6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salmonella typhy
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Salmonella typhi
Menurut Jaroni tahun 2014, taksonomi Salmonella thypi memiliki
beberapa tingkatan. Yang pertama yaitu super kingdom yang masuk pada
kekompok Bacteria, kemudian pada tingkatan selanjutnya masuk pada
Bacteria, kemudian pada tingkatan Phylum masuk pada kelompok
Proteobacteria, class Gammaprotobacteria, order Enterobacteriales, family
Enterobacteraceae, genus Salmonella, Species Enterica, subspecies Enterica,
dan yang terakhir masuk ek dalam serovar Typhi
Salmonella thypi merupakan bakteri bentuk batang gram negative ,
yang tidak memeiliki spora, bergerak dengan flagel peritrik, bersifat
intraseluler fakultatif dan anaerob fakultatif. Ukurannya berkisar 0,7-
1,5X2-5 mikro meter, memiliki antigen somatic (O), antigen flagel (H)
dengan 2 fase dan antigen kapsul (Vi) (Parama, Yatnita Cita, 2011).
Gambar2.1 Bakteri Salmonella typhi
Sumber: Archer, James, 2013
7
Pada umumnya isolat bakteri Salmonella thypi dikenal dengan
sifat-sifat: gerak positif, fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif,
dan memberikan hasil negative pada reaksi indol, DNAse, fenilalanin
deaminause, urease, voges proskauer, reaksi fermentasi terhadap sukrose
lactose, adonitol serta tidak tumbuh dalam larutan KCN. Ketiga spesies
Salmonella ini dibedakan dengan reaksi biokimia di bawah ini:
Tabel 2.1 Perbedaan Spesies Salmonella berdasarkan Reaksi Biokimia
S. choleraesuis S. enteriditis S. typhi
Sitrat Negative Positif Negative Ornitin dekarboksilase
Positif Positif Negative
Gas dari fermentasi glukosa
Positif Positif Negative
Fermentasi trehalosa
Negative Positif Positif
Dulsitol Negative Positif Negative Sumber: Karsinah et al, 2009
Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik
menghasilkan H2S, pembentukan H2S bervariasi, Salmonella thypi hanya
membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentasi glukosa
(Karsinah et al, 2009).
2.1.2 Daya Tahan
Kuman mati pada suhu 56oC juga pada keadaan kering. Dalam air
bisa tahan selama 4 minggu. Hidup subur pada medium yang mengandung
garam empedu, tahan terhadap zat warna hijau bilirubin, senyawa Natrium
tetrationat dan Natrium deoksikolat. pH minimum bakteri S.typhi adalah 3,5,
pH optimum 7-7,5 dan pH maksimum 9,5 (Karsinah et al, 2009).
Infeksi oleh Salmonella thypi atau Salmonella parathypi memberi
sebuah derajat kekebalan tertentu. Infeksi berulang mungkin terjadi namun
8
lebih ringan disbanding infeksi pertama. Perputaran antibody dari O dan Vi
berhubungan dengan ketahanan terhadap infeksi penyakit. Meskipun
demikian, kekambuhan mungkin terjadi dalam 2-3 minggu sesudah sembuh.
Pengeluaran antibodi IgA mungkin mencegah penambahan salmonella pada
epithelium intestinal.
Orang dengan haemoglobin S/S (sicklecell desease) sangat rentan
terhadap infeksi salmonella, khususnya osteomyelitis. Orang dengan
haemoglobin A/S (sickle cell trait) mungkin lebih rentan daripada individu
yang normal (dengan haemoglobin A/A) (Jawetz, 2013)
2.1.3 Struktur Antigen
Antigen somatik, serupa dengan antigen somatik (O) kuman
Eenteriobacteriaceae lainnya. Anti gen ini tahan terhadap pemanasan 100oC,
alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama IgM.
Antigen flagel, pada Salmonella antigen ini ditemukan dalam 2 fase;
fase 1, spesifik, fase 2.Tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan diatas
60oC, alkohol dan asam. Antibodi yang bersifat IgG. Antigen Vi, adalah
polimer dari polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian yang
paling luar dari badan kuman. Dapat dirusak dengan pemanasan 60oC selama
1 jam., pada penambahan fenol dan asam. Kuman yang mempunyai antigen
Vi ternyata lebih virulen baik terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi
juga menentukan kepekaan kuman terhadap bakteriofaga dan dalam
laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S.typhi yaitu
dengan cara tes agglutination slide dengan Vi antiserum.
9
Persamaan faktor-faktor antigen O dan antigen H menjadi dasar
penggolongan kuman Salmonella ke dalam serogrup dan serotipnya yakni:
penggolongan ke dalam serogrup yang sama (serogrup A, B, C) bila terdapat
persamaan factor-faktor yang dominan pada antigen O; dan penggolongan ke
dalam serotip (dulu disebut spesies) yang sama bila terdapat persamaan
faktor-faktor antigen H (fase 1 dan 2) serta faktor-faktor lain pada antigen O.
Salmonella thypi dan Salmonella cholerasuis maisng-maisng terdiri
dari satu serotip sedangkan Salmonella enteritidis terdiri dari 1400 serotip
(Karsinah et al, 2009).
Vi antigen (Vi ag) adalah permukaan polisakarida kapsul yang
diproduksi oleh S. typhi, S Dublin dan S.paratyphi C. merskipun Vi ag tidak
diperlukan untuk kolonisasi di saluran pencernaan, kapsul Vi ag menambah
vitulen dengan cara: meningkatkan resistensi bakteri untuk fagositosis dan
mengganggu imun dengan cara menurunkan ekspresi pathogen-associated
molecular pattern (PAMP) dan paparan terhadap permukaan bakteri. Vi
agjenis lokus viaB berlokasi di SPI-7 island dan dibawah control RcsB-RcsC
dan OmpR-EnvZ yang merupakan satu komponen sitem regulator. Aktifitas
lokus ViaB berperan pada produksi Vi ag dan secara bersamaan menekan
flagelar master regulator fhDC yang dilakukan oleh protein regulator TviA.
Ekspresi Vi ag dapat tidak terdeteksi saat pemeriksaan laboratorium,
dan Vi ag bisa ditemukan tidak aktif pada beberapa pasien yang terisolasi
(Gunnet al, 2014).
10
2.1.4 Patogenesis dan Tanda Klinis
Infeksi oleh serovar invasif seperti S. Typhi dan S. Paratyphi A
jarang mengakibatkan diare, dengan mayoritas pasien mengalami demam,
sakit kepala dan malaise dalam 6-30 hari konsumsi bakteri. Penelitian in
vitro telah menunjukkan bahwa kapsul Vi antigen (Vi ag) kapsul S. Typhi
memfasilitasi pelepasan deteksi dini dan bawaan dan penyebaran diseminasi
sistemik berikutnya. Faktor tambahan yang spesifik untuk strain yang terkait
dengan tifoid (misalnya tifus toksoid) juga kemungkinan berperan dalam
penyakit sistemik. Salmonella sp. yang menyebabkan penyakit tifoid dapat
bertahan dan bereplikasi dalam sel inang, terutama fagosit, transit di dalam
sel ini ke tempat distal umum infeksi akut termasuk hati, limpa, dan
sumsum tulang ( Gunn et al, 2014).
Salmonella thypi, Salmonella choleraesuis, dan mungkin
Salmonella parathypi A dan Salmonella parathypi B merupakan penyebab
infeksi utama pada manusia, dan infeksi dari bakteri ini bersumber dari
manusia. Kebanyakan salmonella, merupakan patogen pada binatang yang
merupakan reservoir infeksi pada manusia: unggas, babi, hewan pengerat,
binatang peliharaan (dari kura-kura sampai burung beo) dan banyak lagi.
Organisme hampir selalu masuk melalui jalan oral, biasanya
dengan mengkontaminasi makanan atau minuman. Diantara faktor tempat
yang mempengaruhi ketahanan terhadap infeksi salmonella adalah
keasaman lambung, flora normal dalam usus, dan ketahanan usus lokal.
Salmonella menyebabkan 3 tipe penyakit utama pada manusia,
namun yang paling sering adalah tipe campuran.
11
Gejala yang disebabkan oleh Salmonella, Salmonella typhi (demam
typhi) yaitu demam enterik (demam tifoid).Ketika Salmonella mencapai
usus kecil, kemudian masuk ke getah bening dan kemudian ke aliran darah.
Mereka dibawa oleh darah ke beberapa organ, termasuk usus. Organisme
tersebut meningkat di dalam jaringan getah bening intestinal dan
dikeluarkan dalam tinja.
Sesudah masa inkubasi 10-14 hari, demam, rasa tidak enak badan,
sakit kepala, konstipasi, bradikardi, dan myalgi terjadi. Demam meningkat
ke masa stabil, limpa dan ginjal menjadi membesar. Rose spots biasanya ada
di atas kulit perut atau dada, kelihatan jelas dalam beberapa kasus. Jumlah
sel darah putih normal atau rendah. Pada masa preantibiotik, komplikasi
utama dari demam enterik adalah hemorrhage dan perforasi, dan angka
kematian rata-rata 10-15 %. Pengobatan dengan antibiotik telah
menurunkan angka kematian rata-rata hingga kurang dari 1%.
Lesi yang paling utama adalah hyperplasia dan nikrosis dari jaringan
getah bening (misalnya potongan Payer’s), hepatits, nekrosis dari ginjal,
dan peradangan limpa, periosteum, paru-paru, dan organ lain (Jawetz,
2013).
2.1.5 Faktor-Faktor Patogenitas
a. Daya Invasi: Kuman Salmonella di usus halus melakukan penetrasi ke
dalam epitel, kuman terus melalui lapisan epitel masuk ke dalam
lapisan subepitel sampai lamina propria. Mekanisme biokimia pada
saat penetrasi tidak diketahui dengan jelas tetapi tampak proses yang
menyerupai fagositosis. Pada saat kuman mendekati lapisan epitel,
12
brush border berdegenrasi dan kemudian kuman masuk ke dalam sel.
Mereka dikelilingi membrane sitoplasma yang interverted, seperti
vakuol fagositik. Kadang-kadang penetrasi ke epitel terjadi pada
interseluler junction.Setelah penetrasi organism difagosit oleh
makrofag, berkembang biak dan dibawa oleh makrofag ke bagian
tubuh yang lain.
b. Atigen Permukaan: Kemapuan Salmonella untuk hidup interseluler
mungkin disebabkan adanya antigen permukaan (antigen Vi)
(Karsinah et al, 2009).
c. Endotoksin: Peranan pasti endotoksin yang mungkin ada di dalam
infeksi Salmonella belum jelas diketahui. Pada binatang percobaan
endotoksin salmonella menyebabkan efek yang bervariasi antara lain
demam dan syok. Pada sukarelawan manusia yang toleran terhadap
endotoksin, diinfeksi dengan S.typhi, maka timbul demam dengan
gejala klinik dari demam tifoid. Mungkin demam ini disebabkan oleh
endotoksin yang merangsang pelepasan zat pirogen dari sel-sel
makrofag dan sel leukosit PMN. Lebih jauh lagi endotoksin dapat
mengaktivasi kemanapun kemotaktik dari system komplemen, yang
menyebabkan lokalisasi sel leukosit pada lesi di usus halus.
d. Enterotoksin: Beberapa spesies Salmonella menghasilkan enterotoksin
yang dihasilkan oleh kuman Enterotoxigenic E.coli baik yang
termolabil maupun yang termostabil. S. typhirium, S. enteriditis
menghasilkan enterotoksin yang termolabil, toksin diduga berasal dari
13
dinding sel atau mebran luar. Aktivitas toksin dapat diukur dengan
cara Rabbit ileal loop dan Sucking mouse assary (Karsinah et al,
2009).
2.1.6 Uji Laboratorium Diagnostik
Sampai saat ini baku emas diagnosis tifoid adalah pemeriksaan
biakan empedu walaupun hanya 40%-60% kasus biakan positif, terutama
pada awal perjalanan penyakit. Biakan specimen tinja dan urin menjadi
positif setelah akhir minggu pertama infeksi, namun sensivitasnya lebih
rendah. Di negara berkembang ketersediaan dan penggunaan antibiotic
secara luas, menyebabkan sensivitas biakan darah menjadi rendah. Biakan
sumsum tulang lebih sensitive, namun sulit dilakukan praktek, invasive,
dan kurang digunakan untuk kesehatan masyarakat.
a. Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan hematologi tidak spesifik untuk demam tifoid. Hitung
leukosit yang rendah sering berhubungan dengan demam dan toksisitas
penyakit, namun kisaran jumlah leukosit bisa lebar. Trombositopeni
dapat merupakan marker penyakit berat dan disertai dengan koagulasi
intravaskuler diseminata. Pemeriksaan fungsi hati dapat berubah,
namun gangguan hati yang bermakna jarang ditemukan
b. Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan widal mengukur kadar antibody terhadap antigen O
dan H Salmonella typhi dan sudah digunakan lebih dari 100 tahun.
Pemeriksaan Widal memiliki sensivitas dan spesifisitas yang rendah dan
14
penggunaannya sebagai satu-satunya pemeriksaan penunjang di daerah
endemis dapat mengakibatkan overdiagnosis. Kadar agglutinin tersebut
diukur dengan menggunakan pengenceran serum berulang.Pada
umumnya antibody O meningkat di hari ke 6-8 dan antibody H meingkat
hari ke 10-12 sejak awal penyakit.
Interpretasi pemeriksaan widal harus dilakukan secara hati-hati
karena beberapa factor mempengaruhi hasilnya, antara lain stadium
penyakit, pemberian antibiotic, teknik laboratorium, endemisitas
penyakit tifoid, gambaran imunologi masyarakat setempat dan riwayat
imunisasi demam tifoid. Sensivitas dan spesifisitas rendah tergantung
kualitas antigen yang digunakan bahkan dapat memberikan hasil negatif
pada 30% sampel biakan positif tifoid.
Pemeriksaan Widal memiliki sesisivitas 40%, spesifisitas 91,4%
dan nilai prediksi positif 80%. Hasil pemeriksaan Widal positif palsu
dapat terjadi karena reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella,
enterobacteraceae, pemeriksaan dilakukan di dareah endemis infeksi
dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid, dan preparat antigen
komersial yang bervariasi serta standardisasi yang kurang
baik.Pemeriksana widal seharusnya dilakukan 1-2 minggu kemudian
sehingga kenaikan 4 kali, terutama aglutiniin O memiliki nilai
doagnostik yang pentimg untuk demam tifoid.Titer agglutinin O yang
positif dapat berbeda dari >1/80 sampai > 1/320 antar laboratorium
tergantung endemisitas demam tifoid di masyarakat setempat dengan
15
catatan 8 bulan terakhirtidak mendapat vaksinasi atau baru sembuh dari
demma tifoid.
Pemeriksaan Widal pada serum satu kali saja tidak mempunyai arti
penting dan sebaiknya dihindarikarena beberapa alasan, yaitu
variabilitas alat pemeriksaan, kesulitan memperoleh titer dasar dengan
kondisi stabil, paparan berulang Salmonella typhi di daerah endemis,
reaksi silang terhadap non-Salmonella lain, dan kurangnya kemampuan
reproduksi hasil pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan serologi untuk
agglutinin Salmonella seperti pemeriksaan Widal bahkan tidak
dianjurkan
c. Pemeriksaan Serologi terhadap Spesimen Darah
Pemeriksaan diagnostic barunsaat ini tersedia, seperti Thyphoiot
atau Tubex yang mendeteksi antibody IgM antigen spesifikO9
lipopolisakarida S.typhi.dalam dua decade ini, pemeriksaan antibodi
IgM dan IgG spesifik terhadap antigen S.typhi berdasarkan enzyme-
lingked immunosorbent assay (ELISA) berkembang. Antigen dipisahkan
dari berbagai struktur subseluler organism antara lain: liposakarida
(LPS), outer membrane protein (OMP), flagella (d-H), dan kapsul
(virulence [Vi]antigen). Telah banyak penelitian yang membuktikan
bahwa pemeriksaan ini memiliki sensivitas dan spesifisitas hampir
100% pada pasien demam tifoid dengan biakan darah positifS.typhi
.pemeriksaan antibody IgMO9 lipolisakari S. typhi (Tubex) dan Igm
terhadap S.typhi (Typhoidot) memiliki sensivitas dan spesifisitas
berkisar 70%-80%.
16
Pemeriksaan serologi dapat dibaca secara visual selama 10 menit
dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna dan
nilai kurang dari sama dengan 6 dianggap positif kuat. Namun
interpretasi hasils erologi yang positif harus dilakukan secara hati-hati
pada kasus tifoid di daerah endemis karena IgM dapat bertahan sampai 3
bulan, sedangkan IgG sampai 6 bulan.
d. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S.typhi hanya
membutuhkan waktu <8jam dna memiliki sensitivitas 93,58% dan
spesivisitas 87,9%. Pemeriksaan nested polymerase chain reaction
(PCR) menggunakan polimer H1-d dapat digunakan untuk
mengamplifikasikan gen yang menjanjikan. Pemeriksaan nested PCR
terhadap gen flagek (fliC) dari S.typhi dapat dideteksi dari specimen
urin 21/22 (95,5%), diikuti dari specimen darah 20/22 (90%), dan tinja
15/22 (68,1%).
e. Pemeriksaan Serologi dari Spesimen Urin
Pemeriksaan ELISA terhadap antibody monoclonal spesifik
antigen 9 grup D Salmonella dari specimen urin pada satu kali
pemeriksaan memiliki sensitivitas 65%, namun pemeriksaan urin secraa
serial menunujukkan sensitivitas 95%. Pemeriksaan ELISA
menggunakan antibody monokolnal terhadap antigen 9 somatik (O9),
antigen di flagella (d-H), dan antigen virulensi kapsul (Vi) pada
specimen urin memiliki sensitivitas tertinggi pada akhir minggu
pertama, yaitu terhadap ketiga atigen Vi terdeteksi 9 kasus (100%), O9
17
pada 4 kasus (44%) dan d-H pada 4 kasus (44%). Spesifisitas untuk Vi
lebih dari 90% sehingga deteksi antigen Vi pada urin menjanjikan untuk
menunjang diagnosis demma tifoid, terutama dalam minggu pertama
sejak timbulnya demam.
f. Pemeriksaan antibody IgA dari specimen saliva
Pemriksaan diagnostic yang mendeteksi antibody IgA dari
lipopolisakarida S.typhi dari specimen saliva memberikan hasil positif
pada 33/37 (87,2%) kasus demam tifoid. Pemeriksaan ELISA ini
menunjukkan sensitivitas 71,4%, 100%, 100%, 9,1% dan 0% pada
minggu pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima perjalanan
penyakit tifoid (Prayitno, Ari, et al, 2012)
2.1.7 Pengobatan
Pengobatan demam tifoid sampai saat ini masih menganut trilogy
penatalaksanaan, yaitu:
a. Istirahat dan Perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat
seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air besar akan
membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu
sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang
dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia ortostatik serta higien perorangan tetap perlu diperhatikan
dan dijaga
18
b. Diet dan Terapi Penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam tifoid karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses
penyembuhan akan semakin lama. Di masa lampau penderita demam
tifoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar
dan akhirnya diberikan nasi, dimana perubahan diet tersebut
disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.Pemberian bubur
saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna atau perforasi usus.Hal ini ddisebabkan pendapat bahwa
usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat
diberikan dengan aman pada demam tifoid
c. Pemberian Antimikroba
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati
demam tifoid adalah kloramfenikol, kotrimoksazol, tiamfenikol,
ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin gerenerasi keti, dan golongan
fluorokuinolon (Djoko Widodo, 2014)
2.2 Tinjauan Antimikroba Ideal
2.2.1 Obat Antimikroba Ideal
Bahan antimikroba merupakan salah satu yang mengganggu
pertumbuhan dan metabolism mikroba. Alasan utama untuk mengendalikan
mikroorganisme adalah mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
19
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, mencegah
pembusukan dan perusakan oleh mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 2008)
Berapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu badan antimikroba adalah:
(a) mampu mematikan mikroorganisme, (b) mudah larut, (c) bersifat stabil,
(d) tidak bersifat racun bagi manusia an hewan, (e) tidak bergabung dengan
bahan organic, (f) efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, (g) tidak
menimbulkan karat dan warna, (h) berkemampuan menghilangkan bau yang
kurang sedap, (i) berkemampuan sebagai detergen, (j) murah dan mudah
didapat (Pelczar dan Chan, 2008)
2.2.2 Mekanisme Kerja Obat Antimikroba
Obat antimikroba mempunyai susunan kimiawi dan cara kerja yang
berbeda antara obat yang satu dengan yang lainnya. Antimikroba dibagi 4
kelompok, yaitu: menghambat sintesis dinding sel, menghambat fungsi
membrane sel, menghambat sintesis protein (contoh: menghambat transkripsi
gen), menghambat sintesis asam nukleat (Jawetz, 2013)
a. Antimikroba menghambat sintesis dinding sel
Bakteri memilki dinding sel yang memberikan bentuk dan ukuran , yang
mana memiliki tekanan osmotik internal. Kerusakan pada dinding sel
menyebabkan suasana yang hipertonis sehingga merusak membrane
sitoplasma.
Semua beta laktam merupakan selective inhibitor pada dinding sel bakteri
dan mencegah secara aktif pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
semua reseptor sel (penicillin –binding proteins [PBPs]. Setelah itu reaksi
20
transpeptidasi dihambat dan sintesis peptidoglikan di tutup. Kemudian
menghapus atau menginaktivasi inhibitor enzim autolitik di dinding sel
(Jawetz, 2013).
b. Antimikroba menghambat fungsi membrane sel
Sitiplasma pada sel hidup di selubungi oleh membrane sitoplasma yang
mana memiliki permeabilitas selektif untuk transportasi keluar dan
mengintrol kompisis internal sel (Jawetz, 2013)
c. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba
d. Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk kelangsungan
hidupnya.Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan
mRNA dan tRNA.Pada bakteri, ribosom terdiri dari atas dua subunit,
yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebabagi ribosom 30S
dan 50S.kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S agar dapat berfungsi pada sintesis protein. Cara
kerja antimikroba dalam menghambat sintesis protein adalah melalui
ikatan dengan ribosom 30S dan 50S (Jawetz, 2013)
e. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikorba
Antimikroba ini dapat bekerja dengan cara menghambat sintesis mRNA
pada proses transkripsi misalnya rifampisin atau menghambat repilka
DNA pada proses pembelahan sel. Yang termasuk golongan ini adalah
asam nakidiksat, senyawa kuinolon dan mitomisin (Dzen, 2003)
2.2 3 Mekanisme terjadinya resitensi
a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif.
Contoh: bakteri batang gram negative resisten terhadap aminoglikosid
21
(disebabkan plasmid) menghasilkan enzim asetilasi, fosforilasi, atau
adenilisasi yang menghancurkan obat.
b. Mikroorganisme mengubah permeabilitas membrane selnya
Contoh: resistensi mikroba terhadap obat yang bekerja menghambat
sintesis protein, karena golongan obat tersebut perlu menembus
membrane sel bakteri untuk mencapai titik tangkap kerjanya yaitu
ribosom.
c. Mikroorganisme menyebabkan perubahan target structural untuk obat.
contoh organism resisten eritrimisin mempunyai reseptor yang berubah
pada subunit 50S ribosom, disebabkan oleh metilasi RNA 23S ribosom.
Resistensi terhadap beberapa penisilin dan sefalosporin mungkin
diakibatkan oleh hilangnya atau berubahnya PBP. Resitensi penisilin
pada Strptococcus pneumonia dan Enterococcus disebabkan oleh
prubahan PBP.
d. Mikroba mengembangkan jalan metabolism baru
Contoh: bakteri yang resisten terhadap sulfonamide mampu mengambil
asam folat dari luar selnya.
f. Mikroorganisme menyebabakan perubahan enzim yang masih dapat
melakukan fungsi metaboliknya tetapi kurang dipengaruhi oleh obat.
Contoh: pada bakteri yang resisten trimetoprim, asam dihidrofolat
reduktase dihambat kurang efisien daripada bakteri yang rentan
trimetoprim (Jawetz, 2013)
22
Tabel 2.2 Resistensi Salmonella typhi terhadap obat
Antibiotics Serotype typhi Serotype Paratyphi A
Serotype Paratyphi B
P value
R I S R I S R I S
Amoxycilin 16 8 266 11 1 65 1 0 2 0.041
Azitromycin 28 32 230 29 30 45 0 0 3 0
Ceftriaxone 1 2 287 3 0 74 0 0 3 0.102
Ciprofloxacin 122 49 119 3 20 54 0 1 2 0
Trimetropim+sulfametoxazole
3 1 286 2 0 75 0 0 3 0.84
Chloramphenicol 0 0 290 0 0 77 0 0 3 -
Ofloxacin 87 33 170 2 0 75 0 0 3 0
Nalidixic acid 240 0 50 60 0 17 3 0 0 0.443
Tetracycline 0 4 286 0 0 77 0 0 3 0.572
Sumber: Poudel, Sunil, et al, 2014
2.2.4 Uji kepekaan Terhadap Antimikroba In Vitro
Uji kepekaan terhadap obat antimikroba pada dasarnya dapat
dilakukan melalui cara:
23
1. Metode dilusi (tube dilution test)
Cara ini dapat dilakukan menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum)
dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari antimkroba.
Prinsip dari metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang
diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji.
Kemudian masing-maisng tabung diisi dengan oabt yang diencerkan
serial. Selanjutnya, seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-
24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan tabung. Konsentrasi terendah
obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai
tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat
selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih di inokulasi pada
media agar padat. Diinkubasi dan keesokan harinya diamati koloni
mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat
yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba
adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji (Dzen, 2003)
2.3 Tinjauan tentang Buah Nanas (Ananas comosus (L)Merr)
2.3.1 Tinjauan Umum
Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan).Tanaman nanas
berkembang ke seluruh dunia yang beriklim tropis. Tanaman nanas mulai
ditanam pada yahun 1548 di Madagaskar, di India pada tahun 1950, di
Filipina tahun 1558, singapura pada tahun 1637, Taiwan tahub 1650, di
Afrika Selatan tahun 1660, dan mulai ditanam di Indonesia sekitar tahun
1599. Tidah butuh waktu lama nanas sudah menyebar di seluruh provinsi
di Indonesia (Samadi, 2014).Tanaman nanas merupakan tanaman herba
24
tahunan atau dua tahunan dengan tinggi 50-150 cm dan memiliki tunas
merayap di bagian pangkal. Daun berkumpul dalam roset akar dan pada
bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Daun berbentuk pedang,
tebal, liat, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri temple yang
membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, dan berwarna hijau atau
jijau kemerahan. Bunga majemuk tersususn dalam bulir yang sangat
rapat serta letaknya terminal dana bertangkai panjang. Buahnya buah
buni majemuk, berbentuk bulat panjang, berdaging, berwarna hijau, dan
jika matang warnanya menjadi kuning. Buah berasa enak, asam sampai
manis. Biji berukuran kecil sering kali tidak jadi (Redaksi Agro Media,
2008)
2.3.2 Nama Lain
Buah nanas memiliki nama di masing-masing daerah di Indonesia.
Misalnya Aceh nanas biasa disebut anas, di Batak biasa disebut hanas, di
Minangkabau biasa disebut naneh atau aneh, di Lampung biasa disebut
kanas, kanyas, nas atau nyanyas, derah Sunda biasa dibesut ganas, di Jawa
biasa disebut nanas, di Madura biasa disebut lanas atau nanas, di Flores
biasa disebut pedang atau anana, di Gorontalo biasa disebut nanati, di
Toraja biasa disebut nanasi, dan di Padang biasa disebut pandang (Redaksi
Agro Media, 2008)
2.3.3 Taksonomi dan Morfologi
Taksonomi Ananas comosus (L)Merr.) menurut UPT Materia
Medika yang diambil tahun 2018, dijelaskan bahwa tanaman ini
masuk dalam kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta,
25
superdivisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, class Liliopsida,
subclass Commelinidae, ordo Bromeliales, famili Bromeliaceae,
genus Ananas, dan spesies Ananas comosus (L)Merr.
1 2 (Kew, 2015)
3 Gambar 2.2 4 Ananas comosus
Struktur tanaman nanas terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan tunas (Samadi, 2014)
1. Akar
Tanaman nanas memiliki sistem perakaran yang
dangkal. Perakaran tidak lebih dari 30 cm di dalam tanah
yang merupakan akar tanah dan akar samping yang keluar
dari ruas-ruas batang yang kemudian masuk ke dalam tanah
melalui sela-sela di antara daun (Samadi, 2014).
2. Batang
Batang nanas pendek dan tertutup oleh daun-daunnya.
Bentuk batang seperti gada, beruas-ruas pendek 5-10
mm. Ruas itu merupakan tempat yang melekat daun dan
26
tunas. Pada batang bagian bawah sering tumbuh tunas yang
akan menjadi tanaman baru (Samadi, 2014).
3. Daun
Pertumbuhan dan perpanjangan daun terus meningkat
seiring bertambahnya umur tanaman pada fase
pertumbuhan vegetative. Daun tumbuh dari batang ke atas.
Jumlahnya bervariasi antara 70-85 helai.
Daun nanas tidak bertangkai dan tidak mempunyai
tulang daun. Daunnya panjang seperti talang, mampu
menampung embun di pagi hari. Oleh sebab itu, nanas
dapat bertahan hidup pada keadaan kering dalam waktu
yang lama. (Samadi, 2014).
4. Bunga
Bunga nanas tersusun dalam tangkai berukuran
panjang yang berada du ujung tanaman. Setiap tangkai
bunga terdiri dari 100-200 kuntum bunga yang melekat
saling berhimpit. Pembentukan bunga dimulai dari dasar
menuju ke atas, membutuhkan waktu 12-20 hari. Bunga
yang terbentuk berukuran kecil dan tersembunyi dibawah
daun pelindung (Samadi, 2014).
27
5. Buah
Nanas termasuk buah majemuk karena terdiri 100-200
kumpulan buah kecil. Buah-buah tersebut dihubungkan
oleh batang tengah yang disebut hati. Pada umumnya buah
nanas tidak berbiji karena saat buah mekar, bakal biji
berguguran.
Biji nanas berbentuk bulat telur, berwarna coklat, dan
berukuran kecil. Perbanyakan secara generative dapat
dilakukan dengan biji (Samadi, 2014).
6. Tunas Nanas
Pada tanaman nanas tumbuh beberapa tunas, yakni
pada tunas akar, tunas batang, dan tunas mahkota. Biasanya
tunas akar muncul dari dalam tanah dan telah berakar
sehingga cocok untuk bibit tanaman. Penanaman bibit dari
tunas akar biasanya akan berbuah setelah berumur 1 tahun.
Tunas batang adalah tunas yang muncul dari batang.
Jumlahnya cukup banyak. Penanaman bibit dari tunas
batang biasanya dapat berubah setelah umur 1,5 tahun.
Tunas mahkota adalah tunas yang berasal dari
mahkota buah. Tunas ini kurang baik untuk digunakan
sebagai bibit karena kurang kuat, diperlukan waktu 24
bulan untuk berbuah (Samadi, 2014).
28
2.3.4 Kandungan dan Manfaat
Kandungan fitokimia pada kulit nanas menurut penelitian
Yeragamreddy tahun 2013 antara lain, enzim bromelain dan senyawa
aktif lain seperti, alkaloid, flavonoid, tannin dan saponin.Dan menurut
Andre Manaroinsong, jimmy Abidjulu, dan Krista V. Siagian tahun 2015,
zat aktif yang ada pada kulit nanas lebih banyak dari pada yang terdapat
pada buah nanas.
Sedangkan menurut Jasmine Praveena R dan Etherlydia D tahun
2014 perbandingan kandungan kulit nanas dan buah nanas adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.3 Perbedaaan kandungan pada kulit nanas dan buah nanas
Kulit Buah Bonggol Daun Enzim bromelain + + + Flavonoid + + + + Saponin + + + + Alkaloid + - - + Tannin + - + + Strerols - + - + Asam sitrat - + - -
Sumber: Yeragamreddy et al, 2013
1. Enzim bromelain
Enzim bromelain adalah enzim proteolitik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara memecah protein
pada dinding sel bakteri, melemahnya dinding sel menyebabkan
29
kebocoran dinding sel sehingga sel menjadi bengkak dan lisis
(Eshamah, 2013).
2. Alkaloid
Alkaloid menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara bekerja
pada komponen penyusun peptidoglikan sehingga lapisan dinding
sel tidak terbentuk secara utuh sehingga sel menjadi mati dan
menginhibisi enzim topoisomerase (Kurniawan dkk, 2015).
3. Flavonoid
Flavonoid membentuk senyawa kompleks dengan protein
ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel
bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler dan
kematian sel (Godstime, et al, 2014).
4. Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif yang dapat meningkatkan
permeabilitas membrane sel dengan cara berdifusi pada membrane
luar dan dinding sel. Pada sel bakteri, sel akan pecah atau lisis
(Taufiq, et al, 2015).
5. Tannin
tanin bekerja sebagai anti bakteri dengan memiliki kemampuan
mengaktifkan enzim adhesion, enzim dan protein cell envelope,
selain itu tanin juga membentuk kompleks polisakarida yang dapat
merusak dinding sel bakteri sehingga metabolism bakteri
terganggu kemudian menyebabkan kematian (Nurhalimah, 2015)
30
2.3.5 Ekstraksi kulit nanas
Ekstraksi kulit nanas menggunakan pelarut alkohol 96%,
dikarenakan, alkohol 96% merupakan pelarut ideal yang mempunyai
extractive power terbaik untuk hampir semua senyawa yang memiliki
berat molekul rendah seperti alkohol, saponin, flavonoid, dan lain lain.
Sedangkan alkohol 70% paling sesuai untuk bahan baku simplisia yang
merupakan bagian berkayu dari tanaman (Arifianti dkk, 2014).