68
Bab III
DESKRIPSI PERSAMAAN HAK LGBT DI KOTA BLITAR
III.1 Latar Belakang dan Proses Pengambilan Data Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blitar, Jawa Timur tepatnya kepada
dalang yang ada di Kota Blitar ini. Kota Blitar penulis pilih sebagai tempat
penelitian dikarenakan adanya festifal wayang yang diadakan pada bulan Juli
2016 yang lalu.1 Tujuan utama diadakannya pagelaran wayang ini adalah sebagai
bentuk peringatan hari kesaktian Pancasila. Wayang dipakai sebagai sarana untuk
kehidupan yang penuh toleransi yakni lebih tepatnya dengan mensosialisasi
Pancasila melalui budaya wayang.2 Di kota Blitar pun penulis menentukan untuk
melakukan penelitian di salah satu kelurahan yaitu kelurahan Ngadirejo, Kepanjen
Kidul, Kabupaten Blitar. Di Kota Blitar ada 21 kelurahan yang tersebar di 3
kecamatan. Ketiga kecamatan itu antara lain Kecamatan Kepanjenkidul,
Sananwetan, dan Sukorejo masing-masing terdapat kelurahan dalam jumlah yang
sama yaitu sebanyak 7 kelurahan : 1. Kec. Kepanjenkidul (7 Kelurahan), yaitu
Kel.Bendo, Kel.Kauman, Kel.Kepanjenkidul, Kel. Kepanjenlor, Kel. Ngadirejo,
Kel. Sentul, Kel. Tanggung ; 2. Kec. Sananwetan (7 Kelurahan) antara lain Kel.
Bendogerit, Kel. Gedog, Kel.Karang Tengah, Kel. Klampok, Kel. Plosokerep,
Kel. Rembang, Kel. Sananwetan ; 3. Kec. Sukorejo (7 Kelurahan) antara lain Kel.
1http://www.blitarkab.go.id/2016/07/16/festival-wayang-nusantara-lestarikan-budaya-
bangsa/, diakses pada pada 18 September 2016
2 http://www.beritalima.com/2016/07/26/gus-ipul-sosialisasikan-pancasila-melalui-
wayang-nusantara/, diakses pada 18 September 2016
69
Blitar, Kel.Karangsari, Kel.Pakunden, Kel. Sukorejo, Kel. Tanjungsari, Kel.
Tlumpu, Kel. Turi.3
Kelurahan Ngadirejo adalah sebuah kelurahan yang sangat beragam dari
segi agamanya. Ada tiga agama di desa ini yaitu Islam, Kristen dan Katolik.4 Desa
ini juga merupakan tempat dimana dalang yang menjadi salah satu subyek
penelitian penulis ini tinggal, lebih tepatnya adalah di Desa Ngadirejo bagian
selatan. Di Ngadirejo bagian selatan ini terdapat tempat wisata rohani Gua Maria
Sendangrejo. Gua Maria ini terletak di antara rumah-rumah warga, dekat dengan
persawahan. Salah satu hal menarik disini adalah penulis melihat mayoritas
warga sekitar yang rumahnya dekat dengan Gua Maria adalah beragama Islam.
Tidak ada gereja di sekitar Gua Maria, gereja Katolik untuk umat Katolik sendiri
berada ratusan meter dari lokasi wisata Rohani Gua Maria Sendangrejo.
Organisasi Masyarakat yang Terdaftar5
2012 – 2015
Jenis Organisasi 2012 2013 2014 2015
1. Organisasi Masyarakat 21 23 32 24
2. Organisasi Kesamaan secara umum 28 30 28 10
3. Organisasi Keagamaan 10 10 10 19
4. Organisasi Wanita 6 6 6 8
5. Aliran Kepercayaan 4 4 3 2
6. Organisasi Beladiri 2 2 2 2
7. Organisasi Profesi 8 9 10 22
8. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 16 17 37 28
9. Yayasan 37 38 42 44
Jumlah 132 139 170 159
Sumber : Badan Kesbangpollinmas Daerah Kota Blitar
3 https://blitarkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/414, pada 16 Desember 2016
4 Wawancara dengan Lurah Kepanjen Kidul, pada 09 Desember 2016
5 https://blitarkota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/414, pada 16 Desember 2016
70
Data organisasi ini penulis cantumkan karena penelitian ini mengacu
kepada konseling masyarakat, yang memungkin adanya suatu layanan atau
lembaga yang bisa diajak untuk bekerja sama dalam menangani permasalahan
yang muncul dengan keberadaan kaum LGBT.
Proses Pengambilan Data dan Profil Informan
Untuk penelitian, penulis melakukannya pada tanggal 09-13 2016
Desember dengan serangkaian perijinan, observasi, wawancara, kemudian
dilanjutkan pada tanggal 28-30 Desember 2016. Di antara tanggal-tanggal itu
penulis melakukan observasi dengan melihat pagelaran wayang di beberapa
tempat. Untuk proses wawancara, penulis datang ke desa Ngadirejo tidak dengan
cara yang formal sebab penulis menyadari bahwa penulis harus cukup berhati-hati
dengan tema yang hendak penulis gali. Yang pertama kali penulis lakukan adalah
mencari alamat tempat tinggal dalang, kemudian setelah sudah mendapat
informasi maka penulis datang ke kantor kelurahan desa tersebut. Baru setelah itu
penulis mulai melakukan penelitian dengan langsung berusaha bersikap sealami
mungkin dalam melakukan pencarian data kepada masyarakat. Penulis datang
dengan tidak selalu menampakkan handphone atau alat perekam lainnya sebab
tidak semua informan mau identitas mereka diketahui banyak orang. Kemudian
terkait dengan alat perekam, penulis juga mendapati bahwa rupanya teman-teman
LGBT justru memang memiliki ketakutan akan identitas mereka yang sebenarnya.
Jadi dalam penggalian data kepada teman LGBT penulis cenderung berusaha
untuk mengajak berbicara sesantai mungkin demi terciptanya kepercayaan mereka
terhadap penulis. Mengenai kepercayaan ini, pada awalnya penulis datang ke
sebuah salon yang merupakan salon kerjasama beberapa waria. Disana rupanya
71
ada juga teman-teman gay yang tidak lain adalah teman dari waria-waria yang ada
di salon juga. Penulis melakukan penggalian data dengan tidak langsung menuju
percakapan ke arah yang penulis butuhkan melainkan hanya datang selayaknya
pelanggan salon pada umumnya. Disini awal datang penulis hanya sekedar
observasi, yang kemudiaan penulis lanjutkan pada minggu-minggu berikutnya.
Jadi, penelitian ini tidak berlangsung dalam waktu yang berkelanjutan begitu saja
sebab penulis juga harus mengikuti pertunjukan wayang yang pagelarannya tidak
hanya di kota Blitar saja. Alasan lainnya mengapa observasi tidak berkelanjutan
adalah, penulis mencoba membangun komunikasi juga melalui handphone. Dari
sini pada awalnya penulis ragu untuk dapat berkomunikasi dengan baik akan
tetapi rupanya dari handphone ini mereka lebih terlihat mau membuka diri.
Di samping melakukan wawancara penulis juga datang sebagai penonton
untuk melihat pertunjukkan wayang kulit yang ada di Jawa Timur. Pertunjukkan
ini tidak dapat ditentukan secara pasti tempatkan karena tergantung rombongan
wayang itu diundang dan dipentaskan dimana. Pada kesempatan ini, penulis
melihat pertunjukkan wayang di Kota Kertosono dan juga di Kota Blitar. Untuk
melihatnya, penulis tidak selalu datang dalam setiap pagelaran sebab hanya diberi
kesempatan mengikuti pagelaran dengan tema-tema yang penulis perlukan saja.
Alasan lain yang diberikan oleh dalang adalah mengenai waktu dan jarak tempat
pementasan. Untuk waktu, pagelaran wayang baru dimulai paling cepat pada
pukul 21.00 WIB dan akan berakhir antara pukul 03.30-04.00 WIB.
Larutnya waktu untuk datang dalam acara pagelaran wayang memang
menjadi satu kendala dalam proses penelitian yang penulis lakukan. Hal seperti ini
menjadi salah satu kendala bukan karena terkait waktu yang sangat larut saja
72
melainkan juga karena posisi penulis sebagai seorang yang muda dan perempuan.
Sebagai seorang perempuan muda, menjadi penonton wayang di tengah malam
merupakan tantangan tersendiri sebab pada umumnya memang yang menjadi
penonton wayang adalah laki-laki. Kendala berikutnya adalah ketika sedang
datang untuk melakukan obrolan tidak formal dengan warga mereka langsung
menarik diri saat penulis mengarahkan obrolan seputar tema LGBT. Dalam hal ini
penulis memang sudah diingatkan oleh kepala desa, terkait respon dan kecurigaan
warga terhadap penulis.
Di desa Ngadirejo ini, penulis mengambil responden dengan purposive
sampling. Responden yang penulis ambil adalah satu orang dalang, satu orang
kepala desa, satu orang tukang kebun gua maria, satu orang pedagang, satu ibu
rumah tangga, tukang tambal ban, tukang becak, juga kaum LGBT. Untuk LGBT
sendiri penulis mewawancarai lima orang, tiga orang waria, dua orang gay.
Penulis tidak mendapatkan responden yang lesbi di kota Blitar ini. Sekali lagi
karena alasan tempat penelitian adalah bukan karena adanya informasi bahwa di
kota ini terdapat perkumpulan LGBT. Alasan paling utama adalah ingin
mengambil data dengan menggali apakah di salah satu kota di Jawa Timur ini
mengenal atau mengetahui keberadaan LGBT atau tidak, juga respon mereka
terhadapnya.
III.2 Deskripsi persamaan hak LGBT di kota Blitar
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai deskripsi persamaan hak
LGBT di Kota Blitar dengan data penelitian yang dilakukan langsung kepada
LGBT maupun kepada masyarakat dan juga dalang. Deskripsi persamaan hak ini
73
akan dilihat dari data penelitian yang berupa permasalahan yang dihadapi oleh
LGBT beserta harapan-harapan atas keberadaan mereka. Dalam pemaparan
deskripsi persamaan hak ini akan dibagi dalam dua bagian, bagian pertama yaitu
pemaparan pengalaman LGBT itu sendiri, juga dari pandangan masyarakat akan
keberadaan LGBT. Bagian kedua akan dipaparkan pandangan akan LGBT dari
sudut pandang budaya jawa khususnya dari dunia pewayangan dalam melihat
adanya “keangkaramurkaan” pada jaman ini yakni diskriminasi yang terjadi
terhadap LGBT, seperti yang sudah dituliskan dalam bagian latar belakang
penelitian ini dilakukan.
III.2.1 Keberadaan LGBT
Terkait dengan adanya keragaman orientasi seksual, bukanlah hal yang
mudah bagi untuk teman-teman yang berorientasi seksual di luar heteroseksual.
Mereka mengalami berbagai tantangan dalam menghadapi dan mengalami
penghayatan orientasi seksualnya. Tantangan atau masalah yang dialami oleh
teman LGBT bukan saja masalah dari luar diri mereka saja melainkan juga dari
dalam diri mereka sendiri. Ada yang merasa bahwa dirinya aneh dan berbeda
dengan yang lain sejak SD dan mencoba melawan apa yang dirasakan sampai-
sampai ingin kabur dari keluarga,6 namun ketertarikan dengan sesama jenis itu
rupanya dirasakan sampai SMA. Kemudian dari situ mulai mencari tahu sendiri
apa yang terjadi dengan dirinya dan ternyata memang ada orang yang bisa tertarik
atau suka dengan yang berjenis kelamin sama. Maka yang dilakukan kemudian
adalah tidak menolak hal tersebut, karena tidak tahu harus berbuat apa sehingga
6 Wawancara dengan Inf A.5 (data A.5 no.1), pada 30 Desember 2016
74
kenyataan yang dirasakan dan dialmai itu diterima.7 Masalah lain yang dialami
oleh teman-teman LGBT yaitu berupa ketakutan akan ketertolakan dari luar
apabila mereka mengakui dengan jujur akan keberadaan yang sesungguhnya. Oleh
sebab itu teman-teman LGBT lebih memilih untuk menutupi identitas diri mereka
yang sebenarnya dari keluarga juga dari lingkungan sekitarnya. Cara yang
dilakukan adalah dengan tetap berdandan seperti apa yang orang ketahui tentang
dirinya akan tetapi jika sudah bersama dengan teman-temannya di luar
lingkungannya maka dia menjadi diri sendiri, mengekpresikan diri sesuai dengan
apa yang mereka rasakan dan alami dalam dirinya.8 Kemudian ada pula yang lebih
memilih untuk tinggal berjauhan dari keluarga demi tujuan mencari penghidupan
dan menjadi diri sendiri dengan sejujurnya.9 Masalah LGBT adalah masalah yang
tidak melulu berbicara dalam ranah seksual. Disana ada pertentangan mengenai
identittas dirinya. Ketika seseorang mendapati dirinya berbeda dengan yang lain,
itu adalah pergumulan tersendiri, terelebih ini adalah tentang orientasi yang sulit
diterima oleh orang lain, oleh masyarakat pada umumnya.
Keluarga yang seharusnya menjadi ranah terdekat untuk menjadi diri
sendiri dengan sejujurnya rupanya justru menjadi salah satu masalah bagi teman
LGBT. Keluarga dianggap salah satu masalah sebab di dalam keluarga inilah
teman LGBT (dalam hal ini gay) justru mendapat tekanan untuk menikah dimana
menikahnya adalah dengan lawan jenis yang tentunya akan menjadi masalah
tersendiri bagi teman gay. Dengan adanya hal seperti ini mereka mengaku kalau
7 Wawancara dengan Inf A.5 (data A.5 no.2), pada 30 Desember 2016
8 Wawancara dengan inf A1 (data A.1 no.2), pada 29 Desember 2016
9 Wawancara dengan Inf A.2 (data A.2 no.3), pada 29 Desember 2016
75
pada akhirnya dengan terpaksa dan pura-pura mulai berkenalan dan menjalin
relasi dengan lawan jenis.10
Salah satu alasan bagi mereka yang berpura-pura dan tidak menjadi diri
sendiri adalah adanya suatu pandangan negatif kepada mereka juga kepada orang
tua mereka. Pandangan negatif ini muncul dikarenakan aktivitas yang dilakukan
di malam hari oleh LGBT. Ini dialami oleh inf A.2 (Seorang waria yang bekerja
dengan membuka salon). Ketika dia sedang keluar di malam hari, banyak yang
mencibir kalau dia bekerja sebagai perempuan malam.11
Dalam hal ini, yang
menjadi pertanyaan adalah apakah aktivitas yang dilakukan di malam hari
memang berkonotasi negatif?
Perlakuan tidak menyenangkan tidak hanya didapati dengan adanya
cibiran-cibiran apabila mereka keluar di malam hari saja. Ada perlakuan tidak
menyenangkan lain yang dialami oleh teman LGBT dalam bentuk yang tidak
hanya menyangkut tindakan fisik saja melainkan yang lebih menjadi masalah
adalah tindakan melalui melalui verbal. Hal semacam ini diakui dan dialami oleh
salah seorang LGBT. Ada yang mengaku bahwa penampilan mereka berbeda
untuk siang dan malam. Ini dilakukan karena alasan supaya orang sekitarnya tidak
menjauh. Meskipun begitu dengan ekspresinya sehari-hari dia masih dibilang
kemayu. Dia juga suka diajak arisan tapi seolah untuk bahan lucu-lucuan saja.12
Hal lain yang dialami oleh teman LGBT terkait bullying adalah mereka
mengetahui kalau sedang di bully oleh sebab mereka belum menikah. Mereka
yang tidak tertarik pada lawan jenis memang lebih memilih untuk tidak menikah
10
Wawancara dengan Inf A.4 (data A.4 no.1 dan 2), pada 29 Desember 2016 11
Wawancara dengan Inf A.2 (data A.2 no 2), pada 12 Desember 2016 12
Wawancara dengan Inf A.3 no.3, pada 30 Desember 2016
76
daripada harus membohongi diri sendiri terlebih lagi membohongi orang lain
terkait orientasi seksualnya.13
Selanjutnya terkait dengan pekerjaan, bagaimanapun juga, layaknya orang
“normal” pada umumnya, LGBT juga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan
bekerja. Beberapa informan yang penulis temui berprofesi sebagai perias dan juga
pekerja salon. Meskipun di beberapa tempat yang penulis ketahui bahwa waria
biasanya mendapatkan keterampilan dari lembaga tertentu, namun tidak dengan
waria yang penulis temui ini. Mereka belajar secara otodidak, atau juga belajar
dari pemilik salon tempat dimana pada awalnya mereka bekerja sampai sebelum
akhirnya membuka salon sendiri. Akan tetapi, dari beberapa keterangan informan
LGBT, rupanya terkait pekerjaan menjadi salah satu masalah mereka. Mereka
yang mengamennya tidak hanya siang hari menjadi incaran petugas atau di razia.
Razia atau pengamanan oleh petugas yang dilakukan kepada waria yang
mengamen ini adalah karena alasan untuk ketertiban.14
Ketika mereka berupaya mencari penghasilan yang halal, rupanya menjadi
pengamen adalah sebuah masalah bagi teman-teman LGBT (waria) karena
dianggap membuat lingkungan kurang tertib. Menurut teman waria mengamen
adalah salah satu usaha mencari nafkah selain dengan hobby make up yang
mereka salurkan untuk membuka salon. Perlu diketahui juga bahwa tidak semua
waria itu bisa buka salon sebab tidak semuanya memiliki bakat merias atau hanya
sekedar memotong rambut. Teman waria ini merasa bahwa ada para petugas itu
13
Wawancara dengan Inf A.4 no.1 pada 29 Desember 2016 14
Wawancara dengan Inf A.3 no.1 12 Desember 2016
77
lebih baik mengurus masalah adanya pencopet/ penjambret.15
Jadi, harapan
mereka adalah untuk ke depannya tidak perlu lagi ada penertiban untuk pengamen
seperti mereka.
Inf A3 : “Kalau ke depannya saya berharap ngamen ya gak usah
dikejar-kejar alasan biar tertib lah, toh saya juga halal ini nyari
duitya, ngamen juga gak teriak-teriak. Petugas-petugas tu urusin
saja pencopet tuh, mereka jambret orang sesukanya.”
Akan tetapi, sebagian dari mereka ini ada juga yang bekerja sebagai
penyanyi elektun di acara-acara seperti hajatan, khitanan, ulang tahun dan acara-
acara lain. Jadi dari apa yang didapatkan dengan hasil menjadi penyanyi ini
mereka mencukupi kebutuhan hidupnya. Bagi mereka dengan bernyanyi juga
akan menambah kenalan, juga dapat bersosialisasi dengan lingkungan. Dalam hal
ini bagi mereka yang penting adalah menjadi diri sendiri dan tidak terlalu
memikirkan apa yang dikatakan orang lain tentang dirinya. Kalau ada yang tidak
senang dengan mereka, mereka tidak mau repot dengan penilaian orang lain dan
cenderung bersikap masa bodoh. Jadi, memang sekalipun mereka
mengekspresikan diri tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, mereka tidak
memiliki keinginan untuk operasi kelamin hanya saja mereka ingin jadi diri
sendiri dan mengekspresikan diri sesuai apa yang mereka rasakan.16
Teman-teman LGBT ini juga tetap mengusahakan untuk membaur dan
terlibat dalam kegiatan masyarakat, misalnya saja ikut terlibat dalam pelayanan di
gereja,17
terlibat dalam kegiatan RT atau kegiatan di RW. Namun ada pula yang
15
Wawancara dengan Inf A.3 no.4 pada 30 Desember 2016 16
Wawancara dengan Inf A.1 no.4 pada 30 Desember 2016 17
Wawancara dengan Inf A.4 no.3 pada 30 Desember 2016
78
tidak terlibat dalam lingkungan masyarakat dengan alasan bahwa mereka hanya
seorang pendatang. Bagi mereka yang ikut terlibat dalam masyarakat, alasannya
adalah karena mereka masih menjadi bagian dari penduduk dan masih tercatat
sekalipun mereka tidak menjadi seperti apa yang mereka rasakan. Artinya, dalam
keseharian ketika bersama dengan masyarakat, mereka tidak berdandan seperti
pada malam hari. Sekalipun mereka tidak berdandan seperti pada malam hari,
mereka masih dilihat kemayu oleh yang lain, juga sering dipanggil dengan
panggilan jeng.18
Dari hal ini dapat dilihat bahwa masyarakat menilai seseorang
dari penampilan luarnya, terlebih memang sudah menjadi konstruksi budaya
bahwa yang kemayu itu dipanggil dengan sebutan jeng. Dari sini juga
memperlihatkan bahwa sifat kemayu itu dimiliki oleh perempuan.
Dinilai oleh masyarakat kebanyakan dari jenis kelamin dan ekspresi
mereka sudah menjadi hal yang tidak asing lagi bagi mereka. Akan tetapi,
penilaian masyarakat tidak hanya berhenti pada hal itu saja. Masyarakat bahkan
keluarga juga menilai bahwa seorang laki-laki harus menikah dengan perempuan,
terlebih di usia yang sudah tergolong lewat nikah. Mereka merasa bahwa hal
seperti itu tidaklah adil dan mereka sempat ingin marah ke Tuhan sebab
sebenarnya mereka tidak pernah meminta menjadi orang yang suka dengan sesami
jenis kelamin.19
Hal seperti ini menjadi masalah tersendiri bagi teman LGBT yang
penulis temui. Mereka merasa tuntutan untuk menikah adalah tekanan untuk diri
mereka. Akan tetapi, merasa berbeda dengan masyarakat pada umumnya yang
menganggap diri “normal” tentunya ada keinginan untuk juga mendapat
pengakuan bahwa mereka juga normal. Tentu hal ini membutuhkan sekali adanya
18
Wawancara dengan Inf A.3 no.3 pada 29 Desember 2016 19
Wawancara dengan Inf A.4 no.2 pada 29 Desember 2016
79
keberanian dan perjuangan dari teman-teman LGBT. Merasa takut ditolak, merasa
takut menyakiti keluarga, merasa takut dianggap berbeda, itu yang mereka
rasakan. Di atas semua ketakutan itu mereka masih dan tetap memiliki keinginan
untuk mengatakan kejujuran tentang identitas mereka, tentang orientasi seksual
mereka.20
Ketakutan lain yang muncul dari teman LGBT lainnya lagi adalah
terkait dengan berita-berita soal keberadaan mereka. Mereka merasa miris
(prihatin) melihat berita-berita sehubungan dengan oriantasi seksual dan diri
mereka.21
Dari semua ini, yang begitu terlihat adalah teman LGBT memiliki
keinginan untuk mengakui identitasnya, mengakui orientasi seksualnya kepada
orang lain terutama keluarganya. Mereka berharap bahwa mereka bisa diterima
dengan keadaan mereka.
III.2.2 Pandangan Masyarakat Terhadap LGBT
Perlunya mendengarkan juga pendapat dari masyarakat akan keberadaan
LGBT ini tidak lain adalah demi tujuan mencari titik tengah yang dapat
menjebatani mengenai apa dan bagaimana solusi yang dapat dilakukan di tengah
diskriminasi yang terjadi pada LGBT.
Masyarakat mengetahui keberadaan LGBT di sekitar mereka bukan dari
pengakuan teman LGBT itu sendiri, melainkan dari apa yang mereka jumpai di
lingkungan mereka. Keberadaan teman LGBT terutama yang laki-kali suka sama
laki-laki dan perempuan suka perempuan tidak bisa begitu saja diketahui oleh
masyarakat. Akan tetapi masyarakat ada yang mengetahui tentang mereka yang
suka sesama jenis ini adalah dari cara mereka bergaul sehari-hari, dari cara
20
Wawancara dengan Inf A.1 no.4 pada 30 Desember 2016 21
Wawancara dengan Inf A.4 no.4 pada 30 Desember 2016
80
mereka memperlakukan temannya yang sama jenis kelaminnya.22
Ada juga
informan yang mengatakan bahwa ia mengetahui perempuan pacaran sama
perempuan ketika dia ada di Samarinda.23
Informan lain juga mengatakan bahwa
mereka tahunya tentang waria bukan yang suka sesama jenis, yang seringkali
mereka lihat waria-waria itu ada di alun-alun dan stasiun ketika pada waria yang
mereka sebut banci itu sedang mengamen.24
Mereka cenderung takut dengan
waria dikarenakan cara berdandannya juga merasa aneh kalau ada yang sama jenis
kelaminnya dengan informan tetapi dandan seperti perempuan. mereka juga
mengatakan apakah tandanya bahwa dunia akan kiamat, sebab ada manusia yang
seperti waria atau yang suka dengan sesama jenis itu.25
Akan tetapi ada juga yang
sama sekali tidak tahu mengenai keberadaan LGBT, atau mungkin mereka saja
yang sebenarnya tidak mau tahu. Jadi dari sini terlihat bahwa keberadaan LGBT
tidak seterbuka orang heteroseksual yang sudah dipandang umum di masyarakat.
Kecurigaan dan apa yang mereka tahu tentang yang suka sama sejenis hanya
sebatas pada cara bergaul dalam hidup kesehariannya.
Informan (masyarakat) juga berpendapat bahwa mereka yang suka dengan
sesama jenis itu adalah sesuatu yang aneh. Orientasi seksual di luar heteroseksual
merupakan sesuatu yang harus ditolak, keinginan untuk suka dengan sesama jenis
perlu dilawan atau tidak perlu diikuti.26
Hal lain yang dilihat dari masyarakat
adalah mengenai keturunan, karena suka dengan sesama jenis (terutama untuk gay
22
Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016 23
Wawancara dengan Inf B.2 pada 29 Desember 2016 24
Wawancara dengan Inf B.4 , pada 9 Desember 2016 25
Wawancara dengan Inf B.6 pada 28 Desember 2016 26
Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016
81
dan lesbi) maka masalah utamanya adalah terletak pada keturunan.27
Adanya
hubungan sesama jenis atau homoseksual (gay dan lesbian) ini juga dianggap
tidak wajar oleh informan yang penulis temui.28
Menjadi aneh jika ada laki-laki
sama laki-laki dan perempuan sama perempuan.29
mungkin, dalam melihat
realitas ini, pada umumnya kaum heteroseksual merasakan ada sesuatu yang tidak
alami dan diluar sifat-sifat manusia "normal". Apakah dengan adanya pemikiran
normal dan tidak normal ini hanyalah dengan melihat banyaknya heteroseksual
yang selama ini telah masyarakat ketahui ataukah ada alasan lain yang jelas
adalah ketidakwajaran yang dimaksud juga terletak pada masalah keturunan.
Selain dianggap tidak normal dan tidak wajar, anggapan lain yang
diberikan kepada LGBT adalah orang seperti LGBT ini bisa mempengaruhi anak
kecil. Pengaruh yang ditakutkan itu adalah ke pemikiran anak-anak, jadi apa yang
menjadi pemikiran LGBT ditakutkan dapat pula mempengaruhi pemikiran anak-
anak.30
Untuk menyikapi hal seperti ini mereka sendiri juga tidak tahu harus
dengan cara apa dan bagaimana. Dalam hal ini LGBT dianggap sebagai sesuatu
yang bisa menular ke orang lain, khususnya mempengaruhi pemikiran. Akan
tetapi ada informan yang berpendapat bahwa adanya mereka yang suka sesama
jenis juga tidak perlu diusir. Tindakan tidak mengusir mereka yang suka dengan
sesama jenis ini adalah sejauh mereka tidak mengganggu yang lain.31
Sekalipun
ada rasa tidak senang dengan keberadaan mereka yang suka dengan sesama jenis
ini, masyarakat juga ada yang memilih untuk lebih baik diam karena tidak enak
27
Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016 28
Wawancara dengan Inf B.4 pada 09 Desember 2016 29
Wawancara dengan Inf B.1 pada 13 Desember 2016 30
Wawancara dengan Inf B.1 pada 13 Desember 2016 31
Wawancara dengan Inf B.3 pada 11 Desember 2016
82
hati untuk menegur dan berbicara langsung. Alasan lain dari memilih diam adalah
lebih baik memang diam daripada rame (bahasa rame ini lebih diartikan ke arti
berkelahi) dan menimbulkan kesalahpahaman. Akan tetapi kalau bisa mereka
yang suka sesama itu tidak tinggal di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.32
Sejalan dengan pendapat ini, ada pula informan yang mengatakan bahwa mereka
tidak bisa misalkan harus hidup berdampingan sebagai tetangga dengan yang suka
sesama jenis (gay dan lesbi) juga waria dengan alasan supaya tidak tertular.33
Dengan adanya pendapat-pendapat ini penulis melihat bahwa informan masih
menganggap bahwa mereka yang berorientasi seksual tidak sama dengan diri
mereka ini dapat menular. Untuk itu jika ada yang tinggal di dekat mereka sebisa
mungkin akan diminta untuk pindah tempat tinggal.
Selanjutnya, juga ada yang mengatakan bahwa setiap orang punya jalan
hidupnya masing-masing. Sebagai manusia hanya perlu menjalaninya dengan baik
apa yang menjadi bagian dan jalannya. Maka dengan begitu tidak mikir aneh-aneh
atau tidak perlu repot dengan keberadaan LGBT.34
Kemudian juga ada yang
bersikap untuk tidak mau tahu, sebuah sikap yang dipilih oleh salah satu informan
dengan keberadaan LGBT. Dalam hal ini ada perasaan tidak enak hati atau
sungkan untuk menegur teman LGBT. Mereka memilih diam daripada nanti ada
salah paham jika bicara terkait orientasi seksual dan penampilan teman-teman
LGBT.35
Hal seperti tidak mau tahu begini dilakukan hanya untuk alasan menjaga
keamanan di lingkungan dan juga hubungan antar masyarakat. Akan tetapi apakah
langkah keacuhan / masa bodoh yang diambil masyarakat ini adalah sebagai
32
Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016 33
Wawancara dengan Inf B.6, pada 28 Desember 2016 34
Wawancara dengan Inf B.5, pada 12 Desember 2016 35
Wawancara dengan Inf B.1 pada 29 Desember 2016
83
bentuk atau cara mereka menerima LGBT? Penulis merasa ini hanya sekedar
untuk mencari aman dengan tidak adanya keributan mengenai keberagaman
orientasi seksual yang ada.
III.3 Pemaknaan Semar
Semar adalah tiga bersaudara, yaitu ada Togog, Semar, Betara Guru
(manikmaya) yang di kahyangan. Ketiganya adalah gambaran wayang yang
sempurna, ketiganya berasal dari satu telur dan ketiganya adalah anak dari betara
tunggal. Mereka memiliki eyang bernama Sang Hyang Wenang dan memiliki ibu
bernama Dewi Rati yang tidak lain adalah anak dari betara yuyut. Jika ditanya
mana atau siapa yang tua tidak ada yang tahu, telur itu tidak bisa dipegang juga
tidak bisa dilepas. Akan tetapi dalam cerita, mereka berebut akan siapa yang tua,
sampai memakan gunung. Dari situ akhirnya mereka diberi tugas. Togog ke bumi
tempat orang yang angkara murka supaya togog memberikan nasehat. Semar
diberi tugas momong satria utama dan yang saudara yang satu di kahyangan.
Semar sebagai pamong secara khusus memberi nasehat kepada Pandawa saat
terjadi perang Bharatayuda. Semar sebenarnya suci dan titisan dewa. Semar itu
sebenarnya dari kata sarwo samar (gek ketok gek ora = sulit dipahami). Selain itu
ia memiliki sebutan seperti Badranaya dan Nayatanka. Semar juga memiliki
banyak nama lain, nama itu sesuai dengan perjalanan dan pengalaman serta
pengenalan orang terhadapnya. Nama-nama Semar tersebut diantaranya seperti
Semar mbarang jantur, Semar Gugat, Semar mbangun kahyangan.36
Berikut
sedikit keterangan tentang Semar mbangun kahyangan dan Semar gugat:
36
Wawancara dengan Inf D no.6 pada 11 Desember 2016
84
”Semar gugat dan semar bangun kahyangan itu serupa. Semar gugat itu di
kahyangan. Wong sekti duwe kayekten tapi duwe watak angkara murka maka
semar nggugat nang sing gawe urip..jadi semar mengadukan (memprotes sesuatu
yang takwajar), gugat itu ke penguasa..kalau mbangun kahyangan ya semar
sendiri yang mengajak bangun aklhak. Sak dekdayane wong kalau salah ya tetap
kalah sama kebaikan. Semar mbangun kahyangan itu terpenting karna tujuannya
perdamaian. Semar akan susah kalau masyarakat tidak tentram. Lurah itu kalau
masyarakat ndak sejahtera maka seorang pamong wajarnya susah..kepribadian
seperti semar dimiliki oleh Pandawa..tokoh kebaikan.”37
(Semar Gugat dan Semar mBangun Kahyangan itu serupa. Semar Gugat
itu di kahyangan. orang sakti, punya kesaktian tetapi memliki watak tidak
baik maka Semar menggugat kepada yang punya hidup. Jadi Semar
mengadukan (protes sesuatu yang tidak wajar). Semar Gugat ke penguasa.
Kalau bangun kahyangan, ya Semar sendiri yang mengajak membangun
akhlak. Seberapapun kekuatan orang, kalau salah ya tetap kalah sama
kebaikan. Semar bangun kahyangan itu terpenting, karena tujuannya
perdamaian. Semar akan susah kalau masyarakat tidak tentram. Lurah itu
kalau masyarakat tidak sejahtera maka seorang pamong wajarnya susah.
Kepribadian seperti Semar dimiliki oleh Pandawa, tokoh kebaikan.)
“Semar adalah pamong. Pamong yang tulus tidak akan senang kalau negaranya
gak harmonis. Akhirnya semar bangun kahyangan. Bukan membangun istana,
tapi keadaan, kahyangan itu adalah hati. Kedamaian, surga. Semar bangun
kahyangan adalah membangun aklhak, kamu tau siapa kamu, kamu tau apa
kewajibanmu, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Semar tujuannya seperti
itu, terjadi ketidakharmonisan karena sesama manusia merampas hak yang
lain.”38
Itulah sedikit penjelasan mengenai Semar Gugat dan Semar bangun
kahyangan. Dalam dua lakon ini Semar melakukan protes atas adanya
37
Wawancara dengan Inf D no. 6 pada 11 Desember 2016 38
Wawancara dengan Inf D no 7 pada 11 Desember 2016
85
ketidakwajaran dan ketidakadilan terlebih yang dilakukan oleh para pemimpin
dan penguasa. Semar melakukan protesnya tidak dengan kekerasan melainkan
hanya dengan menyampaikan apa yang seharusnya dibuat oleh para pemimpin
apabila ada suatu bentuk ketidaadilan. Untuk Semar mbarang jantur, Ki Dalang
hanya memberikan sedikit penjelasan saja. Semar mbarang jantur lebih
menggambarkan akan bagaimana karakter Semar, yaitu sebagai Pemerhati. Disini
Semar mengamati, kemudian apa yang janggal disana yaitu yang janggal dalam
pengamatannya maka ia akan meluruskan. Apa yang tidak wajar dalam
penglihatannya maka akan ia akan melakukan tindakan-tindakan yang membuat
suatu keadaan tidak lagi janggal.
“Lha ini mbangun kahyangan ini juga didahului dengan peran Semar dadi
pengamat mbak..iku lho, Semar mbarang jantur...semar ngamati keadaan,
misal ana sing ga wajar ya semar bertindak. Semar langsung melakukan
sesuatu gawe membuat keadaan baik kabeh. Pokok sifat e semar iki ya
mengamati, lha mau dapat darimana sampai ia tahu kalau ada yang
hendak di gugat kalau dek e tidak mengamati dulu,ya to?”39
(“Lha ini bangun kahyangan ini juga didahului dengan peran Semar
menjadi pengamat mbak..itu lho, Semar mbarang jantur. Semar mengamati
keadaan, misal ada yang tidak wajar ya Semar bertindak. Semar langsung
melakukan sesuatu untuk membuat semua keadaan itu baik. Pokoknya
sifat Semar itu mengamati, lha mau dapat darimana sampai ia tahu kalau
ada yang hendak digugat jika ia tidak mengamati dulu, ya kan?”)
Berbicara tentang Semar secara fisik, Semar itu tidak laki-laki tidak juga
perempuan. Sebenarnya disini hanyalah subuah kiasan, artinya Semar bisa
menjadi ibu juga bisa menjadi bapak. Dalam hal ini, menjadi ibu sekaligus bapak
adalah terkait dengan perannya dan pemenuhan kebutuhan yang dilakukannya.
39
Wawancara dengan Inf D no 7 pada 11 Desember 2016
86
Jadi Semar tidak bisa dinilai keberadaannya secara jasmani atau biologis saja
melainkan perlu dilihat dari perannya tadi. Laki-laki dan perempuan yang ada
dalam diri Semar memang tidak bisa dipahami secara biologis, namun sangat bisa
untuk dilihat dan dinilai secara filosofisnya. Ketika menjadi perempuan maka
harus juga bisa menjadi seperti perempuan. Kemudian kalau dilihat dari status dan
tugasnya sebagai pamong maka dia harus memiliki cara agar keharmonisan itu
selalu ada dan terjaga. Jika terjadi ketidakharmonisan karena adanya perampasan
hak antar sesama manusia maka sebagai pamong harus tahu bagaimana membuat
keadaan itu baik. Manusia itu harus tahu tentang keberadaannya dan tahu akan
kewajibannya jadi tahu akan apa yang harus dilakukan.40
Hal ini sesuai dengan
siapa, apa dan bagaimana peran setiap lakon yang ada dalam pewayangan, terlebih
secara khusus peran Semar.
Dalam dunia pewayangan ada banyak lakon yang memiliki peran, karakter
dan tugas masing-masing misalnya saja Pandawa sebagai lakon kebaikan. Ada
lakon yang menjadi penyebab masalah namun juga ada lakon yang bisa mengatasi
atau menyelesaikan masalah itu. Pandawa menjadi figur pemimpin yang berbakti
dan tahu akan kewajibannya kepada sang pencipta dan juga nusa bangsa.
Sedangkan dalam pewayangan tokoh kejahatan adalah Kurawa. Kalau berbicara
mengenai kedamaian atau keharmonisan, sudah jelas bahwa sejatinya yang ingin
damai itu Pandawa. Pandawa atas dukungan dan bantuan dari Semar41
bisa
menjadi figur yang selalu menginginkan damai. Dari hal ini maka dapat dilihat
bahwa kedamaian yang Pandawa ciptakan tidaklah terlepas dari sosok Semar.
40
Wawancara dengan Inf D, no 7 pada 11 Desember 2016 41
Wawancara dengan Inf D, no 4 pada 11 Desember 2016
87
Semar dalam hal ini adalah seorang pamong. Peran Semar ini juga sebenarnya
tidak bisa terlepas dari peran ketiga anaknya yaitu Gareng, Bagong, Petruk :
“Semar iku ya ga iso dilepaskan saka ketiga lakon yang jadi anak e lho mbak.
Ga iso dilepas saka tokoh punakawan lain mbak, Gareng, Petruk, Bagong. Lha,
muncul e Semar ning gara-gara kan ya sama ketiga lakon iki mbak, Semar ga iso
dewean. Jadi, ya penggambaran Semar itu memang ga iso lepas saka Gareng,
Bagong, Petruk. Kabeh iki duwe fungsine dewe-dewe mbak.”42
(Semr itu tidak bisa dilepaskan dari ketiga lakon yang jadi anaknya lho mbak.
Tidak bisa dilepaskan dari tokoh punakawan lain mbak, Gareng, Petruk, bagong.
Lha munculnya Semar dalam gara-gara kan ya sama ketiga lakon ini mbak.
Semar tidak bisa sendirian. Jadi, ya penggambaran Semar itu memang tidak bisa
lepas dari Gareng, Bagong, Petruk. Semua ini punya fungsi masing-masing
mbak.)
Jika disebutkan bahwa setiap lakon dalam pewayangan itu memiliki
karakter dan tugasnya masing-masing maka hal ini sesuai dengan tujuan daripada
wayang itu sendiri. Dikatakan bahwa wayang memiliki tujuan misi, salah satunya
misi kerukunan, kemakmuran. Ini yang disebut keharmonisan dalam dunia
pewayangan. Selain itu keharmonisan juga bisa tercipta ketika pemimpinnya adil
dan pejabat sesuai dengan harapan (tidak ingkar janji).43
Misi dari wayang ini
sesuai dengan apa yang menjadi satu falsafah hidup orang jawa yaitu kerukunan.
Dalam hal ini, kerukunan tidak hanya bergantung pada individu saja melainkan
juga terdapat andil pemimpin di dalamnya.
Dalam dunia pewayangan Pandawa sebagai lakon kebaikan. Ada lakon
yang menjadi penyebab masalah namun juga ada lakon yang bisa mengatasi atau
menyelesaikan masalah itu. Pandawa menjadi figur pemimpin yang berbakti dan
42
Wawancara dengan Inf D, no 6 pada 11 Desember 2016 43
Wawancara dengan Inf D, no 1 pada 11 Desember 2016
88
tahu akan kewajibannya kepada sang pencipta dan juga nusa bangsa. Sedangkan
dalam pewayangan tokoh kejahatan adalah Kurawa. Adanya hal yang
bertentangan dari Pandawa dan Kurawa ini akhirnya terjadi ketidakharmonisan.
Jika terjadi suatu ketidakharmonisan maka masyarakatlah yang menjadi korban.44
Pandawa dan Kurawa hanya sebagai contoh dari sekian banyaknya lakon-lakon
dan figur dalam dunia pewayangan. Namun dari contoh ini tergambar bahwa
ketidakharmonisan akan memiliki akibat. Disebutkan bahwa adanya suatu
ketidakharmonisan akan menimbulkan korban, dalam hal ini masyarakat. Suatu
ketidakharmonisan itu terjadi karena adanya pihak yang mementingkan diri
sendiri, menindas masyarakat dan tidak peduli dengan kepentingan masyarakat.
Kalau di zaman ini adanya keangkaramurkaan yang menyebabkan
ketidakharmonisan itu adalah keberadaan pemimpin yang egois dan ambisi serta
lupa akan janji yang dibuat, pemimpin yang tidak mengayomi serta membedakan
status / derajat rakyatnya.
Untuk tema LGBT yang penulis tanyakan, dalang berpendapat bahwa
tema ini perlu dipikirkan sebab mereka tidak memiliki tempat untuk bernaung.
Mereka berkarya sendiri serta tidak ada bentuk perlindungan untuk LGBT
terkhusus dalam hal ini waria. Akan tetapi permasalahan ini tidak akan bisa
diselesaikan jika dalam ranah hukum dan negara saja. Disini dalang
memposisikan diri sebagai dalang untuk mewakili dirinya sendiri, mewakili
Semar, namun juga ingin mencoba melihat dari sudut pandang agama dan
pemerintah. Jadi permasalahan terkait LGBT harus dipikirkan dari sisi
44
Wawancara dengan Inf D.2 pada 11 Desember 2016
89
kemanusiaan. Hal ini perlu sekali untuk dilakukan, perlu untuk diurus sebab
selama ini yang diurusi oleh hanya laki-laki dan perempuan saja.45
“Di kehidupan sekarang, Semar sebagai pinisepuh, sebagai kiayi,
pendeta, biksu..karakter semar ada dalam mereka semua itu. semar itu
ibarat pcenasehat. Persoalan ini sulit mbak. Zaman dulu dibiarkan
meskipun ada. akhirnya memang mereka tidak mengganggu..tapi kasihan
terkait pekerjaan mereka. Misal waria, mereka ngamen dll, tapi ya tidak
aman dari razia.” 46
Jika di jaman wayang atau dalam dunia pewayangan semar adalah pamong
maka di jaman sekarang, Semar hadir pada diri pemuka-pemuka agama bahkan
sebenarnya Semar itu ibarat seorang penasehat. Maka baiklah jika karakter Semar
juga hidup dalam diri para pemuka agama. Dalam hal ini, mungkin semar dalam
hal kebijaksanaannya maka semar ingin mengajak semua ke hati nurani yang baik
yaitu mbangun kahyangan. Bangun kahyangan disini maksudnya adalah bukan
membangun istana secara fisik melainkan menciptakan keadaan, sebab
kahyangan sesungguhnya itu adalah hati. Semar bangun kahyangan adalah
membangun aklhak. Tujuannya Semar bangun kahyangan adalah apabila terjadi
ketidakharmonisan oleh karena manusia merampas hak yang lain, semar yang
adalah pamong itu maka dia harus benar-benar bisa momomg. Dalam rangka
menanggapi keberadaan LGBT dan diskriminasi yang terjadi maka tugas semar
adalah membimbing dan mengembalikan ke haknya masing-masing. Sekalipun
tertolak tetap harus dipikirkan nasibnya. Fungsi semar mengarahkan, kalau ada
45
Wawancara dengan Inf D.8 pada 11 Desember 2016 46
Wawancara dengan Inf D.8 pada 11 Desember 2016
90
diskriminasi maka sosok-sosok Semar pada jaman ini harusnya bisa menjadi
penengah supaya semua orang bisa hidup rukun.47
Sedikit ulasan tentang pendapat dalang mengenai LGBT dari atau
mewakili perspektif Semar akan dijadikan sebagai acuan dalam menuliskan kajian
permasalahan persamaan hak LGBT dari perspektif Semar. Tentang
permasalahan persamaan hak LGBT ini akan terlebih dahulu dilihat dari prinsip
hidup rukun dan bagaimana cara membuat keharmonisan. Dimana hal tersebut
juga akan diawali dengan hal apa yang sebenarnya dapat membuat keadaan di
tengah kehidupan itu mengalami kekacauan atau ketidakharmonisan. Dalam
menjalankan tugasnya sebagai pamong, Semar melakukan tindakan kepada
Pandawa dengan cara memberikan masukan, menasehati. Tindakan ini salah
satunya dilakukan semar pada saat ada pertempuran antara Pandawa dan Kurawa.
Sebagai seorang pamong tentunya memang ia tidak akan senang jika negaranya
tidak harmonis. Akhirnya jika terjadi suatu ketidakharmonisan, sebagai salah satu
contoh upaya Semar adalah ia mbangun kahyangan. Mbangun kahyangan disini
bukanlah membangun istana melainkan membangun hati yang berarti disana ia
membangun kedamain dan membangun akhlak.48
III.4 Rangkuman
LGBT dan permasalahannya
Menjadi bagian dari yang berorientasi non heteroseksual bukanlah sebuah
pilihan yang dilakukan dengan sadar. Kesadaran bahwa diri berbeda dari orang
47
Wawancara dengan Inf D.10 pada 11 Desember 2016 48
Wawancara dengan Inf D.5 pada 11 Desember 2016
91
pada umumnya membuat teman LGBT berusaha mencari tahu akan apa yang
mereka alami sampai akhirnya juga ingin marah, akan tetapi kemudian menerima
kenyataan diri yang berbeda tersebut. Kemudian dengan keadaan ketertarikan
seksual yang berbeda dari orang pada umunya tersebut ternyata membuat mereka
mengalami masalah. Teman-teman LGBT mengalami masalah tidak hanya di
lingkungan sekitar tempat tinggal mereka saja melainkan juga terkait dengan
pengkuan kepada keluarga dan juga tentang ekpresi keseharian mereka. Jadi,
mereka cenderung untuk tidak menjadi diri sendiri. Mereka berpura-pura
sewajarnya mengekspresikan diri sesuai dengan keadaan biologis mereka namun
tidak dengan jiwa, emosi dan ketertarikan seksual mereka.
Memang tidak ada perlakukan khusus misalnya menerima dengan baik
kaum LGBT di tengah kehidupan masyarakat. Penerimaan yang dilakukan juga
karena mereka yang masuk dalam kategori LGBT belum menjadi diri mereka
sendiri. Secara khusus dalam penelitian ini, masalah yang dialami adalah adanya
bullying, dianggap dapat menular dan mempengaruhi pemikiran, tekanan
menikah, dikejar petugas keamanan saat mengamen, masyarakat cenderung tidak
mau tinggal berdampingan, stigma negatif (misal dianggap sebagai “pekerja
malam”, dianggap sebagai sesuatu yang aneh.
Terkait Semar dan asal-usulnya serta tanggapan terhadap LGBT
Semar tidak bisa dipahami asal-usulnya secara biologis, namun sangat bisa
untuk dilihat dan dinilai secara filosofisnya. Semar dikenal sebagai pamong.
Semar sebagai Pamong lebih spesifiknya tergambar dalam setiap perannya pada
lakon yang ia bawakan. Tidak hanya itu, perannya sebagai pamong juga
92
digambarkan sesuai nama dan cerita dalam setiap tindakan sesuai dengan
namanya. Banyaknya nama yang dimiliki oleh Semar tersebut adalah sesuai
dengan perjalanan dan pengalaman serta pengenalan orang terhadapnya. Nama-
nama Semar tersebut diantaranya seperti Semar Mbarang Jantur (peran Semar
sebagai pengamat suatu keadaan), Semar Gugat dan Semar mbangun kahyangan
(peran Semar memprotes dan menggugat kepada penguasa apabila terjadi hal
yang tidak adil dan tidak wajar, kemudian mengajak membangun keadaan akhlak/
hati menjadi baik).
Dengan keberadaan LGBT ini, dalang memberikan pendapatnya bahwa
memang permasalahan LGBT tidak akan bisa diselesaikan jika hanya berkutat
dari sudut pandang pemerintah atau agama. Sebagai manusia maka yang perlu
dilakukan adalah melihat LGBT dari sudut pandang atau kacamata kemanusiaan.
Paling tidak penerimaan yang bisa kita lakukan adalah bukan sejauh mengijinkan
suatu pernikahan sesama jenis terjadi, akan tetapi lebih kepada memberikan hak
yang semestinya dan tidak mendiskriminasi. Jika dari sudut pandang Semar,
sebisa mungkin perannya sebagai pamong itu muncul apalagi memang ia
sebenarya seperti seorang penasehat. Oleh sebab itu di jaman sekarang yang
disebut dengan Semar itu ada dalam tokoh-tokoh seperti pinisepuh, kiayi, pendeta,
biksu.