Download - BAB III (1)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah bahan untuk
pengolahan, yaitu bahan untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning,
beras menir, pati jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan bahan untuk
analisis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengolahan, antara lain tulang ikan
tuna sirip kuning atau yellowfin tuna (Thunnus albacares) yang didapatkan dari
PT. Inti Mas Surya, Jakarta, beras menir, jagung, akuades, air bersih, larutan
NaOH food grade, larutan etanol food grade, larutan isopropil alkohol food grade,
Na2S2O3, air dingin, garam, dan flavor. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk
analisis adalah reagen Commassie Brilliant Blue G-250, etanol, asam fosfat, BSA
(Bovine Serum Albumin), kertas saring, pelarut heksan, La2O3, molybdate-
vanadate, serbuk BaSO4, HCl, NaOH, dan iodium.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah alat untuk pengolahan,
yaitu alat untuk pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning, beras menir, pati
jagung, serta pembuatan snack produk ekstrusi dan alat untuk analisis. Alat-alat
yang diperlukan untuk pengolahan, antara lain baskom, pisau, talenan, timbangan
meja, panci, kompor, cabinet dryer, loyang, disc mill, blender, ekstruder, wadah
untuk menampung produk akhir, dan ayakan 60 mesh. Alat-alat yang digunakan
untuk melakukan analisis adalah timbangan analitik, oven, cawan penguapan,
desikator, tanur, cawan abu porselin, kompor listrik, labu takar, labu Erlenmeyer,
gelas beaker, spektrofotometer, kuvet, penangas air, tabung soxhlet, AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer), vortex mixer, tabung sentrifuge, sentrifugator,
kromameter CR-400, gelas ukur, dan jangka sorong.
3.2 Tahapan Penelitian
3.2.1 Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan akan dilakukan pembuatan tepung tulang
ikan tuna sirip kuning atau yellowfish tuna (Thunnus albacares) dengan melihat
pengaruh perbedaan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi serta jenis
pelarut untuk defatting terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning. Pada
tepung tulang ikan tuna sirip kuning yang dihasilkan, akan dilakukan analisis
karakteristik kimia dan fisika. Analisis karakteristik kimia untuk tepung tulang
ikan tuna sirip kuning meliputi analisis kadar lemak, kadar protein, kadar kalsium,
dan kadar fosfor, analisis secara fisika meliputi rendemen, daya serap air, derajat
putih, dan densitas kamba. Tepung tulang ikan tuna sirip kuning yang memiliki
kadar protein dan lemak yang rendah serta mempunyai karakteristik fisika yang
terbaik akan dipilih untuk difortifikasi ke dalam pembuatan produk ekstrusi
berupa snack atau makanan ringan. Alur proses pembuatan tepung tulang ikan
tuna sirip kuning dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Tulang ikan tuna sirip kuning
Pencucian dengan air bersih dan pemotongan dengan pisau menjadi ukuran yang lebih kecil
Perebusan (1000C, 10 menit)
Perendaman tulang ikan dengan
NaOH 0.5 N, NaOH 1.0 N, dan NaOH 1.5 N pada suhu 950C, 30 menit (faktor A)
Perendaman tulang ikan dengan
air dingin, etanol, dan isopropil alkohol (faktor B)
Pembilasan tulang ikan dengan akuades
Pengeringan dengan cabinet dryer600C, 24 jam
Penggilingan dan pengayakan hingga halus (60 mesh)
Tepung tulang ikan tuna sirip kuning
Gambar 3.1 Alur proses pembuatan tepung tulang ikan tuna sirip kuning Sumber: Modifikasi Zaku et al. (2011), Priyono (2008), dan Wu et al. (2012)
Pada penelitian pendahuluan, selain akan dilakukan pembuatan tepung
tulang ikan tuna sirip kuning, akan dilakukan juga pembuatan pati beras menir
dan pati jagung yang merupakan bahan dasar pembuatan snack produk ekstrusi.
Pati beras menir dan pati jagung yang dihasilkan akan dianalisis karakteristik
fisikanya, yang meliputi derajat gelatinisasi, derajat putih, daya serap air, dan
densitas kamba. Alur proses pembuatan pati beras menir dan pati jagung dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
Beras menir/jagung
Perendaman dengan larutan Na2S2O3 0.02% selama 10 menit
Penghancuran dengan blender
Penyaringan
Supernatan diambil (cairan pati)
Pengendapan supernatan dengan air dingin selama 6-12 jam
Endapan diambil
Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 500C selama 6 jam
Penggilingan dengan blender kering
Pengayakan (60 mesh)
Pati beras menir/pati jagung
Gambar 3.2 Alur proses pembuatan pati beras menir dan pati jagung Sumber: Modifikasi Putera (2013); Richana dan Sunarti (2004)
3.2.2 Penelitian Utama
Pada penelitian utama akan dilakukan fortifikasi tepung tulang ikan tuna
sirip kuning (Thunnus albacares) dengan konsentrasi yang berbeda-beda ke dalam
formulasi pembuatan produk ekstrusi dengan rasio pati beras menir dan pati
jagung yang berbeda-beda pula. Snack produk ekstrusi yang dihasilkan kemudian
akan dilakukan uji oganoleptik terhadap atribut snack produk ekstrusi, yang
meliputi warna, aroma, rasa, dan kerenyahan, selain itu akan dianalisis
karakteristik fisika, yang meliputi derajat warna dan derajat pengembangan. Hasil
snack produk ekstrusi dengan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip
kuning serta rasio pati beras menir dan pati jagung yang terbaik kemudian akan
dianalisis secara organoleptik lagi dengan produk komersil menggunakan metode
uji perbandingan pasangan. Snack produk ekstrusi yang terbaik dan produk
ekstrusi komersial kemudian dianalisis karakteristik kimia berupa analisis
proksimat, kadar kalsium, dan kadar fosfor. Formulasi dan alur proses pembuatan
snack produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.3.
Tabel 3.1 Formulasi snack produk ekstrusi
Bahan Berat (gram)Pati beras menir (100, 33.33, 50, 66.67, dan 0) Pati jagung (0, 66.67, 50, 33.33, dan 100)Tepung tulang ikan tuna sirip kuning (0, 2, 4, 6, dan 8)Garam 2Seasoning powder 8Air 35
Sumber: Modifikasi Stojceska et al. (2008)
Bahan dan peralatan disiapkan
Bahan ditimbang sesuai dengan formulasi
Pati beras menir, pati jagung, tepung tulang ikan tuna sirip kuning, garam, flavor jagung bakar, dan air
dicampur sesuai formulasi
Campuran bahan dimasukkan ke dalam ekstruder
Ekstrudat mentah
Penggorengan dengan minyak panas
Penirisan
Snack produk ekstrusi
Gambar 3.3 Alur proses pembuatan snack produk ekstrusi Sumber: Modifikasi Stojceska et al. (2008)
3.3 Rancangan Percobaan
3.3.1 Rancangan Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan dua faktor, yaitu pengaruh konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi
dan pengaruh jenis pelarut untuk defatting. Pengaruh konsentrasi pelarut NaOH
untuk deproteinasi dilakukan sebanyak 3 tingkatan, yaitu NaOH 0.5 N, NaOH 1
N, dan NaOH 1.5 N pada suhu 950C selama 30 menit, dan pengaruh jenis pelarut
untuk defatting juga dilakukan sebanyak 3 tingkatan, yaitu pelarut air dingin,
pelarut etanol, dan pelarut isopropil alkohol. Masing-masing tingkatan dilakukan
sebanyak 2 kali pengulangan dan model linier yang digunakan dalam penelitian
pendahuluan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk
Keterangan:
Yijk = hasil pengamatan dari perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk
deproteinasi ke-i, perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j, dan
ulangan ke-k
µ = pengaruh umum
Ai = pengaruh perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi ke-i
Bj = pengaruh perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j
(AB)ij = pengaruh antara perlakuan konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi
ke-i dengan perlakuan jenis pelarut untuk defatting ke-j
€ijk = faktor galat
Hipotesis yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah:
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi pelarut NaOH untuk
deproteinasi terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara jenis pelarut untuk defatting
terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi pelarut
NaOH untuk deproteinasi dengan jenis pelarut untuk defatting terhadap
hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi pelarut NaOH untuk
deproteinasi terhadap hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara jenis pelarut untuk defatting terhadap
hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi pelarut
NaOH untuk deproteinasi dengan jenis pelarut untuk defatting terhadap
hasil tepung tulang ikan tuna sirip kuning
Berikut di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan desain penelitian
utama yang akan dilakukan.
Tabel 3.2 Desain penelitian pendahuluan
Konsentrasi pelarut NaOH untuk deproteinasi
Jenis pelarut untuk defatting
B1 Air dingin B2 Etanol 96%B3 Isopropil Alkohol %
A1 0.5 N(A1B1)1
(A1B1)2
(A1B2)1
(A1B2)2
(A1B3)1
(A1B3)2
A2 1.0 N(A2B1)1
(A2B1)2
(A2B2)1
(A2B2)2
(A2B3)1
(A2B3)2
A3 1.5 N(A3B1)1
(A3B1)2
(A3B2)1
(A3B2)2
(A3B3)1
(A3B3)2
3.3.2 Rancangan Penelitian Utama
Penelitian utama ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua
faktor, yaitu pengaruh konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning
(Thunnus albacares) dan pengaruh rasio pati beras menir dan pati jagung.
Pengaruh konsentrasi (w/w) fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning
(Thunnus albacares) dilakukan sebanyak lima tingkatan, yaitu 0%, 2%, 4%, 6%,
dan 8%, kemudian pengaruh rasio pati beras menir dan pati jagung juga dilakukan
sebanyak lima tingkatan, yaitu 1:0, 1:2, 1:1, 2:1, dan 0:1. Masing-masing
tingkatan dilakukan sebanyak dua kali pengulangan. Model linier untuk rancangan
penelitian utama adalah:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + €ijk
Keterangan:
Yij = hasil pengamatan dari perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan
tuna sirip kuning ke-i, perlakuan rasio pati beras menir dan beras jagung ke-
j, dan ulangan ke-k
µ = pengaruh umum
Ai = pengaruh perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip
kuning (Thunnus albacares) terbaik ke-i
Bj = pengaruh perlakuan rasio pati beras menir dan beras jagung ke-j
(AB)ij = pengaruh antara perlakuan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna
sirip kuning (Thunnus albacares) terbaik ke-I dengan perlakuan rasio pati
beras menir dan beras jagung ke-j
€ij = faktor galat
Hipotesis yang digunakan pada penelitian utama adalah:
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi fortifikasi tepung
tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) terhadap hasil snack
produk esktrusi
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara rasio pati beras menir dan beras
jagung terhadap hasil snack produk esktrusi
H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi
fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)
dengan rasio pati beras menir dan beras jagung terhadap hasil snack
produk esktrusi
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara konsentrasi fortifikasi tepung tulang
ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) terhadap hasil snack produk
esktrusi
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara rasio pati beras menir dan beras jagung
terhadap hasil snack produk esktrusi
H1 = Ada pengaruh yang signifikan pada interaksi antara konsentrasi fortifikasi
tepung tulang ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dengan rasio pati
beras menir dan beras jagung terhadap hasil snack produk esktrusi
Berikut di bawah ini adalah tabel yang menggambarkan desain penelitian
utama yang akan dilakukan.
Tabel 3.3 Desain penelitian utamaKonsentrasi Fortifikasi Tepung Tulang Ikan (%)
Rasio Pati Beras Menir dan Pati JagungD1 1:0 D2 1:2 D3 1:1 D4 2:1 D5 0:1
C1 0(C1D1)1
(C1D1)2
(C1D2)1
(C1D2)2
(C1D3)1
(C1D3)2
(C1D4)1
(C1D4)2
(C1D5)1
(C1D5)2
C2 2(C2D1)1
(C2D1)2
(C2D2)1
(C2D2)2
(C2D3)1
(C2D3)2
(C2D4)1
(C2D4)2
(C2D5)1
(C2D5)2
C3 4(C3D1)1
(C3D1)2
(C3D2)1
(C3D2)2
(C3D3)1
(C3D3)2
(C3D4)1
(C3D4)2
(C3D5)1
(C3D5)2
C4 6(C4D1)1
(C4D1)2
(C4D2)1
(C4D2)2
(C4D3)1
(C4D3)2
(C4D4)1
(C4D4)2
(C4D5)1
(C4D5)2
C5 8(C5D1)1
(C5D1)2
(C5D2)1
(C5D2)2
(C5D3)1
(C5D3)2
(C5D4)1
(C5D4)2
(C5D5)1
(C5D5)2
3.4 Prosedur Analisis
3.4.1 Analisis Karakteristik Kimia
3.4.1.1 Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005)
Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan diletakkan dalam cawan
penguapan konstan, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 8 jam pada
suhu 1500C. Cawan penguapan berisi sampel kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang berat keringnya hingga konstan. Persentase kadar air
dihitung dengan basis basah.
3.4.1.2 Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC, 2005)
Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan alat tanur. Mula-mula
cawan abu porselin dibersihkan dan dipanaskan dalam oven bersuhu 1050C
selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan
ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel dimasukkan dalam cawan abu porselin lalu
dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan abu porselin berisi
sampel kemudian dipanaskan dalam tanur pengabuan yang bersuhu 6000C selama
7 jam hingga sampel berwarna abu atau putih seluruhnya. Cawan abu porselin
berisi sampel kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
3.4.1.3 Kadar Protein Metode Bradford (Chang dalam Nielsen, 2010)
Sampel dicampur dengan pereaksi Bradford yang merupakan reagen
Commassie Brilliant Blue G-250 yang dilarutkan dalam etanol 95% dan
diasamkan dengan 85% larutan asam fosfat. Campuran ini diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Penentuan kadar
protein pada sampel dilakukan dengan menghubungkan kurva standar protein
yang dibuat dengan BSA (Bovine Serum Albumin).
3.4.1.4 Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC, 2005)
Sampel sebesar 5 gram dimasukkan ke dalam kertas saring dan selongsong
lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat
tetapnya dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak
dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut
lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada
suhu 400C menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada
di dalam labu lemak didestilasi hingga semuanya menguap. Pada saat destilasi
pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak
kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven
pada suhu 1050C
dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan.
Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut:
Kadar lemak (%) = berat lemak x 100% berat sampel
3.4.1.5 Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC, 2005)
Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan
menggunakan rumus:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - k. air - k. abu - k. protein - k. lemak
3.4.1.6 Kadar Kalsium (AOAC, 2005)
Analisis kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan alat AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer). Prinsip pengujiannya adalah abu sampel yang
dilarutkan dalam asam ditambahkan dengan lanthanum oksida untuk mencegah
terbentuknya ion selain kalsium pada saat penetapan dengan menggunakan alat
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Penentuan kadar kalsium diawali
dengan pengabuan sampel pada suhu 5500C selama 4-6 jam, lalu diasamkan
dengan penambahan 10 ml HCl 3N dan dipanaskan selama 10 menit pada suhu
70-800C, dilanjutkan pembuatan larutan sampel pada labu takar dengan menyaring
larutan tersebut dan dibilas dengan akuades sampai volume 200 ml. Tahapan
berikutnya adalah pembuatan larutan kurva standar pada konsentrasi 0, 2, 4, 8, 12,
16 dan 20 mg/l, kemudian diambil 2-5 ml dari larutan sampel, masing-masing
dimasukkan pada labu takar 50 ml yang sudah ditambahi larutan lanthanum
oksida (La2O3) sebanyak 10 ml, lalu dibaca dengan alat AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometer) yang sudah diverifikasi. Berikut ini adalah rumus untuk
menghitung persentase kadar kalsium:
Kadar kalsium (%) = C x V1 x V3 W x V2 x 10,000
dimana W = berat sampel (gram)
V1 = volume larutan sampel (ml)
V2 = volume larutan yang diambil dari larutan sampel (ml)
V3 = volume larutan sampel final yang akan dibaca AAS (ml)
C = konsentrasi sampel (mg/l) diambil dari persamaan linear, yaitu:
C = (y-a)/b, dimana y = absorbansi sampel
a = intercept
b = slope
10,000 = nilai konstanta hasil konversi dari mg/l menjadi persen (%)
3.4.1.7 Kadar Fosfor (AOAC, 2005)
Analisis kadar fosfor dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometer. Prinsip metode ini adalah abu sampel yang dilarutkan dalam
asam ditambahkan dengan larutan molybdate-vanadate untuk memberikan warna
yang dapat diserap sinar yang dipancarkan oleh spektrofotometer pada panjang
gelombang tertentu. Penentuan kadar fosfor sama seperti kadar kalsium sampai
pada proses pembuatan larutan sampel yang diawali dengan pengabuan sampel
sampai memperoleh larutan sampel 200 ml, kemudian dilakukan pembuatan
larutan kurva standar pada konsentrasi 0, 2, 4, 8 dan 12 mg/l dan ambil 5-10 ml
dari larutan sampel, masing – masing dimasukkan pada labu takar 50 ml yang
sudah ditambahi larutan molybdate-vanadate sebanyak 10 ml, lalu dibaca dengan
alat spektrofotometer yang sudah dikalibrasi. Persentase kadar fosfor dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Kadar fosfor (%) = C x V1 x V3 W x V2 x 10,000
dimana W = berat sampel (gram)
V1 = volume larutan sampel (ml)
V2 = volume larutan yang diambil dari larutan sampel (ml)
V3 = volume larutan sampel final yang akan dibaca spektrofotometer (ml)
C = konsentrasi sampel (mg/l) diambil dari persamaan linear, yaitu:
C = (y-a)/b, dimana y = absorbansi sampel
a = intercept
b = slope
10,000 = nilai konstanta hasil konversi dari mg/l menjadi persen (%)
3.4.2 Analisis Karakteristik Fisik
3.4.2.1 Rendemen (AOAC, 1995)
Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input
dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.
3.4.2.2 Daya Serap Air dengan Metode Gravimetri (Fardiaz et al., 1992)
Sebanyak 1 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam
tabung sentrifuge, ditambahkan 10 ml air dan kocok menggunakan vortex mixer,
selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Volume
supernatan diukur dengan menggunakan gelas ukur 10 ml. Daya serap air dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Daya serap air (%) = volume air awal - volume supernatan x 100% berat kering sampel
3.4.2.3 Derajat Warna (Wrolstad dan Smith dalam Nielsen, 2010)
Analisis derajat warna dilakukan dengan alat kromameter CR-400. Sampel
dimasukkan ke dalam plastik bening dan alat sensor ditempelkan pada bagian
sampel. Hasil pengujian ditampilkan dalam nilai L, a, dan b pada layar display.
Nilai L (lightness) merupakan indikator penilaian kecerahan warna pada suatu
sampel dengan skala 0 sampai 100, semakin mendekati nilai 100, menunjukkan
bahwa warna sampel semakin cerah atau putih. Nilai a digunakan sebagai
indikator penilaian warna merah dengan skala -80 sampai 80, nilai a yang semakin
mendekati nilai 80 menandakan bahwa warna sampel akan semakin berwarna
merah. Nilai b merupakan indikator penilaian warna kuning dengan skala -70
sampai 70, semakin tinggi atau semakin mendekati nilai 70 pada nilai b,
menunjukkan bahwa warna sampel semakin kuning. Parameter derajat putih akan
dianalisis dengan metode pengukuran derajat warna.
3.4.2.4 Derajat Gelatinisasi (Wooton et al., 1971)
Derajat gelatinisasi merupakan rasio antara pati yang tergelatinisasi
dengan total pati pada suatu sampel. Perhitungan derajat gelatinisasi mula-mula
dilakukan dengan melarutkan 1 gram sampel yang sudah berukuran 60 mesh ke
dalam 100 ml air selama 1 menit, kemudian disentrifugasi pada suhu ruang
selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil secara duplo,
masing-masing ditambah 0.5 ml HCl 0.5 N dan diencerkan hingga 10 ml dengan
akuades. Pada salah satu tabung, ditambahkan 0.1 ml larutan iodium, kemudian
kedua tabung diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 600 nm.
Suspensi lain disiapkan dengan mendispersikan 1 gram sampel berukuran
60 mesh ke dalam 95 ml air dan ditambah dengan 5 ml NaOH 10 N. Suspensi
dikocok selama 5 menit, kemudian disentrifugasi pada suhu ruang selama 15
menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil secara duplo, masing-
masing ditambah 0.5 ml HCl 0.5 N dan diencerkan hingga 10 ml dengan akuades.
Pada salah satu tabung, ditambahkan 0.1 ml larutan iodium, kemudian kedua
tabung diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
600 nm.
Larutan yang ditambah HCl digunakan sebagai blanko pati yang
tergelatinisasi, sedangkan larutan yang ditambah HCl dan iodium merupakan
larutan pati tergelatinisasi. Larutan yang ditambah HCl dan NaOH digunakan
sebagai blanko total pati, kemudian larutan yang ditambah HCl, NaOH, dan
iodium merupakan larutan total pati. Berikut ini adalah rumus perhitungan derajat
gelatinisasi:
Derajat gelatinisasi (%) = absorbansi pati tergelatinisasi x 100% absorbansi total pati
3.4.2.5 Derajat Pengembangan (Linko et al. dalam Zullichem, 1981)
Derajat pengembangan merupakan perbandingan antara diameter produk
ekstrudat yang dihasilkan dengan diameter ekstruder. Berikut ini adalah rumus
perhitungan derajat pengembangan:
Derajat pengembangan (%) = Dp x 100% Dd
dimana Dp = diameter produk (mm)
Dd = diameter die atau cetakan ekstruder (mm)
3.4.2.6 Densitas Kamba (Wirakartakusumah et al., 1992)
Pengukuran densitas kamba dilakukan dengan menggunakan gelas ukur.
Bahan-bahan yang akan diukur ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan
ke dalam gelas ukur 100 ml dan dibaca volumenya. Densitas kamba dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Densitas kamba (g/ml) = berat bahan volume bahan
3.4.3 Analisis Organoleptik
Analisis organoleptik pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali
dengan masing-masing pengujian menggunakan metode yang berbeda. Pengujian
organoleptik yang pertama dilakukan pada hasil pembuatan snack produk ekstrusi
dengan konsentrasi fortifikasi tepung tulang ikan tuna sirip kuning serta rasio pati
beras menir dan pati jagung yang berbeda-beda. Metode yang digunakan dalam
pengujian organoleptik pertama adalah metode uji skoring dengan skala penilaian
1-5 (Meilgaard et al., 2000), hasil uji skoring untuk menentukan snack produk
ekstrusi terbaik mengacu pada SNI 01-2886-2000.
Metode organoleptik yang kedua adalah metode uji perbandingan
pasangan antara snack produk ekstrusi dengan konsentrasi fortifikasi tepung
tulang ikan tuna sirip kuning terbaik dengan produk ekstrusi komersial. Produk
komersial akan digunakan sebagai R atau Reference dalam penilaian snack produk
ekstrusi terbaik pada penelitian. Skala yang digunakan pada metode uji
perbandingan pasangan ini adalah dari -3 sampai 3. Skala -3 menunjukkan produk
ekstrusi penelitian tidak lebih baik dari produk ekstrusi komersial, skala 0
menunjukkan produk ekstrusi penelitian sama dengan produk ekstrusi komersial,
sedangkan skala 3 menunjukkan produk ekstrusi penelitian lebih baik dari produk
ekstrusi komersial. Parameter yang dibandingkan pada kedua uji organoleptik
adalah warna, aroma, rasa, dan kerenyahan.