-
25
BAB II
TEORISASI TENTANG PROSES INTERNALISASI NILAI
DALAM PENDIDIKAN
A. Pengertian Proses Internalisasi Nilai
Secara etimologi, internalisasi menunjukkan suatu proses. Dalam kaidah
bahasa Indonesia akhiran –isasi mempunyai definisi proses. Sehingga internalisasi
dapat didefinisikan sebagai suatu proses. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
“Internalisasi diartikan sebagai penghayatan pendalaman penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui binaan, bimbingan dan sebagainya”1
Internalisasi adalah proses penanaman atau pembinaan nilai – nilai tanpa
ada pemaksaan dan intimidasi supaya mengikuti nilai – nlai yang diajarkan,
penerimaan dan pelaksanaannya dilakukan secra sukarela (ikhlas) sangat tepat bila
diimplementasikan dalam pembinaan agama. Jadi teknik pembinaan agama yang
dilakukan melalui internalisasi adalah pembinaan yang mendalam dan menghayati
nilai – nilai religious (agama) yang dipadukan dengan nilai – nilai pendidikan
secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga
menjadi satu karakter atau watak peserta didik.
Dalam kerangka psikologis “Internalisasi diartikan sebagai penggabungan
atau penyatuan sikap, standar tingkah laku, pendapat dan seterusnya di dalam
1Depdikbud,Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Jakarta:Balai Pustaka, 1989),336
-
26
kepribadian”. Freud yakin bahwa “ Superego, atau aspek moral kepribadian
berasal dari internalisasi sikap- sikap parental (orang tua)”.2
“Internalisasi yaitu penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin, atau nilai
sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran akan kebenaran
atau nilai yang diwujudkan di sikap dan prilaku”.3Sedangkan menurut Prof.
Mulyasa “Internalisasi yaitu upaya menghayati dan mendalami nilai, agar
tertanam dalam diri setiap manusia. “4
Proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau
anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi5
Lebih lanjut diperjelas penelititahap-tahap teknik internalisasi adalah.
a. Tahap transformasi nilai, pada tahap ini guru sekedar
menginformasikan nilai – nilai yang baik dan kurang baik kepada
siswa, yang semata-mata merupakan komunikasi verbal
b. Tahap transaksi nilai, yakni suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan
melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara siswa dan guru
bersifat interaksi timbal balik. Kalau pada tahap transformasi,
komunikasi masih dalam bentuk satu arah, yakni guru yang aktif.
Tetapi dalam transaksi ini guru dan siswa sama – samamemiliki sifat
yang aktif. Tekanan dari komunikasi ini masih menampilkan sosok
fisiknya daripada sosok mentalnya. Dalam tahap ini guru tidak hanya
menyajikan informasi tentang nilai yang baik dan buruk, tetapi juga
2James P.Chaplin. Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993), 256. 3Depdikbud. Op.Cit, 439
4E. Mulyasa. Manajemen Pendidikan Karakter (Bandung:Rosda, 2012),167 5Muhaimin.Strategi Belajar Mengajar.(Citra Media:Surabaya,1996), 153.
-
27
terlibat untuk melaksanakan dan memberikan contoh amalan yang
nyata, dan siswa diminta memberikan respons yang sama, yakni
menerima dan mengamalkan nilai itu;
c. Tahaptransinternalisasi,: tahap ini jauh lebih dalam dari sekedar
transaksi. Dalam tahap ini penampilan guru di hadapan siswa bukan
lagi sosok fisiknya, melainkan sikap mentalnya (kepribadiannya).
Demikian juga siswa merespons kepada guru bukan hanya
gerakan/penampilan fisiknya, melainkan sikap mental dan
kepribadiannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam
transinternalisasi ini adalah komunikasi dua kepribadian yang masing-
masing terlibat secara aktif.6
Teori Internalisasi7” sasarannya sampai kepada tahap kepemilikan nilai
yang menyatu dalam kepribadian siswa, atau sampai pada taraf karakterisasi atau
mewatak”.
Teknik – teknik internalisasi bisa dilakukan dengan peneladanan,
pembiasaan, penegakkan aturan dan pemotivasian.
a. Peneladanan
Nabi Muhammad merupakan teladan bagi umat manusia sebagai mana
Allah Berfirman8
6Ibid 7 Adang Heriawan, dkk..Metodologi Pembelajaran Kajian Teoritis Praktis, (Banten: LP3G,2012), 168.
8AL-Qur’an, 33:21
-
28
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”
b. Pembiasaan
Inti pendidikan yang sebenarnya adalah akhlak yang baik. “Akhlak
yang baik itu dicapai dengan antara lain dengan keberagaman yang baik,
keberagaman yang baik itu dicapai dengan pembiasaan”. 9
Menurut A. Mujib Pembiasaan merupakan upaya praktis dalam
pembinaan dan pembentukkan peserta didik.10
“Upaya ini dilakukan
mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah. Keimanan dalam
hati bersifat dinamis dan orang yangawam arti bahwa senantiasa
mengalami fluktuasi yang sejalandengan pengaruh – pengaruh dari luar
maupun dari dalam dirinya”. “Pembiasaan merupakan upaya untuk
melakukan stabilitasi dan pelembagaan nilai – nilai keimanan dalam
peserta didik yang diawali dengan aksi rohani (shaum, salat) dan aksi
jasmani”11
. Ibrahim Aminimenyatakan bahwa “Orang – orang yang
terbiasa melakukan perbuatan – perbuatan tertentu ia tidak akan merasa
terbebani lagi”.12
Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan
perbuatan baik tetapi lama kelamaan bila dilakoni dengan ketekunan dan
kesabaran ia akan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan hal
itu. Sayyidina Ali mengatakan bahwa kebiasaan tabiat kedua .Pembiasaan
9Ahmad Tafsir.Ilmu Pendidikan Islami (Bandung:Rosda, 2012),231. 10Aan Hasanah.Disertasi “Pendidikan Karakter Berbasis Islam”. (Bandung:UIN Sunan Gunung Djati), 120 11Ibid, 129 12Ahmad Tafisr.Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung:Rosdakarya, 2008), 78
-
29
adalah metode efektif dalam mendidik, Pendidikan sebetulnya adalah
proses pembiasaan. Menurut Ibrahim Amini dalam pembiasaan “Motivasi
kesadaran dan niat tetap eksis dan bahkan menguat”.13
Kebiasaan berbuat
baik akan menguat keinginan berbuat baik, kebiasaan berbuat baik akan
menguat keinginan berbuat baik, kebiasaan meninggalkan perbuatan buruk
akan menguat keinginan untuk meninggalkanya perbuatan buruk . Orang
yang terbiasa melakukan sesuatu ia tetap memiliki motivasi .
“Pembiasaan dapat dilakukan dengan program dalam pembelajaran
dan tidak terprogram dalam pembelajaran dengan perencanaan khusus
dalam waktu tertentu seperti.14
a. Biasakan peserta didik untuk bekerja sendiri, menemukan sendiri
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam setiap pembelajaran.
b. Biasakan peserta didik untuk bertanya dalam setiap pembelajaran.
c. Biasakan belajar secara berkelompok untuk menciptakan
masyarakat belajar
d. Guru harus membiasakan diri harus menjadi model dalam setiap
pembelajaran.
e. Biasakan melakukan refleksi pada setiap akhir pembelajaran.
Adapun pembiasaan secara tidak terprogram dapat dilakukan sebagai
berikut.
a. Rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara,
bendera, senam, salat berjamaah, pemeliharaan kebersihan.
13Ibid, 78 14E. Mulyasa. Manajemen Pendidikan Karakter (Bandung:Rosda, 2012), 167
-
30
Spontan, adalah pembiasaan tidak terjadwal dalam kejadian khusus
seperti : perilaku memberi salam, membuang sampah pada
tempatnya.
b. Keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk perilaku sehari –
hari seperti ; berpakaian rapih berbahasa yang baik, dating tepat
waktu.
c. Penegakan Aturan
“Penegakan aturan merupakkan aspek yang harus diperhatikan
dalam pendidikan terutama pendidikan karakter (akhlak). Pada
proses awal pendidiakn (akhlak) penegakan aturan merupakan
Setting Limitdimana ada batasan yang tegas dan jelas mana yang
harus dan tidak harus dilakukan, mana yang boleh dan tidak boleh
dilakukan peserta didik”.15
Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan aspek pertama
yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana sekolah yang
kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah”Tata tertib sekolah
yang memuat hak, kewajiban, sangsi dan penghargaan bagi siswa,
kepala sekolah, guru dan karyawan. Tata tertib ini hendaknya
mencerminkan nilai – nilai ketaqwaan”. 16
Penegakkan aturan merupakan “Alat untuk menegakan
kedisiplinan Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai
dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasioanal,
15Aan Hasanah.Op.Cit.130 16Ahmad Tafsir, Op.Cit.115
-
31
yakni sikap demokratis, sehingga peraturan disiplin perlu
berpedoman pada hal tesebut, yakni dari, oleh untuk peserta didik”.
17
Membina disiplin siswa harus mempertimbangkan berbagai situasi,
dan memahami factor – factor yang mempengauhinya. Oleh karena
itu Mulyasa memberikan “Saran – saran kepada guru untuk
melakukan hal – hal sebagai berikut, diantaranya” .18
1) Memulai seluruh kegiatan dengan disiplin waktu, dan patuh
kepada aturan.
2) Membuat peraturan yang jelas dan tegas agar bisa dilaksanakan
dengan sebaik- baiknya oleh peserta didik dan lingkungannya.
3) Mempelajari nama – nama siswa secara langsung, seperti
melalui daftar hadir.
4) Memberikan tugas yang jelas, dapat dipahami, sederhana, tidak
bertele- tele.
5) Mempelajari pengalaman siswa disekolah melalui kartu
kumulatif.
d. Pemotivasian .
Motivasi kegiatan belajar adalah “Keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan
memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat
17E. Mulyasa, Op.CIt, 172 18Ibid, 173
-
32
tercapai”.19
Diantara “Teknik untuk menimbulkan motivasi siswa
adalah hadiah dan hukuman”.
Pembinaan akhlak pemotivasian dapat dilakukan dengan targhib dan
tarhib, perumpamaan, mauizah, kisah. “Targhib adalah janji yang disertai bujukan
untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan nikmat. Sedangkan Tarhib adalah
ancaman melalui hukuman disebabkan oleh terlaksananya sebuah kesalahan”.20
Targhib dan tarhib ini kalau di pendidikan barat dikenal dengan imbalan
dan hukuman. Namun ada perbedaan antara metode targhub dan tarhib dengan
imbalan dan hukuman. Perbedaan tersebut sebagai berikut21
.
1. Targhib dan Tarhib lebih kuat pengaruhnya dari pada methode hukuman imbalan karena Targhib dan Tarhib bersuber dari langit (
transenden ) sehingga mengandung aspek keimanan. Sedangkan
metode hukuman – imbalan hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi
sehingga tidak mengandung aspek iman
2. Secara operasional, Targhib dan Tarhib lebih mudah dilaksanakan karena ada dalam Al – Qur’an dan hadits sedangkan hukuman imbalan
guru harus mencari sendiri.
3. Targhib dan Tarhib lebih universal, oleh karena itu dapat digunakan di mana saja dan oleh siapa saja, sedangkan hukuman dan imbalan harus
disesuaikan dengan tempat dan orang tertentu.
4. Namun hukuman dan imbalan lebih nyata dan langsungwaktu itu juga, sedangkan Targhib dan Tarhib kebanyakan gaib dan diterima di
akherat.
Jadi dikaitkan dengan perrkembangan manusia, proses internalisasi harus
berjalan sesuai dengan tugas – tugas perkembangan. Internalisasi merupakan
sentral proses perubahan kepribadian yang merupakan dimensi kritis pada
perolehan atau perubahan diri manusia, termasuk didalamnya pempribadian
makna (nilai) atau implikasi respon terhadap makna.
19AM. Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.(Jakarta:Rajawali Press:2000) ,100 20
Abdurrahman, An-Nahlawi.Pendidikan Islam di RUmah, Sekolah, Masyarkat.(Jakarta:Gema Insani:1995),296 21Ahmad Tafsir.Op.CIt,218
-
33
B. Proses Internalisasi dan Tahapan dalam Menginternalisasikan Nilai
Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dipandang sebagai suatu
usaha mengubah tingkah laku siswa dengan menggunakan bahan atau materi adan
nilai – nilai yang terkandung di dalamnya perubahan tingkah laku siswa setelah
menerima dan mengikuti pembelajaran dinamakan dengan hasil belajar.
Hasil belajar atau bentuk perubahan yang diharapkan meliputi 3 aspek, yaitu.
1. Aspek kognitif, meliputi perubahan – perubahan dalam segi penguasaan
pengetahuan dan perkembangan. Keterampilan / kemampuan yang
diperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut.
2. Aspek afektif, meliputi perubahan – perubahan dalam segi sikap mental,
perasaan dan kesadaran.
3. Aspek psikomotor, meliputi perubahan – perubahan dalam segi bentuk –
bentuk motorik
Proses intetnalisasi dalam pembelajaran Pendidikan Agama islam, secara
tidak langsung akan membicarakan hasil belajar dalam aspek afektif. karena aspek
afektif aspek yang merupakan aspek yang berkaitan dengan sikap mental,
perasaan dan kesadarn siswa dan hasil belajar pada aspek ini diperoleh melalui
proses intenalisasi.
Hasil belajar dalam aspek ini terdiri dari lima tahapan.
1. Penerimaan
Penerimaan adalah kesediaan siswa untuk mendengarkan dengan
sungguh – sungguh terhadap bahan pelajaran tanpa melakukan penilaian,
berprasangka, atau menyatakan sesuatu sikap terhadap pengajaran tersebut.
-
34
2. Memberikan respon dan jawaban
Berkenaan dengan respon – respon yang terjadi karena menerima atau
mempelajari suatu materi. Dalam hal ini siswa diberi motivasi agar
menerima secara aktif, ada partisipasi atau keterlibatan siswa dalam
menerima pelajaran yang merupakan pangkal dari belajar sambal berbuat.
3. Penilaian
Penilain di sini menunjuk pada asal artinya, yaitu bahwa sesuatu
memiliki nilai atau harga. Dalam hal ini, tingkah laku siswa dikatakan
bernilai atau berharga, jika tingkah laku itu dilakukan secara tetap dan
konsisten.
4. Pengorganisasian Nilai
Untuk memiliki sesuatu nilai atau sikap diri yang tegas jelas terhadap
sesuatu harus dilalui proses pilihan terhadap nilai – nilai proses pilihan
terhadap berbagai nilai – nilai yang sama – sama relevan diterapkan atas
sesuatu.
Nilai secara etimologi merupakan pandangan kata value (bahasa Inggris)
(moral value) (Mustari Mustafa, 2011:15). “Dalam kehidupan sehari-hari, nilai
merupakan sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Dalam pembahasan ini nilai merupakan kualitas yang berbasis
moral.
-
35
Dalam filsafat, istilah ini digunakan untuk menunjukkan kata benda abstrak
yang artinya keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan”.22
Max Scheler mengatakan nilai merupakan kualitas yang bergantung dan
tidak berubah seiring dengan perubahan barang. Sedangkan menurut Ahmad
Tafsir meletakan pembahasan nilai setelah membahas teori pengetahuan dan teori
hakikat yang merupakan sistematika dalam pembahasan filsafat.
Teori lainnya, seperti yang dikemukakan oleh teori Nicolai Hartman,
bahwa nilai adalah esensi dan ide platonik. Nilai selalu berhubungan dengan
benda yang menjadi pendukungnya”. Ngalim Purwanto (1987) menyatakan bahwa
nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adanya adat istiadat, etika,
kepercayaan, dan agama yang dianutnya. Semua itu memengaruhi sikap,
pendapat, dan pandangan individu yangselanjutnya tercermin dalam cara
bertindak dan bertingkah laku dalam memberikan penilaian”.23
Nilai menurut Zakiyah dan Rusdiana “adalah segala hal yang berhubungan
dengan tingkah laku manusia mengenai baik atau buruk yang diukur oleh agama,
tradisi, etika, moral, dan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat”.24
Dalam pandangan Fuad Farid Isma’il dan Abdul Hamid Mutawalli (2012:
240)” makna nilai diartikan sebagai standar atau ukuran (norma) yang digunakan
untuk mengukur segala sesuatu”.25
Linda (1995) “mengatakan secara garis besar nilai dibagi menjadi
dua kelompok yaitu nilai nilai-nilai nurani (values of being) dan nilai-nilai
memberi. Nilai-nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia
22 Qiqi Yulianti Zakiyah, dan Rusdiana.Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Bandung:Pustaka Setia,2014), 14. 23
Ibid, 14. 24Ibid, 15. 25 Zaim Elmubarok,Membumikan Pendidikan Nilai,(Bandung:Alfabeta), 21.
-
36
kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan
orang lain. Yang termasuk dalam nilai-nilai nurani adalah kejujuran,
keberanian, cinta damai, keandalan diri potensi, disiplin, tahu batas,
kemurnian, dan kesesuaian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu
dipraktikan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang
diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai-nilai memberi adalah setia,
dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih, sayang, peka, tidak egois, baik hati,
ramah, adil, dan murah hati”.26
Nilai-nilai itu semua telah diajarkan pada anak-anak sekolah dasar sebab
nilai-nilai tersebut menjadi pokok bahasan dalam Pendidikan Agana Islam dan
Kewarganegaraan. Jadi, sebenarnya perilaku-perilaku yang diinginkan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari – harigenerasi muda bangsa ini telah
cukup tertampung dalam pokok – pokokbahasan dalam pendidikan nilai yang
sekarang berlangsung. Persoalannya ialah bagaimana cara mengajarkannya agar
mereka terbiasa berperilaku sesuai dengan nilai – nilaiyang dimaksud. Dan sesuai
dengan norma agama Islam, tujuan Pendidikan Nasional, perilakunya tidak
bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku.
C. Pengertian Nilai dan Cakupanya
Pengertian nilai dan cakupanya yang peneliti bahas disesuai dengan pokok
bahasan adalah dari segi agama, social, budaaya, dan filsafat dengan uraian
sederhana sebagai berikut.
1. Agama
Agama menurut asbabunnuzul dibawa oleh para nabi dan rasul
yang merupakan utusan Allah swt, kemudian disebut agama samawi,
26Ibid,7.
-
37
selain itu ada juga orang yang membawa ajaran dianggap memiliki
pengetahuan dan kebijaksanaan melebihi orang biasa pada umumnya dan
ajarannya memberikan pencerahan kepada masyarakat memiliki pengikut
cukup banyak dan berkeyakinan ajarannya benar, sehingga banyak
penganut agama berbeda – beda menurut latar belakangnya masing -
masing, umumnya dipengaruhi oleh agama yang dianut keluarga atau
orang tuanya secara turun – temurun sebagaimana agama yang diakuai
oleh pemerintah Indonesia.
Agama berasal dari dua kata yaitu a artinya tidak dan gama artinya
kacau, jadi arti agama adalah pedoman hidup manusia yang berakal sehat
supaya hidupnya tidak kacau, sedang nilai agama adalah pedoman hidup
yang berharga, berguna, dan berkualitas tidak berubah sering perubahan
zaman serta tidak membuat bimbang penganutnya. Berkaitan dengan
tersebut yang berguna dan kualitasnya tetap terjaga sampai akhir zaman
hanya agama Islam sebab yang menjaga kemurnian ajaran agama Islam
Allah swt Yang Maha Menjaga. Oleh sebab itu agama Islam harus
diajarkan melalui pendidikan dengan cakupan nilai agama yang baik dan
benar serta murni tanpa memasukkan ego dan kepentingan selain menjaga
kualitas dan kemurnian ajaran agama Islam.
“Cakupan nilai – nilai pendidikan agama Islam meliputi nilai
aqidah, syari’ah, dan akhlak dapat disampai sebagai berikut”.27
27
Qiqi Yulianti Zakiyah, dan Rusdiana.Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah (Bandung:Pustaka Setia,2014),144.
-
38
a. Nilai aqidah (keyakinan) berhubunan secara vertical dengan
Allah swt. (Hablun Min Allah)
b. Nilai syari’ah (pengalaman) implementasi dari aqidah,
berhubungan secara horizontal dengan manusia (Hablum Min
an – Nas)
c. Nilai akhlaq (etika vertical horizontal) yang merupakan aplikasi
dari aqida dan muamalah.
Pandangan dan ego manusia harus diabaikan, sehingga kemurnian
kualitas agama Islam yang universal dan sumber dari aqidah Islam tetap
terjaga sampai akhir zaman. Demi keselamatan umat Islam dan kejayaan
bangsa dan negara Indonesia tercinta.
2. Sosial
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri,
terbukti ketika Allah swt menciptakan Adam, kemudian di tempatkan
dalam surga, ternyata Adam tidak merasa nyaman sehingga Allah swt
mencipatkan hawa untuk menemani Adam. Pengertian sosial adalah
kegiatan interaksi saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani.
Menurut Alvin L. Bertnard “nilai adalah suatu kesadaran yang
disertai emosi yang relative lama hilangnya terhadap suatu objek,
gagasan, atau orang”28
. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa nilai
adalah segala sesuatu yang berharga dan akan dipertahankan supaya
28www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-sosial.html?m=1diakses 30 Desember 2016 pukul
21.20
http://www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-sosial.html?m=1
-
39
keberadaannya tetap aman dan terjaga sehingga tidak ada yang berani
menggangu keberadaannya nilai tersebut. Menurut Robin Williams29
”nilai
sosial adalah hal yang menyangkut kesejahteraan bersama melalui
konsensus yang efektif di antara mereka, sehingga, nilai-nilai social
dijunjung tinggi oleh banyak orang”.
Uraian tersebut menunjukkan cakupan kegiatan sosial ditinjau dari
segi kebutuhan hidupyang mengharuskan manusiaberinteraksi secara real
untuk memenuhi kebuttuhan secara umum sebagai manusia yang normal
supaya memperoleh kesejahteraan ketingkat yang diinginkan sesuai
dengan kemampuannya sebagai berikut.
a. Kebutuhan rohani seperti tolong – menolong, egaliter,
kesetiakawanan, tenggang rasa, teloransi, kebersamaan, rasa
aman, dan saling menasihati tentang hak dan kesabaran.
b. Kebutuhan jasmani seperti sandang, pangan, dan papan
Kenyataannya kebutuhan rohani dan jasmani tidak dapat dipisahkan sebab
keduanya saling berkaitan, seperti orang yang membeli rumah atau kenderaan
bermotor penjual harus dapat memberikan jaminan bahwa produk yang dijual
dijamin keamanannya, bahkan untuk meningkatkan rasa aman produk tersebut
diasuransikan. Rumah atau kendaraan bermotor adalah kebutuhan jasmani sedang
rasa aman adalah kebutuhan rohani.
Keadaan tersebut menciptakan interaksi sosial untuk memenuhi kebutuhan
yang disebut kegiatan ekonomi dari kegiatan sederhana sampai kompleks yang
29www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-sosial.html?m=1diakses 30 Desember 2016 pukul
21.20
http://www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-sosial.html?m=1
-
40
melibat banyak orang dan teknologi modern. Oleh sebab itu manusia tidak boleh
ego sentris dan mengutamakan pandangannya sendiri.
3. Budaya
Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, sehingga
manusia melakukan interaksi dengan manusia lain untuk memperoleh
pertolongan atau menunjukkan kemampuan dan karyanya, sehingga
melahirkan budaya. Nilai budaya adalah semua hasil budi daya manusia yang
melibatkan kompetensi citpa, rasa, dan karsa serta berguna untuk
kesejahteraan umat manusia baik berupa karya fisik maupun non fisik dan
berharga . Makin besar manfaat hasil budaya tersebut makin tinggi nilai
budayanya, sehingga budaya manusia terus aktif berkembang sesuai dengan
kemampuandan kebutuhannya.
Menurut Koentjaningrat bahwa“nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi
yang hidup dalam alam pikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai
hal-hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak”.30
Oleh karena
itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam
menentukan alternative, cara-cara alat-alat, dan tujuan-tujuan pembuatan alat
atau bangunan yang tersedia.
Uraian tersebut menunjukan bahwa budaya itu sebab adanya kebutuhan
dan kebiasaan hidup dalam masyarakat yang bersifat aktif sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat tersebut. Oleh sebab itu cakupan
30Koentjaningrat.Sejarah Teori Antropology. (Jakarta:UIPress,1987), 85.
-
41
budaya dapat dilihat dari segi alamiah dan non alamiah dengan uraian sebagai
berikut.
a. Almiah muncul dan terciptanya budaya sebab kebiasaan masyarakat
tersebut yang relatif sederhana dan bersifat tradisional
b. Non almiah muncul dan terciptanya budaya sebab kebutuhan untuk
mengatasi kesulitan hidup relatif kompleks dan bersifat modern
Budaya ada sebab adanya kebiasaan dan kebutuhan manusia untuk mengatasi
kesulitan hidup supaya hidup lebih berwarna dan sejahtera tidak mengutamakan
ego belaka oleh sebab itu budaya harus menjaga tradisi juga harus rela menerima
perbedaan dan masukan dari budaya lain. Budaya yang mengutamakan ego
umumnya lambat untuk berkembang dan berinovasi.
4. Filsafat
Harold Titus, mengemukakan bahwa filsafat pendidikan
“merupakan salah satu ilmu terapan. Ia adalah cabang ilmu pengetahuan
yang memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan hidupan dan penghidupan manusia pada
umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik dan guru khususnya”.31
Kehidupan bermasyarakat dan bernegara memiliki nilai – nilai
yang dianut atau kepercayaan kepada suatu hal yang memiliki nilai
dikatakan memiliki nilai jika nilai itu berharga, bermutu, menunjukan
kualitas, dan berguna bagi manusia dalam memecahkan masalah yang
sedang dihadapi, sedang nilai dalam arti filsafat, istilah berharga
31www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-filsafat.html?m=1diakses 30 Desember 2016
pukul 21.20
http://www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-nilai-filsafat.html?m=1
-
42
digunakan untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya
keberhargaan yang setara dengan berarti atau kebaikan.
Filsafat yang merupakan “pandangan hidup, membahas masalah
tujuan hidup manusia yang akan digunakan, sebagai dasar pelaksanaan
aktif dalam berpikir, berperasaan, bertindak (tingkah laku). Cara demikian
ini berlaku dalam proses pendidikan”.32
Filsafat pendidikan Islam mempunyai landasan dasar Al – Qur’an
dan Sunah Rasul yang harus ditetapkan dan menjawab segala masalah
pendidikan, dengan memperhatikan Al – Qur’an surat 96:1 – 5 didapat
“cakupan masalah – masalah filsafat pendidikan yang pokok meliputi
masalah kenyataan, pengetahuan, dan nilai yang akan diuraikan oleh
peneliti sebagai berikut”.33
a. Masalah Kenyataan
Allah menyuruh umat manusia untuk mencari hakikat segala sesuatu yang
dihadapinya, tentang Khalik, makluk, danalam semesta. Masalah ini
dibahas dalam cabang filsafat disebut metafisik.
b. Masalah Pengetahuan
Surat terbut di atas mengandung pengertian, bahwa dengan ilmu
pengetahuan umat manusia akan memperoleh kemajuan dan peningkatan
kesejahteraan hidup lahir batin. Allah Maha Pendidik, mengajarkan
kepada manusia apa – apa yang belum mereka ketahui. Masalah ini bahas
dalam cabang filsafat disebut epistemologi membahas bagaimana suatu 32
H. Soekarno dan Ahmad Supardi.Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam.(Bandung:Angkasa, 2001),14.
33Ibid, 15.
-
43
materi dapat diterima akal manusia. Ilmu logika sangat membantu
pemecahannya.
c. Masalah Nilai
Surat tersebut juga mengandung makna tentang nilai. Nilai ilmu
pengetahuan harus berasaskan keagamaan, sebab setiap ilmu pengetahuan
akan memberikan pengaruhnya terhadap watak dan sikap tingkah laku
orang yang menguasanya. Nilai atau norma tingkah laku akan dijadikan
pegangan dan pedoman dalam kehidupan. Nilai sangat erat hubunngannya
dengan ilmu etika. Cabang filsafat yang membahas masalah nilai disebut
aksiologi.
Ternyata selain agama masalah sosial, budaya, dan filsafat mempengaruhi
terbentuknya berbagai organisasi keagamaanyang unik di IndonesiaNahdatul
Ulama ( NU ) organisasai Islam yang berbasis di desa yang terkenal dengan kaum
sarungan, Muhammaddiyyah oraganisasi Islam yang berbasis di kota, dan tidak
terkecuali As – Sunnah Kota Cirbon sebagai organisasi keagamaan yang unik.
D. Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara alamiah dan perintah Allah adalah tanggung jawab orang
tua sebagai penerima amanat yang ditakdirkan memiliki anak untuk memelihara
dan mendidiknya supaya menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak.
Pengertian pendidikan secara umum adalah upaya sadar yang dilakukan oleh
orang dewasa memanusiakan manusia supaya menjadi manusia yang berguna
-
44
untuk lingkungannya. Sebab pengertian pendidikan terlalu luas maka perlu adanya
batasan.
Pendidikan Agama Islam “sebagai usaha sadar , yakni suatu kegiatan
bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan secara berencana dan
sadar atas tujuan yang hendak dicapai”.34
Mengingat luasnya pengertian
pendidikan dalam konteks ilmu social maka perlu adanya batas supaya konteks
tepat sesuai sasaran.
Di bawah ini dikemukakan beberapa batasan“pendidikan sebagai proses
transformasi budaya, dan sebagai proses penyiapan warga negara,pendidikan
berdasarkan fungsinya diuraikan lebih rinci sebagai berikut”.35
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
Proses transformasi budaya, pendidikan diartti sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir sudah
berada di dalam suatu lingkungan budaya tertenu. Di dalam lingkungan
masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan –
kebiasaan tertentu, larangan – larangan dan anjuran, dan ajaran tertentu
seperti yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal – hal tersebut mengenai
banyak hal seperti bahasa, cara menerima tamu, makan, istirahat, bekerja,
perkawinan, bercocok tanam, dan seterusnya.
2. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan Warga Negara
34Muhaimin, M.A. et. Al.Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2002), 76. 35Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo.Pengantar Pendidikan. (Bandung:Pusat Perbukuan
Depdiknas, 2013), 33 – 35.
-
45
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu
kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi
warga negara yang baik. Tentu saja istilah baik bersifat relatif, bergantung
kepada tujuan nasional dari masing – masng bangsa, oleh sebab masing –
masing bangsa mempunyai falsafah hidup yang berbeda - beda. Seperti
contohnya negara Indonesia memiliki falsafah hidup dan sekaligus
menjadi dasar negara yaitu Pancasila.
E. Karakteristik Pendidik Berkarakter
Secara umum, karakter pendidik berkarakter adalah.
1. Mengharap rida Allah
2. Jujur dan amanat
3. Komitmen dalam ucapan dan tindakan
4. Adil
5. Berakhlak mulia
6. Rendah hati
7. Berani
8. Menciptakan nuansa keakraban
9. Sabar dan mengekang hawa nafsu
10. Baik dalam tutur kata
11. Tidak egois
-
46
Guru harus menyadari bahwa “pendidikan karakter yang efektif memerlukan
pendekatan komprehensif dan fokus kepada guru sebagai role model”.36
Hal – hal
yang perlu diperhatikan guru adalah.
a. Bersahabat
b. Memotivasi
c. Menginspirasi
d. Demokratis
e. Membangun optimis dan percaya diri
f. Berkomunikasi efektif
g. Dicintai dan dirindukan
h. Menjadi teladan karakter (akhlak mulia)
F. Hubungan Akhlak dan Nilai dalam Pendidikan
Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di Indonesiakan, yang
juga diartikan dengan istilah perangai atau kesopanan. Kata َأْخَلاُق adalah jamak
taksir dari kata ٌُخُلك.
Para Ulama Ilmu Akhlak merumuskan definisinya dengan berbeda – beda
tinjauan yang dikemukakannya, antara lain :
Al Qurtuby mengatakan :
َما ُهىَيأ ُخُذ ِبِه ا إل ْنَسا ُن َنْفَسُه ِمَن ْاأَلَدِب ُيَسَّمى ُخُلًما ِلَأَنُه َيِصْيُر ِمَن اْلِخْلَمِة ِفْيِه
36Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie.Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama dan
Budaya Bangsa.(Bandung:Pustaka Setia,2013), 135.
-
47
Artinya: “Suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab – kesopanannya
disebut akhlaq, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya.”
Imam Al-Ghazali mengatakan :
“Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang
dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud
untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang terpuji menurut ketentuan akan dan norma agama, dinamakan
akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat maka
dinamakan akhlaq yang buruk”.
Ya’kub (1983) menyatakan37
perkataan “Akhlak” berasal dari bahasa Arab
jama’ dan “khuluqun” yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk serta antara
makhluk dan makhluk”.
Sebenarnya, ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan kata “akhlaq”, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan
pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal
dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari kata al-akhlaqa-
yukhliqu-ikhlaqan”, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-
if’alan, berarti as-sajiyah (perangai), ath-thabia’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan ad-din
(agama). Kata “akhlaq” juga isim masdar dari kata “akhlaqa”, yaitu “ikhlaq”.
37Abdul Majid, dan Dian Andayani.Pendidikan Karakter Perspektif Islam. (Bandung:Remaja
Rosdakarya), 9.
-
48
Berkenaan dengan ini, timbulah pendapat bahwa secara linguistik, akhlaq
merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar
kata. Kata “akhlaq” secara etimologis, berasal dari bahasa Arab, yaitu “khalaqa”,
kata asalnya adalah “khuluqin”, berarti adat perangai, atau tabiat. Secara
terminologis, dapat dikatakan bahwa “akhlak merupakan pranata perilaku manusia
dalma segala aspekkehidupan. Dalam pengertian umum, akhlak dapat dipadankan
dengan etika atau moral”.38
Akhlak bisa dikatakan sebagai” pendidikan moral dalam diskursus
pendidikan Islam. Telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak yang telah
dirumuskan oleh para tokoh pendidikan Islam masa lalu seperti Ibnu
Miskawih, Al – Qabisi, Ibn Sina, Al – Ghazali, dan Al – Zarnuji,
menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah
terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif
ini tiada lain adalah penjelmaan sifat – sifat mulia Tuhan dalam kehidupan
manusia”.39
Akhlak mulia dapat menjadi panduan hidup agar kita tidak salah
melangkah yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.” Akhlak
merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran,
perasaan, bawaan, kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindak
akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian”.40
Dari kelakuan itu
lahirlah perasaan moral yang terdapat dalam diri manusia sebagai fitrah, sehingga
ia mampu membedakan mana yang baik dan mana jahat, mana yang bermanfaat
dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
Pendidikan akhlak mulia menjadi penting yang di dalamnya terdapat nilai – nilai
38
Beni Ahmad Saebani, dan Abdul Hamid,Ilmu Akhlak, (Bandung:Pustaka Setia),13-14. 39Ibid, 10. 40 Daradjat Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,(Jakarta: CV. Ruhama), 10 .
-
49
agama Islam berintegrasi ke setiap mata pelajaran mengingat jam pelajaran agama
cukup singkat.
Akhlak secara umum dibagi menjadi dua macam, yaitu.
1. Akhlak terpuji atau akhlak mulia yang disebut dengan al-akhlaq al-
mahmudah atau al – akhlaq al – karimah.
2. Akhlak tercela atau akhlak yang dibenci, yakni disebut akhlaq al-
mazmumah.
Akhlak yang terpuji adalah akhlak yang dikehendaki oleh Allah swt dan
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Akhlak ini dapat diartikan sebagai akhlak orang
– orangyang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. Adapun akhlak yang tercela
adalah yang dibenci oleh Allah swt, sebagaimana akhlak orang-orang kafir, orang
– orangmusyrik, dan orang – orangmunafik.
G. Indonesia di Tengah Krisis Karakter Bangsa
Kekaburan visi dan kelemahan karakter bangsa menjadi beban nasional yang
berat ketika terakumulasi dengan berbagai persoalan internal yang kompleks pada
tubuh bangsa ini, seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, keterbelakangan,
korupsi, kerusakan lingkungan, hutang luar negeri, dan perilaku elite yang tidak
menunjukkan keteladanan dan dampak krisis global dalam berbagai aspek
kehidupan. “Akibatnya bangsa ini kehilangan daya tahan dan kemandiriannya.
Jika dibiarkan, keadaan tersebut menjadi gumpalan masalah yang besar, Indonesia
tidak hanya kehilangan peluang untuk tumbuh menjadi bangsa dan negara yang
-
50
sukses mengukir kejayaan perdaban, tetapi sebaliknya akan semakin terpuruk di
hadapan bangsa-bangsa lain”.41
Menurut Anif Punto Utomo dalam Republika (24 Juli 2011), bangsa ini lemah
dalam karakter. “Karakter bangsa adalah sekumpulan karakter individu di sebuah
negara. Sebuah bangsa melalui pemimpinnya dapat membentuk karakter individu
yang mumpuni, yang akan membawa bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan
sebagai cita-cita paling ideal bangsa ini”.
Melihat betapa rendahnya karakter bangsa ini, pendidikan karakter menjadi
sangat penting. Bahkan, Kementerian Pendidikan Nasional pun merancang
kurikulum pendidikan karakter pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan
karakter ini sebaiknya ditanamkan sejak dini, semenjak masih sekolah.
Solusi dari krisis karakter bangsa Indonesia tidak cukup hanya menjadi
penyesalan. Ikhtiar bangkit untuk kembali menata karakter bangsa yang unggul
dan berjiwa kepemimpinan menjadi prasyarat bagi kejayaan bangsa.
Kaum terpelajar merupakan aset masa depan bangsa Indonesia. Menyiapkan
mereka dengan karakter unggul dan berjiwa kepemimpinan berarti menyiapkan
sesosok manusia berkarakter kuat yang dapat memberi contoh dan teladan bagi
rakyat yang dipimpinnya. Apabila para pelajar dan mahasiswa diabaikan
pendidikan karakternya, kegagalan bangsa ini semakin dekat. Karena bangsa ini
dipimpin oleh pemimpin yang berkarakter buruk dan korup.
41 Anas Salahudin, dan Irwanto Alkriencieche.Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama &
Budaya Bangsa. (Bandung: Pustaka Setia), 30.
-
51
H. Istilah Pendidikan dalam Konteks Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam mengacu pada” istilah al-tarbiyah,
al-ta’did, dan al-ta’lim dengan uraian sebagai berikut”.42
1. Al – Tarbiyah
Al – Tarbiyah“berasal dari kata Rabb memiliki pengertian dasar
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat,
mengatur, dan menjaga. Kata rabb yang terdapat dalam Surat Al-Fatihah
berikut”.43
Artinya: ”Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Mempunyai makna yang berkonotasi dengan istilah al-Tarbiyah,
sebab kata rabb (Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari akar kata
yang sama. Maka Allah adalah Pendidik Yang Maha Agung bagi seluruh
alam semesta.
Pengertian pendidikan Islam dalam istilah”al-Tarbiyah terdiri atas
empat unsur pendekatan yaitu”.44
a. Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh)
b. Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan.
c. Mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan.
d. Melaksanakan pendidikan secara bertahap.
42 Omar Mohammad Al-Thoumy Al-Syaibani.Falsafa Pendidikan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang,
1979), 41. 43 Al-Qur’an, 1:2 44Ibid,41.
-
52
Penggunaan istilah Al-Tarbiyah menunjuk makna pendidikan Islam
dapat dipahami dengan merujuk firman Allah yang menggambarkan
adanya hubungan antara tugas kependidikan orang tua terhadap anaknya
dengan Tuhan sebagai Rabb (Maha Pendidik) terdapat Firman-Nya45
ا ٗ َوٱخِۡفضۡ َلُهَّما َجَناَح ٱلُذِّل ِمَن ٱلَرحَّۡمِة َوُلل َّرِب ٱّرَۡحّمُۡهَّما َكَّما َّرَبَياِني َصِغير٢٤
Artinya : ”Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil.”
Allah memberikan pendidikan kepada sekalian makhluk termasuk
manusia, antara lain dengan cara menganugerahkan sejumlah potensi yang
dengan potensi dimaksud manusia menjadi berkemampuan untuk dididik
dan mendidik. Potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, antara
lain.
1) Mengajarkannya pandai bicara.46
Artinya: “Mengajarnya pandai berbicara”
2) Mengajarkan kepada Nabi Adam segala nama.47
45
Al-Qur’an, 17:24 46 Al-Qur’an, 55:4 47 Al-Qur’an, 2:31
-
53
Artinya: ”Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-
benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat
lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
3) Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahui48
Artinya” Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”
2. Istilah al-Ta’lim
Rasyid Ridha mengartikan al-Ta’lim sebagai proses transmisi berbagai
ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu. Merujuk dalam firman Allah49
Artinya: ”Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat
kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu
yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
48 Al-Qur’an, 96:5 49 Al-Qur’an, 2:130
-
54
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Makna al-Ta’lim tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang
lahiriyah akan tetapi mencakup” pengetahuan teoritis, mengulang secara
lisan, pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan,
perintah untuk melaksanakan pengetahuan dan pedoman untuk
berperilaku”.50
Manusia sebagai perekayasa dan penemu (inventor), sedangkan
Allah sebagai Maha Pencipta. Oleh karena itu, agar manusia tidak
kebablasan dalam mengagungkan hasil rekayasa teknologi yang mereka
miliki, manusia harus menyadari ketergantungannya kepada Maha
Pencipta sehingga terhindar dari becana, Allah memperingatkan. Firman
Allah51
Artinya : ” Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah
menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di
lautan dengan perintah-Nya. dan dia menahan (benda-benda) langit jatuh
ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
50
Abdul Fattah Jalal.Azas-Azas Pendidikan Islam, Terj. Noer Ali.(Bandung: CV. Diponegoro, 1988), 29–30.
51 Al-Qur’an, 22:65
-
55
Ternyata kemampuan IPTEK manusia tak lebih dari sekedar upaya
untuk meningkatkan pemanfaatan fasilitas yang telah dianugrahkan oleh
Yang Maha Pengasih. Produk IPTEK manusia bukan sesuatu yang sama
sekali baru dari bahan baku ciptaan sendiri. Baik dalam bidang Ilmu
Pengetahuan Alam, maupun dalam bidang sosial dan humaniora. Ilmu
Pengetahuan Alam yang mereka yakini sebagai hasil kajian terhadap
hukum alam (nature law) secara murni, ternyata hakikatnya adalah bagian
dari Taqdir Allah. Firman52
Artinya : ”Dan matahari berjalan ditempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
Sedangkan yang mereka namakan ilmu – ilmusosial dan humaniora juga
tak lebih dari usaha untuk mengungkapkan konsep Sunnantullah semata.
3. Istilah al-Ta’dib
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur
angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat –
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.
Rasul sebagai Pendidikan Agung dalam pandangan pendidikan
Islam sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia
menyempurnakan akhlak.53
52 Al-Qur’an, 36:38 53 Al-Qur’an, 33:21
-
56
Artinya : ” Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dengan menempatkan Rasul sebagai sosok teladan, maka
mematuhi ajarannya termasuk sikap kecintaan kepada Allah.54
Artinya : ” Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Firman Allah tersebut mengambarkan proses pelimpahan tanggung
jawab dan wewenang pendidikan dari kholiq kepada makhlukadalah
berproses melalui tugas kerasulan. Selanjutnya Rasulullah saw
meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua orang
tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai
pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk
54 Al-Qur’an, 3:31
-
57
kewajiban orang tua terhadap anak. Kewajiban tersebut garis besarnya
mencakup.
a. Memelihara dan membimbing anak antara lain dengan cara.
1) Memelihara sejak dari masa menyusui55
Artinya : ” Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya, janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah
sengsara karena anaknya, dan demikian pula kewajiban waris.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan
kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya, dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut, bertakwalah kamu kepada Allah
dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”
2) Tidak membunuhnya karena takut miskin56
55 Al-Qur’an, 2:233
-
58
Artinya : ” Kemudian saya akan mendatangi mereka dari
muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri merek dan
Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
3) Memperlakukan yang laki – laki dan perempuan sama57
Artinya : ”Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur
hidup – hidup ditanya,”
4) Memelihara, membimbing, dan mendidik anak agar berakhlaq
mulia, yakni ; tidak menyekutukan Allah, berbakti dan santun
kepada ibu bapak, berbuat baik, menegakkan amar ma’ruf nahi
munkar, sabar, tidak sombong, dan lemah lembut dalam
pergaulan.58
56
Al-Qur’an, 17:31 57 Al-Qur’an, 81:8 58 Al-Qur’an, 31:15
-
59
Artinya : ”Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah
keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
b. Memberikan pendidikan ahklak kepada keluarga dan anak, antara lain.
1) Tata krama berpakaian59
Artinya : ”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka", yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat
menutup kepala, muka dan dada.
59 Al-Qur’an, 33:59
-
60
2) Menghindari perbuatan buruk yang melanggar tuntunan Allah
yang mengakibatkan keluarga mendapat azab nereka60
Artinya” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Pendidikan Islam menempatkan peran dan fungsi para
orang tua pada titik strategis. Mereka dinilai sebagai peletak dasar
– dasar bagi pendidikan anak – anaknya. Hakikatnya para orang tua
telah mengawali kegiatan pendidikan manusia secara umum, yaitu
melalui upaya membimbing putra – putri mereka agar menjadi
pengabdi Allah dan sekaligus pengemban tugas ke khalifah-Nya di
muka bumi. Walaupun kemudian tugas dan wewenang tersebut
diserahkan kepada para guru, sebenarnya para guru memperoleh
kewenangan mendidik, adalah atas dasar adanya pelimpahan dari
orang tua.
60 AL-Qur’an, 66:6
-
61
Dengan pendekatan tersebut, pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing
ke arah pengenalan dan pengakuan terhadapAllah yang tepat dalam tatanan wujud
dan kepribadiannya.
Dari ketiga istilah tersebut para ahli pendidikan memformulasikan pengertian
pendidikan Islam antara laindisampaikan oleh “ Al-Syaibaniy, Muhammad Fadhil
al-Jamaly, Ahmad D. Marimba, dan Ahmad Tafsir” 61
diuraikan lebih lanjut oleh
peneliti dengan rincian sebagai berikut.
1. Al-Syaibaniy mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi,
masyarakat, dan alam sekitarnya. Proses dilakukan dengan cara
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi
diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
2. Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
upaya mengembangkan, mendorong, mengajak peserta didik hidup lebih
dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan berbentuk pribadi peserta
didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan, maupun perbuatannya.
3. Ahmad D. Marimba; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadiannya yang utama (insan kamil) .
61Abdul Fattah Jalal.Azas-Azas Pendidikan Islam, Terj. Noer Ali.(Bandung: CV. Diponegoro, 1988),30
-
62
4. Ahmad Tafsir; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam.
Kata “Islam” dalam pendidikan Islam” menunjukkan warna
pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang
Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam. Pembahasan pendidikan
tentang apa pendidikan menurut Islam terutama didasarkan atas keterangan
Al – Qur’an dan hadis, kadang – kadang diambil juga pendapat para pakar
pendidikan Islam”.62
Konferensi internasional tentang pendidikan Islam yang pertama
(1979) ternyata tidak juga berhasil menyusun definisi penidikan yang dapat
disepakati mereka (Al-Attas, 1979:157). Mengapa definisi pendidikan susah
dirumuskan?
1. Sulitnya merumuskan definisi pendidikan yang dapat disebut sebagai
kegiatan pendidikan;
2. Luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.
Kegiatan pendidikan dalam garis besarnya dapat “dibagi tiga: (1) kegiatan
pendidikan oleh diri sendiri, (2) kegiatan pendidikan oleh lingkungan, dan (3)
kegiatan pendidikan oleh orang lain terhadap orang tertentu.”63
Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa kewajiban memperbaiki kualitas hidup melalui pendidikan
adalah kewajiban terhadap oleh individu terhadap dirinya sendiri, kegiatan
pendidikan oleh lingkungan yang dimaksud orang tua dan masyarakat yang
62Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam. (Bandung:Remaja Rosdakarya,2010), 22. 63Ibid, 26
-
63
berkepentingan terhadap pendidikan, dan kegiatan pendidikan oleh orang lain
terhadap orang tertentu yang dimaksud adalah guru yang berkecimpung dalam
dunia pendidikan, mendidik peserta didik supaya menjadi generasi penerus yang
berkualitas memiliki kecerdasan motorik, kecerdasan intelektual, kecerdasan
spritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan emosinal. “Adapun binaan pendidikan
dalam garis besarnya mencakup tiga daerah: (1) daerah jasmani, (2) daerah akal,
(3) daerah hati. Tempat pendidikan juga ada tiga yang pokok: (1) di dalam rumah
tangga, (2) di masyarakat, (3) di sekolah”.64
Binaan atau bimbingan pendidikan meliputi tiga daerah (aspek) terdiri dari.
1. Jasmani dengan dibinanya jasmani dengan benar dan baik maka akan
diperoleh jasmani yang sehat dan kaut serta memiliki kecerdasan
bergerak sesuai harapan dari pembinaan yang diperoleh.
2. Akal adalah aspek penting dalam diri manusia. Oleh sebab itu pembinaan
akal sangat penting supaya akalnya dapat berfungsi optimal melalui
pendidikan dan olah akal dengan bimbingan orang yang profesinal,
sehingga menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak.
3. Hati merupakan aspek pentingnya sebagai pemandu akal supaya tidak
melanggar norma agama, masyarakat, dan negara. Pembinaan hati
melalui implementasi internalisasi nilai – nilai akhlakul karimah,
sehingga peserta didik terbiasa melakukan perbuatan yang terpuji.
Berkaitan dengan tempat pendidikan di dalam rumah tangga adalah
kewajibann orang tua peserta didik terhadap anaknya, di masyarakat adalah
64Ibid, 26.
-
64
kewajiban warga masyarakat dan pemerintah sebagai regulator pendidikan, serta
di sekolah adalah kewajiban guru sebagai orang tua kedua yang memberikan
pencerahan ilmu pengatahuan. Dalam pengertian yang lebih luas Ahmad
Tafsir merumuskan” pendidikan secara luas pendidikan ialah pengembangan
pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud
pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri,
pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek
mencakup jasmani, akal, dan hati”.65
65Ibid, 56.