23
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Perbankan
1. Perbankan
a. Pengertian Perbankan
Di dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, dijelaskan bahwa :
1) pengertian Perbankan adalah segala sesuatu tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan
proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (Pasal 1 Ayat
1).
2) Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak (Pasal 1 Ayat 2).
3) Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran (Pasal 1 Ayat 3).
4) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan
24
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 Ayat 4).
b. Jenis Bank
Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan. Menurut jenisnya, bank terdiri
dari:
1) Bank Umum
2) Bank Perkreditan Rakyat
Dalam ketentuan ayat (2) dijelaskan bahwa, bank umum dapat
mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu.
c. Usaha Bank Umum
Usaha bank Umum meliputi :
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposio berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2) Memberikan kredit;
3) Menerbitkan surat pengakuan utang;
4) Membeli, menjual dan menjamin atas resiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
25
a) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh
bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada
kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
b) Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang
masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
c) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan
pemerintah;
d) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
e) Obligasi;
f) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1)
tahun;
g) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu
sampai dengan satu (1) tahun.
5) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan nasabah.
6) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
7) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
26
8) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga.
9) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
10) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek.
11) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan
kegiatan wali amanat.
12) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
13) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.32
d. Usaha Bank Perkreditan Rakyat
Usaha Bank Perkreditan Rakyat, meliputi :
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka,tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2) Memberikan kredit;
32 Perbankan.Bank Umum (Mengatur,Mengawasi,Melindungi Untuk Industri Keuangan
yang Sehat). http://www.ojk.go.id. Diakses tanggal tanggal 02 April 2018.
27
3) Memberikan pembiyayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip
bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah;
4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI Deposito berjangk, sertifikat deposito, dan/atau
tabungan bank lain.
e. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan
Dalam Pasal 2,3,dan 4 Undang-undang Nomor. 7 Tahun 1997
sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998. Dijelaskan mengenai pengertian asas,fungsi, dan tujuan
perbankan adalah sebagai berikut :
1) Asas : Perbankan di Indonesia dalam melakukan usahanya
berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. (pasal 2 Undang-undang nomor 7 Tahun 1997
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998).
Menurut Rachmadi Usman, dalam melaksanakan kemitraan
antara bank dan juga nasabahnya, untuk terciptanya sistem
perbankan yang sehat, maka kegiatan perbanka perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus). Diantaranya yaitu :
a) Asas Demokrasi Ekonomi
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang
adil dan juga makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, kesinambungan dan peningkatan
28
pelaksanaan pembangunan nasional yang berdasarkan
kekeluragaan, perlu senantiasa dipelihara dengan baik.
Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan
pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur
pemerataan.
b) Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)
Asas kepercayaan adalah asas yang menyatakan bahwa
usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara
bank dan juga nasabahnya.bank terutama bekerja dengan
dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar
kepercayaan. Sehingga, setiap bank perlu terus menjaga
kesehatan dengan tetap memelihara dan mempertahankan
kepercayaan masyarakat padanya.33
c) Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau
mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah
bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib)
dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan
33 Rachmadi Usman.Op.Cit.Hal 16.
29
bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.34
d) Asas Kehati-Hatian (Prudencial Principle)
Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan
bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan
usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan
kepadanya. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian
tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat.
Dengan kata lain, agar selalu dalam keadaan likuid dan
solvent. Dengan diterapkannya prinsip kehati-hatian
diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan tetap tinggi. Sehingga masyarakat bersedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.35
2) Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat. (pasal 3 Undang-
undang nomor 7 Tahun 1997 diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998). Perbankan Indonesia bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,dan
stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat
34 Ibid. Hal 17-18 35 Sutan Remy Sjahdeini.1993.kebebasan berkontrak dan perlindungan yang seimbang
bagi para pihak dalam Perjanjian kredit Bank di Indonesia.Jakarta: Institut Bankir Indonesia. Hal 13-14.
30
banyak (pasal 4 Undang-undang nomor 7 Tahun 1997 diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998).
2. Perjanjian Kredit
a. Pengertian Perjanjian
Pernjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana
seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain
atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal.36
Perjanjian adalah sumber penting yang melahirkan
perikatan. Pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1213 KUH
Perdata: “Perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan
hukum dimana seseorang atau lebih mengingatkan dirinya teradap
orang atau lebih.” Atau juga dapat diartikan suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian tersebut
menerbitkan perikatan, oleh karena itu perjanjian merupakan
sumber terpenting yang melahirkan perikatan dalam bentuk
perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.37
Dari pengertian singkat diatas, kita jumpai di dalamnya
beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara
36 Ensiklopedia bebas. 2017. Perjanjian, https://id.wikipedia.org.diakses tanggal 28 November 2017.
37 Komariah.2013.Hukum Perdata.Malang:UMM Press.hal 140.
31
lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut
Hukum Kekayaan antara dua orang (person) atau lebih, yang
memberi hak kepada satu pihak dan kewajiban kepada pihak lain
tentang suatu prestasi. Kalau demikian, perjanjian/verbintenis
adalah hubungan hukum/rechtsbetrekking yang oleh hukum itu
sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu,
perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara
perorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam
lingkungan hukum.38
b. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credre” (lihat pula
“credo” dan “creditum”) yang kesemuannya berarti kepercayaan
(dalam bahasa inggris “faith” dan “trust”). Dapat dikatakan
dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit
lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor
(nasabah,penerima kredit) mempunyai kepercayaan , bahwa
debitor dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui
bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang
bersangkutan.39
Kredit berarti kepercayaan. Akan tetapi, dalam hukum
kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa dipercaya sehingga
kepadanya dapat diberikan kredit. Maka lebih dahulu calon
38 M Yahya Harahap.1986, Segi-segi Hukum Perjanjian.Bandung:PT.Alumni.hal 6 39 Rachmadi Usman.Op.Cit.hal 236.
32
debitur harus dicurigai sampai mati. Dalam dunia bisnis, kredit
juga mempunyai banyak arti, salah satunya adalah kredit dalam
artian seperti kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada
nasabahnya. Dalam dunia bisnis pada umumnya kata kredit
diartikan sebagai berikut :40
“kesanggupan akan meminjam uang atau ke sanggupan akan
mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang
dan jasa dengan perjanjian akan membayarnya kelak.” (A
Abdurrahman, 1991:279).
Dengan demikian, kredit dalam arti bisnis mengandung
unsur “meminjam”. Yang dalam bahasa Inggris disebut “Loan” itu
sendiri berarti sesuatu yang dipinjamkan, khususnya sejumlah uang
(A.S.Homby,1997:498). Implemantasinya dalam dunia bisnis, kata
“Loan” mempunyai arti :
Asal mulanya ialah suatu yang diberikan atau dipinjamkan
atau yang diberikan kepada seseorang yang dipakainya selama
suatu jangka waktu tertentu tanpa kompensasi atau biaya ongkos.
Akan tetapi, sekarang loan itu biasanya diartikan sebagai suatu
yang berharga, seperti uang yang dipinjamkan dengan bunga
selama suatu jangka waktu tertentu. (A. Abdurrahman.1991:642).41
Undang-undang Perbankan yang diubah menggunakan dua istilah
yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk
40 Munir Fuady.Op.Cit..Hal 5 41 Ibid.Hal-6.
33
pengertian kredit. Kedua istilah pembiyayaan berdasarkan pada
prinsip syariah. Penggunaan istilah tersebut tergantung pada
kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam
menjalankan kegiatan usaha secara konvensional menggunakan
istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya
berdasarkan syariah menggunakan istilah oembiyayaan
berdasarkan prinsip syariah.42
Istilah kredit disebutkan pada pasal 1 angka 11 dan istilah
pembiyayaan berdasarkan prinsip syariah disebutkan pada pasal 1
angka 12 Undang-Undang Perbankan yang diubah. Kredit adalah
penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dan pihak yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.43
c. Dasar Hukum Suatu Kredit
Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis
bisnis tentunya memerlukan suatu topangan yuridis yang menjadi
dasar hukumnya. Demikian juga dengan suatu perbuatan hukum
pemberian kredit, tentunya juga memerlukan suatu basis hukum
yang kuat. Untuk dasar hukum pemverian kredit oleh bank ini,
dasar hukumnya dapat diperinci menjadi sebagai berikut :
1) Perjanjian diantara para pihak
42 Rachmadi Usman.Op,cit.Hal 236. 43 Ibid. Hal 237.
34
2) Undang-undang sebagai dasar hukun
3) Peraturan pelaksanaan sebagai dasar hukum
4) Yurisprudensi sebagai dasar hukum
5) Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum
6) Peraturan terkait lainnya sebagai dasar Hukum.44
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian
kredit dapat dilihat dan dibaca dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, diantaranya adalah :
1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan
2) Undang-undang nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan
Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
3) Undang-undang nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia
4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004
tentang perubahan atas undang-undang Republik Indonesia.45
5) Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/23/PBI/2003 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
bagi Bank Perkreditan Rakyat.
d. Tujuan dan Fungsi Kredit
1) Tujuan Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempuyai beberapa tujuan
yang hendak dicapai yang tentunya tergantung dari tujuan bank
44 Ibid. Hal 7 45 H.Salim HS.2011.Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata.Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada. Hal 82-83.
35
itu sendiri. Tujuan pemberian kredit juga tidak terlepas dari misi
bank tersebut didirikan. Dalam praktiknya, tujuan pemberian
kredit adalah sebagai berikut :
a) Mencari Keuntungan
Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk
memperoleh keuntungan. Hasil keuntungan ini diperoleh
dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas
jas dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada
nasabah. Keuntungan ini sangatlah penting untuk
kelangsungan hidup bank.46
b) Membantu Usaha Nasabah
Tujuan berikutnya adalah membantu usaha nasabah
yang membutuhan kekurangan dana. Baik dana untuk
investasi maupu dana untuk modal kerja. Dengan dana
tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembankan dan
memperluas usahanya. Dalam hal ini baik bank maupun
nasabah sama-sama diuntungkan.47
2) Fungsi Kredit
Disamping memiliki tujuan dalam pemberian kredit,
juga memiliki suatu fungsi yang sangatlah luas. Fungsi kredit
secara luas tersebut diantaranya adalah :
a) Untuk meningkatkan daya guna uang
46 Kasmir.2011.Dasar-Dasar Perbankan.Jakarta:PT RajaGRafindo Persada. Hal 105. 47 Ibid.
36
Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna
uang. Maksudnya adalah jika uang hanya disimpan saja
dirumah, tidak akan menghasilkan suatu yang berguna.
b) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan
akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan
memperoleh kredit maka daerah tersebut akan
memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
c) Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat
digunakan oleh di debitur unuk mengolah barang yang
semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
d) Meningkatkan peredaran barang
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar
arus barang dari satu wilayah lainnya, sehingga jumlah
barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan peredaran
barang.
e) Sebagai alat stabilitas ekonomi
Dengan memberikan kredit dapat dikaakan sebagai
alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang
37
diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan
oleh masyarakat.
f) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
Bagi si penerima kredit, tentu akan dapat
meningkatkan kegairahan berusaha, apa lagi bagi si
nasabah yang memang modalnya pas-pas. Dengan
memperoleh kredit, nasabah bergairah untuk memperbesar
atau memperluas usahanya.
g) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang diberikan maka akan
semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan
pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk
membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu
membutuhkan tenaga kerja, maka dapat pula menggurangi
pengangguran.
h) Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Dalam hal pinjam meminjam internasional, akan
dapat meningkatkan seling membutuhkan antara si
penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian
kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di
bidang lainnya. Sehingga, dapat pula tercipta perdamaian
dunia.48
48 Ibid. Hal 107-108.
38
e. Jenis-Jenis Kredit
Suatu kredit memiliki banyak keragaman, untuk itu daoat
digolongkan sesuai dengan kriteria yang digunakan. yaitu sebagai
berikut :
1) Penggolongan Berdasarkan Jangka Waktu
a) Kredit Jangka Pendek
Yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1 (satu)
tahun.
b) Kredit Jangka Menengah
Merupakan kredit yang mempunyai jangka waktu antara 1
(satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun.
c) Kredit Jangka Panjang
Dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai jangka
waktu di atas 3 (tiga) tahun.49
2) Penggolongan Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya
a) Kredit Konsumtif
Ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur untuk
keperluan konsumsi, seperti kredit profesi, kredit
perumahan, kredit kendaraan bermotor, pembelian alat-
alat rumah tangga, dan sebagainya.50
b) Kredit Produktif
c) Kredit Investasi
49 Munif Fuady.Op.Cit.Hal 13. 50 Ibid. Hal 15.
39
Kredit investasi merupakan kredit jangka penjang yang
biasanta digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan
rehabilitas.
d) Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan
untuk keperluan meningkatkan produksi dalam
operasionalnya.51
e) Kredit Likuiditas
Diberikan dengan tujuan untuk membantu perusahaan
sedang kesulitas likuiditas. Misalnya likuiditas dari Bank
Indonesia yang diberikan untuk banl-bank yang memiliki
likuiditas dibawah minimal tertentu.52
f. Unsur-unsur Kredit
Dari pengerian-pengertian kredit seperti yang sudah disebutkan di
atas, dapat dilihat terdapat beberapa unsur kredit, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur
dengan debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit.
2) Adanya para pihak, yaitu pihak “kreditur” sebagai pihak yang
memberikan pinjaman, seperti bank. Dan juga pihak
51 Kasmir.Op.Cit.Hal 109. 52 Munir Fuady.Op.Cit. Hal 15.
40
“debitur” yang merupakan pihak yang membutuhkan uang
pinjaman/barang atau jasa.
3) Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur
mau dan mempu membayar atau memcicil kreditnya.
4) Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak
debitur.
5) Adanya pembayaran sejumlah uang atau barang atau jasa
oleh pihak kreditur kepada pihak debitur, disertai dengan
pemberian imbalan atau bunga atau pembagian keuntungan
6) Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh
kreditur dengan pengembaliam kredit oleh debitur
7) Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanyaa
perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu
pengembalian, maka semakin besar pula risiko tidak
terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.53
g. Asas-asas dalam Perkreditan
Dalam menetapkan kebijaksanaan perkreditan, dalam
perkreditan tersebut wajiblah memperhatikan 3 asas, diantaranya
adalah :
1) Asas Likuiditas
Yaitu asas yang mengharuskan bank untuk tetap
dapat menjaga tingkat likuditasnya. Yang mana pengertian
53 Munir Fuadi,Op.Cit. Hal 6-7.
41
dari likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pengertian lain
adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar
dengan harta lancarnya.54 Karena sesuatu yang tidak likuid
akibatnya sangat parah. Yaitu hilangnya kepercayaan dari
para nasabahnya atau dari masyarakat.
2) Asas Solvabilitas
Asas solvabilitas adalah kemampuan perusahaan
untuk memenuhi semua kewajibannya. Solvabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi
seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aset
aset yang dimilikinya.55
Usaha pokok perbankan yaitu menerima simpanan
dana dari masyarakat dan disalurkan dalam bentuk kredit.
Dalam kebijaksanaan perkreditan maka, bank harus pandai
pandai mengatur penanam dana ini.56
3) Asas Rentabilitas
Dalam Wikipedia, atau Ensiklopedia bebas,
menjelaskan bahwa Rasio Rentabilitas betujuan untuk
mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba
54 Ensiklopedias Bebas.2018.Likuiditas. https://id.wikipedia.org/wiki/Likuiditas. diakses
pada tanggal 20 April 2018. 55 Ibid. 56 Teguh Pudjo Muljono.Op.Cit.Hal 21.
42
selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukut
tingkat efektifitas manejemen dalam menjalankan
operasional perusahaan.
Sebagaimana halnya pada setiap kegaiatn usaha akan
selalu mengharapkan untuk memperoleh laba. Baik untuk
memperhatankan eksistensinya maupun untuk keperluan
mengembangkan dirinya. Keberhasilan bagian kredit suatu
bank dalam mengumpulkan penerimaan bunga akan
menjadikan sumbangan yang besar bagi sukses nya suatu
bank tersebut.57
h. Sifat Perjanjian Kredit
Ketentuan tentang pinjam meminjam uang telah ditentukan
dalam pasal 1754 KUH perdata. Pasal 1754 KUH Perdata
menentukan sebagai berikut : “perjanjian pinjam pengganti adalah
persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah ketentuan barang-barang yang
menghabis karena pemaakaian. Dengan syarat bahwa, pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam dan keadaan yang sama pula”.58
1) Sifat Perjanjian Kredit menurut Para Ahli
Para ahli mencoba memberikan tafsiran mengenai pasal
1754 KUH Perdata dan dikaitkan dengan perjanjian kredit
57 Ibid. 58 H.Salim HS.Op.Cit.Hal 132-133.
43
bank. Hal ini disebabkan karena di dalam KUH Perdata
sendiri tidak ditemukan istilah perjanjian kredit. Bahkan, di
dalam Undang-undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998
tidak mengenal istilah perjanjian kredit, yang ada hanyalah
pergertian kredit saja. Berikut ini sifat perjanjian kredit yang
dikemukakan oleh beberapa Ahli, diantaranya adalah :
a) Marhainis Abdul Hay, menyatakan : “ketentuan pasal
1754 tentang pinjam meminjam mengganti, mempunyai
pengertian yang identik dengan perjanjian kredit bank”
(Marhainis Abdul Hay, 1975:67).
b) Wirjono Projodigoro, menyatakan : “ketentuan yang
tercantum dalam pasal 1754 KUH Perdata sebagai
persetujuan yang bersifat “riil”. Hal ini dapat dimaklumi
karena pasal 1754 tidak menyebutkan bahwa pihak
pertama mengikatkan diri untuk memberikan suatu
jumlah tertentu barang yang menghabis. Melainkan,
bahwa pihak yang satu memberikan suatu jumlah
tertentu barang yang menghabis karena pemakaian”
(Wirjono Prodjodikoro,1974:138).
c) Mariam Darus Badruzaman : “perjanjian pendahuluan
(voorovereencoomst) dari penyerahan uang. Perjanjian
ini merupakan hasil pemufakatan antara pemberi dan
penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan
44
hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat
konsensuil (pacta de contrahendo) obligatoir, yang
dikuasi oleh Undang-undang Perbankan 1967 dan bagian
umum KUH Perdata. “Penyerahan uangnya” sendiri,
adalah bersifat riil pada saat penyerahan yang dilakukan,
barulah berlaku ketentuan yang dituangkan dalam model
perjanjian kredit pada kedua belah pihak” (Mariam
Darus Badrulzaman,1983:28).
d) Sutan Remy Sjahdeini : “bagi perjanjian kredit yang
jelas-jelas mencantukan syarat-syarat tangguh atau
klausula conditions precedent, tidak dapat dibantah lagi
bahwa perjanjian itu yang merupakan perjanjian
konsensuil sifatnya. Lebih dahulu debitur dan pihak bank
mendatangani perjanjian kredit. Namun debitur brlum
bisa menggunakan atau menarik kredit. Hak nasabah
debitur untuk menarik kredit atau kewajiban bank untuk
menyediakan kredit, masih tergantung kepada telah
dipenuhinya seluruh syarat-syarat tangguh atau
conditions precedent yang ditentukan di dalam perjanjian
kredit tersebut. Dengan demikian, perjanjian kredit yang
mengandung syarat-syarat tangguh sebagaimana
dimaksud dalam pasal 153 jo pasal 1263 KUH Perdata.
Dengan demikian, perjanjian kedit yang mengandung
45
syarat-syarat tangguh atua conditions of precedent itu
adalah jelas merupakan perjanjian kosensuil dan bukan
perjanjian riil” (Sutan Remy Sjahdeini, 1993:158).
Apabila menganalisis pendapat dari para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa sifat perjanjian kredit adalah sebagai
berikut :
a) Marhainis Abdul hay berpendapat bahwa, perjanjian
kredit bank sama dengan perjanjian mengganti
sebagaimana yang disebut dalam pasal 1754 KUH
Perdata.
b) Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa
perjanjian kredit sebagai perjanjian riil.
c) Sultan Remy Sjahdeini melihat perjanjian kredit bank
sebagai perjanjian konsensuil.59
i. Akibat dari Perjanjian Kredit
Apabila suatu perjanjian itu dibuat sudah memenuhi syarat-
syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam pasal 1320 KUH
Perdata, maka menimbulkan akibat-akibat Hukum. Diantaranya
adalah :
1) Mengikat Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 1338 KUH Perdata ayat 1, menjelaskan bahawa
:
59 Ibid. Hal 135.
46
“semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya.”
Jadi, apa yang diperjanjikan menikat kedua belah pihak dan
berlaku sebagai Undang-undang bagi pihak-pihak yang
membuatnya.60
2) Dalam pasal 1338 ayat 2 KUH Perdata dijelaskan bahwa,
Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
oleh Undnag-undang dinyatakan cukup untuk itu. Karena,
perjanjian bersifat mengikat kedua belah pihak. Maka, maka
untuk menghapuskan perjanjian tersebut harus adanya kata
sepakat dari kedua belah pihak, kecuali jika alasan tertentu
yang telah dihapuskan oleh Undnag-undang.
3) Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (pasal 1338
ayat 3 KUH Perdata)
Bahwa, yang dimaksudkan dengan itikad baik adalah
pelaksanaan perjanjian menurut kepatutan dan keadilan.
Hoge Raad berpendapat bahwa ketentuan mengenai itikad
baik adalah ketentuan yang menyangkut ketertiban umum
dan kesusilaan yang tidak boleh dikesampingkan oleh para
pihak.61
60 Komariah,Op.Cit. Hal 151. 61 Ibid. Hal 152.
47
4) Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang
dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjiannya
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan Undang-undnag
(Pasal 1339 KUH Perdata).62
3. Kredit Bermasalah
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwasanya pemberian
suatu fasillitas kredit mengandung adanya suatu resiko kemacetan.
Akibatnya kredit tidak dapat ditagih. Sehingga, menimbulkan
kerugian yang harus ditanggung oleh pihak bank. Menurut
pendapat dari Kasmir SE,MM “Sepaindai apapun analisis kredit
dalam menganalisis setiap permohonan kredit, kemungkinan kredit
tersebut macet pasti ada. Hanya saja dalam hal ini adalah
bagaimana cara meminimalisir resiko tersebut.”
a. Penyebab Kredit Bermasalah
Dalam praktiknya, kemacetan suatu kredit disebabkan oleh 2
unsur, diantaranya :
1) Dari Pihak Perbankan
Artinya dalam melakukan analisisnya, pihak analis
kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak
diprediksi sebelumnya. Atau, mungkin dalah dalam
melakukan perhitungan. Dapat pula menjadi akibat kolusi
62 Ibid.Hal 152.
48
dari pihak analis dengan pihak debitur sehingga dalam
analisisnya dilakukan secara subyektif dan akal-akalan.
2) Dari pihak Nasabah
Dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat dilakukan
akibat 2 hal, diantaranya adalah :
a) Adanya unsur kesengajaan
Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak
bermakasud membayat kewajibannya kepada bank.
Sehingga, kredit yang diberikan macet. Dapat
dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk
membayar. Walaupun, seharusnya nasabah mampu.
b) Adanya unsur tidak sengaja
Dalam hal ini, pihak dari debitur mau membayar akan
tetapi tidak mampu. Sebagai contoh adalah kredit
yang di biayai mengalami musibah seperti kebakaran,
hama, kebanjiran, dan lain sebagianya. Sehingga,
kemampuan untuk membayar kredit menjadi tidak
ada.
4. Penyelesaian Kredit Bermasalah
Apabila bank memutuskan portofolio kredit atau portofolio-
portofolio kredit tertentu dinyatakan menjadi kredit bermasalah,
portofolio kredit tadi harus ditangani secara khusus. Pimpinan bank
harus banyak memberikan perhatia, dan juga frekuensi kredit
49
review ditinglatkan. Keputusan pertama yang harus segera diambil
adalah menentukan siapa yang akan ditugaskan menangani kasus
tersebut di atas selanjutnya.63
a. Penanganan Pihak Bank
Alasan utama mengapa kredit bermasalah perlu ditangani
team khusus adalah karena kualifikasi yang diperlukan petugas
untuk menangani kasus kredit bermasalah berbeda dengan
yang diperlukan untuk menangani kredit biasa. Tidak
sepenuhnya bisa dilakukan oleh Account Officer. Syarat yang
diperlukan petugas untuk menyelesaikan kredit bermasalah :
1) Menguasi ketentuan penyaluran kredit yang digariskan
dalam kebijaksanaan kredit bank yang bersangkutan
2) Berpengalaman dalam bidang perkreditan
3) Mempu mengambil keputusan secara cepat dan tepat
4) Mempunyai daya analisis yang tajam
5) Memiliki kemampuan bernegosiasi yang tinggi
6) Mempunyai kemampuan managemen.64
b. Program Penanganan
Tahap kedua penanganan kredit bermasalah adalah
menyusun program penanganannya. Pekerjaan ini menjadi
tanggungjawab team penanganan kredit bermasalah bank yang
bersangkutan. Program penanganan harus berpegang kepada
63 Siswanto Sutojo.2003.Strategi Management Kredit Bank Umum.Jakarta: PT.Ikrar Mandiriabadi. Hal 190.
64 Ibid. Hal 190.
50
upaya bahwa akan mengusahakan penyelamatan kredit
semaksimal mungkin. Program penanganan kredit bermasalah
sekurang-kurangnya membuat hal-hal yang berikut :
1) Tata cara penanganan (dengan memperhatikan ketentuan
penanganan kredit bermasalah yang berlaku);
2) Perkiraan jangka waktu penyelesaian;
3) Perkiraan hasil penanganan.
Team penanganan kredit bermasalah mengajukan program
tersebut, kepada pimpinan bank untuk mendapat persetujuan.
Disamping menyusun program penanganan team wajib
melaksanakan hal-hal yang berikut secepat mungkin :
1) Melengkapi dokumen arsip portofolio kredit;
2) Mempelajari kembali semua pengingkaran isi perjanjian
kredit yang telah dilakukan debitur;
3) Meneliti dan menilai kembali harta jaminan kredit, apabila
hipotek jaminan tenah atau tanah dan bangunan belum
dipasang perlu segera dipasang;
4) Apabila kredit diberikan tanpa jaminan, meminta debitur
segera menyerahkan jaminan yang dapat diterima bank;
5) Menyusun strategi renegosiasi persyaratan dan jangka waktu
ikatan kredit.65
65 Ibid. Hal 192-193.
51
B. Tinjuan Umum Tentang Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit
1. Pengertian Prinsip
Prinsip adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum
maupun individual yang dijadikan oleh seseorang/ kelompok sebagai
sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Sebuah prinsip
merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan
merupakan akumulasi dari pengalaman ataupun pemaknaan oleh
sebuah objek atau subjek tertentu.66
2. Pengertian dan Penilaian Character
Karakter atau yang biasa disebut dengan watak, penialaian watak
atau kepribadian calon debitor dimaksudkan untuk mentehaui
kejujuran dan itikad baik calon debitor untuk melunasi atau
mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank
dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan kepada
hubungannya yang telah terjalin antara bank dan (calon) debitor atau
informasi yang diperoleh dari pihak lain yang mengetahui
moral,kepribadian, dan perilaku calon debitor dalam kehidupan
kesehariannya.67
Karena watak yang jelek akan menimbulkan perilaku-perilaku
yang jelek pula. Perilaku yang jelek ini termasuk tidak mau membayar
hutang. Karena itu, sebelum kredit diluncurkan, harus terlebih dahulu
66 Ensiklopedia Bebas. Prinsip. 2017. https://id.wikipedia.org. diakses pada 28 November 2017.
67 Rachmadi Usman.Op,Cit.hal 246-247
52
ditinjau apakah misalnya calon debitur berkelakuan baik, tidak terlibat
tindakan-tindakan kriminal, bukan merupakan penjudi, pemabuk, atau
tindakan-tindakan tidak terpuji.68
Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang character dari
calon debitur tersebut, dapat ditempuh dengan upaya sebagai berikut :
a. Harus diteliti daftar riwayat hidup calon debitur.
b. Meminta bank to bank information ke bank lain sebanyak-
banyaknya.
c. Dengan meminta informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana
calon nasabah tersebut bergabung.
d. Meneliti apakah calon debitur tersebut juga anggota/sering datang
kerumah-rumah perjudian
e. Mengamati sampai sejauh mana ketekunan kerjanya, hobby yang
dipunyai apakah senang dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
foya-foya.69
3. Pengertian dan Penilaian Capacity
Capacity atau kapasitas, Prinsip ini adalah yang menilai nasabah
dari kemampuan nasabah dalam menjalankan keungan yang ada pada
usaha yang dimilikinya. Apakah nasabah tersebut pernah mengalami
sebuah permasalahan keuangan sebelumnya atau tidak, di mana
68 Munir Fuady.2003.Hukum Perkreditan Kontemporer.Bandung:PT Citra Aditya
Bakti.Hal -21. 69 Teguh Pudjo Muljono.1994.Manajeman Perkreditan Bagi Bank
Komersiil.Yogyakarta:BPFE Yogyakarta.Hal 13.
53
prinsip ini menilai akan kemampuan membayar kredit nasabah
terhadap bank.70
Seorang calon debitur harus pula diketahui kemampuan bisnisnya,
sehingga dapat diprediksi kemampuannya untuk melunais hutangnya.
Kalau kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak diberikan kredit
dalam skala besar. Demikian juga dengan trend bisnisnya ataupun
kinerjanya. Sedang menurun, maka kredit juga semestinya tidak
diberikan. Kecuali, jika menurutnya ini karena kekurangan biaya
sehingga dapat diantisipasi bahwa dengan tambahan biaya lewat
peluncuran kredit. Maka trend atau kinerja bisnisnya tersebut
dipastikan akan semakin membaik.71
Pangkuran capacity dari calon debitur ini dapat dilakukan melalui
berbagai pendekatan. Diantaranya adalah :
a. Pendekatan historis, yaitu melihat past performsnce dari nasabah
yang bersangkutan apakah usahanya banyak mengalami kegagalan
atau selalu menujukkan perkembangan yang semakin maju dari
waktu ke waktu.
b. Pendekatan finansiil, yaitu dengan menilai posisi neraca dan
laporan-laporan perhitungan Rugi/Laba untuk beberapa periode
terakhir yaitu untuk mengetahui seberapa besarnya solvabilitas,
likuiditas, dan rentabilitas usahanya serta tingkat resiko usahanya.
70 Rizki Abadi. (ed). 2015. Prinsip 5C Bank dan Kredit Anda Diterima,
https://www.cermati.com.diakses tanggal 28 November 2017. 71 Munir Fuady.Op.Cit. Hal 21-22.
54
c. Pendekatan edukasional, yaitu utnuk menilai latar belakang
pendidikan para calon debitur. Hak ini penting untuk perusahaan-
perusahaan yang menghendaki kemampuan teknologi tinggi
ataupun usaha-usaha yang memerlukan profesionalisme tinggi
seperti rumah sakit, biro konsultan, dan lain-lain.
d. Pendekatan yuridis, yaitu menilai apakah calon debitur tersebut
secara yuridis telah mempunyai kapasitas untuk mewakili dirinya
ataupun badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan ikatan
perjanjian kredit dengan baik.
e. Pendekatan manajerial,yaitu untuk menilai sampai sejauh mana
kemampuan dan keterampilan nasabah dalam melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen dalam memimpin perusahaannya.
f. Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sampai sejauh mana
kemampuan calon debitur dalam mengelola faktor-faktor produksi
seperti tenaga kerja,sumber-sumber bahan buku,peralatan-peralatan
kerja/mesin-mesin,administrasi dan keuangan, industri relation,
bahkan sampai kepada kemampuan dalam merebut market share.72
4. Pengertian dan Penilaian Capital
Capital dalam bahasa Indonesia berarti Modal, Bank harus
melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh
mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui
72 Teguh Pudjo Muljono.Op.Cit.Hal 14-15.
55
kemampuan permodalan calon debitor dalam menunjang pembiyayaan
proyek atau usaha calon debitor yang bersangkutan.73
Karena permodalan dan kemampuan dari suatu debitur akan
mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan bayar
kredit. Jadi, masalah likuiditas dan solvabilitas dan suatu badan usaha
menjadi penting artinya. Dapat diketahui misalnya lewat laporan
keuangan perusahaan debitur, yang apabila perlu, disyarakatkan audit
oleh independent auditor.74
Besar kecilnya capital ini dapat dilihat dari neraca perusahaan yaitu
pada komponen “owner equity”. Laba yang ditahan dan lain-lain.
Ataupun juga dapat dilihat dari akta pendirian dan akta perubahan
untuk perusahaan-perusahaan yang baru didaftarkan. Sedangkan untuk
perorangan sudah tentu dilihat dari daftar kekayaan yang bersangkutan
dikurangi dengan utang-utang yang diterima.75
5. Pengertian dan Penilaian Collateral
Collateral yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan
jaminan. Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon debitor
umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang
berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar
jumlah kredit atau pembiyayaan yang diberikan kepadanya. Untuk itu
sudah seharusnya bank wajib meminta agunan tambahan dengan
maksud jika calon debitur tidak dapat melunasi kreditnya, maka
73 Rachmadi Usman.Op.Cit. Hal 247. 74 Munif Fuady, Op.Cit. Hal 22 75 Teguh Pudjo Muljono.Op.Cit.Hal 15
56
agunan tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi pelunasan
atau pengembalian kredit atau pembiyayaan yang tersisa.76
Penilaian terhadap collateral ini harus ditinjau dari 2 sudut, yaitu
sudut ekonomisnya, yaitu nilai ekonomis dari barang-barang yang
akan dijaminkan. Serta nilai yuridisnya, yaitu apakah barang-barang
jaminan tersebut memenuhi syarat-syarat yuridis untuk dipakai
sebagai barang jaminan. Sedangkan untuk penilaian jaminan yang
tidak berwujud kebendaan tentu pertama-tama harus dilihat
bonafiditas dari si pemberi jaminan kemudian reputasi business-nya
dan juga perlu diperhatikan intensitas keterkaitan si pemberi jaminan
bila kredit tersebut benar-benar mengalami kegagalan.77
6. Pengertian dan Penilaian Condition Of Economy
Condition of economy atau konidisi ekonomi, Prinsip ini
dipengaruhi oleh faktor di luar dari pihak bank maupun nasabah.
Kondisi perekonomian suatu daerah atau Negara memang sangat
berpengaruh kepada kedua belah pihak, di mana usaha yang
dijalankan oleh nasabah sangat tergantung pada kondisi perekonomian
baik mikro maupun makro, sedangkan pihak bank menghadapi
permasalahan yang sama. Untuk memperlacar kerjasama dari kedua
belah pihak, maka penting adanya untuk memperlancar komunikasi
antara nasabah dengan bank.78
76 Rachmadi Usman.Op,Cit . Hal 247-248. 77 Teguh Pudjo Muljono.Op.Cit.Hal 17 78 Ibid.
57
Penialaian kondisi ekonomi calon nasabah dimaksudkan untuk
mengetahui sampai sejauh mana kondisi-kondisi yang mempengaruhi
perekonomian suatu negara/suatu daerah akan memberikan dampak
yang bersifat positif maupun dampak negatif terhadap perusahaan
yang memperoleh kredit tersebut. Untuk memungkinkan penilaian
kondisi ekonomi ini perlu dipelajari masalah-masalah politik budaya,
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah setempat, peraturan-
peraturan moneter, perpajakan, anggaran belanja, dan pedapatan
negara yang bersangkutan, keadaan kunjungtur perekonomian dan
lain-lain.79
79 Teguh Pudjo Muljono.Op.Cit.Hal 17-18.