Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Populasi atau Sampel Penelitian
Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu SMP Negeri
di kota Bandung. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut dikarenakan sekolah
tersebut memiliki sarana laboratorium IPA yang layak, alat-alat eksperimen
yang ada di sekolah tersebut cukup lengkap dan sekolah tersebut telah
terakreditasi A, sehingga peneliti berasumsi bahwa sekolah tersebut sesuai
untuk dilakukan penelitian dengan treatment levels of inquiry.
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII
di SMP tersebut, dengan jumlah populasi 437 orang, namun dikarenakan
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti hanya mengambil sampel
dari populasi tersebut. Untuk penentuan ukuran sampel disesuaikan dengan
saran dari ahli Roscoe yaitu “ukuran sampel yang layak dalam penelitian
adalah antara 30 sampai dengan 500 orang” (Sugiyono, 2011, hlm.131).
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonrandom sampling yaitu pengambilan sampel yang tidak memberikan
peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel, seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R (2012, hlm.94)
bahwa“…each of the individuals selected must possess all the criteria
mentioned. Each member of the population does not have an equal chance of
being selected”. Dikarenakan kondisi sekolah yang tidak memperbolehkan
untuk mengubah kelas yang sudah ada, maka pengambilan sampel tidak
mungkin dilakukan secara random dan hanya mungkin dipilih secara
nonrandom sampling. Adapun teknik sampling yang digunakan ialah
purposive sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi yang
dilakukan dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011, hlm.120). Beberapa
pertimbangan yang dijadikan acuan pemilihan sampel yaitu didasarkan atas
rekomendasi guru Fisika di lokasi penelitian yang mengetahui keadaan siswa,
beliau menganjurkan kelas VIII A digunakan sebagai sampel karena kelas
27
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tersebut relatif mudah dikondisikan dan siswanya lebih aktif dalam
pembelajaran, sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 37 orang siswa kelas VIII A di
salah satu SMP Negeri di kota Bandung tahun ajaran 2013-2014.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah one-group
pretest-posttest design. Dalam desain penelitian ini tidak terdapat kelompok
pembanding atau kontrol, seperti yang dikemukakan Creswell, J.W (1994,
hlm.130) bahwa “…with preexperimental design, the research does not have
a control group to compare with the experimental group”. Selain itu terdapat
pretest sebelum diberikan perlakuan, seperti yang dikemukakan Fraenkel, J.R
(2012, hlm. 269) bahwa “in the one-group pretest-posttest design , a single
group is measured or observed not only after being exposed to a treatment of
some sort, but also before”, dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui
lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum dengan keadaan
sesudah diberi perlakuan (Sugiyono, 2011, hlm.110-111). Pola desain ini
dapat diilustrasikan sebagai berikut: (Sugiyono, 2011, hlm.111; Creswell,
J.W, 1994, hlm.130; Fraenkel, J.R, 2012, hlm. 269)
O1 = pretest (sebelum diberi treatment)
O2 = posttest (setelah diberi treatment)
X = treatment levels of inquiry
Alasan peneliti memilih design penelitian ini adalah (1) disesuaikan
dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan achievement
siswa SMP setelah diterapkan levels of inquiry, karena dengan desain ini
peneliti dapat memperoleh peningkatan achievement siswa dari selisih nilai
tes sebelum dengan sesudah diberi perlakuan; (2) disesuaikan dengan teknik
sampling yang digunakan yaitu purposive sampling; (3) keterbatasan peneliti
untuk dapat mengontrol semua variabel luar yang mungkin mempengaruhi
penelitian.
O1 X O2
Gambar 3.1 One-group Pretest-Posttest
Design
28
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Secara lengkap prosedur penelitian akan dijelaskan sebagai berikut:
Tahap Persiapan:
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :
a. Menentukan sekolah yang dijadikan lokasi penelitian, membuat surat
perizinan dari universitas dan menghubungi pihak sekolah
b. Melaksanakan studi pendahuluan, meliputi observasi, wawancara guru dan
siswa serta tes soal TIMSS untuk mengetahui kemampuan siswa.
c. Merumuskan masalah terkait adanya ketidaksesuaian antara fakta
dilapangan dengan kondisi ideal yang ada pada teori
d. Melaksanakan studi literatur dan studi kurikulum untuk mencari solusi
permasalahan
e. Menentukan variabel, sampel serta desain penelitian yang akan digunakan.
f. Menyiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS
g. Membuat dan menyusun instrumen penelitian berupa soal achievement
dan lembar keterlaksanaan levels of inquiry
h. Membuat dan menguji coba set alat percobaan yang akan digunakan dalam
pembelajaran
i. Menjudgement instrumen penelitian kepada judgement expert
j. Merevisi kembali hasil judgment, kemudian menunjukkan instrumen yang
sudah direvisi dan meminta penilaian judgement expert
k. Melakukan uji coba instrumen dan menganalisis butir soal (validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda)
l. Menentukan butir soal mana yang akan dipakai
Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :
a. Memberikan pretest berupa tes achievement pada pokok bahasan optik
untuk mengetahui kemampuan awal siswa
b. Memberikan treatment levels of inquiry yang dilaksanakan selama tiga kali
pertemuan.
29
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Selama diberikan treatment, siswa diberikan Lembar Kegiatan
Siswa dan juga dilakukan perekaman video serta penilaian observer pada
lembar keterlaksanaan levels of inquiry
d. Memberikan posttest berupa tes achievement pada pokok bahasan optik
untuk mengetahui peningkatan achievement siswa setelah diterapkan
levels of inquiry.
Tahap Akhir
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :
a. Mengolah data hasil pretest, posttest, LKS dan lembar observasi.
b. Menganalisis dan membahas hasil penelitian.
c. Memberikan simpulan berdasarkan hasil penelitian serta saran
untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
Secara singkat prosedur penelitian digambarkan sesuai diagram di bawah ini:
TAHAP
PERSIAPAN
Melaksanakan Studi literature & studi kurikulum
Merumuskan masalah, sampel,variabel dan desain penelitian
Judgement instrument dan revisi
Membuat RPP, instrument penelitian, alat percobaan
Menentukan sekolah tempat penelitian
Membuat surat izin studi pendahuluan, Menghubungi pihak sekolah
Melaksanakan studi pendahuluan
Uji coba instrument dan revisi
Analisis butir soal dan revisi
30
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Metode Penelitian
Penentuan metode penelitian didasarkan pada rumusan masalah serta
tujuan penelitian yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan
achievement siswa setelah diterapkan levels of inquiry, sehingga metode
penelitian yang dipilih adalah eksperimental-deskriptif. Fraenkel, J.R (2012,
hlm. 265) menyatakan bahwa karakteristik metode ini yaitu “in an
experimental study, researchers look at the effect(s) of at least one
independent variable on one or more dependent variables”. Jenis metode
eksperimental yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental
design. Jenis pre-experimental design menyaratkan bahwa sampling yang
dipilih tidak boleh dilakukan secara random (Sugiyono, 2011, hlm.74) karena
masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variabel dependen, seperti yang dikemukakan Fraenkel,J.R (2012, hlm. 269)
bahwa “… poor experimental design do not have built-in controls for threats
to internal validity. In addition to the independent variable, there are a
number of other plausible explanations for any outcomes that occur”. Selain
itu digunakan juga metode deskriptif yaitu metode yang ditujukan untuk
menggambarkan secara sistematis fakta atau karakteristik objek yang diteliti
secara tepat (Sukardi, 2009, hlm. 157).
Gambar 3.2 Skema Prosedur Penelitian
TAHAP
AKHIR
TAHAP
PELAKSANAAN
Pretest acvhievement siswa berdasarkan kerangka TIMSS
Penerapan levels of inquiry dan perekaman video
Posttest acvhievement siswa berdasarkan kerangka TIMSS
Pengolahan data penelitian
Kesimpulan dan saran
Analisis data penelitian
Lanjutan Skema Prosedur Penelitian
31
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Definisi Operasional
Variabel-variabel yang akan diteliti didefiniskan secara operasional sebagai
berikut:
1. Levels of inquiry merupakan model pembelajaran yang diterapkan secara
komprehensif dan sistematis, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
konseptual siswa serta mengembangkan pemahaman siswa tentang
penyelidikan ilmiah dan sifat ilmu pengetahuan. Tahapan pada levels of
inquiry adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry
lesson, inquiry laboratory, real-word application, dan hypothetical
inquiry. Dalam penelitian ini, tahapan levels of inquiry yang digunakan
ialah mulai dari discovery learning hingga guided-inquiry laboratory
dengan alasan disesuaikan tingkat subjek penelitian yaitu siswa SMP.
Untuk melihat keterlaksanaan levels of inquiry digunakan lembar
observasi keterlaksanaan levels of inquiry dan transkrip rekaman video
penerapan levels of inquiry.
2. Achievement adalah hasil yang dicapai oleh seseorang setelah mengalami
pembelajaran dan bersifat kognitif. Achievement yang dimaksud mengacu
pada kerangka penilaian TIMSS 2015 yang terdiri dari dua dimensi yaitu
dimensi konten dan dimensi kognitif. Untuk menentukan seberapa besar
peningkatan achievement siswa digunakan perhitungan persentase skor
gain (selisih posttest dan pretest) serta effect size-Cohen (d).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Bentuk instrumen yang digunakan adalah tes dan non
tes. Instrumen bentuk tes yang digunakan mencangkup tes achievement,
sedangkan instrumen bentuk non tes yang digunakan mencakup penilaian LKS
dan transkrip video. Penjelasan instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
32
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Tes achievement
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes
achievement. Fraenkel, J.R (2012, hlm.127) menyatakan bahwa
“achievement tests measure an individual’s knowledge or skill in a given
area or subject”. Tes ini digunakan untuk mengukur peningkatan
achievement siswa setelah diberikan treatment levels of inquiry. Hal
tersebut senada dengan pernyataan yang diungkapkan Fraenkel, J.R (2012,
hlm.127) bahwa “achievement tests are mostly used in schools to measure
learning or the effectiveness of instruction”. Tes ini dilakukan dua kali
yaitu saat pretest dan posttest, dengan menggunakan soal tes yang sama,
hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir faktor lain (perbedaan kualitas
instrumen) yang dapat mempengaruhi hasil pretest dan posttest, sehingga
perbedaan hasil yang diperoleh benar-benar disebabkan oleh pengaruh
treatment yang diberikan.
Penyusunan instrumen ini disesuaikan dengan materi, kompetensi
dasar, kompetensi inti yang hendak dicapai oleh siswa dan diadaptasi dari
soal-soal TIMSS. Untuk pengembangan instrumen akan dijelaskan pada
bagian proses pengembangan instrumen dan perangkat tes achievement
dapat dilihat pada lampiran 3.4.
Instrumen ini mencakup dimensi konten yaitu optik dan dimensi
kognitif yaitu knowing, applying dan reasoning. Format soal pada tes ini
berupa multiple choice dengan empat alternatif pilihan dan pertanyaan
essay yang membangun respon siswa (constructed respon). Penskoran soal
PG yaitu skor 1 jika menjawab benar dan 0 jika salah. Sedangkan
penskoran soal CR yaitu dengan rentang skor 2 sampai 0. Sedangkan
untuk jumlah soal yang diteskan pada setiap domain berbeda-beda yaitu
35% soal domain knowing, 35% soal domain applying dan 30% soal
domain reasoning. Untuk distribusi soal dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
33
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1 Distribusi Soal Achievement
Domain TIMSS Nomor Soal Jumlah Soal
Domain Knowing 1,5,10,24,6,7,23,25,13,21,27 11
Domain Applying 4,11,8,22,12,29,17,20,26,2,3 11
Domain Reasoning 9,28,30,32,14,15,16,31,19,18 10
2. Lembar observasi keterlaksanaan levels of inquiry
Lembar observasi ini bertujuan untuk menilai keterlaksanaan levels of
inquiry meliputi aktivitas yang dilakukan guru dan siswa. Kegiatan
pembelajaran yang diamati mulai dari tahap discovery hingga inquiry lab.
Bentuk yang digunakan yaitu menggunakan bentuk checklist (√) dengan
skala Guttman (ya-tidak). Jika kegiatan yang tercantum pada lembar
observasi terlaksana dalam penerapan levels of inquiry maka observer
memberikan tanda checklist (√) pada kolom Ya dengan skor satu, begitu
juga sebaliknya. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian dapat
dilihat di lampiran 3.6.
3. Transkrip video penerapan Levels of inquiry
Transkrip video ini berisi tentang gambaran interaksi siswa dan guru
selama penerapan levels of inquiry yang terekam melalui video
pembelajaran. Bentuk instrumen ini adalah time and motion logs.
Fraenkel, J.R (2012, hlm.125) menyatakan bahwa “…a time-and-motion
study is the observation and detailed recording over a given period of time
of the activities of one or more individuals. Melalui transkrip video ini,
peneliti dapat mengambil hal penting yang kemudian dapat dianalisis
untuk mengetahui kualitas keterlaksanaan levels of inquiry. Transkrip
video yang digunakan dapat dilihat di lampiran 4.5.
4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
LKS berisi tentang gambaran aktivitas siswa dari setiap tahapan levels
of inquiry. LKS memiliki dua fungsi yaitu sebagai alat bantu dalam
kegiatan pembelajaran serta sebagai alat untuk menilai pencapaian
achievement siswa pada setiap aspek domain kognitif TIMSS. Berkaitan
34
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan fungsi LKS yang kedua, LKS mampu digunakan untuk melihat
sejauh mana terlatihkannya aspek domain kognitif siswa selama
pembelajaran levels of inquiry. Format LKS dapat dilihat di lampiran 2.2.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Dalam penelitian ini tidak semua soal tes achievement yang digunakan
berasal dari tes yang terstandar, maka instrumen tersebut harus diuji terlebih
dahulu supaya diperoleh instrumen yang valid dan reliabel, sehingga
diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang benar.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
instrumen tersebut mengukur apa yang hendak diukur, artinya instrumen
tersebut dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat.
(Arikunto. S, 2010, hlm.211 & Sugiyono, 2011, hlm.173). Untuk melihat
tingkat validitas suatu tes dalam penelitian ini, maka instrumen tes
diujikan dengan dua cara:
a. Pengujian validitas isi (content validity)
Validitas isi adalah validitas yang mengecek kecocokan diantara
butir-butir tes yang dibuat dengan indikator, materi atau tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2011, hlm.183).
Validitas isi hanya dapat ditentukan berdasarkan judgement para ahli,
seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R (2012, hlm.125) bahwa
“…a common way to do this is to have someone look at the content
and format of the instrument and judge whether or not it is appropriate. … someone who knows enough about what is to be
measured to be a competent judge.” Sehingga dalam penelitian ini, pengujian validitas isi dilakukan
oleh tim judgement experts yang terdiri dari tiga orang dosen ahli dan
satu orang guru fisika SMP yaitu Achmad Samsudin, M.Pd, Muhamad
Gina Nugraha, S.Pd, M.Pd, Dr. Andhy Setiawan, S.Pd, M.Si, dan
Hutnal Bashori, M.Pd. Tim judgement experts tersebut dimintai
35
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pendapatnya untuk mengecek kesesuaian antara soal dengan konsep,
kesesuaian soal dengan kerangka TIMSS dan indikator serta aspek
penyajian soal. Setelah judgement experts melakukan pengecekan
instrumen, maka selanjutnya judgement experts memberikan penilaian
terhadap setiap butir soal dengan skala penilaian berupa skala rating
politomi dengan rentang nilai 1-5, kemudian peneliti melakukan
perhitungan validitas isi menggunakan indeks V dari Aiken dengan
alasan validitas ini hanya digunakan untuk butir yang penilaiannya
menggunakan skala politomi. Adapun rumus indeks V adalah: (Ridho,
A, 2013, hlm.18; Aiken, 1980, hlm.956)
Dengan: V = validitas ; N= banyaknya ahli atau panelis ; c= skor
kategori tertinggi (5); = r – l ; r = nilai rating yang diberikan ahli ;
l = skor kategori terendah (1).
Untuk menginterpretasi nilai validitas isi yang diperoleh dari
perhitungan di atas, maka digunakan pengklasifikasian validitas seperti
yang ditunjukkan pada Tabel kriteria validitas di bawah ini:
Tabel 3.2. Kriteria Validitas Ahli
Hasil Validitas Kriteria validitas
0,80 < V ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < V≤ 0,80 Tinggi
0,40 < V≤ 0,60 Cukup
0,20 < V≤ 0,40 Rendah
0,00 < V≤ 0,20 Sangat rendah
Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi validitas isi berdasarkan
hasil judgement ahli.
Tabel 3.3 Rekapitulasi Validitas Ahli
Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal
Sangat tinggi 1,2,3,4,7,8,9,10,12,13,14,17,20,21,22,25,26,28,29,30,31,32
22
Tinggi 5,6,11,15,16,19,24,27 8
Sedang 18 1
Rendah 23 1
Sangat rendah - 0
36
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tidak Valid - 0
Berdasarkan Tabel 3.3, diperoleh informasi bahwa dari 32 soal pilihan
ganda dan constructed response yang dijudgement didapatkan 68,75%
memiliki kategori sangat tinggi, 25% dengan kategori tinggi, 3,125 %
dengan kategori sedang dan 3,125% dengan kategori rendah.
Dikarenakan soal nomor 23 menunjukkan kategori rendah maka
peneliti mengganti soal tersebut.
b. Pengujian validitas empiris
Setelah dilakukan pengujian validitas isi oleh tim ahli, maka
instrumen tersebut di uji cobakan kepada siswa kelas IX di SMP
Negeri 12 Bandung dengan jumlah sampel uji coba 40 orang. Setelah
di dapatkan hasil uji coba, langkah berikutnya yaitu pengujian validitas
butir soal yang dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel yaitu
dengan teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang
dikemukakan Pearson sebagai berikut :
dengan N = jumlah siswa;
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
= skor tiap butir soal; = skor total tiap butir soal
Dasar mengambil keputusan yaitu jika rhitung > r tabel maka item
pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total sehingga
dinyatakan valid, namun jika rhitung < r tabel maka item pertanyaan tidak
berkorelasi signifikan terhadap skor total sehingga dinyatakan tidak
valid. Nilai koefisien korelasi Pearson (rtabel) diambil dengan taraf
signifikansi α sebesar 0,05 dan n merupakan banyaknya data yang
sesuai. Tabel Pearson dapat dilihat di lampiran 3. Untuk
menginterpretasikan nilai koefisien korelasi yang diperoleh dari
perhitungan diatas, digunakan kriteria validitas butir soal yang yang
37
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dikemukakan oleh Guilford seperti yang ditunjukkan pada Tabel di
bawah ini (Arikunto S, 2009, hlm.75):
Tabel 3.4. Kriteria Validitas
Koefisien Korelasi Kriteria validitas
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah
Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi validitas butir soal pilihan
ganda berdasarkan hasil uji coba instrument.
Tabel 3.5 Rekapitulasi Validitas Soal Pilihan Ganda
Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal
Sangat tinggi - 0
Tinggi - 0
Cukup 5,8,9,10,13,16,19,20,22,28 10
Rendah 1,2,15,25,26,27 6
Sangat rendah 18,30 2
Tidak Valid 17,21 2
Berdasarkan Tabel 3.4, didapatkan informasi bahwa dari 20 soal
pilihan ganda yang diujicobakan diperoleh 30% dari soal total
memiliki kategori rendah, 50% memiliki kategori sedang, 10%
memiliki kategori sangat rendah dan 10% memiliki kategori tidak
valid. Sedangkan untuk hasil rekapitulasi validitas butir soal
constructed respone disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Validitas Soal Constructed Response
Kriteria Validitas Nomor Soal Jumlah Soal
Sangat tinggi - 0
Tinggi 1 1
Sedang 4,14,29,31,32 5
Rendah 3,6,7,11,12,24 6
Sangat rendah - 0
Tidak Valid - 0
Berdasarkan Tabel 3.6, diperoleh informasi bahwa dari 12 soal
constructed response yang diujicobakan didapatkan 50% memiliki
kategori rendah, 42% dengan kategori sedang dan 8,3% dengan
kategori tinggi.
38
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk menentukan butir soal mana yang digunakan maka peneliti
menggunakan pertimbangan validitas uji coba dan validitas ahli. Hal
ini dikarenakan ketika uji instrumen berlangsung, sampel uji coba
tidak mengerjakan soal dengan serius dan banyak yang saling
mencontek, sehingga penentuan butir soal tidak mungkin sepenuhnya
didasarkan pada hasil uji coba. Oleh karena itu peneliti
mempercayakan kredibilitas tim ahli sebagai bahan pertimbangan
untuk memutuskan penentuan butir soal. Soal yang memiliki kriteria
rendah menurut validitas uji coba, terlebih dahulu dicocokkan dengan
hasil validitas ahli dengan tujuan apakah memang benar soal tersebut
memiliki kriteria rendah berdasarkan kedua hasil validitas. Jika hasil
validitas ahli dan validitas uji coba sama-sama menunjukkan kriteria
rendah maka soal tersebut direvisi atau bahkan diganti. Namun
sebaliknya jika validitas ahli menunjukkan hasil yang berkebalikan
dengan validitas uji coba maka soal tersebut tetap digunakan.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu
instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen yang digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang
sama, meskipun oleh orang, waktu dan tempat yang berbeda pula
(Arikunto S, 2009, hlm.86 & Sugiyono, 2011, hlm.173). Untuk pengujian
reliabilitas instrumen, peneliti melakukan teknik internal consistency,
maksudnya ialah peneliti mengujicobakan instrumen hanya sekali saja,
kemudian data yang diperoleh dari hasil uji coba di analisis. Untuk soal
pilihan ganda, teknik analisis yang digunakan ialah teknik Belah Dua
(Split-Half Technique) dengan bantuan Microsoft excel, yaitu dilakukan
dengan cara membagi tes menjadi dua bagian yang relatif sama, sehingga
testi mempunyai dua skor, yaitu skor belahan pertama (awal / soal nomor
ganjil) dan skor belahan kedua (akhir/ soal nomor genap). Koefisien
39
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
reliabilitas belahan tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus
korelasi angka kasar Pearson sebagai berikut:
dengan: n = banyak subjek ; x1 = kelompok data belahan pertama
x2 = kelompok data belahan kedua
Untuk mengetahui koefisien reliabilitas alat evaluasi keseluruhan
menggunakan rumus Spearman Brown yaitu:
Dengan : merupakan korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
merupakan koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan.
Sedangkan untuk soal constructed response menggunakan teknik
analisis alpha cronbach seperti yang dikemukakan oleh Fraenkel, J.R
(2012, hlm.158) bahwa “...alpha cronbach to be used in calculating the
reliability of items that are not scored right versus wrong, as in some
essay tests where more than one answer is possible”. Adapun rumus
perhitungannya adalah (Arikunto S, 2010, hlm.239)
=
Dengan : ; k = banyaknya butir pertanyaan
=jumlah varians butir; =varians total
Kriteria suatu instrumen dikatakan reliable apabila koefisien
reliabilitasnya lebih besar dari r tabel. Untuk menginterpretasikan derajat
reabilitas instrumen dapat menggunakan tolak ukur yang dikemukakan
oleh Guilford seperti yang ditunjukkan pada tabel kriteria reliabilitas di
bawah ini:
Tabel 3.7. Kriteria Reliabilitas
40
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas
0,80 < r ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,60 < r ≤ 0,80 Tinggi
0,40 < r ≤ 0,60 Cukup
0,20 < r ≤ 0,40 Rendah
0,00 < r ≤ 0,20 Sangat rendah
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus
spearman brown pada soal pilihan ganda dan dengan rumus alpha
cronbach pada soal constructed response maka diperoleh masing-masing
nilai reliabilitas yaitu 0,53 dan 0,55. Kedua nilai tersebut berada pada
kategori cukup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen tes yang
digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat keajegan yang cukup.
3.Taraf Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu
sulit. Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau
mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 (sukar)
sampai 1,00 (mudah). Rumus mencari indeks kesukaran adalah :
keterangan :
P : indeks kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS : jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 3.8. Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran Kriteria
0,00 – 0,30 Sukar
0,3 1– 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
(Arikunto.S, 2009, hlm..207-210)
Tabel dibawah menyajikan hasil taraf kesukaran tiap butir soal setelah
dilakukan uji coba instrumen
Tabel 3.9 Rekapitulasi Tingkat Kesukaran
Kriteria Nomor Soal Jumlah Soal
Sukar 17, 21, 23, 24, 25, 31, 32 7
Sedang 4,14,15,18,20,22,26,28,29,30 10
41
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Mudah 1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12,13,16,19,27 15
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa dari 32 soal yang
diujicobakan maka 21,875% berada pada kategori sukar, 31,25 % berada
pada kategori sedang dan 46,875% berada pada kategori mudah.
4. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi. Indeks ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Berbeda dengan
tingkat kesukaran, pada indeks diskriminasi terdapat tanda negatif. Rumus
untuk menentukan daya pembeda adalah :
Keterangan :
D : daya pembeda
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal tersebut
dengan benar
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal tersebut
dengan benar
JA : banyaknya peserta kelompok atas
JB : banyaknya peserta kelompok bawah
PA : proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Tabel 3.10. Klasifikasi Daya Pembeda
Daya pembeda Kriteria
0,71 – 1,00 Baik sekali
0,41 – 0,70 Baik
0,21 – 0,40 Cukup
0,00 – 0,20 Jelek
(Arikunto.S, 2009, hlm. 211-218)
Berikut ini akan disajikan hasil rekapitulasi daya pembeda butir soal
pilihan ganda dan constructed response berdasarkan hasil uji coba
instrument.
Tabel 3.11 Rekapitulasi Daya Pembeda Soal Pilihan Ganda
Kriteria Nomor Soal Jumlah Soal
42
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Baik sekali 4,23 2
Baik 14, 22, 29 3
Cukup 6, 9,10, 11, 12, 15, 19, 20, 25, 26, 28, 32 12
Jelek 1, 2, 3, 5, 7, 8, 13, 16, 17, 18, 21, 24, 27, 30, 31
15
Berdasarkan Tabel 3.11, didapatkan informasi bahwa dari 32 soal yang
diujicobakan diperoleh 6,25% dari soal total memiliki kriteria baik sekali,
9,375% memiliki kriteria baik, 37,5% memiliki kriteria cukup dan 46,8%
memiliki kriteria jelek. Banyaknya soal dengan daya pembeda jelek
dikarenakan saat uji coba instrumen banyak siswa yang saling bekerja
sama dan menjawab secara asal. Secara keseluruhan hasil uji coba
instrumen dipaparkan pada tabel di bawah ini.
Tabel. 3.12 Hasil Pengembangan Instrumen
N
o
Validitas Reliabilitas Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Validitas Ahli Keterangan
Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1 0.29 Rendah 0.53 Sedang 0 Jelek 0.95 Mudah 0.958 Sgt Tinggi Dipakai
2 0.29 Rendah 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.95 Mudah 0.979 Sgt Tinggi Dipakai
3 0.35 Rendah 0.55 Sedang 0.2 Jelek 0.95 Mudah 0.896 Sgt Tinggi Dipakai
4 0.51 Sedang 0.55 Sedang 0.9 Sgt Baik 0.675 Sedang 0.896 Sgt Tinggi Dipakai
5 0.57 Sedang 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.95 Mudah 0.771 Tinggi Dipakai
6 0.33 Rendah 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.8125 Mudah 0.667 Tinggi Dipakai
7 0.22 Rendah 0.55 Sedang 0.05 Jelek 0.9875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
8 0.57 Sedang 0.53 Sedang 0.2 Jelek 0.9 Mudah 0.958 Sgt Tinggi Dipakai
9 0.52 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
10 0.46 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
11 0.34 Rendah 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.9125 Mudah 0.792 Tinggi Dipakai
12 0.36 Rendah 0.55 Sedang 0.4 Cukup 0.85 Mudah 0.833 Sgt Tinggi Dipakai
13 0.49 Sedang 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.925 Mudah 1 Sgt Tinggi Dipakai
14 0.41 Sedang 0.55 Sedang 0.6 Baik 0.35 Sedang 0.917 Sgt Tinggi Dipakai
15 0.36 Rendah 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.7 Sedang 0.708 Tinggi Dipakai
16 0.49 Sedang 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.925 Mudah 0.708 Tinggi Dipakai
17 0.17 Sgt
Rendah 0.53 Sedang 0.05 Jelek 0.125 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
18 0.08 Sangat
Rendah 0.53 Sedang 0.1 Jelek 0.6 Sedang 0.563 Sedang Dipakai
19 0.55 Sedang 0.53 Sedang 0.25 Cukup 0.875 Mudah 0.729 Tinggi Dipakai
20 0.5 Sedang 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.7 Sedang 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
21 0.13 Sgt
Rendah 0.53 Sedang -0.15
Sangat
Jelek 0.225 Sukar 0.958 Sgt Tinggi Dipakai
22 0.5 Sedang 0.53 Sedang 0.5 Baik 0.6 Sedang 0.979 Sgt Tinggi Dipakai
23 0.63 Tinggi 0.55 Sedang 0.95 Sgt Baik 0.2625 Sukar 0.396 Rendah Diperbaiki
24 0.23 Rendah 0.55 Sedang 0.15 Jelek 0.1625 Sukar 0.771 Tinggi Dipakai
25 0.37 Rendah 0.53 Sedang 0.3 Cukup 0.2 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
26 0.32 Rendah 0.53 Sedang 0.35 Cukup 0.375 Sedang 0.854 Sgt Tinggi Dipakai
43
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27 0.21 Rendah 0.53 Sedang -0.05 Sangat
Jelek 0.775 Mudah 0.667 Tinggi Dipakai
28 0.46 Sedang 0.53 Sedang 0.35 Cukup 0.625 Sedang 0.896 Sgt Tinggi Dipakai
29 0.53 Sedang 0.55 Sedang 0.6 Baik 0.475 Sedang 0.875 Sgt Tinggi Dipakai
30 0.15 Sangat
Rendah 0.53 Sedang 0.15 Jelek 0.325 Sedang 0.854 Sgt Tinggi Dipakai
31 0.47 Sedang 0.55 Sedang 0.15 Jelek 0.0375 Sukar 0.938 Sgt Tinggi Dipakai
32 0.57 Sedang 0.55 Sedang 0.35 Cukup 0.1125 Sukar 1 Sgt Tinggi Dipakai
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut.
1. Tes
Tes yang dilakukan peneliti ialah tes achievement. Tes ini digunakan
untuk mengukur peningkatan achievement siswa sebelum dan sesudah
treatment levels of inquiry. Waktu pelaksanaannya ialah 80 menit.
2. Observasi
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
observasi nonpartisan karena peneliti tidak sebagai pengamat, namun
peneliti meminta tiga orang yang bertugas sebagai pengamat independen
artinya ketiga orang tersebut hanya mengamati kegiatan pembelajaran,
tetapi tidak terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Jenis observasi
nonpartisipan yang dipilih peneliti ialah observasi terstruktur karena
observasi tersebut telah dirancang secara sistematis tentang hal apa yang
akan diamati melalui lembar observasi.
3. Metode Dokumentasi dengan Video Rekaman
Video rekaman digunakan untuk merekam penerapan levels of inquiry
selama pembelajaran berlangsung. Peneliti meminta tolong satu orang
untuk bertugas merekam pembelajaran. Setelah di dapatkan rekaman video
maka peneliti mentranskripkan video dan menganalisis apakah tahapan
levels of inquiry telah di lakukan dengan baik atau tidak.
H. Analisis Data
1. Data Tes Achievement Siswa
44
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Teknik pengolahan data untuk tes achievement dilakukan dengan
menghitung selisih persentase skor pretest dan skor posttest serta
menghitung nilai effet size. Perhitungan effect size dimaksudkan untuk
mengetahui besarnya peningkatan achievement siswa setelah diterapkan
levels of inquiry. Rosenthal (dalam Dunst, C.J, dkk, 2004, hlm.1)
menyatakan bahwa “an effect size is a measure of the magnitude of the
strength of a relationship between an independent (intervention) and
dependent (outcome) variable”. Selain itu, salah satu artikel yang berjudul
understanding, using and calculating effect size mengemukakan bahwa
In an educational setting, effect size is one way to measure the effectiveness of a particular intervention. Effect size enables us to
measure both the improvement (gain) in learner achievement for a
group of learners and the variation of student performances expressed on a standardised scale. (Government of South Australia, 2014, hlm.1)
Tidak hanya itu Schagen, I (2009, hlm.3) juga menyatakan bahwa effect
size dapat digunakan untuk membandingkan progress dari waktu ke waktu
“… to compare progress over time on the same test (most common
use)…”. Melalui effect size juga dapat menunjukkan seberapa besar
kontribusi penerapan treatment levels of inquiry terhadap achievement
siswa, seperti yang dikemukakan Schagen, I (2009, hlm.2) bahwa “an
effect size is a measure that is independent of the original units of
measurement; it can be a useful way to measure how much effect a
treatment or intervention had”. Adapun langkah-langkah yang digunakan
dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Pemberian skor soal PG dengan metode right only, yaitu jawaban
benar diberi skor 1 dan jawaban salah atau soal yang tidak di jawab
diberi skor 0. Total skor setiap siswa diperoleh dengan menghitung
jawaban benar yang dijawab siswa
b. Pemberian skor soal constructed response ditentukan berdasarkan
rubrik jawaban yang telah dibuat peneliti. Rentang skor pada jawaban
constructed response adalah 2 sampai 0. Total skor tiap siswa dihitung
dengan menjumlahkan skor yang diperoleh.
45
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Penggabungan skor pilihan ganda dan constructed response dilakukan
dengan menjumlahkan skor soal pilihan ganda dan soal constructed
response sehingga didapatkan skor total
Stotal = SPG + SCR
dengan Stotal = skor total, SPG = skor pilihan ganda dan SCR = skor constructed response
d. Perhitungan persentase skor total pretest dan persentase skor total
posttest, dengan cara sebagai berikut:
e. Perhitungan persentase skor gain diperoleh dari selisih persentase skor
pretest (Si) dengan persentase skor posttest (Sf). Perhitungan persentase
skor gain dapat menggunakan rumus % G = % Sf – % Si
Setelah didapatkan selisih persentase skor pretest dan skor posttest,
langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai effect size sebagai berikut:
a. Menghitung korelasi antara baseline (pretest) dengan intervention
(posttest) dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Nilai
korelasi yang diperoleh kemudian diinterpretasi sesuai dengan Tabel
3.2 sebelumnya. Dengan perhitungan korelasi maka peneliti dapat
menentukan rumusan yang digunakan untuk menghitung besar effect
size. Dikarenakan korelasi yang diperoleh termasuk kategori kecil,
maka rumus effect size yang digunakan adalah sebagai berikut:
Cohen (dalam Duns, dkk. 2004, hlm. 6)
dengan d = effect size, = mean posttest, mean pretest, =
standar deviasi pretest dan = standar deviasi posttest
b. Effect size yang telah diperoleh dari perhitungan kemudian
diinterpretasikan sesuai tabel interpretasi effect size berdasarkan
Cohen (1992, hlm.157) di bawah ini:
46
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.13 Interpretasi Effect Size
Effect Size (d) Kategori
0,0 - 0,1 Tidak berpengaruh (negligible effect)
0,2- 0,4 Kecil (small effect)
0,4 - 0,7 Sedang (medium effect)
0,8 – tak hingga Besar (large effect)
c. Untuk pengolahan achievement siswa pada setiap topik konten optik,
peneliti menentukan tingkat penguasaan konsep siswa berdasarkan
kriteria yang dikemukakan oleh Arikunto (2009) berikut ini
Tabel 3.14 Tafsiran Kriteria Kemampuan
Persentase Skor (%) Tafsiran
81-100 Sangat Baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
0-20 Sangat Kurang
2. Data Observasi Keterlaksanaan Levels of inquiry
Untuk mengetahui keterlaksanaan levels of inquiry, maka peneliti
melakukan perhitungan keterlaksanaan levels of inquiry dari setiap tahapan
levels of inquiry yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut;
Kemudian penafsiran hasil perhitungan menggunakan kategori
keterlaksanaan sesuai tabel di bawah ini.
Tabel 3.15. Interpretasi Keterlaksanaan % kategori keterlaksanaan (KM) Kategori
KM = 0 Tidak satupun kegiatan terlaksana
Sebagian kecil kegiatan terlaksana
Hampir setengah kegiatan terlaksana
KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana
Sebagaian besar kegiatan terlaksana
Hampir seluruh kegiatan terlaksana
KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana
(Budiarti dalam Koswara, 2010)
3. Data Penilaian LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
47
Putri Aulia Diah Pratiwi, 2014 Penerapan Levels Of Inquiry Untuk Meningkatkan Achievement Siswa Smp Pada Pokok Bahasan Optik Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Untuk melihat seberapa besar setiap aspek domain kognitif siswa yang
terlatihkan melalui LKS, maka peneliti menghitung dengan menggunakan
rumus di bawah ini, kemudian menafsirkan kategori kemampuan yang
terlatihkan siswa melalui hasil persentase LKS dengan menggunakan
Tabel 3.14.