk
menghapus video cover atas lagu/musiknya.33
2. Mendapatkan royalti dari cover lagu atas karyanya apabila pengguna
mengaktifkan monetize (dikomersilan/diuangkan melalui pihak
youtube kepada pihak pengiklan) pada video cover.34
b. Pengguna Hak Cipta/Pelaku cover
Pelaku cover mendapat perlindungan atas karya cover lagu dan music dari
karya asli pencipta oleh youtube dengan catatan tidak untuk kegiatan
komersial, mencantumkan sumber dengan jelas dan tidak merugikan bagi
pemegang ha katas karya asli dari lagu dan music tersebut.35
33 https://support.google.com/youtube/answer/2902117?hl=id&ref_topic=2778545. Diakses
pada tanggal 12 Januari 2018, 22.08 WIB.
34 https://support.google.com/youtube/topic/1115889?hl=id&ref_topic=2676320 .
Diakses pada tanggal 12 Januari 2018, 22.15 WIB. 35
https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-resources di akses pada tanggal 12 Januari 2018 pukul 22.20 WIB.
Cover atau “Memainkan atau membawakan kembali” merupakan salah satu
bentuk dari penggunaan hak ekonomi selain pencipta oleh pihak lain yaitu seperti
yang diatur dalam pasal 9 UUHC. Perbuatan memainkan kembali tersebut sesuai
dengan huruf g yaitu perbuatan “Pengumuman ciptaan” sedangkan untuk memainkan
kembali suatu lagu dengan mengaransemen sesuai dengan huruf d yaitu
Pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian ciptaan.
“Pengumuman” menurut pasal 1 angka 11 adalah pembacaan, penyiaran,
pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non
elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca,
didengar, atau dilihat orang lain. Sehingga memainkan lagi sebuah lagu orang lain
sesuai dengan frase “...Melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat
dibaca, didengar, atau dilihat orang lain”. Maksud Frase “Melakukan dengan cara
apapun” merujuk sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tetapi masih
belum spesifik mengenai perbuatan nya. Frase “dengan cara apapun sehingga suatu
ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain” merujuk pada bentuk tujuan
perbuatan yang dimaksud dalam frase sebelumnya yaitu perbuatan yang dilakukan
dengan tujuan suatu ciptaan tersebut dapat didengar atau dilihat orang lain.
Dalam hal cover lagu, pengguna lagu karya orang lain ini meng-cover
/membawakan lagi lagu dengan berbagai tujuan dan berbagai tempat, salah satu
contohnya seperti media sosial youtube, soundcloud, Instagram dan contoh lain di
café-café atau tempat makan serta di kegiatan belajar mengajar dikelas contohnya di
Fakultas Seni dan Pertunjukan Universitas Satya Wacana. Pada prinsipnya meng-
cover ini adalah sama yaitu “menggumumkan” dimana para pelaku cover lagu ini
menyinggung hak ekslusif dari pemilik karya lagu tersebut.
Penulis mengambil contoh dalam praktiknya peng-cover memainkan kembali
lagu tersebut didepan umum yang tujuannya untuk memberikan keuntungan bagi
mereka sendiri secara ekonomis maupun memberikan keuntungan bagi pihak pemilik
cafe itu sendiri agar meningkatkan daya tarik terhadap tempatnya. Maka
kesimpulannya memainkan kembali seperti yang telah dilakukan didepan umum
maka dikategorikan sebagai penggunaan hak ekonomi pencipta.
Poin pentingnya, bahwa dalam cover musik dan lagu banyak orang yang
menggunakan hak ekonomi tersebut tanpa seizin dari pencipta sehingga idealnya
perbuatan tersebut dapat menyebabkan seseorang dikatakan melanggar UUHC
spesifiknya hak ekonomi pencipta, dikarenakan dalam pasal 9 ayat (2) memberikan
kata “wajib” untuk mendapatkan izin dari pencipta ketika seseorang ingin
melaksanakan hak ekonomi pencipta. Konsekuensi dicantumkannya kata “wajib”
,menjadi suatu keharusan untuk dilakukan tanpa terkecuali, dalam hal ini orang yang
memainkan kembali tersebut diwajibkan untuk meminta izin pencipta atau pemegang
hak cipta pada ciptaan.
Terkait dengan cover lagu, tindakan ini bersinggungan dengan tindakan
aransemen, karena pada praktiknya cover lagu dibarengi dengan tindakan aransemen
terhadap lagu tersebut menyesuaikan dengan gaya/genre maupun dari peng-cover
lagu tersebut. Aransemen lagu juga merupakan salah satu hak eksklusif yang termuat
dalam pasal 9 UUHC. Dalam hal hak ekonomi yang digunakan oleh orang adalah
huruf d yang mengatakan “Pengadaptasian, pengaransemen atau pentransformasian
Ciptaan.” Dalam prakteknya orang yang memainkan kembali dengan
mengaransemen lagu seorang pencipta termasuk sebagai “Pengaransemen” karena
maksud dari kata tersebut menunjukkan dimana orang yang memainkan kembali
lagu/ peng-cover melakukan sedikit perubahan terhadap lagu ciptaan orang lain,
dalam hal ini lagu tersebut sedikit dirubah tetapi tidak menghilangkan konstruksi
dasar lagunya seperti yang kita lihat banyaknya lagu-lagu dimainkan kembali di
youtube sedikit merubah unsur lagunya seperti mengganti genre musiknya.
Contohnya adalah lagu yang bergenre pop kemudian diaransemen menjadi dangdut
tetapi perubahan tersebut tidak menghilangkan esensi lagunya. Kesimpulannya
aransemen lagu orang lain dikategorikan penggunaan hak ekonomi pencipta seperti
yang diatur dalam huruf d.
Didalam Undang-Undang Hak Cipta sebenarnya tidak menyebutkan secara
jelas mengenai pembatasan yang wajar dan pengecualian terhadap cover lagu atau
membawakan/memainkan ulang lagu milik orang lain. Namun tersirat didalam pasal
43 huruf d, yaitu “perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
meliputi: (d) pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media
teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau
menguntungkan pencipta atau pihak terkait atau pencipta tersebut tidak menyatakan
keberatan atas pembuatan dan penyerbarluasam tersebut.”
Penulis berfokus pada penggalan kalimat “…konten Hak Cipta melalui
media teknologi informasi dan komunikasi…” kata konten berasal dari Bahasa
inggris “content” yang berarti informasi yang tersedia melalui media atau produk
elektronik, penyampaian konten ini dapat dilakukan melalui berbagai media seperti
internet, televisi, compact disk (CD) mauapun audio.36
Audio bercirikan sesuatu yang
mengandung unsur bunyi sehingga lagu dan music sekalipun itu karya cover
sehingga kata lagu dan music serta karya cover termasuk ke dalamnya. Kemudian
kata “melalui media informasi dan komunikasi”, hal ini jelas bahwa youtube
termasuk media informasi dan komuikasi maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
cover lagu tersirat diatur didalam pasal 43 huruf d sebagai tindakan fair use atau
sebagai penggunaan yang wajar terhadap karya lagu orang lain bukan merupakan
sebuah pelanggaran hak cipta lagu dan music, dengan ketentuan tidak memberatkan
kepentingan dari pemilik lagu tersebut.
Di pembahasan sebelumnya penulis menguraikan bahwa, dalam UUHC
sendiri mengenal tentang pembatasan dalam penggunaan kepentingan yang wajar
(fair use) terhadap sebuah karya ciptaan. Namun konsep pembatasan penggunaan
kepentingan yang wajar (fair use) dibatasi dengan tujuan dan keperluan untuk
menggunakan suatu karya ciptaan, dimana diatur secara jelas dalam pasal 44 ayat 1
huruf d UUHC yang berbunyi:
“Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu
Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang
substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika
sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk
keperluan:
36
https://id.wikipedia.org/wiki/Konten diakses pada tanggal 17 Januari 2018 pukul 15.20 WIB.
d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta”
Konsep fair use ini aplikatif untuk cover lagu, dimana kegiatan cover lagu di
YouTube merupakan tindakan penggunaan dan pengubahan suatu karya ciptaan
seseorang seluruh atau sebagian yang dibawakan ulang serta menyebutkan sumber
ciptaan lagu yang di cover secara jelas serta tidak merugikan bagi pemegang hak
terkait dari ciptaan tersebut karena tidak melanggar hak moral dan tidak bertujuan
untuk kegiatan ekonomi atau bersifat komersil dengan kata lain tidak bersifat
merugikan bagi pemegang hak atas karya tersebut.
Cover lagu yang dipublikasikan di media sosial YouTube tidak dapat
dikatakan melanggar hak dari pencipta lagu tersebut apabila tidak merugikan bagi
pencipta lagu, tidak bertujuan untuk kegiatan komersil serta tidak melanggar hak
terkait dari pencipta lagu asli. Penyataan tersebut selaras UUHC pasal 43 ayat 1 huruf
d yang menyatakan “Perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta
meliputi: (d) pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media
teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau
menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak
keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.” Cover lagu tercakup dalam
pasal tersebut, karena karya cover lagu yang disebarluaskan melalui media YouTube
dimana tidak bertujuan untuk komersil dan pemegang hak atas lagu tidak merasa
keberatan karyanya di cover dan di share melalui media YouTube.
Penulis menguatkan argumen bahwa cover lagu di media youtube bukanlah
pelanggaran hak cipta sepanjang memenuhi ketetntuan fair use atau pembatasan yang
telah ditentukan dengan beberapa sumber-sumber hukum yang ada yang pertama dari
Konvensi Berne tahun 1967 mendukung cover lagu di youtube sebagai tindakan yang
memenuhi fair use, konvensi berne juga memberi ketentuan yang dikenal dengan
three-step-test yang termuat dalam artikel 9:
“1. Authors of literary and artistic works protected by this Convention shall
have the exclusive right of authorizing the reproduction of these works, in any
manner or form.
2. It shall be a matter for legislation in the countries of the Union to permit
the reproduction of such works in certain special cases, provided that such
reproduction does not conflict with a normal exploitation of the work and
does not unreasonably prejudice the legitimate interests of the author.
3. Any sound or visual recording shall be considered as a reproduction for
the purposes of this Convention.”
Penulis memfokuskan pembahasan pada artikel 9 dimana apabila disarikan konvensi
berne ini selaras dengan argument penulis bahwa tindakan cover merupakan fair use,
cover di youtube yang sejatinya merupakan pengumuman karya berbentuk suara dan
gambar (audiovisual) termuat dalam artikel 9 ayat 3 cover lagu merupakan tindakan
reproduksi dan dilanjutkan dengan artikel 9 ayat 2 “…provided that such
reproduction does not conflict with a normal exploitation of the work and does not
unreasonably prejudice the legitimate interests of the author.” Dapat dipahami cover
lagu dapat dikatakan fair use bila penggunaannya wajar dan tidak merugikan pemilik
lagu dan music tersebut. Argumen ini penulis perkuat lagi dengan ketentuan yang
termuat dalam artikel 9 (2):
“.It shall be a matter for legislation in the countries of the Union to
permit the reproduction of such works in certain special cases,
provided that such reproduction does not conflict with a normal
exploitation of the work and does not unreasonably prejudice the
legitimate interests of the author.”
Sehingga pada dasarnya konvesi berne memperbolehkan tindakan menggunakan atau
membawakan kembali lagu orang lain dengan ketetentuan tidak bertentangan dengan
penggunaan yang wajar dan tidak merugikan kepentingan dari pemilik lagu tersebut,
dan negara yang meratifikasi konvensi ini termasuk indonesia berhak menentukan
matasan-batasan dari pemenuhan fair use.
Penulis juga megacu pada United States Copyright Art 1976 terkait
pemenuhan fair use dalam cover lagu dan music di media youtube sebagai tindakan
yang tidak melanggar hak cipta dari pemilik lagu dan musik. United States Copyright
Art 1976 memuat ketentuan kondisi fair use didalam artikel 107 untuk menentukan
apakah menyanyikan ulang lagu yang diumumkan media sosial youtube termasuk
kedalam pelanggaran atau termasuk kedalam fair use, yakni penulis menguji
menggunakan faktor-faktor sebagai berikut:37
1) pertama yaitu tujuan dan karakter penggunaan, apakah digunakan
untuk kepentingan komersial atau non-komersial. Apabila digunakan
untuk kepentingan non-komersial maka dapat dikategorikan sebagai
fair use, namun apabila untuk komersial harus mendapatkan lisensi
dari pencipta lagu tersebut.
2) kedua yaitu sifat dari karya cipta yang dilindungi. Sifat dasar dari
ciptaan terkadang diukur melalui kreativitas dan originalitas yang
diinvestasikan oleh pencipta.38
apabila pengguna hanya menyalin lagu
ciptaan tersebut sebanyak yang dibutuhkan untuk kepentingannya,
maka tindakan dalam menyanyikan ulang lagu yang diumumkan di
media youtube dianggap sebagai menggunaan yang wajar.
3) ketiga yaitu jumlah dan porsi substansi isi yang digunakan, semakin
banyak bagian yang diambil, semakin besar kemungkinan terjadinya
pelanggaran, “banyak” dalam konteks ini dapat didefinisikan dengan
substansi kualitas yang diambil. Artinya, pengambilan bagian yang
substansial atau pokok dari ciptaan yang dianggap sebagai
pelanggaran, penilaian perlu dilakukan untuk menentukan apakah
termasuk kedalam fair use atau pelanggaran.
4) Faktor terakhir yaitu efek dari penggunaan terhadap pasar atau
terhadap nilai dari karya ciptaan yang digunakan yakni dampak yang
akan ditimbulkan yang dapat merugikan hak cipta. Penggunaan yang
merugikan kemampuan pemilik hak cipta untuk mendapatkan
37
Artikel 107 United States Copyright Art 1976 38 Stanford Universities Libraries and Academic Information Sources, Justia, NOLO,
LibraryLaw.com&Onecle,Chapter 9: Fair use and What is Fair use, Measuring fair use : The
Fourth Factors dalam http://fairuse.stanford.edu/overview/fair-use/ diakses pada tanggal 16
Januari 2018 pukul 13.15
keuntungan dari karya aslinya cenderung tidak dianggap sebagai
penggunaan wajar.39
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalan United States Copryright Art 1976 pun
selaras dengan argument penulis bahwa cover di media youtube merupakan tindakan
fair use bila memenuhi keempat faktor yang dimuat dalam artike 107.
Penulis juga mengambil contoh dimana, sebenarnya tindakan cover dapat
dikatakan pelanggaran apabila ketentuan yang telah dipaparkan penulis sebelumnya
tidak terpenuhi. Penulis mengambil contoh dalam kasus cover lagu yang dilakukan
Eni Sagita penyanyi Dangdut dan Grup Musiknya dimana berdasarkan surat dakwaan
Jaksa Penuntut Umum pada 5 Desember 2013, Eni Sagita pada pokoknya didakwa
telah melakukan pelanggaran Hak Cipta dikarenakan telah dengan sengaja dan tanpa
hak menyiarkan kepada umum suatu ciptaan sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 72 ayat (2) UUHC 2002.
Setelah dilakukan pemeriksaan pengadilan, Hakim Pengadilan Negeri
Nganjuk melalui Putusan nomor 10/Pid.B.Sus/2014/PN.Ngjk akhirnya menyatakan
Eni Sagita telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “dengan sengaja menyiarkan kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta”. Yang dilakukan oleh Eni Sagita dan grup musiknya adalah
membuat cover version atau membawakan ulang lagu yang berjudul “Oplosan”,
dimana sebelumnya lagu ini pernah dibawakan oleh penyanyi atau artis lain yang
bukan merupakan pencipta lagu tersebut. Lagu Oplosan pernah dibawakan oleh
Wiwik Sagita dan dilakukan reproduksi ulang terhadapnya, namun dengan adanya
lisensi atau izin dari Nur Bayan selaku pencipta lagu.
Dalam kasus ini, berdasarkan keterangan dari Nur Bayan selaku pencipta
lagu Oplosan dan berdasarkan keterangan dari Eni sendiri, tidak ada izin dan lisensi
yang diberikan oleh Nur Bayan kepada Eni Sagita untuk dapat menyanyikan lagu
Oplosan. dikarenakan tidak adanya keterangan tersebut di dalam putusan maka Eni
39 Anonim, 2000, Copyright, Fair use, & Educational Multimedia FAQ, Blackboard,
Inc.,hlm.3 dari situs http://www.blackboard.com/Platforms/Learn/Products/Blackboard-Digital-
Content.aspx diakses pada tanggal 16 Januari 2018 pukul 13.15
dan Grup Musiknya tidak memiliki hak untuk mengumumkan lagu Oplosan kepada
umum apalagi dilakukan dengan tujuan komersial.
Dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan bahwa tindakan yang
dilakukan Eni Sagita dan Grup Musiknya bukan tindakan fair use melainkan tindakan
yang melanggar hak eksklusif yang dimiliki Nur Bayan terhadap lagu oplosan antara
lain “Menimbang, bahwa sesuai keterangan saksi ahli dipersidangan, menyanyikan
lagu dalam sebuah acara konser atau acara yang dilakukan dihadapan umum untuk
keperluan komersil termasuk kategori mengumumkan atau menyiarkan lagu
sebagaimana UU No. 19 tahun 2002 tentang hak cipta, yang kemudian jika untuk
kepentingan komersil maka si penyanyi haruslah meminta ijin dari si pencipta lagu;”
dan “…bahkan pada saat menyanyikan terdakwa tidak menyebutkan nama pencipta
lagu oplosan tersebut”40
.
Dari dasar tersebut dapat kita pahami bersama bahwa Eni Sagita secara sadar
dan sengaja membawakan kembali lagu Oplosan dalam acara-acara yang disebutkan
dalam putusan untuk kepentingan komersial tanpa memnita izin terlebih dahulu,
sehingga tindakan cover yang dilakukan Eni tidak memenuhi ketentuan tindakan fair
use dimana alasan yang pertama adalah tujuannya untuk kepentingan komersil dan
tidak meminta izin terlebih dahulu kepada Nur Bayan untuk membawakan ulang
kembali lagu Oplosan dengan tujuan komersial sehingga melanggar hak ekonomi
yang dimiliki pencipta lagu tersebut. Kedua, bahkan pada saat menyanyikan Eni
Sagita tidak menyebutkan nama pencipta lagu oplosan sehingga hak moral Nur Bayan
pun juga terlanggar. Sehingga semua pengecualian-pengecualian yang telah
dipaparkan penulis sebelumnya tidak terpenuhi menjadikan cover lagu Oplosan yang
Eni Sagita bukan merupakan tindakan fair use akan tetapi pelanggaran hak Cipta.
Konsep penggunaan kepentingan yang wajar (fair use) ini aplikatif untuk di
berlakukan terhadap tindakan cover lagu di media YouTube dimana peng-cover lagu
boleh melakukan cover lagu terhadap suatu karya seseorang dengan menyebutkan
sumber yang memuat judul lagu dan penciptanya secara jelas serta tidak ditujukan
untuk kegiatan yang bersifat komersil di media sosial YouTube. Sehingga tindakan
40
Putusan Nomor 10/Pid.BSus/2014/PN.Ngjk
cover lagu di YouTube tidak dapat dikatakan melanggar apabila tidak merugikan bagi
pencipta lagu, tidak bertujuan untuk kegiatan komersil dan dalam batas wajar
kepentingan penggunaan hak cipta.
Dari uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tindakan cover atau
memainkan kembali lagu dan musik orang lain diperbolehkan dan tidak termasuk
tindakan yang melanggar hak cipta tetapi dengan catatan bahwa ciptaan tersebut
harus disebutkan sumbernya dimana diketemukan lagu tersebut dan siapakah pencipta
lagunya. Catatan kedua bahwa dengan memainkan kembali juga tidak sampai
merugikan kepentingan yang wajar pencipta.