46
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
3.1.1 Gambaran Umum Kota Bandung
3.1.1.2 Sejarah Kota Bandung
Kota Bandung merupakan sebuah kota dan sekaligus menjadi
ibu kota dari Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung merupakan kota terbesar
ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Bandung yang
bersejarah ini berdiri sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia
(Technische Hoogeschool). Kota Bandung pernah menjadi tempat
berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955. Konferensi yang
yang menyuarakan semangat anti kolonialisme. Kata Bandung berasal dari
kata bendung atau bendungan, karena terbendungnya sungai Citarum oleh
lava Gunung Tangkuban Perahu yang kemudian membentuk telaga.
Legenda yang diceritakan oleh orang-orang tua di
Kota Bandung mengatakan bahwa nama "Bandung" diambil dari sebuah
kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan.
Kendaraan air yang disebut perahu bandung digunakan oleh
Bupati Bandung yaitu R.A. Wiranatakusumah II. R.A. Wiranatakusumah
II berlayar dengan perahu bandung di sungai Citarum dalam mencari
tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang
lama di Dayeuhkolot. Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan
47
pembentukan Kabupaten Bandung. Kota Bandung dibangun dengan
tenggang waktu cukup jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri.
Kabupaten Bandung dibentuk sekitar pertengahan abad ke-17 masehi,
secara pasti tidak diketahui berapa lama Kota Bandung
dibangun. Kota Bandung dibangun bukan atas prakarsa Daendles,
melainkan atas Pembangunan Kota Bandung langsung dipimpin oleh
Bupati. Bupati R. A Wiranatakusuma II adalah pendiri (the founding
father) Kota Bandung.
Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari
Anyer di ujung Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa Timur kira-
kira 1000 km) untuk kelancaran tugasnya di Pulau Jawa. Jalan Raya Pos
mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan
memperlebar jalan yang telah ada. Jalan raya pos itu adalah Jalan Raya
Sudirman, Jalan Raya Asia Afrika, Jalan Raya Ahmad Yani, berlanjut ke
Sumedang dan seterusnya. Bupati Bandung sudah merencanakan untuk
memindahlan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan
tempat yang strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah
lahan kosong berupa hutan. Tempat yang terletak di tepi barat sungai
Cikapundung, tepi selatan jalan raya pos yang sedang dibangun
(pusat Kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota karena
Krapyak tidak strategis sebagai pusat ibukota pemerintahan. Krapyak
terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir.
48
Tahun 1808 atau awal 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya
pindah dari Krapyak mendekati lahan yang akan dijadikan ibukota baru.
Bupati bermula tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah
ke Balubur Hilir, selanjutnya ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada
lahan Gedung Pakuan Sekarang). Tanggal 21 Februari 1906, pada masa
pemerintahan R.A.A Martanegara (1893-1918). Kota Bandung sebagai
ibukota Kabupaten Bandung, statusnya berubah
menjadi Gemente (Kota Pradja), dengan pejabat Walikota pertama adalah
tuan B. Coops. Sejak saat itulah Kota Bandung resmi terlepas dari
pemerintahan Kabupaten Bandung sampai sekarang.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan pemukiman sejak
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Gubernur Jenderal pada saat itu
Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan tanggal 25
September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk
kawasan ini. Kota Bandung dengan luas wilayah saat itu sekitar 900 ha
bertambah menjadi 8.000 ha di tahun 1949. Pada masa perang
kemerdekaan tanggal 24 Maret 1946, sebagian kota Bandung di bakar oleh
para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang saat itu.
Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan
dalam lagu Halo-Halo Bandung. Kota Bandung kemudian ditinggalkan
oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain. Pada tanggal
18 April 1955 di Gedung Merdeka yang dahulu bernama "Concordia" (Jl.
Asia Afrika, sekarang) berseberangan dengan Hotel Savoy Homann,
49
diadakan untuk pertama kalinya Konferensi Asia-Afrika. Konferensi
Tingkat Tinggi Asia-Afrika 2005 kemudian diadakan
di kota Bandung pada 19 April-24 April 2005.
3.1.1.3 Letak Geografis Kota Bandung
Secara geografis Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan
merupakan Ibu kota Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak di antara
107°–43° Lintang Timur dan 600°–602° Lintang
Selatan. Kota Bandung terletak pada ketinggian 768 Meter di atas
permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan ketinggian 1.050
Meter dan terendah di sebelah Selatan adalah 675 Meter di atas permukaan
laut. Kota Bandung di bagian Selatan permukaan tanah relative datar,
sedangkan di wilayah Kota Bandung bagian Utara berbukit-bukit,
sehingga merupakan panorama yang indah. Adapun batas-batas
administratif Kota Bandung, sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat.
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Cileunyi Kabupaten
Bandung.
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Terusan Pasteur, Cimahi
Utara, Cimahi Selatan dan Kota Cimahi.
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dayeuh Kolot,
Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
50
Kota Bandung sebagai bagian dari Metropolitan Bandung harus
mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya
saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang didukung oleh masyarakat kota yang sehat, mandiri,
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum
dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos
kerja yang tinggi, dan berdisiplin.
Lokasi Kota Bandung cukup strategis baik dilihat dari segi
komunikasi, perekonomian maupun keamanan, hal ini disebabkan:
1) Kota Bandung terletak pada poros pertemuan poros jalan raya :
a. Barat Timur yang memudahkan hubungan dengan Ibukota
Negara.
b. Utara Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah
perkebunan (Subang dan Pangalengan).
2) Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan
memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.
Kota Bandung juga mempunyai Kecamatan. Kecamatan merupakan
unsur pelaksana dan penunjang Pemerintah Daerah yang masing-
masing dipimpin oleh seorang Camat dan berada di bawah serta
bertanggung jawab kepada Walikota sesuai dengan spesifikasi tugas
pokok dan fungsinya. Tugas pokok Kecamatan yaitu melaksanakan
sebagian kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota dibidang
pemerintahan, pembangunan, perekonomian, kemasyarakatan,
51
ketentraman dan ketertiban serta koordinasi dengan instansi otonom
dan UPTD di wilayah kerjanya.
Kota Bandung terdiri dari 27 Kecamatan, diantaranya Kecamatan
Sukasari, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan Cicendo, Kecamatan Andir,
Kecamatan Cidadap, Kecamatan Coblong, Kecamatan Bandung Wetan,
Kecamatan Cibeunying Kidul, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kecamatan
Sumur Bandung, Kecarnatan Bojongloa Kaler, Kecamatan Astana anyar,
Kecamatan Babakan Ciparay, Kecamatan Bojongloa Kidul,
Kecamatan Bandung Kulon, Kecamatan Regol, Kecamatan Lengkong,
Kecamatan Batununggal, Kecamatan Kiaracondong, Kecamatan
Arcamanik, Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan Cicadas, Kecamatan
Ujungberung, Kecamatan Rancasari, Kecarnatan Margacinta, Kecamatan
Cibiru, dan Kecamatan Antapani.
3.1.2 Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
3.1.2.1 Visi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung:
Visi Daerah Kota Bandung pada tahun 2025 adalah Bandung Kota
Jasa yang Bermartabat, secara normatif visi bermartabat ini dideskripsikan
dalam indikator yaitu Kota Terbersih, Kota Percontohan Ketertiban, Kota
Teraman, Kota Termakmur, Kota Percontohan Ketaatan, Kota yang paling
meenonjol disisi Keadilan, dan Kota yang Masyarakatnya Bertakwa.
Indikator tersebut pada bidang kebinamargaan dan pengairan bisa
52
digambarkan dengan indikator kinerja jaringan jalan dan jaringan
prnngairan.
Kinerja sistem jaringan jalan yang ekonomis dan efisien merupakan
prasyarat pokok untuk sebuah kota yang berorientasi kepada sector jasa.
Aksesibilitas yang baik dimata investor dan pendatang khususnya
wisatawan merupakan modal pemerintah kota yang harus dimanfaatkan
secara optimum. Namun disisi lain, banyaknya minat kunjungan ke Kkota
Bandung, bila tidak ditunjang dengan kinerja jalan-jalan utama yang
ekonomis dan efisien malah bisa menurunkan daya tarik kota baik sebagai
tujuan wisata maupun tujuan investasi. Kinerja jaringan jalan juga
merupakan indikator utama dari Ketertiban dan Ketaatan pada pencapaian
visi tahun 2025. Dalam upaya membangun sinergisitas, maka Dinas Bina
Marga dan Pengairan menetapkan visi yaitu: “Terwujudnya Pemenuhan
Infrastruktur Jalan Guna Dan Sumber Daya Air Guna Mendukung
Terciptanya Kesejahteraan Masyarakat”.
3.1.2.2 Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung:
Untuk mencapai visi tersebut, maka misi Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Bandung yaitu:
a. Menciptaka aparatur dan pelayanan prima.
b. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
53
kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan
secara terpadu dan berkelanjutan.
c. Meningkatkan sarana dan prasarana kebinamargaan dalam rangka
mendukung terselenggaranya infrastruktur jalan dan jembatan.
d. Meningkatkan kondisi infrastruktur sumber daya air untuk
mendukung konservasi, pendayagunaan sumber daya air, serta
mengendalikan daya rusak air.
3.1.2.3 Fungsi dan Tujuan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung
Adapun fungsi dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung adalah:
a. Merumuskan kebijakan teknis Kebinamargaan dan pengairan.
b. Melaksanakan tugas teknik operasional kebinamargaan dan
pengairan yang meliputiperencanaan, pengendalian operasional,
Pembangunan dan pemeliharaan pengairan serta pengeloaan
bahan dan penerangan jalan umum.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas operasionalkebinamargaan dan
pengairan.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai
bidang tugasnya.
54
Tujuan dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
adalah:
a. Optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi, data, SDM,
kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik
infrastruktur kebinamargaan dan SDA.
b. Mewujudkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
transportasi.
c. Mewujudkan kualitas dan kuantitas infrastruktur sumber daya air.
d. Meningkatkan pelayanan dan fungsi pendukung trasportasi.
3.1.2.4 Sasaran dan Kebijakan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung
Sasaran dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
adalah sebagai berikut:
a. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana
transportasi.
b. Meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur untuk
mendukung peninngkatan pendapatan masyarakat.
c. Terjaganya kualitas dan kuantitas sumber daya air.
55
Kebijakan yang direncanakan oleh Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Bandung adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kapasitas dan daya dukung jalan.
b. Meningkatkan fungsi alat-alat berat dalam mendukung
pelaksanaan kegiatan pekerjaan umum.
c. Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi
guna meningkatkan hasil pertanian.
d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya air.
e. Meningkatkan pengelolaan penanggulangan sumber daya air .
f. Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur
pedesaan guna meningkatkan perekonomian masyarakat.
3.1.2.5 Susunan Organisasi dan Struktur Organisasi Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Bandung
Susunan organisasi dari dinas bina marga dan pengairan kota
bandung yaitu:
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, membawahkan :
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian;
2. Sub Bagian Keuangan.
c. Bidang Perencanaan, membawahkan :
1. Seksi Program;
2. Seksi Teknis Kebinamargaan;
56
3. Seksi Teknis Pengairan.
d. Bidang Pengendalian, membawahkan :
1. Seksi Pengendalian Konstruksi dan Mutu;
2. Seksi Pengendalian Operasional Kebinamargaan;
3. Seksi Pengendalian Operasional Pengairan.
e. Bidang Pembangunan dan Pemeliharaan Kebinamargaan,
membawahkan :
1. Seksi Pembangunan Kebinamargaan;
2. Seksi Pemeliharaan Kebinamargaan;
3. Seksi Pemanfaatan Ruang Milik Jalan.
f. Bidang Pembangunan dan Pemeliharaan Pengairan,
membawahkan:
1. Seksi Pembangunan Pengairan;
2. Seksi Pemeliharaan Pengairan;
3. Seksi Pemanfaatan Daerah Aliran Sungai.
g. Bidang Pengelolaan Bahan dan Penerangan Jalan Umum,
membawahkan :
1. Seksi Pergudangan;
2. Seksi Pendistribusian;
3. Seksi Penerangan Jalan Umum.
h. Unit Pelaksana Teknis Dinas;
i. Kelompok Jabatan Fungsional.
57
Struktur Organisasi pada Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kota Bandung adalah sebagai berikut:
Bagan 3.1
Struktur Organisasi
Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
Pada Tahun 2012
Sumber: (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
3.1.2.6 Jumlah Pegawai Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung
Jumlah Pegawai Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
adalah sebanyak 431 orang yang dirinci berdasarkan tingkat pendidikan
pada tabel 3.1 dibawah ini :
58
Tabel 3.1
Data Jumlah Pegawai Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
Tahun 2012
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 68 16 %
SMP 41 10 %
SMA/K 228 53 %
D3 7 1 %
S1 74 17 %
S2 13 3 %
Jumlah 431 100 %
*) Data Hasil Olahan Peneliti
Sumber : (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
Berdasarkan data di atas jumlah pegawai yang berada Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Bandung berdasarkan pendidikannya yaitu dari
jenjang pendidikan SD sebanyak 16 %, jenjang pendidikan SMP sebanyak
10 %, jenjang pendidikan SMA/K sebanyak 53 %, jenjang pendidikan D3
sebanyak 1 %, jenjang pendidikan S1 sebanyak 17 %, dan jenjang
pendidikan S2 sebanyak 3 %. Dari data diatas jumlah pegawai yang paling
banyak adalah dari jenjang pendidikan SMA/K sebanyak 53 % sedangkan
yang paling sedikit dari jenjang pendidikan D3 sebanyak 1 %.
3.1.3 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi/Peranan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006
tentang jalan, Pengelompokan jalan umum menurut fungsi dikelompokan menjadi
4 (empat) kelompok yaitu:
59
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayaniangkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-ratatinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi
melayaniangkutan pengumpul atau pembagi dengan cirri perjalanan
jaraksedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayaniangkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatanrata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan
merupakan jalan umum yang berfungsi melayaniangkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Adapun implementasi pengelompokan jalan menurut fungsinya dalam
sistem jaringan jalan, dibedakan sebagai berikut: Sistem jaringan jalan
primer, meliputi: Jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor
primer dan jaringan jalan lokal primer, hirarkie sistem jaringan ini
divisualisaikan. Sistem jaringan jalan sekunder, meliputi: jaringan
jalan arteri sekunder, jaringan jalan kolektor sekunder dan jaringan
jalan lokal sekunder, hirarkie sistem jaringan ini divisualisasikan.
Pengelompokan jalan umum Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006
Tentang Jalan menurut sistem dikelompokan menjadi 2 yaitu:
1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan
60
semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua
simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalandengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untukmasyarakat di dalam
kawasan perkotaan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2006
Tentang Jalan, Pengelompokan jalan umum menurut status dikelompokan
menjadi 5 (lima) kelompok yaitu:
1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi,
dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibu kota
kabupaten/kota, atau antar ibu kota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalanprimer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten denganpusat
kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umumdalam
sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, danjalan
strategis kabupaten.
61
4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunderyang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota,
penghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkanantar
persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yangberada di
dalam kota.
5. Jalan desa merupakan jalan umum yang penghubungkan
kawasandan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan
lingkungan.
Pengaturan dan pengelompokan jalan umum menurut kelas untuk
pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi dalam
beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pengaturan kelas jalan (menurut UU RI nomor 38 tahun 2004) berdasarkan
spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan,
jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.
Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas
menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus denganpengendalian
jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta
dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah
dan dilengkapi dengan median.
Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerusdengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling
sedikit 2 (dua) lajur setiap arah. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan
62
lalu lintas jaraksedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi,
palingsedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh)
meter. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintassetempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebarpaling sedikit 5,5 (lima
setengah) meter.
Bagian-bagian jalan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 34
Tahun 2004, menjelaskan bagian-bagian jalan sebagai berikut:
1. Ruang Manfaat Jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk
konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan,
sertaambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas,
denganatau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan
kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar, dari
ruangmanfaat jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan
jalan. Kriteria teknis ruang manfaat jalan, diantaranya:
a. Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di keduasisi
jalan.
b. Tinggi ruang bebas 5 meter di atas permukaan pada sumbu jalan.
c. Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
2. Ruang Milik Jalan (right of way) meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur
tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari
ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang
dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan
penggunaan jalan antara lain untuk keperluanpelebaran ruang manfaat
63
jalan pada masa yang akan datang. Lebar ruang milik jalan adalah sama
dengan ruang manfaat jalan, ditambah dengan ambang pengaman
konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 meter.
3. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu yang terletak diluar ruang
milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar
tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan
apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi
jalan. Terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang
pengawasan jalan yang tidaksesuai dengan peruntukannya. Lebar ruang
pengawasan jalan diukur dari sumbu jalan yaitu jalan arteri: minimum 20
meter, jalan kolektor: minimum 15 meter, jalan local: minimum 10
meter. Ruang pengawasan jalan sebagai fasilitas untuk keselamatan
pemakai jalan, maka untuk di daerah tikungan ditentukan oleh jarak
pandang bebas.
3.1.3.1 Daftar Jalan Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Bandung
Daftar Jalan Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kota Bandung diantaranya jalan kolektor skunder, Jalan arteri skunder,
Jalan kolektor primer dan Jalan arteri primer dapat dilihat pada table 3.2
dibawah ini:
64
Tabel 3.2
Daftar Ruas Jalan Arteri Primer
Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
NAMA RUAS JALAN PANJANG
(Km) STATUS KETERANGAN
I. JALAN ARTERI PRIMER
1. Jl. Jend. Sudirman 6.79 Nasional
2. Jl. Asia Afrika 1.51 Nasional
3. Jl. Jend. A. Yani 5.40 Nasional
4. Jl. Raya Ujungberung 8.04 Nasional
5. Jl. Soekarno Hatta 18.46 Nasional
6. Jl. Dr. Junjunan 2.00 Kota Bandung
7. Jl. Pasteur 0.21 Kota Bandung
8. Jl. Cikapayang 0.37 Kota Bandung
9. Jl. Surapati 1.16 Kota Bandung
10. Jl. PHH. Mustofa 3.34 Kota Bandung JUMLAH 47.28
Sumber : (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
Berdasarkan tabel 3.2 di atas bahwa jalan arteri primer adalah Jalan yang
menghubungkan kota-kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau
menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang kedua. Panjang jalan
arteri primer di Jl. Jend. Sudirman panjangnya 6.79 Km berstatus Nasional,
panjang jalan arteri primer di Jl. Asia Afrika 1.51 Km berstatus Nasional, panjang
jalan arteri primer di Jl. Jend. A. Yani 5.40 Km berstatus Nasional, panjang jalan
arteri primer di Jl. Raya Ujungberung 8.04 Km, panjang jalan arteri primer di Jl.
Soekarno Hatta18.46 Km berstatus Nasional, panjang jalan arteri primer di Jl. Dr.
Junjunan 2.00 Km bberstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri primer di Jl.
Pasteur 0.21 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri primer di Jl.
Cikapayang 0.37 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri primer di Jl.
Surapati 1.16 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri primer di Jl. PHH.
Mustofa 3.34 berstatus Kota Bandung.
65
Tabel 3.3
Daftar Ruas Jalan Kolektor Primer
Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
NAMA RUAS JALAN PANJANG
(Km) STATUS KETERANGAN
II. JALAN KOLEKTOR PRIMER
1. Jl. Raya Setiabudhi 6.03 Propinsi
2. Jl. Sukajadi 2.57 Propinsi
3. Jl. HOS. Cjokroaminoto (Pasirkaliki) 2.18 Propinsi
4. Jl. Gardujati 0.41 Propinsi
5. Jl. Astana Anyar 0.76 Propinsi
6. Jl. Pasir Koja 0.13 Propinsi
7. Jl. K.H. Wahid Hasyim (Kopo) 2.96 Propinsi
8. Jl. Moch. Toha 3.47 Kota Bandung
9. Jl. Ters. Buah Batu 1.06 Propinsi
10. Jl. Ters. Kiaracondong 1.16 Propinsi
11. Jl. Moch. Ramdan 0.94 Kota Bandung
12. Jl. Ters. Pasir Koja 2.72 Kota Bandung
13. Jl. Rumah Sakit 2.83 Kota Bandung
14. Jl. Gedebage Selatan 3.08 Kota Bandung
JUMLAH 32.87
Sumber : (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
Berdasarkan tabel 3.3 di atas Jalan kolektor primer yaitu jalan yang
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua, atau
menghubungkan dengan kota jenjang ketiga. Persyaratan yang harus dipenuhi
oleh jalan kolektor primer adalah Kecepatan rencana 40 Km / Jam, Lebar badan
jalan 7.0 M, Kapasitas jalan lebih besar dari atau sama dengan volume lalu-
lintas rata-rata Jalan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas
jalan tidak terganggu Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki
daerah kota. Panjang jalan kolektor primer di Jl. Raya Setiabudhi panjangnya 6.03
Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl. Sukajadi 2.57 Km
berstatus Proponsi, panjang jalan kolektor primer di Jl. HOS. Cjokroaminoto
(Pasirkaliki) 2.18 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl.
66
Gardujati 0.41 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl. Astana
Anyar 0.76 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl. Pasir Koja
0.13 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl. K.H. Wahid
Hasyim (Kopo) 2.96 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl.
Moch. Toha 3.47 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor primer di Jl.
Ters. Buah Batu 1.06 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di Jl.
Ters. Kiaracondong 1.16 Km berstatus Propinsi, panjang jalan kolektor primer di
Jl. Moch. Ramdan 0.94 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor
primer di Jl. Ters. Pasir Koja 2.72 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan
kolektor primer di Jl. Rumah Sakit 2.83 Km berstatus Kota Bandung, panjang
jalan kolektor primer di Jl. Gedebage Selatan 3.08 Km berstatus Kota Bandung.
Tabel 3.4
Daftar Ruas Jalan Arteri Skunder
Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
NAMA RUAS JALAN PANJANG
(Km) STATUS KETERANGAN
III. JALAN ARTERI SKUNDER
1 . Jl. Kiaracondong 4.12 Propinsi
2 . Jl. Ters. Kiaracondong 0.99 Propinsi
3. Jl. Jamika 0.91 Kota Bandung
4. Jl. Peta 2.60 Kota Bandung
5. Jl. BKR 2.30 Kota Bandung
6. Jl. Pelajar Pejuang 45 1.48 Kota Bandung
7. Jl. Laswi 1.10 Kota Bandung
8. Jl. Sukabumi 0.64 Kota Bandung
9. Jl. Sentot Balibasa 0.20 Kota Bandung
10. Jl. Dipenogoro 0.66 Kota Bandung
11. Jl. W.R. Supratman 1.86 Kota Bandung
12. Jl. Jakarta 1.15 Kota Bandung
13. Jl. Ters. Jakarta 2.76 Kota Bandung
67
14. Jl. Ters. Pasirkoja 2.68 Kota Bandung
15. Jl. Pasirkoja 0.46 Kota Bandung
16. Jl. Abdul. Muis 1.68 Kota Bandung
JUMLAH 26.69
Sumber : (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
Berdasarkan tabel 3.4 di atas bahwa jalan arteri skunder adalah jalan yang
menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder ke satu dengan atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan
yang harus dipenuhi oleh jalan arteri sekunder adalah kecepatan rencana 30
Km/Jam, lebar badan jalan 8.0 M, kapasitas jalan sama atau lebih besar dari
volume lalu-lintas rata-rata dan tidak boleh diganggu oleh lalu-lintas lambat.
Panjang jalan arteri skunder di Jl. Kiaracondong panjangnya 4.12 Km berstatus
Propinsi, panjang jalan arteri skunder di Jl. Ters. Kiaracondong 0.99 Km berstatus
Propinsi, panjang jalan arteri skunder di Jl. Jamika 0.91 Km berstatus Kota
Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Peta 2.60 Km berstatus Kota
Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. BKR 2.30 Km berstatus Kota
Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Pelajar Pejuang45 1.48 Km berstatus
Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Laswi 1.10 Km berstatus Kota
Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Sukabumi 0.64 Km berstatus Kota
Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Sentot Balibasa 0.20 Km berstatus
Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Dipenogoro 0.66 Km berstatus
Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. W.R. Supratman 1.86 Km
berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Jakarta 1.15 Km
berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder di Jl. Ters. Jakarta 2.76 Km
68
berstatus Kota Bandung, panjang jalan arteri skunder Jl. Ters. Pasirkoja 2.68 Km
berstatus Kota Bandung Jl. Pasirkoja 0.46 Km berstatus Kota Bandung, panjang
jalan arteri skunder di Jl. Abdul. Muis 1.68 Km berstatus Kota Bandung.
Tabel 3.5
Daftar Ruas Jalan Kolektor Skunder
Menurut Hirarki Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung
NAMA RUAS JALAN PANJANG
(Km) STATUS KETERANGAN
IV JALAN KOLEKTOR SKUNDER
1. Jl. Ir. H. Juanda 5.64 Kota Bandung
2. Jl. Dipatiukur 1.83 Kota Bandung
3. Jl. Merdeka 1.04 Kota Bandung
4. Jl. Ciumbuleuit 2.44 Kota Bandung
5. Jl. Setiabudhi 1.48 Kota Bandung
6. Jl. Cihampelas 0.14 Kota Bandung
7. Jl. Siliwangi 1.06 Kota Bandung
8. Jl. Gegerkalong Hilir 2.10 Kota Bandung
9. Jl. Tubagus Ismail 1.27 Kota Bandung
10. Jl. Sadang Serang 0.71 Kota Bandung
11. Jl. Cikutra Barat 0.88 Kota Bandung
12. Jl. Cikutra Timur 2.37 Kota Bandung
13. Jl. Antapani Lama 1.26 Kota Bandung
14. Jl. Pacuan Kuda 2.44 Kota Bandung
15. Jl. Ciwastra 5.80 Kota Bandung
16. Jl. Rajawali Barat 1.02 Kota Bandung
17. Jl. Rajawali Timur 1.54 Kota Bandung
18. Jl. Kebonjati 1.40 Kota Bandung
19. Jl. Suniaraja 0.24 Kota Bandung
20. Jl. Lembong 0.45 Kota Bandung
21. Jl. Veteran 0.83 Kota Bandung
JUMLAH 35.94
Sumber : (Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2012)
Berdasarkan tabel 3.5 di atas bahwa jalan kolektor sekunder adalah jalan
yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua
atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
Persyaratan yang dipenuhi oleh jalan kolektor sekunder yaitu Kecepatan Rencana
69
20 Km/Jam dan lebar badan jalan 7.0 M. Panjang jalan kolektor sekunder di
Jl. Ir. H. Juanda panjangnya 5.64 Km berstatus Nasional, panjang jalan kolektor
sekunder di Jl. Dipatiukur 1.83 Km berstatus Nasional, panjang jalan kolektor
sekunder di Jl. Merdeka 1.04 Km berstatus Nasional, panjang jalan kolektor sekunder
di Jl. Ciumbuleuit 2.44 Km, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Setiabudhi 1.48 Km
berstatus Nasional, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Cihampelas 0.14 Km
berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Siliwangi 1.06 Km
berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Gegerkalong Hilir 2.10
Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Tubagus Ismail
1.27 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl. Sadang
Serang 0.71 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Cikutra Barat 0.88 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Cikutra Timur 2.37 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Antapani Lama 1.26 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Pacuan Kuda 2.44 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Ciwastra 5.80 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Rajawali Barat 1.02 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Rajawali Timur 1.54 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di
Jl. Kebonjati 1.40 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder Jl.
Suniaraja 0.24 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Lembong 0.45 Km berstatus Kota Bandung, panjang jalan kolektor sekunder di Jl.
Veteran 0.83 Km berstatus Kota Bandung.
70
Berdasarkan data di atas panjang ruas jalan arteri primer yaitu 47.28
kilometer, panjang ruas jalanarteri sekunder yaitu 32.87 kilometer, panjang ruas
jalan kolektor primer yaitu 26.69 kilometer, panjang ruas jalan kolektor sekunder
yaitu 35.94 kilometer. Jumlah total ruas jalan di Kota Bandung menurut hirarki
Dinas Bina Marga dan Pengairan adalah 142.78 kilometer.
Tabel 3.6
Panjang Jalan di Kota Bandung
No. Wilayah Banyaknya Ruas (Bh) Panjang (M2)
1. Bojonagara 659 213.937
2. Cibeunying 662 232.223
3. Karees 1024 257.772
4. Tegallega 469 138.269
5. Ujungberung 465 182.397
6. Gedebage 614 154.624
JUMLAH 3.893 1.179.220
(Sumber: Data Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung, 2013)
Berdasarkan tabel 3.6 di atas panjang jalan di Kota Bandung yaitu
UPT.OP. Bojonagara banyaknya ruas jalan 659 buah jumlah keseluruhan 213.937
Km, UPT.OP. Cibeunying banyaknya ruas jalan 662 buah jumlah keseluruhan
232.223 Km, UPT.OP. Tegallega banyaknya ruas jalan 1024 buah jumlah
keseluruhan 257.772 M2, UPT.OP. Karees banyaknya ruas jalan 469 buah jumlah
keseluruhan 138.269 M2, UPT.OP. Ujungberung banyaknya ruas jalan 465 buah
jumlah keseluruhan 182.397 M2, dan UPT.OP. Gedebage banyaknya ruas jalan
614 buah jumlah keseluruhan 154.624 M2. Total panjang ruas jalan yang ada di
Kota Bandung adalah 3.893 buah dan jumlah keseluruhan 1.179.220 M2.
71
3.1.4 Program Pemeliharaan Jalan di Kota Bandung
Pemerintah DBMP Kota Bandung berupaya menggunakan strategi
pemeliharaan secara nasional untuk jalan kota. Strategi tersebut terdapat di
Rencana Strategis (Renstra) SKPD DBMP 2009-2013 secara rinci dimasukan
kedalam buku petunjuk terpisah untuk persiapan dari program pemeliharaan jalan-
jalan kota.
1. Lingkup pekerjaan pemeliharaan
Umumnya jalan yang berkondisi baik atau sedang memerlukan pekerjaan
pemeliharaan. Perkerasan dengan tipe permukaan dan lebar yang memadai
dan berkondisi baik/sedang, hanya memerlukan pemeliharaan rutin secara
teratur. Apabila permukaan jalan aspal masih dapat dilewati dengan
kecepatan dan kenyamanan yang memadai tetapi terlihat adanya tanda-
tanda kerusakan, seperti retak-retak atau tambalan (hasil pemeliharaan
rutin), maka mungkin akan tetap untuk melakukan pemeliharaan berkala
dalam bentuk pengaspalan ulang, baik pengaspanan tipis untuk
pencegahan / overlay aspal untuk perbaikan. Jalan kerikil yang dibangun
dan dipelihara dengan baik harus dibentuk ulang secara teratur. Frekuensi
pembentukan ini tergantung dari volume lalulintas,secara berkala lapisan
penutup ini harus dilengkapi dengan pekerjaan pengkrililan ulang dengan
menggunakan agregat.
2. Tujuan Strategi Pemeliharaan Jalan
a. Menyediakan 100% biaya untuk perbaikan jalan kota yang kondisinya
baik atau sedangagar diperoleh standar pelayanan yang dapat diterima.
72
b. Memberikan batasan-batasan yang jelas dan konsisten mengenai
pekerjaan pemeliharaan.
c. Memprioritaskan latihan-latihan pada perencanaan pekerjaan
pemeliharaan serta implementasinya.
d. Memberikan tanggung jawab yang jelas untuk pekerja pemeliharaan
didalam organisasi kota
3. Definisi pekerja pemeliharaan
a. Pekerja pemeliharaan dilakukan pada jalan berkondisi baik dan
sedang, yang dipisahkan dalam pekerjaan pemeliharaan rutin dan
pekerjaan pemeliharaan berkala.
b. Pekerjaan pemeliharaan rutin termasuk pekerjaan perbaikan kecil dan
pekerjaan rutin umum yang dilaksanakan pada jangka waktu yang
teratur dalam setahun, seperti penambalan lapis permukaan dan
pemotongan rumput.
c. Pekerjaan pemeliharaan berkala meliputi pekerjaan perbaikan dengan
frekuensi yang direncanakan dalam satu tahun atau lebih pada suatu
lokasi seperti penngaspalan atau pelapisan ulang permukaan jalan
beraspal dan pengkerikilan ulang jalan kerikil, termasuk pekerja
persiapan dan pekerja perbaikan lain untuk mempertahankan agar
jalan tetap berkondisi baik. Apabila pekerja pengaspalan atau
pelapisan ulang dilakukan pada suatu segmen, maka seluruh pekerjaan
pemeliharaan termasuk pekerjaan drainase dinyatakan sebagai
pekerjaan berkala.
73
4. Pemeliharaan ruas jalan
Dalam strategi ini, pemilihan jalan untuk pemeliharaan dilakukan
dalam beberapa tahap sebagai berikut :
a. Perencanaan pemeliharaan berupa identifikasi penyusunan anggaran
b. Survei penjajangan kondisi jalan/perbaikan jalan
c. Survei terhadap segmen-segmen untuk pemeliharaan periodik dan
perhitungan biaya pekerjaan secara rinci
d. Survei terhadap segmen-segmen untuk pemeliharaan rutin dan
perhitungan biaya pekerjaan secara rinci
e. Survei untuk pekerjaan penyangga dan perhitungan biaya pekerjaan
secara rinci
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena penelitian ini
dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang kinerja aparatur dalam
program pemeliharaan jalan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan
masalah program pemeliharaan jalan tersebut. Desain penelitian yang
digunakan oleh peneliti adalah desain penelitian kualitatif, karena penelitian
inimerupakan pendekatan yang mempelajari dari tingkah laku manusia
khususnya aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam program
pemeliharaan jalan di Kota Bandung. Pemahaman terhadap aparatur mengenai
74
tingkah laku, peneliti harus dapat mamahami proses interpretasi dan melihat
segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti.
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
3.2.2.1 Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam
penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian yaitu studi
pustaka (Library Research). Kegiatan yang dilakukan dengan cara
menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh
data tentang kinerja aparatur dalam program pemeliharaan jalan di Dinas
Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung yang bersifat teoritis.
Menggunakan studi pustaka ini, peneliti dapat memperoleh informasi
tentang teknik-teknik laporan yang diharapkan dari buku-buku, makalah,
dan internet sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi dengan
mencantumkan semua sumber yang digunaka dalam pembuatan penelitian
ini.
3.2.2.2 Studi Lapangan
Peninjauan yang dilakukan langsung pada Dinas Bina Marga dan
Pengairan Kota Bandung yang menjadi objek penelitian dengan tujuan
yakni, mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan yang lebih banyak,
lebih tepat, lebih up to date, disamping itu peneliti juga melakukan suatu
penelitian dengan cara sebagai berikut:
75
a. Observasi non partisipan
Penelitian tentang kinerja aparatur dalam program pemeliharaan jalan
di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung dalam
pengumpulan data dengan peneliti berada di luar subjek yang diteliti
dan tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang aparatur lakukan,
sehingga peneliti dapat lebih mudah mengamati tentang data dan
informasi yang diharapkan.
b. Wawancara (Interview)
Suatu teknik pengumpulan data dengan cara berkomunikasi secara
langsung dengan pimpinan instansi dan bagian-bagian yang
menangani masalah kinerja aparatur dalam program pemeliharaan
jalan di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung yang diteliti.
Peneliti melakukan wawancara dengan narasumber dari aparatur
Dinas Bina Marga dan Pengairan yaitu pihak-pihak yang terlibat pada
program pemeliharaan jalan di Kota Bandung dan masyarakat yang
merasakan pelayanan pemeliharaan atau perbaikan jalan.
3.2.3 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informasi yang digunakan dalam penelitian ini ada
2 (dua) yaitu Secara Purposive dan Accidental. Teknik Purposive
(pengambilan informan berdasarkan tujuan) adalah siapa yang akan diambil
sebagai anggota informan diserahkan pada pertimbangan pengumpul data
yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Penentuan dan
76
pengambilan informan mengenai kinerja aparatur Dinas Bina Marga dan
Pengairan dalam program pemeliharaan jalan di Kota Bandung, peneliti
mengambil beberapa orang aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota
Bandung yang dianggap memiliki cukup informasi tentang program
pemeliharaan jalan di Kota Bandung. Teknik Accidental adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dan dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
mengenai kinerja aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam program
pemeliharaan jalan di Kota Bandung.
Adapun yang dijadikan sebagai sumber informan dalam penelitian ini
adalah aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung dan
masyarakat yang meliputi:
Informan Aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung:
1. Kepala Bidang Pembangunan dan Pemeliharaan Kebinamargaan.
Alasan peneliti memilih Kepala Bidang Pembangunan dan
Pemeliharaan Kebinamargaan, karena beliau mengetahui seluruh
kinerja aparatur pemeliharaan kebinamargaan dan dapat memberikan
informasi penuh dan detail mengenai program pemeliharaan jalan di
Kota Bandung.
2. Kepala Seksi Pemeliharaan Kebinamargaan. Alasan peneliti memilih
Kepala Seksi Pemeliharaan Kebinamargaan, karena beliau yang
77
mengetahui keseluruhan masalah kinerja aparatur dalam program
pemeliharaan jalan di Kota Bandung.
3. Staf Petugas Pengolah Data (Pulahta) Program atau Perencanaan
Jalan. Alasan peneliti memilih Staf Pulahta Program atau
Perencanaan Jalan, karena beliau dapat memberikan informasi penuh
dan detail mengenai rencana program pemeliharaan jalan di Kota
Bandung.
4. Staf Pelaksana Lapangan Pemeliharaan Kebinamargaan. Alasan
peneliti memilih Staf Pelaksana Lapangan Pemeliharaan
Kebinamargaan, karena beliau dapat memberikan informasi penuh
dan detail khususnya dilapangan mengenai program pemeliharaan
jalan di Kota Bandung.
Informan Masyarakat :
Peneliti mengambil masyarakat yang kebetulan ditemui oleh peneliti di
sekitar jalan yang rusak, masyarakat yang kebetulan sedang berkendara di
sekitar jalan yang rusak, masyarakat yang rumah tinggalnya di ruas jalan rusak
dan memiliki kendaraan bermotor yang ditemui di sekitar rusa jalan yang
merupakan program pemeliharaan dari 6 (enam) lokasi UPT.OP. yaitu
UPT.OP. Bojonagara, UPT.OP. Cibeunying, UPT.OP. Karees, UPT.OP.
Tegallega, UPT.OP. Ujungberung dan UPT.OP. Gedebage tiap UPT. tersebut
diambil satu masyarakat sebagai informan alasan peneliti memilih masyarakat
yang telah dijelaskan di atas karena masyarakat tersebut mengetahui seberapa
78
lama jalan di sekitar rumah tinggalnya rusak dan dapat merasakan mengenai
program pemeliharaan atau perbaikan jalan di Kota Bandung sudah berjalan
dengan baik atau belum serta memberikan informasi bagaimana kinerja
aparatur dalam program pemeliharaan jalan di Kota Bandung.
3.2.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisis
deskriptif kualitatif. Secara operasional teknik analisis data yang dilakukan
melalui beberapa tahapan model teknik analisis data yaitu:
Pertama, reduksi data sebagai proses pemilihan, penyederhanaan
klasifikasi data kasar tentang kinerja aparatur Dinas Bina Marga dan
Pengairan di Kota Bandung dari hasil penggunaan teknik dan alat
pengumpulan data di lapangan, reduksi data sesudah dilakukan semenjak
pengumpulan data. Reduksi dilaksanakan secara bertahap dengan cara
membuat ringkasan data dan menelusuri tema yang tersebar. Setiap data yang
dipilih disilang melalui komentar dari informasi yang berbeda untuk
menggali informasi dalam wawancara dan observasi.
Kedua, penyajian data merupakan suatu upaya penyusunan
sekumpulan informasi mengenai program pemeliharaan jalan di Kota
Bandung yang menjadi pernyataan. Data kualitatif disajikan dalam bentuk
teks yang pada mulanya terpencar dan terpisah menurut sumber informasi dan
pada saat diperolehnya informasi tersebut. Kemudian data diklasifikasikan
menurut pokok-pokok permasalahan antara lain, terkait dengan kinerja
79
aparatur Dinas Bina Marga dan Pengairan di Kota Bandung dalam program
pemeliharaan jalan di Kota Bandung.
Ketiga, menarik kesimpulan berdasarkan reduksi, interpelasi dan
penyajian data tentang kinerja aparatur Dinas Bina Marga dan Pengaoran
dalam program pemeliharaan jalan di Kota Bandung yang telah dilakukan
pada setiap tahap sebelumnya selaras dengan mekanisme logika pemikiran
induktif, maka penarikan kesimpulan akan bertolak dengan hal-hal yang
khusus (spesifik) sampai kepada rumusan kesimpulan yang sifatnya umum
(general).
Peneliti menggunakan analisis ini agar dapat mengklasifikasikan
secara efektif dan efisien mengenai data-data kinerja aparatur Dinas Bina
Marga dan Pengairan dalam program pemeliharaan jalan di Kota
Bandungyang terkumpul, sehingga siap untuk diinterpretasikan. Data yang
didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan kredibel serta bermakna
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai.
3.2.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini adalah di Kota Bandung khususnya di Dinas Bina
Marga dan Pengairan Kota Bandung yang beralamat di Jl. Cianjur No. 34
Kota Bandung. Telp: (022) 7278853. Email: [email protected]
Penelitian dilaksanakan selama 9 bulan mulai dari observasi ke lokasi
penelitian sampai sidang ujian skripsi seperti pada tabel berikut :
80
Tabel 3.7
Jadwal Penelitian
Waktu
Kegiatan
Tahun 2012-2013
Des Jan Feb Mart April Mei Juni Juli Agt
Penyusunan
rancangan Judul
Penyusunan
Usulan Penelitian
Seminar Usulan
Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pembuatan Skripsi
Sidang Skripsi