8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pajak
2.1.1.1 Definisi Pajak
Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli
yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu merumuskan
pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada
sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pihak pada saat merumuskan
pengertian pajak.
Adapun pengertian pajak secara umum yang harus dipahami oleh
masyarakat adalah sebagai berikut :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sebagai bahan perbandingan pengertian pajak, maka penulis mengutip
beberapa definisi dari para ahli dalam bidang perpajakan :
1. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Resmi dalam bukunya yang
berjudul Perpajakan teori dan kasus.
9
“ Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran
umum.” (2008:1)
2. Menurut S.I. Djajadiningrat
“ Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas
negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang
ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik
dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.”
(2008:1)
Selanjutnya definisi yang diberikan oleh Edwin Robert Anderson
Seligman seorang ekonom, guru besar, pendiri dan presiden pertama American
Economic Association, (Nurmantu,2005) merumuskan pajak sebagai berikut : “a
tax a compulsory contribution from the person to the government to defray the
expenses incurred in the common interest of all without reference to special
benefits conferred”. Pajak adalah sumbangan wajib seseorang kepada pemerintah
yang dapat dipaksakan oleh pemerintahnya tanpa imbalan langsung yang dapat
diterima oleh yang membayarnya.
Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara.
2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan imbalan secara langsung satu
per satu oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
10
2.1.1.2 Dasar Hukum Pajak
Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah UUD 1945 pasal
23A yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”.
2.1.1.3 Fungsi Pajak
Menurut Supramono (2010:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi
budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
1. Fungsi budgetair (sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi regularend (pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta
mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
11
Contoh :
1. Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minuman keras gunanya untuk
mengurangi atau membatasi jumlahnya.
2. Tarif pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah dari luar negeri dengan
tujuan untuk membatasi membanjirnya barang-barang dari luar negeri sehingga
barang-barang dalam negeri laku dan produksinya meningkat.
2.1.1.4 Pengelompokan Pajak
Pajak dapat di bedakan menurut golongan ,sifat dan lembaga
pemungutnya.
1. Jenis Pajak Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain,tetapi
harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena pengenaan
pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan,tidak
dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain.
b. Pajak Tak Langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak tak langsung
sebab yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya adalah
penjualannya, karena penjualannyalah yang mengakibatkan adanya per-tambahan
nilai, tetapi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilimpahkan kepada
pembeli (pihak lain).
12
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya
a. Pajak Subyektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan keadaan diri
Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan
Wajib Pajak).
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subjektif, karena pengenaan pajak
penghasilan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima
penghasilan.
b. Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak.
Contoh :
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
adalah peningkatan nilai dari suatu barang, bukan pada penjual yang
meningkatkan nilai barang.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena Pajak Bumi dan Bangunan
dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan
pemiliknya.
3. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya
a. Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara.
13
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, dan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
b. Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No.18 tahun 1997 sebagaimana
telah diubah dengan PP No.34 tahun 2000 dan yang terakhir diubah dengan PP
No.28 tahun 2009. Pajak daerah dibedakan menjadi 2, yaitu :
Pajak Provinsi
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan, serta Pajak
Rokok.
Pajak Kabupaten / Kota
Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak
Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
pedesaan dan perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB).
2.1.2 Pengertian Wajib pajak
Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran
pajak, pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
14
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan
Irianto, 2011).Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak
tertentu.Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak
badan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan
diatas pendapatan tidak kena pajak. Rahman, (2010 : 85)
Dalam KUP, ketentuan mengenai kewajiban mendaftarkan diri untuk
wajib pajak orang pribadi (WP OP) dibedakan perlakuannya (tax treatment)
antara wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan wajib
pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Wajib
pajak orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak
badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor pokok wajib pajak
(NPWP) paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan (Rosdiana dan
Irianto, 2011).Yang dimaksud dengan saat usaha mulai dijalankan adalah saat
yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai
dilakukan.
2.1.3 Kualitas Pelayanan Pajak
2.1.3.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Pajak
Kualitas pelayanan pajak merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan wajib pajak serta ketepatan penyampaiannya dalam mengimbangi
harapan wajib pajak. Kualitas pelayanan pajak dapat diketahui dengan cara
15
membandingkan persepsi para wajib pajak atas pelayanan yang nyata mereka
terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka harapkan /
inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan pada setiap Kantor Pelayanan Pajak
(KPP).
Pengertian kualitas menurut Menurut Supadmi (2009:217) adalah sebagai
berikut :
“Kualitas sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan jasa manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang
menginginkannya”.
Lewis & Booms (Tjiptono & G. Chandra, 2005) mendefinisikan Kualitas
sebagai berikut :
“Ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai
dengan ekspektasi pelanggan. Pada umumnya harapan pelanggan dibentuk
oleh pengalaman, informasi lisan dan iklan”.
Pengertian Pelayanan menurut (Boediono, 2003:60) adalah sebagai
berikut:
“Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-
cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
terciptanya kepuasan dan keberhasilan.”
Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-45/PJ/2007
ditegaskan mengenai pelayanan perpajakan :
16
“Pelayanan adalah sentra dan indikator utama untuk membangun citra
DJP, sehingga kualitas pelayanan harus terus menerus ditingkatkan dalam
rangka mewujudkan harapan dan membangun kepercayaan Wajib Pajak
terhadap DJP.”
Definisi Kualitas Pelayanan Pajak Yang ditulis Lewis dan Baums yang
dikutip oleh Lena Ellitan dan Lina Anatan (2007 : 47) adalah Sebagai berikut:
“Kualitas Pelayanan Pajak adalah Pelayanan yang diberikan kepada Wajib
Pajak dengan menonjolkan sikap yang baik dan menarik antara lain
melayani Wajib pajak dengan penampilan serasi, berpikiran positif dan
dengan sikap menghargai para Wajib Pajak.”
Kualitas Pelayanan Pajak menurut Kotler (2002:83) adalah
“Serangkaian perbuatan nyata yang dilakukan untuk mewujudkan
pemberian layanan yang terbaik bagi wajib pajak.”
Definisi kualitas pelayanan Pajak yang ditulis Lewis dan Baums yang
dikutip oleh Lena Elitan dan Lina Anatan (2007:47) menjelaskan bahwa :
“Kualitas pelayanan Pajak merupakan sebagai ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu menyesuaikan dengan ekspektasi
pelanggan, jadi kualitas pelayanan diwujudkan melalui pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian
pelanggan tersebut membagi harapan pelanggan.”
2.1.3.2 Faktor-faktor Kualitas Pelayanan Pajak
Faktor-faktor kualitas pelayanan Pajak menurut Agustini (2008)
menjelaskan bahwa:
17
1. Keandalan
Keandalan yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
memberikan pelayanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat
kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang
disepakati.
2. Daya tanggap
Daya tanggap yang dimaksud disini berkenaan dengan kesediaan dan
kemampuan para karyawan, untuk membantu para pelanggan dan
merespons permintaan mereka serta menginformasikan kapan pelayanan
akan diberikan dan kemudian memberikan pelayanan secara tepat.
3. Jaminan
Jaminan yang dimaksud yakni perilaku pada karyawan agar mampu
menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
4. Empati
Perusahaan memahami masalah pelanggan dan bertindak demi
kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para
pelanggan dan memiliki jasa operasi yang aman.
5. Wujud Nyata
Wujud nyata ini berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan
dan material yang digunakan perusahaan dan karyawannya.
2.1.4 Kepatuhan Wajib Pajak
2.1.4.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak
Machfud sidik yang dikutip oleh Siti Kurnia rahayu (2010:137-138)
“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan
tulang punggung sistem self assestment system, dimana wajib pajak
bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan
kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan
pajaknya tersebut”
18
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan
berarti :
“Tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan kita dapat
memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan,
tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib
pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta
melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.”
Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak (moh.
Zain:2004) seperti yang dikutip Siti Kurnia Rahayu (2010:138) menjelaskan
bahwa :
“Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban
perpajakan, tercermin dalam situasi di mana :
1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan
peraturan perundang-rundangan perpajakan
2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas
3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar
4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya
Safri Nurmantu seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:138)
menjelaskan bahwa :
“Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana wajib
pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak
perpajakannya”.
Menurut Gunadi (2013:94) pengertian kepatuhan wajib pajak adalah:
“Dalam hal ini diartikan bahwa wajib pajak mempunyai kesediaan untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa
perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan ataupun ancaman
dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi”
19
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138) Ada dua macam kepatuhan, yaitu
kepatuhan formal dan kepatuhan material :
1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi
kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
Perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara
substantive atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material
perpajakan yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undan Perpajakan.
Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
Menurut Chaizi Nasucha (2010:139) seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia
Rahayu, kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari :
a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri
b. Kepatuhan untuk melaporkan kembali surat pemberitahuan
c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan
d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan
Erard dan Feinstin seperti yang dikutip oleh Chaizi Nasucha dan
selanjutnya oleh Siti Kurnia Rahayu (2010:139) menjelaskan bahwa :
“Menggunakan teori psikologi dalam kepatuhan wajib pajak, yaitu rasa bersalah
dan rasa malu, persepsi wajib pajak atas kewajaran dan keadilan beban pajak yang
mereka tanggung, dan pengaruh kepuasan terhadap pelayanan pemerintah.”
20
Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan
Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 kemudian dikutip oleh Siti Kurnia
Rahayu , tentang kriteria kepatuhan wajib pajak menjelaskan bahwa :
1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam
tahun terakhir
2. Tidak mempunyai tunggakana pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
4. Dalam 2 tahun terkahir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada
pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5%.
5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit
oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau
pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi
fiskal.”
Maka, pada prinsipnya kepatuhan wajib pajak manurut Siti Kurnia Rahayu
(2010:139) adalah tindakan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara.
21
Predikat wajib pajak patuh menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:139) dalam
arti disiplin dan taat, tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar
pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah
nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas Negara. Karena, pembayar pajak
terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh,
meskipun memberikan konstribusi besar pada negara, jika masih memiliki
tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi
predikat wajib pajak patuh.
2.1.4.2 Faktor-Faktor Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Chaizi Nasucha seperti yang dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu
(2010:139), kepatuhan wajib pajak menjelaskan bahwa :
a. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri;
b. Kepatuhan untuk menyetor kembali surat pemberitahuan (SPT);
c. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang; dan
d. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Hubungan Kualitas Pelayanan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Ni Luh Supadmi dalam jurnalnya yang berjudul Meningkatkan kepatuhan
wajib pajak melalui kualitas pelayanan pajak, dikemukakan bahwa untuk
22
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya,
kualitas pelayanan pajak harus ditingkatkan oleh aparat pajak.
Teori pendukung pengaruh kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan
wajib pajak menurut Chaizi Nasucha (2005 : 273) menjelaskan bahwa :
“Tolak ukur keberhasilan reformasi perpajakan adalah tercapainya
peningkatan pelayanan pajak dan penerimaan serta kesejahteraan langsung
atau tidak langsung berdampak pada kepatuhan masyarakat (wajib pajak)”.
Gunadi pengamat pajak dari Universitas Indonesia Gunadi ( 2013 : 102)
menjelaskan bahwa :
“Mengatakan banyak cara yang bisa dilakukan Ditjen Pajak untuk
meningkatkan rasio kepatuhan wajib pajak, salah satunya dengan
memperbaiki kualitas pelayanan pajak”.
Aparat pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan
dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan
kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan
infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan
system informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Paradigma penelitian
dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:
23
Gambar 2.1
Paradigma Penelitian
NI LUH SUPADMI
(ISSN:1907:3771)
Meningkatkan kepatuhan wajib
pajak melalui kualitas pelayanan
Konstribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan Negara diharapkan
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pemerintah memberlakukan reformasi
perpajakan dengan menerapkan self assessment system dalam pemungutan pajak.
Berbeda dengan sistem pemungutan pajak sebelumnya, yaitu official assessment
system. Self assessment system memberikan kepercayaan penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh
pajak yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib pajak menentukan
sendiri besarnya pajak yang terutang.
Self assessment system menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat
dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kesadaran dan kepatuhan yang
tinggi dari wajib pajak merupakan faktor terpenting dari pelaksanaan sistem
tersebut. Kepatuhan memiliki kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan
X
Kualitas Pelayanan
Pajak
Y
Kepatuhan Wajib
Pajak
24
tulang punggung self assessment system. Wajib pajak bertanggung jawab
menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat
waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut (Siti Kurnia Rahayu, 2010:137).
Untuk lebih jelasnya kerangka pikir ini dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai
berikut :
25
Gambar 2.2 Skema Kerangka Pemikiran
Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Reformasi Perpajakan
Meningkatkan penerimaan
Pajak
Self Assessment System Kepatuhan Wajib Pajak
Keandalan, Daya Tanggap ,
Jaminan, Empati, dan
Wujud nyata.
Mendaftarkan diri, Menghitung
pajak, Membayar Pajak,
pelaporan dilakukan oleh sendiri
sendiri oleh wajib pajak
Wajib pajak harus lebih
temotivasi dalam
memenuhi kewajiban
perpajakannya
Meningkatkan Kepatuhan Wajib
Pajak
Hasil Penelitian Sebelumnya :
Self Assessment Implementasi
& Kendalanya
(Jhon Hutagaol)
Meningkatkan kepatuhan
wajib pajak melalui
kualitas pelayanan (Ni Luh
Supadmi)
Hipotesis :
Kualitas Pelayanan pajak dan Self
Assesment System berpengaruh
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Wajib pajak harus lebih temotivasi dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya
Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak
Hasil Penelitian Sebelumnya :
Meningkatkan kepatuhan wajib pajak
melalui kualitas pelayanan (Ni Luh Supadmi)
Hipotesis :
Kualitas Pelayanan pajak berpengaruh
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Madya Bandung
26
2.3 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Hasil Penelitian dan Kajian Sebelumnya
No
Nama
Peneliti Judul Hasil Penelitian
1 Tri
Handarani Pengaruh Kualitas Berdasarkan hasil analisis korelasi dan
Pelayanan Pajak regresi sederhana menunjukkan bahwa
terhadap Kepuasan kualitas pelayanan pajak memiliki pengaruh
dan Kepatuhan
Wajib kuat dan positif terhadap kepatuhan wajib
Pajak Orang Pribadi pajak dimana koefisien korelasinya sebesar
Kantor Pelayanan 0,634, dan diketahui koefisien penentu
Pajak Pratama
Jakarta sebesar 0,402 (adalah pengkuadratan dari
Kebayoran Lama koefisien korelasi). Hal ini berarti 40,2%
tingkat kepatuhan wajib pajak ditentukan
oleh adanya kualitas pelayanan pajak dan
59,8% (100% - 40,2%) ditentukan oleh
factor lainnya.
2 NI LUH Meningkatkan Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
SUPADMI kepatuhan wajib dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
(ISSN : pajak melalui kualitas pelayanan harus ditingkatkan oleh
1907:3771) kualitas pelayanan aparat pajak.
3 Made Adi Pengaruh Kualitas Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang
Mertha Pelayanan Dan Sikap perpajakan harus ditunjang dengan kualitas
Prabawa
Wajib Pajak
Terhadap layanan yang mendukung peningkatan peran
(ISSN No. Kepatuhan Pelaporan aktif masyarakat serta pemahaman akan hak
1978-3787 Wajib Pajak Orang dan kewajibannya dalam melaksanakan
Media Bina Pribadi Di Kantor peraturan perundang-undangan perpajakan.
Ilmiah 51) Pelayanan Pajak Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia
Pratama Badung
Utara
didasarkan pada peraturan
perundangundangan
dan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah, yang mengatur mengenai
pelaksanaan ketentuan dalam pelaksanaan
kewajiban perpajakan.
27
2.4 Hipotesis Penelitian
Pengertian Hipotesis menurut Sugiyono (2011:93) menjelaskan bahwa :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun
dalam bentuk kalimat pertanyaan”.
Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat
sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran
di atas, maka penulis berhipotesis yaitu : “Kualitas Pelayanan Pajak berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung”