Download - Bab III. Obat
BAB III
TINJAUAN OBAT
3.1 RL (RINGER LAKTAT)
Komposisi : Na laktat 3,1 g, NaCl 6 g, KCl 0.3 g, CaCl2 0.2 g, air untuk injeksi
ad 1000 mL
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
Dosis : 500-1000 mL IV, disesuaikan dengan kondisi penderita.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis vena atau
flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Kontra Indikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, laktat asidosis.
Interaksi Obat : Larutan yang mengandung fosfat.
3.2 D5% (DEXTROSE 5%)
Komposisi : Dextrosa monohidrat.
Indikasi : Dehidrasi, penambahan kalori secara parenteral.
Dosis : Bersifat individual, kecepatan infus 3 ml/kg BB/jam.
Kontra Indikasi : Hiperhidrasi, diabetes mellitus, gangguan toleransi glukosa pasca
operasi, sindroma malabsobsi glukosa dan galaktosa.
Perhatian : Asidosis laktat, gangguan ginjal, sepsis berat, fase awal pasca
trauma.
Efek Samping : Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi, trombosis atau
flebitis yang meluas dari tempat injeksi dan ekstravasasi,
hiperglikemia pada bayi baru lahir.
3.3 TUTOFUSIN
Komposisi : Per L Na 100 meq, K 18 meq, Ca 4 meq, Mg 6 meq, Cl 90 meq,
acetate 38 meq, sorbitol 50 g
Indikasi : Keadaan sebelum, selama dan setelah pembedahan yang
memerlukan air dan elektrolit.
Dosis : 30 mL/Kg BB/hari (setara dengan 1.5 sorbitol/Kg BB/hari),
kecepatan infus s/d 6 mL/menit (=120 tetes/menit).
Kontra Indikasi : Insufisiensi ginjal, intoleransi fruktosa dan sorbitol, defisiensi
fruktosa 1-6-difosfat, keracunan metil alkohol.
Perhatian : Penyakit jantung atau ginjal, retensi cairan, hipernatremia.
Interaksi Obat : Pemberian fosfat inorganik dapat menyebabkan presipitasi.
3.4 NaCl (NATRIUM KLORIDA 0,9%)
Komposisi : Na = 154, Cl = 154 (mmol/l).
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi : Resusitasi, Diare, Luka Bakar, Gagal Ginjal Akut.
Kontra Indikasi : Hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan
pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema
perifer dan edema paru.
Efek Samping : Edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-
paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi
natrium.
3.5 EAS PFRIMMER
Komposisi : Essensial asam amino, histidin.
Kelas Terapi : Nutrisi Parenteral.
Indikasi : Gagal ginjal akut, insuficiensi ginjal kronis tahap lanjut, diberikan
setelah dilakukan dialysis untuk menggantikan asam amino yang
hilang karena dialysis, azotemia.
Dosis : 250 mL/hari. Kecepatan infus maksimal 20 tetes/menit.
3.6 METRONIDAZOLE
Indikasi : Infeksi protozoa, eradikasi Helicobacter pylori, infeksi kulit.
Dosis : Infeksi anaerobik (pengobatan biasanya selama 7 hari dan 10 hari
untuk penggunaan antibiotika pada pengobatan kolitis), peroral
dengan dosis awal 800 mg kemudian 400 mg setiap 8 jam atau 500
mg setiap 8 jam; anak-anak 7,5 mg/kg setiap 8 jam.
Mekanisme Kerja: Setelah berdifusi kedalam organisme, berinteraksi dengan DNA
menyebabkan hilangnya struktur helix DNA dan kerusakan untaian
DNA. Hal ini lebih jauh menyebabkan hambatan pada sintesa
protein dan kematian sel organisme.
Kontra indikasi : Hipersensitivitas terhadap metronidazol, turunan nitroimidazol, atau
komponen yang ada dalam sediaan, kehamilan (trimester pertama).
Efek samping : Mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah kasar dan gangguan
saluran pencernaan, rash, mengantuk (jarang terjadi), sakit kepala,
pusing, ataksia, urin berwarna gelap, erytema multiform, pruritus,
urtikaria, angioedema dan anafilaksis.
3.7 CEFTRIAXON
Kelas : Sefalosporin generasi tiga.
Indikasi : Pengobatan infeksi saluran pernafasan bagian bawah, infeksi
kulit dan jaringan kulit, infeksi tulang dan sendi, saluran urin,
pengobatan inflamasi panggul (PID), infeksi intra abdomen,
gonorrhoe, meningitis dan septikemia yang disebabkan
mikroorganisme, profilaksis preoperasi.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan berikatan pada
satu atau lebih ikatan protein-penisilin (penicillin-binding
proteins/PBPs) yang selanjutnya akan menghambat biosintesis
dinding sel dan bakteri akan mengalami lisis.
Kontra indikasi : Hipersensitif terhadap golongan sefalosporin (sensitif terhadap
antibiotik golongan beta laktam).
Efek samping : Yang paling umum adalah reaksi hipersensitifitas seperti ruam
pada kulit, urtikaria, eosinofilia, demam, anafilaksis. Gangguan
pendarahan seperti neutropenia, trombositopenia, diare, mual,
muntah, agranulositosis.
Dosis : Dosis lazim dewasa 1-2 g perhari dalam dosis tunggal atau
dalam dua dosis terbagi, pada infeksi berat dapat ditingkatkan
hingga 4 g perhari.
Untuk profilaksis infeksi bedah, dosis tunggal 1 g dapat
diberikan 0,5 – 2 jam sebelum pembedahan, dosis 2 g
disarankan untuk bedah colorektal.
Interaksi Obat : Sefalosporin meningkatkan efek antikoagulan dari derivat
kumarin (dikumarol dan warfarin), probenesid menurunkan
ekskresi sefalosporin.
Perhatian : Sensitivitas terhadap antibakteri beta-laktam; gangguan ginjal;
kehamilan dan menyusui.
3.8 KETOROLAC
Kelas terapi : Analgetik, antipiretik, NSAID, antipirai.
Indikasi : Nyeri akut, penanganan nyeri setelah operasi.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja
isoenzim COX-1 dan COX-3.
Kontra Indikasi : Pasien dengan hipersensitivitas, urtikaria, angioudema, rinitis yang
parah, bronkospasme, pasien yg alergi terhadap golongan salisilat,
penderita polip, asma, hipotensi, penanganan kondisi nyeri yang
minor atau kronik, pasien dengan penyakit tukak lambung aktif,
pasien yg sedang menggunakan obat gol. NSAID, pasien anak di
bawah usia 2 tahun, pasien hamil trimester ke-3, pasien menyusui.
Dosis : Parenteral (IV/IM) ; Dosis tunggal Dewasa : 30-60 mg, Lansia dan
dewasa dengan BB<50 kg: 15-30 mg, dapat dilanjutkan dengan oral.
Anak-anak usia 2-16 thn : 0,5-1 mg/Kg BB, max. 15-30 mg. Dgn
kerusakan hati/ginjal dosis diturunkan 50%.
Dosis terbagi : 30 mg setiap 6 jam, max.120 mg/hari Lansia dan
dewasa BB < 50 Kg 15 mg setiap 6 jam, max. 60 mg/hari Dgn
kerusakan hati/ginjal dosis diturunkan 50%. Total lama pemakaian
terapi kombinasi parenteral dan oral tidak boleh lebih dari 5 hari.
Efek samping : Sakit kepala, pusing, cemas, depresi, sulit berkonsentrasi, nervous,
kejang, tremor bermimpi, halusinasi, insomnia vertigo, psikosis,
mual, diare, konstipasi, sakit lambung, perasaan kenyang, muntah,
kembung, luka lambung, tidak ada nafsu makan, sampai pendarahan
lambung & saluran pembuangan. Sakit di daerah tempat
penyuntikan (IM), kemerahan, hematoma gatal, berkeringat, reaksi
sensitifitas : Syok anafilaksis
Peringatan : Pasien dengan riwayat pendarahan lambung sebelumnya, Pasien yg
menerima dosis obat > 90mg/hari. Pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin tinggi), gangguan fungsi hati & jantung,
Pasien yg sedang menggunakan obat diuretik, kortikosteroid, anti-
koagulan, pasien dewasa dengan BB<50Kg dosis harus diturunkan
50%, pasien dengan kondisi terjadinya retensi cairan. Pasien sedang
menggunakan obat-obat yang berinteraksi dengan Ketorolac dosis
harus diturunkan 50% .
Interaksi obat : Obat satu golongan NSAID meningkatkan konsentrasi plasma
sehingga meningkatkan efek samping (kumulatif/akumulasi), Obat
antikoagulan & antitrombosis, meningkatkan risiko pendarahan.
Obat yg terikat pada protein plasma: menggeser ikatan dengan
protein plasma, sehingga kemungkinan dapat meningkatkan efek
samping.
3.9 PRONALGES SUPP
Komposisi : Ketoprofen 100 mg/suppositoria.
Golongan : Anti inflamasi non steroid.
Indikasi : Penanganan nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, ortopedi
dan nyeri karena kanker.
Kontraindikasi : Adanya riwayat gatal-gatal, angioedem, bronchospasme, rhinitis
berat, atau syok oleh Aspirin atau golongan AINS lain.
Efek Samping : Mengantuk, lelah, sakit kepala, keluhan saluran cerna, tukak
peptik, mual, diare, sakit pada bagian abdomen, sembelit,
kembung, tidak ada nafsu makan, mulut kering, gastritis,
pankreatitis, sampai pendarahan pada saluran cerna.
Dosis : Penyakit inflamasi : dosis awal untuk penanganan gejala
rheumatoid arthritis dan osteo arthritis akut maupun kronis adalah
75mg, 3 x sehari atau 50 mg 4 kali sehari atau kapsul lepas lambat
200mg sekali sehari.
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal & hati : Untuk Pasien
dengan kerusakan ginjal/hati sedang, dosis tertinggi sehari adalah
150mg. Untuk Pasien dengan kerusakan ginjal/hati berat (kadar
creatinin clearence <25mL/mnt per 1.73m2 atau konsentrasi
albumin <3.5g/dL, dosis tertinggi 100mg.
Mekanisme : Menghambat sintesa prostaglandin dengan cara menghambat kerja
enzym cyclooxygenase (COX), COX-1 & COX-2 pada jalur
arachidonat tidak melalui jalur opiate
Interaksi : Obat Diuretik : Meningkatkan risiko kerusakan ginjal
AINS : Meningkatkan efek samping
Probenesid : meningkatkan toksisitas Ketorolac.
3.10 TRAMADOL
Kelas terapi : Analgesik non narkotik, Antipiretik, Antiinflamasi Nonsteroid,
Antipirai
Indikasi : Nyeri sedang sampai berat, nyeri setelah operasi
Dosis : Nyeri kronis sedang sampai berat yg tidak memerlukan efek
analgesik yang cepat, awal 25 mg/hari kemudian dinaikkan 25 mg
per 3 hari hingga 25 mg 4x sehari. Maksimum 400 mg. Sesudah itu
dapat dinaikkan sesuai toleransi dan kebutuhan: 50mg setiap 3 hari
hingga 50mg 4 x sehari.
Untuk efek yg cepat: 50–100 mg setiap 4–6 jam, jika perlu
(maksimum 400 mg/hari).
Pasien dengan gangguan ginjal dan hati dosis disesuaikan dengan
mengurangi frekuensi pemberian.
Dewasa dan anak diatas 12 th, secara im, iv atau iv infuse : 50-100
mg setiap 4-6 jam. Post operative pain : 100 mg, kemudian 50 mg
setiap 10-20 menit, max 600 mg sehari.
Kontraindikasi : Pasien hipersensitivitas, depresi napas akut, peningkatan tekanan
kranial atau cedera kepala.
Efek samping : Sistem saraf : pusing, vertigo (paling sering terjadi, > 26% pasien),
stimulasi SSP: anxietas, agitasi, tremor, gangguan, koordinasi,
gangguan tidur,eforia dll (>7% pasien). Pencernaan : konstipasi,
mual (>24% pasien), muntah (>9% pasien), nyeri perut, anore.
Interaksi obat : SSRIs & MAO inhibitor : Tramadol dapat meningkatkan resiko
terjadi efek samping, seperti serotonin sindrom (nyeri dada,
takikardia, tremor, bingung) & kejang.
Warfarin oral : Efek warfarin meningkat.
Depresan sistem saraf pusat (alkohol, anestetik, fenotiazin, agonis
opioid, sedatif, hipnotik, analgesik yg bekerja di pusat): potensiasi
efek depresi pernapasan & depresi saraf pusat.
Peringatan : Kejang dapat terjadi pada dosis yang direkomendasikan, resiko
meningkat pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsi,
penggunaan bersama dgn SSRIs, MAO inhibitor.
3.11 RANITIDINE
Kelas terapi : Antiulkus, antagonist H2.
Mekanisme aksi : Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2 sel-sel
parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume
lambung dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak
mempengaruhi sekresi pepsin, sekresi faktor intrinsik yang
distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin
Indikasi : Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak lambung, tukak
duodenum, tukak ringan aktif. Terapi jangka pendek dan
pemeliharaan untuk refluks gastroesofagus dan esofagitis erosif.
Terapi jangka pendek dan pemeliharaan kondisi hipersekresi
patologis. Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H. pylori
untuk mengurangi risiko kekambuhan tukak.
Dosis : Refluks gastroesofagus dan esofagitis erosif : IV:2-4 mg/kg/hari
dibagi tiap 6-8 jam, max : 150 mg/hari atau sebagai suatu alternatif
infus kontinu:dosis awal:1 mg/kg/dosis untuk satu dosis diikuti oleh
infus 0,08-0,17 mg/kg /jam atau 2-4 mg/kg/hari.
Eradikasi H. Pilori, IM:50 mg tiap 6-8 jam;IV:intermittent bolus
atau infus:50 mg tiap 6-8 jam; Infus IV kontinu:6,25 mg/jam.
Kontra Indikasi : Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau bahan-bahan lain dalam
formulasi.
Efek samping : Terbatas dan tidak berbahaya: aritmia, vaskulitis, pusing,
halusinasi, sakit kepala, confusion, mengantuk, vertigo, eritema
multiforme, kemerahan, pankreatitis, anemia haemolitic acquired,
agranulositosis, anemia aplastik, granulositopenia, leukopenia,
trombositopenia, pansitopenia, gagal hati, anafilaksis, reaksi
hipersensitivitas
Interaksi obat : Meningkatkan efek/toksisitas gentamisin (blokade neuromuskuler),
glipizid, glibenklamid, midazolam (meningkatkan konsentrasi).
Antasida dapat mengurangi absorpsi ranitidin. Absorpsi ketokonazol
dan itrakonazol berkurang; dapat mengubah kadar prokainamid dan
ferro sulfat dalam serum, mengurangi efek nondepolarisasi relaksan
otot, cefpodoksim, sianokobalamin (absorpsi berkurang), diazepam
dan oksaprozin, mengurangi toksisitas atropin.
3.12 OMZ (OMEPRAZOLE)
Golongan : Pompa Proton Inhibitor.
Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, tukak duodenum karena
H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison, penguranggan asam
lambung selamaanastesi umum, refluks gastoesofagus, dispepsia
karena asam lambung.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap Omeprazol.
Efek Samping : sakit kepala, diare dan kemerahan pada kulit. Efek samping yang
lain meliputi gatal, pusing, konstipasi, mual, muntah, kembung,
nyeri pada perut / abdomen, mulut kering.
Dosis : Dosis dewasa : peroral untuk tukak duodenal dan tukak lambung
(termasuk komplikasi terapi AINS) 20 mg sekali sehari selama 4
minggu pada tukak doudenum atau 8 minggu untuk tukak
lambung.
Gastroesophageal reflux disease, 20 mg sekali sehari hingga 4
minggu. Stress ulcer, profilaksis, dosis awal 40 mg per oral atau
nasogastric. Stress ulcer, penjagaan, 20-40 mg per oral atau
nasogastric sekali sehari.
Mekanisme Aksi : Omeprazol merupakan penghambat pompa proton yang selektif
dan irreversible. Omeprazol menekan sekresi asam lambung
dengan menghambat sistem enzim Hidrogen-Kalium ATPase
pada permukaan sel parietal. Efek penghambatan ini terkait
dengan dosis. Penghambat pompa proton dapat meningkatkan
risiko infeksi gastrointestinal karena efek penekanan sekresi
asam.
Interaksi Obat : Mengurangi absorbsi ketokonazol, itraconazol, di mana
absorbsinya tergantung pada asam lambung.
Peringatan : Gunakan dengan hati-hati pada pasien gangguan hati
3.13 PRIMPERAN SUPP
Komposisi : MetoklopramidHCl 10mg/2ml
Indikasi : Gangguan motilitas lambung, khususnya stasis lambung, refluks
gastroesofagus
Dosis : Dewasa oral 10 mg 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur
malam selama 2-8 minggu. IV:10 mg selama 1-2 menit (untuk
gejala yang parah); pemberian terapi IV selama 10 hari dapat
diperlukan untuk memperoleh respon terbaik. Dosis lansia: IV:
dosisawal 5 mg selama 1-2 menit, dinaikkan sampai dengan 10 mg
bilap perlu. Refluks gastroesofagus: Dewasa : oral 10-15 mg/dosis
sampai dengan 4 kali/hari 30 menit sebelum makan dan sebelum
tidur malam; dosis tunggal 20 mg kadang-kadang diperlukan untuk
situasi mendesak. Lansia : oral : dosis awal:5 mg 4 kali sehari (30
menit sebelum makan dan sebelum tidur malam), dosis dinaikkan
menjadi 10 mg 4 kali per hari bila tidak ada respon pada dosis yang
lebih rendah.
Efek Samping : Efek samping yang lebih umum/parah terjadi pada dosis yang
digunakan untuk profilaksis emetic kemoterapi. Lebih 10% efek
pada system saraf pusat : kelelahan, mengantuk, gejala
ekstrapiramidal (sampai dengan 34% pada dosis tinggi 0,2% pada
dosis 30-40 mg/hari); efek gastrointestinal:diare (mungkin bersifat
dose-limiting); neuromuscular dan skeletal : kelemahan. 1-10% :
efek pada system saraf pusat:insomnia, depresi, kebingungan,
sakitkepala; dermatologis: kemerahan; endokrin dan metabolik: rasa
sakit dan panas pada payudara (breast tenderness), stimulasi
prolaktin; gastrointestinal : mual, xerostemia.
Interaksi obat : Analgesik opiat dapat meningkatkan depresi sistem saraf pusat.
Metoklopramid dapat meningkatkan resiko atau gejala
ekstrapiramidal bila digunakan bersama-sama dengan obat
antipsikosis. Obat-obat antikolinergis melawan kerja
metoklopramid..
Mekanisme Aksi : Memblok reseptor dopamine dan (bila diberikan pada dosis yang
lebih tinggi) juga memblok reseptor serotonin di chemoreceptor
trigger zone di system saraf pusat; meningkatkan respon jaringan di
saluran pencernaan atas terhadap asetilkolin sehingga meningkatkan
motilitas dan kecepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi
sekresi pankreas, bilier, atau lambung.
3.14 LASIX
Komposisi : Furosemid
Kelas Terapi : Diuretik loop
Indikasi : Hipertensi, edema yang berhubungan dengan CHF, sirosis hati,
gangguan ginjal
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap sulfonilurea; anuria
Efek Samping : anoreksia, mual, muntah, diare, iritasi lambung, konstipasi,
vertigo, sakit kepala, pusing, demam.
Dosis : Hipertensi : dewasa; PO 40 mg bid. CHF dan Chronic Renal
Failure : dewasa; PO 2 sampai 2,5 g/hari
Edukasi : Peringatkan pasien untuk menggunakan obat pada pagi hari untuk
menghindari gangguan tidur dan minum bersama makanan atau
susu untuk menghindari gangguan GI, sarankan pasien untuk
memakan makanan kaya kalium (seperti, kentang, pisang, pokat,
jeruk, semangka), sarankan pasien untuk mengontrol tekanan
darah, sarankan pasien untuk menghindari paparan sinar matahari
dan untuk menggunakan sunscreen atau pakaian pelindung untuk
menghindari reaksi fotosensitif, peringatkan pasien untuk tidak
menggunakan aspirin atau otc tanpa konsultasi dokter
Mekanisme
Aksi
: menghambat rearbsorbsi sodium dan klorida pada tubulus
proksimal dan tubulus distal dan lengkung henle
Pemberian : Pemberian oral dengan makanan untuk mencegah iritasi lambung,
berikan pada pagi hari untuk menghindari gangguan tidur,
3.15 AMLODIPIN
Kelas Terapi : Obat Kardiovaskuler
Indikasi : Pengobatan hipertensi, pengobatan gejala angina stabil kronik,
angina vasospastik (angina Prinzmetal- kasus suspek atau telah
dikonfirmasi), pencegahan hospitalisasi karena angina dengan
penyakit jantung koroner (terbatas pada pasien gagal jantung).
Dosis : Dewasa : Hipertensi : dosis awal 5 mg sekali sehari, dosis
maksimum 10 mg sekali sehari.
Anak-anak : Hipertensi : 2.5-5 mg sekali sehari.
Angina : dosis pemeliharaan 5-10 mg, gunakan dosis yang lebih
rendah pada pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan hati,
umumnya diperlukan dosis 10 mg untuk mencapai efek yang
mencukupi. Hipertensi : 2.5 mg sekali sehari.
Mekanisme Kerja: Menghambat influks Ca2+ melalui saluran kalsium tipe-L yang
sensitif terhadap tegangan di otot polos arteriol yang akhirnya
menyebabkan relaksasi otot polos dan tahanan vaskular perifer.
Efek Samping : Vasodilatasi yang berlebihan yang ditandai dengan pusing,
hipotensi, sakit kepala.
Interaksi Obat : Amlodipin meningkatkan efek dari aminofilin, flufoksamin,
meksiletin, mirtazipin, ropinirol, teofilin, trifluoroperazin dan
substrat CYP1A2 lain. Efek amlodipin dapat ditingkatkan oleh
antifungi golongan azol, klaritromisin, diklofenak, doksisiklin,
eritromisin, imatinib, isoniazid, nefodazon, nikardipin, propofol,
inhibitor protease, kuinidin, telitromisin, verapamil dan substrat
inhibitor CYP3A4 lain.
Peringatan : Penggunaan dengan perhatian dan titrasi dosis untuk pasien dengan
penurunan fungsi ginjal dan fungsi hati, digunakan hati-hati pada
pasien gagal jantung kongestif, sindrom sick sinus sitis, disfungsi
ventrikel kiri yang parah, kardiomiopati hipertrofi, terapi penyerta
dengan beta bloker atau digoksin, edema, atau peningkatan tekanan
intrakranial dengan tumor otak, pada lansia mungkin dapat
mengalami hipotensi atau konstipasi.
3.16 VALSARTAN
Indikasi : Hipertensi, infark miokardiak dengan kegagalan fungsi ventrikel kiri
atau disfungsi sistolik ventrikel kiri. Obat ini digunakan sebagai
alternatif bagi pasien yang tidak dapat meneruskan pengobatan
dengan ACE inhibitor karena batuk persisten.
Dosis : Hipertensi, biasanya 80 mg sekali sehari (pasien usia lanjut lebih
dari 75 tahun, gangguan fungsi hati ringan sampai sedang,
kerusakan ginjal sedang sampai berat, penurunan volume
intravaskular, dosis awal 40 mg sekali sehari)
Mekanisme Kerja: Memblok reseptor AT-II dengan efek vasodilatasi.
Efek Samping : Hipotensi simptomatik termasuk pusing dapat terjadi, terutama pada
pasien dengan penurunan volume intravaskular (seperti penggunaan
dosis tinggi diuretik,hiperkalemia kadang-kadang
terjadi;angioedema).
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap valsartan atau komponen lain dalam sediaan,
hipersensitif terhadap semua antagonis reseptor angiotensin II,
kehamilan, menyusui, gangguan fungsi hati yang berat , sirosis,
obstruksi empedu, fatigue, diare jarang terjadi, sakit kepala,
epistaksis: trombositopenia, arthralgia, myalgia, gangguan rasa
(pengecapan), neutropenia.
Interaksi Obat : Efek sitokrom P450: menghambat CYP2C8/9 (lemah), kadar
valsartan dalam darah ditingkatkan oleh simetidin dan monoksidin ;
efek klinik tidak diketahui. Penggunaan bersama garam/suplemen
kalium, ko-trimoksazol (dosis tinggi), inhibitor ACE dan diuretik
hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren) dapat
meningkatkan resiko hiperkalemia. Menurunkan efek: fenobarbital,
ketokonazol, troleandomisin, sulfafenazol.
3.17 FARMADRAL
Komposisi : Propanolol HCl
Kelas Terapi : Beta bloker
Indikasi : Terapi hipertensi, angina pectoris, ansietas takikardia, disaritmia
jantung, kardiomiopati obstruktif hipertrofi dan tremor esensial.
Profilaksis setelah infark miokard akut, migren, dan angina
pectoris. Terapi tambahan dari tirotoksikosis.
Kontraindikasi : Blok AV derajat 2 dan 3, syok kardiogenik, riwayat
bronkospasme, dan asidosis metabolic.
Efek Samping : Gangguan gastrointestinal, leleah, bradikardia, purpura, ruam kulit
Dosis : Hipertensi : 20 mg 3 x sehari, ditingkatkan setelah 3 hari menjadi
40 mg 3-4 x sehari.
Peringatan : Gagal jantung, diabetes mellitus, hipertiroid
Mekanisme Aksi : Beta bloker adrenergik non selektif (antiaritmia kelas II),
memblok secara kompetitif respon terhadap stimulasi alfa bloker
dan beta bloker adrenergik yang akan menghasilkan penurunan
denyut jantung, kontraktilitas jantung, tekanan darah dan
kebutuhan oksigen pada jantung
Interaksi Obat : Beta bloker dapat menaikkan efek dari kontrasepsi oral,
flekainida, haloperidol (efek hipotensi), simetidin, hidralazin,
fenotiazin, hormon tiroid (ketika pasien hipotiroid masuk dalam
keadaan euthyroid).
Garam Aluminium, kalsium, kolestiramin, kolestipol, anti
inflamasi non steroid, penisilin (ampisilin), salisilat dan
sulfinpirazon menurunkan efek dari ß bloker dan juga menurunkan
bioavalibilitas dan level plasma.
3.18 KALNEX
Golongan : Hemostatik/ antifibrinolitik
Komposisi : Asam traneksamat 50 mg/5 mL, 100 mg/mL amp
Indikasi : Pendarahan abnormal pasca operasi
Dosis : Dewasa: amp 0,5-1g atau 10-15 mg/kgBB 2-3x/hari
Perhatian : Terbentuknya bekuan intravaskular aktif, perdarahan subaraknoid,
hematuria, dan gangguan fungsi ginjal, hamil dan laktasi.
Kontraindikasi : Riwayat tromboemboli, riwayat perdarahan subaraknoid, buta
warna, gangguan fungsi ginjal berat.
Efek samping : Gangguan GI, komplikasi tromboemboli, ruam, dan erupsi kulit,
pruritus, lesi vesikobulosa, buta warna.
Mekanisme aksi : Menghambat aktivasi plasminogen sehingga pembentukan plasmin
tidak terjadi. Sebagai antifibrinolitik yang menghambat pemutusan
benang fibrin, asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan
pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang
berlebihan dan angiodema hereditas.
Interaksi obat : Potensi pembentukan trombus dapat ditingkatkan oleh estrogen;
efek antifibrinolitik dihambat oleh senyawa trombolitik, jangan
diberikan ke dalam darah tranfusi, atau injeksi yang mengandung
penisilin
3.19 VITAMIN K
Mekanisme kerja: Meningkatkan sintesa protombin aktif (factor II) pada hepar,
prokonfertin (factor VIII), komponen tromboplastin plasma (factor
IX) dan factor Stuart (factor X).
Indikasi : Manajemen pada gangguan koagulasi yang disebabkan kegagalan
formasi dari factor II, VII, IX, dan X saat defisiensi vitamin K atau
terganggunya aktivitas vitamin K.
Parenteral : terapi hipoprotrombinemia sekunder pada kondisi
keterbatasan dalam penyerapan maupun sintesa vitamin K dan pada
terapi hemoragik pada bayi baru lahir.
Oral: terapi antikoagulan-induksi defisiensi protrombin, terapi
hipoprotrombin sekunder terhadap terapi salisilat maupun terapi
antibakteri.
Rute dan dosis : Dewasa dan anak-anak : po/sc/im 2,5 hingga 10 mg (dewasa, di atas
25 mg untuk pendarahan yang serius, jarang, 50 mg), dapat
diberikan dosis berulang secara oral berdasarkan respon yang
diberikan selama 6 hingga 8 jam atau 12 hingga 48 jam. Hindarai
penggunaan lewat rute oral, bila dapat mengganggu absorbs vitamin
K.
Interaksi Obat : Anti koagulan oral : member efek antagonis terhadap vitamin K,
terutama pada pasien dengan gangguan hati.
Efek samping : Kardiovaskular : hipotensi, cyanosis. SSP : sakit kepala, pusing.
Kulit : ruam, kemerahan. Hati : hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir. Lainnya : reaksi anafilaksis, nyeri, pembengkakan dan nyeri
pada tempat suntikan; kematian setelah suntikan IV.
Peringatan : Antikoagulan: pasien mengalami refrakter pada dosis yang besar.
Pendarahan: pemberian vitamin K tidak secara langsung
memberikan efek koagulan.Gangguan fungsi hati: Memberikan
vitamin K untuk hypoprothrombinemia yang terkait dengan hepatitis
berat atau sirosis lanjut dapat menekan konsentrasi protrombin.
3.20 VITAMIN C
Indikasi : Sariawan, Mencegah dan mengobati flu, Untuk meningkatkan
ekskresi besi selama pemberian deferoxamine (bukti terbatas).
Beberapa indikasi lain namun belum terbukti dengan studi klinis
yang terkontrol baik : hematuria, perdarahan retina, status
perdarahan, dental caries, pyorrhea, infeksi gusi, anemia, jerawat,
infertilitas, atherosclerosis, depresi mental, peptic ulcer, TBC,
disentri, kelainan kolagen, kanker, fraktur, ulcer kaki, toksisitas
levodopa, toksisitas succinylcholine, toksisitas arsenik, bahan
mukolitik.
Efek Samping : Non toksik. 1% - 10% Renal : hyperoxaluria ( kejadian tergantung
dosis) < 1% :Pusing, faintness, fatigue, flank pain, sakit kepala.
Interaksi obat : Meningkatkan efek / toksisitas : asam askorbat meningkatkan
absorpsi besi dari saluran cerna. Bila asam askorbat diberikan
bersama kontrasepsi oral maka akan meningkatkan efek kontrasepsi
Menurunkan efek : asam askorbat dapat menurunkan level
fluphenazine, asam askorbat bila diberikan dengan warfarin maka
akan menurunkan efek antikoagulan.
3.21 TROMBOPHOB
Komposisi : Heparin 20.000 IU/gel
Indikasi : Flebitis superfisialdengan/ tanpa trombis, varikosis, kongesti vena
pada ekstremitas, cedera karena olahraga dan kecelakaan,
kontusio, tendovaginitis, hematoma.
Kontraindikasi : Luka terbuka, ulkus, mukosa kulit
Efek Samping : Reaksi alergi
Dosis : Oleskan sehari 2-3 kali
3.22 KCL / KSR
Kandungan : Kalium Klorida
Kelas Terapi : Obat kardiovaskular
Indikasi : Mengatasi kekurangan/penurunan kadar kalium darah.
Penggantian kehilangan kalium terutama diperlukan :
1. Pada penggunaan digoksin atau obat-obatan anti arrhytmia,
hal ini karena kekurangan kalium dapat menginduksi
aritmia
2. Pada pasien dengan hiperaldosteronis sekunder, misalnya
stenosis arteri ginjal, sirosis hati, sindrom nefrotik dan
gagal jantung yang berat
Kalium juga diberikan untuk mengatasi kekurangan kalium pada
penderita lanjut usia karena asupan kalium yang kurang memadai
(lihat peringatan pada insufisiensi ginjal).Selain itu juga
diperlukan selama penggunaan obat jangka panjang yang
diketahui dapat menginduksi kehilangan kalium(seperti
kortikosteroid). Suplemen kalium jarang diperlukan pada
penggunaan dosis rendah diuretik pada pengobatan hipertensi;
untuk mencegah terjadinya hipokalemia pada penggunaan diuretik
seperti furosemid atau tiazida untuk menghilangkan oedema, lebih
direkomendasikan penggunaan diuretik hemat kalium dari pada
memberikan penambahan suplemen kalium pada obat-obat
tersebut. Kekurangan kalium sering berhubungan dengan
kekurangan klorida dan metabolik alkalosis dan gangguan ini
memerlukan perbaikan.
Kontraindikasi : Kerusakan ginjal yang berat kadar plasma kalium diatas 5
mmol/L, Allergi terhadap obat , penyakit Addison’s, dehidrasi
akut, kadar serum kalium dalam darah tinggi
Efek Samping : Garam kalium menyebabkan mual dan muntah (gejala yang berat
dapat merupakan tanda obstruksi) sehingga rendahnya kepatuhan
pengobatan merupakan kendala utama efektifitas obat; jika
memungkinkan penggunaan diuretik hemat kalium lebih
dianjurkan (lihat juga diatas). Efek samping yang lain berupa
ulserasi pada oesophagus dan usus kecil. Efek samping yang
jarang terjadi skin rash
Dosis : Bila garam kalium diberikan untuk mencegah hipokalemia dosis
kalium klorida 2 – 4 g (kira-kira 25 – 50 mmol) tiap hari peroral
dapat diberikan pada pasien dengan diet normal.
Dosis yang lebih kecil harus digunakan bila terdapat insufisiensi
ginjal (biasanya terjadi pada penderita lanjut usia) bila tidak ada
bahaya hiperkalemia. Jika terdapat kekurangan kalium yang berat
dosis yang lebih besar dapat diberikan, jumlahnya tergantung dari
besarnya kehilangan kalium (diperlukan monitoring konsentrasi
plasma kalium dan kosultasi kepada ahlinya).
Mekanisme Aksi : Kalium merupakan kation utama pada cairan intraseluler dan
penting untuk konduksi impuls syaraf di jantung, otak dan otot
skeletal; kontraksi jantung, otot halus dan skeletal;
mempertahankan fungsi ginjal normal, keseimbangan asam basa,
metabolisme karbohidrat, dan sekresi lambung.
Peringatan : Penderita lanjut usia, kerusakan ginjal ringan sampai sedang
(diperlukan monitoring ketat) , intestinal stricture, riwayat peptic
ulcer , hiastus hernia (untuk sediaan lepas lambat). Penting:
berbahaya jika diberikan bersamaan dengan obat-obat yang dapat
meningkatkan kadar kalium plasma seperti diuretik hemat kalium,
inhibitor ACE Iatau siklosporin.
Interaksi Obat : Meningkatkan efek/toksisitas : diuretic hemat kalium, substitusi
garam, ACE inhibitor, siklosporin dan obat yang mengandung
kalium seperti garam kalium dari penisilin
3.23 ALPRAZOLAM
Indikasi : Pemakaian jangka pendek pada gangguan kecemasan, panik
dengan atau tanpa agorafobia (ketakutan di ruang terbuka),
kecemasan yang berkaitan dengan depresi.
Kontraindikasi : Depresi pernafasan, gangguan hati berat, kondisi fobia dan
obsesi, psikosis kronik, serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi prematur, tidak boleh digunakan sendirian pada
depresi atau ansietas dengan depresi. Hipersensitif terhadap
alprazolam atau komponen-komponen lain dalam sediaan.
Efek Samping : Mengantuk, lelah, sakit kepala, gangguan otot, gangguan
ingatan, ketergantungan, amnesia, peningkatan/penurunan selera
makam, mulut kering.
Dosis : Oral ; dewasa ; ansietas dosis efektif 0,5-4 mg/hari dibagi dalam
2 dosis, direkomendasikan mulai dengan 0,25-0,5 mg 3 kali
sehari, naikkan dosis bertahap, maksimum 4 mg/hari.
Mekanisme : Berikatan dengan reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap
GABA di beberapa tempat di SSP, termasuk sistem limbik dan
formattio retikuler. Peningkatan efek inhibisi GABA
menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida
yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi.
Interaksi : Menguatkan efek depresi SSP analgetik narkotik
Alprazolam meningkatkan konsentrasi plasma imipramin
Verapamil meningkatkan efek alprazolam
Merokok menurunkan konsentrasi alprazolam sampai 50
%.
Makanan tinggi lemak, 2 jam sebelum pemberian bentuk
lepas terkendali dapat memperpanjang Cmaks sampai 25 %
Sedangkan pemberian segera sesudah makan akan
menurunkan Tmaks, bila makanan diberikan ≥1 jam
sesudah pemberian obat T maks akan meningkat 30 %.
3.24 DIGOXIN
Indikasi : Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi)
Kontraindikasi : Blok AV derajat II, supraventricular arrhytmias yang disebabkan
oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome, takikardia ventricular
atau fibrilasi, hypertropic obstructive cardiomyopathy
Efek Samping : Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk :
anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi
rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka
panjang , trombositopenia
Dosis : Oral, untuk digitalisasi cepat, 1 – 1,5 mg dalam dosis terbagi, bila
tidak diperlukan cepat, 250 – 500 mikrogram sehari (dosis yang
lebih tinggi harus dibagi), Dosis pemeliharaan : 62,5 – 500
microgram sehari (dosis yang lebih tinggi harus dibagi)
disesuaikan dengan fungsi ginjal dan pada atrial fibrilasi ,
tergantung pada respon denyut jantung; dosis pemeliharaan
biasanya berkisar 125 – 250 mcg sehari (dosis yang lebih rendah
diberikan pada penderita lanjut usia) Pada kondisi emergensi,
loading dose (dosis muatan) diberikan secara infus intravena , 0,75
– 1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian dilanjutkan dosis
pemeliharaan melalui oral .
Mekanisme Aksi : Gagal jantung kongestif: menghambat pompa Na/K ATP0-ase
yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran natrium-kalsium
intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium intraseluler dan
meningkatkan kontraktilitas.
Peringatan : infark jantung baru, sick sinus syndrome, penyakit tiroid, dosis
dikurangi pada penderita lanjut usia, hindari hipokalemia, hindari
pemberian intravena secara cepat (mual dan risiko arimia),
kerusakan ginjal
Interaksi Obat : Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah
digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir,
flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin,
ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.