5
BAB II
SUMBER PUSTAKA
A. Burung Hantu Sebagai Tema
1. Definisi Burung
Burung merupakan kelompok binatang berdarah panas yang tidak
termasuk dalam kelompok binatang menyusui. Suhu tubuh burung 5 derajat
celcius di atas suhu tubuh binatang menyusui dan bulu merupakan ciri khas pada
burung. Semua hewan vertebrata yang berbulu dimasukkan dalam kelas aves.
Selain itu, semua burung memiliki sayap dengan bentuk dan ukuran sayap yang
menentukan kemampuan terbang burung dan jarak terbangnya (Ensiklopedia
Nasional Indonesia Jilid 3, 1989: 569).
W. Van Hoeve menyatakan bahwa:
Burung merupakan salah satu diantara 5 kelas hewan bertulang
belakang. Burung berdarah panas dan berkembang biak melalui
telur. Tubuhnya tertutup bulu dan memiliki bermacam-macam
adaptasi untuk terbang. Burung memiliki sejumlah ciri-ciri
khusus yang berhubungan dengan kemampuan terbangnya, yaitu:
a. Sebagian ruas tulang belakang menjadi satu membentuk
titik tumpu yang kuat sewaktu sayap dikepakkan.
b. Kebanyakan tulang yang besar berongga untuk mengurangi
bobot beban. Berat kerangka hanya 10% dari seluruh berat badan.
c. Pada tulang dada yang berlunas dalam, melekat otot-otot
terbang yang kokoh untuk menggerakkan sayap.
d. Sistem pernafasan diperluas dengan alat pembantu
pernafasan, yaitu pundi-pundi udara yang berupa kantong selaput
yang ringan.
Burung termasuk binatang bertulang belakang, mereka memiliki dua kaki
yang berfungsi untuk berjalan, dan dilengkapi dengan dua sayap yang berfungsi
6
untuk terbang. Burung melakukan reproduksi dengan bertelur. Artinya, tidak ada
perkembangan anak di dalam tubuh betina.
2. Burung Hantu
Burung hantu adalah burung pemangsa yang memiliki bulu sangat halus,
ekor pendek, kepala besar dan bulat, dan biasanya memangsa pada malam hari
sehingga sering disebut sebagai hewan nokturnal (pemangsa malam hari).
Matanya yang besar dan mengarah kedepan, dikelilingi piringan wajahnya yang
berupa karangan bulu berbentuk bulat atau mirip gambar jantung. Paruhnya
berkait dan cakarnya tajam. Burung hantu memiliki keanekaragaman dalam
ukuran bentuk tubuh (Redaksi Ensiklopedia Indonesia. 1989:167)
Burung hantu dibagi menjadi 2 jenis, yakni Tytonidae dan Strigidae.
Sembilan spesies burung hantu gereja ditandai oleh karangan bulu berbentuk
gambar jantung di sekitar mata, tungkai panjang dan adanya cakar di tengah setiap
kaki yang telah berkembang menjadi serupa sisir berbentuk gergaji. Kebanyakan
Strigidae tergolong pada jenis Buboninae (burung hantu sejati) yang piringan
wajahnya secara umum lebih kecil atau pipih, sedangkan jambul telinganya
memiliki perkembangan tidak begitu baik jika dibandingkan dengan jenis
Striginae (Redaksi Ensiklopedia Indonesia. 1989:167)
Jenis yang kedua adalah Striginae, ditandai dengan piringan wajah yang
baik perkembangannya. Paling terkenal adalah burung hantu hutan (Strix) tanpa
“telinga”, terutama karena matanya yang hitam dan kebanyakan dari burung jenis
Striginae memiliki tungkai berbulu dan sayap bulat. Enam spesies burung hantu
dari genus Asio memiliki “jambul telinga” atau “rumbai telinga” (Redaksi
Ensiklopedia Indonesia. 1989:167)
7
Ordo Strigiformes terdiri dari dua suku (familia), yakni suku burung serak
atau burung-hantu gudang (Tytonidae) dan suku burung hantu sejati (Strigidae).
Banyak dari jenis-jenis burung hantu ini yang merupakan jenis endemik
(menyebar terbatas di satu pulau atau satu region saja) di Indonesia, terutama dari
marga Tyto, Otus, dan Ninox
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
a. Familia Tytonidae
Burung-burung hantu yang termasuk keluarga Tytonidae memiliki
karakteristik utama yaitu memiliki wajah berbentuk hati (disc wajah),
terbentuk oleh bulu kaku yang berfungsi untuk menjelaskan dan mencari
sumber suara ketika berburu. Burung hantu Tytonidae mempunyai adaptasi
lebih lanjut dalam menghilangkan suara pada saat terbang, hal ini karena
sayapnya terdiri dari bulu-bulu yang halus seperti kapas. Burung-burung ini
sangat baik di malam hari yang disesuaikan dengan perilaku mereka, berkat
bentuk dan komposisi bulu 'dari disk wajah, adanya telinga asimetris dan
penglihatan yang tajam mereka, karena mata yang besar. Mereka melakukan
penerbangan secara diam-diam agar tidak terdeteksi oleh mangsa potensial
mereka. Menurut spesiesnya, burung hantu ini sering terdapat di hutan, lahan
pertanian, rawa-rawa, pinggiran bakau, dataran rendah dengan pohon-pohon
tersebar dan terutama di darah pemukiman penduduk. Karena di tempat-
tempat seperti itulah habitat yang cocok untuk berburu dan bersarang.
Keluarga burung Tytonidae hampir semuanya merupakan burung malam,
hidup sendirian atau berpasangan. Mereka sering berpindah-pindah dan
8
menempati wilayah mereka sepanjang tahun atau selama beberapa tahun. Saat
malam hari, mereka mengucapkan berbagai dencitan dan jeritan, tetapi juga
bersiul beberapa suara. Selama musim kawin, mereka memberikan suara yang
sangat riuh yang ditujukan untuk lawan jenisnya. Contoh spesies dari
keluarga Tytonidae adalah Tyto Alba
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
Gambar 1 Jenis Burung Hantu Tyto Alba
Sumber: https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/736x/7b/94/17/7b9417315365be3fc472b55ad5fab267.jpg
14/07/2016 02.06 WIB
b. Familia Strigidae
Familia Strigidae merupakan kelompok burung hantu sejati.
Kelompok burung hantu ini dapat di temui menyebar di seluruh dunia,
kecuali daerah antartika dan pulau-pulau di sekitarnya. Untuk daur
kehidupannya, antara family Tytonidae dan family Strigidae pada umumnya
sama. Contohnya, pada waktu siang, burung hantu duduk dengan senyapnya
dan tidak bergerak-gerak di celah-celah daun yang tebal di atas pohon. Pada
waktu senja, burung itu terbang ke kawasan pemburuannya. Biasanya burung
9
itu bertenggek pada dahan yang rendah yang berjuntai di atas permukaan air.
Mangsanya yaitu ikan, katak, udang, dan serangga air. Biasanya, mangsanya
berada hampir dengannya dan burung itu menyerang dan menangkap
mangsanya. Burung hantu dari family Strigidae ini pun dapat melihat dalam
cahaya yang samar-samar. Pendengarannya juga tajam hingga dapat mencari
mangsanya dalam keadaan yang gelap gulita. Burung hantu dari keluarga
Strigidae bersarang dan bertelur di dalam lubang di batang pokok. Burung ini
bertelur sekali sebiji dan terus mengeramkan telur itu selama satu atau dua
hari hingga menetas. Kemudian burung hantu bertelur lagi, sebiji juga, dan
proses yang sama berulang. Telur burung hantu berwarna putih. Yang
menariknya, kedua-dua burung jantan dan burung betina menjaga telur dan
anak. Di Indonesia, khususnya di Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali dan
Kalimantan) dari falimy Stringidae terdapat sekitar dua puluh jenis,
diantaranya Beluk Jampuk (Bubo sumatranus), Beluk Ketupa (Ketupa
ketupu), Celepuk Reban (Otus lempiji), Kukuk Seloputu (Strix seloputo)
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
10
Gambar 2 Jenis Burung Hantu Bubo Sumatranus
Sumber: https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/564x/dc/c2/b1/dcc2b1489696041d3ba941d517cd59ed.jpg
27/07/2016 11.15 WIB
Bubo sumatranus memiliki alis seperti tanduk, memiliki ukuran
tubuh yang besar (45 cm) dengan garis-garis tebal. Bulu abu-abu tua dengan
berkas telinga horizontal mencolok, tubuh bagian atas coklat kehitaman,
bergaris kuning tua halus seluruhnya, dan memiliki alis putih. Bagian bawah
tubuh abu-abu keputih-putihan bergaris hitam tebal. Saat terbang suaranya
terdengar keras dalam “wuuh” atau “hua-wuh”, dan suara seperti tertawa
“kakakaka”
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
11
Gambar 3 Jenis Burung Hantu Ketupa Ketupu
Sumber: https://s-media-cache-
ak0.pinimg.com/564x/34/be/62/34be62ccc2c66d70ea88d5b0c56f0333.jpg
14/07/2016 02.35 WIB
Ketupa ketupu sering disebut juga dengan burung hantu kuning, hal
ini disebabkan oleh bulu-bulunya yang berwarna kuning kecoklatan. Burung
hantu ini mempunyai mata bulat yang besar yang berwarna kuning dan
menghadap ke depan, bersama paruh yang bengkok tajam/ melengkung
seperti paruh elang dan susunan bulu di kepala yang membentuk lingkaran
wajah, tampilan "wajah" burung hantu ini demikian mengesankan dan
terkadang menyeramkan. Dipadukan dengan perilakunya yang kerap
mematung dan tidak banyak bergerak, menjadikan burung ini tidak mudah
kelihatan, begitu pun ketika tidur di siang hari di bawah lindungan daun-daun
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
12
Gambar 4 Jenis Burung Hantu Otus Lempiji
Sumber:
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/d/dc/Sunda_Scops-owl.jpg
27/07/2016 08.30 WIB
Otus lempiji atau yang sering disebut dengan celepuk reban
memiliki tubuh yang relatif kecil, dengan panjang tubuh total (diukur dari
ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 20-21 cm. Panjang sayap sekitar 15
cm, dan berat sekitar 100 gram. Seperti umumnya burung hantu, celepuk ini
berwarna burik. Banyak jenis celepuk yang warnanya hampir sama, sehingga
untuk melakukan identifikasi harus dilakukakan dengan hati-hati. Atau juga
dapat dengan bantuan lainnya, yaitu dengan menggunakan suaranya. Celepuk
jantan bersuara lebih lembut, “wuup…” dengan sedikit meninggi. Sedangkan
yang betina bernada tinggi dan berubah menurun, keras, dan bergetar, seperti
“whiio” atau “pwok”. Hal ini dilakukan celepuk betina sekitar lima kali per
menit. Terkadang juga mengeluarkan cicitan lembut. Pada burung hantu
celepuk ini tingkah laku yang khas yaitu celepuk jantan dan celepuk betina
hidup berpasang-pasangan dan sering melakukan duet
(http://duniadeismaolani.blogspot.sg/2010/12/makalah-taksonomi-hewan-2-
strigiformes.html diakses 13/07/2016 06.52 WIB).
13
B. Medium dan Teknik
1. Seni Grafis
Seni grafis termasuk bagian dari seni murni yang berwujud karya dua
dimensional melalui proses cetak. Kelebihan dari seni grafis adalah dapat
dilipatgandakan tanpa mengurangi orisinalitas suatu karya (Nooryan Bahari,
2008:83).
2. Cetak Tinggi / Relief Print
Seni cetak relief pada bagian dari suatu permukaan yang terkena tinta
adalah bagian yang menonjol. Bagian permukaan yang menonjol itu dapat dicapai
karena adanya tempelan atau hasil pencukilan bagian yang tidak melalui proses
cetak. Pada cetak cukil kayu, bagian yang tidak mencetak dicukil dengan pahat
atau pisau (M. Dwi Maryanto, 1988:15).
Teknik cetak relief ini menghasilkan gambar dengan proses pencetakan
menggunakan lembaran papan hardboard, tripleks, atau linoleum sebagai
medianya yang dicukil dengan berbagai macam cukil yang berbeda fungsinya,
sehingga dalam proses mencetak memerlukan kesabaran dalam proses
pembuatannya dengan penerapan variasi untuk mencapai efek-efek yang
diinginkan (M. Dwi Marianto, 1988:15).
a. Medium Cetak Tinggi
Pada mulanya, untuk membuat cetakan pada cetak tinggi
menggunakan blok-kayu cetakan yang dipotong secara vertikal maupun
horisontal. Dengan memotong arah vertikal, maka akan memperoleh serat
kayu membujur yang disebut blok serat bujur. Blok kayu yang dipotong
horisontal, akan didapatkan serat melingkar, yang menandakan umur
14
pohon, disebut blok serat lingkar. Pada teknik cetak tinggi, sekarang dapat
menemukan pengganti blok serat pohon tersebut dengan hardboard dan
linoleum (M. Dwi Marianto, 1988:23).
b. Alat dalam Proses Cetak Tinggi
Alat yang digunakan dalam proses cetak cukil kayu berupa pisau
cukil atau pahat cukil, rol, tinta cetak. Terdapat beberapa bentuk pisau
cukil dengan berbagai fungsi.
1. Vinner V
Alat berupa pisau cukil vinner V terdiri dari berbagai ukuran,
fungsinya membentuk garis walaupun karakternya berbeda. Vinner V
sering kali dipakai untuk mencukil blok cetakan yang tidak berserat
seperti hardboard, linoleum (M. Dwi Marianto,1988:26).
2. Cukil lengkung U / Gauge
Pisau cukil lengkung juga terdiri dari beberapa ukuran, hasil
cukilannya berbeda dari vinner V. Kegunaan dari pisau cukil lengkung
yaitu mencukil pada area yang lebar dan ciri khasnya berbentuk U
(M.Dwi Marianto,1988:26).
3. Chisel dan Knife
Fungsi knife dan chisel digunakan untuk menghilangkan dengan
cara mencukil bagian yang tidak diperlukan dalam proses pada
hardboard atau linoleum.
4. Rol / brayer
Fungsi rol adalah untuk perantara membubuhkan tinta dari
bantalan adukan tinta ke permukaan blok yang akan dicetak. Rol yang
15
digunakan sesuai dengan ukuran pada area yang akan dibubuhi tinta
(M. Dwi Marianto, 1988:32).
5. Tinta Cetak
Tinta pada cetak cukil kayu biasanya berbasis minyak. Guna
pengolesan cat minyak dengan menggunakan rol. Cat ini biasanya
dikemas dalam kaleng atau tube (M. Dwi Marianto,1988:42).
C. Tema (Subject Matter)
Tema atau subject matter merupakan ide atau gagasan yang hendak
dikomunikasikan dalam penciptaan suatu karya yang hendak dikomunikasikan
pencipta karya kepada khalayak (Nooryan Bahari, 2008:22).
D. Bentuk (form)
Sadjiman Ebdi Sanyoto dalam buku “Nirmana: Elemen-elemen Seni dan
Desain” menyatakan segala benda tentu memiliki bentuk (form)
Bentuk apa saja di alam ini, juga karya seni/desain, tentu
mempunyai bentuk (form). Bentuk apa saja yang ada di alam dapat
disederhanakan menjadi titik, garis, bidang, gempal. Kerikil, pasir,
kelereng, dan semacamnya yang relatif kecil dan “tidak berdimensi”
dapat dikategorikan sebagai titik. Kawat, tali, galah, dan
semacamnya yang hanya berdimensi memanjang, dapat
disederhanakan menjadi garis. Selembar kertas, karton, papan
triplek, dan semacamnya yang memiliki panjang dan lebar dapat
disederhanakan menjadi bidang. Kotak, tangki minyak, rumah, dan
semacamnya yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi,
dapat disederhanakan menjadi gempal/volume (Sadjiman Ebdi
Sanyoto, 2010:83).
E. Isi (content)
Isi disebut sebagai arti, yang ada dalam suatu karya seni. Maksud dari isi
berupa final statement, mood, atau juga merupakan pengalaman penghayat dalam
membuat suatu karya seni. Isi sering kali dinyatakan dalam sejenis emosi,
aktivitas intelektual yang terasosiasi terhadap karya seni (P. Mulyadi,1994:16).
16
F. Elemen-Elemen Seni Rupa
Elemen seni rupa merupakan suatu organisasi kesatuan komponen dalam
mewujudkan bentuk karya seni. Menurut Mikke Susanto, elemen seni rupa adalah
komponen yang menjadi satu kombinasi dengan prinsip-prinsip desain untuk
mengontruksi atau menciptakan karya seni (Mikke Susanto,2012:117).
1. Garis
Garis merupakan perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan
sama besar. Garis memiliki dimensi memanjang dan memiliki arah, bisa
pendek, panjang, halus, tebal, berombak, melengkung, lurus, dan lain-lain.
Hal inilah yang menjadi ukuran garis. Ia tidak ditandai dengan sentimeter,
akan tetapi dengan ukuran bersifat nisbi, yakni berupa panjang-pendek,
tinggi-rendah, besar-kecil, dan tebal-tipis. Garis sangat dominan dalam
pembentukan karya seni yang dapat membentuk suatu karakter dan watak
pembuatnya (Mikke Susanto, 2012:148).
Garis merupakan “jejak ” yang digerakkan dalam sebuah deretan
dari titik-titik yang berhimpitan. Juga merupakan suatu goresan atau
sapuan yang sempit dan panjang sehingga membentuk seperti benang atau
pita. Wujud garis terdiri dari garis aktual / nyata dan garis ilusif / semu
(Arfial Arsad Hakim, 1987:42).
Secara garis besar, bentuk garis terbagi menjadi dua yaitu dua
macam, yaitu garis lurus dan garis bengkok atau lengkung, akan tetapi bila
lebih rinci terbagi menjadi empat jenis garis, yaitu garis lurus, garis
lengkung, garis majemuk, dan garis gabungan. Garis lurus terbagi menjadi
garis horisontal, vertikal, dan diagonal. Garis lengkung terdiri dari garis
17
lengkung kubah, garis lengkung busur, dan lengkung mengapung. Garis
majemuk terdiri dari garis zig-zag dan garis berombak/lengkung S. Garis
gabungan, yaitu garis hasil gabungan antara garis lurus, garis
lengkung, dan garis majemuk (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:87).
Gambar 5 “Raut Garis”
Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 90
2. Bidang
Bidang merupakan unsur visual yang berdimensi panjang dan lebar.
Ditinjau dari bentuknya, bidang bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu
bidang geometri/beraturan dan bidang non-geometri alias tidak beraturan.
Bidang geometri adalah bidang yang relatif mudah diukur keluasannya,
sedangkan bidang non-geometri merupakan bidang yang relatif sukar
diukur keluasannya. Bidang bisa dihadirkan dengan menyusun titik
maupun garis dalam kepadatan tertentu, dan dapat pula dihadirkan dengan
18
mempertemukan potongan hasil goresan satu garis atau lebih (Adi
Kusrianto, 2009: 30).
Gambar 6 “Macam-macam Raut Bidang”
Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 105
3. Warna
Dalam buku “Kritik Seni: Wacana, Apresiasi dan Kreasi”, Nooryan
Bahari menjelaskan bahwa warna adalah sebagai berikut:
….gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat
memengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar
yaitu hue, nilai (value), dan intensitas (intensity). Hue adalah
gelombang khusus dalam spektrum dan warna tertentu. Misalnya
spektrum warna merah disebut hue merah. Nilai (value) adalah
nuansa yang terdapat pada warna, seperti nuansa cerah atau gelap,
sedangkan intensitas adalah kemurnian dari hue warna… (Nooryan
Bahari, 2008:100).
19
Gambar 7 “Lingkaran Warna”
Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Nirmana”. 2010: 31
Pembahasan jenis-jenis warna mendasarkan pada teori tiga warna
primer, tiga warna sekunder, dan enam warna intermediate. Kedua belas
warna ini kemudian disusun dalam satu lingkaran. Lingkaran berisi 12
warna ini jika dibelah menjadi dua bagian akan memperlihatkan setengah
bagian yang tergolong daerah warna panas, dan setengah bagian daerah
warna dingin. Warna merah, jingga, dan kuning digolongkan sebagai
warna panas, kesannya panas dan efeknya pun panas. Warna panas
memberikan kesan semangat, kuat, dan aktif. Warna biru, ungu, dan hijau,
digolongkan sebagai warna dingin, kesannya dingin dan efeknya pun juga
dingin. Untuk menyusun warna dapat digunakan interval tangga warna.
Interval tangga warna adalah tingkatan atau gradasi warna yang digunakan
sebagai jembatan penghubung dua warna kontras. Melalui pedoman pada
20
interval tangga tersebut dapat dihasilkan susunan warna seperti susunan
warna-warna dengan satu interval tangga (satu warna), dua atau tiga
interval tangga berdekatan (warna-warna transisi), dan interval tangga
saling berjauhan (warna-warna beroposisi) yang disebut laras kontras
(Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010: 32-37).
4. Tekstur
Tekstur adalah kesan halus dan kasar atau perbedaan tinggi
rendahnya permukaan dari suatu gambar. Tekstur juga merupakan rona
visual yang menegaskan karakter suatu benda yang dilukis atau digambar.
Terdapat dua macam jenis tekstur, yakni tekstur nyata dan tekstur semu.
Tekstur nyata yaitu nilai permukaannya nyata atau dapat dikatakan antara
apa yang tampak akan sama dengan nilai rabanya. Sebaliknya, kesan kasar
yang ditimbulkan dari tekstur semu adalah karena penguasaan teknik gelap
terang pada gambar, jika diraba maka rasa kasarnya tidak kelihatan, atau
justru sangat halus (Nooryan Bahari, 2008:101-102).
G. Prinsip-Prinsip Dasar Seni Rupa
1. Kesatuan (Unity)
Kesatuan atau unity merupakan salah satu prinsip yang menekankan
pada keselarasan dari unsur-unsur yang disusun, baik dalam wujudnya
maupun kaitannya dengan ide yang melandasinya. Kesatuan diperlukan
dalam suatu karya grafis yang mungkin terdiri dari beberapa elemen di
dalamnya. Melalui kesatuan itulah elemen-elemen yang ada saling
mendukung sehingga diperleh fokus yang dituju (Adi Kusrianto, 2009:
35).
21
Ruang sela atau white space merupakan salah satu prinsip tata seni
rupa yang pada dasarnya untuk membantu memperoleh kesatuan (unity).
Prinsip ruang kosong adalah salah satu cara untuk mendukung kesatuan
dengan pendekatan kerapatan. Susunan bentuk-bentuk dikelompokkan
pada suatu titik untuk memberikan efek lega/longgar. Tentunya dalam
merapatkan objek-objek tersebut harus mempertimbangkan prinsip
keseimbangan juga (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:221).
2. Keseimbangan (Balance)
Keseimbangan merupakan suatu kondisi atau kesan berat, tekanan,
tegangan, sehingga memberikan kesan stabil. Beberapa faktor yang
mendukung keseimbangan antara lain adalah posisi atau penempatan,
proporsi, kualitas, dan arah dari unsur-unsur pendukungnya. Berdasarkan
faktor tersebut terdapat berbagai macam keseimbangan atau balans antara
lain balans simetris dan asimetris; horizontal balans, vertikal balans, dan
radial balans; serta formal balans dan informal balans (Arfial Arsad
Hakim, 1997:6-9).
Keseimbangan simetris yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri
dan ruang sebelah kanan sama persis, baik dalam bentuk, rautnya, besaran
ukurannya, arahnya, warnanya, maupun teksturnya. Dapat dikatakan
komposisi dengan keseimbangan simetris ini adalah setangkup.
Keseimbangan memancar sesungguhnya sama dengan keseimbangan
simetri, tetapi kesamaan polanya bukan hanya di antara ruang sebelah kiri
dan ruang sebelah kanan saja, melainkan juga antara ruang sebelah kanan
dan ruang sebelah bawah. Keseimbangan sederajat yaitu keseimbangan
22
komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa
memedulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang. Jadi meskipun
memiliki bentuk raut yang berbeda, tetapi besarannya sederajat.
Sedangkan keseimbangan tersembunyi yaitu keseimbangan antara ruang
sebelah kiri dan ruang sebelah kanan meskipun keduanya tidak memiliki
besaran sama maupun bentuk raut yang sama. Jika keseimbangan ini bisa
dicapai maka akan menghasilkan komposisi yang dinamis, hidup,
bergairah (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:238-240).
3. Keselarasan (Ritme)
Ritme (keselarasan) suatu istilah yang biasanya dipakai di dalam
musik dan puisi. Ritme pada seni rupa berarti suatu susunan teratur yang
ditimbulkan dari pengulangan sebuah atau beberapa unsur sehingga
menimbulkan gerak karena pengulangan objek yang satu ke objek yang
lainnya (Arfial Arsad Hakim, 1997: 18).
4. Perbandingan (Proportion)
Proporsi berasal dari bahasa Inggris proportion yang artinya
perbandingan. Proporsi dapat diartikan perbandingan atau kesebandingan
dalam suatu objek antara bagian satu dengan bagian lainnya. Proporsi pada
dasarnya menyangkut perbandingan ukuran yang sifatnya sistematis
(Sadjiman Ebdi Sunyoto, 2009: 249).
5. Penekanan (Domination)
Dominasi dalam karya seni disebut sebagai keunggulan,
keistimewaan, keunikan, keganjilan, dan kelainan. Dominasi merupakan
salah satu prinsip dasar tata rupa yang harus ada pada karya seni, agar
23
diperoleh karya seni yang artistik atau memiliki nilai seni. Jadi dominasi
bertugas sebagai pusat perhatian dan daya tarik (Sadjiman Ebdi Sunyoto,
2009: 225).
H. Komposisi Karya Seni
Pada dasarnya komposisi merupakan suatu realisasi dari suatu aktivitas
penciptaan dalam mewujudkan ide. Dalam buku “Diksi Rupa”, Mikke Susanto
menjelaskan bahwa komposisi adalah kombinasi dari berbagai elemen seni rupa
untuk mencapai integrasi antara warna, garis, bidang, dan unsur-unsur karya seni
yang lain untuk mencapai susunan yang dinamis, termasuk tercapainya proporsi
yang menarik serta artistik (Mikke Susanto, 2011: 226).
Komposisi terbagi menjadi beberapa macam, antara lain komposisi
terbuka dan tertutup, serta komposisi piramida dan piramida terbalik. Komposisi
terbuka adalah suatu komposisi dalam suatu bidang atau ruang komposisi dimana
objek-objek pada gambar terkesan menerus, tersebar, dan meluas dari pusat
bidang tersebut. Selanjutnya jika objek-objek tersebut seakan-akan terpusat di
dalam suatu ikatan, mengumpul, menyempit, sehingga terlihat adanya
pengelompokan objek gambar ke dalam pusat bidang atau ruang komposisi, maka
komposisi yang demikian itu dikatakan komposisi tertutup (Arfial Arsad Hakim,
1997: 36-37).
Subject Matter dalam karya penulis adalah burung hantu yang
digambarkan dalam beberapa bentuk yang berbeda. Penulis tertarik
memvisualisasikan burung hantu ke dalam karya seni grafis cetak tinggi.
24
I. Referensi Karya
1. Sutriso SZ
Penulis terinspirasi oleh karya Sutrisno berjudul ”Master of My Dream
Girl” dengan ukuran 145 x 100 cm yang dibuat dengan medium woodcut,
penulis terkesan dengan teknik cukilan yang dibuat oleh Sutrisno. Warna-
warna yang ditampilkan mengesankan sebuah keseimbangan antara objek
wanita dengan ikan koi yang sedang berenang yang membuat karya tersebut
dijadikan sebuah inspirasi penulis dalam berkarya seni grafis cetak tinggi.
Gambar 8 Sutrisno SZ berjudul “Master of My Dream Girl”
Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=494566892981
&set=a.390551342981.172077.544957981&type=3&theater
27/07/2016 07.30 WIB
2. Muhammad Ikhwanul Kholiq
Selain Sutrisno, penulis terisnpirasi oleh karya Muhammad Ikhwanul
Kholiq berjudul “Black Arches Moth” dengan ukuran 40 x 60 cm yang dibuat
dengan medium woodcut dan teknik cetak tinggi. Ngengat yang digambarkan
dalam karya tersebut memiliki keseimbangan antara objek ngengat, daun, dan
background. Penulis juga terinsiprasi oleh warna-warna yang dibuat oleh
Muhammad Ikhwanul Kholiq dengan menggradasi warna terang ke gelap.
25
Gambar 9 Muhammad Ikhwanul Kholiq berjudul “Black Arches Moth”
Sumber: Buku Pengantar Tugas Akhir Muhammad Ikhwanul Kholiq berjudul
“Ngengat Sebagai Sumber Tema Dalam Visualisasi Seni Grafis”
3. Film “Legend of Guardians The Owls of ga'hoole”
Film Legend of Guardians The Owls of ga'hoole dijadikan sebagai
inspirasi lain yang digunakan penulis dalam berkarya seni grafis. Saat
menonton film Legend of Guardians The Owls of ga'hoole, penulis terinspirasi
oleh bentuk-bentuk beranekaragaman burung hantu yang juga diceritakan
betapa kuasanya dan kuat burung hantu dalam memimpin burung hantu
lainnya. Grafis yang ditampilkan dalam film Legend of Guardians The Owls of
ga'hoole terlihat seperti nyata, yang sebenarnya film ini adalah sebuah film
animasi.