71
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
a. Persiapan Penelitian
Ketika melakukan suatu penelitian, langkah awal yang perlu
dilakukan adalah melakukan persiapan penelitian agar pelaksanaan
penelitian dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan yang
diharapkan. Disamping itu peneliti juga melakukan banyak konsultasi
dengan dosen pembimbing skripsi dalam setiap tahap penelitian.
Persiapan yang dilakukan oleh peneliti antara lain merumuskan
masalah yang hendak diteliti dan menentukan tujuan penelitian.
Setelah itu yang perlu dilakukan adalah melakukan studi pustaka,
menyusun instrumen penelitian dan menentukan scoring serta
persiapan administrasi.
1) Persiapan Studi Pustaka
Persiapan studi pustaka dilakukan peneliti dengan mencari
literatur yang sesuai dengan variabel-variabel yang akan diteliti,
baik melalui buku- buku referensi maupun jurnal-jurnal. Persiapan
ini dilakukan untuk menentukan teori-teori yang nantinya
digunakan dalam mengungkap variabel yang hendak diteliti yaitu
71
72
variabel kecenderungan perilaku bunuh diri dan variabel
kepribadian ekstrovert dan introvert.
2) Penyusunan Instrumen Penelitian
Intrumen penelitian yang digunakan untuk mengungkap
perbedaan kecenderungan perilaku bunuh diri ditinjau dari tipe
kepribadian adalah skala kecenderungan bunuh diri dan skala EPQ
(Eysenck Personality Questionnair).
Dalam menyusun intrumen penelitian tersebut, hal yang
dilakukan peneliti antara lain:
a) Menentukan indikator kedua variabel berdasarkan teori
Variabel kecenderungan perilaku bunuh diri
mempunyai 6 indikator yang diambil dari ciri-ciri
kecenderungan perilaku bunuh diri yaitu merasa putus asa,
merasa berdosa atau bersalah, merasa tidak berdaya, kehilangan
minat terhadap apapun, adanya keinginan hidupnya segera
berakhir, dan adanya upaya untuk menyakiti diri sendiri.
Sedangkan variabel tipe kepribadian mempunyai 7 indikator
yang diambil dari aspek tipe kepribadian yaitu activity,
sociability, risk taking, impulsiveness, expressiveness,
reflectiveness, dan responsibility.
73
b) Membuat blueprint
Blueprint dibuat sesuai dengan indikator masing-masing
variabel yang memuat jumlah aitem yang akan digunakan
sebagai pedoman dalam pembuatan instrument penelitian.
c) Menyusun aitem
Aitem yang disusun untuk variabel kecenderungan
perilaku bunuh diri mencakup pernyataan favorable
(mendukung indikator) maupun unfavorable (tidak mendukung
indikator) sesuai blueprint yang telah dibuat. Sedangkan aitem
untuk variabel tipe kepribadian mencakup pernyataan yang
langsung menunjukkan tipe kepribadian ekstrovert atau
introvert.
d) Melakukan validasi dengan Dosen Pembimbing
Melakukan validasi skala terlebih dahulu dengan Dosen
Pembimbing sangat diperlukan agar mendapat masukan yang
berguna untuk kesempurnaan skala yang digunakan dalam
penelitian.
e) Melakukan uji coba
Uji coba dilakukan hanya pada skala kecenderungan
bunuh diri untuk mengetahui aitem-aitem yang valid dan
reliable, sedangkan untuk skala tipe kepribadian tidak perlu
74
dilakukan uji coba karena sudah baku dan memiliki reliabilitas
yang tinggi.
Setelah uji coba, skala kecenderungan perilaku bunuh
diri terdiri dari 27 aitem dan untuk skala tipe kepribadian
terdapat 48 aitem.
3) Penentuan Skoring
Pemberian skor untuk skala kecenderungan bunuh diri
dilakukan dengan metode skala likert. Dalam pemilihan respon
jawaban terdapat 4 kategori pilihan yaitu SS (Sangat Sesuai), S
(Sesuai), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Bobot
nilai untuk setiap pernyataan yang mendukung (favorable)
bergerak dari 4 sampai 1 dimana pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi
nilai 4, Sesuai (S) diberi nilai 3, Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 2,
dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 1. Bobot nilai untuk
setiap pernyataan yang bersifat tidak mendukung (unfavorable)
bergerak dari 1 sampai dengan 4 dengan pilihan Sangat Sesuai (SS)
diberi nilai 1, Sesuai (S) diberi nilai 2, Tidak Sesuai (TS) diberi
nilai 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4, perinciannya
dapat dilihat pada tabel berikut:
75
Tabel 4.1
Skoring Item Skala Kecenderungan Perilaku Bunuh diri
Kategori Respon Favourable Unfavourable
SS (Sangat Sesuai) 4 1
S (Sesuai) 3 2
TS (Tidak Sesuai) 2 3
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
Sedangkan untuk skala EPQ (Eysenck Personality
Questionnair), setiap item memiliki pernyataan a dan b, pernyataan
a menunjukkan tipe kepribadian ekstrovert dan pernyataan b
menunjukkan tipe kepribadian introvert, skor 1 diberikan untuk
pernyataan a dan 0 untuk pernyataan b. Perinciannya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Skoring Item Skala Tipe Kepribadian
Jawaban Skor
A 1
B 0
b. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian kali ini terdiri dari berbagai tahapan,
yang yaitu mengurus surat izin penelitian, membuat instrument
penelitian, melakukan uji coba skala kecenderungan perilaku bunuh
diri, menyebarkan skala, dan menyusun laporan penelitian.
Penelitian dilaksanakan dengan menyebarkan kedua skala atau
angket pada narapidana dan tahanan yang berada di Rumah Tahanan
Kelas II B Gresik sebanyak 95 orang dengan usia antara 18-40 tahun
untuk mengetahui perbedaan kecenderungan perilaku bunuh diri
76
ditinjau dari tipe kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing
individu.
Selanjutnya adalah tabulasi data dan pemberian skor, data yang
telah diperoleh lalu diolah dengan menggunakan bantuan komputer
melalui program SPSS (Statistical Package for Social Science).
Setelah proses penskoran, didapat hasil dan membuat laporan hasil
penelitian dan dilanjutkan dengan pengambilan kesimpulan.
Berikut adalah agenda penelitian:
Tabel 4.3
Proses Pelaksanaan Penelitian
No. Tanggal Keterangan
1. 5-11 Juli 2013 Mengurus surat izin penelitian
2 11 Juli 2013 Menyerahkan surat izin penelitian ke Kantor
Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Jawa Timur
3 25 Juli 2013 Mengambil surat izin penelitian dari Kantor
Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia Jawa Timur dan diserahkan ke Ru
mah Tahanan Kelas IIB Gresik
4 26 Juli 2013 Membuat skala untuk uji coba
kecenderungan perilaku bunuh diri
5 29 Juli - 1 Agustus
2013
Menyebarkan skala uji coba kecenderungan
perilaku bunuh diri
6 16 - 22 Agustus
2013
Menyebarkan skala kecenderungan perilaku
bunuh diri dan tipe kepribadian
7 22 – 28 Agustus
2013
Menyusun laporan hasil penelitian
2. Deskripsi Hasil Penelitian
a. Sekilas Tentang Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gresik
Rumah Tahanan Kelas IIB Gresik yang terletak di Jalan
Banjarsari Cerme Gresik memiliki nuansa bangunan yang didominasi
77
oleh warna abu-abu dan dikelilingi banyak tumbuhan yang membuat
suasana menjadi sejuk.
Bangunan utamanya menghadap ke arah barat. Di bagian
depannya terdapat pagar tembok yang juga berwarna abu-abu, juga ada
pos penjaga. Di sebelah utara, masih dalam lingkungan rumah tahanan,
terdapat rumah dinas bagi petugas rumah tahanan yang menghadap ke
selatan. Tempat parkir bagi para pembesuk berada di sebelah kanan
rumah dinas. Sedangkan tempat parkir untuk para petugas terletak di
sebelah selatan.
Pada bagian depan bangunan, terdapat ruang tunggu yang
dibagi menjadi dua bagian yang berhadapan dengan dua baris kursi
yang tiap baris berisi tiga buah kursi. Kamar mandi bagi para
pembesuk terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan terdapat
kotak saran dan kotak untuk mengambil nomor urut membesuk. Pintu
gerbang untuk masuk ke dalam rumah tahanan berupa pintu besi yang
tingginya mencapai langit-langit dengan dua bagian pintu. Sebelah kiri
berupa pintu untuk masuk keluarnya para pembesuk yang berukuran
lebar badan satu orang. Sedangkan yang sebelah kanan pintunya sangat
lebar dengan dua pintu untuk masuk keluarnya gerobak atau alat-alat
yang besar.
Setelah memasuki pintu gerbang dan pos penjagaan yang
berhadapan, sebelah utara untuk pembesuk dan sebelah selatan untuk
tamu, di sebelah selatan terdapat tangga untuk menuju lantai dua yang
78
merupakan ruangan bagi para petugas, salah satunya ruang untuk
bagian sub seksi pengelolaan. Sedangkan di lantai satu adalah tempat
pos penjagaan, juga ruang bagian keamanan di bagian utara
menghadap timur yang terdiri dari dua ruangan, ruangan untuk kepala
keamanan dan ruangan untuk staffnya. Di sebelah selatan menghadap
timur terdapat ruangan tempat sub seksi pelayanan tahanan yang juga
terdiri dari dua ruang, ruang untuk kepala sub seksi pelayanan tahanan
dan ruangan untuk staffnya. Di sebelah selatan juga terdapat ruangan
untuk membesuk dan kantin.
Jam membesuk dimulai pukul 08.30 – 11.30 WIB. Para
pembesuk dipanggil berdasarkan nomor urut panggilan. Setelah
dipanggil oleh petugas, pembesuk masuk ke pos penjagaan dan
menjalani pemeriksaan, juga menyerahkan handphone dan KTP untuk
tiap orang, satu orang satu KTP. Para pembesuk dilarang membawa
handphone, kamera, senjata tajam, senjata api, dan narkoba. Untuk
pembesuk laki-laki harus memakai celana, bagi yang tidak memakai
celana bisa meminjam celana yang disediakan di tempat parkir. Untuk
para pembesuk disediakan tempat khusus untuk membesuk dan juga
kantin, para pembesuk dilarang masuk ke dalam sel. Lama waktu
besuk rata-rata 30 menit, tetapi jika sedang sepi diberi tambahan waktu
hingga 1 jam. Saat pukul 11.30 akan ada bunyi bel yang menandakan
jam besuk telah usai dan para pembesuk harus keluar.
79
Di sebelah timur terdapat pintu gerbang menuju sel tahanan
dan narapidana. Sel dalam rumah tahanan kelas IIB Gresik berupa
bangunan dua lantai dengan nuansa putih. Di dalamnya terdapat lima
blok, satu blok di selatan dan lainnya di utara, tiap blok terdiri dari
beberapa kamar, tiap kamar memiliki kapasitas untuk lima orang.
Perincian blok dalam Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gresik dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Rincian Blok Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Gresik
Blok A 5 kamar Anak-anak
Blok B 12 kamar Narapidana
Blok C 12 kamar Tahanan+narapidana narkoba
Blok D 12 kamar Tahanan
Blok W 5 kamar Wanita
Jumlah narapidana dan tahanan pada saat penelitian berjumlah
253 orang dengan perincian anak-anak sebanyak 13 orang, usia 18-40
tahun sebanyak 132 orang, usia di atas 40 tahun sebanyak 100 orang
dan wanita sebanyak 8 orang. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.5
Perincian Narapidana dan Tahanan Rumah Tahanan Kelas IIB
Gresik
Usia Narapidana Tahanan Jumlah
Anak-anak 8 orang 5 orang 13 orang
18-40 tahun 102 orang 30 orang 132 orang
>40 tahun 7 orang 93 orang 100 orang
Wanita 1 orang 7 orang 8 orang
Jumlah 118 orang 135 orang 253 orang
80
Untuk narapidana, yang terjerat kasus narkoba sebanyak 25
orang, korupsi 4 orang, perlindungan anak 23 orang, penipuan 15
orang, perampasan atau perampokan 10 orang, pencurian 15 orang,
kecelakaan lalu lintas 5 orang, kehutanan 1 orang, dan judi 20 orang.
Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6
Perincian Narapidana Rumah Tahanan Kelas IIB Gresik
Kasus Jumlah
Narkoba 25 orang
Korupsi 4 orang
Perlindungan anak 23 orang
Penipuan 15 orang
Perampasan atau perampokan 10 orang
Pencurian 15 orang
Kecelakaan lalu lintas 5 orang
Kehutanan 1 orang
Judi 20 orang
Jumlah 118 orang
Para narapidana dan tahanan mendapatkan fasilitas yang cukup
layak di rumah tahanan Negara kelas IIB gresik, antara lain masjid,
gereja, klinik, kamar mandi pada tiap sel dan kamar mandi umum, sel
dengan ukuran 5x5 meter dan tinggi 4 meter, kasur lantai, rak baju,
koperasi, seragam khusus yang dipakai hanya saat ada kegiatan seperti
penyuluhan, dua aula yang di dalamnya masing-masing terdapat
sebuah televisi umum, juga makan tiga kali sehari yang diberikan ke
tiap sel pada pukul 07.30 untuk pagi, 12.00 untuk siang, dan 16.30
untuk sore. Para tahanan dan narapidana juga bisa tidur siang sekitar
pukul 13.00 hingga 14.30.
81
Untuk perincian kegiatan narapidana dan tahanan di Rumah
Tahanan Negara kelas IIB Gresik bisa dilihat para tabel berikut:
Tabel 4.7
Jadwal Kegiatan Narapidana dan Tahanan di Rumah Tahanan
Negara Kelas IIB Gresik
Kegiatan
Waktu Keterangan
Absensi Jam 7 pagi, Jam 1 siang, Jam
7 malam
Dilakukan oleh regu
keamanan
Makan 07.30 pagi, 12.00 siang, 16.30
sore
Diberikan ke tiap sel
Olahraga 07.00 pagi dan 15.00 sore
Klinik 3x seminggu kerjasama dengan
puskesmas Cerme
Sholat Dhuhur dan ashar berjama’ah
di masjid, maghrib, isya’, dan
shubuh berjama’ah di kamar
masing-masing
Jum’atan, tarawih, dan
sholat id imamnya dari
IKADI (Ikatan Dakwah
Indonesia) dari Gresik
Gereja Rabu dan sabtu
Lomba Bulan Agustus
Pengajian Hari-hari besar
Kondisi para narapidana dan tahanan di Rumah Tahanan
Negara Kelas IIB Gresik masih terbilang cukup baik, dengan fasilitas
yang telah diberikan oleh pihak rumah tahanan. Penampilan mereka
masih terlihat rapi dan mereka mengenakan pakaian yang sopan
meskipun itu hanya baju sederhana. Tetapi jika dilihat dari perilaku
yang diperlihatkan, para narapidana dan tahanan banyak yang terlihat
sedih atau muram, senyum terkadang nampak di wajah mereka saat
ada keluarga yang menjenguk dan mengajak mereka mengobrol atau
makan di kantin atau sekedar duduk di tempat besuk, meski
merekaterlihat lebih banyak diam. Sedangkan narapidana dan tahanan
yang sudah memiliki tugas khusus seperti menjaga pintu gerbang yang
82
menuju tempat besuk, atau yang mengurusi makanan para narapidana
dan tahanan, atau narapidana dan tahanan yang turut membantu
petugas rumah tahanan menjaga pos keamanan tempat besuk, mereka
terlihat lebih banyak senyum dan bergurau bersama sesama narapidana
atau tahanan lain juga dengan para petugas.
Para narapidana dan tahanan yang masa besuknya sudah habis
banyak yang merangkul atau mencium keluarganya dengan wajah
sedih, ada yang langsung masuk ke dalam bangunan tempat sel
mereka, ada juga yang mengantar keluarganya hingga gerbang tempat
besuk dan menunggu hingga keluarganya keluar dari gerbang utama.
b. Uji Validitas dan Reliabilitas
Fungsi perhitungan validitas adalah untuk mengetahui apakah
skala tersebut mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan
tujuan ukurnya (Azwar, 2010). Tidak ada batasan universal yang
menunjuk pada angka minimal yang harus dipenuhi agar suatu skala
dikatakan valid (Azwar, 2010).
Standart pengukuran yang digunakan untuk menentukan
validitas aitem berdasarkan pendapat Saifuddin Azwar (2007) bahwa
suatu aitem dikatakan valid apabila rix≥ 0, 30. Apabila jumlah aitem
yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan,
maka dapat menurunkan sedikit kreteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau
0,20. Adapun standart yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah 0,30.
83
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach’s.
Dalam aplikasinya, reliabilitas dinyatakan oleh koefisien
reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin
tinggi reliabilitasnya, juga sebaliknya (Azwar, 2010). Berikut tabel
reliabilitas skala kecenderungan perilaku bunuh diri:
Tabel 4.8
Uji Reliabilitas Skala Kecenderungan Perilaku Bunuh Diri
Variabel
Nilai Koefisien
Reliabilitas
Jumlah Aitem
Kecenderungan
Perilaku Bunuh Diri 0.925 27
Berdasarkan tabel di atas, untuk variabel kecenderungan
perilaku bunuh diri diperoleh koefisien Alpha Cronbach’s sebesar
0,925 maka skala tersebut dikatakan reliabel, artinya 27 aitem tersebut
sangat reliabel sebagai alat ukur pengumpulan data untuk
mengungkapkan kecenderungan perilaku bunuh diri.
Untuk skala tipe kepribadian tidak perlu dilakukan uji
reliabilitas karena skala tersebut sudah baku dan memiliki reliabilitas
yang cukup tinggi.
84
c. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan teknik One Sample
Kolmogorov Smirnov Test dengan bantuan program SPSS (Statistical
Package for Social Science) for Windows.
Kaidah yang digunakan untuk menguji normalitas adalah:
Jika nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data tersebut normal
Jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tersebut tidak
normal.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan uji normalitas dengan
One Sample Kolmogorov Smirnov Test:
Tabel 4.9
Uji Normalitas Skala Kecenderungan Bunuh Diri dan Tipe
Kepribadian
Variabel Kolmogorov Smirnov Signifikansi
Kecenderungan Perilaku
Bunuh Diri
1,287 0,073
Tipe Kepribadian 0,993 0,277
Dari tabel diatas pada uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat
bahwa nilai signifikansi variabel kecenderungan perilaku bunuh diri
adalah 0,073 p> 0,05 dan nilai signifkansi pada variabel tipe
kepribadian adalah 0,277 p> 0,05. Sesuai kaidah yang ditentukan, bila
nilai signifikansi p> 0,05 maka distribusi kedua data tersebut adalah
normal.
85
d. Uji Homogenitas
Analisis uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan
bantuan program SPSS (Statistical Package for Social Science) for
Windows.
Kaidah yang digunakan adalah:
Jika signifikansi < 0,05, maka data berasal dari varians tidak sama
Jika signifikansi > 0,05, maka data berasal dari varians sama
Berikut tabel hasil perhitungan uji homogenitas:
Tabel 4.10
Uji Homogenitas Skala Kecenderungan Bunuh Diri dan Tipe
Kepribadian
Uji Homogenitas Signifikansi
0,940
Berdasarkan tabel di atas, didapat signifikansinya 0,940 > 0,05,
maka dapat dikatakan bahwa data berasal dari varians yang sama.
e. Deskripsi Hasil Penelitian Tentang Kategori Tingkatan Kecenderungan
Perilaku Bunuh Diri
Untuk mengetahui gambaran tingkat (kategorisasi)
kecenderungan perilaku bunuh diri digunakan acuan standar kategori
dari (Azwar, 2007) sebagai berikut:
86
Tabel 4.11
Kategori Tingkatan Kecenderungan Perilaku Bunuh Diri
Tingkatan Rumus
Kecenderungan
Perilaku Bunuh
Diri
Tinggi X ≥ Mean + 1.SD
Sedang Mean – 1 SD ≤ X ≤ mean +
1.SD
Rendah X ≤ Mean – 1.SD
Untuk nilai mean dan standar deviasi (SD) didapat dari
penghitungan deskriptif statistik dengan bantuan SPSS.
Tabel 4.12
Nilai Mean dan Standar Deviasi Kecenderungan Perilaku Bunuh
Diri
Variabel Mean Standar Deviasi
Kecenderungan
Perilaku Bunuh Diri
46.4211 12.92415
Setelah dilakukan penghitungan, didapat kategorisasi tingkatan
kecenderungan perilaku bunuh diri sebagai berikut:
Tabel 4.13
Kategorisasi Tingkatan Kecenderungan Perilaku Bunuh Diri
Variabel Kategori Tingkatan Standar
Pengukuran
Kecenderungan
Perilaku Bunuh Diri
Tinggi X>59
Sedang 33≤X≤59
Rendah X≤33
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa standar
pengukuran untuk kategori tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri
tinggi adalah jika skor subjek dalam skala kecenderungan perilaku
bunuh diri lebih dari 59, untuk kategori tingkat kecenderungan
perilaku bunuh diri sedang adalah jika skor subjek dalam skala
kecenderungan perilaku bunuh diri antara 33-59, dan untuk kategori
87
tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri rendah adalah jika skor
subjek dalam skala kecenderungan perilaku bunuh diri kurang dari 33.
Tabel 4.14
Tingkatan Kecenderungan Perilaku Bunuh Diri pada Narapidana
dan Tahanan di Rumah Tahanan Kelas IIB Gresik
Variabel Kategori Tipe Kepribadian
Lama Masa
Hukuman
Ekstrovert Introvert <1
Thn
1-3
Thn
>3
Thn
Kecenderungan
Perilaku Bunuh
Diri
Tinggi 7 27 17 9 8
Sedang 47 7 33 14 7
Rendah 6 1 3 4 -
60 35 53 27 15
Jumlah 95 95
Dari tabel 4.14 bisa diketahui bahwa sebanyak 27 narapidana
atau tahanan yang berkepribadian introvert memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri yang tinggi, sedangkan untuk yang
berkepribadian ekstrovert sebanyak 7 orang. Untuk tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri sedang diperoleh hasil bahwa
narapidana atau tahanan yang berkepribadian introvert sebanyak 7
orang dan yang berkepribadian ekstrovert sebanyak 47 orang. Untuk
tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri rendah dapat diketahui
untuk narapidana atau tahanan yang berkepribadian introvert sebanyak
1 orang dan yang berkepribadian ekstrovert sebanyak 6 orang.
Untuk narapidana atau tahanan yang masa hukumannya
kurang dari 1 tahun diketahui sebanyak 17 orang memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri tinggi, 33 orang memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri sedang dan 3 orang memiliki
tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri rendah. Untuk narapidana
88
atau tahanan yang masa hukumannya 1-3 tahun diketahui bahwa
sebanyak 9 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri
tinggi, 14 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri
sedang, dan 4 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh
diri rendah. Untuk narapidana atau tahanan yang masa hukumannya
lebih dari 3 tahun diketahui bahwa sebanyak 8 orang memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri tinggi dan 7 orang memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri sedang.
B. Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha: Terdapat perbedaan kecenderungan perilaku bunuh diri antara tipe
kepribadian ekstrovert dan introvert
Setelah dilakukan analisis data dengan mengunakan uji-T dua sampel
saling bebas (independent samples t-test) dengan bantuan program SPSS
(Statistical Package for Social Science) for Windows, maka diperoleh hasil:
Tabel 4.15
Hasil Analisis Uji-T Dua Sampel Saling Bebas (Independent Samples T-
Test)
Variabel Tipe
Kepribadian
Jml Mean T Sig. 2
tailed
Hasil
Kecenderungan
Perilaku Bunuh
diri
Ekstrovert 60 45.3000 -8,585 0.000 Terbukti
Introvert 35 67.4286 P<0,05
Kaidahnya adalah sebagai berikut:
Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima
Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak
89
Dari tabel 4.15, didapat bahwa dari 95 orang yang memiliki tipe
kepribadian ekstrovert sebanyak 60 orang dan yang memiliki tipe kepribadian
introvert sebanyak 35 orang.
Untuk analisis dengan t test didapat bahwa t -8,585 dengan
signifikansi 0,000 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima, dengan kata lain terdapat perbedaan kecenderungan perilaku bunuh
diri antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
Berdasarkan rata-rata kecenderungan perilaku bunuh diri, dimana
yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert sebesar 45,3000 dan yang memiliki
tipe kepribadian introvert sebesar 67,4286, maka dapat disimpulkan bahwa
tipe kepribadian introvert lebih rentan memiliki kecenderungan perilaku
bunuh diri dibandingkan tipe kepribadian ekstrovert, juga berarti perbedaan
tipe kepribadian berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku bunuh diri.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah dilakukan analisis data dengan mengunakan uji-T dua sampel
saling bebas (independent samples t-test) dengan bantuan program SPSS for
Windows, diperoleh hasil analisis dengan t test didapat bahwa t -8,585 dengan
signifikansi 0,000 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
diterima, dengan kata lain terdapat perbedaan kecenderungan perilaku bunuh
diri antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.
Berdasarkan rata-rata kecenderungan perilaku bunuh diri, untuk tipe
kepribadian ekstrovert sebesar 45,3000 dan tipe kepribadian introvert sebesar
67,4286, maka dapat disimpulkan bahwa tipe kepribadian introvert lebih
90
rentan untuk memiliki kecenderungan perilaku bunuh diri dibandingkan
dengan tipe kepribadian ekstrovert.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Evans (2002)
yang menyatakan faktor yang mempengaruhi munculnya fenomena bunuh diri
salah satunya adalah karakteristik kepribadian.
Pendapat Evans di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Maratani (2011) ditemukan bahwa karakteristik kepribadian yang muncul
dan mendasari subyek penelitian melakukan bunuh diri adalah kepribadian
dependent, perfectionist, impulsive, perasa atau sensitif, dan pemikir. Ciri
kepribadian ini termasuk dalam kepribadian introvert.
Kepribadian menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
bunuh diri karena kepribadian menentukan tingkah laku dan pemikiran
individu, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tipe
kepribadian yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi upayanya dalam
menyelesaikan berbagai masalah yang menimpanya, juga untuk beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya, jika seseorang tidak mampu menyelesaikan
masalahnya dengan baik atau kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya, dikhawatirkan bisa saja menempuh cara yang salah untuk
menyelesaikan masalahnya, yang akhirnya hanya akan merugikan dirinya
sendiri dan orang lain yang ada di sekitarnya.
Seseorang dengan tipe kepribadian introvert lebih rentan melakukan
bunuh diri karena tertutup, pendiam, sukar menyesuaikan diri dan kaku dalam
pergaulan, juga akan tenggelam menyendiri ke dalam dirinya sendiri
91
khususnya saat-saat mengalami ketegangan dan tekanan batin, lebih menyukai
pemikiran sendiri daripada berbicara dengan orang lain, sehingga terkadang
tidak tahu bahwa apa yang mereka telah atau akan lakukan salah, orang
introvert juga cenderung pesimis dan selalu berusaha mempertahankan sifat-
sifat baik untuk diri mereka sendiri sehingga dengan sendirinya mereka sulit
dimengerti. Karena itu terkadang orang di sekitar mereka tidak menyadari
bahwa orang tersebut sedang mengalami masalah yang berat dan ingin
mengakhiri hidupnya. Orang tersebut juga tidak mengetahui bahwa tindakan
bunuh diri yang akan dilakukannya adalah salah karena sikapnya yang tertutup
dan jarang bergaul dengan orang lain sehingga tidak ada orang yang
memperingatkannya.
Seseorang dengan tipe kepribadian introvert juga bisa melakukan
bunuh diri karena adanya proses belajar. Seperti yang diungkapkan oleh
Bandura (dalam Alwisol, 2012) bahwa ada empat proses penting agar belajar
melalui observasi dapat terjadi, yakni perhatian (attention process) sebelum
seseorang dengan tipe kepribadian introvert meniru orang lain, perhatiannya
harus diarahkan pada modelnya. Perhatian ini salah satunya dipengaruhi oleh
pentingnya arti tingkah laku yang diamati. Selanjutnya tingkah laku tersebut
direpresentasi (representation process) dengan cara melakukan simbolisasi
tingkah laku yang akan ditiru dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal
maupun imajinasi. Setelah itu dilakukan peniruan tingkah laku model
(behavior production process) setelah mengamati dengan penuh perhatian,
dan memasukkannya dalam ingatan, seseorang dengan tipe kepribadian
92
introvert lalu bertingkah laku. Yang terakhir adalah adanya motivasi dan
penguatan (motivation and rein forcement process) misalnya karena
pemberitaan di media tentang orang yang melakukan bunuh diri atau ada
seseorang di lingkungan sekitarnya yang pernah melakukan bunuh diri,
terutama orang dengan kepribadian introvert yang lebih cenderung sibuk
dengan pemikiran mereka sendiri dan enggan berbicara atau menceritakan
masalahnya pada orang lain. Bisa jadi orang tersebut menganggap bunuh diri
yang akan dilakukan benar karena ada beberapa orang yang juga telah
melakukannya karena berbagai alasan yang mungkin salah satunya sedang
dialami saat itu. Juga tidak adanya orang lain yang memberitahunya bahwa
tindakan tersebut salah sehingga bisa saja seseorang meniru perilaku bunuh
diri yang dilakukan orang lain yang ada di sekitarnya terutama keluarganya.
Juga adanya motivasi yang cukup kuat, misalnya karena masalah yang terlalu
berat, depresi atau sebab lainnya yang bisa menambah kecenderungan orang
tersebut untuk melakukan bunuh diri.
Berbeda dengan orang ekstrovert yang terbuka, mudah bergaul, suka
bekerja bersama orang lain, aktif, santai, dan akan menggabungkan dirinya
dengan banyak orang saat sedang berada di bawah tekanan, sehingga sifat
individualitasnya berkurang dan bisa menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapinya dengan lebih baik karena banyak orang yang turut memberinya
pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalahnya.
Seseorang yang ekstrovert meski sama-sama mengalami proses belajar
seperti yang diungkapkan oleh Bandura, tetapi karena sikapnya yang terbuka
93
dan mudah bergaul membuatnya memiliki banyak orang untuk diajak
berdiskusi atau sekedar menjadi tempat bertanya tentang apa yang harus
dilakukannya saat sedang tertimpa masalah, sehingga tidak sampai mengambil
jalan atau keputusan yang salah dan akhirnya bisa mengetahui bahwa
perbuatan yang mungkin akan ditirunya ternyata adalah perbuatan yang salah.
Menjadi seorang narapidana atau tahanan juga bisa menjadi salah satu
penyebab seseorang lebih rentan memiliki kecenderungan perilaku bunuh diri.
Apalagi jika narapidana atau tahanan tersebut berusia dewasa awal, saat
terjadinya tegangan emosional dan banyaknya masalah baru yang muncul,
juga saat banyak tanggungjawab yang harus dia pikul, seperti kuliah, bekerja,
atau membangun rumah tangga. Dampak hukuman yang mereka jalani, salah
satunya adalah Lost of personality, seorang narapidana selama di pidana akan
kehilangan kepribadian, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di
lembaga pemasyarakatan, dan Lost of personal communication, selama
menjalani hukuman, kebebasan untuk berkomunikasi dibatasi, narapidana
tidak bisa bebas untuk berkomunikasi dengan relasi dan keluarganya. Padahal
dukungan sosial dari keluarga sangatlah penting untuk memberikan semangat
pada narapidana atau tahanan tersebut sehingga dia tidak akan merasa
ditingggalkan atau diasingkan.
Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Adi (2007), ditemukan bahwa secara simultan ada hubungan yang
signifikan antara karakteristik kepribadian neurotism, extraversion, openness,
agreeableness, dan conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja.
94
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan penyesuaian diri
seorang remaja atau kepribadian dengan keadaan emosional yang tidak stabil
sangat berpengaruh pada sikap bunuh diri
Penelitian yang dilakukan Maratani (2011) ditemukan bahwa
karakteristik kepribadian yang muncul dan mendasari subyek penelitian
melakukan bunuh diri adalah kepribadian dependent, perfectionist, impulsive,
perasa atau sensitif, dan pemikir. Kepribadian ini termasuk dalam kepribadian
introvert. Kepribadian yang ada pada diri subyek dapat menimbulkan
pemikiran negatif mengenai dunia dan dirinya sehingga akhirnya merasa putus
asa dan akhirnya memilih bunuh diri. Ketika harapan subyek tidak sesuai
dengan kenyataan, maka timbul pemikiran negatif terhadap dirinya.
Dari penjelasan di atas, bisa diketahui bahwa individu dengan
kepribadian kepribadian dependent, perfectionist, impulsive, perasa atau
sensitif, dan pemikir yang termasuk dalam tipe kepribadian introvert ternyata
memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Dengan kepribadian
yang dimiliki, seseorang bisa mempunyai pemikiran yang negatif terhadap
dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya, yang bisa membuatnya merasa
putus asa dan memilih jalan yang salah untuk menyelesaikan masalahnya.
Hasil penelitian Niswatin (2010) bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan kecenderungan perbedaan depresi ditinjau dari tipe kepribadian
pada mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Berdasarkan rata-rata (mean)
kecenderungan depresi menunjukkan angka yang lebih besar pada mahasiswa
yang berkepribadian introvert. Artinya mahasiswa yang berkepribadian
95
introvert memiliki kecenderungan depresi yang lebih tinggi dibandingkan
mahasiswa yang berkepribadian ekstrovert.
Dari penjelasan di atas, bisa diketahui bahwa individu dengan
kepribadian introvert ternyata memiliki kecenderungan depresi yang lebih
tinggi dibandingkan individu yang berkepribadian ekstrovert, sedangkan
depresi adalah salah satu faktor psikologis yang menyebabkan seseorang
memiliki kecenderungan bunuh diri seperti yang diungkapkan oleh Hadriami
(dalam Cristiani, 2011).
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa sebanyak 27
narapidana atau tahanan yang berkepribadian introvert memiliki tingkat
kecenderungan perilaku bunuh diri yang tinggi, sedangkan untuk yang
berkepribadian ekstrovert sebanyak 7 orang. Untuk tingkat kecenderungan
perilaku bunuh diri sedang diperoleh hasil bahwa narapidana atau tahanan
yang berkepribadian introvert sebanyak 7 orang dan yang berkepribadian
ekstrovert sebanyak 47 orang. Untuk tingkat kecenderungan perilaku bunuh
diri rendah dapat diketahui untuk narapidana atau tahanan yang
berkepribadian introvert sebanyak 1 orang dan yang berkepribadian ekstrovert
sebanyak 6 orang. Bukti ini menjelaskan bahwa tipe kepribadian yang dimiliki
oleh seseorang akan turut mempengaruhi timbulnya kecenderungan perilaku
bunuh diri pada narapidana dan tahanan.
Untuk narapidana atau tahanan yang masa hukumannya kurang dari 1
tahun diketahui sebanyak 17 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku
bunuh diri tinggi, 33 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh
96
diri sedang dan 3 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri
rendah. Untuk narapidana atau tahanan yang masa hukumannya 1-3 tahun
diketahui bahwa sebanyak 9 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku
bunuh diri tinggi, 14 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh
diri sedang, dan 4 orang memiliki tingkat kecenderungan perilaku bunuh diri
rendah. Untuk narapidana atau tahanan yang masa hukumannya lebih dari 3
tahun diketahui bahwa sebanyak 8 orang memiliki tingkat kecenderungan
perilaku bunuh diri tinggi dan 7 orang memiliki tingkat kecenderungan
perilaku bunuh diri sedang. Bukti ini menjelaskan bahwa hukuman penjara
yang diterima oleh narapidana atau tahanan akan turut mempengaruhi
timbulnya kecenderungan perilaku bunuh diri pada narapidana dan tahanan.
Dampak hukuman yang mereka jalani seperti Lost of personality, seorang
narapidana selama dipidana akan kehilangan kepribadian, identitas diri, akibat
peraturan dan tata cara hidup di lembaga pemasyarakatan, dan Lost of
personal communication, selama menjalani hukuman, kebebasan untuk
berkomunikasi dibatasi, sehingga narapidana atau tahanan tidak bisa bebas
untuk berkomunikasi dengan relasi dan keluarganya. Padahal dukungan sosial
dari keluarga sangatlah penting untuk memberikan semangat pada narapidana
atau tahanan tersebut sehingga dia tidak akan merasa ditingggalkan atau
diasingkan.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam penelitian ini masih banyak
terdapat kelemahan antara lain :
97
1. Kelemahan Alat Ukur
Karena tidak bisa berhadapan langsung dengan subyek,
menyebabkan kemungkinan adanya hal-hal yang kurang jelas seperti
kurang dipahaminya maksud dari pernyataan yang terdapat dalam skala
yang digunakan yang tidak bisa ditanyakan langsung oleh subyek pada
peneliti sehingga menyebabkan kurang seriusnya subyek dalam mengisi
skala.