34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif dikenal dengan istilah obyek penelitian. Objek
penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Menurut Sugiyono (2012) objek
penelitian adalah suatu atribut dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya.
Obyek penelitian ini adalah film Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix dan
disutradarai oleh Todd Philips. Film tersebut dianggap kontroversial dan menarik
perhatian masyarakat karena film tersebut dapat mempengaruhi emosional penonton
selama film tersebut ditayangkan di layar lebar. Film tersebut berdurasi 122 menit dengan
pendapatan lebih dari 1 Milliar Dollar Amerika Serikat (AS).
Film Joker ini bercerita tentang kisah seseorang yang bernama Arthur Fleck yang di
perankan oleh Joaquin Phoenix yang menderita kelainan saraf otak yang menyebabkan ia
mengalami tertawa lepas tidak pada waktunya dan dia sering mengunjungi tempat layanan
social masyarakat untuk mendapatkan obatnya. Film ini berfokus pada perjalanan sosok
komedian gagal, pria yang diabaikan oleh masyarakat dan berubah menjadi penjahat yang
sangat keji. Arthur tumbuh dari masyarakat kalangan bawah yang selalu gagal dalam
meraih sebuah kesuksesan dalam profesi sebagai badut dan Stand Up Comedian.
35
B. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
analisis isi deskriptif. Menurut Kriyantono (2010: 55) penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Penelitian kuantitatif tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau
analisis.
Menurut Eriyanto (2011: 49) analisis isi adalah analisis isi yang di dalamnya
terdapat pengujian hipotesis tertentu. Analisis isi ini juga mencoba membuat hubungan
antara satu variabel dan variabel lain. Analisis tidak hanya sebatas menggambarkan
secara deskriptif isi dari suatu pesan, tetapi juga mencoba mencari hubungan antara isi
pesan ini dan variabel lain.
Menurut Eriyanto (2013: 01) analisis isi kuantitatif adalah analisis yang dipakai
untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari isi yang dilakukan secara kuantitatif.
Prosedurnya adalah dengan jalan mengukur dan menghitung aspek dari isi (content) dan
menyajikannya secara kuantitatif.
Menurut Eriyanto (2011: 47) analisis isi deskriptif adalah analisis yang
dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail suatu pesan, atau suatu teks tertentu.
Desain analisis isi ini tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, atau
menguji hubungan diantara variabel. Analaisis isi semata untuk deskripsi,
menggambarkan aspek-aspek karakteristik dari suatu pesan.
36
MERUMUSKAN TUJUAN ANALISIS ISI
(Apa yang ingin diketahui lewat analisis isi, hal
apa saja yang menjadi masalah penelitian)
KONSEPTUALISASI DAN
OPERASIONALISASI
(Merumuskan konsep penelitian dan
melakukan operasionalisasi sehingga konsep
bisa diukur
LEMBAR CODING (Coding Sheet)
(Menurunkan operasionalisasi ke dalam lembar
coding. Lembar coding memasukan hal yang
ingin dilihat dan cara pengukurannya)
POPULASI DAN SAMPEL
(Peneliti perlu merumuskan populasi dan
sampel analisis isi. Menentukan teknik
penarikan sampel dan jumlah sampel yang
akan di analisis)
TRAINING/PELATIHAN CODER DAN PENGUJIAN
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Peneliti memberikan pelatihan kepada coder yang akan
membaca dan menilai isi. Peneliti menguji reliabilitas
PROSES CODING
(Mengkode semua isi berita ke dalam lembar
coding yang telah disusun)
PERHITUNGAN RELIABILITAS FINAL
(Peneliti menghitung angka reliabilitas dari
hasil coding dengan menggunakan
rumus/formula yang tersedia)
INPUT DATA DAN ANALISIS
(Melakukan input data dari lembar coding dan
analisis data)
Gambar 3.1
Tahapan Analisis Isi
37
C. Variabel Penelitian
Konsep yang digunakan dalam penelitian sosial (dalam hal ini analisis isi) belum
dapat di teliti secara empiris karena belum menunjuk pada fakta. Agar konsep dapat
diteliti secara empiris harus dirubah dari tingkat konseptual ke empiris, konsep harus
diubah menjadi variabel (Silalahi, 2009: 115). Variabel secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai konsep yang memiliki variasi (dua atau lebih) nilai. (Eriyanto,
2013: 182).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis isi mengenai gangguan jiwa yang
dialami oleh karakter Arthur Fleck pada film Joker. Adegan ―skizofrenia‖ dalam
penelitian ini merupakan suatu konsep. Konsep ―skizofrenia‖ ini kemudian diturunkan
menjadi variabel yaitu gejala-gejala skizofrenia.
Konsep ―skizofrenia‖ ini sendiri kompleks dan tidak dapat diamatin langsung dari
tayangan oleh peneliti. Peneliti mendefinisikan konsep ini dan mengoperasionalisasikan
berdasarkan pada Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa 3 (PPDGJ – III) terdapat
lima komponen gejala skizofrenia yaitu:
1. Halusinasi : halusinasi pada orang yang mengalami skizofrenia paranoid sering
mendengar, melihat, mencium, atau merasakan hal-hal yang tidak nyata. Paling
sering mereka mendengar suara yang jelas dari orang yang dikenal ataupun orang
yang tidak dikenal. Suara ini mungkin akan memberi tahu penderita untuk
melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, seperti bunuh diri atau
membunuh orang lain.
2. Delusi : delusi pada orang yang mengalami skizofrenia paranoid juga mungkin
memiliki keyakinan kuat akan suatu hal yang salah, misalnya merasa orang lain ingin
mencelakakan atau membunuh dirinya. Gejala skizofrenia yang satu ini akan
berdampak langsung pada perilaku pengidapnya.
38
3. Pikiran kacau dan membingungkan : orang yang mengalami skizofrenia memiliki
pikiran yang kacau dan membingungkan, orang dengan kondisi ini sering kesulitan
untuk mengatur pikiran mereka. Mereka mungkin tidak memahami apa yang Anda
bicarakan saat Anda mengajaknya berbicara. Tidak hanya itu, ketika mereka
berbicara, mereka sering mengeluarkan ucapan yang tidak masuk akan dan terdengar
membingkungkan.
4. Sulit konsentrasi : pikiran yang carut marut membuat orang dengan kondisi ini
kesulitan untuk berkonsetrasi atau fokus pada satu hal maka orang yang mengalami
skizofrenia sangat sulit untuk berkonsentrasi.
5. Gerakan berbeda : orang yang mengalami skizofrenia beberapa orang sering nampak
gelisah. Sering kali mereka melakukan gerakan yang sama berulang kali. Meski
begitu, terkadang mereka dapat juga diam selama berjam-jam (katatonik).
Kemudian, dalam film tersebut terdapat konsep gangguan jiwa lainnya, yaitu
Psedobulbar Affect (PBA) adalah gangguan mental yang menyebabkan penderitanya tidak
bisa mengendalikan emosinya. Ia bisa menangis atau tertawa di dalam situasi yang tidak
tepat dan kadang bertentangan dengan kondisi emosi sebenarnya. Gejala – Gejala yang
dialami oleh efek pseudobulbar yaitu:
1. Tiba-tiba menangis atau tertawa.
2. Tertawa keras saat merasa sedih atau tertekan, namun menangis saat merasa gembira.
3. Tawa atau tangisan berlangsung lebih lama dari orang normal.
4. Ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan emosi.
5. Tiba-tiba berubah frustasi atau marah-marah.
Lalu konsep berikutnya, Narcissistic Personality Disorder (NPD) adalah gangguan
kejiwaan yang menyebabkan penderitanya mengalami perasaan berlebihan terhadap
39
dirinya sendiri, selalu ingin dipuji dan disanjung. Penderita NPD tampak percaya diri
namun sebenarnya mereka memiliki jiwa yang rapuh. Penderita NPD tidak bisa dikritik
dan memiliki empati yang rendah. Gejala kepribadian narsistik sebagai berikut :
1. Percaya bahwa dirinya lebih baik dari orang lain
2. Khayalan tentang kekuasaan, kesuksesan, dan daya tarik
3. Melebih-lebihkan prestasi atau bakat
4. Mengharapkan pujian konstan dan kekaguman
5. Gagal untuk mengenali emosi dan perasaan orang lain
6. Mengharapkan orang lain untuk menyetujui ide dan rencana yang dibuatnya
7. Mengekspresikan sebuah bentuk penghinaan terhadap orang-orang yang dianggap
inferior (rendah)
8. Menjadi iri terhadap orang lain
9. Kesulitan menjaga hubungan yang sehat
10. Menetapkan tujuan yang tidak realistis
11. Mudah terluka dan mengalami penolakan
12. Memiliki harga diri yang rapuh
13. Menampilkan diri sebagai orang yang keras kepala dan tidak emosional.
40
Tabel 3.1
Dimensi – Dimensi Gangguan Jiwa pada Film Joker
No Gangguan Jiwa pada film
Joker
Keterangan
1. Schizoprenia
(Willy, 2018)
1. Halusinasi
2. Delusi
3. Pikiran kacau dan membingungkan
4. Sulit konsentrasi
5. Gerakan berbeda
2. Pseudobulbar Affect
(Cristy Pane, 2019)
1. Tiba – tiba menangis atau tertawa
2. Tertawa keras saat merasa sedih atau tertekan, namun menangis saat merasa gembira
3. Tawa atau tangisan berlangsung lebih lama dari orang normal
4. Ekspresi wajah tidak sesuai dengan emosi
5. Tiba – tiba berubah frustasi atau marah - marah
3 Narcissistic Personality
Disorder
(Aprilia, 2019)
1. Percaya bahwa dirinya lebih baik dari orang lain
2. Khayalan tentang kekuasaan, kesuksesan, dan daya tarik
3. Melebih-lebihkan prestasi atau bakat
4. Mengharapkan pujian konstan dan kekaguman
5. Gagal untuk mengenali emosi dan perasaan orang lain
6. Mengharapkan orang lain untuk menyetujui ide dan rencana yang dibuatnya
7. Mengekspresikan sebuah bentuk penghinaan terhadap orang-orang yang dianggap inferior
(rendah)
8. Menjadi iri terhadap orang lain
9. Kesulitan menjaga hubungan yang sehat
10. Menetapkan tujuan yang tidak realistis
11. Mudah terluka dan mengalami penolakan
12. Memiliki harga diri yang rapuh
13. Menampilkan diri sebagai orang yang keras kepala dan tidak emosional.
Dalam penelitian ini, yang peneliti ambil untuk diteliti adalah gangguan jiwa dan
gejala gangguan jiwa yang di alami oleh karakter Arthur Fleck pada film Joker.
41
D. Teknik Pengumpulan Data
Demi kelancaran pengumpulan data, diperlukan metode yang tepat. Peneliti
menggunakan teknik pengumpulan atau pengambilan data dengan melakukan observasi
pada tayangan film Joker (2019) yang diperankan oleh Joaquin Phoenix. Dimana observasi
itu sendiri merupakan proses pengumpulan data dengan melakukan pengamatan terhadap
obyek yang akan diteliti.
Observasi dilakukan peneliti dengan mengikuti dan mengamati tayangan film Joker
(2019). Peneliti juga akan melakukan koding terhadap setiap adegan yang mengandung
unsur gejala skizofrenia. Dalam pengumpulan data ini, peneliti dibantu oleh dua peng-
coder yang sudah terpilih oleh peneliti.
Langkah dalam pengisian lembar koding yaitu, pengkodingan dimulai pada
variabel ―Schizoprenia, Pseudobulbar Affect, Narcissistic Personality Disorder‖ dengan
setiap dimensinya (gejala gangguan jiwa). Kemudian memberikan turus kedalam kolom
frekuensi kapanpun adegan semacam ini muncul sesuai dengan dimensi yang tepat. Satu
adegan satu turus. Total frekuensi adegan gangguan jiwa diisi paling terakhir setelah
proses koding selesai.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sampel sembarang
(convenience sampling). Dalam penelitian ini teknik sampel membolehkan peneliti mimilih
sampel apa pun, asalkan sesuai dengan populasi sasaran yang telah ditentukan (Eriyanto,
2011: 144). Dalam penelitian ini sampelnya adalah film Joker (2019) yang diperankan oleh
Joaquin Phoenix.
42
Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan random sampling karena peneliti
akan kesulitan dalam proses pencarian data, karena film tersebut berdurasi 122 menit dan
mengandung adegan yang sangat banyak. Selain itu penelitian ini juga akan memakan
cukup waktu yang lama apabila menggunakan teknik tersebut karena adegan pada film
sangat variatif dan memiliki makna yang berbeda-beda. Penelitian pula tidak menguji suatu
hubungan atau menguji teori hanya membandingkan adegan film tersebut. Untuk itu
peneliti menggunakan teknik convenience sampling.
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Reliabilitas Antar Coder
Dalam analisis isi, alat ukur yang dipakai adalah lembar coding (coding
sheet). Dipastikan lembar coding yang dipakai adalah alat ukur yang terpercaya
(reliabel). Reliabilitas sangat penting dalam analisis isi. Reliabilitas terletak pada
jaminan yang diberikannya bahwa data yang diperoleh independen dari peristiwa,
instrumen atau orang yang mengukurnya.
Dalam perhitungan reliabilitas membutuhkan dua atau lebih orang coder.
Masing - masing koder akan diberi alat ukur (lembar coding) dan diminta untuk
menilai sesuai dengan petunjuk dalam lembar coding. Hasil dari pengisian coder
itulah yang diperbandingkan, dilihat berapa persamaan dan berapa pula
perbedaannya. Untuk uji reliabilitas peneliti dibantu oleh dua orang koder (orang
yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data penelitian.
Hal ini dilakukan untuk menjaga reliabilitas dalam pengkategorisasian.
Untuk menghitung persetujuan dari hasil penelitian para koder, peneliti
menggunakan formula Holsti (Eriyanto, 2011:290) adalah sebagai berikut:
43
Keterangan:
CR = Coefisien Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkode.
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkode dan peneliti
dari hasil yang diperoleh, akan ditemukan observed agreement yang diperoleh dari
penelitian.
Kemudian kesepakatan dari hasil peneliti dan para koder diuji lagi dengan
menggunakan rumus Pi Indeks Scott sebagai berikut :
Pi = Nilai Keterandalan antar coder
Seperti yang telah dikemukakan oleh Holsti (1969) dalam Roger D.
Wimmer, Joseph R. Dominick, Mass Media Research an Introduction (2000,151),
untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat kesepakatan antara
peneliti dan koder. Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau lebih maka data
yang diperoleh dinyatakan valid dan reliabel. Namun sebaliknya, jika tingkat
kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka kategori operasionalnya perlu dibuat lebih
spesifik lagi.