8
BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II. 1. TINJAUAN UMUM
II. 1. 1. Pengertian Mesjid
Dari segi bahasa kata ‘mesjid’ berasal dari kata benda bahasa Arab,
yang artinya ‘tempat bersujud’. Kata sujud sudah menjadi kosakata bahasa
Indonesia yang berasal dari kata kerja bahasa Arab, sajada, yang berarti
‘meletakkan kening diatas permukaan bumi untuk beribadah kepada Allah
SWT.
Mesjid menduduki posisi sentral dalam Islam dan kehidupan kaum
Muslimin, tidak hanya dalam ibadah (solat), tetapi dalam berbagai aspek
kehidupan kaum muslimin. Tetapi fungsi pokok sebuah masjid adalah untuk
melakukan ibadah solat. Walaupun solat dapat dilakukan di mana saja (karena
seluruh tempat di muka bumi Allah ini adalah mesjid yang artinya tempat
bersujud), tetapi mesjid sebagai bangunan rumah ibadah tetap sangat
diperlukan karena mesjid juga berperan sebagai salah satu symbol eksistensi
keberadaan Islam.
Ada beberapa jenis mesjid, berikut ini adalah pengertian dan beberapa
contoh mesjid yang ada. Yang akan dibangun nantinya adalah jenis mesjid
yang jamaahnya mencakup satu kota madya.
9
Jenis Nama/Istilah Fungsi/Peranan Contoh Rancangan
Nasional Masjid
Nasional
Tuntunan Arah kiblat
Simbol kesatuan ummat / utk Ibadah
haji dan Umroh
Masjidil-Haram
Masjid Nabawi
Masjid al-Aqsa
Satu lokasi dalam
dunia
/ Arah kiblat
Raya Masjid Raya Biasanya dibangun untuk
melaksanakan Sembahyang Hari
Raya / Acara khusus hari besar
Agama Islam
Masjid Raya
Pondok Indah
Dibangun hanya
satu disetiap
masing-masing
wilayah
Agung Mesjid
Agung
Biasanya dibangun untuk
memberikan identitas kodya atau
daerah sekitarnya
Dibangun di setiap
kodya
Jamaah Masjid Jami Masjid pertama yang dibangun
(biasanya mesjid tertua atau masjid
pertama yg pernah dibangun
diwilayah tersebut)
Masjid Lebuh
Aceh, Malaysia
Dibangun hanya
satu disetiap
wilayah
Surau Surau Dapat dijadikan tempat untuk
sembahyang fardu berjamaah /
Tempat berkumpul secara lokalitas
Surau Dimana saja
diperlukan
Tempat
sembahyang
Musholla Memberi kemudahan sembahyang
bagi setiap orang / kemudahan
beribadah bagi musafir
Dimana saja
diperlukan
Tabel 2. 1. 1. 1
II. 1. 2. Fungsi Mesjid
Ada dua hal penting yang sebenarnya menjadi pertimbangan dalam
membangun sebuah mesjid. Yang pertama fungsi utama dari sebuah mesjid
sebagai tempat beribadah yaitu menyembah Allah SWT, dan yang kedua
adalah aspek spasial dan arsitektur sebuah mesjid yang dapat menjadi tempat
bersosialisasi dan bersilaturahmi serta dapat meningkatkan kekhusukan dan
kesyahduan jamaah tidak hanya pada saat beribadah tetapi saat berada di
lingkungan mesjid.
10
Yang pertama adalah fungsi mesjid yang paling utama untuk
pelaksanaan berbagai ibadah, khususnya solat berjamaah yang dapat
menampung minimal 40 orang, terdapat mihrab untuk imam dan makmum
yang mengahadap kiblat dan selebihnya adalah opsional. Tetapi dalam
perkembangannya, mesjid juga menjadi pusat berbagai kegiatan social-
keagamaan, pendidikan, politik, kesehatan, dan yang lainnya.
Perkembangan ini dimulai ketika Nabi Muhammad hijrah dan
mendirikan Negara Madinah dan kemmudian mendirikan sebuah Mesjid
Madinah yang kemudian terkenal dengan nama Mesjid Nabawi sebagai pusat
dari kegiatan negara tersebut. Seetelah Nabi Muhammad wafat, mesjid ini
tetap menjadi pusat kegiatan para khalifah. Dalam perkembangan selanjutnya,
selain menjadi pusat pertemuan para sahabat dan pemimpin muslim lainnya,
Mesjid Nabawi juga digunakan sebagai tempat berdakwah pelajaran tentang
Islam bagi orang-orang yang baru memeluk Islam. Dari sinilah awal
perkembangan mesjid sebagai salah satu pusat pendidikan Islam.
Yang kedua adalah aspek spasial dan arsitektur dari sebuah mesjid.
Menurut Ira Lapidus, seorang guru besar dari UCLA, misalanya, dalam
beberapa karyanya tentang Islamic cities menyimpulkan, bahwa pada
dasaranya pengaturan spasial kaum Muslimin berpusat pada mesjid. Bisa
dikatakan bahwa mesjid merupakan titik pusat dan awal pengaturan tataruang
lingkungan kehidupan kaum Muslimin. Jadi dari mesjid kemudian diatur
berkembang unit-unit spasial lainnya.
11
II. 1. 3. Sejarah Mesjid
Mesjid Pertama di Dunia
Di Propinsi Hijaz, sebelah barat Arab Saudi yang tidak jauh dari Laut
Merah, terdapat kota yang bernama Mekah. Di tengah-tengah pusat dari kota
ini terdapat bangunan kotak kecil yang berukuran 12x10x15m yang terbuat
dari batu. Kotak kecil yang terbuat dari batu jika kita lihat tidak sesuai dengan
langit yang tinggi atau dataran yang luas di muka bumi ini. Kotak kecil itu
disebut sebagai Kaa’ba yang dapat diartikan ‘kotak’ atau juga bisa disebut
Baitullah atau rumah Allah.
Pembangunan Kaa’ba sendiri menurut sejarah Islam dilakukan oleh
Nabi Ibrahim A.S. dan puteranya Ismail A.S. Nama lain dari Kaa’ba adalah
Baitul Atteq yang bermakna paling awal dan lama atau juga bisa berarti
merdeka dan bebas. Jadi disinilah mesjid pertama yang ada di muka bumi ini
dibangun yang kemudian menjadi kiblat umat Muslim sedunia untuk
melakukan ibadah solat lima waktu.
Menurut tradisi Islam, Kaa’ba yang ada di surga telah digariskan oleh
Allah SWT menuju Surga yang terletak diatas Kaa’ba yang ada di dunia. Jadi
sebenarnya ada juga Kaa’ba yang ada di surga yang dijadikan kiblat oleh para
malaiklat yang disebut Baitul Maa’moor.
Ibrahim membuat tempat suci yang disebut Kaa’ba ini pada saat ia
menuju ke daerah selatan padang pasir bersama istrinya Siti Hajar dan
anaknya yang masih sangat kecil Ismail. Pada Bible perjanjian lama
12
disebutkan bahwa ada dua rumah Tuhan yang dibangun. Satu yang ada di
surga yaitu Baitul Maa’moor, dan satu lagi yang ada di dunia adalah Kaa’ba
atau Baitullah yang berada di Mekah.
Pada saat Nabi Ibrahim A.S. membangun Kaa’ba di Mekah dengan
dibantu oleh anaknya Ismaail A.S., dia berdoa kepada Allah agar Kaa’ba
dijadikan kiblat bagi semua orang baik dan beriman. Tetapi dengan
perkembangan zaman yang ada di daerah Mekah, banyak orang-orang yang
tidak mengikuti Nabi Ibrahim untuk menyembah Allah SWT, tetapi
menyembah berhala atau patung yang dibuatnya sendiri sebagai bentuk tuhan
yang ada bagi mereka. Mereka menaruh berhala-berhala tersebut di dalam
Kaa’ba tersebut.
Selama Nabi Ibrahim masih hidup, ia selalu berusaha membersihkan
ruangan dalam Kaa’ba yang berisi berhala-berhala tersebut dan mencoba
memberi tahu kepada masyarakat bahwa Kaa’ba adalah symbol dari Rumah
Tuhan, tetapi Tuhan tidak berada di dalamnya, melainkan diseluruh jagat raya
ini. Tetapi setelah Nabi Ibrahim A.S. wafat, kemudian orang-orang mulai
menaruh kembali berhala-berhala tersebut di dalam Kaa’ba sampai kurang
lebih 400.000 tahun.
Setelah Muhammad Ibnu Abdullah memasuki kota Mekah, ia bersama
menantunya yang bernama Ali Ibnu Abi Thallib menghancurkan semua
berhala yang ada di dalam Kaa’ba dengan tangan mereka sendiri.
13
Dalam sejarahnya Nabi Ibrahim A.S. dan anaknya Ismail A.S.
membangun Kaa’ba dengan melanjutkan pondasi yang sama yang telah dibuat
Nabi Adam A.S. sebelumnya. Pada mulanya Kaa’ba hanya terdiri dari empat
buah dinding tanpa atap. Beberapa abad kemudian, Khusayi, pemimpin dari
suku Quraish melengkapi bangunan tersebut dengan atap untuk memberikan
bentuk seperti perlindungan dan pintu. Jadi orang dapat masuk ke dalam
Kaa’ba melalui pintu tersebut untuk berdoa.
Di pojok timur dari Kaa’ba terdapat batu hitam atau yang biasa disebut
Hajar Aswad, yang sejarahnya adalah batu putih dari surga, tetapi setelah jatuh
ke bumi dan berada di tangan orang-orang kafir, batu tersebut menjadi hitam,
yang berdiameter kurang lebih 12 inchi. Kemudian di arah berseberangan di
daerah barat daya terdapat dinding setengah lingkaran dengan tinggi kurang
lebih 5 kaki dan tebal juga 5 kaki yang merupakan makam Ismail A.S. dan
ibunya Siti Hajar. Terdapat pula makam Nabi Ibrahim A.S. yang terletak
diantara dinding setengah lingkaran tersebut dengan Kaa’ba, yang berbentuk
kubah kecil. Didalamnya terdapat batu kecil yang terdapat bekas kaki Nabi
Ibrahim A.S.
Menurut para akademik dan sejarahwan berkata bahwa Kaa’ba sampai
saat ini sudah dilakukan perbaikan dan pembesaran sampai 12 kali.
Pembesaran ini membuktikan bahwa jumlah umat Islam kian bertambah dan
juga keinginan melakukan Rukun Islam yang kelima.
14
Imam Abul Hassan Mawardi dan lain-lain meriwayatkan bahwa
semasa Rasulullah hingga ketika Saidina Abu Bakar diangkat menjadi
Khalifah, Masjidil-Haram tidak mempunyai dinding dan datarannya tidak
seluas seperti saat ini.
Perluasan Masjidil-Haram bermula pada tahun 638 Masehi oleh
Saidina Umar ibnu Khattab. Beliau telah membeli rumah-rumah di sekeliling
Ka’abah dan diruntuhkan kesemuanya bagi tujuan perluasan. Perluasan Masjid
diteruskan lagi oleh Saidina Usman pada kira-kira tahun 647 Masehi.
Pada tahun 696 Masehi, Abdullah ibn Zubair yaitu cucu Saidina Abu
Bakar juga telah memperluas kawasan masjid ini dengan membeli gedung-
gedung yang terdapat di sebelah timur dan selatan Masjid. Sementara di
bagian utara dan barat telah diperluas oleh Zaid bin Abdullah al-Harisi
dibawah perintah Abu Ja’afar al-Mansur, Khalifah Bani Abas kedua. Masjidil-
Haram telah dibangun dengan jiwa seninya yg tinggi.
Abdul Malik ibn Marwan, Umar, Al-Walid, Ziad bin Abdullah,
Musaal-Mahdi, adalah orang-orang yang awalnya menghiasi masjid ini.
Dalam bangunan terdapat Kalimat-kalimat al-Qur’an dengan corak Islami,
batu-batu marmernya telah diukir dengan indah dan tiang-tiangnya dibalutkan
emas.
Kini Masjidil-Haram telah mempunyai sebanyak sembilan menara,
berdiri tegak dengan indahnya, dengan alunan kemerduan suara azan yang
15
setiap waktu memanggil umatnya untuk menunaikan perintah Allah dengan
penuh kesabaran dan keinsyafan.
Ada beberapa fungsi mesjid menurut DMI (Dewan Mesjid Indonesia)
berdasarkan mesjid yang dibangun pertam kali dan juga masjid yang dibangun
oleh Nabi Muhammad, Pertama, masjid dapat difungsikan sebagai pusat
ibadah, baik ibadah mahdhah, maupun ibadah sosial. Ibadah mahdhah adalah
ibadah yang langsung kepada Allah SWT, seperti salat, mengaji, tahlil, dan
tadarus. Tentu, secara tidak langsung, ibadah-ibadah tersebut juga ada
hubungannya dengan masyarakat. Sedangkan sebagai pusat ibadah sosial,
masjid dapat difungsikan untuk mengelola zakat, wakaf, membangun ukhuwah
Islamiyah, menjaga kebersihan dan kesehatan bersama, melaksanakan kurban,
dan membantu peningkatan ekonomi ummat. Kedua, memanfaatkan masjid
sebagai pusat pengembangan masyarakat, melalui berbagai sarana dan
prasarana yang dimiliki masjid, seperti khutbah, pengajian, kursus ketrampilan
yang dibutuhkan anggota jamaah, dan menyelenggarakan pendidikan formal
sesuai kebutuhan masyarakat. Dan, ketiga, memfungsikan masjid sebagai
pusat pembinaan persatuan ummat.
II. 1. 4. Sejarah Mesjid di Indonesia
Betapapun sederhana bentuk bangunan dan arsitekturnya, mesjid telah
hadir bersamaan dengan penyebaran Islam di usantara. Tetapi kita tidak tahu
pasti mesjid mana yang merupakan mesjid pertama dan tertua di Indonesia.
16
Tetapi jika kita lihat dari kerajaan Islam pertama yang ada di Indonesia,
mesjid tertua di Indonesia adalah mesjid yang berada di kerajaan Samudra
Pasai sebagai kerajaan Islam pertam di Indonesia.
Menurut Undang-undang no.5 tahun 1992, tentang “Benda Cagar
Budaya”, ukuran untuk menetapkan ‘usia’ bangunan yang sudah tua adalah 50
tahun. Jadi jika ukuran tersebut yang digunakan, maka diperkirakan terdapat
lebih dari 10000 mesjid ‘tua’ dan ‘kuno’ yang ada di Indonesia.
Ada beberapa mesjid ‘tua’ dan ‘kuno’ yang jauh melampui batas waktu
yang digariskan oleh undang-undang no.5 thaun 1992, diantaranya adalah
Mesjid Baiturrahman Banda Aceh yang berada di Aceh (1292); Mesjid Leran
Pesucinan yang berada di Gresik (1385); Mesjid Sawo Gresik yang berada di
Gresik (1398); Mesjid Mapauwe yang berada di Leihitu, Maluku Tengah
(1414); Mesjid Pajunan yang berada di Cirebon (1453); Mesjid Agung Demak
yang berada di Demak (1477); dan lain-lain.
Ketika Islam mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa,
arsitektur Islam diperkenalkan oleh para ‘’wali'’, sebagai orang yang dianggap
dekat dengan Tuhan dan diyakini memiliki berbagai kelebihan. Para wali
bertugas mengajarkan agama Islam dan sangat menghormati kebudayaan yang
berkembang sebelum masuknya Agama Islam di Indonesia. Karena itulah para
wali sangat dihormati dan disegani, sehingga karya-karya arsitektur Islam saat
itu masih memperlihatkan perpaduan budaya lama dan budaya baru dalam
arsitektur Islam.
17
Memasuki dekade 1960-an, mulai muncul gaya-gaya baru dalam
arsitektur masjid di Indonesia. Gaya-gaya arsitektur yang baru tersebut banyak
muncul dari kalangan intelektual Islam diantarnya adalah Achmad Noe’man,
salah satu arsitek yang ikut merubah wajah mesjid yang ada di Indonesia.
Salah satu karyanya adalah Mesjid Salman di ITB yang dibangun pada tahun
1964. Di sini, ia berusaha untuk merombak pola-pola lama dalam perwujudan
bentuk dan ekspresi masjid-masjid di Indonesia yang telah ada sebelumnya.
Gagasan-gagasan totalitas dalam pembebasan tradisi tersebut, termasuk dalam
pengambilan pilihan material, teknik dan teknologi membangun masjid pada
saat itu, tampaknya menjadi `sangat konstekstual` jika dilihat dari
keberadaannya sebagai masjid kampus yang sudah sewajarnya penuh
dinamika dan pembaharuan oleh perubahan-perubahan bentuk arsitekturnya.
Arsitektur masjid dengan gaya baru di Indonesia, mulai muncul saat
pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta. Meskipun masjid merupakan karya
arsitektur Islam, tetapi ternyata Masjid Istiqlal di Jakarta adalah karya arsitek
ternama Indonesia non Muslim. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederick
Silaban, seorang umat Nasrani yang menempuh pendidikan arsitekturnya di
ITB Bandung. Meskipun arsitek ini bukan seorang Muslim, namun ia dapat
menghayati fungsi masjid sebagai perwujudan penting umat Islam.
18
Gambar 2. 1. 4. 1. Gambar 2. 1. 4. 2.
Gambar 2. 1. 4. 3. Gambar 2. 1. 4. 4.
Gambar 2. 1. 4. 5. Gambar 2. 1. 4. 6.
19
Gambar 2. 1. 4. 6. Gambar 2. 1. 4. 7.
Gambar 2. 1. 4. 8. Gambar 2. 1. 4. 9.
Gambar 2. 1. 4. 5. Gambar 2. 1. 4. 5.
20
II. 2. TINJAUAN KHUSUS
II. 2. 1. Tinjauan Tapak
LOKASI
- Luas Tapak : 10.000 m2
- Lokasi : Jl. Raya Kebon Jeruk, Batu Sari, Jakarta Barat
- KDB : 60 %
- KLB : 3
- GSB : 10 m dan 6 m
- Ketinggian Maks. : 8 Lantai
DATA
- Perbedaan suhu antara siang dan malam relatif rendah (240-32
0 C)
- Kecepatan angin rendah (2m/s), bertambah cepat jika turun hujan
- Kelembaban udara tinggi (60-95%)
- Radiasi matahari cukup tinggi (>900W/m2), namun saat mendung hanya
<100W/m2
- Curah huja tinggi (>300mm)
- Flora beragam, tumbuh subur, jamur bertumbuh dengan pesat
Menurut George Lippsmeier (1994) ciri-ciri dan maslah-masalah bangunan
terpenting di daerah iklim hutan hujan tropis adalah :
Ciri-ciri Iklim Masalah umum dan
bangunan
Hal-al penting yang perlu
diperhatikan
Kelembaban udara dan
temperature tinggi
Panas di dalam bangunan
Bangunan sebaiknya banyak
diberi ruang terbuka agar
gerakan angin lebih lancer
21
Angin sedikit
Radiasi matahari tinggi
Penguapan sedikit karena
gerakan udara lambat
Perlu perlindungan terhadap
radiasi matahari, dan hujan
Ventilasi silang
Ruang sekitar bangunan
diberi peneduh tanpa
mengganggu sirkulasi udara
Pencahayaan dan
pengahawaan alami dalam
bangunan untuk menghemat
energy
Tabel 2. 2. 1. 1
- Penduduk di kodya Jak-Bar : 1.573.561 orang
- Prosentase Agama :
Islam = 80%
Kristen Protestan = 9%
Kristen Katolik = 6%
Hindu dan Budha = 5%
- Jumlah Penduduk Islam : 1.258.848 orang
- Jumlah Penduduk Protestan : 141.620 orang
- Jumlah Penduduk Katolik : 94.413 orang
- Jumlah Penduduk Hindu dan Budha : 78.678 orang
DATA TEMPAT PERIBADATAN
- Jumlah Mesjid di kodya Jak-Bar : 536
- Jumlah Gereja di kodya Jak-Bar : 165
- Jumlah Vihara di kodya Jak-Bar : 51
22
- Jumlah Pura di kodya Jak-Bar : 14
TAPAK
Gambar 2. 2. 3. 1.
Tapak berada di pertigaan lampu merah Batussari, Jalan Raya Kebun
Jeruk di daerah Rawa Belong, Palmerah. Daerah Batusari ini merupakan salah
satu daerah pemukiman penduduk Betawi yang paling awal. Seiring
perkembangan waktu, masyarakat Betawi mulai terdesak ke pinggiran oleh
banyaknya pendatang. Daerah Batusari ini mempunyai sejarah kebetawian
yang cukup lekat.
Seiring dengan perkembangan waktu adanya perkembangan kota dan
masuknya pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk menjadi
mahasiswa Universitas Bina Nusantara, semakin menyebabkan padatnya
daerah Batusari dan sekitarnya ini. Kondisi ini membuat keadaan lingkungan
23
di daerah Batusari ini menjadi lebih macet karena bertambahnya kendaraan
yang lewat yang menyebabkan polusi yang meningkat dan banyaknya k
II. 2. 2. Peraturan Bangunan Khusus Pemda DKI Jakarta
Berdasarkan Undang-Undang No.28 tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung, ada beberapa persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam hal
perencanaan dan perancangan sebuah gedung. Persyaratan tersebut antara lain:
• Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah,
air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu
keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi
prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
• Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus
mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan daya dukung
lingkungan yang dipersyaratkan.
• Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan
gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus
mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak
mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.
• Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi
ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
24
• Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan
gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya
ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang,
serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
• Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan,
dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan
untuk ventilasi dan pencahayaan alami.
• Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan
pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.
• Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang
menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan
mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan
kesehatan pengguna.
• Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan
kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan
mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai
standar teknis yang berlaku.
• Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan
dilengkapi dengan petunjuk arah yang jelas.
• Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan
lanjut usia termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas
25
lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya merupakan
keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.
Peraturan dan ketentuan tata bangunan yang lebih rinci diatur dalam
Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang
Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan dilampirkan
dalam tulisan ini.
II. 3. TINJAUAN TOPIK
II. 3. 1. Pengertian Arsitektur Ekologis
Ekologi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu ‘oikos’ dan ‘logos’,
‘oikos’ berarti rumah tangga atau cara bertempat tinggal, sedangkan ‘logos’
bersifat ilmu atau ilmiah. Jadi ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat
tinggal mahluk hidup. Atau ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya.
Istilah ekologi pertama kali diperkanalkan oleh Ernst Hackel, ahli ilmu
hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi segala jenis mahluk hidup
dengan lingkungannya. Ekologi juga biasanya dimengerti sebagai hal-hal yang
berhubungan antara mahluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) dengan
lingkungannya (cahaya, suhu, iklim, curah hujan, topografi, dll).
Menurut Ernest Burden,
“Ecological Architecture is a style of architecture (1970-)
developed in response to the problems of expensive fuels and other
environmental factors. Various projects were undertaken to construct self-
26
sufficient, or self-serving buildings, independent of public utilities, by
exploiting ambient energy sources, such as wind power, solar radiation,
and a variety of recycling technique.”
“Arsitektur Ekologi adalah desain yang menegaskan penggunaan
bahan alami dan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
dimana sumber tersebut dapat dikembalikan ke alam tanpa menyebabkan
kerugian. Untuk pengurangan penggunaan energi, semua aspek-aspek
pasif surya dan massa termal dimasukkan ke dalam bangunan dengan
sebuah mekanisme. (sumber :
http://www.ecologicalarch.com/designapproach.php)”
Menurut Heinz Frick, Arsitektur Ekologis adalah cara membangun yang
holistis (berhubungan dengan sistem keseluruhan), memanfaatkan pengalaman
manusia (tradisi dalam pembangunan), sebagai proses dan kerja sama antara
manusia dan alam sekitarnya sebagai berikut :
a. Berhubungan erat dengan tempat bangunan, sejarah, kebudayaan,
tata kota, tata lingkungan, serta keadaan lalu lintas (pencapaian).
b. Memiliki kualitas tinggi berhubungan dengan penggunaan ruang
dalam maupun ruang luar, pencahayaan, warna, bentukan, dan bahan
bangunan.
c. Menjadi fleksibel sekali dalam penggunaan dan perubahan,
memungkinkan keanekaragaman kebersamaan penghuni dan mendukung
partisipasi semua anggota terkait dalam perencanaan, pembangunan,
pemeliharaan maupun penggunaan.
d. Memperhatikan ekologi pada bahan bangunan (peredaran bahan dan
rantai bahan).
27
e. Mendukung kesehatan penghuni dan menghindari bahan bangunan
yang menimbulkan berbagai penyakit pada manusia.
Arsitektur ekologi melihat bangunan sebagai bagian dari ekosistem dari
planet dan bangunan sebagai bagian dari habitat hidup. Arsitektur ekologi
menggabungkan keberkelanjutan, kesadaran lingkungan, hijau, alami, dan
organik sehingga mendekati solusi desain yang dibutuhkan dan yang sesuai
dengan karakteristik tapak, konteks lingkungan sekitarnya, dan iklim mikro serta
topografi.
Menurut Heinz Frick, ada dua arus yang mempengaruhi kehidupan
manusia, yaitu teknik dan alam. Teknik timbul karena adanya kekurangan dan
menjadi alat bantu yang dapat dengan cepat menagatasi kekurangan-
kekurangan tersebut disaat prosees biologis dinilai terlalu lambat untuk
mengatasinya. Akan tetapi, penggunaan teknik secara dangkal dan berjangka
pendek secara berlebihan dapat menyebabkan efek samping baik secara
biologis, psikologis, maupun ekologis. Dan penggunaan teknik dengan
menggunakan energi tak terbarukan dapat menyebabkan perusakan dan
pencemaran terhadap semua peredaran kehidupan.
Pada zaman dahulu, seperti yang dikatakan oleh Vitruvius bahwa
bangunan yang baik harus memiliki 3 unsur yaitu Venustas / keindahan,
Firmitas / kekokohan, dan Utilitas / kegunaan. Tetapi pada masa sekarang
bangunan yang baik, selain dari tiga unsure tersebut, ada satu unsur tambahan,
yaitu hemat energi. Tambahan ini muncul karena keadaan bumi pada masa
28
sekarang sudah sangat buruk. Banyak lapisan ozon yang bolong, pencemaran
baik udara, maupun air dimana-mana. Jadi penghematan energi adalah satu –
satunya jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Pada dasarnya penghematan energi disini bukan kita tidak boleh
menggunakan energi yang ada, tetapi akan lebih baik jika kita dapat
mengganti penggunaan energi yang tak terbarukan dengan energi terbarukan.
Dan juga lebih baik jika energi terbarukan tersebut dapat kita olah sedemikian
rupa menjadi energi yang berguna bagi bangunan tersebut dan pengganti
energi tak terbarukan tersebut.
Jadi arsitektur ekologis sendiri mengandung juga bagian-bagian dari
arsitektur biologis (arsitektur yang memperhatikan kesehatan penghuni),
arsitektur alternatif, arsitektur matahari (arsitektur yang memanfaatkan tenaga
surya), arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan
pembangunan alam), serta pembangunan berkelanjutan (arsitektur yang
memperhatikan aspek social, ekonomi dalam perkembangan masa depannya).
Arsitektur ekologis tidak menetukan apa yang seharusnya terjadi dalam
arsitektur, melainkan arsitektur ekologis menghasilkan keselarasan antara
manusia dan alam.
Beberapa contoh prinsip, strategi dan metode desain bangunan
ekologis adalah sebagai berikut :
1. Smaller is Better
29
Penyelesaian yang paling baik menurut prinsip “semakin kecil
semakin baik” (minimalis) adalah dengan meminimalisasi
struktur/konstruksi yang juga berarti mengurangi penggunaan energy, bahan
mentah, dan ruang.
2. Hemat energy
Bangunan yang ekologis harus bias memanfaatkan potensi sumber
daya alam yang dapat diperbaharui demi penghematan energy yang tidak
dapat diperbaharui. Desain dapat diwujudkan dengan :
a. Memanfaatkan potensi dan mengatasi permasalahan iklim
setempat dengan menggunakan teritisan, ventilasi silang,
pemanfaatan cahaya matahari pada siang hari, dll.
b. Konservasi air, contohnya dengan menampung air hujan dan di
gunakan sebagai air wudhu.
3. Memakai bahan baku dan energy terbarui
Panas dan cahaya matahari, angin merupakan energy yang terbarui,
oleh sebab itu sebaiknya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
melalui desain dengan ventilasi silang.penggunaan bahan bangunan seperti
kayu, bamboo, rotan, dan sebagainya.
4. Penggunaan bahan bangunan yang ekologis
Prinsip-prinsip penggunaan bahan baku ekologis adalah sebagai
berikut :
- Menggunakan bahan baku, energy dan air seminimal mungkin.
30
- Semakin kecil kebutuhan energy pada produksi dan transportasi,
semakin kecil pula limbahnya.
- Bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan sebaiknya diabaikan.
- Menggunakan bahan bangunan yang terbuat dari bahan baku yang
terbarukan atau dari bahan daur ulang.
- Proses produksi bahan bangunan harus menghindari penggunaan
bahan yang berbahaya.
- Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama sesuai masa pakai.
- Bahan bangunan atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan
diganti.
5. Konservasi air
Penggunaan kembali air buangan terutama air hujan untuk
penggunaan wudhu, menyiram tanaman, flushing toilet, dan lain-lain.
6. Optimalisasi vegetasi
Penghijauan akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota
karena sekaligus sebagai ‘paru-paru’ lingkungan sekitar. Oleh karena itu
disediakan ruang terbuka hijau dan penanaman pepohonan. Karena vegetasi
dapat mensuplai oksigen, member keteduhan dan kesejukan, mengurangi
kebisingan, mengurangi debu, dan lain-lain.
7. Menggunakan teknologi sederhana
Menggunakan teknologi konstruksi sederhana yang dapat dikerjakan
pekerja local, berarti memberi kesempatan kerja untuk pekerja setempat.
31
8. Life cycle design
Life cycle merupakan analisa penggunaan energy untuk proses
produksi, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan sampai pemusnahan, serta
dampaknya kepada lingkungan.
II. 4. Teori-Teori Arsitektur Pendukung
Bentuk dan Ruang
Menurut Ching (1996), bentuk dasar ruang dan bangunan secara umum
ada tiga, yaitu segitiga, lingkaran dan segiempat. Pada bangunan mesjid ini
saya akan menggunakan bentuk segiempat sebagai bentuk dari denah
bangunan ini, karena bentuk ini dapat mengoptimalkan bentuk ruang yang
akan dipergunakan untuk ruang solat berjamaah.
Bentuk Keuntungan Kerugian
2. Segiempat
• Bentuk statis
• Mudah dikembangkan ke
segala arah
• Orientasi ruang pada
keempat sisi pembatasnya
• Layout ruang baik dan
• Ruang memiliki efisiensi
yang tinggi
• Orientasi ruang
cenderung statis
Tabel 2. 4. 1.
32
Beberapa jenis organisasi bentuk dan ruang antara lain :
• Ruang di dalam Ruang
Sebuah ruang yang luas dapat mencakup dan memuat sebuah ruang lain yang
lebih kecil di dalamnya.
• Ruang-Ruang yang saling berhubungan / berkaitan
Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan yang dihasilkan dari overlapping
dua daerah ruang dan membentuk irisan atau suatu daerah bersama.
• Ruang-Ruang yang Bersebelahan
Merupakan organisasi ruang yang paling umum. Batas-batas pemisah ruang
yang bersebelahan dapat berupa dinding, panel, kolom, ketinggian lantai,
ketinggian plafon, split dinding, dan lain-lain.
• Ruang-Ruang yang dihubungkan oleh sebuah Ruang Perantara
Dua buah ruang yang terpisah oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu
sama lain oleh ruang ketiga atau ruang perantara.
Selanjutnya dibahas oleh Ching, ada beberapa jenis organsisasi ruang, antara lain :
• Organisasi Terpusat, di mana sebuah ruang dominan menjadi pusat
pengelompokan sejumlah ruang sekunder
• Organisasi Linear, suatu bentuk urutan dalam satu garis dan ruang-ruang yang
berulang. Garis tidak harus berbentuk lurus.
• Organisasi Radial, di mana sebuah ruang pusat menjadi acuan organisasi ruang
linear yang berkembang menurut arah jari-jari.
33
• Organisasi Cluster, yaitu kelompok ruang yang kedekatan hubungan atau
bersama-sama memanfaatkan satu ciri atau hubungan visual. Organisasi yang
paling umum terbentuk.
• Organisasi Grid, di mana ruang-ruang terorganisir dalam daerah grid atau
struktur lainnya.
Sirkulasi
Beberapa Komponen Unsur dalam Sirkulasi Ruang antara lain :
• Pencapaian (Langsung, Tersamar, Berputar)
• Jalan / Pintu Masuk
• Konfigurasi Jalan (Linear, Radial, Spiral, Grid, Jaringan, Komposit)
• Hubungan Jalan dan Ruang
• Bentuk Ruang Sirkulasi (Koridor, Aula, Galeri, Tangga, Kamar)
Sirkulasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
- Sirkulasi Horizontal
- Sirkulasi Vertikal
Tapak dan Lingkungan
Menurut Chiara dan Koppelman (1991), ada beberapa faktor yang penting
dan perlu diperhatikan dalam melakukan analisis tapak dan lingkungan, antara lain :
• Pencapaian
34
• Kondisi Tapak
• Kondisi Lingkungan Sekitar
• Orientasi Massa Bangunan
• Utilitas dan Drainase Lingkungan
• Area Hijau pada Lingkungan
Orientasi dan Tata Letak Bangunan
Selanjutnya diuraikan oleh Chiara dan Koppelman, bahwa Orientasi dan Tata Letak
Bangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
• Jalan
• Bentuk Tapak
• Orientasi Terhadap Matahari, yang menyangkut panas matahari pada bangunan,
serta penataan lansekap dan elemen bangunan untuk pengendalian panas
• Angin
• Jalan Sekitar Tapak
• Kebisingan, yang menyangkut bukaan terhadap kebisingan.
• View
II. 5. Studi Kasus
II. 5. 1. Mesjid Agung At-Tin
Arsitek utama H. Achmad Noe’man I.A.I (Biro Arsitektur Achmad Noe’man)
• Visi
35
" Menjadikan Masjid Sebagai Oase Spiritual dan Pencerahan Intelektual "
• Misi
- Menjadikan Masjid Agung AT-TIN sebagai konsep dan Tren Masjid
masa depan.
- Meningkatkan kecerdasan intelektual dan spiritual ummat secara
terpadu.
- Wahana pemberdayaan sumber daya ummat yang profesional dan
berakhlak karim.
Gambar 2. 5. 1. 1.
36
• Data umum mesjid
Arah Kiblat Sertifikat DEPAG = 23 April 1997
Kordinat Tempat = 06 derajat, 17879 - 106 derajat, 53076
Arah Kiblat = 295 derajat, 9', 54'', 46
Mulai Pembangunan Tanggal = April 1997
Peletakan Batu Pertama = 23 Agustus 1997
Adzan Pertama = 25 Nopember 1999
Soft Opening = 26 Nopember 1999
Grand Opening = 26 Desember 1999
Luas Tanah = 70.000 m2
Luas Bangunan Masjid
A. Lantai Dasar
B. Lantai Satu
C. Lantai Mezanine
D. Luas Selasar Tertutup
E. Luas Plaza Shalat
Kapasitas Jamaah
A. Dalam Masjid
B. Plaza & Selasar Tertutup
Tinggi Menara Utama
= 5.030 m2
= 4.350 m2
= 2.069 m2
= 1.245 m2
= 5.800 m2
= 9.000 orang
= 10.850 orang
= 42 m
37
Kapasitas Parkir
A. Mobil Kecil
B. Bus
C. Motor
= 350 kendaraan
= 8 kendaraan
= 100 kendaraan
• Fasilitas mesjid
A. Rumah Dinas untuk Imam Besar
B. Mess Mua'zin
1. 8 Kamar @ 2 orang
2. Ruang Makan
3. Ruang Rekreasi/ TV
4. Dapur
5. Kamar Mandi 4 kamar
C. Rumah Penjaga
• Konsep mesjid
A. Ruang luar
1. Kubah
1.1 Visual Arsitektur dan Filosofis
1. Merupakan unsur “Kepala” dari unsure struktur bentuk
mesjid.
38
2. Merupakan unsur penting sebagai penanda fungsi
berdasarkan persepsi bentuk.
3. Sebagai unsur akhiran bentuk dan sebagai tempat Penanda
fungsi yang lebih spesifik.
4. Khusus untuk kubah masjid ini terbagi menjadi tiga bagian.
Hal ini merupakan penterjemahan perjalanan hidup manusia
sebagai hamba Allah dalam tiga alam, yaitu alam rahim,
alam dunia dan alam akhirat. Garis pembagi antara alam-
alam tersebut diekspresikan oleh bidang bukaan horisontal
yang diisi oleh elemen fungsional dan estetis yaitu kaca
patri.
1.2 Struktur
Struktur kubah memakai struktur rangka ruang / space frame
Struktur ini terpilih karena mempunyai beberapa keunggulan
antara lain :
1. Relatif lebih ringan.
2. Pemakaian bahan penutup atap lempeng - lempeng enamel
mendukung sifat struktur yang ringan.
3. Pengurangan terhadap beban struktur secara keseluruhan
system.
4. Pemakaian struktur ini yang bobotnya relatif lebih ringan
39
mendukung terciptanya pembentukan ruang yang bebas
kolom.
1.3 Bukaan
Yang dimaksud adalah sebagian dari bidang atap dibuka dan
diisi dengan bahan lain yang bersifat transparan dan estetis yaitu
kaca patri. Pola - pola geometric dengan pemilihan paduan
warna khusus yang menjadi acuan rancangan kaca patri tsb.
Fungsinya adalah untuk memasukan unsur cahaya sehingga
suasana ruang utama lebih tenang pada siang hari dan dapat
mengurangi pemakaian penerangan buatan.
Gambar 2. 5. 1. 2.
2. Badan mesjid
- Bagian badan masjid memberikan suatu kesan visual yang
menutup/mengecil pada bagian atas kemudian membuka pada
bagian akhiran. Bagian yang mengecil memberikan persepsi
40
vertikalisme yang mengarah dan mengecil menuju suatu titik
pusat.
- Unsur bagian ini terdiri dari unsur-unsur garis tegas vertical dan
diagonal sehingga memberikan kesan kokoh, tegar dan kuat.
Ornamen/ elemen estetika
Konsep Umum
1. Sebagai elemen geometri yang merupakan salah satu ciri seni
Islam.
2. Merupakan penterjemahan atas ketauhidan Allah SWT, yang
diterjemahkan pada pola - pola geometri.
Gambar 2. 5. 1. 3.
Fungsi
1. Sebagai elemen pengisi system bukaan.
2. Sebagai unsur yang mempertegas bentuk (bingkai bukaan /
41
relief).
3. Aksentuasi.
4. Pengakhiran.
Jenis
1. Menyatu : Merupakan permainan yang sejenis, tetapi dalam
keragaman warna dan texture (inlay batu alam dua dimensi)
2. Melayang : Memberikan kesan ringan dan transparan dalam
membatasi ruang, yaitu kerawang ( beton, besi )
3. Menonjol : Memberikan perbedaan wujud 3 dimensidari bahan
dan elemen pembentuk ornamen (relief)
4. Transparan : Melalui media cahaya akan terasa wujud
estetikanya (secara dua dimensi) tetapi tidak membatasi
kontinuitas visual (kaca patri). Melalui media cahaya akan terasa
wujud estetika baik secara dua dimensi (back light) ataupun tiga
dimensi (direct lighting) tetapi kontinuitas visual dan udara tetap
bebas (kerawangan).
Gambar 2. 5. 1. 4.
42
B. Ruang dalam
1. Lantai bawah
Lantai bawah menampung kegiatan - kegiatan seperti :
- Hall / ruang tangga utama
- Ruang Wudhu pria dan wanita
- Ruang Pendidikan
- Ruang Mushaf
- Ruang Rapat Kecil
- Ruang Kegiatan
- Ruang Tunggu VIP
- Ruang Kelas RA/TPA
- Ruang Perpustakaan dan Internet
Skala ruang manusiawi dengan pengertian ruang-ruang yang
terbentuk konstektual terhadap skala ruang yang diinginkan.
Penzonaannya adalah dibagian depan sebagi ruang penerima ( ruang
tangga umum), bagian tengah area serba guna dan area wudhu,
sedang bagian belakang adalah ruang tunggu VIP.
Khusus bagian tengah terbagi lagi atas area basah yaitu area wudhu
dan area kering adalah serba guna.
2. Lantai atas
43
Lantai atas berfungsi sebagai ruang shalat utama.
Suasana interior secara garis besar terbagi atas dua zona dibawah
mezzanine dan ruang besar berkubah. Pada ruang dibawah
mezzanine akan terjadi pengaruh psikologis yang memberikan
perasaan tertekan / depresi sehingga memberikan pengaruh terhadap
keleluasaan konsentrasi.
Gambar 2. 5. 1. 5.
Sedang pada ruang tengah yang berkubah akan terjadi pengaruh
psikologi yang menimbulkan perasaan kerdil / kecil karena manusia
berada pada ruang yang sangat besar atau dengan perkataan lain
berada pada ruang yang sangat besar atau dengan perkataan lain
berada pada ruang dengan skala monumental. Ruang berkubah ini
sekaligus merupakan klimaks dari urutan keseluruhan perjalanan
pada area masjid.
Khusus pada lantai mezzanine, skala konstruksi cenderung
bersifat ter-pusat radial kearah mihrab, sedang keberadaannya dapat
44
memberikan suasana "continous space" atau ruang yang menerus
baik horizontal maupun vertical.
C. Sarana Sirkulasi
Sarana sirkulasi utama adalah tangga selain tangga terdapat
juga escalator dan ramp. Letak tangga tersebut, escalator dan ramp
terletak di hall utama .
D. Ruang Tangga
Ruang tangga diekspresikan secara terpisah dari bangunan
utama, hal ini lebih pada pertimbangan estetis arsitektural yaitu
sebagai elemen pengimbang dan pengarah. Sedang dari segi tampak
merupakan elemen vertical yang cukup kuat dan membentuk "sky
line" yang harmonis.
E. Menara/Minaret
Fungsi utama adalah tempat menyimpan peralatan "Sound
System" yang berupa alat pengeras suara agar suara adzan dapat
terdengar lebih jauh dan jelas.
Dari sisi arsitektural merupakan elemen identitas masjid sedang
dari sisi tata letak merupakan elemen "Eye Catcher" yang cukup
komunikatif karena letaknya dihalaman depan. Unsur vertical ini
merupakan gambaran hubungan antara manusia dengan mahluk
ciptaan-Nya terhadap Sang Pencipta Yang Maha Tinggi yaitu Allah
45
SWT.
F. Selasar tertutup dan plaza mesjid
Fungsi utamanya adalah sebagai sarana sirkulasi horizontal
yang terlindung dari hujan dan panas. Dari segi arsitektur
merupakan elemen arsitektur yang berskala manusia, berfungsi
sebagai pembatas ruang transisi (plaza shalat) yang memberikan
kesan "surprising" dalam perjalanan menuju ruang utama.
Sedang plaza shalat merupakan tempat shalat pada saat-saat
jamaah luber misalnya pada saat shalat Jum'at atau shalat Hari Raya.
Tangga keliling pada selasar ini merupakan elemen arsitektural yang
memberi kesan monumental untuk menuju bangunan utama.
G. Lansekap
Lansekap masjid ini diwujudkan sebagai penghayatan rasa
syukur manusia melalui keindahan mahluk ciptaan-Nya.
Salah satu unsure lansekap yang cukup khas karakternya adalah air
Unsur air pada lansekap menciptakan suasana kesejukan
(dingin), beriak dan pantulannya memberikan imajinasi tak terbatas
atas kekuasaan-Nya,dan dari airlah segala kehidupan dimulai yang
harus kita pikirkan untuk menciptakan rasa syukur atas kekuasaan
Allah pencipta langit dan seisinya.
Orientasi
Pada komplek Masjid ini diberikan kejelasan dan kemudahan
46
sirkulasi sebagai orientasi pada kegiatan didalamnya dengan
penggunaan hirarki dan material yang berbeda sesuai fungsinya.
"Yang menjadikan bumi untuk kami sebagai tempat menetap dan
Dia membuat jalan-jalan diatas bumi untuk kami supaya kamu
mendapat petunjuk" (QS:43:10).
Kesimpulan :
- Mesjid yang sangat besar dan luas.
- Suara tidak bising karena letaknya yang agak ke dalam di
lansekapnya dan jauh dari jalan raya.
- Banyaknya kisi-kisi dan bukaan yang ada menjadikan sirkulasi
pengudaraan yang baik dan tanpa pengudaraan buatan.
- Fasilitas yang ada sudah cukup lengkap dan banyak.
- Lansekap yang ada di Mesjid ini sangat di tata dengan rapid an
teratur jadi terlihat sangat indah
- Penataan tempat wudhu yang baik menjadikan sirkulasi manusia
yang baik.
II. 5. 2. Mesjid Dian Almahri
Mesjid Dian Al-Mahri terletak di tepo Jalan Raya Meruyung-Cinere,
kecamatan Limo, kota Depok. Mesjid berkubah emas 24 karat.
Pemilik : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid
Arsitek : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid
47
Dibangun : 2001
Luas lahan keseluruhan : 80 hektar
Luas Lahan untuk mesjid : 2 hektar
Luas Bangunan mesjid : 60 m x 120 m.
Kapasitas mesjid : 25.000 jemaah
Diameter kubah utama : 16 meter
Tinggi kubah utama : 20 meter
Material impor
Pemilk mesjid mengimpor semua material untuk mesjidnya dari
Negara-negara Eropa. Emas, lampu, dan granit dari talia, serta beberapa
material lain dari Spanyol, Norwegia, juga dari Brasil.
Gambar 2. 5. 2. 1.
48
Gambar 2. 5. 2. 2.
Kesimpulan : - Mesjid terlalu mewah dan megah.
- Boros material karena mengunakan material impor.
- Tidak bising karena letaknya jauh dari jalan uama.
- Lansekap sangat indah dan menarik namun dirasa sangat panas
karena kurangnya pohon peneduh.
- Fasilitas sudah cukup lengkap dan memadai.
- Dari segi penghawaan sudah cukup baik.
49
II. 5. 3. Assyaffah Mosque di Singapore
Gambar 2. 5. 3. 1.
Data
Owner : Majelis Agama Islam Singapura
Arsitek Principal : Tan Kok Hiang
Tim desain :
- Struktur : Web Struktur
- Mekanikal dan Elektrikal : Alpha Engineering Consultan
- Interior Desainer : Davis Langdon & Seah Singapore Pte. Ltd.
- Kaligrafi : Yahiya, Xian China
- Kontraktor : Evan Lim Contruction Pte. Ltd.
Waktu pembangunan : Mei 2000
Waktu penyelesaian : April 2004
Lokasi : 1 Admiralty Lane, Singapore 757620
Luas Tapak : 2500 m2
Luas Bnagunan : 3489 m2
50
Gambar 2. 5. 3. 2.
Sebelah kiri adalah dinding dengan motif arab yang berfungsi untuk memasukkan udara dan
cahaya alami pada siang hari. Di sebelah kanan adalah tempat mihrab yang terbuat dari
panel alumium dengan tulisan kaligrafi di ruang solat utama.
Gambar 2. 5. 3. 3.
Ruang solat berjamaah yang beralaskan karpet sekaligus sebagi penunjuk saf dan juga rak-rak
Quran di belakangnya.
51
Gambar 2. 5. 3. 4.
Tampak minaret mesjid yang bermodular terbuat dari lempengan baja.
Gambar 2. 5. 3. 5.
Ruang solat utama yang bebas dengan penggunaan kolom. Kolom melengkung seperti bentuk
setengah lingkaran yang terbuat dari struktur beton.
52
Gambar 2. 5. 3. 6.
Ruang solat utama dengan pencahayaan dari samping dan atas, dan juga penghawaan alami.
Gambar 2. 5. 3. 7.
Rak Al Quran yang berada di ruang solat utama yang terbuat dari kaca yang menempel di
dinding yang dibatasi oleh plat baja dan terkena cahaya siang.
56
II. 5. 4. MASJID SAID NAUM, UNGKAPAN LOKALITAS DALAM MASJID
MODERN
oleh Bambang Setia Budi
Suatu rancangan masjid yang sangat berhasil dalam upaya
menghadirkan kosa bentuk masjid tradisional Jawa ke dalam ungkapan-
ungkapan modern adalah Masjid Said Naum yang terletak di dalam area
kepadatan tinggi di Kebon Kacang, Jakarta.
Masjid yang dirancang arsitek Adhi Moersid dan tim ini jelas
memperlihatkan usaha serius dalam mengakomodasi dua kepentingan berbeda
yaitu merepresentasikan karakter arsitektur lokal/tradisional dengan pendekatan
modern. Wajar jika rancangan ini kemudian memenangkan kompetisi yang
diadakan Pemda DKI pada tahun 1975 di mana kriteria utamanya adalah harus
merepresentasikan karakter arsitektur tradisional, cocok dengan lingkungan
sekitar, dan menggunakan material lokal. Atas alasan itu pulalah bangunan
masjid yang selesai pembangunannya tahun 1977 ini mendapatkan penghargaan
Honourable Mention dari Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1986.
57
Gambar 2. 5. 4. 1.
Masjid Said Naum -Penampilan masjid didominasi oleh atap yang
mencoba menggubah kembali atap tumpang atau Meru tradisional ke dalam
perwujudan yang baru.
Menurut catatan tertulis dari sang arsitek, pada waktu menggarap
rancangan ini sebenarnya tidak ada pretensi mengupas kemudian merumuskan
bagaimana tradisi dan unsur arsitektur tradisional dapat dimasukkan ke dalam
rancangan dengan mengikuti aturan atau teori tertentu. Namun, yang dicoba
dilakukan adalah mencarikan landasan untuk memberikan makna pada
ungkapan arsitekturnya baik yang teraga maupun yang tidak teraga.
Salah satu landasan perancangannya adalah keyakinan bahwa Islam
merupakan ajaran atau ideologi yang ke mana pun ia datang tidak secara
langsung membawa atau memberikan bentuk budaya berupa fisik. Di mana pun
Islam datang, ia siap memakai berbagai bentuk lokal/tradisional untuk dijadikan
58
identitas fisiknya. Dari sini kita menemukan banyak bangunan-bangunan
tradisional yang dengan mudah dapat berubah fungsinya menjadi masjid di
berbagai masyarakat yang telah memeluk agama Islam.
Arsitektur Islam dapat juga dinyatakan sebagai manifestasi fisik dari
adaptasi yang harmonis antara ajaran Islam dengan bentuk-bentuk lokal. Oleh
karena itu, Arsitektur Islam bisa amat kaya akan ragam dan jenisnya
sebagaimana yang diungkapkan arsitek Muslim Turki Dogan Kuban bahwa
tidak ada homogenitas dan kesatuan dalam bentuk dari apa yang disebut
Arsitektur Islam. Konsep inilah yang dipakai sang arsitek sebagai fokus sentral
dalam mendesain masjid bernuansa modern di atas tanah wakaf warga
keturunan Mesir bernama Said Naum.
DARI segi bentuk, gubahan pertama yang menarik perhatian adalah
desain atap masjid. Karena arsitektur atap merupakan salah satu ciri menonjol
dalam arsitektur tradisional di Indonesia/Jawa, dapatlah dimengerti jika desain
ini mencoba mengambil kembali karakteristik atap masjid tradisional, namun
direvitalisasi.
Penampilan masjid didominasi atap yang mencoba menggubah kembali
atap tumpang atau meru tradisional yang sering ditampilkan dalam bangunan
sakral di Jawa atau Bali, ke dalam perwujudan baru. Berbeda pada bangunan
tradisional, bagian atas diputar 90 derajat dari bentuk massa bangunan
masjidnya. Hal ini jelas memperlihatkan usaha menarik dalam menampilkan
gagasan baru untuk merevitalisasi bentuk atap lokal/tradisional tersebut. Bentuk
59
seperti itu tampaknya berkembang lebih lanjut di kemudian hari pada bangunan
masjid-masjid modern lainnya di Indonesia seperti Masjid Al-Markaz Al-Islami
di Makassar dan Masjid Pusdai (Islamic Center) di Bandung.
Gambar2.5.4.2.
Cahaya alami - Pencahayaan alami menembus masuk ke dalam ruang shalat
memberi suasana kenyamanan bagi setiap pengguna. Sementara pada bagian
atas terlihat balok-balok struktur rangka atap yang menjadi `self bearing
structure` dari sistem struktur atap tradisional sengaja diekspose.
Bentuk atap tersebut sebenarnya juga memperlihatkan kesamaan profil
dengan tipe atap tumpang dengan saka guru. Biasanya ada empat saka guru di
tengah ruang shalat untuk menyangga atap kedua maupun ketiganya. Namun,
empat saka guru tersebut di dalam rancangan ini dihilangkan agar didapat
60
pandangan secara jelas ke arah mihrab dan tersedia ruang tempat shalat dengan
bebas.
Konsekuensi penghilangan kolom-kolom saka guru di tengah-tengah
ruangan tersebut adalah diperlukannya struktur bentang cukup lebar.
Tampaknya pilihan struktur rangka baja telah dipakai untuk menggantikan
struktur kayu yang biasa pada masjid tradisional. Namun yang sangat menarik
di sini adalah dikembangkannya kembali konsep sistem atap lama pada struktur
rangka atap yang rigid sebagai self bearing structure untuk menutup ruang
dengan bentang lebar. Desain ini dengan jelas memeragakan pemanfaatan
teknologi yang diadaptasikan dengan tradisi lokal.
Pencahayaan alami yang masuk ke ruang shalat memberi suasana
nyaman bagi setiap pengguna. Sementara pada bagian atas terlihat balok
struktur rangka atap yang menjadi self bearing structure dari sistem struktur atap
tradisional sengaja diekspos.
Yang juga terlihat sangat menonjol dalam rancangan masjid yang
berdenah segi empat simetris ini adalah kenyamanan ruang-ruangnya, yang
terjadi sebab adanya bukaan di semua sisi dindingnya sehingga tercapai
penghawaan silang dengan baik. Di setiap sisi dinding masjid terdapat lima
jendela kayu lengkung yang lebar dengan beberapa di antaranya dipakai sebagai
pintu. Uniknya bukaan-bukaan ini tidak menggunakan daun jendela/pintu tetapi
deretan kayu berukir/berulir berjarak tertentu dengan arah vertikal yang mengisi
luas jendela tersebut. Model jendela seperti ini mengingatkan pada rumah-
61
rumah tradisional Betawi maupun masjid-masjid lama di Jakarta yang dibangun
sejak abad ke-18.
Gambar2.5.4.3.
Bukaan - Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti ini
menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan sehingga tercapai
penghawaan silang. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci kenyamanan
karena mengadaptasi kondisi iklim lokal.
Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti ini
menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan sehingga tercapai
penghawaan silang. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci kenyamanan
karena mengadaptasi kondisi iklim lokal.
Penggunaan sirkulasi yang mudah dan jelas juga memberi kenyamanan
tersendiri dari bangunan berkarakter publik ini. Selain itu, penggunaan bentuk
atap juga sangat cocok untuk bangunan di tempat yang memiliki curah hujan
tinggi, bahkan adanya selasar yang lebar pada semua sisi yang dapat melindungi
62
ruang dalam/interior dari hujan dan silau akibat panas matahari luar semakin
menambah kenyamanan ruang-ruang masjid.
Pencahayaan alami yang dramatis dan sayup-sayup lembut-yang
memasuki ruangan shalat baik dari samping maupun dari lubang cahaya dari
pertemuan bidang miring atap yang diputar dengan atap di bawahnya-sangatlah
mendukung suasana kekhusyukan. Sementara lampu di tengah langit-langit atap
sangat serasi dengan geometri yang memberikan cahaya iluminasi.
Bagaimanapun, efek pencahayaan ini memberikan kenyamanan sangat bagi
setiap pengguna ketika berada di dalam masjid.
Area di luar bangunan dirancang dengan berbagai level dengan tanaman
berbeda pada masing-masing tempat. Pepohonan di sekeliling batas dan sebagai
pengisi antarbaris paving lantai menyediakan bayangan dan atmosfer yang
relatif sejuk yang mengalir secara silang ke dalam bangunan. Tata letak
bangunan dan penataan lanskap tersebut jelas hendak menjadikan area yang
tenang, sejuk, dan damai bagai oase di tengah hiruk-pikuk area urban Kota
Jakarta. Ini menunjukkan desain bangunan yang sangat adaptif dengan iklim
lokal.
Dengan demikian, baik penampilan masjid dalam ruang dan bentuk, tata
letak dan penataan lanskap, tampaknya sangat mendekati ideal. Kehadirannya
begitu nyaman bagi kegiatan ritual ibadah seperti shalat, itikaf (berdiam diri di
dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah), perenungan hingga
muhasabah (mengevaluasi diri).
63
Ini semua tidak lepas dari kuatnya ungkapan-ungkapan karakter lokal
atau lokalitas dalam rancangan masjid baik secara keseluruhan maupun detail-
detailnya. Ungkapan lokalitas memang banyak diolah dan menjadi ciri penting
dalam rancangan masjid modern ini. Bahkan, materialnya menunjukkan
material lokal kecuali bahan baja untuk struktur atap. Ini yang tampaknya patut
menjadi contoh dan perlu dikembangkan perancang/arsitek untuk bangunan
masjid khususnya dan bangunan lain pada umumnya di negeri kita tercinta,
Indonesia.
II. 5. 5. King Faisal Mosque di Pakistan
Gambar 2. 5. .5. 1.
Tampak mesjid Faisal Moasque di Pakistan
64
Gambar 2. 5. 5. 2.
Tapak mesjid yang dikelilingi oleh penghijauan yang alami
Gambar 2. 5. 5. 3.
Interior mesjid yang mendapat pencahayaan alami pada siang hari
67
Gambar 2. 5. 5. 8.
Potongan menghadap dinding kiblat
Gambar 2. 5. 5. 9.
Tampak mesjid pada malam hari dengan penerangan yang indah
69
II. 6. Studi Banding terhadap Bangunan Ekologis
Menara Mesiniaga
Lokasi : Subang Jaya
Arsitek : Ken Yeang
Dibangun : 1989
Selesai : 1992
Tinggi : 63 meter
Jumlah lantai : 15 lantai
Luas total bangunan : 6503 m2
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
Gambar 2. 6. 1.
Gambar 2. 6. 2.
Warna kuning : sun shaders, warna hijau : tempat buat taman
70
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
Gambar 2. 6. 3.
Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang berperan sebagai
penyaring lingkungan. Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang
utilitasnya berdasarkan bangunan tradisional Malaysia dan transisi bangunan
tradisional atau evolusi ke bangunan modern. Bangunan ini memiliki visi
sebagai taman tropis dan menemukan hubungan antara bangunan, ruang luar
dan iklim, serta merubah dampak perkembangan bangunan tinggi dalam
ekosistem sebuah kota.
71
Orientasi matahari Menara Mesiniaga
Gambar 2. 6. 4.
Kesimpulan :
Menara Mesiniaga merupakan bangunan ekologi yang
menggunakan potensi lingkungan tropis secara maksimal untuk
pencahayaan serta penghawaan. Bangunan ini dirancang dengan
mengangkat tanaman ke atas bangunan dan mengelilingi bangunan untuk
menurunkan suhu di dalam ruangan dan mendistribusikan oksigen.
Orientasi matahari bangunan menara ini adalah ke arah Utara dan
Selatan karena pada daerah tropis bukaan di sisi ini mengurangi keperluan
untuk menghalangi sinar matahari.