Download - BAB IV tilik ternak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Institusi Mitra
1. Sejarah Balai Besar Veteriner Wates
Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates Yogyakarta adalah laboratorium
pengujian yang merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jendral
Peternakan Departemen Pertanian yang bertanggung jawab melaksanakan
pengamatan penyakit hewan untuk wilayah Jawa dan Madura. Balai ini
berkedudukan di tepi jalan raya yang merupakan jalur selatan Pulau Jawa,
tepatnya di Jalan Raya Yogyakarta Wates KM 27 telp. (0274) 773168 fax.
(0274) 773354, e-mail [email protected] dan secara administratif kantor ini
berada di wilayah Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo. Lokasi ini
strategis mengingat wilayah kerja balai yang meliputi wilayah Jawa dan Madura
atau sejumlah 6 Propinsi 171 kota/kabupaten 25.000 desa (sepertiga dari jumlah
desa di Indonesia yang berjumlah 75.000). Dalam perjalanan sejarahnya, BBVet
Wates telah mengalami perubahan nama, fungsi, dan pindah letak/lokasi kantor.
Institusi ini berdiri tahun 1978 bernama Balai Penyidikan Penyakit Hewan
(BPPH) Wilayah IV Yogyakarta, pada tahun 2001 menjadi Balai Penyidikan
dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional IV Yogyakarta, dan pada tahun 2003
ada perubahan struktur menjadi Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates
Yogyakarta.
Perubahan pada tahun 2001 dari BPPH dengan tugas sebagai laboratorium
diagnostik menjadi laboratorium veteriner (saat BPPV maupun BBVet), BBVet
mempunyai tiga aspek utama karena veteriner mencakup kedokteran kehewanan
yaitu kesehatan hewan, kesmavet (kesehatan masyarakat veteriner), dan
karantina. BBVet mempunyai tugas melaksanakan penyidikan, pengujian
veteriner dan pengembangan teknik, dan metode penyidikan dan pengujian
veteriner. BBVet mempunyai visi terwujudnya pelayanan prima melalui
pengembangan penyidikan dan pengujian veteriner serta sistem informasi
11
12
penyakit hewan berbasis laboratorium yang terakreditasi. Sedangkan misi yang
dibawa BBVet yaitu melaksanakan akreditasi terhadap seluruh ruang lingkup
pengujian agar mendapat pengakuan secara internasional, memberdayakan
sumber daya manusia yang ada agar dapat menghasilkan keluaran yang
diinginkan oleh stakeholders, meningkatkan kemandirian dan profesionalisme
dibidang penyidikan, pengujian dan sistem informasi penyakit hewan, serta
menyediakan laporan hasil penyidikan dan pengujian tepat waktu.
Instansi ini dipimpin seorang kepala dengan urutan sejak berdiri sebagai
berikut: drh R Suherman (1978-1979), drh Kridarso Budiprayitno (1979-1981),
drh Idris Pakpahan (1981-1984), drh Budi Tri Akoso, MSc, P hD (1984-1997),
drh H Mulyawan Sapardi (1997-2001), drh H Isep Sulaiman, MVS (2001-
2007), dan drh. Akhmad Junaidi, MMA. (2007 sekarang). Bidang pelayanan
meliputi: epidemiologi, parasitologi, patologi, virologi/serologi, bakteriologi,
KESMAVET (Kesehatan Masyarakat Veteriner), dan biologi molekuler.
Diantara pelayanan tersebut, bidang virologi/serologi dan biomolekuler yang
paling banyak pekerjaan. Penyakit menular binatang yang mendapat perhatian
balai ini sebanyak 13 jenis, tetapi ada 5 penyakit prioritas yaitu rabies, anthrax,
hog cholera, brucellosis, dan ditambah AI yang sedang mendapat perhatian
semua pihak terkait secara nasional. Beberapa pengujian di BBVet telah lulus
akreditasi Komite Akreditasi Nasional dengan Nomor Akreditasi LP-20 1-IDN
pada 25 jenis uji. Pelayanan BBVet Wates telah mendapatkan penghargaan
Abdi Tani selaku Unit kerja pelayanan publik berprestasi berdasarkan SK
Menteri Pertanian No 672/Kpts/KP.450/ Il /2004 tanggal 12 Nopember 2004.
Selain kemampuan dan fasilitas diatas BBVet juga sering menjadi tujuan
kunjungan ilmiah dan rnagang mahasiswa baik dari fakultas kesehatan
masyarakat, kedokteran hewan maupun fakultas lainnya. Keadaan jumlah
pegawai BBVet pada saat ini ada 81 orang meliputi: Master 7 orang, dokter
hewan 12 orang, Sarjana Ekonomi 1 orang, Sarjana Muda (D3) 8 orang,
Diploma (D2) perpustakaan 1 orang, SLTA 33 orang, SLTP 6 orang, dan SD 9
13
orang serta diantaranya terdapat 2 orang sedang menyelesaikan S2 dan 2 orang
menyelesaikan S3. Balai ini dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh 9
lab tipe B di tingkat propinsi, lab tipe C di kabupaten, dan poskeswan.
Hambatan yang dirasakan dalam melaksanakan kegiatannya antara lain luasnya
wilayah kerja yang tidak seimbang dengan jumlah staff, diantaranya
menyebabkan pengawasan terhadap mobilitas ternak masih kurang bahkan ada
lalu lintas hewan tanpa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari dokter
hewan, walaupun sudah dibantu adanya poskeswan di jalur-jalur lalu lintas.
Hambatan lain yaitu perkembangan teknologi sehingga balai harus mengikuti
tekno1ogi terbaru. Rencana perkembangan BBVet selanjutnya yaitu hendak
mencapai akreditasi jenis uji dari 25 menjadi 50 jenis uji pada tahun 2015.
Rencana perkembangan yang lain yaitu akan mengusahakan mencapai
Biosafety Level (BSL) 3 dari BSL2+ pada saat ini.
2. Visi, Misi Balai Besar Veteriner Wates
a) Visi Balai
Terwujudnya pelayanan prima melalui penyidikan dan pengujian
veteriner serta pengembangan teknik dan metoda pengujian veteriner yang
berbasis laboratorium terakreditasi.
b) Misi Balai
1) Mempertahankan dan meningkatkan status akreditasi laboratorium agar
mendapat pengakuan secara internasional.
2) Meningkatkan pemberdayaan sumber daya manusia agar mampu
mengantisipasi perubahan global.
3) Meningkatkan profesionalisme di bidang veteriner terutama pengamatan
dan pengidentifikasian penyakit hewan.
4) Membangun dan mengelola Sistem Informasi Veteriner dalam
penyediaan data dan informasi yang valid, akurat dan tepat waktu hasil
pengamatan dan pengidentifikasian penyakit hewan.
14
5) Membangun pemberdayaan dan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penanganan kesehatan
hewan dan kesehatan manusia serta kesehatan lingkungan secara terpadu.
3. Struktur Organisasi
Gambar 1. Struktur Organisasi Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta
15
B. Hasil Kegiatan
1. Pemberian Pakan dan Minum Ayam SAN
Pakan dan minum diberikan secara ad libitum. Jenis pakan yang diberikan
sesuai dengan umur dan keperluan sesuai umur (starter, grower dan
pemeliharaan dewasa). Pemberian pakan ayam dilakukan sehari satu kali pada
pagi hari, dengan ukuran 1 gayung untuk 1 tempat pakan dengan rata-rata
pemberian 120-130 gram/ekor/hari. Saat penggantian air minum bersamaan
dengan pemberian pakan, sekaligus dilakukan pencucian tempat minum. Jenis
pakan yang diberikan yaitu AI 100 dengan kandungan protein 17%, hal ini
sesuai dengan pendapat Untari dan Suryanto (2013) yang menyatakan bahwa
setelah fase grower 8 minggu pakan yang diberikan memiliki kwalitas atau
kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein minimal 16%.
Gambar 2. Proses Pemberian Pakan
16
2. Biosecurity
Sebelum masuk kandang, dipastikan sudah mandi terlebih dahulu dan tidak
bersinggungan dengan unggas lain. Mengenakan pakaian kandang, penutup
kepala, masker, glove dan sepatu bot yang telah steril. Sepatu bot direndam
dalam larutan desinfektan. Apabila sebelumnya sudah masuk ke dalam
laboratorium lain yang ada di kantor BBVet Wates, maka orang tersebut tidak
boleh masuk ke Instalasi Kandang Hewan Percobaan, karena untuk menghindari
seminimal mungkin kontak dengan agen penyakit.
Gambar 3. Biosecurity
3. Manajemen Kesehatan
Tidak ada program khusus yang dilakukan untuk manejemen kesehatan
ayam petelur SAN di IKHP BBVet Wates. Tindakan yang dilakukan berupa
tindakan preventif antara lain berupa menjaga lingkungan kandang,
membuang kotoran setiap satu minggu sekali, membersihkan lantai, dinding
koridor, lingkungan sekitar kandang, serta mengganti litter (sekam) jika sudah
basah.
4. Sarana dan Prasarana Kandang
BBVet Wates memiliki 4 kandang yaitu dengan ukuran setiap kandang
yaitu 6 x 4 m2. Setiap kandang digunakan untuk 40 ekor betina dan 5 jantan.
Iklim kandang yang cocok untuk beternak ayam petelur meliputi persyaratan
17
temperatur berkisar 32,3-350C, kelembaban berkisar antara 60-70%,
penerangan dan pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak
kandang diupayakan agar mendapat sinar matahari pagi dan serta sirkulasi
udara yang baik, sebaiknya kandang dibangun dengan sistem terbuka agar
hembusan angin cukup memberikan kesegaran di dalam kandang. Litter (alas
lantai ) yang digunakan harus dalam keadaan kering, tebal setinggi 10 cm,
bahan yang dipakai campuran dari kulit padi/sekam. Tempat bertelur terbuat
dari kotak kayu dengan ukuran 30 x 35 x 45 cm. Setiap kandang terdapat 4
kotak kayu untuk bertelur, kotak kayu tersebut diletakkan menempel pada
dinding. Tempat pakan dan minum terbuat dari bahan plastik dan tersedia
cukup.
5. Pemilihan Telur Ayam Bertunas Yang Standar
Telur yang sudah diambil dari kandang dipilih untuk digunakan uji
laboratorium sebagai telur ayam bertunas. Telur yang dipilih berukuran tidak
terlalu besar atau terlalu kecil. Tidak mempunyai kerabang yang tipis.
Mempunyai bobot minimal 60 gram. Setelah telur diseleksi selanjutnya
diberikan identitas berupa angka dari kandang nomor berapa telur berasal.
Gambar 4. Pemilihan telur dan pemberian identitas
18
Pemilihan telur yang dilakukan di IKHP sesuai dengan pendapat
Untari dan Suryanto (2013) yang menyatakan bahwa pemilihan telur ayam
bertunas yang standar didasarkan pada: bentuk telur bulat dengan berat
minimal 60 gram, kerabang tidak tipis juga tidak tebal, telur tidak retak dan
tidak benjol.
6. Desinfeksi Telur
Setelah telur diberikan identitas telur selanjutnya dibersihkan dengan
menggunakan air dan digosok secara pelan menggunakan sabut cucian.
Selanjutnya telur disucihamakan dengan menggunakan larutan fenol dengan
langkah sebagai berikut:
1. Pembuatan larutan fenol 5%.
2. Ambil fenol kemudian ditimbang sebanyak 50 gram.
3. Fenol 50 gram diencerkan kedalam 1 liter air/aqua.
4. Diaduk sampai tercampur rata.
5. Dimasukkan kedalam wadah tertutup.
6. Siap digunakan untuk mensucihamakan telur.
Gambar 5. Pencucian telur menggunakan larutan fenol