BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Penyelidikan dan Penyidikan
1. Pengertian Penyelidikan
Sebelum dijelaskan pengertian penyelidikan, lebih dulu akan
dipaparkan pengertian dari penyidik. Menurut pasal 1 huruf 4 KUHAP
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam Undang-undang ini.
Di dalam ketentuan umum KUHAP menjelaskan Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini. Pengertian dalam Perkap
14/2012 tentang prosedur pnyidikan sama dengan pengertian dalam
KUHAP.
Kegiatan penyelidikan dilakukan untuk mencari dan
menemukan Tindak Pidana. Kegiatan penyelidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan bagian atau salah satu cara
dalam melakukan penyidikan untuk:
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
13
a. menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak
pidana atau bukan;
b. membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan
pelakunya; dan
c. dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa.
Penyelidikan terdiri atas beberapa kegiatan diantaranya
dijelaskan dalam Pasal 12 ayat (1) Perkap 14/2012 meliputi:
a. pengolahan TKP
b. pengamatan (observasi)
c. wawancara (interview)
d. pembuntutan (surveillance)
e. penyamaran (under cover)
f. pelacakan (tracking)
g. penelitian dan analisis dokumen.
Sedangkan sasaran penyelidikan meliputi: orang, benda atau
barang, tempat, peristiwa/kejadian dan kegiatan.
Prosedur penyelidikan telah tercantum dan dijelaskan dalam
pasal 13 Perkap No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan
Tindak Pidana sebagai berikut:
(1) Petugas penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib
dilengkapi dengan surat perintah penyelidikan yang ditandatangani
oleh atasan penyelidik selaku Penyidik.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
14
(2) Petugas penyelidik wajib membuat laporan hasil penyelidikan
kepada pejabat pemberi perintah.
(3) Laporan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) disampaikan secara tertulis, atau lisan yang ditindaklanjuti dengan
laporan secara tertulis paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh
empat) jam.
Dari penjelasan di atas “penyeilidikan” merupakan tindakan
tahap pertama permulaan “penyidikan”. Penyelidikan bukan
merupakan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi
“penyidikan”. Penyelidikan merupakan salah satu metode/acara atau
sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu
penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, pemeriksaan surat pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan
penyerahan berkas kepada penuntut umum. Jadi, sebelum dilaukan
tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat
penyidik, dengan maksud dan tujuan menngumpulkan “bukti
permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut
penyidikan.
Menurut Harahap, (2007: 102) dengan penegasan dan
pembedaan antara penyelidikan dan penyidikan menghasilkan:
a. Telah tercipta penahapan tindakan guna menghindarkan cara-cara
penegakkan hukum nyang tergesa-gesa seperti yang dijumpai pada
masa-masa yang lalu. Akibat dari penindakan yang tergesa-gesa
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
15
dapat menimbulkan sikap dan tingkah laku aparat penyidik
kepolisian yang tergelincir kearah mempermudah dan menganggap
sepele nasib seseorang yang diperiksa.
b. Dengan adanya tahapan penyelidikan, diharap tumbuh sikap hati-
hati dan rasa tanggungjawab hukum yang lebih bersifat manusiawi
dalam melaksanakan tugas penegakkan hukum. Menghindari cara-
cara penindakan yang menjurus kepada mengutamakan pemerasan
pengakuan daripada menemukan keterangan dan bukti-bukti.
Apalagi jika pengertian dan tujuan penahapan pelaksanaan fungsi
penyelidikan dan penyidikan dihubungkan dengan pasal 17,
semakin memperjelas pentingnya arti penyelidikan, sebelum
dilanjutkan dengan tindakan penyidikan, agar tidak terjadi tindakan
yang melanggar hak-hak asasi yang merendahkan harkat dan
martabat manusia.
Sesuai dengan Pasal 4 KUHAP yang berwenang melaksanakan
fungsi penyelidikan adalah: “setiap pejabat polisi Negara Republik
Indonesia”. Tegasnya: penyelidik adalah setiap pejabat Polri, Jaksa
atau pejabat lain tidak berwenang melakukan penyelidikan.
Kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan berungsi:
a. Menyederhanakan dan memberi kepastian kepada masyarakat
siapa yang berhak dan berwenang melakukan penyelidikan.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
16
b. Menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh aparat penegak
hukum, sehingga tidak lagi terjadi tumpang tindih seperti yang
dialami pada masa HIR.
c. Juga merupakan efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi
pemborosan jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun
terhadap orang yang diselidiki, tidak lagi berharap dengan berbagai
macam tangan aparat penegak hukum dalam penyelidikan.
Demikian juga dari segi waktu dan tenaga jauh lebih efektif dan
efisien.
2. Fungsi dan wewenang penyelidik
Fungsi dan wewenang penyelidik berdasar hukum ini diatur
dalam pasal 5 KUHAP berupa:
a. Menerima laporan atau pengaduan
b. Mencari keterangan dan barang bukti
c. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai
d. Tindakan lain menurut hukum
Sedangkan kewenangan penyelidik berdasarkan perintah
penyidik atau lebih tepat merupakan tindakan “melaksanakan
perintah” penyidik:
a. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan
penyitaan
b. Pemeriksaan dan penyitaan surat
c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
17
d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
3. Penyidikan
Pengertian Penyidik terdapat dalam Pasal 1 KUHAP yang
menyebutkan bahwa Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan”.
“Penyidik pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dalam melakukan
tugas penyidikan yang diatur dalam Undang-undang ini”.
Menurut Pasal 1 KUHAP “Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang ini untuk mecari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya”.
Mengenai siapa saja yang berhak melaporkan suatu tindak
pidana, dijelaskan dalam bab XIV (penyidikan) sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 108 (Harahap, 2007: 118-119):
a. Setiap orang mengalami, melihat, menyaksikan atau menjadi
korban peristiwa pidana, berhak untuk mengajukan laporan atau
pengaduan kepada penyelidik dan penyidik
b. Setiap orang yang mengetahui pemufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana terhadap ketentraman dan keamanan atau terhadap
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
18
jiwa atau terhadap hak milik, “wajib” seketika itu juga melaporkan
hal tersebut kepada Penyelidik atau Penyidik
c. Pegawai Negeri dalam rangka menjalankan tugas yang mengetahui
terjadi peristiwa yang merupakan tindak pidana “wajib” segera
melaporkan hal itu kepada Penyelidik atau Penyidik.
Dari uraian di atas, Undang-undang telah membagi dua pelapor
yaitu sebagai berikut:
a. Orang yang diberi “hak” melapor atau mengadu
Orang tertentu, yakni orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan atau orang yang menjadi korban tindak pidana yang
terjadi, “berhak” menyampaikan laporan kepada Penyelidik atau
Penyidik. Pada ketentuan ini, hak menyampaikan laporan atau
pengaduan, tidak diberi kepada kepada orang yang “mendengar”.
b. Kelompok pelapor atas dasar “kewajiban” hukum.
Ini adalah yang kedua. Sifat pelaporan merupakan
“kewajiban” bagi orang-orang tertentu, yaitu orang yang
mengetahui pemufakatan untuk melakukan tindak pidana terhadapa
ketentraman umum, atau terhadap jiwa atau hak milik (Harahab,
2007: 119).
Di atas telah dijelaskan mengenai siapa saja yang berhak untuk
melapor dan mengadu, selanjutnya akan dijelaskan mengenai siapa
saja yang berhak untuk melakukan penyidikan. Bertitik tolak dari
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
19
ketentuan Pasal 6 KUHAP, yang berhak diangkat sebagai Pejabat
Penyidik adalah:
1. Pejabat Penyidik Polri
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP, salah
satu instansi yang diberi kewenangan melakukan penyidikan ialah
“Pejabat Polisi Negara”. Memang dari segi diferensiasi fungsional,
KUHAP telah meletakkan tanggung jawab fungsi penyidikan
kepada instansi kepolisian. Hanya agar seorang pejabat kepolisian
dapat diberi jabatan sebagai penyidik, harus memenuh “syarat
kepangkatan” sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat
(2) KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2) KUHAP,
kedudukan dan kepangkatan penyidik yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan
dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum
(Kader, 2014).
Dalam melaksanakan proses penyidikan, Penyidik
mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
20
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan (Pasal 7 ayat (1) Perkap No. 14 Tahun 2012 tentang
Manajemen Penyidikan).
Sedangkan Penyidik Pembantu mempunyai wewenang
yang sama dengan Penyidik kecuali wewenang penahanan yang
wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari Penyidik.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
KUHAP karena kewajibannya mempunyai wewenang yang diatur
dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP:
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan.
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
21
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksa perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
Proses penyidikan oleh Penyidik mempunyai tahapan-
tahapan yang harus dilaksanakan secara bertahap dan berurutan,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 Perkap No. 14 Tahun 2012
tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana:
a. Penyelidikan
b. Pengiriman SPDP
c. Upaya paksa
d. Pemeriksaan
e. Gelar perkara
f. Penyelesaian berkas perkara
g. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum
h. Penyeraha tersangka dan barang bukti
i. Penghentian penyidikan
Upaya paksa sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 huruf
C meliputi: pemanggilan, penangkapan, penahanan,
penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
22
Upaya paksa dalam KUHAP berkaitan erat dengan
tindakan penyidikan dan penuntutan oleh aparat Penyidik dan
Penutut Umum, sebagai berikut:
a. Penyidikan adaah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta
mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan
tersangkanya.
b. Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan
tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga
merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
penyidikan yang diperlukan.
c. Tindakan Penyidik dalam melakukan penyidikan harus
memperhatikan tata cara pemanggilan dan tata cara
pemeriksaan berdasarkan hukum yang berlaku karena
bersinggungan dengan hak asasi orang yang disidik itu.
Penyidikan tidak terpisah dari penyelidikan. Ruang
lingkup penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyedikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima
laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
23
orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri, dan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1)
KUHAP, untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah
penyidik dapat melakukan penangkapan. Namun menjamin hak-
hak asasi tersangka, perintah penangkapan tersebut harus
didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini
tetap harus menghormati asas praduga tak beralah (presumption of
Innocence) sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum butir
3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain adalah untuk melindungi
kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenangan-
kesewenangan kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya
kesimpulan hasil penyelidikan ini disampaikan kepada Penyidik
Apabila didapati tertangkap tangan, tanpa harus menunggu
perintah penyidik, penyelidik dapat segera melakukan tindakan
yang diperlukan seperti penangkapan larangan meninggalkan
tempat, penggeledahan dan penyitaan. Selain itu penyelidik juga
dapat melakukan pemeriksaan surat dan penyitaan surat serta
mengambil sidik jari dan memotret atau pengambilan gambar
orang atau kelompok yang tertangkap tangan tersebut. Selain itu
penyelidik juga dapat membawa dan menghadapkan orang atau
kelompok tersebut kepada penyidik. Dalam hal ini Pasal 105
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
24
KUHAP menyatakan bahwa dalam melaksanakan penyelidikan,
penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik
(Rakian, 2016:153-154).
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Mereka diberi wewenang khusus oleh Undang-undang.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
b, yaitu Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai fungsi dan
wewenang sebagai penyidik Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
berdasarkan Peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku
Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dalam lingkup Undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing (Pasal 1 angka 5 PP No. 43 Tahun
2012).
Keberadaan PPNS merupakan upaya pengoptimalan
penegakan hukum di bidang penyidikan sebagai pintu masuk
proses peradilan pidana dengan dasar pertimbangan bahwa PPNS
memiliki keunggulan secara teknis dan pengetahuan dalam
kualifikasi bidangnya masing-masing.
Andi Hamzah berpendapat bahwa Penyidik Polisi
memonopoli penyidikan pidana umum dalam KUHP sementara
PPNS hanya penyidik delik-delik yang tersebut dalam
perundangan pidana khusus atau perundang-undangan administrasi
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
25
yang bersanksi pidana (non penal code offences) (Hamzah, 1996:
1).
PPNS sejak menerima laporan atau pengaduan wajib
memberitahukan kepada Penyidik Polri dan dalam rangka
koordinasi dan pengawasan maka PPNS wajib melaporkan kepada
Penyidik Polri proses penyidikannya dan bukti-bukti yang
ditemukannya.
Berbagai Undang-undang yang memberikan kewenangan
penyidikan kepada PPNS antara lain Undang-undang Nomor 41
Tahun 2009 tentang Kehutanan, Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan sebagainya menempatkan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai salah satu lembaga yang
menjalankan fungsi penegakan hukum di berbagai sektor dalam
kerangka sistem peradilan pidana.
Menurut Yahya Harahap Kedudukan PPNS dalam
melaksanakan tugas penyidikan menurut ketentuan KUHAP dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. PPNS kedudukannya berada di bawah koordinasi dan
pengawasan Penyidik Polri;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
26
b. Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik Polri memberikan
petunjuk kepada PPNS tertentu dan memberikan bantuan
penyidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1));
c. PPNS tertentu harus melaporkan kepada Penyidik Polri tentang
adaya suatu tindak pidana yang sedang disidik, jika dari
penyidikan itu oleh PPNS ada ditemukan bukti yang kuat untuk
mengajukan tindak pidananya kepada penuntut umum (Pasal
107 ayat (2));
d. Apabila PPNS telah selesai melakukan penyidikan, hasil
penyidikan tersebut harus diserahkan kepada Penuntut Umum
melalui Penyidik Polri (Pasal 107 ayat (3));
e. Apabila PPNS menghentikan penyidikan yang telah dilaporkan
kepada Penyidik Polri, penghentian penyidikan tersebut harus
dilaporkan kepada Penyidik Polri Dan Penuntut Umum ( Pasal
109 ayat (3)) (Harahap, 2009: 90);
Pasal 6 ayat (2) KUHAP memerintahkan bahwa syarat
kepangkatan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) diatur oleh
Peraturan Pemerintah (PP). Peraturan Pemerintah yang dimaksud
adalah PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana. Melaui PP No. 27 Tahun 1982
diatur perihal:
a. PPNS tersebut sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda
tingkat I (II/B) atau yang disamakan. PPNS diangkat oleh
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
27
Menteri Kehakiman atas usul dari departemen yang
membawahkan pegawai negeri tersebut.
b. Wewenang pengangkatan tersebut sudah dilimpahkan kepada
Sekretaris Jenderal Kementrian Kehakiman Nomor M.06-
06.UM.01.06 Tahun 1983 tentang pelimpahan Wewenang
Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Agar pada saat melaksanakan kewenangan melakukan
penyidikan antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
dan Polisi Republik Indonesia (Polri) tidak terjadi tumpang tindih
kewenangan, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) telah mengatur hubungan diantara masing-masing
institusi tersebut sebagai berikut:
a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibawah :
1) Koordinasi Penyidik Polisi Repulik Indonesia (Polri)
2) Di bawah pengawasan Penyidik Polisi Republik Indoneia
(Polri).
b. Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik Polri memberikan
petunjuk kepada penyidik PNS tertentu dan memberikan
bantuan penyidikan yang diperlukan (Pasal 107 ayat (1)
KUHAP).
c. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu harus, melaporkan
kepada Penyidik Polri tentang adanya suatu tindak pidana yang
sedang disidik, jika dari penyidikan itu oleh Penyidik Pegawai
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
28
Negeri Sipil ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan
tindak pidana kepada penuntut umum (Pasal 107 ayat (2)
KUHAP).
d. Apabila Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah selesai melakukan
penyidikan, hasil penyidikan tersebut harus diserahkan kepada
pentuntut umum. Cara penyerahan hasil penyidikan tersebut
kepada penuntut umum dilakukan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil melalui Penyidik POLRI (Pasal 107 ayat (3) KUHAP)
(Buana, 2016: 7).
Wilayah kerja atau wilayah hukum seorang Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah sesuai dengan ketetapan di
dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI tentang
Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dalam Surat
Keputusan Pengangkatan (SKEP) tersebut diatur mengenai wilayah
kerja hukum PPNS yakni dapat bersifat Nasional, Propinsi,
maupun Kabupaten/Kotamadya.
B. Tinjaun Umum Tidak Pidana
1. Istilah Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar
feit”, di dalam kitab Undang-undang hukum pidana tidak terdapat
penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud. Biasanya tindak
pidana di samakan dengan delik yang berasal dari bahasa latin yakni
kata delictum.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
29
Tentang istilah tindak pidana dipakai sebagai pengganti
“strafbaarfeit”. Dalam perundang-undangan kita dapat dijumpai
istilah-istilah yang maksudnya juga “strafbaarfeit” misalnya:
1. Peristiwa pidana (UUDS 1950 Pasal 14 ayat (1))
2. Perbuatan pidana (UU Darurat No.1 Tahun 1951, UU mengenai :
Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan,
Kekuasaan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil, Pasal 5 ayat 3b).
3. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum (UU Daurat No. 2 Tahun
1951 tentang Perubahan Ordonantie Tijdelijke Byy Zondere
Strafbepelingen S. 1948 -17 dan UU RI (dahulu) No.8 Tahun 1948
Pasal 3.
4. Hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan-perbuatan yang
dapat dikenakan hukuman (UU darurat No. 1951 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perbaruan, Pasal 19, 21, 22).
5. Tindak pidana (UU Darurat) No. 7 Tahun 1955 tentang Pemilihan
Umum, Pasal 129).
6. Tindak pidana (UU Darurat No. Tahun 1955 tentang Pengusutan,
Penuntutan Dan Peradilan Tindak Pidana Eknomi, Pasal 1 dan
sebagainya).
7. Tindak pidana (penetapan presiden No. 4 Tahun 1964 tentang
Kewajiban Kerja Bakti Dalam Rangka Pemasyarakatannya Bagi
Terpidana karena melakukan tindak pidana yang merupakan
kejahatan, Pasal 1) (Sudarto, 1991: 23).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
30
Keberagaman pendapat di antara para sarjana hukum mengenai
definisi strafbaarfeit telah melahirkan beberapa rumusan atau
terjemahan, yaitu (Prasetyo, 2016:48-49):
1. Perbuatan pidana
Mulyatno, menerjemahkan istilah strafbaarfeit dengan
perbuatan pidana. Menurut pendapatnya istilah “perbuatan pidana”
menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang
menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum di mana
pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana.
2. Peristiwa pidana
Istilah ini pertama kali ditemukan oleh Wirjono
Prodjodikoro, dalam perundang-undangan formal indonesia, istilah
“peristiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUD
sementara 1950.
3. Tindak pidana
Istilah tindak pidana pertama kali diperkenalkan oleh pihak
pemerintah cq Departemen Kehakiman. Istilah ini bayak digunakan
dalam Undang-undangtindak pidana khusus, misalnya: tindak
pidana narkotika, dan Undang-undang mengenai pornografi yang
mengatur secara khusus tindak pidana pornografi.
Menurut Simons tindak piadana adalah tindakan yang
melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
31
dengan tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawakan
atas tindakannya dan yang oleh undang undang telah dinyatakan
sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum (Togat, 2008: 95).
Prasetyo, (2016: 50) menyimpulkan bahwa yang disebut
dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum
dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian prbuatan
disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang
sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif
(tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).
Pengertian tindak pidana menurut Pasal 1 angka 7 Perkap No.
14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana adalah
suatu perbuatan melawan hukum berupa kejahatan atau pelanggaran
yang diancam dengan hukuman pidana penjara, kurungan atau denda.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan
manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut
dilarangatau diperintahkan Undang-undang hukum pidana yang diberi
sanksi berupa sanksi pidana. Untuk membedakan suatu perbuatan
sebagai tindak pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah perbuatan
tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi sanksi.
2. Unsur Tindak Pidana
Menurut Simos untuk adanya suatu tindak pidana harus
dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
32
a. Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif(berbuat)
maupun perbuatan negatif (tidak berbuat).
b. Diancam deengan pidana.
c. Melawan hokum.
d. Dilakukan dengan kesalahan.
e. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
Sedangkan menurut Moeljatno, (1993: 63) unsur unsur tindak
pidana menurut sistem hukum Indonesia yang menganut system civil
law adalah:
a. Kelakuan dan akibat
b. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
c. Keadaan tambahan yang memberatkan
d. Unsur melawan hukum yang obyekktif
e. Unsur melawan hukum yang subyektif
Unsur-unsur pidana dalam sistem hukum common law, setiap
orang yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang pidanan
harus memenuhi unsur-unsur :
a. Berdasarkan actus-reus, yaitu pihak yang tertuduh telah melakukan
suatu perbuatan yang telah dituduhkan.
b. Berdasarkan mens-rea, yaitu tertuduh yang telah melakukan
pelanggaran terhadap Undang-undang dengan disertai niat jahat
(Atmasasmita, 2000: 72).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
33
Untuk memudahkan pemahaman dapat disusun bagan tentang
tindak pidana sebagai berikut:
Bagan 1: Bagan Tindak Pidana
Sumber: Prasetyo dalam Buku Hukum Pidana Edisi Revisi, 2016
3. Klasifikasi Tindak Pidana
Dalam hukum pidana Indonesia yang menganut system civil
law, klasifikasi tindak pidana dapat dibedakan adas dasar-dasar
tertentu, yang salah satunya adalah sebagai berikut :
a. Membedakan antara kejahatan dan pelanggaran
Dalam WvS Belanda terdapat pembagian tindak pidana
antara kejahata yang biasa disebut rechtdelicten dan pelanggaran
yang disebut dengan wetsdelicten.
Perbuatan
dilakukan
manusia
Bersifat melawan
hukum
Dengan
kesalahan
Dirumuskan
dalam Undag-
undang
Tanpa alasan
pembenar
Tanpa alasan
pembenar
PIDANA
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
34
Dasar penmbedaan antara kejahatan dan pelanggaran
adalah sebagai berikut. Pelanggaran lebih ringan daripada
kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada
pelanggaran bukanlah pidana penjara, tetapi pidana kurungan atau
denda sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman
pidana penjara (Prasetyo. 2016: 58).
b. Delik formal dan delik materil
Delik formil adalah delik yang dianggap selesai dengan
dilakukannya perbuatan itu, atau dengan perkataan lain titik
beratnya berada pada perbuatan itu sendiri. Tidak dipermasalahkan
apakah perbuatannya, sedangkan akibatnya hanya merupakan
aksidentalia (hal yang kebetulan).
Sebaliknya dalam delik materil titik beratnya pada akibat
yang diarang, delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah
terjadi, bagaimana cara melakukannya perbuatan itu tidak menjadi
masalah.
c. Delik dolus dan delik culpa
1) Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaaan,
rumusan kesengajaan itu mungkin dengan kata-kata yang
tegas. Dengan sengaja, tetapi mungkin juga dengan kata-kata
lain yang senada.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
35
2) Delik culpa didalam rumusanya memuat unsur kealpaan,
dengan kata karena kealpaannya, misalnya dalam Pasal 359,
360, 195.
3) Delik commisionis dan delik omissionis
Pelanggaran hukum dapat berbentuk berbuat sesuatu
yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang diharuskan (to
commit = melakukan; to omit=meniadakan). Delik commisionis
tidak terlalu sulit dipahami, misalnya berbuat mengambil,
menganiaya, menembak, mengancam, dan sebagainya.
Delik ommisionis dapat kita jumpai pada Pasal 522
(tidak datang menghadap ke pengadilan sebagai saksi), Pasal
164 (tidak melaporkan adanya pemufakatan jahat).
d. Delik aduan dan delik biasa (bukan aduan)
Delik aduan (klachdelict) adalah tindak pidana yang
penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan,
penghinaan, perzinahan, pemerasan. Jumlah delik aduan ini tidak
banyak terdapat di dalam KUHP. Siapa yang dianggap
berkepentingan, tergantung dari jenis deliknya dan ketentuan yang
ada.
Terdapat dua jenis delik aduan, yaitu delik aduan absolut,
yang penuntutanyya hanya berdasarkan pengaduan, dan delik
aduan relatif di sini karena adanya hubungan istimewa antara
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
36
pelaku dengan korban, misalnya pencurian dalam keluarga (Pasal
367 ayat 2 dan 3) (Prasetyo, 2016: 60-61).
Dalam hukum pidana Inggris, setelah dikeluarkannya The
criminal law act 1967, pengkalisifikasian tindak pidana adalah
sebagai berikut :
a. Arrestable offences terdiri atas tindak pidana yang pidananya
ditetapkan dalam Undang-undang atau pelakunya dapat
dipenjara 5 tahun yang sesuai dengan yang tercantum dalam
Pasal 2 ayat (1). Dalam Pasal 12 ayat 3 suatu tindak pidana
dapat ditetapkan oleh Undang-undangsebagai arrestable
offences walaupun ancaman pidananya kurang dari 5 tahun
b. Non arrestable offences dalam kategori ini, yaitu semua jenis
pidana lain yang tidak termasuk pada tindak pidana dalam
tindak pidanan yang didasarkan pada ancamannya (Saebani,
2016: 235).
4. Pertanggungjawaban Pidana
Dalam sistem common law, misalnya di Inggris, harus
memenuhi syarat bahwa pada prinsipnya setiap orang yang
melakukan kejahatan bertanggung jawab atas perbuatannya kecuali
ada sebab-sebab yang menimbulkan dalam meniadakan
penghapusan pertanggungjawaban tersebut atau disebut dengan
istilah exemptions from liability. Pertanggungjawaban pidana
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
37
menurut hukum pidana di Inggris harus berdasarkan kesalahan,
yaitu: (Saebani, 2016:240-245)
a. Intent (kesenjangan)
b. Reckleness(kesembronoan)
c. Negligence(kealpaan)
Dalam sistem hukum Inggris, seseorang tidak
dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana jika ia masuk
dalam kategorin sebagai berikut:
a. Memperoleh tekanan, baik fisik maupun psikologi sedemikian
rupa sehingga mengurangi pengendalian dirinya atau
membatasi kebebasan pribadi
b. Termasuk golongan orang yang tunduk pada peraturan khusus,
seperti diplomat asing atau anak yang di bawah umur.
Sedangkan berdasarkan hukum pidana sistem civil law
seperti Belanda, pertanggungjawaban pidana harus memenuhi
empat persyaratan berikut :
a. Tindakan (commission)
b. Rumusan delik dalam Undang-undang
c. Tindakan yang bersifat melawan hukum(unlawful)
d. Pelakunya dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam sistem hukum pidana Indonesia,
pertanggungjawaban pidanan hanya dapat terjadi jika sebelumnya
seseorang telah melakukan tindak pidana dan aturannya hampir
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
38
sama dengan pertanggungjawaban dalam sistem hukum pidana
Belanda. Menurut Moeljatno, (2009: 155) bahwa orang tidak
mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) jika tidak
melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian,
pertanggungjawaban pidana pertama-tama bergantung pada
dilakukannya tindak pidana. Kesalahan dijadikan faktor penentu
pertanggungjawaban pidana.
Moeljatno mengemukakan pandangan bahwa dalam hukum
pidana Indonesia dikenal dengan ajaran dualisme, pada pokoknya
ajaran ini memisahkan tindak pidana dan pertanggungjawaban
pidana. Roeslan Saleh mengatakan bahwa orang yang mampu
bertanggung jawab harus memenuhi tiga syarat, di antaranya:
a. Menyadari makna yang senyatanya dari perbuatannya.
b. Menyadari bahwa perbuatannya tidak dapat dipandang patut
dalam pergaulan di masyarakat.
c. Mampu menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan
perbuatan.
Dalam sistem hukum civil law, pertanggungjawaban pidana
diatur jelas dan terdapat dalam setiap KUHP dari tiap-tiap negara
yang menganut sistem civil law tersebut (Moeljatno, 2009:159).
C. Tinjauan Umum Perlindungan Hukum
1. Perlindungan Hukum Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
39
Unsur pokok Negara hukum adalah pengakuan dan
perlindungan terhadap “fundamental rights” (hak-hak dasar/asasi).
Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 9 ayat (1) Undang-undang RI No. 39
Tahun 1999 “setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
dan mneningkatkan taraf hidupnya”.
Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, hak yang harus dilindungi pemerintah terkait
perlindungan hukum terhadap diri pribadi manusia atau tersangka yang
menjalani proses pemeriksaan perkara pidana, antara lain :
a. Hak Pelindungan
Berhak atas perlindungan pribadi, keluarga kehormatan,
martabat dan hak miliknya (Pasal 29 ayat (1) UU No.39 Tahun
1999) “setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan hak milknya.
b. Hak Rasa Aman
Berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan
terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu (Pasal 30 UU No.39 Tahun 1999) “setiap orang berhak atas
rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat ssesuatu.”
c. Hak Bebas dari Penyiksaan
Berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau
perlakuan yang kejam, tidak manusawi, merendahkan derajat dan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
40
martabat kemanusiaannya (Pasal 33 ayat (1) UU No.39 Tahun
1999) “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan,
penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,
merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.”
d. Hak tidak diperlakukan sewenang-wenang
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dikucilkan,
diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang (Pasal 34 UU
No.39 Tahun 1999).“setiap orang tidak boleh diangkap, ditahan,
disiksa, dikucikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-
wenang.
e. Hak tidak disiksa
Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang
hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk
memproleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari
orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang
telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau
orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap
bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut
ditimbulkan oleh, atas hasutan darim dengan persetujuan, atau
sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Pasal 1 butir 4
UU No.39 Tahun 1999).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
41
Perlindungan hukum adalah segala daya upaya yang diakukan
secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan
kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada (UU No. 39
Tahun 1999 tentang Hak-Hak Manusia).
Pada prinsipnya perlindungan hukum tidak membedakan
terhadap kaum pria maupun wanita. Indonsia sebagai Negara hukum
berdasarkan Pancasia haruslah memerikan perlindungan hukum
terhadap warga masyarakatnya karena itu perlindungan hukum
tersebut akan melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi
manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial dalam wadah Negara kesatuan yang menjunjung tinggi
semangat kekeuargaan demi mencapai keesejahteraan bersama
(Subekti Dan Tjitro Sudibyo, 1996:4).
2. Pengertian Perlindungan Hukum Tersangka
Negara menjamin pemenuhan hak-hak tersangka dalam setiap
tahap proses hukum yang adil (due proces of law). Negara melalui
kepolisian yang seharusnya memberi perlindungan kepada tersangka
telah gagal menjalankan misinya. Kekerasan terus terjadi dalam
penyidikan dan polisi merasa tidak perlu menegakkan hak-hak
tersangka yang sebenarnya dijamin oleh Undang-undang, karena upaya
untuk menghentikan kekerasan melalui proses peradilan tidak diatur
dalam perundang-undangan Pra peradilan sebagai salah satu cara untuk
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
42
menghentikan proses penyidikan (Pasal 77 KUHAP) hanya
diperuntukkan untuk menilai sah atau tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan. Tak ada satu
Pasalpun yang memberi hak kepada tersangka untuk mempersoalkan
perlakuan tersebut ke Peradilan, atau setidaknya ke Polisi itu sendiri
(Dinigrat, 2017:32).
Terkait dengan masalah perlindungan hukum terhadap hak
tersangka, maka dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum
terhadap hak tersangka adalah tempat berlindung bagi seseorang atau
beberapa orang dalam memperoleh hak-haknya sebagai tersangka
melalui ketentuan-ketentuan, kaidah-kaidah maupun peraturan-
peraturan yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang diakui dan
diikuti oleh anggota masyarat itu sendiri (Bawono, 2011: 556).
3. Perlindungan hukum terhadap tersangka di beberapa Negara
Hukum acara pidana yang berlaku di setiap Negara bisa di
pastikan mempunyai aturan yang berbeda satu sama lain. Namun
terhadap banyaknya peraturan hukum acara pidana secara positif
berlaku di Negara-negara di dunia, dapat diketahui adanya suatu
standar perlindungan HAM yang berlaku universal. Dalam hal
perlindungan HAM terhadap tersangka beberapa Negara dibawah ini
juga mempunyai peraturan yang berlaku, diantaranya (Kaligis, 2006:
200):
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
43
a. Kerajaan Saudi Arabia
Beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan HAM
terhadap tersangka yang berlaku di Saudi Arabia, antara lain:
1) Tersangka berhak menggunakan penerjemah dalam setiap
Tanya jawab yang dibutuhkan.
2) BAP dilakukan secara tertulis, tanpa kesalahan, tanpa
tambahan dan tanpa ruang dan ditandatangani oleh pihak
Penyidik dan tersangka.
3) Penyidikan berlangsung tertutup, BAP bersifat rahasia.
4) Tersangka berhak didampingi oleh penasihat hukum dalam
setiap BAP. Penasihat hukum dibolehkan untuk memperoleh
memorandum yang berisi komentarnya mengenai BAP dan
oleh Penyidik memorandum tersebut harus dimasukkan dan
disatukan dalam berkas perkara.
5) Dalam setiap penangkapan harus disertai surat perintah yang
dikeluarkan oleh Penyidik.
6) Tersangka tidak boleh diperlakukan secara kejam, baik fisik
maupun mental.
7) Apabila seorang tersangka ditangkap, dalam waktu 3 (tiga) hari
petugas investigasi harus melaporkan kepada petugas examiner
untuk memperoleh perintah penahanan resmi. Lamanya
penahanan tersebut adalah 21 (dua puluh satu) hari.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
44
8) Petugas examiner dapat melepaskan tahanan, baik dengan
jaminan atau tanpa jaminan.
9) Tersangka berhak untuk menggugat perintah penahanannya
atau perintah perpanjangan penahanan.
10) Tersangka yang ditahan dan memperoleh perlakuan keberatan
terhadap LP atau Petugas Lapangan.
11) Tersangka harus diberitahu mengenai tuntutan terhadapnya
sebelum sebelum ia diinterogasi.
12) Seseorang yang ditangkap harus segera diperiksa sebelum
ditahan. Pemeriksaan harus berlangsung di kantor Penyidik
dan oleh Penyidik itu sendiri.
b. Republik Rakyat Cina
Pada hukum acara yang baru, tersangka diberitahukan
haknya untuk menunjuk penasihak hukum sejak berkas perkaranya
dilimpahkan oleh polisi kepada penuntut umum. Apabila tersangka
mempunyai penasihat hukum sendiri, sejak awal disidik atau
ditahan polisi, tersangka berhak didamingi oleh penasihat
hukumnya.
Didalam hukum acara yang baru juga dimasukkan
ketentuan bahwa tidak seorangpun dapat dipersalahkan atas suatu
kejahatan, kecuali melalui suatu putusan pengadilan.
c. Amerika Serikat
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
45
Jika membahas perlindungan terhadap tersangka, tidak akan
lepas dari bayang-bayang Miranda rule. Miranda rule adalah suatu
aturan yang mengatur tentang hak-hak seseorang yang dituduh atau
disangka melakukan tindak pidana/criminal, sebelum diperiksa oleh
Penyidik/Instansi yang berwenang (Lubis, 2008: 15).
Prinsip-prinsip Miranda Rule dikembangkan melalui praktek
putusan-putusan peradilan di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi
hak-hak konstitusional setiap warga negara. Prinsip tersebut berkaitan
dengan pemberian peringatan terhadap tersangka akan hak-haknya,
hak-hak tersangka selama dia dalam tahanan, hak untuk mendapatkan
pengacara serta hak untuk diam.
Berdasarkan putusan atas kasus Miranda vs Arisona, yang
kemudian dikembangkan melalui berbagai putusan pengadilan, maka
teori Miranda Rules berisi empat hal di bawah ini (Pattipeiluhu, 2015:
18-19):
1. Peringatan Miranda
Seperti diketahui bahwa keputusan Mahkamah Agung
dalam kasus Miranda adalah puncak dari serangkaian keputusan
hukum yang telah secara bertahap memajukan hak-hak terdakwa
yang melakukan kejahatan.
Mahkamah menyatakan bahwa meskipun setiap interogasi
oleh polisi di mana saja menghasilkan beberapa tekanan dan
kecemasan, apa yang ada di wajah polisi hanyalah kata-kata
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
46
permintaan yang mengambil corak dari petugas berseragam,
lencana, pistol dan sikap.
2. Interogasi dalam tahanan.
Aturan Miranda menyatakan bahwa hak istimewa terhadap
memberatkan diri dimulai dengan interogasi tahanan. Peringatan
Miranda harus diberikan pada saat itu; sebaliknya, pernyataan yang
memberatkan didapati setelah tidak dapat digunakan terhadap
tersangka di pengadilan. Miranda mendefinisikan “interogasi
tahanan” sebagai “interogasi yang diprakarsai oleh aparat penegak
hukum setelah seseorang telah ditahan atau dirampaskebebasannya
bertindak dalam cara yang signifikan (initiated by law enforcement
officers after a person has been taken into custody or otherwise
deprived of his freedom of action in any significant way).
Terlepas dari bagaimana mereka menangani aspek-aspek
lain dari uji tahanan, pengadilan mempertimbangkan totalitas
keadaan dalam membuat penentuan tahanan. Situasi seperti itu
dapat mencakup kombinasi dari berikut :
a. lokasi pertemuan dan apakah lokasi tersebut asing bagi
tersangka, atau setidaknya netral atau publik;
b. jumlah para petugas yang menanyai tersangka;
c. tingkat pengekangan fisik yang digunakan untuk menahan
tersangka;
d. durasi dan sifat interogasi;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
47
e. bahasa yang digunakan untuk memanggil tersangka;
f. sejauh mana tersangka dihadapkan dengan bukti kesalahan; dan
g. apakah tersangka memulai kontak
dengan polisi.6
Kondisi-kondisi tersebut merupakan hak tersangka yang
harus ditaati oleh para petugas dan polisi.
3. Hak mendapatkan pengacara
Terhadap peringatan yang telah diberikan, terdakwa dapat
secara tegas melepaskan hak-haknya. Ketika terdakwa meminta
kehadiran seorang pengacara, maka pertanyaan harus berhenti
sampai seseorang dihadirkan atau sampai terdakwa sendiri
memulai percakapan tersebut. Pihak berwenang tidak boleh
menghindari tuntutan Miranda dengan menyadap sebuah
pengakuan yang tidak dapat dibenarkan, memberikan peringatan-
peringatan Miranda, dan kemudian memunculkan pengakuan yang
sama. Atau mungkin pemerintah terus-menerus kembali
kepertanyaan setelah interogasi telah dihentikan melalui tuntutan
keistimewaan terdakwa, kecuali kehadiran atas permintaan dewan
penasehat hukum, atas undangan terdakwa,
atau setelah istirahat dalam tahanan-interogasi terkait, minimal
dalam 14 hari.7 Jika tersangka atau terdakwa melepaskan hak-
haknya, maka itu menjadi pilihannya sekaligus konsekwensi
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
48
yang harus ditanggungnya kelak nanti dalam proses peradilan
selanjutnya.
4. Hak Diam
Pengadilan telah mengakui pengecualian atas aturan-aturan
tersebut.
Jenis-jenis Miranda rule ada 3, yaitu:
a. Miranda rule, adalah suatu aturan yang mengatur hak-hak
seseorang yang dituduh atau disangka melakukan tindak
pidana, sebelum proses penyidikan.
b. Miranda rights, ditekankan pada hak untuk diam atau menolak
untuk menjawab pertanyaan polisi atau yang menangkap
sebelum diperiksa oleh penyidik, hak untuk mendapatkan
penasihat hukum jika tersangka tidak mampu menyediakan
penasihat hukum sendiri
c. Miranda warning adalah peringatan yang harus diberitakan
oleh penyidik kepada tersangka (Sitorus, 2016: 8-9).
Miranda rule menjadi penting karena hal-hal yang menjadi
dasar pengaturannya juga terdapat dalam hukum positif Indonesia
di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).
Sebagaimana Kafrawi, (2016: 59) menyatakan: Miranda principle
adopted in several chapters in the Book of the Law of Criminal
Law Indonesia. Therefore, the protection of the rights of the
suspect (Miranda Rule) is the imperative nature/necessity to be
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
49
implemented, so that if it is ignored result for any reason can result
in the cancellation of the enforcement of criminal law itself.
Besides violation of the Miranda Rule is a violation of Human
Rights (HAM) due to the universal declaration of human rights
which confirms the presence of the Legal Counsel assisting the
suspect /defendant is the value inherent in human beings, thus
ignoring it is contrary to human rights values.
D. Tinjauan Umum Tersangka
1. Pengertian Tersangka
Menurut Pasal 1 angka 14 KUHAP: tersangka adalah
seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Selanjutnya, definisi tersangka dengan rumusan yang sama
diatur pula dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang
Manajeman Penyidikan Tindak Pidana (Perkap No. 14 tahun 2012).
Pasal 1 angka 21 Perkap No. 14 Tahun 2012 sebagai berikut:
“bukti permulaan adalah alat bukti berupa laporan polisi dan 1 (satu)
alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang
telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan
penangkapan.”
Ketentuan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
menjamin hak tersangka untuk tidak menerima perlakuan secara
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
50
diskriminasi, hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa serta hak
persamaan di depan hukum serta adanya pengaturan mengenai sebuah
lembaga independen yang bernama komisi nasional hak asai manusia
yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi hak asasi mnusia. Dari uraian tersebut di
atas, nampak jelas bahwa apa yang tersurat dalam Undag-undang,
peraturan-peraturan maupun yang tersirat dari pendapat para sarjana,
hak-hak asasi manusia dalam sistem hukum kita dikenal dan dijamin
mengenai perlindungan hak asasi manusia bagi terdakwa/tersangka
(Arnita, 2013: 46).
2. Waktu Seseorang Menjadi Tersangka
Pengaturan tentang waktu kapan ditetapkannya seorang
menjadi tersangka di atur dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Perkap 12/2009) disebutkan bahwa :
(1) Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik
kepada seorang setelah hasil penyidik kepada seseorang seteah
hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan
yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
(2) Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu
paling sedikit 2(dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
51
3. Gugurnya Status Tersangka
Seorang tersangka statusnya dapat hilang sebagai tersangka
tergantung berapa lama seseorang tersebut menjalani masa penyidikan,
karena selama masih dalam penyidikan maka selama itu juga di
sandang status tersangka. Jika proses penyidikan selesai dan
dilanjutkan ke proses persidangan di pengadilan maka statusnya
berubah menjadi terdakwa.
Pasal 109 ayat (2) KUHAP berbunyi “dalam hal penyidik
menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau
peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau
penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan
hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”. Berdasar
bunyi ayat tersebut seorang tersangka tidak lagi menyandang status
tersangka jika perkaranya dihentikan penyidikannya.
Penghentian penyidikan dilakukan karena tidak memenuhi hal-
hal yang telah ditentukan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 76
ayat (1) Perkapolri 14/2012: “penghentian penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 huruf i, dilakukan apabila :
a. Tidak terdapat cukup bukti
b. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
c. Demi hukum, karena:
1) Tersangka meninggal dunia
2) Perkara telah kadaluarsa
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
52
3) Pengaduan dicabut (khusus delik aduan); dan
4) Tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem).
Selain hal tersebut diatas, status tersangka dapat digugurkan
dalam praperadilan. Ketentuan ini ada dengan dikeluarkannya putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 permohonan
praperadilan atas penetapan tersangka memiliki landasan hukum untuk
diajukan ke pengadilan namun terdapat karakteristik khusus. Putusan
ini membuat praperadilan mampu menggugurkan status tersangka
seseorang (Kepaniteraan Mahkamah Agung RI. Praperadilan pasca 4
putusan MK. Tersedia di
https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/index.php/peraturan/6artik
el/artikel-hakim-agung/1449-praperadilan-pasca-4-putusan-ma-dr-
rikiperdana raya-waruwu-s-h-m-h. Diakses pada 19/11/2017).
E. Tinjauan Penangkapan Dan Tertangkap Tangan
1. Tinjauan Penangkapan
Penjelasan mengenai penangkapan terdapat dalam Pasal 1
angka 20 KUHAP yaitu suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan dalam hal serta menurut cara dan diatur dalam Undang-
undang ini.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
53
KUHAP telah menentukan cara-cara dalam melakukan
penangkapan. Pihak yang berwenang untuk melakukan penangkapan
tercantum dalam Pasal 16 KUHAP yaitu :
a. Penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan untuk kepentingan penyidikan
b. Penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan untuk kepentingan penyidikan.
Dalam melakukan penangkapan penyidik harus mempunyai
alasan yang kuat diantaranya:
a. Seseorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana.
b. Atas dugaan yang kuat tadi, harus berdasarkan bukti permulaan
yang cukup (Pasal 17 KUHAP).
Pengertian bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan
Pasal 17 KUHAP adalah bukti permulaan untuk menduga adanya
tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal 17 KUHAP
ini menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan
dengan sewenang-wenang, tetapi di tujukan kepada mereka yang
betul-betul melakukan tindak pidana (Magakansa, 2016:103).
Definisi bukti permulaan yang cukup tesebut sesungguhnya
masih belum jelas, karena Pasal 1 butir 14 KUHAP sendiri tidak
menerangkan apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup.
Oleh karena itu dalam praktik masalah ini sangat tergantung penilaian
obyektif penyelidik dan penyidik. Namun sebagai pedoman dalam
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
54
praktek menurut rapat kerja mahkamah agung kehakiman kejaksaan
polisi (MAKEHJAPOL-I) tanggal 21 maret 1984, menyimpulkan
bahwa bukti permulaan yang cukup seyogyanya minimal laporan polisi
di tambah satu alat bukti (Prints, 1989:43).
Sementara Dalam Pasal 184 KUHAP dijelaskan bahwa
terdapat 4 alat bukti yang dianggap sah yaitu:
a. Keterangan saksi
Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim
harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
- Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain
- Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain
- Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk
memberikan keterangan yang tertentu
- Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada
umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya.
b. Keterangan ahli
Definisi keterangan menurut KUHAP adalah keteranagan
yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara
pidana guna kepentingan pemeriksaan.
c. Surat
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
55
Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah, adalah:
- Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di
dengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas keterangannya itu.
- Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perUndag-
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal
atau suatu kejadian.
- Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu
keadaan yang diminta secara resmi dan padanya.
- Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Berdasarkan Undang-undang informasi dan transaksi
elektronik, informasi elektronik atau dokumen eektronik dan atau
dokumen elektronik dan atau hasil cetakannya merupakan alat
bukti hukum yang sah.
d. Petunjuk.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
56
Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah
terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
e. Keterangan terdakwa
Keterangan ahli hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri dan tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus di sertai dengan alat bukti lain.
Rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP telah
menyebutkan bahwa penyelidik karena kewajibannya mempunyai
wewenang untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab. Dalam penjelasannya mengenai ketentuan
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP secara singkat
pembentuk undang-undang hanya menjelaskan bahwa, yang
dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari penyelidikan
untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum,
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukannya tindakan jabatan,
c. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam
lingkungan jabatannya,
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
57
d. atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa,
dan
e. menghormati hak asasi manusia
Yang dimaksud dengan perkataan mengadakan “tindakan lain
untuk kepentingan penyelidikan” sebenarnya adalah mengambil atau
melakukan tindakan-tindakan yang lain selain dari tindakan-tindakan
yang oleh undang-undang telah disebutkan secara limitatif sebagai
tindakan-tindakan yang dapat dibenarkan untuk diambil oleh seorang
penyelidik, tetapi yang oleh penyelidik yang bersangkutan telah
dipandang sebagai tindakan-tindakan yang perlu diambil atau
dilakukan untuk mencapai tujuan tugas-tugas penyelidikannya.
M. Yahya Harahap menulis bahwa bagi yang suka
memperhatikan pengertian bukti permulaan yang cukup menurut
pengertian teori dan praktik hukum dapat dikatakan masih merupakan
suatu pengertian yang kabur. Namun sekedar pegangan dapat
dikatakan bahwa tindakan penangkapan baru dapat dilakukan oleh
penyidik apabila seseorang itu diduga keras melakukan tindak pidana
dan dugaan itu didukung oleh permulaan bukti yang cukup. Mengenai
apa yang dimaksud dengan permulaan bukti yang cukup nampaknya
pembuat Undang-undang menyerahkan sepenuhnya kepada penilaian
penyidik. Akan tetapi penyerahan penilaian maksud bukti permulaan
cukup ini kepada penyidik sedikit banyak pasti akan membawa
kurangpastian dalam praktik hukum serta sekaligus membawa
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
58
kesulitan tentang penilaian apakah sesuatu telah dapat dikatakan
memadai sebagai bukti permulaan yang cukup (Harahab, 1985: 162-
163).
Syarat lain untuk melakukan penangkapan harus didasarkan
untuk kepentingan penyelidikan ataupun untuk kepentingan
penyidikan. Oleh karena penangkapan juga dimaksudkan untuk
kepentingan penyelidikan maka mesti tetap diingat alasan terdahulu
yakni harus ada dugaan keras terhadap tersangka sebagai pelaku
tindak pidananya serta harus didahului adanya bukti permulaan yang
cukup. Juga penutup untuk diingat supaya alasan untuk kepentingan
penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan begitu gampang
diselewengkan untuk maksud lain di luar kepentingan penyelidikan
dan penyidikan.
Secara tegas ketentuan Pasal 19 ayat (1) KUHAP mengatakan
bahwa penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat
dilakukan untuk paling lama satu hari. Karena penangkapan terhadap
seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana hanya boleh
dilakukan untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan. Apabila
kepentingan penyelidikan dan penyidikan tidak memerlukan lagi
orang itu untuk diselidik atau disidik lebih lanjut, harus segera
dibebaskan dengan tidak perlu menunggu habisnya waktu
penangkapan yang diizinkan oleh undang-undang.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
59
2. Pengertian Tertangkap Tangan
Mengetahui suatu peristiwa yang dapat diduga sebagai tindak
pidana, dapat dilakukan melalui (Ramelan, 2006: 42):
a. Adanya laporan atau pengaduan
Terdapat perbedaan pengertian laporan dan pengaduan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai
hukum publik dianut suatu asas umum bahwa: Hak untuk
melakukan penuntutan suatu tindak pidana diletakkan pada
penuntut umum, sedangkan permintaan dari orang yang menjadi
korban ataupun orang lain yang mengetahui terjadinya tindak
pidana untuk melakukan penuntutan, tidak memiliki pengaruh atau
keharusan bagi penuntut umum untuk menindak lanjuti.
Hal tersebut disebabkan oleh karena KUHP dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan umum, kepentingan oran banyak,
dan tidak ditujukan untuk khusus melindungi kepentingan
perorangan. Permintaan setiap orang yang mengetahui terjadinya
tindak pidana, untuk melakukan penuntutan atas peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana tersebut berbentuk laporan.
Pengaturan di dalam KUHAP juga dijumpai adanya
penyimpangan atas asas umum tersebut, yaitu ada beberapa jenis
tindak pidana (delik) yang hanya dapat dituntut atas permintaan
pernderita atau korban, artinya penuntut umum tidak akan
melakukan penuntutan apabila tidak ada permintaan atas
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
60
pengaduan dari pihak yang menjadi korban. Hak korban disebut
dengan hak penuntutan. Hak ini dilakukan dan hanya dalam delik
atau tindak pidana yang disebut dengan delik aduan.
b. Informasi yang diperoleh aparat penegak hukum baik melalui
sumber tertutup (melalui kegiatan intelijen) maupun sumber
terbuka (pemberitaan pers, publikasi-publikasi tertentu
dansebagainya)
Informasi yang diperoleh secara tertutup dilakukan melalui
kegiatan intelijen. Sedangkan informasi terbuka biasanya diperoleh
dari pemberitaan pers ataupun surat kaleng maupun laporan dengan
identitas yang jelas.
c. Kedapatan tertangkap tangan
Tertangkap tangan atau haterdaad (ontdekking op
haterdaad) menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah:
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah
beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian
diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya,
atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang
diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana
itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
61
Menurut Simorangkir, (1983:76) tertangkap tangan sama
dengan “heterdaad” yaitu kedapatan tengah berbuat tertangkap
basah; pada waktu kejahatan tengah dilakukan atau tidak lama sesudah
ia diketahui orang.
Menurut Bonn (124) penyidikann delik tertangkap tangan
berasal dari Perancis, dimana sejak zaman Romawi telah dikenal delik
tertangkap tangan yaitu delik yang tertangkap sedang atau segera
setelah berangsung yang mempunyai akibat-akibat hukum yang
berbeda dengan delik lain.
Pasal 19 ayat (1) KUHAP: rumusan mengenai tangkap tangan
adalah:
a. Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindakan
pidana, atau
b. Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau
c. Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau
d. Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya, atau
e. Turut melakukan atau membantu melakukna tindak pidana.
Dalam KUHAP banyak istilah yang bersifat abstrak dan tidak
diberikan arti yang jelas dan khusus, seperti pada huruf ‘b” istilah
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
62
“dengan segera” tidak diberikan spesifikasi batas waktunya sehingga
menimbulan keleluasan kepada pihak yang berwenang untuk
melakukan penangkapan.
Pendapat Soesilo, (7) mengenai contoh “dengan segera”
sebagai berikut: Apabila seorang Bhayangkara mendengar suara orang
berterika minta tolong. Saai itu terlihat olehnya terdapat seseorang
yang berlari keluar rumah dengan tangan berlumuran darah kemudian
ia di tangkap dan diperiksa. Sesudah orang itu di tangkap dan diperiksa
ternyata diketahui bahwa seseorang tersebut baru saja menganiaya
seseorang. Tindak pidana penganiayaan tersebut kedapatan segera
sesudah dilakukan (tertangkap tangan).
Selanjutnya tentang pengertian atau sesaat kemudian pada
orang tersebut ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah
pelakunya. Yang menimbulkan permasalahan dalam rumusan ini, tidak
dikaitkan penemuan benda yang ada pada orang itu dengan ketentuan
jangka waktu. Artinya tidak dihubungkan dengan kata-kata segera
sesudah dilakukan. Dengan demikian, merupakan pembuat Undang-
undang tidak menggantungkan ketentuan rumusan ini dengan faktor
waktu. Atau faktor waktu tidak diterima dalam ketentuan ini. Faktor
yang menentukan adalah dijumpainya benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana dan sekaligus benda
yang diketemukan pada orang tadi memberi petunjuk bahwa orang
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
63
itulah pelaku atau orang yang turut melakukan ataupun orang yang
membantu melakukan peristiwa tindak pidana. Maka dalam hal yang
demikian, masih dapat dikategorikan dalam pengertian tertangkap
tangan.
Pada kejadian tertangkap tangan, setiap orang berhak
menangkapnya. Tidak terkecuali siapapun berhak untuk menangkap
orang yang sedang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Akan
tetapi harus diperhatikan kata “hak” yang terdapat dalam ketentuan ini.
Bukan kewajiban melainkan hak. Berarti orang yang melihat atau
menyaksikan boleh mempergunakan haknya untuk menangkap. Bagi
setiap orang atau pejabat yang mempunyai wewenang dalam tugas
ketertiban, ketentraman dan keamanan umum wajib menangkap
tersangka yang sedang tertangkap tangan. Jadi kalau pada kelompok
orang-orang pada umumnya tindakan penangkapan dalam peristiwa
pidana bersumber dari hak yang diberikan hukum kepada mereka. Lain
halnya pada kelompok kedua ini, yaitu orang-orang
- yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban,
- yang mempunyai wewenang dalam tugas ketentraman, kelompok ini
wajib menangkap tersangka.
Bagi kelompok ini oleh hukum dibebankan kepada mereka
kewajiban untuk menangkap pelaku tindak pidana dalam keadaan
tertangkap tangan. Atau terhadap kelompok orang yang mempunyai
wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan umum
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
64
dengan sendirinya timbul kewajiban hukum untuk menangkap pelaku
tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan. Bagi setiap orang
yang bertindak melakukan penangkapan atas pelaku tindak pidana
dalam keadaan tertangkap tangan segera menyerahkan tersangka
kepada penyelidik atau penyidik (Wattie, 2015: 18-19).
3. Larangan Penangkapan Atas Pelanggaran
Menurut pasal 19 ayat (2), tidak diperbolehkan melakukan
penangkapan terhadap tindak pidana pelanggaran. Prinsip hukum telah
menggariskan, diarang menangkap pelaku tindak pidana pelanggaran.
Tentu terhadap rinsip hukum ini ada pengecualian, sebagaimana
dijelaskan sendiri oleh Pasal 19 ayat (2) yakni dalam hal: apabila
tersangka pelaku tindak pidana pelanggaran sudah dua kali dipanggil
berturut-turut secara resmi namun tidak memenuhi panggilan tanpa
alasan yang sah. Dalam kasus ini tersangka dapat ditangkap atau dapat
dibawa ke kantor polisi dengan paksa, untuk dilakukan
pemeriksaan(Harahab, 2007: 161).
F. Tinjauan Umum Kepolisian Republik Indonesia
Sebagai negara hukum indonesia tentu menjunjung tinggi hukum
dan juga penegak hukum. Penegak hukum yang menjadi sorotan
masyarakat adalah Polisi. UU telah mengatur pengertian kepolisian
sebagai segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
polisi sesuai dengan dengan peraturan perUndag-undangan (Pasal 1 ayat
(1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
65
Polisi merupakan alat penegak hukum yang dapat memberikan
perlindungan, pengayoman, serta mencegah timbulnya kejahatan dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahardi
mengatakan bahwa “kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat
(Sadjijono, 2010: 1).
1. Struktur Organisasi Kepolisian Republik Indonesia
Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat
sampai ke kewilayahan, dengan susunan: Organisasi Polri tingkat
pusat disebut markas besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Mabes Polri); sedangkan organisasi Polri tingkat kewilayahan disebut
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) di tingkat
Provinsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia Resort (Polres) di
tingkat kabupaten kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sektor (Polsek) diwilayah kecamatan (polri.go.id.
https://www.polri.go.id/tentang-struktur.php. Diakses pada
05/11/2017).
a. Tingkat Mabes
Unsur pimpinan Mabes Polri adalah Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kapolri adalah Pimpinan
Polri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polis
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
66
b. Tingkat Polda
Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda)
merupakan satuan pelaksana utama Kewilayahan yang berada di
sssubawah KaPolri. Polda bertugas menyelenggarakan tugas Polri
pada tingkat kewilayahan. Polda dipimpin oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Daerah (Kapolda), yang bertanggung
jawab kepada KaPolri. Kapolda dibantu oleh Wakil Kapolda
(Wakapolda).
Polda membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni Tipe A-K, Tipe A dan
Tipe B. Polda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1 Polda, yaitu
Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin seorang
perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen),
sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir
Jenderal Polisi (Brigjen).
c. Tingkat Polres
Polres membawahi Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sektor. Untuk kota - kota besar, Polres dinamai Kepolisian Resor
Kota Besar. Polres memiliki satuan tugas kepolisian yang lengkap,
layaknya Polda, dan dipimpin oleh seorang Komisaris Besar Polisi
(Kombes) (untuk Polrestabes) atau Ajun Komisaris Besar Polisi
(AKBP) (untuk Polres)
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
67
d. Tingkat Polsek
Polsek maupun Polsekta dipimpin oleh seorang Ajun
Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk Polda Metro Jaya)
atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk tipe urban), sedangkan di
Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin oleh perwira
berpangkat Ajun Komisaris Polisi(AKP) (tipe rural). Di sejumlah
daerah di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur
Polisi Dua (Irda).
2. Fungsi Kepolisian
Menurut Pasal 2 UU POLRI menyebutan bahwa Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian sebagai fungsi dan sebagai lembaga/organ.
Kepolisian sebagai fungsi, menunjuk pada tugas dan wewenang yang
diberikan oleh Undag-undang, yaitu fungsi preventif dan fungsi
represif. Fungsi preventif yaitu berupa tindakan-tindakan kepolisian
yang dilakukan dengan maksud untuk mencegah agar tidak terjadi
suatu kejahatan. Dan fungsi represif yaitu tindakan-tindakan seperti
mengadili, menjatuhkan hukuman terhadap tertuduh (Bawean, 1991:
1987).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
68
Kepolisian sebagai lembaga/organ yakni sebagai suatu lembaga
pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan
yang oleh udang-undang diberi tugas dan wewenang serta tanggung
jawab untuk menyelenggarakan kepolisian (Rahardi, 2014: 2-3).
3. Tugas Kepolisian
Tugas kepolisian diatur dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Terdiri dari tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakkan hukum; dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadapkegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban, dankelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaranhukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat
terhadap hukum danperaturan perUndag-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
69
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisiankhusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan
bentuk-bentuk pengamananswakarsa;
g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuaidengan hukum acara pidana dan peraturan perUndag-
undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratoriumforensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkunganhidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana
termasuk memberikanbantuan dan pertolongan dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum
ditanganioleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingannyadalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perUndag-
undangan.(Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia).
4. Wewenang Kepolisian
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
70
Dalam melaksanakan tugas kepolisian, polisi diberikan
wewenang yang sangat luas cakupannya. Di dalam proses pidana
Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
71
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab (Pasal 16 ayat (1) UU No. 2 tahun 2002).
Sebagaimana tercantum dalam ayat (1) huruf L ada kaliamat
“tindakan lain” yang dalam Undang-Undang Kepolisian Republik
Indonesia diartikan sebagai tindakan penyelidikan dan penyidikan.
Kegiatan penyidikan dan penyelidikan yang diatur dalam Pasal 16 ayat
(2) hanya dapa dilakukan jika memenuhi syarat:
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan
tersebut dilakukan;
c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan
jabatannya;
d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e. Menghormati hak asasi manusia.
Polri tidak dibenarkan melakukan tindakan penembakan
maupun kekerasan yang dapat mengakibatkan tersangka kehilangan
nyawa maupun luka-luka tanpa ada alasan yang jelas dan memenuhi
syarat yang telah ditentukan, karena dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
72
norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak
asasi manusia.selain itu Polri dituntut untuk melakukan tindakan
pencegahan terlebih dahulu sebelum tindakan lainnya, hal ini sesuai
dengan bunyi Pasal 19 UU Polri.
5. Diskresi Kepolisian
Perlu diketahi bahwa Polri mempunyai hak khusus, disebut
diskresi sebagaiamana terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 2/2002
tentang Kepolisian Negeri Republik Indonesia yang berbunyi “untuk
kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri.” Hak ini memberikan kebebasan kepada polri
untuk menentukan penilaian secara subyektif terhdap peristiwa pidana
yang dihadapinya. Namun diayat (2) dijelaskan, diskresi hanya dapat
dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Diskresi kepolisian belum dirumuskan dan dijabarkan secara
rinci tentang bentuk dan jenis-jenis tindakan apa saja yang termasuk
dalam diskresi, yang ada hanya berupa batasan atau ukuran yang
dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan menerapkan diskresi
kepolisian, batasan dalam menerapkan diskresi dijelaskan dalam Pasal
16 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 disebutkan bahwa
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
73
tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan 5
(lima) persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukannya tindakan jabatan;
c. Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam
lingkungan jabatannya;
d. Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e. Menghormati hak asasi manusia.
Discretion dalam black’s law dictionary mengandung arti : a
public official’s powel of right to act in certain circumtances
according to personal judgment and conscience,’ sehingga diskresi
merupakan keputusan pejabat publik untuk bertindak berdasarkan
kewenangan yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan hati nurani. Menurut soerjono soekamto, penegakkan
hukum adalah suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan
diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat
diatur oleh kaidah hukum, tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.
Meskipun demikian, menurut Soerjono Soekanto, diskresi diperlukan
dengan pertimbangan:
1. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang sedemikian
lengkap sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
74
2. Adanya kelambatan untuk menyesuaikan peraturan perundang-
undangan dengan perkembangan dalam kehidupan masyarakat
sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum;
3. Kurangnya biaya untuk menetapkan peraturan perundang-
undangan sebagaimana dikehendaki oleh pembuat undang-undang’
4. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan
secara khusus (Fatoni, 2015: 127-128).
Diskresi yang dilakukan oleh kepolisian, dipermasalahakan
oleh berbagai pihak karena justru dianggap sebagai penghambat dalam
penegakkan hukum. Oleh karena itu, dalam menerapkan diskresi perlu
diperhatikan:
a. Diskresi harus senantiasa dikembalikan pada fungsi kepolisian
dalam menghadapi kejadian nyata, dimana harus memilih antara
fungsinya sebagai law enforcement officer atau sebagai peace
officer;
b. Kepolisian harus mempertimbangkan, apakah kejadian yang
dihadapi mengganggu ketertiban umum dan ketentraman pribadi
secara proporsional atau tidak;
c. Perlu dipertimbangkan tanggapan masyarakat terhadap fungsi
kepolisian, apakah ada citra yang baik atau buruk.
Diksresi dapat dianggap sebagai langkah maju dalam proses
penyidikan dan selaras dengan due proses model guna mencari
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
75
kebenaran yang nyata sebab mendasrkan pada fakta dilapangan,
terlebih dalam kasus ringan.
Konsep due proces model sangat menjunjung supremasi hukum
diman penegakkan hukum harus memenuhi syarat konstitusional
(relevansinya dengan kasus ringan) , diantaranya warganegara berhak
atas pemeriksaan cepat, perlindungan yang sama di muka hukum dan
perlakuan yang sama dalam hukum serta hak mendapat bantuan
penasihat hukum.
Due proces model menekankan pada temuan-temuan fakta dari
suatu kasus yang diperoleh melalui prosedur formal ketat yang
ditetapkan oleh undang-undang dimana setiap prosedur penting dan
tidak boleh diabaikan mulai dari penyidikan, penangkapan, penahanan
dan peradilan serta adanya reaksi dari setiap pemeriksaan sehingga
tersangka yang nyata-nyata tidak bersalah akan memperoleh kebebasan
dari tuduhan melakukan kejahatan (presumtion of innocence sebagai
tulamg punggung model ini. Adapun nilai-nilai yang melandasi due
proces model:
a. Mengutamakan formal-adjucative dan adversary fact-finding.
b. Menekankan pada pencegahan da penghapusan sejauh mungkin
kesalahan mekanisme administrasi peradilan.
c. Proses peradilan harus dikendalikan agar dapat dicegah
penggunaannya sampai pada titik optimum karena kekuasaan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
76
cenderung disalahgunakan atau memilih potensi untuk
menempatkan individu pada kekuasaan yang koersif dari negara.
d. Memegang teguh doktrin legal audit yaitu:
- Seorang diangap bersalah apabila penetapan kesalahannya
dilakukan secara prosedural dan dilakukan oleh mereka yang
memiliki kewenangan untuk tugas itu.
- Seseorang tidak dapat dianggap bersalah sekalipun kenyataan
akan memberatkan jika perlindungan hukum yang diberikan
undang-undang kepada yang bersangkutan tidak efektif.
Penetapan kesalahan seseorang hanya dapat dilakukan oleh
pengadilan yang tidak memihak.
e. Gagasan persamaan dimuka hukum lebih diutamakan.
f. Lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana
(Poerba, 2011: 120).
Praktik penegakkan hukum yang dilakukan oleh kepolisian
mengandung 2 pilihan, yaitu (Poerba, 2011: 137):
a. Penegakkan hukum sebagaimana disyaratkan dalam oleh UU pada
umumnya dimana ada upaya paksa yang dilakukan oleh polisi
untuk menegakkan hukum sesuai hukum acara yang diatur dalam
UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana
b. Tindakan yang lebih mengedepankan keyakinan yang ditekankan
pada moral pribadi dan kewajiban hukum untuk memberikan
perlindungan hukum kepada anggota masyarakat (dikenal dengan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018
77
diskresi) yaitu diatur dalam UU No. 8 Tahun tentang hukum acara
pidana.
Pelaksanaan diskresi akan menimbulkan masalah jika:
a. Melampaui batas wewenang
b. Tidak mengindahkan batas-batas yang telah disepakati oleh
Undang-undang
c. Merugikan orang lain atau pihak-pihak
d. Tidak sesuai dengan kebijakan sosial, kriminal dan atau pimpinan
e. Diskriminatif, kasar dan sewenang-wenang serta dilakukan dengan
maksud untuk kepentingan diri atau kelompoknya
f. Tidak ada alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban itu.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Suci Pujiati, Fakultas Hukum UMP, 2018