5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
1. Lintang Sekar Langit
Berdasarkan Penelitian dari Lintang Sekar Langit 2014 dari
Universitas Diponegoro yang berjudul “Hubungan Kondisi Sanitasi
Dasar Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Rembang 2” menyimpulkan bahwa Penyakit diare merupakan
masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang
termasuk Indonesia karena angka kesakitan dan kematiannya yang relatif
tinggi dan dalam waktu yang singkat. Pada tahun 2014 jumlah penderita
diare pada balita sebesar 2.441 kasus di Kabupaten Rembang. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kondisi sanitasi
dasar rumah dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Rembang Jenis penelitian ini adalah observasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu balita usia
0 – 48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2 yaitu 2865 balita.
Sampel yang diambil sebanyak 71 menggunakan metode proportional
random sampling. Analisa data menggunakan uji Chi square dengan taraf
signifikansi 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang
tidak memenuhi syarat untuk kondisi sarana penyediaan air bersih 47,9%
(34), kondisi jamban 36,6% (36), kondisi Saluran Pembuangan Air
Limbah (SPAL) 46,5% (33), kondisi tempat pembuangan sampah 15,5%
(11), dan kualitas makanan minuman 22 (31,0%). Hasil analisis
hubungan tiap variabel bebas dengan kejadian diare adalah sebagai
berikut : kondisi sarana penyediaan air bersih (p value = 0,001), kondisi
jamban (p value = 1,000), kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (p
value = 0,000) dan kondisi tempat pembuangan sampah (p value =
0,255). Kesimpulannya ada hubungan antara kondisi sarana penyediaan
6
air bersih dan kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan
kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang 2.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada
Peneliti terdahulu menganalisa hubungan kondisi sanitasi dasar rumah
dengan kejadian diare menggunakan jenis penelitian Analitik rancangan
cross sectional dan metode pengambilan sampel proportional random
sampling. Sedangkan peneliti sekarang menilai sarana sanitasi
lingkungan dan perilaku terhadap kejadian diare dengan jenis
penelitiannya deskriptif dan cara pengambilan sampel total sampling.
2. Dya Candra MS Putranti dan Lilis Sulistyorini
Berdasarkan Penelitian dari Dya Candra MS Putranti dan Lilis
Sulistyorinitahun 2009 dari Universitas Airlangga yang berjudul
“Hubungan Antara Kepemilikan Jamban dengan kejadian Diare di Desa
Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban” menyimpulkan bahwa
data tahun 2008 dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban Puskesmas
Palang memiliki angka kejadian diare paling tinggi sebesar 1.956 jiwa dari
jumlah penduduk sebesar 42.876 jiwa (4,56%). Desa paling tinggi angka
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Palang adalah Desa
Karangagung sebesar 543 jiwa dari jumlah penduduk 8.545 jiwa (6,36%).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kepemilikan jamban
dengan kejadian diare. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan cross
sectional. Observasi dan pengisian kuesioner pada 100 responden. Cara
pengambilan sampel dengan menggunakan acak sistematis. Variabel bebas
terdiri dari kepemilikan jamban dan pemanfaatan, variabel terikat adalah
kejadian diare serta variabel moderator meliputi sanitasi makanan,
penyediaan air bersih, penyediaan air minum, penanganan sampah,
pengendalian lalat, dan personal hygiene, serta pendidikan, pekerjaan dan
pengetahuan. Dalam penyajian data menggunakan interprestasi tabel dan
uji chi-square untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Dari hasil uji chi-
square terhadap hubungan kepemilikan jamban dengan kejadian diare di
Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban menghasilkan
7
signifikan dengan p = 0,004 sedangkan yang digunakan adalah 5% atau
0,05. Jadi 0,05 > 0,004 berarti H0 ditolak. Kesimpulannya adalah adanya
hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa
Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten Tuban. Oleh sebab itu
partisipasi masyarakat terhadap kepemilikan jamban perlu ditingkatkan
melalui kegiatan penyuluhan dan bagi yang memiliki jamban diberikan
penyuluhanagar jamban yang dimilikinya dimanfaatkan dengan baik.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada
Peneliti terdahulu menganalisis hubungan kepemilikan jamban dengan
kejadian diare menggunakan jenis penelitian Analitik rancangan cross
sectional dan metode pengambilan sampel acak sistematik. Sedangkan
peneliti sekarang menilai sarana sanitasi lingkungan dan perilaku terhadap
kejadian diare dengan jenis penelitiannya deskriptif dan cara pengambilan
sampel total sampling.
3. Devi Nugraheni
Penyakit diare masih menjadi masalah utama di negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan Kota
Semarang tahun 2010, diare masih masuk 10 besar penyakit yang ada di
Kota Semarang. Menurut data Dinas Kesehatan Kota, Kecamatan
Semarang Utara merupakan salah satu wilayah dengan jumlah kasus
diare tinggi, sebesar 2.974 kasus. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui hubungan kondisi sanitasi dasar dan personal hygiene
dengan kejadian diare. Penilitian menggunakan jenis eksplanatori survei
dengan desain cross sectional, populasinya seluruh keluarga di
Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Kemudian sampel 110
responden dengan metode purposive sampling. Analisis data
menggunakan chi-square test. Hasil penelitian menunjukkan variabel
yang berhubungan dengan kejadian diare adalah sumber air minum
(p=0,009), sarana pembuangan sampah (p=0,031), kebiasaan mencuci
tangan setelah BAB (p=0,027), dan kebiasaan mencuci tangan sebelum
8
makan (p=0,027). Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan adalah
keberadaan jamban (p=0,195), sanitasi jamban (p=0,117), SPAL
(p=0,900),kebiasaan BAB (p=0,079), kebiasaan memasak makanan
(p=0,225), pengelolaan air minum (p=0753) dan pengelolaan air limbah
(p=0,093). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang
berhubungan dengan kejadian diare di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang adalah sumber air minum, sarana pembuangan sampah,
kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, dan kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan.
Perbedaan peneliti terdahulu dengan peneliti sekarang adalah pada
Peneliti terdahulu menggunakan jenis penelitian eksplanatori survei
rancangan cross sectional dan metode pengambilan sampel acak
sistematik. Sedangkan peneliti sekarang jenis penelitiannya deskriptif dan
cara pengambilan sampel total sampling.
B. Kajian Telaah Pustaka Lain yang Sesuai
1. Pengertian Sanitasi Lingkungan
a. Pengertian Sanitasi
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang
berpengaruh kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang
mempengaruhi efek, merusak perkembangan fisik, kesehatan, dan
kelangsungan hidup (WHO, 2014).
b. Pengertian Lingkungan
Pengertian Lingkungan Menurut A.L Slamet Riyadi (2010) adalah
“Tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya
hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun
tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun
kesehatan dari organisme itu.”
9
c. Pengertian Sanitasi Lingkungan
Menurut WHO sanitasi lingkungan didefinisikan sebagai usaha
mengendalikan dari semua faktor – faktor lingkungan fisik manusia
yang mungkin atau dapat menimbulkan hal – hal yang merugikan bagi
perkembangan fisik kesehatan dan daya tahan hidup manusia ( Daud,
2000).
d. Pengertian Sarana Sanitasi Lingkungan
Menurut Adisasmito (2008) fasilitas yang berguna untuk mendukung
usaha pencegahan penyakit dengan mengurangi atau mengendalikan
faktor-faktor lingkungan fisik yang berhubungan dengan rantai
penularan penyakit. keadaan sanitasi dasar rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan (sarana air bersih, kepemilikan jamban,
saluran pembuangan air limbah, sistem pengolahan sampah),
pemanfaatan dan pemeliharaan sarana kesehatan lingkungan yang
kurang baik serta perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat
yang kurang higienis (Taosu, 2013).
2. Syarat-syarat Sanitasi Lingkungan
a. Sarana Penyediaan Air Bersih
1) Penyediaan air
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih
cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan.
Dalam tubuh manusia itu sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang
dewasa, sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak
sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%.
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian), dan
seabagainya. Menurut perhitungan WHO dalam (Notoatmodjo,
2011:175) di negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara
60-120 liter perhari.
Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah air dengan kualitas
tertentu yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
10
berbeda dengan kualitas air minum. Adapun Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia (Peraturan Menetri
Kesehatan Nomor 32 Tahun 2017).
Syarat-syarat Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi adalah
sebagai berikut:
a) Syarat-syarat fisik.
Secara fisik air bersih harus jernih, tidak berbau dan tidak berasa.
Selain itu juga suhu air bersih sebaiknya sama dengan suhu udara
atau kurang lebih 25oC, dan apabila terjadi perbedaan maka batas
yang diperbolehkan adalah 25oC ± 3o C.
b) Syarat-syaratKimia.
Air bersih tidak boleh mengandung bahan-bahan kimia dalam
jumlah yang melampaui batas. Beberapa persyaratan kimia antara
lain adalah : pH, total solid, zat organik, CO2 agresif, kesadahan,
kalsium (Ca), besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),
chlorida (Cl), nitrit, flourida (F), serta logam berat.
c) Syarat-syarat Bakteriologis dan mikrobiologis
Air bersih tidak boleh mengandung kuman patogen dan parasitik
yang mengganggu kesehatan. Persyaratan bakteriologis ini ditandai
dengan tidak adanya bakteri E. Coli atau Fecal coli dalam air.
2) Sumber Air
a) Air Angkasa ( Air Hujan)
Air hujan merupakan air yang steril dan bebas dari zat-zat beracun,
akan tetapi mengingat bahwa selama perjalanan dari atas sampai ke
bumi air tersebut telah mengalami kontak dengan udara, maka
derajat kekotoran air hujan sangat dipengaruhi oleh derajat
pencemaran dari udara dimana hujan tersebut terjadi. Air hujan
mengandung seperti NH3 dan CO2 namun kurang mengandung
larutan garam/zat mineral. Dari segi bakteriologis air hujan relatif
11
lebih bersih tergantung tempat penampungannya (Sukidjo, dkk.
2010).
b) Air Permukaan
Air permukaan adalah sumber air yang berasal dari permukaan
tanah, baik keberadaannya sementara dan mengalir ataupun stabil.
Dalam hal ini permukaan air tanah adalah sejajar dengan sumber
air permukaan tersebut. Pada umumnya sumber air permukaan baik
yang berasal dari sungai, danau ataupun waduk adalah merupakan
air yang kurang baik untuk langsung dikonsumsi oleh manusia,
karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum
dimanfaatkan (Sukidjo, dkk. 2010).
c) Air Tanah
Air tanah adalah air yang diperoleh dari pengumpulan air pada
lapisan tanah yang dalam. Air ini sangat bersih karena bebas dari
pengotoran, tapi seringkali mengandung mineral-mineral dalam
kadar yang terlalu tinggi. Misalnya : air sumur, air dari mata air
(Sukidjo, dkk. 2010).
(1) Air Sumur
Sumur merupakan sumber air yang banyak dipergunakan
masyarakat Indonesia (± 45 %). Agar air sumur memenuhi
syarat kesehatan sebagai air rumah tangga, maka air sumur
harus dilindungi terhadap bahaya-bahaya pengotoran. Untuk
menghindari pengotoran yang harus diperhatikan adalah jarak
sumur dengan : cubluk (kakus), lobang galian sampah, lobang
galian untuk air limbah (cesspool ; seepage pit) dan sumber-
sumber pengotoran lainnya. Jarak ini tergantung pada keadaan
tanah dan kemiringan tanah. Pada umumnya dapat dikatakan
jaraknya tidak kurang dari 10 meter dan diusahakan agar
letaknya tidak berada dibawah tempat-tempat pengotoran.
12
(2) Sumur Gali (SGL)
Syarat-syarat sumur gali:
(a) Lokasi sumur pada daerah yang bebas banjir.
(b) Jarak sumur minimal 10 meter dan lebih tinggi dari
sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat
sampah, dan sebagainya.
(c) Kedalaman sumur gali dibuat sampai mencapai lapisan
tanah yang mengandung air cukup banyak walaupun pada
musim kemarau.
(d) Di atas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi
minimal 70 cm untuk mencegah pengotoran dari air
permukaan serta untuk aspek keselamatan.
(e) Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m
lebarnya dari dinding sumur. Dibuat agak miring dan
ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah, bentuknya
bulat atau segi empat.
(3) Sumur Pompa Tangan
Syarat sumur pompa adalah :
(a) Jarak sumur dengan sumber pencemar minimal 10 meter.
(b) Kedalaman sumur cukup sampai mencapai lapisan tanah
yang mengandung air.
(c) Aliran air harus cukup banyak, walaupun dimusim
kemarau.
(d) Dinding sumur dibuat sampai lapisan tanah yang
mengandung air untuk menjaga supaya tanah tidak
longsor tetapi air masih masuk sampai kedalam sumur.
(e) Dinding sumur harus kedap air setinggi sekurang-
kurangnya 70 cm diatas permukaan tanah atau
permukaan air banjir, dilihat mana yang lebih tinggi.
(f) Dinding sumur harus kedap air sedalam sekurang-
kurangnya 3 meter dibawah permukaan tanah.
13
(g) Bentuk sumur dapat bulat atau segiempat, dengan
diameter kurang kebih 1 meter.
(h) Lantai sumur sekurang-kurangnya dibuat luasnya dengan
jarak 1 meter dari dinding sumur ditinggikan 2 cm diatas
permukaan tanah, agak miring menuju saluran
pembuangan air limbah.
(i) Saluran pembuangan harus ada yang berfungsi untuk
mengalirkan kotoran yang mengganggu dari lantai sumur
ke selokan, kolam atau telaga.
(j) Permukaan tanah disekitar bangunan sumur dibuat
miring untuk memudahkan pengeringan.
d) Sumur Bor
Syarat sumur bor adalah :
(a) Jarak sumur dengan sumber pencemar minimal 10 meter.
(b) Kedalaman sumur cukup sampai mencapai lapisan tanah
yang mengandung air.
(c) Pembuatan sumur bor pada wilayah dataran rendah
kedalaman 6-12 meter dan pada dataran tinggi 50-60 meter.
(d) Jarak sumur bor tidak terlalu jauh dengan bak
penampungan.
e) PDAM
Sistem perpipaan dijaga jangan sampai bocor sambungan
pipanya sehingga tidak terjadi cross connection (tersedotnya
air dari pipa) dan tercemar oleh air dari tempat lain. Terdiri
dari dua sambungan yaitu sambungan ke rumah dan
sambungan ke halaman.
b. Sarana Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Yang dimaksud dengan kotoran disini adalah feces atau najis
manusia. Feces manusia selalu dipandang sebagai benda yang
membahayakan kesehatan, sebagai sumber penularan penyakit perut. Di
14
dalam kotoran manusia dapat terdapat berbagai macam bibit penyakit
perut serta berbagai macam cacing.
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area
pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat
dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia
merupakan masalah pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran
manusia (feses), adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks.
Penyebaran penyakit yang bersumber pada feses dapat melalui berbagai
macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut ini.
Gambar II.1 Penyebaran penyakit melalui tinja
Dari gambar tersebut nampak bahwa peranan tinja dalam penyebaran
penyakit jelas. Disamping dapat mengkontaminasi makanan/minuman
secara langsung, air, tanah, anggota badan, dan lalat juga terkontaminasi
oleh tinja (Priyoto, 2015).
Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk
daerah pedesaan, apabila memeuhi persyaratan-persyaratan sebagai
berikut:
1) Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.
2) Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
15
3) Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoa, dan
binatang-binatang lainnya.
4) Tidak menimbulkan bau.
5) Mudah digunakan dan dapat dipelihara.
6) Sederhana desainnya.
7) Murah
8) Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi, maka perlu
diperhatikan antara lain :
a) Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban
terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain,
terlindung dari pandangan orang dan sebagainya.
b) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat
berpijak yang kuat, dan sebagainya.
c) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang
tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan
sebagainya.
d) Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas
pembersih.
Ada beberapa tipe jamban menurut (Priyoto, 2015), diantaranya adalah :
(1) Jamban cemplung, jamban tipe ini tidak memerlukan air untuk
menggelontor kotoran, namun untuk mengurangi bau serta agar
serangga tidak masuk lubang jamban, maka harus ditutup.
(2) Jamban plengsengan, jamban ini hampir sama dengan jamban
cemplung, bedanya hanya letak lubang jamban tidak langsung
dibawah tempat jongkok, tetapi menggunakan saluran pipa yang
letaknya menyamping didepan atau belakangnya. Jamban tipe ini
perlu air untuk menggelontor kotoran dan perlu penutup lubang.
(3) Jamban leher angsa, jamban tipe ini adalah modifikasi dari tipe
cemplung dan plengsengan, dimana bedanya tempat jongkoknya
terbuat dari kloset atau leher angsa. Jamban tipe ini lebih sempurna
16
karena adanya air pada leher angsa untuk menghindari bau dan
mencegah masuknya serangga ke lubang jamban. Jamban ini
memerlukan air untuk menggelontor kotoran.
2. Pengertian Perilaku
Pengertian perilaku sehat menurut Rachman (2014) adalah suatu
respon seseorang/organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta
lingkungan. Perilaku mempunyai dampak yang cukup besar bagi derajat
kesehatan manusia, maka perubahan perilaku perlu diperhatikan, perlunya
mengubah perilaku dari sakit menjadi sehat dengan Program Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
a. Mencuci tangan pakai sabun
Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya
pencegahan melalui tindakan sanitasi dengan membersihan tangan
dan jari jemari menggunakan air sabu. Tangan manusia sering kali
menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen
berpindah dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung
atau tidak langsung (Depkes, 2009).
Menurut Permenkes RI No.3 tahun 2014, ada 5 waktu
penting cuci tangan yakni:
1) Setelah buang air besar
2) Setelah membersihkan anak yang buang air bersih
3) Sebelum menyiapkan makanan
4) Sebelum makan
5) Setelah memegang atau menyentuh hewan
Langkah-langkah CTPS yang benar menurut Permenkes RI
No.3 tahun 2014:
a) Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
b) Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa.
c) lalu gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol,
sampai semua permukaan kena busa sabun.
17
d) Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.
e) Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan
sampai sisa sabun hilang.
f) Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih,
atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai
kering.
b. Memasak air minum
Menurut Permenkes RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010,
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Pada umumnya air minum dikatakan telah memenuhi
syarat apabila telah memenuhi syarat utama yaitu :
a) Syarat Kuantitatif
Artinya bahwa air tersebut telah mencukupi sesuai dengan
kebutuhan sehari-hari dalam hal ini banyaknya air
ditentukan/sejalan dengan tingkat kehidupan dari masyrakat
tersebut. Untuk negara yang sudah maju maka secara kuantitas
kebutuhan air lebih banyak bila dibandingkan dengan negara-
negara yang sudah berkembang. Untuk masyarakat Indonesia di
daerah perkotaan sekitar 120 liter/orang/hari dan untuk daerah
pedesaan sekitar 60 liter/orang/hari telah dianggap cukup
memenuhi kebutuhan.
b) Syarat Kualitatif
Air minum ataupun air bersih yang disediakan untuk konsumsi
masyarakat harus memenuhi syarat-syarat fisik, kimiawi dan
bakteriologis/mikrobiologis.
(a) Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening
( tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah
suhu udara diluarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-
18
hari cara mengenal air yang memenuhi persyaratan tidak
sukar (Umiati, 2010)
(b) Syarat Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di
dalam jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan
salah satu zat kimia di dalam air akan menyebabkan
gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l),
Chlor (250 mg/l), Arsen (0,05 mg/l), Tembaga (1,0 mg/l),
besi (0,3 mg/l), zat organik (10 mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l),
dan CO2 (0 mg/l) (Umiati, 2010).
(c) Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari
segala bakteri, terutama bakteri patogen. Persyaratan
bakteriologis untuk air minum yaitu bakteri E. Coli atau
Fecal coli harus 0 dalam air.
c. Menutup makanan dengan tudung saji
Menurut Depkes RI (2009), Menutup makanan yang tersaji di meja
makan dengan menggunakan tudung saji adalah salah satu upaya
yang dapat dilakukan dalam penyehatan makanan agar makanan
tersebut terhindar dari pengotoran yang diakibatkan debu,
serangga, lalat, atau binatang-binatang lainnya yang dapat
menyebabkan diare.
d. Mencuci alat makan dengan air bersih
Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan
makanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi
persyaratan hygiene sanitasi. Persyaratan peralatan yang digunakan
untuk penanganan makanan berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu :
1) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan
dengan sabun.
19
2) Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat
pengering/lap yang bersih.
3) Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang
bebas pencemaran.
e. Kebersihan botol susu dan pemberian ASI eksklusif
1) Kebersihan botol susu
Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui
botol harus memperhatikan berbagai hal seperti cara
penyajian, cara mencuci botol, dan cara sterilisasi (Sutomo,
2010). Cara yang salah dalam menggunakan botol susu dapat
menyebabkan bakteri berkembang. Dari berkembangnya
bakteri dalam botol bisa mengganggu sistem pencernaan bayi
dan balita bahkan dapat menimbulkan diare pada bayi atau
balita.
Untuk mencegah bahaya tersebut, maka ada hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan botol susu
adalah:
a) Mencuci botol susu dengan menggunakan air bersih dan
sabun.
b) Mencuci botol susu dengan air yang mengalir.
c) Mensterilkan botol susu dengan menggunakan air panas.
2) Pemberian ASI ekslusif
Menurut Peratutan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pada
Ayat 1 diterangkan “Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya
disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa
menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain”.
20
a) Kandungan ASI
Riksani (2011) memaparkan beberapa kandungan ASI
sebagai berikut:
(1) Air
ASI mengandung 88,1% air sehingga ASI yang
diminum bayi sudah mencukupi kebutuhan dan
sesuai dengan kesehatan bayi. ASI dengan
kandungan air yang lebih banyak biasanya akan
keluar pada hari ketiga atau keempat.
(2) Karbohidrat
Karbohidrat terbanyak dalam ASI adalah laktosa
yang berfungsi sebagai salah satu sumber energi
untuk otak. Laktosa juga berperan membantu
penyerapan kalsium yang berguna untuk
pembentukan tulang. Kadar laktosa yang terdapat
dalam ASI hampir 2 kali lipat dibanding laktosa
yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula.
(3) Protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan
komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat
dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi
terdiri dari protein whey dan Casein. Protein dalam
ASI lebih banyak terdiri dari protein whey yang
lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu
sapi lebih banyak mengandung protein Casein yang
lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein
Casein yang terdapat dalam ASI hanya 30%
dibanding susu sapi yang mengandung protein ini
dalam jumlah tinggi (80%).
21
(4) Lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding
dengan susu sapi dan susu formula. Kadar lemak
yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung
pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi.
Terdapat beberapa perbedaan antara profil lemak
yang ditemukan dalam ASI dan susu sapi atau susu
formula. Lemak omega 3 dan omega 6 yang
berperan pada perkembangan otak bayi banyak
ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI juga
mengandung banyak asam lemak rantai panjang
diantaranya DHA dan ARA yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina
mata.
(5) Karnitin
Karnitin ini mempunyai peran membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk
mempertahankan metabolisme tubuh. ASI
mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama
pada 3 minggu pertama menyusui, bahkan di dalam
kolostrum kadar karnitin ini lebih tinggi lagi.
Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih
tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu
formula.
(6) Mineral
Mineral di dalam ASI mempunyai kualitas yang
lebih baik dan lebih mudah diserap dibandingkan
dengan mineral yang terdapat pada susu sapi.
Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah
kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan
jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf
22
dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI
lebih rendah dari susu sapi, tapi tingkat
penyerapannya lebih besar. Penyerapan kalsium ini
dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin
D dan lemak. Kekurangan kadar kalsium darah dan
kejang otot lebih banyak ditemukan pada bayi yang
mendapat susu formula dibandingkan bayi yang
mendapat ASI.
b) Manfaat Pemberian ASI bagi bayi
Menurut Wulandari dan Iriana (2013) manfaat pemberian
asi bagi bayi yaitu:
(1) Asi sebagai nutrisi
Dengan tatalaksana menyusui yang benar. Asi sebagai
makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.
(2) Asi meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi yang mendapat asi eksklusif akan lebih sehat dan
lebih jarang sakit, karena asi mengandung berbagai
zat kekebalan.
(3) Asi meningkatkan kecerdasan
ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa
dan asam lemak ikatan panjang (DHA, AHA, omega-
3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar tumbuh
optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali
terdapat pada susu sapi. Oleh karena itu, pertumbuhan
otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan
akan optimal.
(4) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang
Perasaan terlindung dan disayangi pada saat pada saat
bayi disusui menjadi dasar perkembangan emosi bayi
23
dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan
dasar spiritual yang baik.
c) Manfaat menyusui bagi Ibu
(a) Aspek Kesehatan Ibu
Dapat Mengurangi pendarahan post parfum,
mempercepat involusi uterus dan mengurangi insiden
karsinoma payudara.
(b) Aspek Psikologis
Mendekatkan Hubungan kasih sayang ibu dan anak
serta memberikan perasaan dipelukan.
(c) Aspek Keluarga Berencana
Menunda kembalinya kesuburan, sehingga dapat
menjarangkan kehamilan. Perlu diketahui bahwa
frekuensi menyusui yang sering baru mempunytai efek
keluarga berencana.
d) Cara menyimpan ASI
(1) Simpan ASI dalam botol yang telah disterilkan
terlebih dahulu.
(2) Simpan ASI dalam botol yang tertutup rapat karena
masih ada peluang untuk berinteraksi dengan udara.
(3) Jangan memakai botol susu berwarna atau bergambar
karena ada kemungkinan catnya meleleh jika terkena
panas.
(4) Jangan campur ASI yang diperah sekarang dengan
ASI yang diperas sebelumnya. Untuk itu berilah botol
dengan label kapan ASI diperah (tanggal dan jam).
(5) Segera simpan ASI di lemari es setelah diperah. ASI
bisa bertahan sampai 8 hari dalam suhu lemari es.
Syaratnya ASI ditempatkan dalam ruangan terpisah
dari bahan makanan lain yang ada di lemari es
tersebut. Jika lemari es tidak memiliki rungan terpisah
24
untuk menyimpan botol ASI hasil pompa, maka
sebaiknya ASI tersebut jangan disimpan lebih dari 3 ×
24 jam.
4. Diare
a. Definisi Diare
Menurut (Widoyono, 2011), WHO pada tahun 1984 mendefinisikan
diare sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24
jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek,
cair, berdarah, berlendir, atau dengan muntah (‘muntaber’). Penting
untuk menanyakan kepada orangtua mengenai frekuensi dan konsistensi
tinja anak yang dianggap sudah tidak normal lagi.
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi empat yaitu:
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
(umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi,
sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi
penderita diare.
2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat
disentri adalah anokreksia, penurunan berat badan dengan cepat,
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.
3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan
berat badan dan gangguan metabolisme.
4) Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare
akut dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit
lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Widoyono (2011), diare dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Diare akut
Diare akut ialah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung
singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Infeksi
merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus
maupun parasit.
25
b) Diare kronik
Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare
yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku
bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan
batas waktu dua minggu.
b. Etiologi Diare
Menurut Widoyono (2011), penyebab diare dapat dikelompokan
menajdi:
1) Virus Rotavirus (40-60%), Adenovirus
2) Bakteri: Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. Vibriocholera,dan
lain lain.
3) Parasit: Entamoeba histolytica (<15 %), Giardia lamblia,
Cryptosporidium (4-11%).
4) Keracunan Makanan
5) Malabsorpsi: Kabohidrat,lemak,dan protein.
6) Alergi: makanan,susu sapi.
7) Imunodefisiensi
Penyebab diare akut terbesar adalah inveksi virus dari golongan
rotavirus.
c. Gejala dan tanda diare
Beberapa gejala dan tanda diare menurut (Widoyono, 2011) antara lain:
1) Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare.
2) Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut.
3) Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare.
4) Gejala dehidrasi, yaitu mata cekang, ketegangan kulit menurun,
apatis, bahkan gelisah.
d. Pencegahan Terjadinya Penyakit Diare
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat
26
mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air
yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah.
Menurut Depkes RI (2009), hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
timbulnya diare,yaitu :
a) Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan
b) Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan,sebelum mengolah
makanan,dan setelah buang air besar.
c) Merebus air minum hingga mendidih.
d) Membiasakan buang air besar di WC/Kaskus/Jamban.
e) Menutup makanan rapat-rapat agar terhindar dari lalat.
f) Memberikan ASI pada bayi hingga usia 2 tahun.
g) Penyuluhan Kesehatan
5. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku dengan Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat
komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar
kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik
kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor
yang paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan
upaya perbaikan sanitasi lingkungan. Masalah-masalah kesehatan
lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban) dan penyediaan
air.(Notoatmodjo, 2003). Selain dari faktor lingkungan, perilaku juga
mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kejadian diare. Maka
perubahan perilaku perlu diperhatikan, mengubah perilaku dari sakit
menjadi sehat dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
a. Sarana Penyediaan Air Bersih
Berdasarkan Penelitian dari nurkomariyah (2016), Sumber air
bersih memiliki peranan dalam penyebaran beberapa bibit penyakit
27
menular dan salah satu sarana yang berkaitan dengan kejadian
diare, sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fecal oral bakteri tersebut yaitu bakteri E.coli. Bakteri ini
banyak dikaitkan dengan penyakit diare, dikarenakan bakteri ini
mudah untuk berkembang biak dan cepat menyebar serta dapat
berpindah tangan ke mulut atau lewat makanan
dan minuman. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam air dengan cara
pada saat hujan turun, air membawa limbah dari kotoran hewan
atau manusia yang kemudian meresap masuk ke dalam tanah
melewati pori-pori permukaan tanah atau mengalir dalam sumber
air.
Diare dapat ditularkan melalui cairan atau bahan yang
tercemar dengan tinja seperti air minum, tangan atau jari-jari,
makanan yang disiapkan dalam panci yang telah dicuci dengan air
tercemar. Kondisi sarana air bersih erat kaitannya dengan
pencemaran yang dapat terjadi pada air bersih. Oleh karena itu,
untuk mencegah pencemaran air bersih ini sarana air bersih yang
digunakan harus memenuhi persyaratan.
Memperbaiki sumber air (kualitas dan kuantitas) dan
keberhasilan perorangan akan mengurangi kemungkinan tertular
dengan bakteri patogen tersebut. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita diare lebih
kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih.
a. Sarana Pembuangan Kotoran Manusia
Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan
menurut (Langit, 2014) adalah tidak mengotori permukaan tanah di
sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak
mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka
sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan
berkembangbiak. Jamban yang tidak saniter menjadi sumber
28
penyebaran E.coli, bakteri penyebab diare. Tempat pembuangan tinja
yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga
yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi.
Feses pada dewasa atau balita berbahaya karena mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Feses balita juga dapat
menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang
tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi pada
manusia. Feses yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh
lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam
penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang
menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka, kemudian
lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan
manusia.
b. Perilaku
Menurut Azwar (2009), Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap orang lain dan kemudian seseorang
tersebut merespon stimulus tersebut. Perilaku merupakan faktor kedua
yang memengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau tidak
sehatnya lingkungan, kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat
tergantung pada perilaku manusia itu sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sanusi (2011), menyatakan
bahwa salah satu permasalahan yang dapat timbul akibat faktor perilaku
adalah penyakit diare. Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis
lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan perilaku perorangan maupun
lingkungan, sanitasi yang baik dan memenuhi syarat kesehatan serta
didukung oleh personal hygiene yang baik akan dapat mengurangi resiko
munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya penyakit diare.
29
C. Kerangka Teori
Gambar II.2 Kerangka Teori
Agent
1. Infeksi
a. Virus
b. Bakteri
c. Parasit
2. Malabsorbsi
3. Makanan
Penyakit Diare
Environment
1. Sumber air bersih
2. Pembuangan
kotoran manusia
3. Pembuangan air
Limbah
4. Tempat
Pembuangan
Sampah
Perilaku
1. Kebiasaan
mencuci tangan
2. memasak air
minum
3. menutup
makanan
dengan tudung
saji
4. Kebersihan alat
makan
5. Kebersihan botol
susu dan
pemeberian ASI
eksklusif
Pelayanan
Kesehatan
1. Penyuluhan
tentang Diare
2. Jarak
pelayanan
kesehatan dari
rumah
pendududuk
30
C. Kerangka Konsep
Gambar II.3 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Sarana Sanitasi Lingkungan
Variabel Bebas:
a. Sarana penyediaan air
bersih
b. Sarana pembuangan
kotoran manusia
Perilaku
Variabel Bebas:
a. Kebiasaan mencuci tangan
b. Memasak air minum
c. Menutup makanan dengan
tudung saji
d. Mencuci alat makan
dengan air bersih
e. Kebersihan botol susu dan
pemberian asi eksklusif
a. Baik
b. Cukup
c. kurang
sakit
Tidak
sakit
Kekebalan
Tubuh
Sosial
Ekonomi
Gizi