55
BAB III
ANALISA PERUMUSAN PENGAMBILAN KERJASMA INDONESIA
JEPANG DALAM KERJASAMA JOINT CREDITING MECHANISM
Pada Bab 3 ini peneliti akan menjelaskan mengenai perumusan pengambilan
kerjasama JCM dengan menggunakan teori pengambilan keputusan Richard
Snyder. Bab 3 ini akan dimulai dengan menganilisa bagian-bagian dari masing-
masing faktor struktur sosial dan perilaku, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan
bagaimana proses kebijakan tersebut diambil. Dalam bab ini juga ada
penggabungan salah satu poin faktor struktur sosial dan perilaku yang saling
berhubungan dan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
3.1 Faktor Struktur Sosial dan Perilaku
Snyder menyampaikan dalam teorinya bahwa negara adalah aktor dalam
situasi dan pembuatan keputusan atau action adalah hasil dari komponen yang
terdiri dari aktor, tujuan, maksud, dan situasi. Situasi di sini didefinisikan oleh sang
aktor bagaimana aktor mengkaitkan dirinya dengan kondisi yang ada kepada aktor
yang lain, kepada tujuannya, dan dengan cara yang mungkin. Snyder juga
memberikan sebuah diagram di mana diagram tersebut merupakan gambaran
tentang aktor dalam situasi. Diagram tersebut juga memberikan 3 macam pilihan
untuk melihat bagaimana para pembuat kebijakan bereaksi dengan berbagai macam
faktor, seperti DEFD untuk melihat interaksi pada level pemerintahan, ABF untuk
56
melihat interaksi intra sosial, dan BDEB untuk melihat pada level non pemerintahan
dan intra sosial.
Dalam kasus ini peneliti berupaya untuk mencari faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengambilan kebijakan mengapa Indonesia menyetujui kerjasama
JCM dengan Jepang, hal ini dilakukan dengan cara melihat dari struktur sosial dan
perilaku, atau berdasarkan teori melihat dari segi BDEB yang di mana menurut
Richard Snyder BDEB ini dapat digunakan untuk melihat proses baik dalam tingkat
pemerintahan dan juga non-pemerintahan. Akan tetapi penulis disini hanya akan
menggunakan bagan BDE saja, tidak sampai pada B lagi karena batasan penelitian
yang berfokus kepada alasan pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini juga
penulis juga akan menggabungkan beberapa poin dari faktor struktur sosial dan
perilaku menjadi beberapa sub bab.
57
Bagan 3.1 Aplikasi Teori Richard Snyder
3.1.1 Orientasi Nilai Indonesia Berdasarkan Amanat Undang
Undang 1945 Pasal 28 H Ayat 1 dan Pasal 33 Ayat 4
Major Common Value Orientation adalah sebuah nilai dasar utama yang
mendasari mengapa pemerintahan menjalakan suatu kebijakan, yang apabila
diterapkan dalam kasus ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Tahun 1945. UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa warga negara Indonesia
berhak mendapatkan dan hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini tertera
pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
FAKTOR SOSIAL DAN
PERILAKU
• Major Common Value
Orientation
• Pola Institusi
• Karakteristik Utama
Organisasi Sosial
• Perbedaan Peran dan
Fungsi
• Kelompok yang
memiliki keterlibatan
dan Fungsi Dalam
Pengambilan
Kebijakan
• Proses Sosial yang
Relevan
Proses Pengambilan
Kebijakan
ACTION (Kebijakan)
58
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”.113 Berdasarkan undang-undang tersebut maka pemerintah wajib
memberikan hak tersebut kepada masyarakat dengan salah satu caranya yaitu
melindungi lingkungan dari dampak perubahan iklim. Pemerintah Indonesia
berupaya memenuhi hak tersebut dengan berbagai cara seperti dikeluarkannya
berbagai kebijakan seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya seperti
perluasan daerah hutan lindung, reboisasi, menandatangani Protokol Kyoto,
penciptaan RAN-GRK, DNPI, dan lain sebagainya.
Selain pasal 28 H ayat 1 terdapat pasal lain juga yang mengatur tentang
perlindungan lingkungan yang berdampingan dengan ekonomi yaitu pasal 33 ayat
4 yang berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga kesesimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional”.114 Dalam UUD ini berarti pemerintah dalam upayanya
dalam mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan berkewajiban untuk
tetap berwawasan lingkungan dan mempedulikan lingkungan, hal ini juga
dibuktikan dengan adanya program-program pemerintah seperti RPJPN, MP3EI,
REDD+, pembentukan DNPI kerjasama dengan negara asing seperti Amerika,
113 Jamkes.com Indonesia, Undang-undang dasar 1945, Jamkesindonesia, diakses dalam
http://jkn.jamsosindonesia.com/home/cetak/481/TOPIK%20%3E%20Dasar%20Hukum%20%3E%20%20Undang-Undang%20Dasar%201945, (22/03/2020, 13:20 WIB). 114 Mochtar Naim, Kembali ke pasal 33 uud 1945, Kompas, 22 Desember 2011, diakses dalam
https://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/02061513/kembali.ke.pasal.33.uud.1945,
(20/03/2020, 10:38 WIB).
59
Norwegia dan juga Jepang dengan program JCM. Kedua undang-undang inilah
yang menjadi nilai-nilai dasar pemerintah dalam mengambil kebijakan kerjasama
JCM nantinya.
Selain kedua pasal UUD 1945 yang menjadi nilai dasar dalam pengambilan
kebijakan, nilai dasar itu berupaya diwujudkan oleh pemerintah dengan berbagai
jalan seperti Indonesia telah melakukan ratifikasi Protokol Kyoto dan telah
disahkan melalui UU No.17 Tahun 2004, dalam undang-undang ini telah diatur
bahwa pemerintah Indonesia telah berkomitmen menerapkan Protokol Kyoto
sebagai hukum di Indonesia komitmen awal pemerintah pada saat itu adalah
penurunan gas rumah kaca (selanjutnya GRK) dengan Business As Usual sebesar
26% dan 41% apabila mendapatkan bantuan dari bantuan dana internasional. Untuk
memenuhi target ini pemerintah nantinya juga akan membuat berbagai rangkaian
kebijakan terkait.
Menyadari betapa pentingnya isu permasalahan lingkungan ini pemerintah
Indonesia dalam upaya memenuhi target dan komitmennya untuk menurunkan
GRK pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan dan aturan seperti
Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (selanjutnya RAN-GRK),
Masterplan Percepatan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(selanjutnya MP3EI), dan pilar pembangunan dan semua kebijakan tersebut berlaku
untuk semua tingkat pemerintahan di Indonesia dengan tujuan untuk memenuhi
target penurunan emisi gas rumah kaca, dan Joint Crediting Mechanism
(selanjutnya JCM) ini hadir sebagai salah satu bentuk upaya pemenuhan target
60
tersebut dengan cara melakukan investasi ramah lingkungan dan pemberian
teknologi ramah lingkungan.
Bukti lain komitmen Indonesia dalam upaya perlindungan lingkungan dan
menghadapi isu perubahan iklim adalah adanya kerjasama-kerjasama pemerintah
Indonesia dengan negara lain seperti REDD+ dengan Norwegia pada tahun 2005,
kemudian ada juga kesepakatan debt for nature swap dengan Amerika Serikat pada
2009 sebesar 30 juta dollar AS yang diperuntukan untuk melindungi hutan di
Sumatera.115 Kemudian kerjasama AS dengan Indonesia berlanjut pada 2011
dengan debt for nature swap sebesar 28,5$ juta dollar AS yang digunakan untuk
melindungi hutan di Kalimantan.116 Kerjasama ini merupakan kerjasama yang unik
karena menukar hutang yang harusnya dibayarkan kepada Amerika Serikat uang
tersebut dialihkan untuk konservasi hutan di Indonesia. Selain itu kerjasama lainnya
juga dengan Jepang dan Perancis yaitu CCPL yang merupakan program bantuan
dana untuk pengembangan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mengatasi
perubahan iklim.
115 Priscilla Huff, US Enters Debt for nature swap Indonesia, VOA, 02 November 2009, diakses
dalam https://www.voanews.com/archive/us-enters-debt-nature-swap-indonesia, (2/03/2020, 14:35
WIB). 116 Lee Poston, U.S and Indonesia announce $28.5 million debt swap to protect borneos tropical
forests,WWF, 29 September 2011, diakses dalam https://www.worldwildlife.org/press-releases/u-s-
and-indonesia-announce-28-5-million-debt-swap-to-protect-borneo-s-tropical-forests, (01/03/2020,
10:00 WIB)
61
3.1.2 Relasi Institusi Dalam Proses Kesepakatan dan Pelaksanaan
Kerjasama JCM
Dengan adanya nilai-nilai dasar yang telah dijelaskan sebelumnya dan juga
setelah disepakatinya Protokol Kyoto maka pola pemerintahan pada masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono (selanjutnya SBY) terutama setelah
diratifikasinya Protokol Kyoto pemerintah Indonesia mulai berbenah diri dan
merencanangkan konsep pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.
Pemerintah menyadari bahwa kebijakan-kebijakan seperti MP3EI, Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), dan RAN-GRK, RAD-GRK, dan
empat pilar pembangunan yaitu Pro-Poor, Pro-Growth, Pro-Job, Dan Pro-
Environment, dan berbagai kebijakan lainnya tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah
pusat sendiri, pemerintah membutuhkan bantuan seluruh tatanan pemerintah dari
pusat hingga ke daerah dan juga bantuan dari pihak swasta semua kebijakan ini
dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan mengajak keterlibatan seluruh tatanan
pemerintah, non-pemerintah dan pihak swasta. Seperti dalam kerjasama JCM ini
pemerintah melibatkan berbagai kementerian dan kerjasama dengan pihak swasta
baik dari Jepang maupun Indonesia.
Setelah disepakati Protokol Kyoto lewat UU No.17 Tahun 2004 kemudian
pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang menjalankan perundang-undangan
pada saat itu, lembaga-lembaga tersebut seperti DNPI, KomNas MPB (mekanisme
pembangunan bersih), selain itu juga dengan diterapkannya sistem desentralisasi
dengan otonomi daerah menjadikan betapa pentingnya peran pemerintah daerah
62
oleh karena itu pemerintah daerah juga berperan penting dalam pemenuhan target
penurunan emisi dan menjalankan Protokol Kyoto di mana pemerintah daerah
wajib melaksanakan dan memberikan program-program yang terkait seperti
mendorong tindakan mitigasi perubahan iklim, dan melakukan tindakan untuk
memfasilitasi program adaptasi terhadap perubahan iklim hal ini telah dilakukan
melalui kebijakan pemerintah Rencana Aksi Daerah Penerunan Gas Rumah Kaca
atau RAD-GRK yang mewajibkan provinsi untuk memberikan proyek-proyek
menurunkan yang dapat memenuhi target penurunan emisi.
Kemudian berdasarkan UU No. 37 Tahun 1999, ketika adanya kerjasama
internasional atau dalam melakukan hubungan internasional presiden yang
merupakan lembaga tertinggi negara dapat memberikan wewenang tersebut kepada
kementerian terkait, dan kementerian tersebut nantinya juga dapat mengangkat
pejabat dari departemen atau lembaga yang bersangkutan untuk membuat lembaga
baru yang dibentuk berdasarkan peraturan menteri yang nantinya dalam kerjasama
ini berupa Dewan Nasional Perimbangan Iklim (selanjutnya DNPI) dan Tim
Koordinasi Perundingan Perdagangan Karbon Antarnegara (selanjutnya
TKPPKA).117
Dalam kerjasama JCM pemerintah Indonesia memberikan kewenangan
kepada badan dan kementerian terkait dalam proses perundingan kesepakatan
kerjasama JCM. Badan dan kementerian yang terlibat antara lain, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan hidup, Kementerian
117 Jimly Asshidique, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi, hal 49-51.
63
Kehutanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Perindustrian. Dalam kasus kerjasama JCM ini nantinya pihak
kementerian ini akan memberikan wewenangnya dalam proses kerjasama ini
melalui konsultasi antar negara dan antar lembaga terkait di Indonesia. Selama
perundingan berlangsung para kementerian yang lain bertugas sebagai pendamping
perundingan dan nantinya akan menjadi komite bersama yang bertugas dalam
mengawasi JCM.
Selain itu pemerintah juga membentuk badan DNPI yang memang
berwenang untuk mengurus kerjasama internasional terkait perubahan iklim, dan
kementerian ekonomi yang membentuk tim TKPPKA untuk membantu proses
perundingan dan sebagai rekan perundingan bagi Jepang.118 Dalam proses
kesepakatan ini DNPI menawarkan diri untuk menjadi koordinator dalam
perundingan kesepakatan kerjasama JCM.
DNPI sendiri adalah badan yang dibentuk oleh presiden melalui Perpres
No.46 Tahun 2008. DNPI ini dibentuk pada 4 Juli 2008 dengan tujuan umum untuk
melaksanakan koordinasi kegiatan pengendalian perubahan iklim di tingkat
nasional memperkuat posisi Indonesia dalam negosiasi perubahan iklim di tingkat
global. DNPI juga mempunyai tugas untuk, merumuskan kebijakan nasional terkait
pengaturan mekanisme dan tata cara perdagangan karbon, membuat strategi
118 Skalanews,2013, Indonesia-Jepang Sepakati Kerjasma perdagangan Karbon Bilateral,
Skalanews, 30 Agustus 2012, diakses pada https://skalanews.com/berita/ekonomi-bisnis/sektor-
riil/153386-indonesiajepang-sepakati-kerjasama-perdagangan-karbon-bilateral-, (29/01/2020,
14:38 WIB).
64
program dan kegiatan pengendalian perubahan iklim, melaksanakan pemantauan
dan evaluasi implementasi kebijakan terkait perubahan iklim, mengkordinasikan
kegiatan dalam pelaksanaan tugas pengendalian perubahan iklim yang meliputi
adaptasi, mitigasi, alih teknologi dan pendaanaan, dan terakhir tugas DNPI adalah
memperkuat posisi Indonesia untuk mendorong negara-negara maju untuk lebih
bertanggung jawab dalam pengendalian perubahan iklim.119
TKPPKA dibentuk oleh Kementerian Koordiator Bidang Perekonomian,
melalui SK No.50/05/2012, sebagai badan pertimbangan terhadap pengajuan
proposal perdagangan karbon dari negara lain seperti Jepang, Australia dan negara-
negara lainnya. TKPPKA memiliki tugas sebagai berikut,120
1. Melakukan Perundingan atas skema karbon antar negara dengan pihak
mitra yang berminat untuk melakukan kerjasama dengan Indonesia.
2. Mengambil langkah-langkah penyelesaian terhadap permasalahan dan
hambatan dalam pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan
karbon antar negara.
3. Menyusun dan menyampaikan rekomendasi kebijakan yang diperlukan
dalam pelaksanaan perundingan atas skema perdagangan karbon antar
negara kepada tim pengarah.
4. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan hasil-hasil perundingan
perdagangan karbon antar negara.
119 Dicky Edwin Hindarto, 2018, Empat tahun implementasi skema Joint Credit Mechanism, JCM
Secretariat, Hal 10-11. 120 Ibid.
65
5. Melakukan tugas terkait lainnya yang diberikan oleh tim pengarah.
Selain badan-badan resmi pemerintah terdapat juga NGO dari negara
Jepang yang bernama Global Environment Center Foundation (selanjutnya GEC)
GEC ini adalah sebuah NGO yang berasal dari Jepang yang berfokus kepada upaya
kontribusi untuk konservasi lingkungan negara-negara berkembang dan seluruh
dunia dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman Jepang dalam
melakukan konservasi lingkungan perkotaan dan untuk mempromosikan kerjasama
internasional untuk melindungi lingkungan global.121 GEC ini sendiri berperan
dalam masa proses pembuatan kerjasama JCM sebagai salah satu NGO yang
mengenalkan teknologi karbon rendah kepada negara-negara berkembang dengan
skema JCM. Dalam prosesnya nanti GEC ini akan menjadi organisasi yang
bertanggung jawab dalam mengelola dana subsidi dari skema pendanaan Model
Project, menjalankan proses proposal (seperti mendaftarkan proyek), dan
melakukan pemantuan proyek-proyek bersubsidi dari kementerian lingkungan
Jepang (MOEJ).122 Dengan catatan bahwa proposal yang dikirimkan melalui GEC
ini nantinya akan terdaftar dalam proyek model dan akan masuk kedalam komite
bersama JCM untuk dipertimbangkan kesesuaiannya dengan proyek JCM, setelah
dianggap sesuai proyek model ini nantinya akan terdaftar sebagai proyek JCM.123
121 GEC, About GEC, GEC, diakses dalam http://gec.jp/about/, (28/02/2020, 11:49 WIB) 122JCM secretariat, Panggilan proposal untuk proyek model jcm, JCM Indonesia Secretariat ,diakses dalam
http://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MTQ2/panggilan_proposal_untuk_proyek_model_jcm_
fy_2019, (28/02/2020, 12:00 WIB) 123 Ibid.
66
Setelah disepakatinya kerjasama JCM pada 2014 masing-masing
kementerian memberikan perwakilan yang diangkat menjadi komite bersama dalam
JCM kementerian tersebut antara lain, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian.124 Selain dari
pihak Indonesia pihak Jepang juga mengirimkan beberapa perwakilan untuk
menjadi Komite Bersama juga seperti perwakilan dari, Keduataan Besar Jepang di
Indonesia, Kementerian Luar Negeri Jepang, Kementerian Lingkungan Jepang,
Kantor Kerjasama Perhutanan Internasional Jepang, dan Kantor Kerjasama
Lingkungan Global Jepang.125 Komite Bersama ini nantinya memiliki bertugas
untuk membuat peraturan mengenai metodologi JCM dan penerimaan proposal
metodologi yang diajukan, menunjuk pihak ketiga, mencatat proyek yang telah
divalidasi oleh pihak ketiga, dan melakukan pertemuan dengan tim Komite
Bersama pihak jepang untuk membahas mekanisme kredit bersama.126
Kerjasama ini merupakan hasil diskusi antara kementerian Jepang dan
kementerian Indonesia sebagai bentuk dukungan pemerintah Jepang terhadap
Indonesia dalam upaya penurunan emisi GRK, Jepang menawarkan proposal ini
karena menyadari betapa pentingnya bagi negara berkembang untuk meningkatkan
124JCM Indonesia, Komite Bersama, JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam http://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MTM%253D/komite_bersama, diakses pada
(28/02/2020, 12:15 WIB) 125 Ibid. 126 ADB, Opcit, Hal 7-10.
67
investasi dan mencapai pertumbuhan rendah karbon diseluruh dunia dengan
memanfaatkan teknologi, pasar dan keuangan. Semenjak disepakatinya JCM
hingga tahun 2019 sudah terdapat sekitar 20 projek yang telah disetujui.
3.1.3 Situasi Sosial yang Relevan Mempengaruhi Pengambilan Kebijakan
Kerjasama JCM
Proses sosial yang relevan ini mencangkup Pembentukan Opini dan kondisi
Politik dan lingkungan. Pertama Pembentukan Opini, dalam kasus ini opini
masyarakat dan para pemangku kebijakan telah dibentuk dalam waktu yang lama
semenjak disepakatinya perjanjian kesepakatan perdamaian pada tahun 1958.
Setelah perjanjian ini kerjasama banyak dilakukan oleh kedua pihak negara dan
membawa keuntungan bagi kedua pihak kerjasama ini meliputi berbagai sisi,
seperti ekonomi, lingkungan, dan budaya, contoh-contoh kerjasama yang telah
dilakukan adalah kerjasama pelatihan sumber daya manusia dengan ODA,
perjanjian IJ-EPA, REDD+, CCPL, JCM, dan lain sebagainya. Kerjasama yang
telah terjalin lama inilah yang membentuk opini publik bahwa Jepang merupakan
negara dan teman yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya trend positif dari
masyarakat Indonesia terhadap Jepang yang membuat Indonesia menjadi salah satu
negara yang menghormati Jepang dalam hal kerjasama dan budaya.
Kondisi lingkungan Indonesia pada masa pemerintahan presiden SBY,
Indonesia masih dikenal sebagai negara penghasil karbon yang tinggi mulai dari
awal 2004-2014 terus terjadi peningkatan bahkan Indonesia menjadi negara
penghasil karbon tertinggi ke-6 di dunia pada tahun 2014 dengan total emisi yang
68
dihasilkan sebesar 2,05 miliar ton.127 Sumber penghasil karbon ini berasal dari
berbagai hal seperti, perubahan fungsi hutan, karbon buangan kendaraan bermotor,
kebakaran, limbah pabrik dan sektor industri. Sektor kehutanan merupakan
penyumbang terbesar sebesar 48%, buangan kendaraan 21%, kebakaran 12%,
limbah pabrik 11%, pertanian 5% dan industry 3%.128 Oleh karena itu pemerintah
berupaya terlihat lebih peduli terhadap lingkungan dengan berbagai kebijakan yang
muncul dan upayanya untuk menerapkan system pembangunan berkelanjutan
disetiap pembangunannya. Upaya tersebut terlihat dari barbagai kebijakan yang
dikeluarkan seperti pentargetan penurunan emisi Indonesia, MP3EI, RPJPN,
REDD+, empat pilar pembangunan nasional, RAN-GRK, RAD-GRK, dan
melakukan kerjasama-kerjasama internasional dengan negara-negara lain seperti
Amerika, Jepang, dan Norwegia yang didukung dengan mulai munculnya skema
CDM pasca protocol Kyoto dan model kredit karbon seperti JCM.
Salah satu negara yang membantu dan bekerjasama dalam bidang
lingkungan dengan Indonesia adalah Jepang dengan JCMnya, selain karena
hubungan positif antara Indonesia dan Jepang terdapat alasan lain juga yang
meyakinkan Indonesia untuk bekerjasama dengan Jepang seperti, Jepang memiliki
teknologi yang ramah lingkungan dan pengetahuan tentang mekansime
pembangunan bersih hal ini terlihat dari dasar pemerintah Jepang membuat JCM
127 Daisy Dune, Profil Carbon Brief Indonesia, CarbonBrief, 2019, diakses dalam https://www.carbonbrief.org/profil-carbon-brief-indonesia, (29/03/2020, 11.00 WIB) 128 Beritasatu, 6 Sektor Penyumbang Terbesar Emisi Karbon, beritasatu, 24 Mei 2012, diakses dalam
https://www.beritasatu.com/iptek/49835-6-sektor-penyumbang-terbesar-emisi-karbon, diakses
pada (29/03/2020, 11.20 WIB)
69
itu sendiri yang bertujuan untuk memberikan bantuan berupa penerepan teknologi
pembangunan bersih. Pemerintah Indonesia juga menyadari mengenai potensi
Indonesia dalam bidang ekonomi yang tinggi dan mempunyai banyak sektor yang
dapat digunakan sebagai sarana mitigasi perubahan iklim yang selaras dengan
program JCM, dengan adanya keselarasan ini JCM memberikan kesempatan
kepada Indonesia berupa bantuan dana dan investasi kepada perusahaan-
perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas kerja yang lebih ramah
lingkungan dengan biaya yang lebih ringan.
Dari ke tiga sub.bab pembahasan diatas pembahasan awal adalah
pembahasan mengenai major common value orientation atau nilai dasar yang
mempengaruhi pemubuat kebijakan dalam mengambil keputusan, yang dimana
nilai tersebut berdasarkan pada UUD 1945 pasal 28 Ayat 1 dan pasal 33 Ayat 4 dan
diperkuat lagi dengan komitmen penurunan GRK Indonesia pasca ratifikasi
protocol Kyoto. Sedangkan pembahasan kedua adalah gabungan dari pola instisusi,
karakteristik utama organisasi sosial, yang keduanya digambarkan dengan pola dan
karakteristik pada masa pemerintahan SBY terlihat lebih peduli lingkungan
terutama dengan adanya komitmen untuk menurunkan GRK. Kemudian ditambah
dengan perbedaan peran dan fungsi, dan kelompok yang memiliki keterlibatan
dalam pengambilan keputusan dan fungsi kelompok dalam pengambilan keputusan,
yang digambarkan dengan adanya keterlibatan kementerian-kementerian terkait
dari awal proses kesepakatan hingga keterlibatan kementerian tersebut pasca
kerjasama ini disepakati dan juga pembentukan DNPI dan TKPPKA yang berfungsi
dalam membantu proses pembuatan kesepakatan JCM ini. Kemudian yang ketiga
70
adalah gambaran dari proses sosial yang relevan dimana berisi tentan proses atau
kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang di mana
digambarkan dengan pembentukan opini publik dan kondisi politik, lingkungan
Indonesia.
3.2 Proses Pembuatan Keputusan
Berdasarkan data diatas Indonesia saat ini telah berkomitmen dan memiliki
kewajiban yang harus dipenuhi yang berdasarkan pada UUD 1945 pasal 28 ayat 1
dan pasal 33 ayat 4 yang mengatur tentang hak hidup di lingkungan yang aman bagi
seluruh rakyat Indonesia dan tentang perekonomian nasional harus
mempertimbangkan asas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
kemudian juga pemerintah telah berjanji untuk menurunkan GRK sebanyak 26%
dan 41% apabila mendapatkan bantuan.
Dalam upaya pemenuhan komitmen ini pemerintah Indonesia mengajak
seluruh elemen pemerintahan hingga ke daerah dan juga pihak-pihak swasta agar
komitmen tersebut dapat terpenuhi. Komitmen tersebut diupayakan dapat tercapai
oleh pemerintah dengan mengeluarkan beberapa kebijakan lingkungan dan
pembangunan dan melakukan kerjasama internasional salah satunya dengan Jepang
yaitu kerjasama Joint Crediting Mechanism (JCM).
Proses awal JCM masuk ke Indonesia diawali dengan pertemuan informal
antara DNPI dengan perwakilan dari pemerintah Jepang yaitu Kementerian
Lingkungan Jepang, Kementerian Ekonomi Perdagangan dan Industri Jepang, yang
menawarkan program Billateral Offset Mechanism (selanjutnya BOM) pada tahun
71
2010. Pembicaraan awal ini merupakan proses pengajuan ijin dari pihak Jepang
untuk melakukan sekitar 8 studi kelayakan di Indonesia untuk rencana bilateral
yang sedang dan akan dirundingkan.129 Studi kelayakan ini awalnya bertujuan
untuk menghitung dan menganalisis kelayakan suatu peluang dalam penurunan
emisi yang sekiranya layak untuk menjadi proyek JCM, setelah perhitungan
peluang penurunan emisi diketahui kemudian studi kelayakan ini akan dianalisis
implementasinya. Pada tahun 2011 dilakukan lagi pertemuan formal yang masih
membahasa mengenai BOM, yang dimana pemerintah pada saat itu berpendapat
bahwa pengajuan mengenai BOM ini masih belum jelas payung hukumnya dan
sistem atau mekanismenya yang masih belum konkrit, yang kemudian ditahun yang
sama Jepang memberikan penawaran BOM yang baru yaitu Billateral Offset
Crediting Mechanism (selanjutnya BOCM) antara pemerintah Jepang, DNPI dan
kementerian terkait Indonesia dan dilakukan lagi studi kelayakan yang awalnya
direncanakan sebanyak 30 namun hanya dilakukan yang terlaksana sebanyak 23.130
Kemudian pembicaraan dan pertemuan mengenai BOCM berlanjut pada
tahun 2012 dan tetap dilakukan oleh DNPI dan kementerian terkait dengan
mendapatkan bantuan dari TKPPKA pada pertemuan tahun 2012 dibicarakan
mengenai proposal penawaran BOCM lebih lanjut dan presentasi studi kelayakan
yang telah dilakukan. Pembicaraan berlanjut dalam pembahasan draf implementasi
129 Rizal Edwin Manasang, Joint Crediting Mechanism (JCM) Indonesia-Japan Cooperation for low
Carbon Growth, 2014, JCM Secretariat, diakses dalam http://jcm.ekon.go.id/en/uploads/files/Document%20JCM/Presentation/1st%20Business%20Foru
m%20-%208%20April%202014/Business_Forum_-_CMEA_presentation_2_Pak_Edwin.pdf,
(01/03/2020, 10:43 WIB). 130 Moch. Iqbal Tanjung, Op.cit, hal lampiran 12-15.
72
peraturan JCM, pada tahun 2012 ini juga terjadi diskusi alot dimana Indonesia ingin
kerjasama JCM berbentuk “Internationally Binding Agreement” sesuai lazimnya
untuk kerjasama sebesar JCM sedangkan pemerintah Jepang ingin kerjasama ini
“Non-Binding Agreement” karena menganggap bentuk ini sudah cukup dan jika
mengikuti keinginan Indonesia proses kesepakatan ini akan berjalan lebih lama
lagi.131
Kesepakatan kerjasama ini akhirnya disetujui pada tahun 2013 dengan nama
yang disepakati adalah JCM dan ditandai dengan penandatangan kesepakatan oleh
kedua negara secara terpisah pada 26 Agustus 2013. Penandatangan kerjasama ini
mempunyai implikasi yang mengikat dimana Indonesia harus melakukan
implementasi pembangunan rendah karbon dengan bantuan dana dan teknologi dari
Jepang.132Hal yang sama juga terjadi dalam pemerintahan di mana dalam kasus
kebijakan kerjasama JCM di mana pemerintah menyadari potensi Indonesia dalam
bidang ekonomi yang tinggi dan mempunyai banyak sektor yang dapat digunakan
sebagai sarana mitigasi perubahan iklim yang selaras dengan program JCM, dengan
adanya keselarasan ini JCM memberikan kesempatan kepada Indonesia berupa
bantuan dana dan investasi kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk
meningkatkan kapasitas kerja yang lebih ramah lingkungan dengan biaya yang
lebih ringan. Dari tahun 2010 hingga 2016 telah dilakukan sebanyak 108 studi
kelayakan di Indonesia, studi kelayakan ini meliputi 9 fokus yaitu bidang agrikultur,
131 Ibid. hal Lampiran 3-4. 132 Dicky Edwin Hindarto, Op.cit hal 11-12.
73
kota rendah karbon, REDD+, energi industri, permintaan energi, transportasi, emisi
buang dari bensin, CCS (Carbon Capture Storage), dan penanganan limbah.133
133JCM Secretariat, Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Implementasi Kerjasama Antar Kota,
JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam
https://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MjI%253D/publikasi_kami, (29/03/2020, 12:00WIB).
No. ID Project
ID001 Energy Saving for Air-Conditioning and Process Cooling by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller
ID002 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Food Industry Cold Storage in Indonesia
ID003 Project of Introducing High Efficiency Refrigerator to a Frozen Food Processing Plant in Indonesia
ID004 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Karawang, West Java
ID005 Energy Saving for Air-Conditioning at Textile Factory by Introducing High-efficiency Centrifugal Chiller in Batang, Central Java (Phase 2)
ID006 Installation of Inverter-type Air Conditioning System, LED Lighting and Separate Type Fridge Freezer Showcase to Grocery Stores in Republic of Indonesia
ID008 Introducing double-bundle modular electric heat pumps at AXIA SOUTH CIKARANG Tower 2
ID009 Energy Saving for Air-Conditioning at Shopping Mall with High Efficiency Centrifugal Chiller
ID011 Reduction of Energy Consumption by Introducing an Energy-Efficient Waste Paper Processing System into a Packaging Paper Factory
ID012 GHG emission reductions through utility facility operation optimization system for refineries in the Republic of Indonesia
ID013 Power generation by waste heat recovery in the PT Semen Indonesia (Persero) Tbk factory in Tuban
ID014 Energy saving by optimum operation at an oil refinery
74
Tabel 3.1 Proyek kerjasama JCM yang telah terdaftar134
No. Referensi Pemerintah Indonesia
Pemerintah Jepang
Perusahaan partisipan Total
ID001 49 tCO2e 61 tCO2e 12 tCO2e 122 tCO2e
ID002 3 tCO2e 20 tCO2e 6 tCO2e 29 tCO2e
ID003 2 tCO2e 7 tCO2e 2 tCO2e 11 tCO2e
ID004 103 tCO2e 128 tCO2e 25 tCO2e 256 tCO2e
ID005 53 tCO2e 66 tCO2e 13 tCO2e 132 tCO2e
ID006 69 tCO2e 98 tCO2e 28 tCO2e 195 tCO2e
ID009 108 tCO2e 126 tCO2e 18 tCO2e 252 tCO2e
ID011 6,471 tCO2e 8,089 tCO2e 1,617 tCO2e 16,177 tCO2e
ID012 6,992 tCO2e 24,468 tCO2e 3,496 tCO2e 34,956 tCO2e
ID014 547 tCO2e 1,957 tCO2e 230 tCO2e 2,734 tCO2e
134 JCM Sekretariat, proyek teregristrasi, JCM Indonesia Secretariat, diakses dalam
https://jcm.ekon.go.id/id/index.php/content/MjY%253D/proyek_teregistrasi, (29/03/2020, 12:02
WIB).
ID015 Reducing GHG emission at textile factories by upgrading to air-saving loom
ID016 Installation of Tribrid System to mobile communication’s Base Transceiver Stations in the Republic of Indonesia
ID017 Introduction of 0.5MW Solar Power System to Aroma and Food Ingredients Factory
ID018 1.6MW Solar PV Power Plant Project in Jakabaring Sport City
ID019 Installation of gas engine cogeneration system to supply electricity and heat to the vehicle manufacturing factory of PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia
ID020 Introduction to High-Efficiency Looms in Weaving Mills
ID021 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Film Factory
ID022 Introduction of High Efficiency Once-through Boiler in Golf Ball Factory
75
ID015 498 tCO2e 622 tCO2e 124 tCO2e 1,244 tCO2e
ID016 30 tCO2e 116 tCO2e - 146 tCO2e
1198,111tCo2e
Tabel 3.2 Proyek terdaftar dan jumlah kredit kerjasama JCM 2010-2019135
Dalam kurun waktu 2010 hingga 2019 telah terdaftar sebanyak 22 proyek dan
14 proyek diantaranya telah melakukan penerbitan kredit karbon seperti yang
terlihat pada tabel diatas. Salah satu proyek tersebut adalah ID006 di mana proyek
tersebut adalah proyek yang dilakukan antara PT. Midi Utama Indonesia Tbk
dengan Lawson, Inc Jepang, proyek ini mengimplementasikan aplikasi sistem
lemari pendingin, pendingin ruangan, dan penerangan LED yang hemat energi di
12 toko Alfa Midi di daerah Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Depok, proyek ini
diharapkan mampu mereduksi konsumsi listrik dibandingkan teknologi
sebelumnya sekitar 25% lebih hemat.136 Dalam masa monitoring dari 2014 hingga
2016 proyek ini telah terverifikasi mengurangi emisi sebesar 195 tCo2e dan kredit
pengurangan tersebut telah diterbitkan dan dibagi antar pemerintah dan partisipan
proyek.
Proyek selanjutnya adalah proyek yang pertama kali melakukan penerbitan
kredit yaitu ID002 dan ID003, proyek ini adalah proyek instalasi sistem pendingin
yang menggunakan Natural Refrigerant (NH3 dan CO2) yang dapat menghemat
energi secara signifikan sebesar 20-30% konsumsi energi. Proyek ini merupakan
135 Ibid. 136 Indonesia Joint Crediting Mechanism, Loc.cit.
76
kerjasama antara PT Adib Global Food Supplies di Bekasi dan Karawang dengan
P. Mayekawa Indonesia dengan Mayekawa Manufacturing Co., Ltd.137 Indonesia
menorehkan sejarah sebagai negara peserta JCM pertama yang berhasil
menerbitkan kredit dari kedua proyek ini dengan total emisi karbon yang diterbitkan
oleh dua proyek ini sebesar 40 tCo2e, dengan detail proyek ID002 sebesar 29 tCo2e
dan proyek ID003 11 tCO2e.138 Proyek lainya adalah ID014 yaitu proyek kerjasama
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit V Balikpapan dengan Yokogawa Electricity
Cooperation, kerjasama ini merupakan instalasi sistem teknologi Advance Control
System. Penerepan teknologi ini digunakan agar dapat mengontrol pemakaian
energi kilang minyak sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan proses produksi
minyak namun tetap hemat energi. Dalam proyek ini pihak Pertamina mendapatkan
keuntungan berupa efisiensi biaya dan energi dan juga transfer teknologi sedangkan
pihak Jepang dapat menurunkan jumlah emisi melalui proyek ini.139 Jumlah emisi
yang dihasilkan dari proyek ini sejumlah 2,734 tCO2e.
Secara keseluruhan kerjasama ini disepakati karena adanya faktor sosial dan
struktur perilaku yang terdiri dari, major common value orientation yang
didasarkan kepada UUD 1945 pasal 28 Ayat 1 dan pasal 33 Ayat 4 dan diperkuat
lagi dengan komitmen penurunan GRK Indonesia pasca ratifikasi protokol Kyoto.
137 Dicky Edwin Hindarto, 2018, Four Year implementation Joint Crediting Scheme in Indonesia,
Jakarta: JCM Secretariat, Hal.65. 138 Hijauku.com, JCM Terbitkan Kredit Karbon Pertama di Dunia, Hijauku.com, 13 Mei 2016,
diakses dalam https://hijauku.com/2016/05/13/jcm-terbitkan-kredit-karbon-pertama-di-dunia/, (10/04/2020, 10:37 WIB). 139 Prokal.co, Mulai November pertamina ru v terapkan teknologi advance, Pro Balikpapan, 12
September 2017, diakses dalam https://balikpapan.prokal.co/read/news/219316-mulai-november-
pertamina-ru-v-terapkan-teknologi-advance.html, (10/04/2020, 10:42 WIB).
77
Kedua digambarkan dengan pola institusi, perbedaan peran dan fungsi, dan
kelompok yang memiliki keterlibatan dalam pengambilan keputusan serta fungsi
kelompok dalam pengambilan keputusan, yang digambarkan dengan pola
pemerintahan Presiden SBY yang lebih peduli lingkungan, kemudian peran serta
kementerian terkait dari awal proses pembuatan kerjasama hingga pasca kerjasama
disepakati dan adanya pembentukan badan khusus seperti DNPI dan TKPPKA yang
membantu proses kerjasama.
Kerjasama JCM ini memiliki proses yang cukup panjang selama 3 tahun.
Proses kesepakatan dibicarakan mulai dari 2010 dan akhirnya disepakati pada tahun
2013, dan berjalan secara penuh pada tahun 2014. Dalam kerjasama ini kedua belah
pihak akan mendapatkan keuntungan baik berupa dana investasi, transfer teknologi
maupun penurunan emisi yang dibagi berdasarkan kesepakatan awal pada setiap
proyek. Dalam perjalanannya pengajuan kerjasama ini harus dilakukan beberapa
kali dan berganti-ganti nama mulai dari BOM, BOCM, hingga akhirnya disepakati
menjadi JCM. Dalam proses pengambilan kerjasama ini juga terjadi beberapa
ketidaksepakatan antara Jepang dan Indonesia mengenai sifat kerjasama ini. Selama
proses kerjasama ini berjalan sudah total 1198,111 tCo2e kredit karbon yang
diberikan dan dibagikan kedua belah pihak yang berasal dari berbagai macam
proyek JCM.