12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Latihan
a. Pengertian Latihan
Latihan adalah merupakan aktivitas olahraga yang sistematik
dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual,
yang mengarah kepada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, 2009: 4).
Menurut Giriwijoyo (2005: 43) menyatakan bahwa berlatih merupakan
proses latihan yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang, dan
yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. Pada prinsipnya
latihan merupakan proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu
meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional tubuh, dan kualitas
psikis seseorang.
Pengertian latihan menurut Suharno dalam Irianto, D.P (2002: 11)
adalah suatu proses mempersiapkan organisme atlet secara sistematis
untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban fisik dan
mental yang teratur, terarah, meningkat dan berulang-ulang waktunya.
Menurut Sukadiyanto (2010: 1) pada prinsipnya latihan merupakan suatu
proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan
kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis
anak latih.
13
Menurut Harsono (2015: 50) training adalah proses yang
sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-
ulang, dengan kian hari kian menambah beban latihan atau pekerjaannya.
Bahwa yang dimaksud sistematis adalah berencana menurut jadwal,
menurut pola dan menurut sistem tertentu, metodis, dari mudah ke sukar,
latihan yang teratur, dari sederhana ke yang lebih kompleks. Berulang-
ulang berarti bahwa gerakan yang dipelajari harus dilatih secara berulang
kali (mungkin berpuluh atau beratus kali) agar gerakan yang semula
sukar dilakukan dan koordinasi gerakan yang masih kaku menjadi kian
mudah, otomatis dan reflektif pelaksanaannya. Demikian pula agar pola
serta koordinasi gerak menjadi semakin halus sehingga semakin
menghemat energi (efisien). Beban kian hari kian bertambah berarti
secara berkala beban latihan harus ditingkatkan manakala sudah tiba
saatnya untuk ditingkatkan.
Menurut Sukadiyanto (2010: 5) mengatakan bahwa latihan
berasal dalam kata bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa
makna seperti: practice, exercises, dan training. Dalam bahasa Indonesia
kata-kata tersebut semuanya mempunyai arti yang sama yaitu latihan.
Namun, dalam bahasa Inggris kenyataanya setiap kata tersebut memiliki
maksud yang berbeda-beda. Dari beberapa istilah tersebut, setelah
diaplikasikan di lapangan memang nampak sama kegiatanya, yaitu
aktivitas fisik.
14
Menurut Sukadiyanto (2010: 7) pengertian latihan yang berasal
dari kata practice adalah aktivitas untuk meningkatkan keterampilan
(kemahiran) berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai
dengan tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya. Artinya, selama dalam
kegiatan proses berlatih melatih agar dapat menguasai keterampilan
gerak cabang olahraganya selalu dibantu dengan menggunakan berbagai
peralatan pendukung. Sebagai contoh, apabila seseorang pemain
sepakbola agar dapat menggiring bola dalam penguasaan penuh maka
perlu practice dalam menggiring bola. Untuk itu diperlukan alat bantu
seperti pancang yang disusun berjarak 1 meter sebanyak 10 pancang.
Pemain tersebut berusaha lari sambil menggiring bola dengan cara zig-
zag melewati pancang-pancang. Dalam proses berlatih melatih practice
sifatnya sebagai bagian dari proses latihan yang berasal exercise. Artinya,
dalam setiap proses latihan yang berasal dari kata exercises pasti ada
bentuk latihan practice.
Selain pendapat di atas, ada beberapa pendapat para ahli di
antaranya McMorris et al. (2006: 97) juga mengemukakan hal yang
berkaitan dengan kata practice, yaitu practice is essential if learning is to
take place. To the congnitivists, practice follows instruction. It is the
keyfactor in the intermediate and autonomous stages of fits and posner,
would see it as being when we move from declarative knowledge
(knowing what to do) to procedural knowledge (developing the ability to
perform the task). Maksud dari pernyataan McMorris et al, praktik adalah
15
hal yang penting untuk mengembangkan pengetahuan dengan mengikuti
instruksi-instruksi yang diberikan yang akan mengubah pengetahuan
deklaratif (mengetahui apa yang harus dilakukan) hingga pengetahuan
prosedural (mengembangkan kemampuan untuk melakukan tugas).
Menurut Thompson dalam Cassidy, et.al (2009: 163) practice
theories, then, are defined as the assumptions and informal knowledge
that are built up through experience and are often culturally transmitted
to new recruits entering specific fields. Teori mengenai practice
didefinisikan sebagai asumsi dan pengetahuan umum bahwa membangun
melalui pengalaman dan kebiasaan untuk mendapatkan suatu hal baru
yang spesifik.
Menurut Drake (2009: 51) ada beberapa hal penting di dalam
practice yang baik, yaitu “offers areas of provision on a continuous basis
to enable children to develop ideas and understanding over time.
Encourage children as independent learners and thinkers within the
environment, organizing provision to promote self selection and decision
making”. Secara terus-menerus melakukan latihan maka seiring waktu
akan memungkinkan anak untuk mengembangkan ide dan pemahaman.
Practice mendorong anak untuk dapat mandiri dan mengembangkan
kreativitas dalam pengambilan keputusan.
Rai, Hamid & Tsiang (2007: 21) menyatakan bahwa latihan
adalah memberikan stimulus (rangsangan) untuk menciptakan kebutuhan
bagi tubuh untuk menyesuaikan diri (adaptasi). Latihan merupakan
16
aktivitas fisik yang menimbulkan tekanan yang berbeda bagi tubuh.
Latihan sebagai suatu proses penyempurnaan kemampuan berolahraga
yang berisi materi teori dan praktek, menggunakan metode dan aturan
pelaksanaan dengan pendekatan ilmiah, memakai prinsip pendidikan
yang terencana dan teratur, sehingga tujuan latihan dapat tercapai pada
tepat waktu.
Menurut Sukadiyanto (2010: 8) pengertian latihan yang berasal
dari kata exercises adalah perangkat utama dalam proses latihan harian
untuk meningkatkan kualitas fungsi organ tubuh manusia, sehingga
mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya. Latihan
exercises merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh
pelatih untuk satu sesi latihan atau satu kali tatap muka dalam latihan.
Birch et al. (2005: 1) mengemukakan latihan yang berasal dari kata
exercise yaitu exercise is defined as repetitive physical activity or
movement aimed at improving or maintaining fitness or health. Maksud
dari pernyataan Birch et al, latihan didefinisikan sebagai aktivitas fisik
yang berulang atau gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan atau
mempertahankan kebugaran maupun kesehatan.
Menurut Hollandsworth dalam Blumenstein, et.al (2002: 86)
exercise is essentially a natural analogue to instrument-based
biofeedback, as it performs the same function, namely the amplification
of physiological signals, in a natural way. In fact, it has been shown that,
following vigorous exercise, participants report increased awareness of
17
their physiological state. Latihan merupakan esensi sebuah analogi
natural untuk mengukur umpan balik tubuh, sebagaimana fungsi
fisiologis menampilkan keterangan sinyal yang semestinya seperti tingkat
kelelahan latihan, partisipan meningkatkan kesadaran akan batas
fisiologisnya.
Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah
penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan
berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek, metode, dan aturan
pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai (Martin
dalam Sukadiyanto, 2010: 8). Sedangkan menurut Sukadiyanto (2010: 8)
latihan yang berasal dari kata training adalah suatu proses
penyempurnaan kemampuan berolahraga dengan pendekatan ilmiah,
memakai prinsip pendidikan yang terencana dan teratur, sehingga dapat
meningkatkan kesiapan dan kemampuan olahragawan.
Menurut Reilly (2005: 1) training is an essential part of
preparing for sports competition. If training for soccer is to be effective it
must be related to the demands of the game. Latihan merupakan bagian
penting dari persiapan menuju kompetisi olahraga. Apabila latihan
sepakbola, yang efektif seharusnya berhubungan dengan kebutuhan
dalam permainan. Menurut Gordon (2009: 90) “training can be viewed
as a very powerful stimulus which evokes a response in the body, the
result of which is adaptation”. Latihan dapat dilihat sebagai stimulus
yang sangat kuat yang dapat membangkitkan respon dalam tubuh, yang
18
hasilnya adalah adaptasi. Menurut Bompa & Haff (2009: 3) ”the intent of
training is to increase the athlete’s skill and work capacity to optimize
athletic performance. Latihan yang dilakukan secara rutin dapat
meningkatkan keterampilan dan kapasitas kerja atlet untuk
mengoptimalkan penampilan atlet.
Latihan sangat berperan penting bagi atlet untuk mencapai
prestasi dengan adanya program latihan yang disusun dan di
implementasikan secara terstruktur, maka atlet akan terbiasa beradaptasi
serta meningkatkan kualitas fisik maupun psikis. Prinsipnya, latihan
merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk
meningkatkan kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan
kualitas psikis anak latih.
Berdasarkan beberapa pengertian latihan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa latihan merupakan aktivitas fisik yang dilakukan
secara sistematis, dalam jangka waktu yang panjang, dilakukan berulang-
ulang, meningkat, dan dengan sebuah metode tertentu sesuai tujuan yang
diinginkan. Proses berlatih yang dilakukan secara teratur, terencana,
berulang-ulang dan semakin lama semakin bertambah beban, serta
dimulai dari yang sederhana ke yang kompleks. Practice adalah suatu
bagian dari bentuk aktivitas yang dilakukan dengan menggunakan
berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan cabang
olahraganya. Exercise adalah aktivitas yang dilakukan dalam satu sesi
atau satu kali tatap muka sedangkan training merupakan suatu latihan
19
yang dilakukan secara berulang-ulang, teratur dan terprogram yang
berlangsung dalam beberapa hari atau bulan.
b. Ciri-Ciri Latihan
Salah satu ciri latihan yang baik yang dikemukakan oleh
Sukadiyanto (2010: 6) berasal dari kata practice, exercises, maupun
training, adalah adanya beban latihan. Oleh karena diperlukanya beban
latihan selama proses berlatih melatih agar hasil latihan dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan sosial
olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang
singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama.
Menurut Reilly (2007: 4) the effects of training depend on the
physiological stimulus provided by the exercise undertaken. Efek dari
latihan tergantung pada stimulus fisiologis yang diterima dari bentuk
latihan yang dilakukan. Tugas utama dalam latihan adalah menggali,
menyusun, dan mengembangkan konsep berlatih melatih dengan
memadukan antara pengalaman praktis dan pendekatan keilmuan,
sehingga proses berlatih melatih dapat berlangsung tepat, cepat, efektif,
dan efisien (Sukadiyanto, 2010: 10).
Menurut Sukadiyanto (2010: 10) beban latihan merupakan
rangsang motorik (gerak) yang dapat diatur dan dikontrol oleh pelatih
maupun olahragawan untuk memperbaiki kualitas fungsional berbagai
peralatan tubuh. Ada dua macam beban latihan, yaitu beban luar dan
beban dalam. Beban luar dilakukan dengan cara memvariasikan
20
komponen-komponen latihan (intensitas, volume, recovery dan interval).
Sedangkan beban dalam adalah perubahan fungsional yang terjadi pada
peralatan tubuh sebagai akibat dari pengaruh beban luar.
Menurut Sukadiyanto (2010: 11) proses latihan selalu bercirikan
antara lain :
1) Suatu proses untuk mencapai tingkat kemampuan yang lebih
baik dalam berolahraga, yang memerlukan waktu tertentu
(pentahapan), serta memerlukan perencanaan yang tepat dan
cermat.
2) Proses latihan harus teratur dan bersifat progresif. Teratur
maksudnya latihan harus dilakukan secara ajeg, maju, dan
berkelanjutan (kontinyu). Sedang bersifat progresif maksudnya
materi latihan diberikan dari yang mudah ke yang sukar, dari
yang sederhana ke yang lebih sulit (kompleks), dan dari yang
ringan ke yang lebih berat.
3) Pada setiap kali tatap muka (satu sesi/satu unit latihan) harus
memiliki tujuan dan sasaran.
4) Materi latihan harus berisikan materi teori dan praktek, agar
pemahaman dan penguasaan keterampilan menjadi relatif
permanen.
Menggunakan metode tertentu, yaitu cara paling efektif yang
direncanakan secara bertahap dengan memperhitungkan faktor kesulitan,
kompleksitas gerak, dan penekanan pada sasaran latihan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa latihan merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis,
dalam jangka waktu yang panjang, dilakukan berulang ulang, meningkat,
dan dengan sebuah metode tertentu sesuai tujuan yang diinginkan. Proses
berlatih yang dilakukan secara teratur, terencana, berulang-ulang dan
semakin lama semakin bertambah beban, serta dimulai dari yang
sederhana ke yang komplek.
21
c. Tujuan dan Sasaran Latihan
Tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina,
pelatih, guru olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan
konseptual serta keterampilan dalam membantu mengungkap potensi
olahragawan mencapai puncak prestasi. Sedangkan sasaran latihan secara
umum adalah untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan
olahragawan dalam mencapai puncak prestasi (Sukadiyanto 2010: 12).
Menurut Gordon (2009: 76) “the purpose of training is to stimulate
growth and that growth occurs only during periods of rest and recovery”.
Tujuan dari latihan adalah untuk merangsang pertumbuhan, dan
pertumbuhan terjadi hanya selama periode dari istirahat dan recovery.
Menurut Harsono (2015: 39) tujuan dan sasaran utama dari latihan atau
training adalah untuk meningkatkan keterampilan dan prestasinya
semaksimal mungkin.
Menurut Reilly (2007: 1) “the basic purpose of training is to
improve human capabilities in all their manifestations”. Dasar tujuan
dari latihan adalah untuk meningkatkan kemampuan manusia pada semua
potensi yang dimilikinya. Menurut Verkhoshansky dalam Bompa &
Buzzichellini (2015: 59) the training process is a set of artificial stimuli
set upon the body to elicit morpho-functional adaptations. Proses latihan
akan membentuk rangsangan artifisial dalam tubuh untuk membuat
berbagai fungsi tubuh beradaptasi. Menurut Sukadiyanto (2010: 9)
sasaran dan tujuan latihan secara garis besar adalah: (1) meningkatkan
22
kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh; (2) mengembangkan
dan meningkatkan potensi fisik yang khusus; (3) menambah dan
menyempurnakan teknik; (4) mengembangkan dan menyempurnakan
strategi; (5) meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan
dalam bertanding.
Menurut Sukadiyanto (2010: 13) tujuan utama latihan adalah
untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasinya
semaksimal mungkin. Untuk dapat mencapai hal itu ada empat aspek
latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara seksama oleh atlet,
yaitu:
1) Latihan Fisik (physical training), tanpa kondisi fisik yang baik atlet
tidak bias mengikuti latihan-latihan dengans empurna. Latihan fisik
hendaklah menunjang perkembangan fisik secara menyeluruh.
2) Latihan Teknik (technical training), latihan untuk mempermahir
teknik-teknik gerakan yang diperlukan untuk melakukan cabang
olahraga yang dilakukan atlet. Latihan teknik juga bermanfaat untuk
membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau
perkembangan neuromuscular.
3) Latihan Taktik (tactical training), bertujuan untuk menunjukan
perkembangan interpreatative atau daya tafsir pada atlet. Teknik
gerakan-gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan
dan diorganisir dalam pola-pola permainan, bentuk-bentuk dan
formasi permainan, serta strategi-strategi dan taktik-taktik pertahanan
23
serta penyerangan, sehingga berkembang menjadi satu kesatuan gerak
yang sempurna.
4) Latihan Mental (psychological training), untuk mempertinggi efisiensi
mental atlet terutama apabila atlet dalam situasi stress yang komplek.
Latihan mental adalah latihan-latihan yang lebih menekan pada
perkembangan kedewasaan atlet serta perkembangan emosional.
Menurut Sukadiyanto (2010: 15) dalam setiap unit (satu tatap
muka atau satu sesi) latihan pembebanan yang diberikan harus mencakup
pembebanan terhadap unsur-unsur fisik, teknik, dan psikis. Hal itu
didasari oleh karena manusia merupakan satu totalitas sistem psiko-fisik
yang kompleks. Sasaran latihan harus mencakup seluruh unsur yang
mendukung pencapaian prestasi olahragawan (baik fisik maupun psikis),
tidak boleh hanya menekankan pada salah satu unsur saja. Jadi proses
latihan harus komprehensif sasarannya, bukan lagi bagian per bagian.
Untuk membedakan skala prioritas sasaran pembebanan terletak pada
penyusunan materi dalam latihan inti dan latihan suplemen (tambahan
sebagai pendukung).
Berdasarkan dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa tujuan dan sasaran latihan adalah untuk mengaktualisasikan
potensi fisik (umum dan khusus sesuai cabang olahraganya), teknik,
taktik dan psikis atau mental yang dimiliki atlet agar dapat meraih
prestasi yang maksimal.
24
d. Prinsip Latihan
Menurut Sukadiyanto (2010: 18) prinsip latihan merupakan hal-
hal yang harus ditaati, dilakukan atau dihindari agar tujuan latihan dapat
tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Prinsip-prinsip latihan memiliki
peranan penting terhadap aspek fisiologis dan psikologis bagi
olahragawan. Memahami prinsip-prinsip latihan akan mendukung upaya
dalam meningkatkan kualitas suatu latihan. Menurut Irianto, D.P (2009:
12) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan latihan atau fitness secara
optimal, maka perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam latihan
fitness yang memiliki peranan yang sangat penting terhadap aspek
fisiologis maupun psikologis.
Menurut Reilly (2007: 2) “a basic principle of training is that the
biological system to be affected is overloaded. The training stimulus or
stress presented is greater than that which the individual is normally
accustomed to”. Prinsip dasar dari latihan adalah memberikan pengaruh
maksimal terhadap sistem dalam tubuh. Stimulus latihan atau rangsang
yang dilakukan lebih besar daripada ketika individu beraktivitas normal
seperti biasa. Menurut Nossek, J (1995: 4) prinsip-prinsip latihan adalah
garis pedoman suatu latihan terorganisasi dengan baik yang harus
digunakan. Prinsip-pinsip semacam itu menunjuk pada semua aspek dan
kegiatan latihan, prinsip-prinsip itu menentukan isi, cara dan metode
serta organisasi latihan. Menurut Harsono (2015: 51) dengan
pengetahuan tentang prinsip-prinsip training tersebut atlet akan lebih
25
cepat meningkat prestasinya oleh karena akan lebih memperkuat
keyakinannya akan tujuan-tujuan sebenarnya dari tugas-tugas serta
latihan-latihannya.
Prinsip-prinsip latihan adalah garis pedoman suatu latihan
terorganisasi dengan baik yang harus digunakan. Prinsip-pinsip semacam
itu menunjuk pada semua aspek dan kegiatan latihan, prinsip-prinsip itu
menentukan isi, cara dan metode serta organisasi latihan. Menurut
Sukadiyanto (2010: 19) beberapa prinsip-prinsip yang seluruhnya dapat
dilaksanakan sebagai pedoman agar tujuan latihan tercapai dalam satu
kali tatap muka, antara lain: prinsip kesiapan, prinsip individual, prinsip
adaptasi, prinsip beban lebih, prinsip progresif, prinsip spesifik, prinsip
variasi, prinsip pemanasan dan pendinginan, prinsip latihan jangka
panjang, prinsip berkebalikan, prinsip moderat (tidak berlebihan), dan
prinsip sistematik.
Menurut Irianto, D.P (2002: 43) beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam proses berlatih-melatih meliputi:
1) Prinsip Beban Lebih (Overload). Tubuh manusia tersusun atas
berjuta-juta sel yang masing-masing mengemban tugas sesuai
fungsinya, sel-sel tersebut mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap latihan. Apabila tubuh ditantang
dengan beban latihan maka akan terjadi proses penyesuaian
secara bertahap mengarah ke tingkat yang lebih tinggi yang
disebut superkompensasi. Peningkatan prestasi akan terjadi bila
pembebanan pada latihan tepat di atas ambang kepekaan
(treshold) atau critical point, disertai dengan pemulihan
(recovery) yang cukup.
2) Prinsip Kembali Asal (Reversible). Maksudnya, adaptasi latihan
yang dicapai akan berkurang bahkan hilang, jika latihan tidak
dilakukan secara teratur dengan takaran yang tepat.
26
Menurut Harsono (2015: 51) prinsip beban lebih atau overload
principle adalah prinsip yang terpenting dalam training. Meskipun
latihan dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang, dan meski
dilaksanakan secara sistematis sekali pun, akan tetapi apabila tidak
dibarengi dengan penambahan beban, maka prestasi tidak akan
meningkat. Menurut Sukadiyanto (2010: 18) di dalam satu kali tatap
muka, seluruh prinsip latihan dapat diterapkan secara bersamaan dan
saling mendukung. Apabila ada prinsip latihan yang tidak diterapkan,
maka akan berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikis olahragawan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa prinsip-prinsip latihan adalah hal-hal yang harus ditaati, dilakukan
atau dihindari yang menjadi garis pedoman suatu latihan, yang digunakan
sebagai petunjuk pelaksanaan atau program latihan agar proses latihan
dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur, latihan
tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung pada
standar atlet dan periode latihan. Selanjutnya latihan tersebut dilakukan
berdasarkan suatu sistem yang mengikuti prinsip-prinsip latihan yang
bersikap dasar. Dalam penelitian ini latihan dilaksanakan tiga kali
pertemuan dalam satu minggu yakni Senin, Rabu, dan Jumat.
e. Komponen Latihan
Setiap aktivitas fisik (jasmani) dalam latihan olahraga selalu
mengakibatkan terjadinya perubahan pada keadaan anatomi, fisiologi,
27
biokimia, dan psikologis pelakunya. Olahraga merupakan kegiatan yang
terukur dan tercatat, sehingga segala sesuatu yang dilakukan lebih
banyak mengandung unsur-unsur yang pasti (Sukadiyanto, 2010: 35).
Menurut Reilly (2007: 4) “the dimensions of exercise are its intensity, its
duration and its frequency. A consideration relevant to these factors is
the type of exercise performed”. Dimensi dari latihan adalah intensitas,
durasi dan frekuensi. Sebuah pertimbangan yang berhubungan dengan
faktor ini adalah tipe latihan yang dilakukan.
“Latihan merupakan proses pengakumulasian dari berbagai
komponen kegiatan antara lain: durasi, jarak, frekuensi, jumlah, ulangan,
pembebanan, irama melakukan, intensitas, volume, pemberian waktu
istirahat, dan densitas” (Sukadiyanto, 2010: 35). Menurut Bompa & Haff
(2009: 79) “these variables should be manipulated according to the
functional, physiological, and psychological requirements of the training
goal or competition. Semua komponen latihan harus dimanipulasi sesuai
dengan perbaikan atau kemajuan fungsional fisiologis, dan psikologis
yang dicapai atlet untuk kebutuhan tujuan latihan atau dalam kompetisi.
Menurut Irianto, D.P (2002: 53) terminologi yang dipergunakan dalam
beban luar untuk menentukan takaran latihan atau disebut sebagai
komponen latihan, meliputi volume latihan, intensitas latihan, densitas
latihan, kompleksitas latihan dan frekuensi latihan. Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
28
1) Volume Latihan
“Volume is a primary component of training because it is a
prerequisite for high technical, tactical, and physical achievement”
(Bompa & Haff, 2009: 79). Volume sebagai komponen utama latihan
karena merupakan persyaratan yang sangat penting untuk
mendapatkan teknik, taktik dan khususnya pencapaian fisik yang baik.
Sukadiyanto (2010: 40) volume adalah ukuran yang menunjukkan
kuantitas (jumlah) suatu rangsang atau pembebanan. Harsono (2015:
101) volume latihan ialah kuantitas beban dan materi latihan yang
dilaksanakan secara aktif.
Menurut Bompa & Haff (2009: 79) the volume of training,
sometimes inactualy called the duration of training, incorporates the
following integral parts: the time or duration of training, the distance
covered or the volume load in resistance training, the number of
repetitions of an exercise or technical element an athlete performs in
a given time. Volume latihan disebut dengan jangka waktu yang
dipakai selama sesi latihan atau durasi yang melibatkan beberapa
bagian secara integral yang meliputi: waktu atau jangka waktu yang
dipakai dalam latihan, jarak atau jumlah tegangan yang dapat
ditanggulangi atau diangkat persatuan waktu, jumlah pengulangan
bentuk latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam waktu
tertentu.
29
Menurut Irianto, D.P (2002: 53) volume merupakan ukuran
latihan, misalnya waktu tempuh (detik), jarak tempuh (meter), jumlah
beban (kg), durasi (waktu atau lama latihan), repetisi (jumlah ulangan
dalam satu item latihan), set (kumpulan jumlah ulangan latihan), dan
seri (serangkaian atau sejumlah set yang digunakan). Menurut
Sukadiyanto (2010: 40) dalam proses latihan cara yang digunakan
untuk meningkatkan volume latihan dapat dilakukan dengan cara
menambah berat, memperlambat, mempercepat, atau memperbanyak
latihan itu sendiri. Apabila volume latihan telah mencukupi, maka
lebih bijaksana untuk meningkatkan jumlah satuan latihan daripada
menambah volume kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa
volume terdiri dari jumlah keseluruhan dari kegiatan yang dilakukan
dalam latihan. Volume diartikan sebagai jumlah kerja yang terdiri dari
durasi, repetisi, set, dan seri selama satu kali latihan atau selama fase
latihan.
2) Intensitas Latihan
Menurut Sukadiyanto (2010: 15) intensitas latihan adalah
fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan
dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakan,
variasi interval atau istirahat di antara tiap ulangan. Elemen yang tidak
kalah penting adalah tekanan kejiwaan sewaktu latihan. Jadi intensitas
dapat diukur sesuai dengan kecepatan. Menurut Bompa & Haff (2009:
30
4) intensitas adalah tinggi rendahnya beban (ambang rangsang) yang
akan digunakan untuk latihan. Intensitas latihan dapat diperkirakan
dengan cara menghitung persentase denyut jantung saat latihan dari
denyut jantung maksimal.
Menurut Irianto, D.P (2002: 54) intensitas latihan merupakan
ukuran kualitas latihan yang meliputi % (persentase) kinerja
maksimum, % (perentase) detak jantung maksimal, % (persentase)
VO2max, kadar laktat darah, dll. Menurut Harsono (2015: 68)
intensitas latihan mengacu kepada jumlah kerja yang dilakukan dalam
suatu unit waktu tertentu. Semakin banyak kerja yang dilakukan
dalam suatu unit waktu tertentu, semakin tinggi intensitas latihannya.
Intensif tidaknya latihan tergantung dari faktor beban latihan,
kecepatan dalam melakukan gerakan-gerakan, lama-tidaknya interval
di antara repetisi, dan stres mental yang dituntut dalam latihan.
Menurut Harsono (2015: 69) berat ringannya suatu latihan dapat
diukur dari tipe atau sifat latihan tersebut. Latihan yang mengandung
unsur kecepatan, intensitas melakukan gerakan diukur dalam satuan
jarak per detik atau per menit. Latihan yang dilakukan melawan suatu
tahanan (resistance) diukur dalam kilogram.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa intensitas latihan merupakan ukuran jumlah kerja yang terdiri
dari faktor beban latihan, kecepatan dalam melakukan gerakan-
gerakan, lama-tidaknya interval di antara repetisi, dan stres mental
31
dilakukan dalam latihan. Penentuan intensitas latihan dalam penelitian
ini yaitu dilakukan dengan mengatur kecepatan dalam melakukan
gerakan misalnya dengan membatasi jumlah sentuhan dalam small
sided games, mengatur interval antar repetisi dalam drill, dan
mengatur stres mental misalnya 1 lawan 1 lebih tinggi intensitasnya
daripada 4 lawan 4 dalam latihan sepakbola.
3) Densitas latihan
Menurut Sukadiyanto (2010: 44) bahwa densitas latihan adalah
ukuran yang menunjukkan padatnya waktu perangsangan (lamanya
pembebanan). Padat atau tidaknya waktu perangsangan (densitas) ini
sangat dipengaruhi oleh lamanya pemberian waktu recovery dan
interval. Semakin pendek waktu recovery dan interval yang diberikan,
maka densitas latihan semakin tinggi (padat), sebaliknya semakin
lama waktu recovery dan interval yang diberikan, maka densitas
latihan semakin rendah (kurang padat). Sebagai contoh waktu latihan
(durasi) selama 3 jam dalam satu kali tatap muka, densitas latihan
(waktu efektif) dapat hanya berlangsung selama 1 jam 30 menit
karena dikurangi total waktu recovery dan interval yang lama,
sehingga dapat dikatakan densitas latihan menjadi berkurang (rendah).
Menurut Irianto, D.P (2002: 58) densitas adalah ukuran derajat
kepadatan latihan, yakni perbandingan antara kerja (work) dengan
istirahat (recovery). Contoh seorang atlet berlatih dengan absolut
32
density 102/menit selama 2 jam, maka relative density nya adalah
102x100 dibagi 120 = 85%.
Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan bahwa densitas
latihan merupakan ukuran perbandingan antara pembebanan dengan
istirahat (recovery dan interval) yang menunjukkan kepadatan latihan.
4) Kompleksitas latihan
Kompleksitas latihan dikaitkan kepada kerumitan bentuk
latihan yang dilaksanakan dalam latihan (Bompa & Haff, 2009: 28).
Menurut Bompa & Haff (2009: 28) kompleksitas dari suatu
keterampilan dapat menjadi penyebab yang penting dalam menambah
intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin
akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan
tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap di mana
koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Semakin sulit
bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi
mekanismenya. Menurut Irianto, D.P (2002: 58) kompleksitas
(keberagaman latihan) dapat dilihat dari kompleksitas komponen-
komponen penting yang menunjang pencapaian prestasi dan
kompleksitas gerak atau keterampilan yang harus dikuasai oleh
olahragawan. Salah satu penentu kompleksitas latihan adalah tingkat
pengalaman atlet dalam menjalani latihan.
The most comprehensive models of training theory divide the
programme into recurring cycles referred to as macrocycles. These
33
are further divided into subharmonics, recurring schedules of shorter
duration and termed microcycles (Reilly, 2007: 14). Maksud dari
pendapat Reilly tersebut, pembagian model teori latihan yang
menyeluruh ke dalam siklus yang berulang menjadi makro siklus. Hal
ini terbagi ke dalam subharmoni, ulangan jadwal dari durasi yang
paling singkat dan masa mikro siklus.
”The duration and intensity of the training are the primary
determinants of the training load. It is known that because of
individual differences (i.e., training status, school exams, injury), the
optimal training load varies between athletes. In ball team sports, the
training load prescribed by the coach is often called the external load
and is expressed in the duration in minutes and for example high,
medium, and low intensity” (Brink, M., et al (2010: 597). Durasi dan
intensitas dari latihan merupakan pengaruh utama dari beban latihan.
Ini karena perbedaan individu (misalnya status latihan, ujian sekolah,
cedera), variasi beban latihan optimal antara atlet. Di dalam tim
olahraga bola, beban latihan yang ditentukan oleh pelatih sering
disebut beban luar (eksternal) dan menjelaskan durasi dalam menit,
sebagai contoh adalah intensitas tinggi, sedang, dan rendah.
Menurut Haff & Nimphius (2012: 9) “periodization is the
logical systematic structuring of training interventions in a sequential
and integrative fashion to develop key attributes that results in the
optimization of sports performance capacity at predetermined time
34
points”. Periodisasi merupakan sistem logika untuk menyusun struktur
latihan dalam sebuah bagian dan tampilan integratif untuk
mengembangkan atribut kunci dari kapasitas penampilan olahraga.
Menurut Hoffman (2010: 11) “the goal of periodization is to maximize
the potential of the athlete to reach peak condition by manipulating
both training volume and training intensity. Through proper
manipulation of these training variables, not only will the athlete peak
at the appropriate time, but also the potential risk for overtraining is
reduced”. Tujuan dari periodisasi adalah untuk memaksimalkan
potensi dari atlet untuk mencapai kondisi puncak dengan
memanipulasi volume dan intensitas latihan. Melalui manipulasi
variabel latihan, bukan hanya akan memastikan waktu puncak
performa atlet, tetapi juga menghasilkan potensi resiko kelelahan
(overtraining).
Menurut Brown dalam Morgans, R., et al (2014: 252)
periodisation is a theoretical model that offers a framework for the
planning and systematic variation of an athlete’s training
prescription. Artinya, periodisasi merupakan sebuah model teori yang
memberikan kerangka untuk perencanaan dan petunjuk sistem variasi
latihan atlet. Kemudian menurut Reilly dalam Morgans, R., et al
(2014: 252) periodisation was originally developed to support the
training process in track and field or similar sports in which there is a
clear overall objective such as training tailored towards a major
35
championship such as the Olympics. Periodisasi pada awalnya
dikembangkan untuk mendukung proses latihan atletik atau olahraga
lainnya yang terdapat tujuan keseluruhan yang jelas seperti latihan
yang dipersiapkan untuk menghadapi kejuaraan besar seperti
Olympics.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa kompleksitas latihan merupakan keberagaman komponen
latihan yang menunjang pencapaian prestasi dan keberagaman
keterampilan gerak yang disajikan dalam suatu bentuk latihan.
5) Frekuensi Latihan
Menurut Irianto, D.P (2002: 58) frekuensi diartikan sebagai
banyaknya unit latihan persatuan waktu, misalnya latihan untuk
meningkatkan kebugaran pada kebanyakan orang dilakukan 3-6
kali/minggu. Frekuensi latihan bagi olahragawan lebih banyak
dibanding bukan olahragawan. Menurut Sukadiyanto (2010: 44)
frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan dalam periode waktu
tertentu untuk menunjukkan jumlah tatap muka (sesi) latihan, pada
umumnya jumlah frekuensi adalah dalam satu mingguan. Menurut
Reilly (2007: 4) “the frequentcy of training refers to how many
separate training sesions are undertaken each week”. Frekuensi
latihan merupakan banyaknya sesi latihan yang dilakukan setiap
minggu.
36
Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan bahwa frekuensi
latihan adalah jumlah sesi latihan dalam satu minggu. Misalnya
frekuensi latihan 8 kali setiap minggu, artinya latihan berlangsung
mulai hari Senin, Selasa, Kamis, Sabtu yang dilakukan pada setiap
pagi dan sore. Berarti latihan dilakukan hanya dalam waktu empat
hari, tetapi waktunya pagi dan sore, sehingga dalam satu hari ada dua
kali sesi latihan.
2. Hakikat Metode Latihan Interval
Pada dasarnya istilah interval terkait erat dengan recovery sebab
kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama, yaitu pemberian waktu
istirahat yang diberikan pada saat antar set atau antar repetisi (ulangan).
Menurut Sukadiyanto (2010: 41) latihan interval adalah suatu metode
latihan yang diselingi oleh interval yang berupa istirahat. Interval adalah
waktu istirahat yang diberikan pada saat antar seri, antar sirkuit, atau antar
sesi per unit latihan. Interval training untuk daya tahan biasanya intensitas
larinya rendah sampai medium sekitar 50% - 70% dari kemampuan
maksimal. Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam menyusun
interval training yaitu: (a) lamanya latihan, (b) intensitas latihan, (c)
ulangan, dan (d) masa istirahat setiap repetisi latihan.
Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi
dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah
jasmani melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval
digunakan hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno HP
37
(2002: 17) prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian,
mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan
fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan.
Selanjutnya menurut Sukadiyanto (2010: 156) pemberian waktu
recovery dan interval merupakan faktor penting agar latihan kekuatan dapat
diadaptasi oleh otot. Waktu recovery dan interval tergantung dari macam
kekuatan yang dilatih, jumlah otot yang terlibat, kemampuan olahragawan,
irama dan durasi latihan. Menurut Suharno HP (2002: 10) latihan interval
yang diselingi dengan istirahat, baik pasif maupun aktif akan memberikan
keuntungan seperti :
a. Menghindari terjadinya overtraining
b. Memberikan kesempatan organisme seseorang untuk beradaptasi dengan
beban latihan sebelumnya.
c. Adanya pemulihan tenaga dalam proses latihan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
latihan interval adalah olahraga yang memberikan jeda di sela-sela aktivitas
fisik. Misalnya, dengan mengubah kecepatan setiap menit secara bertahap
adanya istirahat yang diselingkan pada waktu melakukan latihan. Istirahat
diantara latihan tersebut dapat berupa istirahat pasif atau pun aktif.
3. Hakikat Metode Latihan Kontinyu
Menurut Sukadiyanto (2010: 32) metode latihan kontinyu adalah
metode yang di dalamnya membutuhkan waktu yang lama dan harus
bertahap, pengaruh latihan tidak dapat langsung diadaptasi secara mendadak
38
untuk mencapai kemampuan maksimal. Pencapaian prestasi maksimal harus
didukung oleh berbagai kemampuan dan keterampilan gerak.
Menurut Pyke, R.D (1992: 13) latihan metode kontinyu adalah
latihan yang berlangsung secara kontinyu dan sifatnya semakin progresif
dari waktu ke waktu. Jika seorang melakukan latihan selama tiga minggu,
maka beban latihan sudah dapat teradaptasi, bila beban latihan tidak
ditingkatkan maka akan menjadi beban latihan di bawah ambang rangsang
hal itu akan meningakibatkan tidak terjadinya peningkatan kekuatan, karena
beban latihan dibawah ambang rangsang kemampuan orang yang
melakukan latihan tersebut.
Menurut Sukadiyanto (2010: 144) cara meningkatkan beban latihan
secara progresif antara lain dengan: (a) diperberat (jumlah beban, repetisi,
set, seri/sirkuit), (b) dipercepat, dan atau (c) diperlama. Latihan dengan
metode kontinyu dengan intensitas rendah banyak menggunakan lemak
sebagai sumber tenaga. Oleh karena itu latihan dengan model tersebut
banyak menyimpan glikogen otot. Latihan kontinyu berlangsung untuk
waktu yang lama dan akan menghasilkan adaptasi aerobik dengan baik.
Latihan kontinyu (misalnya lari secara terus-menerus tanpa istirahat)
biasanya berlangsung untuk waktu yang lama, lari terus-menerus yang lebih
dari 30 menit dengan tempo dibawah ambang rangsang anaerobik akan
menghasilkan adaptasi aerobik dengan baik. Ada dua model latihan
kontinyu dengan intensitas rendah, yaitu lari atau renang dengan denyut
nadinya berkisar 70%-80% dari denyut nadi maksimal (MHR). Sebagai
39
contoh MHR atlet adalah 200, maka 70%-80% dari MHR adalah 140-
160d.n atau menit. Dengan pace (tempo lari) yang rendah ini kadar asam
laktatnya umumnya kurang dari 3 mmol yaitu sedikit lebih tinggi dari
tingkat istirahat yang 1-2 mmol. Apabila bagi atlet tersebut intensitasnya
terlalu rendah, yaitu dibawah 140 d.n atau menit, maka tidak akan terasa
dampak latihanya. Lari kontinyu dengan intensitas rendah banyak
menggunakan lemak sebagai sumber tenaga. Karena itu akan bisa banyak
menyimpan glikogen otot.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa metode
latihan kontinyu adalah metode dalam latihan dengan melakukan hal secara
berkelanjutan dan terus menerus dengan waktu yang lama dan dengan beban
latihan yang ringan dan bertahap semakin berat.
4. Hakikat Permainan Bola Voli
a. Definisi Permainan Bola Voli
Menurut Suhadi (2004: 7) permainan bola voli pada hakikatnya
adalah memvoli bola dengan menggunakan seluruh anggota badan dan
menyeberangkan melalui net ke lapangan lawan. Permainan bola voli
dimainkan dengan menggunakan bola besar oleh dua regu. Tiap regu
hanya boleh memvoli bola tiga kali dan tiap pemain tidak melakukan
sentuhan dua kali berturut-turut, kecuali ketika melakukan blocking.
Permainan bola voli adalah olahraga permainan beregu yang
dimainkan oleh dua regu pada setiap lapangan dengan dipisahkan oleh
net, dengan tujuan dapat menjatuhkan bola ke lantai atau lapangan lawan
40
dan mencegah adanya usaha yang sama dari lawan (PBVSI, 2004: 7).
Menurut Muhajir (2007: 34) bahwa tujuan permainan bola voli adalah
memperagakan teknik dan taktik memainkan bola di lapangan untuk
meraih kemenangan dalam setiap pertandingan. Oleh karena itu,
keterampilan seseorang dalam bermain voli dipengaruhi oleh teknik
dasar yang dimiliki. Gerak dasar memainkan bolavoli yang harus
ditingkatkan keterampilannya adalah passing bawah, passing atas,
smash, servis, dan blocking.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
permainan bola voli adalah olahraga beregu yang memainkan bola
dengan memvoli bola dengan menggunakan seluruh anggota badan
kemudian menyeberangkan melalui net ke lapangan lawan, dan tujuanya
adalah menjatuhkan bola di lapangan lawan untuk mendapatkan nilai.
Tiap tim terdiri dari enam pemain, berusaha menempatkan bola di daerah
lawan agar mendapatkan angka (point). Setiap tim dapat memainkan tiga
pantulan untuk mengembalikan bola (di luar perkenaan block). Tim yang
pertama mencapai angka 25 adalah tim yang menang. Terdapat versi
yang berbeda tentang jumlah pemain, jenis/ukuran lapangan, angka
kemenangan yang digunakan, untuk keperluan tertentu.
Permainan bolavoli mini merupakan pembelajaran pendidikan
jasmani yang diterapkan di Sekolah Dasar. Permainan bolavoli mini
berbeda dengan permainan bolavoli besar pada umumnya, karena dalam
permainan bolavoli mini jumlah pemain yang dibutuhkan dalam satu
41
regu 4 orang pemain dengan 2 orang cadangan. Lapangan bolavoli mini
juga terdapat perbedaan dengan ukuran lapangan bolavoli pada
umumnya. Menurut Tim Bina Karya Guru (2004: 18), lapangan bolavoli
mini adalah sebagai berikut: (1) panjang lapangan 12 meter; (2) lebar
lapangan 6 meter; (3) tinggi net untuk putra 2,10 meter; (4) tinggi net
untuk putri 2 meter; (5) Bola yang digunakan adalah nomor 4, berat 230-
250 gram.
b. Teknik Dasar Bola Voli
Menurut Rukmana, K (1990: 2), salah satu cara melatih bola voli
mini bagi anak usia 9-13 tahun adalah sebagai berikut:
a. Latihan pengenalan bola
Untuk menanamkan rasa cinta terhadap permainan bolavoli
terlebih dahulu kita perkenalkan apa itu bolavoli mini dengan
cara bermacam-macam permainan. Suasana bermain selalu kita
ciptakan, sehingga anak-anak merasa senang dan menyukai,
akhirnya mencintai bolavoli. Misalnya, melempar bola yang ada
didalam lingkaran dengan menggunakan bola besar (bola
plastik).
b. Latihan menuju pembentukan fisik bolavoli
Di dalam permainan bolavoli mini kesiapan fisik yang sangat
prima menunjung tercapainya prestasi yang optimal, tentu saja
diseuaikan dengan usia serta perkembangan jiwa. Misalnya,
siswa dilatih melempar bola besar dari plastik yang digunakan
untuk melempar bola kecil yang ada didalam lingkaran dapat
keluar dari garis lingkaran.
c. Latihan gerak dasar bolavoli mini
Bilamana anak-anak sudah menyenangi permainan ini maka
langkah selanjutnya adalah menerapkan gerak dasar bolavoli
mini secara bertahap. Gerak dasar bolavoli mini meliputi
passing atas, passing bawah, receive, service, spike, block, dan
tidak ketinggalan diajarkan kompetisi komposisi pemain.
42
Permainan bola voli merupakan suatu permainan yang kompleks
karena membutuhkan teknik-teknik yang ada dalam bola voli diantaranya
servis, passing, smash, dan sebagainya (Ahmadi, 2007: 14). Di dalam
permainan bola voli terdapat beberapa macam teknik dasar, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1) Servis
Menurut Ahmadi, N (2007: 20) servis adalah pukulan pertama
yang dilakukan dari belakang garis akhir lapangan permainan
melampaui net ke daerah lawan. Servis juga merupakan serangan
pertama yang dilakukan dalam permainan bola voli. Pukulan servis
dilakukan pada permulaan dan setiap terjadinya kesalahan. Karena
pukulan servis sangat berperan memperoleh poin, maka pukulan
servis harus menyakinkan, terarah, keras dan menyulitkan lawan.
Dalam permainan bola voli terdapat berbagai jenis srvis, diantaranya
servis bawah, servis atas, dan servis loncat.
2) Passing
Passing adalah upaya seorang pemain yang menggunakan
teknik tertentu untuk mengoper bola yang dimainkan kepada teman
satu regu untuk dimainkan di lapangan sendiri (Ahmadi, 2007: 22).
Sedangkan menurut Yunus, M (1992: 79) passing adalah mengumpan
bola teman sendiri dalam satu regu dengan teknik tertentu sebagai
langkah awal untuk menyusun serangan kepada regu lawan. Passing
merupakan salah satu teknik dalam permainan voli yang sangat
43
menentukan permainan suatu tim voli. Dalam permainan bola voli
terdapat dua macam passing, yaitu passing atas dan passing bawah.
Berdasarkan bermacam-macam teknik dasar passing dalam
permainan bola voli, maka teknik passing dibedakan menjadi passing
atas dan passing bawah.
3) Umpan
Menurut Yunus, M (1992: 101) umpan adalah menyajikan
bola kepada teman dalam satu regu, yang kemudian diharapkan bola
tersebut dapat diserangkan ke daerah lawan dalam bentuk smash.
4) Smash
Menurut Ahmadi, N (2007: 31) smash adalah pukulan bola
yang keras dari atas kebawah, jalanya bola menukik. Menurut
Muhajir (2006: 23) “teknik smash dalam permainan bola voli dapat
diartikan sebagai cara memainkan bola dengan efisien dan efektif
sesuai dengan peratutarn permainan yang berlaku untuk mencapai
suatu hasil yang maksimal.” Dari berbagai macam pendapat diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa smash adalah salah satu teknik
permainan bola voli dengan cara memainkan bola secara efisien dan
efektif sesuai dengan peraturan permainan untuk melakukan pukulan
keras yang biasanya mematikkan ke daerah lawan.
5) Block
Block merupakan benteng pertahan utama untuk menangkis
serangan lawan (Yunus, 1992: 119). Dalam permainan bola voli block
44
sangat menentukan hasil pertahanan suatu regu. Basic skill block
merupakan inti dari seluruh pertahanan. Hanya dengan block yang
kuat pemain dapat bertahan dari serangan-serangan lawan.
5. Hakikat Passing Bawah (Forearm Pass)
Teknik passing bawah dan servis merupakan dua ketrampilan
penting dalam bola voli karena tanpa kedua ketrampilan ini bola tidak dapat
dimainkan. Dapat dibayangkan ketika lawan melakukan servis pertama
pada tim maka langkah selanjutnya adalah mengambil bola dengan
ketrampilan operan lengan depan kemudian dioperkan pada tosser atau
seorang pengumpan dan mengumpankan pada penyerang atau pemukul
(smasher).
Menurut Viera (2004: 19) di dalam permainan bola voli upaya
untuk dapat mengkontrol bola dan menerima spike, memukul bola setinggi
pinggang ke bawah, memukul bola yang memantul dari set menggunakan
teknik passing bawah (forearm) dan operan di atas kepala (overhead pass).
Teknik passing bawah seringkali digunakan untuk mengarahkan
bola pada rekan satu tim sehingga dengan operan lengan depan ini untuk
meredam kekuatan bola yang dipukul lawan dengan keras dan
mengarahkan bola tersebut ke rekan tim agar pengumpan (tosser) dapat
melakukan operan overhead atau mengumpan bola (Viera, 2004: 20).
Forearm atau teknik passing bawah depan harus dapat dilakukan dengan
baik jika tim ingin memperoleh kesuksesan sehingga dengan operan lengan
depan merupakan titik awal dari sebuah penyerangan.
45
Passing bawah dua tangan adalah cara memainkan bola yang datang
lebih rendah dari bahu dengan menggunakan pergelangan tangan yang
dirapatkan. Passing ini biasanya digunakan untuk memainkan bola yang
datang baik dari lawan maupun dari kawan seregu. Misalnya bola rendah,
cepat, keras, atau yang datang tiba-tiba, namun masih dapat dijangkau oleh
kedua tangan. Terkadang passing bawah juga digunakan untuk memainkan
bola yang mementingkan ketepatan seperti passing dan umpan. Menurut
Ahmadi, N (2007: 22), cara melakukan passing bawah adalah sebagai
berikut:
a. Sikap permulaan
Sikap siap normal, yaitu berdiri dengan salah satu kaki di depan,
lutut sedikit di tekuk, badan sedikit dibungkukkan, titik berat badan
bertumpu pada kedua tapak kaki bagian depan, sehingga posisi
badan labil. Kedua lengan siap di depan dada dalam kondisi rileks.
b. Pelaksanaan
Bergerak ke arah jatuhnya bola,kedua tangan dirapatkan ayunan
lengan ke arah bola dan sasaran poros gerak pada persendian bahu,
kedua siku lurus dan ditegangkan (difxir). Perkenaan bola pada
bagian pergelangan tangan pada waktu lengan membentuk kira-kira
45 derajad dengan badan. Bola dipukul pada bagian bawah bola.
c. Gerak lanjut
Setelah ayunan lengan mengenai bola, kaki belakang melangkah
ke depan untuk kembali keposisi siap untuk memainkan bola
berikutnya. bola dan mengenai bagian bawah bola. Pada saat
perkenaan, lengan dan tangan ditegangkan.
6. Hakikat Motivasi
a. Definisi Motivasi
Kata motif disamakan artinya dengan kata-kata motive, motif,
dorongan, alasan, dan driving force. Motif adalah daya pendorong atau
suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan menusia bertindak
dengan cara tertentu. Menurut Sugihartono (2007: 20) motivasi diartikan
46
sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku
tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut.
Menurut Setyobroto (2002: 24) motivasi diberikan arti proses aktualisasi
sumber penggerak dan pendorong tingkah laku individu memenuhi
kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Purwanto (2010: 71) motivasi adalah pendorongan, suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar
tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai
hasil atau tujuan tertentu. Menurut Husdarta (2011: 31) motivasi adalah
energi psikologi yang bersifat abstrak. Wujudnya hanya dapat diamati
dalam bentuk manifestasi tingkah laku ditampilkan. Motivasi sebagai
proses psikologi adalah refleksi kekuatan interaksi antara kognisi,
pengalaman dan kebutuhan.
Menurut Sardiman (2006: 73) motivasi adalah suatu perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Istilah motivasi
mengacu kepada faktor dan proses yang mendorong seseorang untuk
beraksi dalam berbagai situasi. Menurut Oemar (2011: 158) motivasi
adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
timbul perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Ada dua prinsip yang
dapat digunakan untuk meninjau motivasi yaitu: (a) motivasi dipandang
suatu proses. Pengetahuan tentang proses ini akan membantu menjelaskan
kelakuan yang amati dan untuk memperkirakan kelakuan pada seseorang;
47
(b) menentukan karakter dari proses ini dengan melihat petunjuk dari
tingkah laku.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa
motivasi adalah keseluruhan daya penggerak yang mendorong siswa yang
menimbulkan dan memberikan arah untuk melakukan aktivitas.
b. Ciri-Ciri Motivasi
Motivasi yang ada pada diri siswa sangat penting dalam kegiatan
belajar. Ada tidaknya motivasi siswa individu untuk belajar sangat
berhubungan dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Menurut
Sardiman (2006: 83) motivasi yang ada pada diri setiap orang itu
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam
jangka waktu lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak
memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik
mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah
dicapainya).
3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
untuk orang dewasa (misalnya masalah-masalah pembangunan
agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi,
penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan
sebagainya).
4) Lebih senang bekerja mandiri.
5) Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang
bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang
kreatif).
6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan
sesuatu).
7) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Jika siswa memiliki ciri-ciri seperti di atas berarti siswa tersebut
mempunyai motivasi yang kuat. Dalam kegiatan belajar mengajar akan
48
berhasil baik, apabila siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam
memecahkan berbagai masalah atau hambatan secara mandiri. Siswa
yang bermotivasi tinggi tidak akan terjebak dalam sesuatu yang bersifat
rutinitas, juga harus mempertahankan pendapatnya kalau siswa sudah
yakin pandangannya cukup rasional.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa
yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan hal-hal
sebagai berikut: (1) keinginan mendalami materi, (2) keinginan
berprestasi, (3) ketekunan mengerjakan tugas.
c. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Ratna & Dany (2011: 88) motivasi seseorang individu
sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal.
1) Faktor Internal (Motivasi Intrinsik)
Menurut Ratna & Dany (2011: 88) pada faktor internal adalah:
(a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c)
harapan pribadi; (d) kebutuhan; (e) keinginan kepuasan kerja; (f)
prestasi kerja yang dihasilkan. Menurut Iskandar (2009: 188) motivasi
internal merupakan daya dorongan dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut
Sardiman (2006: 89) motivasi intrinsik adalah motif-motif yang terjadi
aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
49
Menurut Husdarta (2011: 39) motivasi intrinsik terjadi bila
motivasi tersebut bersumber dari dalam diri atau atlet itu sendiri. Ciri-
ciri atlet menginternalisasi motivasi intrinsik antara lain: (a)
berorientasi pada kepuasan dalam diri; (b) biasanya tekun, rajin,
bekerja keras, teratur, dan disiplin dalam menjalani latihan; (c) tidak
suka bergantung kepada orang lain; (d) memiliki karakteristik
kepribadian yang positif, matang, jujur, sportif dan lain-lain; (e)
aktivitas lebih permanen.
Berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa motivasi
intrinsik sebenarnya timbul dalam diri sendiri, misalnya kesehatan,
bakat, kedisplinan, pengetahuan, prestasi, cita-cita, dan rasa senang
semua itu muncul dari diri anak masing-masing dengan memiliki
perbedaan satu individu dengan individu yang lainnya. Motivasi
intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang dimulai
dan diteruskan berdasarkan sesuatu dorongan dari dalam diri dan
secara mutlak berkait dengan aktifitas. Motivasi itu muncul dari
kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara ensensial, bukan sekedar
simbol dan seremonial.
2) Faktor Eksternal (Motivasi Ekstrinsik)
Menurut Ratna & Dany (2011: 88) faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang antara lain adalah: (a) jenis dan
sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c)
organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e)
50
sistem imbalan yang belaku cara penerapannya. Menurut Iskandar
(2009: 189) motivasi eksternal merupakan daya dorong dari luar diri
seseorang, berhubungan dengan kegiatan belajar sendiri. Menurut
Sardiman (2006: 90) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi karena ada perangsang dari luar.
Menurut Husdarta (2011: 39) motivasi ekstrinsik terjadi bila
dorongan bertindak datang dari luar diri atlet. Adapun ciri-ciri atlet
yang memiliki motivasi ekstrinsik antara lain: (a) kurang sportif atau
kurang jujur seperti licik atau curang; (b) sering tidak menghargai
orang lain, lawan, atau peraturan pertandingan; (c) cenderung berbuat
hal-hal yang merugikan, seperti obat perangsang mudah dibeli atau
disuap.
Faktor-faktor yang mendukung motivasi ekstrinsik antara lain:
a) Kepenuhan keinginan untuk saling bergaul sesama dan serta orang
lain, merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan
sosial anak. Dalam hal ini atlet belajar beradaptasi dengan
lingkungannya (Sardiman, 2006: 114).
b) Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah
sarana dan prasarana. Seseorang mempunyai semangat dengan
adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai dan akan
memperkuat motivasi ekstrinsik.
c) Dukungan antusias dari orang tua akan meningkatkan motivasi
dalam minat dan bakat dalam bidang olahraga yang tekuni.
51
Kebutuhan sosial meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan
sebagai pribadi, maka orang tua merupakan sumber penguat
motivasi pada diri.
d) Penghargaan menurut Oemar (2011: 165) mengemukakan
pemberian hadiah pada akhir tahun yang mendapat atau
menunjukkan hasil belajar yang baik, memberikan hadiah bagi
para pemenang sayembara atau pertandingan olahraga.
e) Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi
untuk mendorong belajar. Persaingan, baik persaingan individual
maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar
(Sardiman, 2006: 93).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat menyimpulkan
bahwa motivasi ekstrinsik ini sebenarnya timbul dari luar diri sendiri,
misalnya: lingkungan, sarana dan prasarana, orang tua, penghargaan,
permainan atau pertandingan, metode mengajar, dan audio visual.
7. Hakikat Ekstrakurikuler
a. Pengertian Ekstrakurikuler
Menurut Saputra, Y.M (2002: 6) “kegiatan ekstrakurikuler adalah
kegiatan di luar jam pelajaran sekolah biasa, yang dilakukan di sekolah
atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa,
mengenai hubungan antara mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat
serta melengkapi pembinaan manusia seutuhnya”. Menurut Usman &
Setiawati (2001: 22) ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilakukan
52
diluar jam pelajaran (tatap muka) baik dilaksanakan di sekolah maupun
di luar sekolah dengan maksud untuk lebih memperkaya dan memperluas
wawasan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya dari
berbagai bidang studi.
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang dilakukan diluar
jalur jam pelajaran tatap muka, dilaksanakan untuk lebih memperluas
wawasan atau kemampuan peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan
dan kemampuan (Depdiknas, 2006: 6). Ekstrakurikuler adalah kegiatan
yang dilakukan siswa sekolah atau universitas, di luar jam belajar
kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang
pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan
ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian,
bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar akademik. Kegiatan
ini diadakan secara swadaya dari pihak sekolah maupun siswa-siswi itu
sendiri untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan
ekstrakurikuler ini sendiri dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga,
pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif
untuk kemajuan dari siswa-siswi itu sendiri (Wikipedia, 2016: 1).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kegiatan ekstrakurikuler
tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan
kegiatan di luar jam pelajaran sekolah yang menekankan kepada
kebutuhan siswa agar mengembangkan wawasan, sikap dan keterampilan
siswa diluar akademik serta melengkapi pembinaan manusia seutuhnya.
53
b. Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler
Menurut Depdiknas (2006: 24) bahwa sasaran program tersebut
sebagai peningkatan kualitas siswa pada seluruh jenjang pendidikan.
Selain itu ekstrakulikuler bertujuan menumbuh kembangkan peserta
didik yang sehat dan rohani, bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki
kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial, budaya dan
alam sekitar, serta menanamkan sikap warga negara yang baik dan
bertanggung jawab melalui berbagai kegiatan positif di bawah tanggung
jawab sekolah.
Mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler dijelaskan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995: 2) sebagai berikut:
1) Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan
keterampilan mengenai hubungan antara berbagai mata
pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi
upaya pembinaan manusia seutuhnya yang:
a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) berbudi pekerti luhur
c) memiliki pengetahuan dan keterampilan
d) sehat rohani dan jasmani
e) berkepribadian yang mantap dan mandiri
f) memilki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan
2) Siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian serta
mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam program
kurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan.
Menurut Saputra, Y.M (2002: 16) kegiatan ekstrakurikuler
bertujuan memberikan sumbangan pada perkembangan kepribadian anak
didik, khususnya bagi mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan
tersebut. Bahkan Depdikbud menetapkan susunan program tersebut
sebagai peningkatan kualitas siswa pada seluruh jenjang pendidikan. Jadi
54
perkembangan anak didik tersebut, intelektual dan juga perilaku,
merupakan tujuan mendasar untuk dicapai melalui ekstrakurikuler.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran
yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah yang bertujuan
untuk menambah wawasan dan keterampilan siswa menurut kegiatan
ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa. Pada hakikatnya tujuan kegiatan
ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa.
Dengan kata lain, kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai-nilai
pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya.
7. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Menurut Annarino yang dikutip oleh Sukintaka (1992: 62), bahwa
anak kelas IV-VI (10-12 tahun), mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Pertumbuhan otot, lengan, dan tungkai makin bertambah
b. Ada kesadaran mengenai badannya.
c. Anak laki-laki lebih menguasai permainan kasar.
d. Pertumbuhan tinggi dan berat tidak baik.
e. Kekuatan otot tidak menunjang pertumbuhan.
f. Waktu reaksi makin baik.
g. Perbedaan akibat jenis kelamin makin nyata.
h. Koordinasi makin baik.
i. Badan lebih sehat dan kuat.
j. Tungkai mengalami masa pertumbuhan yang lebih kuat bila
dibandingkan dengan bagian anggota atas.
k. Perlu diketahui bahwa ada perbedaan kekuatan otot dan
keterampilan antara anak laki-laki dan putri.
Pemberian pembatasan umur pada pendapat di atas menandakan
bahwa dalam pemberian aktivitas jasmani, disesuaikan dengan fase dan
sifat siswa dalam pemberian pendidikan, dalam hal ini pendidikan jasmani
55
yang diberikan pada siswa oleh guru dalam pembelajaran pendidikan
jasmani perlu mendalami dan memahami karakteristik siswa sebagai peserta
didik.
Masa sekolah dasar (SD) ini, pada umumnya lebih mudah diasuh
dibanding masa sebelumnya (masa kanak-kanak) dan sesudahnya (masa
remaja). Masa pra-sekolah dan masa remaja termasuk fase yang penuh
dengan gejolak (masa keguncangan). Usia sekolah dasar disebut juga masa
intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman serta sifat yang sangat khas.
Adapun karakteristik dan kebutuhan menurut Kurniawan, N (2007:
1) adalah sebagai berikut:
a. Senang bermain. Karakteristik ini menurut guru sekolah dasar
untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan
permainan. Terlebih untuk kelas rendah. Guru seyogyanya dapat
merancang model-model pembelajaran yang mengandung unsur-
unsur permainan. Penyususnan jadwal pelajaran diselang-seling
antara pelajaran serius seperti matematika, IPA, IPS, dengan
pelajaran yang bersifat permainan seperti pendidikan jasmani atau
keterampilan.
b. Senang bergerak. Orang dewasa dapat duduk berjam-jam
sedangkan adat duduk dengan tenang paling lama 30 menit. Oleh
sebab itu hendaknya guru merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menurut anak
untuk duduk yang rapi dengan jangka yang lama merupakan
siksaan.
c. Senang bekerja sama dalam kelompok. Dalam pergaulan dengan
teman sejawat mereka belajar aspek-aspek penting dalam proses
sosialisasi seperti, belajar memenuhi aturan kelomopok, belajar
setia kawan, belajar bertanggung jawab, belajar bersaing dengan
teman lain secara sehat (sportif).
Dengan karakteristik ini guru dapat merancang model
pembelajaran dengan membentuk kelompok kecil dan memberi tugas
56
secara kelompok untuk menyelesaikannya. Senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan
kognitif, anak sekolah dasar memasuki tahap operasional kongkrit. Dari
apa yang dipelajari di sekolah, belajar menghubungkan konsep baru
dengan konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini siswa membentuk
konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, jenis kelamin, fungsi-fungsi
badan, dan sebagainya. Bagi siswa sekolah dasar penjelasan guru tentang
materi pelajaran akan lebih dipahami bila anak mengalami langsung sama
halnya dengan orang dewasa. Dengan demikian hendaknya guru
merancang model-model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat
langsung dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
anak sekolah dasar adalah masa-masa perkembangan yang mencakup
perkembangan fisik, pola gerak, perkembangan dalam berpikir. Selain
dalam hal perkembangan, masa ini adalah masa seorang anak memiliki rasa
keingintahuan yang lebih terhadap hal yang baru dikenal.
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang relevan di atas, maka
akan dilanjutkan dengan kerangka berpikir peneliti sebagai berikut:
1. Perbedaan pengaruh antara metode latihan interval dan metode
latihan kontinyu terhadap keterampilan passing bawah bola voli mini
Metode latihan interval ditinjau dari segi kemampuan tubuh hasilnya
akan efektif karena disaat melakukan aktivitas latihan terdapat waktu
57
istirahat. Kondisi tubuh menjadi memiliki kesempatan untuk pemulihan dan
menyiapkan energi untuk melakukan aktivitas gerakan selanjutnya. Dengan
demikian metode interval tentunya akan menghasilkan peningkatan kualitas
keterampilan yang baik.
Metode latihan kontinyu yang dilakukan terus menerus tanpa
istirahat akan cepat mendatangkan kelelahan dan kemungkinan kebosanan.
Latihan yang dilakukan dengan frekuensi yang tinggi akan cepat
mendatangkan kelelahan sehingga peluang menimbulkan cedera semakin
besar. Tetapi latihan dengan metode kontinyu pada keterampilan passing
bawah kemungkinan akan lebih cepat menghasilkan gerakan yang otomatis,
karena akan mempengaruhi otot-otot melakukan adaptasi terhadap
rangsangan yang diberikan secara berulang-ulang.
Penilaian keterampilan passing bawah dalam penelitian ini dilakukan
dengan Braddy Volley Ball Test, dimana yang menjadi parameternya adalah
kuantitas passing. Sehingga dalam hal ini dimungkinkan kelompok metode
latihan kontinyu akan lebih baik, karena karakteristik tes yang dilakukan
seperti ketika latihan dengan metode kontinyu.
2. Perbedaan pengaruh keterampilan passing bawah bola voli mini siswa
yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi rendah
Motivasi seseorang akan mendorong dirinya untuk melakukan suatu
usaha yang disadari agar tergerak hatinya dan bertindak melakukan sesuatu
sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dalam suatu latihan
dibutuhkan motivasi karena proses latihan yang panjang akan
58
mempengaruhi psikologis seseorang. Semakin tinggi motivasi seseorang
akan semakin baik peningkatan keterampilannya, sebaliknya semakin
rendah motivasi seseorang maka ketika menjalani latihan yang melelahkan
akan merasa bosan dan akan mempengaruhi peningkatan keterampilannya.
Sehingga dalam hal ini dimungkinkan siswa yang mempunyai
motivasi tinggi akan lebih baik dalam peningkatan keterampilannya.
Apalagi untuk kelompok latihan kontinyu yang dilakukan terus menerus
tanpa istirahat, akan cepat mendatangkan kelelahan dan kemungkinan
kebosanan.
3. Pengaruh interaksi antara metode latihan dan motivasi terhadap
keterampilan passing bawah bola voli mini
Pemilihan metode latihan yang digunakan oleh pelatih harus
memperhatikan karakteristik yang dimiliki masing-masing siswa atau
atletnya, dikarenakan metode latihan yang sesuai dengan karakteristik siswa
akan mempengaruhi hasilnya. Motivasi akan mempengaruhi dorongan
seseorang dalam melakukan usaha untuk mencapai hasil atau tujuan
tertentu. Motivasi siswa tentu berbeda-beda, ada yang mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler bola voli di sekolah memang untuk tujuan berprestasi
(memiliki motivasi tinggi) dan ada yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
bola voli di sekolah hanya karena ikut-ikutan temannya untuk mengisi
waktu luang (memiliki motivasi rendah). Maka dari itu interaksi antara
metode latihan yang sesuai dengan karakteristik motivasi siswa tentu akan
dapat untuk mencapai hasil yang maksimal.
59
Interaksi antara metode latihan kontinyu dengan kelompok siswa
yang memiliki motivasi tinggi akan efektif untuk meningkatkan
keterampilan passing bawah bola voli. Sedangkan interaksi antara metode
latihan kontinyu dengan kelompok siswa yang memiliki motivasi rendah
tidak akan efektif untuk meningkatkan keterampilan passing bawah bola
voli melainkan dengan metode latihan interval.
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir diatas maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan interval dan metode latihan
kontinyu terhadap keterampilan passing bawah pada siswa ekstrakurikuler
bola voli mini. Metode kontinyu lebih berpengaruh dari pada metode
interval terhadap keterampilan passing bawah.
2. Ada perbedaan keterampilan passing bawah pada siswa ekstrakurikuler
bola voli mini siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan motivasi
rendah. Keterampilan passing bawah siswa yang mempunyai motivasi
tinggi lebih baik dari pada yang mempunyai motivasi rendah.
3. Ada interaksi metode latihan dan motivasi terhadap keterampilan passing
bawah pada siswa ekstrakurikuler bola voli mini. Siswa yang memiliki
motivasi tinggi lebih tepat dilatih dengan metode interval, sedangkan
siswa yang memiliki motivasi rendah lebih tepat dilatih dengan metode
kontinyu.