36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Tindakan
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan rumusan yang diajukan oleh peneliti. Hasil penelitian ini disajikan mulai
dari pratindakan sampai dengan pada akhir siklus. Dalam rencana tindakan ini
mengacu pada tindakan penelitian model Kurt Lewin (1990), dimana masing-
masing siklus terdiri atas 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tindakan, pengamatan
(observasi), dan refleksi. Sebelum melakukan tindakan perencanaan peneliti
terlebih dahulu yaitu melakukan tindakan pra siklus. Tindakan prasiklus diambil
peneliti dari nilai hasil ulangan harian semester I tentang perubahan sifat benda.
Berdasarkan kondisi awal atau prasiklus tersebut selanjutnya peneliti melakukan
tahap perencanaan untuk siklus 1. Pada tahap perencanaan peneliti membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), membuat evaluasi untuk akhir siklus,
serta membuat lembar observasi guru dan siswa dalam pembelajaran. Setelah
peneliti melakukan perencanaan selanjutnya melaksanakan tahapan yang kedua
yaitu tahap pelaksanaan tindakan. Pada tahap pelaksanaan ini terdiri dari kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam kegiatan pelaksanaan yang akan
dilakukan peneliti hanya berperan sebagai observer sedangkan kegiatan
pengajaran dilakukan oleh guru kelas V. Tahapan yang terakhir adalah tahap
refleksi, yaitu pada tahap ini peneliti melakukan analisis data. Hasil analisis data
ini yang digunakan peneliti untuk melaksanakan rencana tindakan pada siklus 2.
4.1.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Grobogan pada semester II tahun ajaran 2014/2015. Jarak lokasi SD
Negeri 3 Nambuhan dengan kota sekitar 7 km. SD Negeri 3 Nambuhan berada
pada jalan utama Danyang-Kuwu. Kondisi fisik SD masih tergolong baik, tetapi
hasil belajar di SD masih kurang salah satunya pada mata pelajaran IPA. Jumlah
kelas di SD Negeri 3 Nambuhan ada 6 dari kelas I hingga kelas VI, selain itu
terdapat pula 1 perpustakaan, 1 kantin sekolah, 1 ruang guru dan 1 ruang kepala
37
sekolah. Jumlah guru di SD Negeri 3 Nambuhan ada 8 orang, yaitu guru kelas I
sampai kelas VI, 1 guru agama Islam dan 1 guru Olah Raga. Subyek penelitian
yaitu seluruh siswa kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang yaitu 17
siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.
4.1.2 Kondisi Awal/Prasiklus
Kegiatan proses pembelajaran yang paling pokok di kelas adalah adanya
interaksi antara guru dan siswa. Siswa sebagai pihak yang belajar dan guru
sebagai pihak yang mengajar sehingga guru memiliki peranan sangat penting
dalam proses belajar mengajar. Dalam mengelola adanya interaksi antara guru
dengan siswa maka guru dituntut untuk mampu mendesain program, menguasai
materi, serta mampu menentukan pemilihan model pembelajaran yang sesuai
sehingga tercipta kondisi kelas yang kondusif.
Dalam kegiatan proses pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas,
guru cenderung mengajar menggunakan model konvensional, yaitu ceramah.
Pembelajaran di kelas belum terjadi komunikasi yang baik antara siswa dan guru.
Saat kegiatan belajar mengajar siswa hanya sebagai pendengar, dan hanya terjadi
komunikasi satu arah. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran, siswa
sebagai penerima informasi secara pasif. Pembelajarannya masih sangat abstrak
dan teoritis, sehingga interaksi di antara siswa masih kurang. Melihat kondisi
pembelajaran yang terkesan mononton inilah berdampak pada hasil belajar siswa
kelas V yang masih rendah dibawah KKM yaitu 64 dalam menerima materi pada
mata pelajaran IPA semester I. Ini terlihat dari hasil belajar siswa kelas V hanya
10 siswa (40%) dari 25 siswa telah mencapai batas tuntas. Selebihnya 15 siswa
(60%) belum mencapai batas tuntas.
4.1.3 Hasil Analisis Prasiklus
Pada prasiklus peneliti mengambil nilai dari hasil ulangan semester I
tentang perubahan sifat benda yang dilakukan sebelum melakukan tindakan siklus
I. Berikut nilai hasil ulangan yang peneliti peroleh sebelum melakukan tindakan
siklus I.
38
Tabel 4.1
Daftar Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus Kelas V Semester I
Tahun Ajaran 2014/2015 SD Negeri 3 Nambuhan
No. Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) KKM (64)
1. < 64 15 60 % Tidak Tuntas
2. ≥ 64 10 40 % Tuntas
Jumlah Siswa 25
Secara lebih rinci, persentase ketuntasan hasil belajar IPA siswa kelas V
pada kondisi awal dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini:
Gambar 4.1
Diagram Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
Agar lebih mudah dalam menentukan kelompok interval nilai atau data
yang sudah diperoleh, maka peneliti menggunakan pengelompokkan dalam
bentuk tabel, sehingga akan lebih mudah melihat dan mengetahui tentang
jangkauan skor tertinggi dan skor terendah, banyaknya kategori serta interval dari
data yang ada. Dalam hal ini, peneliti menggunakan rumus menurut Sugiyono
0%
20%
40%
60%
80%
< 64 ≥ 64
Tidak Tuntas Tuntas
60%
40%
pe
rse
nta
se
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
39
(2011) yang menggunakan rumus K=1+3,3 log n. Adapun rumus untuk
menentukan Range, banyak kategori, dan interval adalah sebagai berikut:
Range / Jangkauan = Skor tertinggi – skor terendah
Banyak kategori / kelas = 1 + 3,3 log n
Interval (K) = Range (banyak kategori)
Dalam menentukan pembuatan interval nilai cara menentukan interval
nilai dengan baik, peneliti menggunakan rumus untuk memudahkan mengatur
jarak interval nilai sesuai hasil nilai yang diperoleh siswa dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Log 25 = 1,397
K = 1 + 3,3 log25
K = 1 + 3,3.1,397
K = 1 + 4,6101
K = 5,6101 dibulatkan menjadi 6.
Berdasarkan data hasil belajar prasiklus, setelah dilakukan analisis
berdasarkan nilai hasil belajar IPA prasiklus dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah
ini.
Tabel 4.2
Distribusi Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
Interval Frekuensi Keterangan Persentase
77 – 82 2 Tuntas 8%
71 – 76 5 Tuntas 20%
65 – 70 3 Tuntas 12%
59 – 64 8 Tidak Tuntas 32%
53 – 58 4 Tidak Tuntas 16%
47 – 52 3 Tidak Tuntas 12%
KKM 64
Tuntas 10
40
Tidak Tuntas 15
Jumlah Siswa 25
Nilai Tertinggi 80
Nilai Terendah 47
Berdasarkan hasil prasiklus dapat diketahui pada tabel 4.2 menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa tersebut rendah. Berdasarkan nilai prasiklus diatas
perbandingan siswa yang belum mencapai KKM adalah 15 siswa dengan
persentase sebesar 60%, sedangkan siswa yang tuntas dari KKM adalah 10 siswa
atau 40 %. Dilihat dari tabel diatas dapat diketahui jumlah siswa yang mencapai
interval nilai 77 – 82 sebanyak 2 orang dengan persentase 8%, jumlah siswa yang
mencapai interval nilai 71 – 76 sebanyak 5 orang dengan persentase 20%, jumlah
siswa mencapai interval nilai 65 – 70 sebanyak 3 orang dengan persentase 12%,
jumlah siswa mencapai interval nilai 59 – 64 sebanyak 8 orang dengan persentase
32%, jumlah siswa mencapai interval nilai 53 – 58 sebanyak 4 orang dengan
persentase 16%, dan jumlah siswa mencapai interval nilai 47 – 52 sebanyak 3
orang dengan persentae 12%. Jadi, jumlah keseluruhan siswa ada 25 siswa dimana
jumlah siswa dinyatakan tuntas ada 10 siswa dan tidak tuntas ada 15 siswa,
dengan perolehan nilai tertinggi yaitu 80 dan terendah 47.
Pada pembelajaran IPA ini, guru masih menggunakan metode
konvensional, sehingga masih ada 15 siswa yang belum mencapai nilai batas
tuntas KKM. Peneliti berinisiatif untuk mengadakan penelitian tindakan kelas
demi membantu meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Make A Match pada pembelajaran IPA “Gaya Magnet”.
Secara lebih rinci, hasil belajar siswa pada prasiklus dapat dilihat pada
gambar 4.2 dibawah ini:
41
Gambar 4.2
Diagram Nilai Hasil Belajar IPA Prasiklus
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
Berdasarkan pada patokan penilaian peneliti bahwa siswa dapat dikatakan
tuntas apabila siswa mendapatkan nilai mencapai KKM 64, maka persentase
keseluruhan siswa yang mencapai kriteria KKM maupun yang belum mencapai
kriteria KKM, disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
No. Nilai Sebelum Tindakan Keterangan
Jumlah Siswa Persentase (%)
1. < 64 15 60 % Tidak Tuntas
2. ≥ 64 10 40 % Tuntas
Jumlah 25 100 %
KKM 64
Nilai Tertinggi 80
Nilai Terendah 47
Seperti pada tabel 4.3 diatas, persentase ketuntasan hasil belajar siswa
kelas V SD Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan
sebelum dilakukan tindakan, dapat diketahui bahwa siswa yang memperoleh nilai
0
2
4
6
8
47 – 52 53 – 58 59 – 64 65 – 70 71 – 76 77 – 82
3 4
8
3
5
2
Fre
kue
nsi
Kategori
Nilai Prasiklus
42
dibawah KKM sebanyak 15 siswa dengan persentase 60%. Sedangkan siswa yang
mencapai nilai KKM sebanyak 10 siswa dengan persentase 40% dari total seluruh
siswa sebanyak 25 siswa. Nilai terendah hasil belajar siswa adalah 47, sedangkan
nilai tertinggi hasil belajar siswa adalah 80.
Dari tabel diatas dapat disajikan diagram persentase hasil belajar IPA
siswa pada prasiklus yang belum mencapai KKM dan yang sudah mencapai KKM
yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.3
Diagram Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
4.2 Deskriptif Data Penelitian
4.2.1 Pelaksanaan Siklus I
Pada bagian pelaksanaan siklus I terdiri dari empat sub bab yaitu
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi yang sesuai
dengan tahap penelitian Kurt Lewin (1990). Pada bagian pelaksanaan siklus I
akan diuraikan pada perencanaan tindakan apa yang akan dilakukan dan
diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya akan diuraikan pula
pelaksanaan tindakan dan observasi, kemudian akan diuraikan refleksi
berdasarkan hasil observasi.
0%
20%
40%
60%
80%
< 64 ≥ 64
Tidak Tuntas Tuntas
60%
40%
pe
rse
nta
se
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Prasiklus
43
1) Tahap Perencanaan Tindakan
Setelah memperoleh data dari hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3
Nambuhan pada kondisi awal, selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan
guru kelas V untuk melakukan kegiatan penelitian pada siklus I. Dalam siklus I ini
peneliti melakukan 2 kali pertemuan, dimana masing-masing setiap pertemuan
terdiri atas 2 jam pelajaran (2 x 35 menit).
Sebelum melaksanakan siklus I, peneliti dengan guru kelas V menyiapkan
terlebih dahulu rencana pembelajaran dimana peneliti membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) selanjutnya dikonsultasikan kepada guru kelas
V untuk mengetahui apakah RPP tersebut sesuai atau tidak yang telah dibuat
peneliti diterapkan di sekolah tersebut. Peneliti juga menyiapkan lembar observasi
berupa aktivitas siswa dan kegiatan mengajar guru dalam proses pembelajaran.
Soal tes yang digunakan adalah soal pilihan ganda berjumlah 25 butir soal, tahap
pemilihan 25 soal tersebut pertama-tama diawali dengan membaca materi yang
akan diajarkan sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
sudah di uji validitas dan reliabilitas instrument soal dari 30 butir soal pada SD
Negeri 1 Nambuhan kelas VI.
Peneliti disini berperan langsung sebagai observer kegiatan siswa dan
kegiatan mengajar guru. Peneliti juga bisa berkolaborasi dengan guru saat
kegiatan pembelajaran, selain itu peneliti dibantu oleh 1 mahasiswa yang berperan
sebagai pengambil dokumentasi foto selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Materi yang dipilih dalam siklus 1 ini adalah gaya magnet. Peneliti juga
mempersiapkan alat peraga atau media yang akan digunakan dalam pembelajaran
melalui model pembelajaran Make A Match yaitu dengan membuat kartu-kartu
berpasangan yang terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban.
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 13 April 2015, dengan
kompetensi dasar mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak, dan energi
melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, dan gaya magnet) dengan memilih
materi yang akan diajarkan yaitu gaya magnet. Untuk indikator pembelajaran pada
pertemuan pertama adalah siswa dapat mengidentifikasi jenis, bagian dan kutub-
44
kutub magnet, mengelompokan benda-benda magnetis dan non magnetis,
menunjukkan kekuatan gaya magnet dan mengidentifikasi sifat kemagnetan. Pada
pertemuan kedua adalah siswa dapat memberikan contoh penggunaan gaya
magnet dalam kehidupan sehari-hari dan siswa dapat membuat magnet sederhana.
Pemberian test formatif dilakukan di akhir siklus I untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar siswa.
Pada pertemuan pertama kegiatan awal guru membuka pembelajaran
dengan memberi salam, mempresensi siswa dan melakukan apersepsi dengan
menunjukkan sebuah magnet dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
memacu siswa untuk aktif berfikir terkait dengan materi yang akan dipelajari serta
memberikan motivasi terhadap siswa. Kemudian guru kelas menjelaskan kepada
siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dengan memberikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru menjelaskan langkah pembelajaran
dengan model pembelajaran Make A Match yaitu pembelajaran dengan cara
mencari kartu pasangan. Kartu-kartu pasangan tersebut terdiri dari kartu berupa
soal pertanyaan dan kartu berupa kunci jawaban, sehingga siswa harus mencari
kartu pasangan yang sesuai dengan kartu yang di dapatkan. Guru menjelaskan
sekilas tentang gaya magnet serta melakukan tanya jawab dengan siswa agar
siswa lebih memahami dan mendalami materi yang disampaikan. Pelaksanaan
permainan pertama-tama yang dilakukan yaitu pembentukan kelompok.
Pembentukan kelompok ini dilakukan secara heterogen, hal tersebut dilakukan
agar setiap kelompok dapat bekerja sama dengan baik. Guru membimbing siswa
dalam kelompok untuk melakukan pengamatan dan melakukan eksperimen untuk
mengidentifikasi dalam membuktikan sifat-sifat magnet dan benda magnetis
maupun non magnetis. Selanjutnya guru memberikan lembar kerja yang berisi
beberapa pertanyaan untuk dikerjakan tiap kelompok. Kemudian guru
memberikan kesimpulan pada siswa mengenai hasil kerja kelompok. Guru
kemudian membagi kelompok lagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A dan
kelompok B. Sebelumnya guru menjelaskan kembali tentang langkah-langkah
pembelajaran model Make A Match secara jelas dan rinci. Guru menyiapkan kartu
permainan yang berupa kartu berisi soal dan kartu berisi jawaban. Kemudian
45
membagikan kartu pada kelompok A yang mendapatkan kartu soal secara acak
dan kelompok B mendapatkan kartu jawaban secara acak pada masing-masing
siswa serta menjelaskan cara penggunaan kartu tersebut.
Pada tahap permainan mencari pasangan kartu kondisi kelas dapat
terkontrol dengan baik dan berjalan lancar dalam mencari pasangan, tetapi ada
beberapa siswa yang belum mendapatkan pasangan. Siswa yang mendapatkan
pasangan kartu dalam waktu yang ditentukan pasangan tersebut dinyatakan
berhasil dan siswa yang belum mendapatkan kartu pasangannya dianggap gagal.
Kemudian siswa yang sudah mendapatkan kartu pasangannya diminta untuk
mempresentasikan kartu pasangannya di depan kelas dan siswa yang lain
mendengarkan temannya yang sedang presentasi dan memberikan tanggapan.
Tahap terakhir adalah memberikan kesimpulan, guru membimbing siswa untuk
menyimpulkan, memperbaiki atau menambah kesimpulan materi yang telah
dibahas, pada kegiatan penutup guru membimbing siswa membuat rangkuman
dan melakukan refleksi.
Pada pertemuan kedua pada siklus I merupakan kelanjutan dari pertemuan
pertama yang dilaksanakan pada tanggal 14 April 2015 yaitu melanjutkan materi
serta pemantapan materi melalui pelaksanaan model pembelajaran Make A Match.
Kegiatan awal guru memberikan apersepsi dengan mengulas kembali sedikit
materi pembelajaran yang dipelajari pada pertemuan pertama dengan melakukan
tanya jawab pada siswa dan memberikan motivasi siswa. Guru menjelaskan
kepada siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan yaitu masih
melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make A
Match. Kegiatan inti guru melanjutkan penyampaian materi yang berkaitan
dengan gaya magnet yaitu cara membuat magnet sederhana. Kemudian pada
kegiatan elaborasi langkah pembelajaran sama dengan pertemuan pertama.
Pelaksanaan pertama guru membentuk kelompok untuk berdiskusi kelompok
dalam pembuatan magnet sederhana. Pembentukan kelompok dilakukan secara
heterogen, hal tersebut dilakukan agar setiap kelompok dapat bekerja sama
dengan baik. Guru melakukan demonstrasi pembuatan magnet sederhana, dan
secara kelompok siswa melakukan eksperimen dengan bimbingan guru. Setelah
46
itu guru dan siswa menyimpulkan hasil eksperimen yang sudah dilakukan. Guru
memberikan pertanyaan pada siswa tentang kegunaan gaya magnet dalam
kehidupan sehari-hari. Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match yang
sebelumnya sudah dilaksanakan pada pertemuan pertama.
Guru menyiapkan kartu permainan yang akan digunakan, yaitu kartu berisi
soal dan kartu yang berisi jawaban. Kemudian guru membagikan kartu pada
kelompok A yang mendapatkan kartu berisi jawaban dan kelompok B yang
mendapatkan kartu berisi soal pada masing-masing siswa secara acak dengan
menjelaskan cara penggunaan kartu tersebut. Pada tahap permainan mencari
pasangan dimulai kondisi kelas terkontrol dan teratur dalam mencari pasangan
kartu dalam waktu yang sudah ditentukan. Namun masih ada beberapa siswa yang
belum mendapatkan kartu pasangan. Siswa yang mendapatkan kartu pasangannya
secara berpasangan dinyatakan berhasil kemudian mempresentasikan kartunya.
Siswa yang belum menemukan kartu pasangannya dinyatakan gagal. Permainan
dilanjutkan kembali sampai siswa mendapatkan kartu secara berpasangan dan
berhasil. Setelah semua siswa mendapatkan kartu pasangannya kemudian siswa
menyimpulkan materi dengan bimbingan guru. Guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti.
Pada kegiatan penutup, guru membimbing siswa untuk membuat
kesimpulan pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan melakukan refleksi.
Kemudian diakhir siklus 1 guru memberikan evaluasi berupa test tulis pilihan
ganda. Kemudian siswa mengerjakan test. Guru menjelaskan pada siswa tentang
peraturan dalam mengerjakan soal evaluasi, kemudian guru membagikan lembar
test pada setiap siswa. Test tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah ada
peningkatan hasil belajar dari kondisi awal (prasiklus) ke siklus I.
3) Tahap Observasi
Pada siklus I peneliti mengamati aktivitas siswa sedangkan pengambilan
dokumentasi foto selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran peneliti dibantu
oleh 1 orang mahasiswa. Dalam kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru kelas
dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match. Pada saat guru
47
menjelaskan langkah-langkah model pembelajaran Make A Match beberapa siswa
masih kesulitan memahami cara kegiatan tersebut, namun setelah melakukan
kegiatan permainan mencari pasangan siswa mengikuti kegiatan dengan cukup
baik dan ada beberapa siswa yang belum paham saat guru memberikan instruksi.
Guru juga masih perlu belajar dan mengerti cara pembelajaran dengan
menerapkan model Make A Match, karena saat permainan mencari kartu pasangan
guru belum menguasai keadaan kelas masih terlihat beberapa siswa yang kurang
aktif dalam mencari kartu pasangannya.
Pada hasil obeservasi siklus I menunjukkan adanya peningkatan kualitas
guru dalam mengajar yang sebelumnya pada kondisi awal hanya menggunakan
metode konvensional yakni ceramah dan pada siklus I guru menggunakan model
pembelajaran Make A Match. Melalui model pembelajaran Make A Match terjadi
peningkatan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
mengalami peningkatan meskipun masih banyak ditemukan siswa yang belum
tuntas KKM.
Kelemahan-kelemahan dalam model pembelajaran tersebut dapat diatasi
dengan cara memberikan motivasi kepada siswa dengan menumbuhkan rasa
percaya diri serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berperan
aktif dalam pembelajaran sehingga semua siswa terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
4) Tahap Refleksi
Berdasarkan pada pembelajaran siklus I yang telah dilaksanakan hasil
belajar IPA sudah mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal
(prasiklus) sebelum diadakan tindakan siklus I ini dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Dalam pelaksanaan siklus I masih
ditemukan siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM yang telah ditentukan dari
pihak sekolah. Kondisi di kelas siswa yang aktif mengikuti pembelajaran belum
menyeluruh. Guru harus mempersiapkan diri dalam melakukan pembelajaran dan
mengkondisikan kelas supaya siswa lebih aktif secara menyeluruh.
Kelemahan dari pelaksanaan pembelajaran siklus I akan digunakan
peneliti dan guru kelas V untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran pada siklus
48
II. Pada siklus II ini model pembelajaran Make A Match akan lebih ditekankan
dan diharapkan adanya peningkatan hasil belajar IPA .
4.2.2 Pelaksanaan Siklus II
1) Tahap Perencanaan Tindakan
Setelah melakukan kegiatan siklus 1, selanjutnya peneliti berkonsultasi
dengan guru kelas V untuk melakukan kegiatan siklus II berdasarkan kekurangan-
kekurangan yang terjadi pada siklus I. Pada siklus II ini dilakukan agar pada
pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus II dapat berlangsung lebih baik
untuk menyempurnakan siklus I. Sama dengan halnya yang dilakukan pada siklus
I, pada siklus II ini peneliti melakukan 2 kali pertemuan, dimana masing-masing
pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran (2 x 35 menit).
Pada siklus II peneliti dengan guru kelas V menyiapkan rencana
pembelajaran dimana peneliti membuat RPP. Selain itu peneliti juga menyiapkan
lembar observasi berupa aktivitas siswa dan kegiatan mengajar guru. Sama halnya
pada siklus I peneliti berperan langsung sebagai observer kegiatan dan kegiatan
mengajar guru. Pengambilan dokumentasi foto selama kegiatan pembelajaran
berlangsung peneliti dibantu oleh 1 mahasiswa. Materi yang dipilih oleh guru
kelas V adalah kelanjutan dari siklus I yaitu pesawat sederhana.
2) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada pelaksanaan sikus II yang dilakukan pada tanggal 22 April 2015.
Dengan kompetensi dasar menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat
pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat dengan materi pelajaran pesawat
sederhana. Untuk indikator pembelajaran pertemuan pertama adalah menjelaskan
pengertian pesawat sederhana, mengidentifikasi berbagai pesawat sederhana dan
menggolongkan berbagai alat rumah tangga misal pengungkit (tuas), bidang
miring, katrol dan roda berporos. Pada pertemuan kedua adalah mengidentifikasi
kegiatan yang menggunakan pesawat sederhana dan cara menggunakan pesawat
sederhana misal pengungkit (tuas), bidang miring, katrol dan roda berporos.
Pemberian soal tes dilakukan diakhir siklus untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa.
49
Pada pertemuan pertama kegiatan awal guru membuka pelajaran dengan
mengajak semua siswa untuk berdoa dengan keyakinan agama masing-masing,
kemudian memberi salam, mempresensi kehadiran siswa dan melakukan apersepsi
dengan bertanya pada siswa tentang pesawat sederhana dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang mengacu pada siswa untuk aktif berfikir. Guru
menjelaskan kepada siswa tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Guru menjelaskan sekilas tentang pengertian pesawat sederhana,
kemudian siswa dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing beranggotakan 5
orang untuk mengidentifikasi berbagai jenis pesawat sederhana. Siswa dengan
bimbingan guru melakukan kerja kelompok untuk menggolongkan berbagai alat
rumah tangga menurut jenis pesawat sederhana. Guru memberikan lembar kerja
kelompok untuk dikerjakan, dengan bimbingan guru siswa mengerjakan lembar
kerja yang diberikan guru. Setiap kelompok menyampaikan hasil kerja kelompok,
kemudian siswa dan guru menyimpulkan hasil diskusi pembelajaran.
Selanjutnya guru menjelaskan kepada siswa tentang kegiatan pembelajaran
dengan menggunakan model Make A Match yaitu pembelajaran dengan cara
mencari kartu pasangan. Kartu-kartu pasangan tersebut terdiri dari kartu berupa
soal pertanyaan dan berupa kartu kunci jawaban, sehingga siswa harus mencari
kartu pasangan yang sesuai dengan kartu yang didapatkan. Pelaksanaan pertama
yaitu pembentukan kelompok. Siswa dibagi menjadi dua kelompok secara
heterogen, hal tersebut dilakukan agar setiap kelompok dapat bekerja sama
dengan baik yaitu kelompok A mendapatkan kartu berupa soal pertanyaan dan
kelompok B berisi kunci jawaban. Sebelumnya guru menjelaskan kembali tentang
langkah-langkah pembelajaran model Make A Match secara jelas dan lebih rinci
agar siswa lebih paham dan mengerti lagi cara permainannya yang sebelumnya
sudah dilakukan pada pelaksanaan siklus I. Kemudian guru membagikan kartu –
kartu sesuai kelompok yang sudah di bentuk secara acak serta menjelaskan cara
permainannya dengan waktu yang ditentukan.
Pada tahap permainan mencari kartu berpasangan dimulai, guru
membimbing jalannya proses permainan dengan mengkontrol suasana kelas
50
menjadi lebih kondusif dan efektif. Saat mencari kartu berpasangan terdapat tiga
pasangan yang belum menemukan kartu pasangan dengan waktu yang sudah
ditentukan. Siswa yang mendapatkan kartu pasangannya dianggap berhasil,
sedangkan siswa yang belum mendapatkan kartu pasangannya dianggap gagal.
Siswa yang sudah mendapatkan kartu pasangannya maju kedepan kelas untuk
mempresentasikan kartu pasangannya. Siswa yang lain diberi kesempatan untuk
memberikan pertanyaan atau tanggapan. Permainan dilakukan dua kali agar
materi yang diajarkan melalui pembelajaran dengan model Make A Match mudah
dipahami oleh siswa. Tahap terakhir adalah memberikan kesimpulan
pembelajaran yang sudah dilakukan. Pada kegiatan penutup guru melakukan
refleksi dan membimbing siswa dalam membuat rangkuman sebagai tindak lanjut.
Pada pertemuan kedua yang dilaksanakan pada tanggal 23 April 2015
proses pembelajaran sama halnya pada pertemuan pertama. Pelaksanaan pada
pertemuan kedua ini siswa dibentuk dalam kelompok untuk mengidentifikasikan
kegiatan yang menggunakan pesawat sederhana dan cara penggunaannya. Guru
membimbing siswa dalam kerja kelompok. Kemudian guru dan siswa
menyimpulkan hasil kerja kelompok dengan memberikan tambahan materi yang
belum jelas. Guru memberikan arahan untuk melakukan kegiatan pembelajaran
dengan model pembelajaran Make A Match untuk menyempurnakan hasil belajar
siswa pada siklus I dengan lebih memaksimalkan proses pembelajaran agar lebih
efektif lagi dan pencapaian indikator keberhasilan tercapai. Selama permainan
dimulai siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran yaitu dengan mencari kartu
pasangannya. Selama permainan berlangsung siswa sangat antusias untuk mencari
kartu pasangannya dengan waktu yang sudah ditentukan dan hasilnya pun tidak
adanya kendala yang ditemui saat permainan berlangsung. Guru ikut andil dalam
permainan agar suasana menjadi lebih terkontrol dan kondusif. Akhir
pembelajaran siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran yang
sudah dilakukan. Guru melakukan refleksi diakhir pembelajaran, kemudian guru
memberikan evaluasi berupa tes tulis pilihan ganda siklus II untuk mengetahui
adanya peningkatan hasil belajar melalui model pembelajaran Make A Match
dalam pembelajaran pada siklus II.
51
3) Tahap Observasi
Hasil observasi pada siklus II secara keseluruhan guru sudah
melaksanakan pembelajaran dengan baik antara lain menyiapkan ruang, alat dan
media pembelajaran. Pada siklus II ini pemahaman guru mengenai langkah-
langkah melalui model pembelajaran Make A Match sudah terlihat. Guru
memeriksa kesiapan siswa dalam menerima pembelajaran serta memotivasi siswa
yang membuat gaduh agar tenang dan tertarik dalam mengikuti pembelajaran.
Guru juga menjelaskan aturan dalam pembelajaran IPA yang akan dilaksanakan
melalui model pembelajaran Make A Match.
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru sudah memotivasi siswa untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran, menyampaikan apersepsi dengan mengulas
sedikit materi yang lalu untuk mengetahui kesiapan siswa dalam melanjutkan
materi, serta menjelaskan tujuan pembelajaran dan arahan agar siswa memiliki
gambaran tentang kegiatan yang akan dilakukan.
Guru menjelaskan kepada siswa tentang langkah-langkah pembelajaran
Make A Match secara lebih jelas dan rinci. Guru sudah memberi aturan-aturan
secara tegas kepada siswa yang kurang sportif dalam mengikuti permainan
sebelumnya agar permainan dapat berjalan lancar sesuai aturan yang telah
disepakati.
Pada tahap permainan mencari pasangan kondisi kelas sudah terkendali
dan lebih baik lagi dari permainan sebelumnya, sehingga guru tidak kesulitan
dalam mengatur jalannya permainan.
Pada tahap terakhir yaitu evaluasi guru sudah membimbing siswa dalam
pembuatan kesimpulan tentang materi pembelajaran, sama halnya pada akhir
siklus I, diakhir siklus II guru juga memberikan evaluasi berupa test. Test tersebut
bertujuan untuk mengetahui efektifitas dalam pembelajaran IPA mengenai gaya
magnet dan pesawat sederhana apakah ada peningkatan hasil belajar dari kondisi
awal (prasiklus), siklus I ke siklus II. Pada akhir pembelajaran guru melakukan
refleksi.
Berdasarkan observasi guru pelaksanan siklus II telah menunjukkan
adanya peningkatan cara dan kualitas mengajar yang dilakukan oleh guru melalui
52
model pembelajaran Make A Match apabila dibandingkan pada siklus I. Dengan
melakukan pendekatan khusus dalam pembelajaran Make A Match misalnya guru
memberikan motivasi pada siswa yang kurang aktif dalam permainan dan tidak
mengikuti pembelajaran dengan baik guru sudah mampu menguasai keadaan
kelas, sehingga dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam menerapkan
model pembelajaran Make A Match.
Pada siklus II ini peneliti juga mengamati aktivitas siswa dengan dibantu 1
mahasiswa yang berperan dalam pengambilan dokumentasi foto selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Saat pembelajaran berlangsung siswa sudah
memahami langkah-langkah model pembelajaran Make A Match. Siswa terlihat
antusias ketika akan mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menjelaskan kembali
langkah-langkah model pembelajaran Make A Match beberapa siswa sudah
memahami dengan baik dan pada saat permainan siswa bermain dengan sportif
serta aktif dengan mematuhi aturan-aturan dengan baik.
Pada tahap terakhir yaitu evaluasi sama halnya pada akhir siklus I dan
siklus II siswa mengerjakan soal tes yang bertujuan untuk mengetahui hasil
belajar siswa dari kondisi awal ke siklus I, dan ke siklus II. Pada akhir
pembelajaran siswa menerima refleksi dari guru.
Dari observasi siswa pada siklus II ini peneliti menemukan adanya
peningkatan yang baik terhadap hasil belajar IPA dibandingkan dengan kondisi
awal (prasiklus) sebelum diadakan tindakan dan siklus I melalui model
pembelajaran Make A Match.
Dapat disimpulkan pada siklus II ini bahwa guru berhasil meningkatkan
hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 3 Nambuhan. Hal tersebut terbukti
dengan adanya peningkatan rata-rata kelas dan jumlah siswa yang tuntas sesuai
dengan nilai KKM yang telah ditentukan dari sekolah dan sesuai dengan indikator
keberhasilan minimal yaitu 80% dari keseluruhan jumlah siswa mencapai nilai
diatas KKM yaitu 64.
4) Tahap Refleksi
Pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas siswa dan guru yang lebih baik
dari siklus I. Kelebihan tersebut antara lain :
53
a) Adanya rasa percaya diri siswa telah meningkat. Hal tersebut terlihat dari
keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru, serta
adanya keberanian siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok.
b) Guru dapat menguasai keadaan kelas, sehingga dapat dikatakan bahwa
guru telah berhasil menerapkan pembelajaran melalui model pembelajaran
Make A Match.
4.3 Hasil Analisis Data
4.3.1 Siklus I
4.3.1.1 Data Siklus I
Dalam siklus I proses belajar mengajar melalui model pembelajaran Make
A Match terjadi kenaikan nilai rata-rata dari prasiklus serta adanya kenaikan
jumlah siswa yang telah tuntan KKM ≥ 64. Hasil evaluasi pada akhir siklus
sebagai tolak ukur pemahaman siswa tentang materi gaya magnet yang telah
disampaikan oleh guru rata-rata yang diperoleh adalah 68,80 sedangkan pada
kondisi awal (prasiklus) yang diperoleh dari ulangan harian sebelum diadakan
siklus I nilai rata-rata hanya mencapai 62,36 dari siklus ini terlihat adanya
peningkatan rata-rata hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil tes pada siklus I terdapat 7 siswa atau 28% yang
mendapat nilai kurang dari KKM 64, dan 18 siswa atau 72% yang mendapat nilai
diatas 64 dengan nilai tertinggi 88 dan nilai terendah yaitu 56. Hal ini berarti
pembelajaran yang telah dilaksanakan kurang optimal karena masih ditemukan
siswa yang belum mencapai KKM dan indikator keberhasilan yang masih rendah,
sehingga perlu tindakan dalam perbaikan siklus I.
Pengolahan data hasil belajar siswa pada siklus I untuk mendapatkan
range, kelas, dan interval sama dengan pengolahan data prasklus. Untuk
memperjelas hasil siklus I dapat dilihat pada tabel 4.4
54
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus I
Siswa kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
No. Interval Frekuensi
1. 81 – 88 2
2. 76 – 80 2
3. 71 – 75 6
4. 66 – 70 4
5. 61 – 65 8
6. 56 – 60 3
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat yang berada dalam rentang skor
56 – 60 sebanyak 3 siswa, dalam rentang skor 61 – 65 sebanyak 8 siswa, rentang
skor 66 – 70 sebanyak 4 siswa, rentang skor 71 – 75 sebanyak 6 siswa, rentang
skor 76 – 80 sebanyak 2 siswa dan rentang skor 81 – 88 sebanyak 2 siswa.
Secara lebih rinci, hasil belajar siswa pada siklus 1 dapat dilihat pada
gambar 4.4 dibawah ini:
Gambar 4.4
Diagram Nilai Hasil Belajar IPA Siklus 1
Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
0
2
4
6
8
56 – 60 61 – 65 66 – 70 71 – 75 76 – 80 81 – 88
2 2
6
4
8
3
Fre
kue
nsi
Kategori
Nilai Siklus 1
55
4.3.1.2 Analisis Ketuntasan Sikus I
Dalam analisis ketuntasan siklus I disajikan hasil belajar IPA siswa kelas
V pada siklus I disajikan dalam tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus I
Siswa kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
No. Nilai Setelah Tindakan Siklus I Keterangan
Jumlah Siswa Persentase
1. < 64 7 28% Tidak Tuntas
2. ≥ 64 18 72% Tuntas
Jumlah 25 100%
KKM 64
Rata – Rata 68,80
Nilai Tertinggi 88
Nilai Terendah 56
Berdasarkan tabel 4.5 di atas terlihat bahwa masih banyak siswa yang
nilainya masih belum tuntas atau belum memenuhi KKM yaitu 64. Hal tersebut
terlihat siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sebanyak 7 siswa dengan
persentase 28% dari total keseluruhan siswa, sedangkan siswa yang mencapai
KKM sebanyak 18 siswa dengan persentase 72% dari total seluruh siswa
sebanyak 25. Nilai terendah hasil belajar siswa adalah 56 sedangkan nilai tertinggi
hasil belajar siswa adalah 88. Rata-rata yang diperoleh pada siklus I adalah 68,80.
Secara lebih rinci, ketuntasan hasil tes siklus I dapat dilihat pada gambar
4.5 di bawah ini:
56
Gambar 4.5
Diagram Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus 1
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
4.3.2 Siklus II
4.3.2.1 Data Siklus II
Pada proses pembelajaran siklus II melalui model pembelajaran Make A
Match dengan indikator keberhasilan pada siklus II dikatakan sudah berhasil
karena sudah mencapai 96%.
Hasil tes pada akhir siklus sebagai tolak ukur tingkat pemahaman siswa
yang telah disampaikan oleh guru rata-rata yang diperoleh adalah 78,08
sedangkan pada siklus I rata-rata yang diperoleh adalah 68,80 dari siklus ini
terlihat adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3
Nambuhan.
Berdasarkan hasil tes pada siklus II terdapat 24 siswa atau 96% yang
mendapat nilai diatas 64 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60 dari 1
siswa atau 4% yang mendapatkan nilai dibawah KKM yang telah ditetapkan
disekolah. Hal ini berarti pembelajaran yang telah dilaksanakan melalui model
pembelajaran Make A Match sudah baik, hal itu dikarenakan siswa dapat
menguasai dan memahami materi yang diajarkan serta mendapatkan nilai yang
mencapai indikator keberhasilan.
0%
20%
40%
60%
80%
< 64 ≥ 64
Tidak Tuntas Tuntas
28%
72% p
ers
en
tase
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus 1
57
Pengolahan data hasil belajar siswa pada siklus II untuk mendapatkan
range, kelas, dan interval sama dengan pengolahan data prasiklus dan siklus I.
Dengan demikian peneliti ini akan mendapatkan hasil distribusi tindakan pada
siklus II dapat dilihat hasil pembelajaran pada siklus II yang telah dilaksanakan
pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus II
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
No. Interval Frekuensi
1. 90 – 100 3
2. 84 – 89 6
3. 78 – 83 2
4. 72 – 77 7
5. 66 – 71 4
6. 60 – 65 3
Berdasarkan pada tabel 4.6 dapat dilihat dari jumlah 25 siswa, yang berada
dalam rentang skor 60 – 65 sebanyak 3 siswa, dalam rentang skor 66 – 71
sebanyak 4 siswa, dalam rentang skor 72 – 77 sebanyak 7 siswa, dalam rentang
skor 78 – 83 sebanyak 2 siswa, dalam rentang skor 84 – 89 sebanyak 6 siswa, dan
dalam rentang skor 90 – 100 sebanyak 3 siswa.
Secara lebih rinci, hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada
gambar 4.6 dibawah ini:
58
Gambar 4.6
Diagram Nilai Hasil Belajar IPA Siklus 2
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
4.3.2.2 Analisis Ketuntasan Siklus II
Dalam analisis ketuntasan hasil belajar IPA siswa kelas V pada siklus II
disajikan dalam tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus II
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
No. Nilai Siklus II Keterangan
Jumlah Siswa Persentase (%)
1. < 64 1 4% Tidak Tuntas
2. ≥ 64 24 96% Tuntas
Jumlah 25 100%
KKM 64
Rata-Rata 78,08
Nilai Tertinggi 100
Nilai Terendah 60
0
2
4
6
8
60 – 65 66 – 71 72 – 77 78 – 83 84 – 89 90 – 100
3 4
7
2
6
3
Fre
kue
nsi
Kategori
Nilai Siklus 2
59
Dari hasil analisis tes siklus II, terlihat peningkatan yang maksimal dan
sangat baik. Hal tersebut terlihat dari jumlah siswa memperoleh nilai diatas KKM
yaitu 64 sebanyak 24 siswa dengan persentase 96% dengan nilai tertinggi 100,
sedangkan siswa yang belum berhasil mencapai nilai KKM terdapat 1 siswa yaitu
dengan nilai terendah 60 dengan persentase 4%. Nilai rata-rata yang diperoleh
meningkat menjadi 78,08.
Secara lebih rinci, ketuntasan hasil belajar siklus II dapat dilihat pada
gambar 4.7 dibawah ini:
Gambar 4.7
Diagram Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus 2
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
4.4 Analisis Komparatif
Berdasarkan hasil analisis ketuntasan yang telah dilakukan peneliti di SD
Negeri 3 Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan, maka akan
dilakukan analisis komparatif untuk mengukur perubahan yang terjadi pada hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPA agar dapat terlihat dengan jelas hasil
perbandingan nilai pada prasiklus dan nilai siklus I, dan siklus II.
Berikut ini akan disajikan dalam tabel maupun diagram perbandingan hasil
belajar sebelum tindakan dan setelah tindakan pada siklus I.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
< 64 ≥ 64
Tidak Tuntas Tuntas
4%
96%
pe
rse
nta
se
Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus 2
60
Tabel 4.8
Perbandingan Hasil Belajar IPA Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
Skor Kriteria
Hasil
Belajar
Prasiklus Siklus I Siklus II
Jumlah
Siswa
Persen-
tase
(%)
Jumlah
Siswa
Persen-
tase
(%)
Jumlah
Siswa
Persen-
tase
(%)
< 64 Tidak
Tuntas
15 60% 7 28% 1 4%
≥ 64 Tuntas 10 40% 18 72% 24 96%
Jumlah 25 100% 25 100% 25 100%
Rata-Rata 62,36 68,80 78,08
Nilai Tertinggi 80 88 100
Nilai Terendah 47 56 60
KKM = 64
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebelum tindakan, pada kondisi
awal siswa yang tuntas dalam belajar adalah 10 siswa dengan persentase 40%.
Jumlah dan persentase ini berubah setelah diberikan tindakan. Terjadi peningkatan
jumlah maupun persentase siswa pada siklus I yang tuntas belajar menjadi 18
siswa dengan persentase 72%. Dengan kata lain, terjadi peningkatan jumlah
maupun ketuntasan belajar siswa yaitu 8 siswa setelah diberikan tindakan pada
siklus 1 dengan persentase peningkatan 32%. Sebaliknya, sebelum tindakan model
pembelajaran Make A Match diterapkan, siswa yang belum tuntas berjumlah 15
siswa dengan persentase 60%. Jumlah dan persentase ini mengalami penurunan
menjadi 7 siswa dengan persentase 28%. Dengan kata lain, terjadi penurunan
jumlah maupun persentase ketuntasan belajar siswa setelah diberikan tindakan
pada siklus I dibandingkan sebelum tindakan yaitu terjadi penurunan 8 siswa
dengan persentase 32%. Pada siklus II dilihat jumlah siswa yang mencapai nilai
sesuai KKM mengalami peningkatan yang lebih baik yaitu berjumlah 24 siswa
61
dengan persentase 96%, sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai nilai
sesuai KKM mengalami penurunan yaitu hanya 1 siswa dengan persentase 4%.
Hal ini membuktikan bahwa terjadinya peningkatan hasil belajar siswa dari
kondisi awal sebelum diberi tindakan (kondisi awal) atau prasiklus dan kondisi
setelah diberi tindakan pada siklus I dan siklus II.
Data tersebut disajikan dalam diagram perbandingan jumlah siswa yang
tuntas sebelum tindakan (prasiklus) dan setelah tindakan pada siklus I dan siklus
II disajikan pada gambar 4.8 sebagai berikut:
Gambar 4.8
Diagram Perbandingan Hasil Belajar IPA Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Siswa Kelas V SD Negeri 3 Nambuhan
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Pada proses pembelajaran sebelum adanya tindakan siklus I guru
cenderung sebagai penentu jalannya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran
dikelas belum terjadi komunikasi yang baik antara siswa dan guru. Saat kegiatan
belajar mengajar siswa hanya sebagai pendengar dan hanya terjadi komunikasi
satu arah. Guru dalam penyampaian materi, penggunaan media dan alat peraga
masih kurang maksimal menyebabkan pembelajaran hanya berfokus pada buku
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Prasiklus Siklus 1 Siklus 2
60%
28%
4%
40%
72%
96%
Pe
rse
nta
se
Perbandingan Hasil Belajar IPA Prasiklus, Siklus 1, Siklus 2
≥ 64 Tuntas
< 64 Tidak Tuntas
62
paket. Pengamalam siswa dalam menggali pengetahuan masih kurang, ini dapat
dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa masih rendah.
Nilai rata-rata yang didapat siswa sebelum diadakan tindakan (kondisi
awal) atau prasiklus adalah 62,36. Siswa yang mencapai nilai KKM 64 hanya ada
10 siswa (40%). Nilai tertinggi yang diperoleh pada kondisi awal atau prasiklus
adalah 80 sedangkan untuk nilai terendah adalah 47.
Menurut Lorna Curran (dalam Miftahul Huda,2014) pada penerapan
model pembelajaran Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam
menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang didapat, proses
pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian siswa lebih antusias mengikuti
proses pembelajaran dan keaktifan siswa tampak sekali pada siswa mencari
pasangan sesuai dengan kartu yang didapat dengan batasan waktu yang
ditentukan. Dengan menggunakan model pembelajaran Make A Match ini, siswa
dapat memahami materi yang dipelajari, memotivasi belajar siswa, serta
pembelajarannya lebih menarik perhatian siswa untuk aktif dan kreatif sehingga
siswa merasa senang dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini menyebabkan hasil
belajar siswa meningkat dan belajar sepanjang hayat dapat terwujud.
Peningkatan hasil belajar IPA dapat dilihat dari perolehan pada test
formatif pada akhir siklus I dan siklus II.
1. Siklus I
Pada siklus I melalui model pembelajaran Make A Match siswa telah
mencapai nilai KKM sebanyak 18 siswa (72%), sedangkan yang belum
mencapai nilai KKM sebanyak 7 siswa (28%). Nilai rata-rata kelasnya
adalah 68,80. Untuk nilai tertinggi yang diperoleh adalah 88 sedangkan nilai
terendah adalah 56.
2. Siklus II
Pada siklus II juga melalui model pembelajaran Make A Match siswa yang
telah mencapai nilai KKM sebanyak 24 siswa (96%), sedangkan yang belum
mencapai nilai KKM hanya 1 siswa (4%). Nilai rata-rata kelasnya adalah
63
78,08. Untuk nilai tertinggi yang diperoleh adalah 100, sedangkan nilai
terendah adalah 60.
Meskipun masih ditemukan siswa yang belum mencapai nilai KKM
namun apabila berdasarkan pada indikator keberhasilan, penelitian ini sudah
dikatakan berhasil.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas dan 1 siswa yang belum
mencapai nilai KKM rendahnya hasil belajar siswa tersebut disebabkan karena
alasan siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran dikarenakan pola
asuh orang tua yang kurang memperhatikan anak. Guru kelas menyatakan bahwa
orang tua siswa tersebut kurang memperhatikan belajar anak dalam hal membaca
anak tersebut masih mengeja dan membacanya kurang lancar sehingga belajarnya
kurang yang mengakibatkan anak tersebut sulit memahami materi pelajaran.
Hal ini terbukti dengan rendahnya nilai yang diperoleh baik prasiklus,
siklus I, dan siklus II, sehingga diperlukan perhatian khusus terhadap siswa
tersebut seperti memberikan tambahan jam belajar tambahan untuk memberikan
pendekatan khusus pada anak tersebut dan melakukan diskusi pada orang tua atau
wali tentang perkembangan anak tersebut. Namun meskipun siswa tersebut belum
mencapai nilai KKM, tetapi siswa tersebut telah mengalami peningkatan hasil
belajar apabila dibandingkan dari prasiklus, siklus I dan siklus II.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Sri Rejeki (2010) yang berjudul “ Penerapan Model Pembelajaran Make A
Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas
V di SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010”. Dari hasil
analisis data tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Make A Match
dapat meningkatkan hasil belajar IPA di SDN 2 Sengonwetan.
Berdasarkan perolehan nilai yang didapat pada siklus I dan siklus II
pembelajaran melalui model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan
hasil belajar siswa baik secara kognitif maupun fisik yang berdampak pada
peningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V Semester II di SD Negeri 3
Nambuhan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan tahun ajaran 2014/2015.