BAB V
GERAKAN PENOLAKAN MASYARAKAT SELOK AWAR – AWAR
TERHADAP AKTIVITAS PERTAMBANGAN PASIR BESI DI PESISIR
PANTAI WATU PECAK
5.1 Pengantar Analisis Data
Keberadaan potensi sumber daya alam dalam sebuah wilayah sering kali
memunculkan sebuah konflik. Hal tersebut akan dibahas lebih mendalam pada bab
ini. Pada penelitian ini, melihat bagaimana gerakan sosial yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Selok Awar – Awar diawali dari adanya sebuah aktivitas
pertambangan ilegal di Pesisir Pantai Watu Pecak. Kerusakan lahan pertanian
masyarakat menjadi salah satu penyabab kuat gerakan penolakan yang dilakukan
masyarakat selok.
Sebelumnya mengenai perjalanan pertambangan sudah dibahas pada bab
sebelumnya, pada bab ini peneliti akan melakukan analisis mengenai gerakan
penolakan masryarakat selok menggunakan 3 (tiga) mekanisme dalam gerakan sosial
antara lain : Sturktur Kesmpatan Politik, Pembingkaian isu atau analisis framming dan
mobilisasi sumber daya. Peneliti melakukan pembatasan pembahasan analisis gerakan
penolakan masyarakat selok pada bab ini, dimulai ketika aktivitas pertambangan
mulai dilakukan pada pertengahan 2014 hingga pada moratorium aktivitas
pertambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang 28 September 2015.
5.3 Struktur Kesempatan Politik Dalam Konflik Pertambangan Ilegal Desa
Selok Awar – Awar .
Mekanisme struktur kesempatan politik berupaya menjelaskan kemunculan,
serta melihat sejauh mana kesuksesan dalam gerakan sosial dipengaruhi oleh sistem
politik. Struktur kesempatan politik dipergunakan untuk melihat peluang-peluang
politik dalam menciptakan perubahan bagi kepentingannya. Terdapat beberapa aspek
penting dalam struktur kesempatan politik yakni, sejauh mana keterbukaan dan
ketertutupan dalam sistem politik, akses kelembagaan bagi para pelaku perubahan
baik formal maupun informal, fragmentasi elit, serta perluasan protes dan kapasitas
negara untuk melakukan cara-cara menindas.1 Secara sederhana, perspektif ini melihat
lingkungan eksternal sangat berpengaruh terhadap gerakan sosial. Namun perlu
diingat tidak semua bagian dalam struktur kesempatan politik ini terdapat dalam
gerakan sosial yang dilakukan. Struktur kesempatan politik dalam gerakan sosial yang
dilakukan masyarakat Desa Selok Awar – Awar pada konfik aktivitas pertambangan
ilegal dipergunakan untuk melihat lingkungan ekternal yang mempengaruhi
kemunculan dan perkembangan gerakan.
Dalam pembahasan struktur kesempatan politik pada sub bab ini akan
menjelaskan perubahan-perubahan eksternal yang dihadapi pada gerakan sosial
masyarakat Desa Selok Awar - Awar, secara langsung memperkuat peluang yang
didapatkan. Peluang struktur kesempatan politik tersebut bukanlah memonopoli
gerakan tetapi juga bisa dimanfaatkan kekuatan – kekuatan kontra gerakan yang
kepentingannya berbeda secara diametral bahkan dipergunakan untuk melemahkan
gerakan.2 Seperti yang di gambarkan pada kerangka di bawah ini :
1 Mc Adam dalam Irawati. 2012. Identitas Kultural dan Gerakan Politik Kerapatan Adat Kurai Dalam Representasu Politik Lokal. Jurnal Studi Pemerintahan. Padang : Universitas Andalas.Vol.3 No.1. Hal: 16 2 Ibid.
Tabel 5 .1 Gambar Struktur Kesmpatan Politik dalam Konflik Aktivitas Pertambangan Ilgeal
Sumber:DiolahPeneliti(2017)
Aktvitas pertambangan pasir bukanlah hal yang dianggap tabu bagi
masyarakat Kabupaten Lumajang khususnya di enam (6) Kecamatan Pasirian,
Tempursari, Pronojiwo, Yososwilangun, Candipuro yang banyak memiliki potensi
pertambangan pasir. Maka tak jarang masyarakat dari enam (6) Kecamatan tersebut
berprofesi sebagai seorang penambang manual. Masyarakat tak banyak yang tau soal
perizinan pertambangan baik itu legal atau ilegal yang terpenting masyrakat
mendapatkan mendapatkan keuntungan berupa sumber pendapatan dari aktifitas
tersebut dan tidak menggangu sumber pendapatan masyarakat yang tidak
berkecimpung dalam aktivitas pertambangan.3
Pertambangan pasir ilegal di Kabupaten Lumajang memang seolah – olah
sudah menjadi umum atau budaya. Melimpahnya aliran pasir yang disebabkan
aktivitas Gunung Semuru, membuat banyak lahan milik masyarakat dipenuhi oleh
potensi pasir. Pemilik lahan menganggap hal itu sebagai keberkahan dan kesempatan,
sehingga menimbulkan anggapan bahwa lahan pertambangan tersebut milik mereka
yang tidak memerlukan izin usaha.4
Selain itu masyarakat penambang ilegal menganggap bahwa mengurus
perizinan itu memakan biaya yang sangat besar dan waktu yang panjang, mereka
khawatir jika itu dilakukan akan berpengaruh pada kondisi ekonomi mereka. Pada
akhirnya penambang ilegal memilih untuk melakukan penambangan tanpa izin
dengan melakuakn prosedur lain yang bersifat informal.5 Penambang yang memiliki
izin juga seringkali mendapat pengutan liat yang yang dilakukan oleh sejumlah
preman dan oknum aparat keamanan dengan dalih menjaga keamanan. Pengelolahan
pertambangan pasir Lumajang seolah menjadi permasalahan yang tidak mempunyai
titik temu, karena rendahnya komitmen dari pemerintah dan aparat keamanan dalam
melakukan penertiban praktek pungli tambang dan penambang tanpa izin.6
Keberadaan penambangan illegal juga merugikan perusahaan yang telah
mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal ini dilakukan oleh perusahaan
sebagimana diatur dalam UU No 23 tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan
batubara, bahwa sebelum melakukan kegiatan pertambangan, perusahaan terlebih
3 Ghaus Lutfian, pengelolah Stockefile Pasir Besi, Wawancara. Pada tanggal 1 mei 2017 4 ibid. 5 Prosedur lain yang bersifat informal yang maksud peneliti adalah dengan memanfaatkan akses kepada oknum lembaga pemerintah dan aparat keamanan untuk mendapatkan back-up dalam menjalankan aktifitas pertambangan. 6 Ghaus Lutfian,Wawancara. Op.cit.
dahulu harus menyelsaikan hak atas tanah dengan pemegang hak atas tanah di lahan
yang akan di tambang.7 Akan tetapi, fakta yang ada di lapangan antara pihak pertama
yaitu perusahaan dengan pemilik lahan selaku pihak kedua, justru menimbulkan
permasalahan dalam perjanjijan sewa-menyewa yang telah sebelumnya disepakati
kedua belah pihak.
Dalam konteks pertambangan pasir di Kabupaten Lumajang seiring dengan
pesatnya kegiatan pertambangan yang ada pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP) PT IMMS, banyak bermunculan penambang– penambang ilegal atau
penambang liar yang biasa disebut spekulan sebagai pihak ketiga yang mulai
mengganggu kegiatan pertambangan PT IMMS, baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri yang menawarkan untuk bekerja sama dengan masyarakat sekitar tambang
yaitu pemilik lahan. Kedatangan para penambang liar ini tidak mampu dibendung
oleh pemerintah. Selanjutnya para penambang liar atau spekulan ini bekerja sama
dengan pemberi modal untuk mendapatkan lahan tambang pasir besi langsung dari
pemilik lahan, walaupun pada kenyataannya lahan tambang tersebut berada pada
WIUP PT IMMS.8
Permasalahan ini kemudian menimbulkan sengketa antara pihak pertama yaitu
PT IMMS dengan pemilik lahan selaku pihak kedua terkait dengan perjanjin sewa-
menyewa yang dahulu telah disepakati. Pertimbangan pihak kedua dalam
kecenderungan bekerja sama dengan spekulan ini adalah keuntungan ekonomis yang
lebih besar. Penambang liar ini mulai merusak perjanjian-perjanjian antara pemilik
lahan dengan PT IMMS, bahkan cenderung mengabaikan perjanjian sewa lahan,
sehingga PT IMMS sangat dirugikan.
7 UU 23 Tahun 2009, Op.cit. 8 Ghaus Lutfian, Wawancara. Op.cit.
Para penambang liar mulai berani menjual hasil tambang pasir besi untuk
dikirim ke stockfile liar dan hasilnya langsung diekspor tanpa melalui PT IMMS.9
Bahkan para penambang liar juga berani mengirim pasir besi ke luar Kota Lumajang
dengan menggunakan surat jalan PT IMMS yang isinya maupun stempelnya
dipalsukan, dan selanjutnya diekspor dengan menggunakan IUP dari kabupaten
lainnya seperti Tulungagung, Blitar, dan Malang dengan cara memalsu seolah-olah
pasir besi yang dikirim berasal dari kabupaten tersebut.10
5.2.1 Struktur Kesmpatan Politik Kelompok Penambang
Longgarnya pengawasan Pemerintah membuat kegiatan pertambangan ilegal
marak terjadi di 800 Desa di enam (6) Kecamatan dari 21 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Lumajang.11 Berdasarkan temuan peniliti aktor penambang ilegal pun
sangat beragam dari mulai oknum pejabat pemerintahan, bos preman, bandar judi, elit
Pemerintahan Desa, dari semua aktor tersebut memilih bermain tunggal dan juga ada
yang memilih untuk berkongsi satu sama lain.12 Dalam konflik pertmabangan ilegal
di Desa Selok Awar – Awar, aktor penambang dipimpin oleh Kepela Desa Hariyono
yang memanfaatkan otoritasnya untuk melakukan aktifitas kegiatan pertambangan
ilegal di Pesisir Pantai Watu Pecak dengan dalih akan melakukan pembangunan
sarana pariwisata.
Kepala Desa Selok Awar – Awar Hariyono mulai melakukan pertambangan
secara ilegal. Awal dari pertambangan ilegal bermula dari adanya Peraturan Bupati
Lumajang No. 79 Tahun 2014 tentang 1 Kecamatan 1 Desa Wisata, dimana setelah
diadakan rapat antara Camat dan para Kepala Desa se Kecamatan Pasirian akhirnya
9 Ibid. 10 Priesty Yustika, Op.cit. Hal 75 11 Ningtyas, Eka. 2015. Kasus Salim Kancil Mengapa Tambang Pasir Besi Ada di Lumajang. (https://m.tempo.co/read/news/2015/10/02/078705759/kasus-salim-kancil-mengapa-tambang-pasir-ada-di-lumajang). Di Akses 20 Agustus 2017 12 Ghaus Lutfian, Wawancara. Op.cit
diputuskan bahwa Camat Pasirian memilih Desa Selok Awar – Awar untuk dijadikan
sebagai Desa Wisata Kecamatan Pasirian. Dengan potensi yang ada, nantinya Desa
Selok Awar – Awar akan menawarkan wisata pantai yang bertema wisata bahari
seperti taman bermain, wahana air dan fasilitas – fasilitas lain yang mendukung
wisata pantai tersebut. Tempat wisata air ini menjadikan Pantai Ancol di Jakarta Utara
sebagai rujukan. Sebagimana yang dikatakan Drs. Muh Basar sebagai berikut :
“Pasirian menunjuk selok sebagai Desa Wisata di Kecamatan Pasirian dengan Pantai Watu Pecaknya sebagai wisata pantai, nantinya akan dibuat wisata air seperti yang di ancol13”
Pemberian mandat demi kepentingan Kabupaten ini sepertinya tidak membuat
Kepala Desa Hariyono menjalankan mandat sesuai yang diberikan Camat Pasirian
untuk membangun fasilitas wahana air di Pantai Watu Pecak. Dengan menggunakan
dasar penunjukan Desa Selok Awar – Awar sebagai desa wisata membuat peluang
stukrur kesempatan politik yang dimiliki kelompok penambang semakin longgar dan
terbuka terbuka untuk melakukan aktivitas pertambangan ilegal.
Pada awal pengerukan pasir besi tersebut diterima oleh warga Desa dan
mendukung Desanya yang akan di jadikan sebagai Desa Wisata di Kecamatan
Pasirian. Karena pastinya nanti warga desa akan menerima dampak dengan adanya
Desa wisata, warga Selok mempunyai harapan besar pada Wisata tersebut guna
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Namun apa yang di harapkan
warga desa sepertinya tidak berbanding lurus dengan realitas dilapangan, karena
bukannya pembangunan fasilitas Desa Wisata malah pengerukan dengan skala besar –
besaran yang ada di sepanjang Watu Pecak.
“Setau saya pengerukan dilakukan pada pertengahan tahun 2014 setelah Kades Hariyono terpilih kembali tapi saya kurang tahu jelasnya kapan
13 Muh. Basar, mantan Camat Pasirian, Wawancara. Pada tanggal 22 April 2017
mulai penambangan kerena memang sebelumnya yang warga tahu tempat itu sedang di bangun fasilitas wisata air14”
Seperti yang diketahui sebelumnya, bahwa masyarakat hanya tau Pantai Watu
Pecak dalam proses pembangunan fasilitas untuk Desa Wisata. Masyarakat sendiri
tidak tau kapan persisnya proses penambangan pasir besi dilakukan namun bila
dihitung dari mulainya pembangunan, pengerukan dimulai pada pertengan 2014
setelah terpilihnya Hariyono sebagai Kepala Desa Selok Awar – Awar pada periode
kedua. Aktifitas pertambangan ilegal milik Kades Hariyono juga didukung dengan
pasukan pengaman tambang (Tim 12) adalah kelompok bentukan Hariyono
beranggota kan 12 orang yang memiliki tugas mengamankan segala bentuk gangguan
terhadap penambangan illegal dengan cara mengintimidas. Tim ini sendiri juga
merupakan tim sukses Kepala Desa Haryono dalam pemilihan Kepala Desa.15
Tabel 5 2 Lokasi Stockpile Pertambangan Pasir Besi Kades Hariyono
Lokasi tempat penampungan pasir penambangan Kades Hariyono yang terletak di belakang pemukiman warga pesisir Pantai Watu Pecak. Sumber : Dokumentasi Penulis
Masyarakat yang kemudian yang merasa tidak puas dan merasa dirugikan
dengan aktivitas pertambangan kemudian mulai melakukan gerakan penolakan.
14 Hamid, salah satu penggagas FORUM, Wawancara. Pada tanggal 12 April 2017 15 Arya, tokoh pemuda Desa Selok Awar – Awar , Wawancara. Pada tanggal 11 April 2017
Gerakan penolakan ini kemudian dilihat sebagai ancaman terhambatnya aktivitas
pertambangan oleh kelompok penambang. Kelompok penambang kemudian gencar
melakukan tindakan intimidatif kepada para petani pesisir yang dirugikan akibat
aktivitas pertambangan. Kekhawatiran mereka menurut sapari sudah ditunjukan
dengan mulai membangun pos didekat lokasi pertambangan16.
5.2.2 Struktur Kesempatan Politik Kelompok Penolak Tambang
Konflik diartikan adanya pertentangan di antara para pelaku, yang sama –
sama mencoba melakukan kontrol pada satu obyek yang sama pula. Dalam hal ini,
sangat mungkin terjadi pertentangan antar kelompok, dimana masing – masing
memiliki nilai dan kepentingan yang dianggapnya benar. Akibat kegiatan aktivitas
pertambangan yang dilakukuan Kades Hariyono konflik pun terjadi antara kelompok
penambang yang memiliki kepentingan guna mendapatkan sumber pendapatan lain
yang menjanjikan keutungan besar dana kelompok penolak tambang yang merasa
sumber pendapatan ekonomi yang terancam dan pelestarian lingkungan pesisir yang
terancam rusak akibat aktivitas tersebut. Konflik sebelumnya terjadi dengan
masyarakat penambang tradisional Selok Anyar, penambang tradisonal dan petani
merasa terancam karena penambang ilegal milik Kades Hariyono mulai melanggar
batas teritorial dengan melakukan pertambangan diwilayah penambang tradisional.17
Aktivitas pertambangan ilegal di Desa Selok Awar – Awar yang mendapat
upaya penolakan dari masyarakat Selok Anyar menjadi faktor pendukung kelompok
penolak tambang Desa Selok Awar – Awar dalam upaya melakukan penolakan
aktivitas pertambangan ilegal di Pantai Watu Pecak. Kondisi ini membuat struktur
kesempatan politik mereka miliki terlihat begitu terbuka untuk dijadikan penguat bagi
gerakan. Seperti yang disampaikan Arya : 16 Sapari. Op.cit 17 Arya. Wawancara. Op.cit
“Sebelum masyarakat Selok Awar melakukan gelombang penolakan, jauh sebelum itu dilakukan masyrakat Selok Anyar. Masyarakat yang banyak berprofesi sebagai penambang tradisional dan warga disana mengusir bego (alat berat) pak kades hingga terjadi carok. Perlawanan yang dilakukan masyarakat Selok Anyar dengan melakukan pengusiran alat berat milik pak kades membuat pemicu semangat kita semakin bertambah dalam melakukan penolakan tambang pak kades”18
Puluhan massa dari warga Desa Selok Anyar mendatangi lokasi pertambangan
yang berbatasan dengan Desa Selok Awar – awar kemudian melakukan protes dan
sempat terjadi penganiyayaan kepada para sopir alat berat. Masyarakat menilai
keberadaan pertambangan milik Kades Hariyono akan mengancam lahan pertanian
mereka karena benteng pasir yang tambang membuat air laut semakin masuk ke lahan
pertanian milik petani Selok Anyar. Keberadaan pertambangan milik Kades Hariyono
juga akan mengancam pasar serta aktivitas pertambangan tradisonal milik masyarakat
Selok Anyar.19 Dalam aksi tersebut sempat terjadi bentrokan antara masyarakat Selok
Anyar penambang tradisonal dan petani Selok Anyar dengan Tim 12 pasukan
pengaman tambang Kades Hariyono. 20 Perlawanan masyarakat Selok Anyar
kemudian menjadi embrio gerakan penolakan masyarakat Desa Selok Awar – awar.
Perubahan kedua dalam struktur kesempatan politik bagi gerakan masyarakat
Selok Awar – Awar terjadi ketika keterlibatan negara dalam mengamankan aktivitas
pertambangan pasir berkurang. Jika dulu negara melalui aparat keamanan terlibat
dalam mengamankan aktivitas pertambangan dengan melakukan kriminalisasi kepada
para aktor penolak tambang seperti yang terjadi di Desa Wotgalih pada tahun 2011,
ketika masyarakat penolak tambang melakukan penolakan rencana aktivitas
pertambangan yang dilakukan PT.ANTAM.21 Perubahan itu dibuktikan dengan mulai
18 Ibid. 19 Ibid. 20 Setidaknya ada 3 (tiga) masyarakat terluka akibat luka bacok dalam kejadian tersebut. Amarah masyarakat ini baru bisa dikendalikan setelah Babinsa dan Bhabinkamtibnas turun kelokasi bentrokan. 21 Iriawati. Op.cit
meluasnya gerakan penolakan yang dilakukan masyrakat terhadap aktivitas
pertambangan, pada tahun 2013 berkurangnya keterlibatan negara dalam
mengamankan kegiatan pertambangan pasir besi dimanfaatkan oleh masyarakat Desa
Bades untuk melakukan gerakan penolakan tambang pasir yang dilakukan PT.IMMS.
Perubahan keterlibatan negara pada kegiatan pertambangan membuat
kesempatan tersendiri bagi kelompok penolak tambang, mengingat dalam kultur
masyarakat Desa meraka akan lebih takut dan memilih akan bungkam dengan
aktivitas pertambangan ilegal yang langsung diback-up oleh negara. Hingga pada
akhirnya gerakan yang dibangun masyarakat Desa Selokn Awar – Awar ini tidak
mampu secara leluasa untuk melakukan tindakan protes dikarenakan kehadiran
kelompok pengaman tambang TIM 12, akan tetapi masih terlihat begitu meningkat
secara intensitas penolakan aktivitas pertambangan ilegal. Struktur kesempatan politik
masyarakat Selok Awar – Awar terlihat begitu dinamis dengan adanya perubahan
stuktur kesempatan politik yang terjadi.
Hambatan yang dialami kelompok penolak tambang dalam awal kemunculan
aktivitas pertambangan ilegal ini adalah sulitnya kelompok penolak tambang
menjangkau akses kelembagaan formal Pemerintahan Daerah. Dalam pelaporan
aktivitas pertambangan ilegal di Pantai Watu Pecak telah dilakukan sebelumnya oleh
kelompok penolak tambang kepada Polsek Kecamatan Pasirian dan Polres Kabupaten
Lumajang. Namun upaya tersebut tidak ditanggapi dengan penertiban kegiatan
pertambangan ilegal. Hingga pada akhirnya gerakan penolakan yang dibangun
masyrarakat Selok ini tidak secara leluasa untuk melakukan tindakan karena
keberadaan kelompok pengaman tambang (TIM 12) yang gencar melakukan
intimidasi kepada masyarakat yang mengikuti kegiatan kelompok penolak tambang.
5.4 Proses Framming (Pembingkaian) Isu Gerakan
Kesadaran Masyarakat dalam melibatkan diri pada gerakan menjadi aspek
penting dalam framing, seperti gerakan sosial masyarakat tambang dalam menentang
aktifitas pertambangan ilegal. Setiap aktiftas terkait dengan framing gerakan sosial
sebagai media untuk mempengaruhi cara pandang seorang individu dalam
mengkontruksi suatu fakta atau peristiwa dan membentuk suatu identitas kolektif.
Framing gerakan sosial pada konflik pertambangan ilegal merupakan framing yang
diformulasikan oleh FORUM sebagai kelompok penolak tambang.
Menurut Zald pembingkaian isu atau proses framing merupakan bagian dari
sebuah strategi dalam gerakan, bagaimana kelompok gerakan memainkan isu yang
dikemas sebaik mungkin oleh para aktor gerakan sosial untuk meyakinkan kelompok
sasaran yang beragam dan luas sehingga mereka terdorong untuk melakukan sebuah
perubahan.22 Aktifitas ini berperan untuk memobilisasi seorang individu agar masuk
kedalam kelompok dan secara aktif menentang keberadaan pertambangan ilegal di
Pantai Watu Pecak.
Framing gerakan sosial terdiri dari agregate frame, consensus frame dan
collective frame. Melalui frame ini seorang individu dapat merasakan dan sadar akan
masalah yang terjadi khusunya terkait dampak lingkungan, yang secara sistematik
berdampak pada hilangnya sumber pendapatan petani pesisir akibat aktifitas
pertambangan ilegal. Kemudian dari permasalahan tersebut terjadi konstruksi
perasaan senasib dan solidaritas untuk melakukan aksi kolektif. Selanjutnya melihat
pendefinisian yang berkaitan dengan kenapa dibutuhkan tindakan kolektif, identifikasi
pihak penentang dan yang ditentang, terakhir mengenai identitas kelompok yang
22 Ibid. hal: 70
saling bersitegang yang semakin mempertegas siapa mereka dan siapa kita. Seperti
yang peniliti gambarkan halaman selanjutnya :
Tabel 5.3 Proses Pembingkaian isu pada Gerakan Penolakan Pertambangan Ilegal
5.4.1 Agregate Frame pada Gerakan Masyarakat Selok
Walaupun kegiatan penambangan sudah diatur secara jelas dalam Undang –
undang, akan tetapi permasalahan penambangan ilegal tetap saja terjadi hal ini
dikarenakan penggalian bahan mineral bukan logam tidak terkendali dan tidak
terawasi. Pada tahun 2014 aktifitas pertambangan ilegal masif terjadi di Kabupaten
Lumajang jalan utama di 3 (Tiga) Kecamatan Sumbersuko, Pasirian dan Candipuro
terjadi kerusakan parah dan juga dalam rentan waktu tersebut telah terjadi upaya
penolakan dari masyarakat dengan permasalahan yang beragam. Pengelolahan
pertambangan pasir yang berjalan tidak terkendali dan tidak terawasi membuat aktor
penambang ilegal memperluas aktifitas penambangannya di Pesisir Pantai.23
Aktor penambang ilegal juga melakukan kongsi dengan elit Pemerintahan
Desa demi melancarkan aktifitas kegiatan tersebut juga tak sedikit elit Pemerintahan
Desa yang melakukan pertambangan ilegal di Desanya sendiri seperti yang terjadi di
Desa Selok Awar – Awar . Tidak banyak masyarakat daerah pesisir yang kemudian
melakukan gerakan penolakan terhadap aktifitas pertambangan hal tersebut
diakibatkan mayoritas masyarakat daerah pesisir berprofesi sebagai penambang
tradisional, hadirnya penambang ilegal yang memiliki modal besar membuat
masyarakat pesisir memilih bekerjasama dengan aktor penambang ilegal.24
Aktifitas pertambangan menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Selok Awar –
Awar karena belum ada aktifitas pertambangan sebelum kegiatan penambangan yang
dilakukan Kades Hariyono. Meskipun terdapat masyarakat selok berprofesi sebagai
buruh penambang yang jumlahnya tidak bisa di identifikasi peneliti, tetapi aktifitas
tersebut dilakukan di Desa Selok Anyar yang bersebelahan dengan Desa Selok Awar -
awar. Masyarakat Selok lebih memilih menggantungkan hidupnya pada kegiatan
pertanian, pemanfaatan tanah olor sebagai lahan produktif telah dilakukan oleh
masyarakat pesisir untuk memperluas lahan pertanian. Kehadiran aktifitas
pertambangan telah menjadi bencana yang nyata bagi petani yang memiliki lahan di
Pesisir Pantai Watu Pecak. Petani pesisir memandang bahwa aktifitas pertambangan
ilegal telah mengancam substensi mereka. 10 Ha lahan pertanian masyarakat telah
rusak disebabkan karenan hilangnya benteng pasir alami yang menyebabkan air laut
23 Lutfia Amerta, Wawancara. Op.cit. 24 Ibid.
masuk kedalam lahan pertanian masyarakat.25 Menurut petani pesisir, ganti rugi yang
dilakukan oleh Kades Hariyono kepada petani itu sangat tidak sebanding dengan
usaha petani dalam memanfaatkan tanah olor sebagai lahan produktif. Dalam
pandangan masyarakat, lahan pertanian masyarakat sangat penting dalam pemenuhan
sumber kehidupan mereka dikarenakan lahan pertanian menjadi objek yang vital
ketika menjadi seorang nelayan di daerah pesisir tidak menjanjikan.26
Dalam memperkuat penolakan terhadap aktifitas pertambangan ilegal,
kelompok penolak tambang membangun beberapa isu, aktifitas tersebut telah
menggunakan potensi sumber daya Desa sebagai sarana memperkaya diri dan telah
mengkorbankan sumber pendapatan masyarakat yang terdampak akibat aktifitas
tersebut. Aktifitas pertambangan ilegal yang bersifat eksploitatif dan dilakukan di
pesisir pantai telah mengancam ekosistem laut yang akan mempercepat bencana
abrasi dan banjir robb. Isu lingkungan serta isu yang dimainkan oleh kelompok
penolak tambang yang sudah di bahas di atas, menjadi bentuk Agregat Frame
kelompok penolak tambang dalam mendapatkan dukungan dan simpati masyarakat
luas juga dalam melakukan konstruksi isu bahwa isu tersebut merupakan
permasalahan bersama. Tindakan intimidatif yang dilakukan pengaman tambanng
juga dijadikan bingkai penyebaran isu kepada publik. Tujuan dari pembingkaian isu
itu kemudian sebagai proses membentuk identitas dalam melakukan gerakan
penolakan terhadap aktifitas pertambangan ilegal di Pantai Watu Pecak. Permasalahan
ini terus disuarakan oleh masyarakat penolak tambang seperti yang disampaikan Arya
:
“Selain isu lingkungan yang kita pakai untuk menunjukan dampak buruk pertambangan pak Kades. Tindakan Tim 12 dalam mengamankan
25 Arya, Wawancara. Op.cit 26 Ibid.
pertambangan juga kita pakai untuk menggalang dukungan. Sempat vidio menganai tindakan intimidasi TIM 12 kita posting di facebook dan youtube. Selian itu kerap kali kita bersantai di tempat umum desa bercerita mengenai dampak aktivitas tambang pak kades.27”
Selain faktor kuatnya intimidasi TIM 12 yang semakin mempersempit ruang
gerak FORUM dalam membangun kesadaran di masyarakat Selok. Bahkan elemen
masyarakat sipil Desa Selok dengan mudah terkadang distigma oleh TIM 12, bahwa
FORUM sebagai kelompok orang yang tidak mendukung pak Kades Hariyomo pada
Pilkades 2014. Tim 12 menyebarkan bahwa kegiatan pertambangan digunakan untuk
membiayai sejumlah kegiatan yang diadakan Kecamatan Pasirian. Melalui bentuk –
bentuk protes dan pemboikotan, kelompok penolak tambang berusaha untuk
memperkuat posisi gerakan penolakan penambang ilegal. Juga dengan cara tersebut
keberlangsungan dan solidaritas mereka terjaga.
Realitas yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas pertambangan ilegal telah
mengabaikan sumber pendapatan petani pesisir yang langsung mengarah pada
kerugian yang harus diderita oleh masyarakat petani pesisir. Melihat berbagai
permasalahan yang timbul, kelompok penolak tambang tidak melihat bahwa
Pemerintah dan Aparat keamanan tidak menanggapi laporan adanya aktifitas
pertambangan ilegal. Selain itu mereka menganggap terdapat oknum Pemerintahan
dan Aparat keamanan yang memiliki kepentingan guna meng-back up jalananya
aktivitas pertambangan ilegal.28
5.4.2 Consensus Frame pada Gerakan Masyarakat Selok
Melihat gerakan penolakan yang dilakukan masyarakat Selok dalam kurun
waktu akhir 2014 – 2015 selma aktifitas pertambangan berlangsung seperti bentuk
aksi protes yang beberapa kali dilayangkan kepada para pemangku kepentingan.
27Arya, Wawancara. Op.cit 28 Ibid.
Kelompok penolak tambang kemudian mengajak masyarakat secara luas untuk
bersama – sama mendesak Pemerintah melakukan penertiban terhadap aktivitas
pertambangan ilegal. Dikarenakan bila permasalahan pertambangan ilegal dibiarkan
maka akan menimbulakn dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat Lumajang
khususnya masyarakat di areal pertambangan. Langkah tersebut diperlukan mengingat
Aparat keamnan dan Pemerintahan dari tingkat Desa sampai Daerah cenderung
melakukan pembiaran terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang marak terjadi pada
tahun 2014. Seperti yang disampaikan oleh salah satu inisiator kelompok penolak
tambang Selok :
“Kita selalu mengajak untuk bersama-sama mendesak pihak-pihak yang merugikan serta pihak tersebut memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Seolah-olah selama ini kita hanya dipermainkan dan cenderung diabaikan laporan kami baik itu ke Polsek Pasirian, Polres Lumajang, Bupati Lumajang dan DPRD Lumajang bahkan kita juga sempat mengirimkan surat kepada Presiden”29
Cara untuk kelompok penolak tambang untuk memperkuat kesadaran kolektif
komponen kelompok penolak tambang dengan mempertegas subjek kelompok
gerakan dengan para kelompok yang berlawanan, melalui FORUM diskusi “Kopi
Jum’at. Forum diskusi ini diselenggarakan setiap seminggu sekali pada hari Jum’at
dengan mengundang seluruh komponen pendukung kelompok penolak tambang yang
terdiri dari HMI Komisariat Lumajang, PMII Cabang Lumajang, Gerakan Masyarakat
Peduli Pesisir (GEMPAR), Lumajang Melawan dan sejumlah media lokal seperti
Lumajang Satu dan Lumajangtime.
Dengan mengadakan Forum diskusi Kopi Jum’at sebagai langkah untuk
memetakan persoalan terkait aktivitas pertambangan ilegal di Desa Selok Awar –
Awar dan untuk memformulasikan beberapa konsep untuk berpikir, keputusan
strategis dalam gerakan serta menyediakan skema terkait dengan langkah – langkah
29 Hamid, Wawancara. Op Cit
gerakan dalam upaya menghentikan aktifitas pertambangan ilegal.30 Kegiatan ini
bentuk Consensus Frame sebagai sarana untuk mengkonstruksi perasaan para
pasrtisipan gerakan. Berdasarkan informasi yang peneliti dapat dilapangan upaya
intimidasi dari Tim 12 secara terus menerus dilakukan dalam kegiatan tersebut, selain
diadakan di Desa Selok terkadang juga dilaksanakan di Desa sebelah agar aktifitas
kegiatan FORUM tidak diketahui oleh Tim 12 serta Kades Hariyono.31
Selain itu upaya lain yang dilakukan aktor gerakan yakni mengajak media
memunculkan isu penambangan ilegal. Media massa mempunyai peranan yang vital
sebagai media untuk memengaruhi persepsi masyarakat sangat diperlukan. Banyak
permasalahan sosial dalam pertambangan pasir di Lumajang yang belum terekspos ke
hadapan publik. Dari sana kelompok penolak tambang, mengharapkan peran media
hadir sebagai pihak yang dapat mempengaruhi dukungan masyarakat secara luas dan
mempengaruhi kebijakan Pemerintah karena desakan dari media.
Langkah masyarakat tambang melakukan penyebaran isu terhalang oleh
adanya pihak yang memiliki kepentingan dalam pertambangan. Pihak – pihak tersebut
mencegah bagaimana akses eksternal tak bisa masuk ke lingkup kawasan
pertambangan ilegal. Inilah yang menjadi persoalan tersendiri bagi pembingkaian
framing gerakan kelompok penolak tambang dengan media massa. Media massa juga
tak luput dari tindakan intimidasi dari kelompok penambang ilegal juga dalam temuan
peneliti terdapat media yang juga berkompromi dengan aktor penambangan ilegal
dalam bentuk pemberian imbalan.32
30 Ibid. 31 Arya, Wawancara. Op.cit 32 Lutfia Amerta, Wawancara. Op.cit.
5.4.3 Collective Action Frame pada Masyarakat Tambang
Dalam teori Framing gerakan sosial, collective action frame yang terdapat
pada gerakan penolakan masyarakat selok dikontruksi oleh tiga frame yaitu injustice
frame, agency frame dan identity frame. Berdasarkan agregate frame yang telah
diidentifikasi sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa yang ditimbulkan pada
rusaknya lahan pertanian masyarakat pesisir merupakan bentuk injustice frame dalam
gerakan penolakan yang dilakukan oleh kelompok penolak tambang.
Ketidakseimbangan ekonomi dan sosial yang sudah peneliti jelaskan pada agregate
frame telah memberikan alasan kuat untuk melakukan tindakan kolektif.
Melihat aksi protes yang telah dilakukan terkait dengan aktivitas
pertambangan ilegal di Pesisir Pantai Watu Pecak, kelompok penolak tambang
memandang tanggung jawab ditujukan kepada minimnya pengawasan Pemerintah.
Pemerintah serta aparat keamanan seharusnya memperhatikan aktifitas pertambangan
pasir ilegal yang banyak terjadi di Kabupaten Lumajang. Pemerintah seolah menutup
mata dan bahkan terdapat oknum pejabat memilih berkompromi dengan penambang
ilegal atau memilih melakukan aktifitas pertambangan ilegal sendiri untuk meraup
keuntungan pribadi seperti yang terjadi di Desa Selok Awar – Awar .
Dalam variable agency frame, yang terdapat pada gerakan penolakan
masyarakat Selok fokus kepada kelompok penambang yang dipimpin oleh Kades
Hariyono beserta Tim 12 sebagai kelompok pengaman pertambangan. Kades
Hariyono yang memiliki posisi sebagai elit Pemerintahan Desa memiliki sumber
dukungan dan akses kelembangan formal yang cukup kuat dari elit Pemerintahan
Kecamatan hingga tingkat Pemerintahan Daerah gunu meng-back up jalannya
aktivitas pertambangan. Masyarakat kelompok penolak tambang menganggap pihak
tersebut sebagai pihak lawan atau pihak yang telah mengancam sumber pendapatan
dan ketentraman Desa. Berdasarkan prinsip – prinsip yang mereka yakini selama ini,
gerakan yang terus mereka lakukan sesuai dengan prinsip perjuangan untuk
mendapatkan hak – hak mereka sebagai petani yang lahannya rusak akibat
pertambangan pasir dan kelompok penolak tambang juga mengatasnamakan sebagai
pejuang lingkungan pesisir yang terancam akibat keberadaan pertambangan yang
bersifat eksploitatif.
Terakhir adalah identity frame, berdasarkan penjelasan penulis diatas semakin
mempertegas identitas kelompok antara kelompok penolak tambang yang melabeli
mereka sebagai kelompok yang terdiri dari orang – orang yang merasa terancam
sumber pendapatannya, mereka yang sadar dan tidak takut dengan intimidasi serta
resiko keselamatan mereka dan mereka yang mengatasnamakan pejuang lingkungan
pesisir. Sementara kelompok penambang ilegal mereka yang terdiri dari Kades
Hariyono dan Tim 12 yang merupakan kroni Kades yang terdiri dari kumpulan
preman Desa Selok Awar – Awar yang juga membantu Hariyono dalam proses
Pilkades.
5.5 Mobilisasi Sumber Daya dalam Gerakan Penolakan Masyarakat Selok
Mobilisasi sumber daya dalam gerakan sosial dipandang sebagai cara
kelompok untuk melebur dalam sebuah aksi kolektif, didalamnya terdapat taktik
gerakan serta bentuk organisasi gerakan sosial. Tantangan-tantangan kolektif
merupakan karakteristik paling umum dari gerakan sosial. Hal ini disebabkan dari
sebuah kenyataan bahwa gerakan sosial biasanya kurang memiliki sumber daya yang
stabil. 33 Mobilisasi sumber daya sendiri menjadi kerangka teoritik yang cukup
dominan untuk menganalisis gerakan sosial itu sendiri dalam menghampiri
pendukung barunya sebagai konstituen untuk menegaskan klaim mereka, tantangan
33 Snow dalam Manulu Dimpos. Op.cit hal: 20
merupakan sumber daya yang bisa juga dikuasai. Gerakan sosial mempergunakan
cara kolektif untuk menjadi titik fokus bagi para pendukungnya, memperoleh
perhatian dari kubu lawan dan juga pihak lain serta menciptakan konstituen yang
diwakili.34
Tumbuh dan berkembangnya gerakan sosial juga sangat dipengaruhi oleh
seberapa kuat dan seberapa besar sumber daya materil yang tersedia untuk
dimobilisasi. Para kelompok gerakan memiliki penaran penting untuk membentuk dan
memperkuat sumber daya non materil dalam mengembangkan gerakan sosial.
Terdapat faktor – faktor determinan dalam mobilisasi sumber daya yang memiliki
peran yang cukup dominan dalam untuk menganalisis gerakan penolakan yang
dilakukan masyarakat selok. Faktor – faktor tersebut terdiri dari :35
Tabel 5 4 Mobilisasi Sumber Daya dalam Gerakan Penolakan Aktivitas
Pertambangan Ilegal
34 Abdul, Wahib Situmorang. (2013). Gerakan Sosial : Teori & praktik : Yogyakarta : Pustaka Belajar. hal : 24 35 Sukmana, Oman. Op. Cit hal: 160
5.5.1 Faktor – faktor Determinan dalam Mobilisasi Sumber Daya Gerakan
Penolakan Masyarakat Selok.
Mobilisasi sumber daya gerakan sosial masyarakat tambang tidak terlepas dari
seberapa kuat dan besar sumber daya meteril berkaitan dengan dana gerakan, jumlah
massa serta pola rekrutmennya, dan jaringan yang dimiliki oleh kelompok gerakan.
Penguatan penolakan ini didukung oleh adanya inisiatif aktor penolak tambang guna
membentuk organisasi gerakan sebagai wujud dari pelembagaan penolakan atas
kehadiran penambangan pasir besi tersebut dan juga sebagai wahana konsolidasi.36
Diantaranya wujud dari wahana konsolidasi itu adalah terbentuknya Forum
Komunikasi Peduli Desa Selok Awar – awar atau yang lebih familiar disebut
FORUM oleh masayarakat sekitar. Sebagai gerakan yang terbentuk dilatar belakangi
oleh kerusakan lingkungan yang secara sistematik juga berdampak pada rusaknya
persawahan yang menjadi mata pencarian petani di sekitar pesisir. Hamid, Ikhsan,
Sapari dan Ansori sebagai salah satu inisiator terbentuknya Forum Masyarakat Peduli
Desa Selok Awar – awar (FORUM) merasa prihatin dengan aktifitas pertambangan
ilegal yang berdampak pada kondisi lingkungan pesisir Watu Pecak.37 FORUM yang
terbentuk kemudian menjadi wujud dari pelembagaan penolakan atas kehadiran
penambangan pasir besi tersebut kemudian FORUM memainkan kiprahnya dalam
melakukan gerakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal.
Walaupun hampir dari beberapa mereka merasakan nasib yang sama akan
tetapi hal itu tidak mampu membangkitkan semangat solidaritas antar masyarakat
tambang. Meskipun mereka sadar namun dalam proses berkonsolidasi untuk
berpasrtisipasi dalam upaya menetang adaanya aktivitas pertambangan ilegal mereka
36 Manulu Dimpos. Op.cit hal: 109 37 Hamid, Wawancara. Op.cit
masih mengalami banyak kendala. Solidaritas justru muncul dari masyarakat Selok
Awar – Awar yang tidak terkena dampak secara langsung. Para petani pesisir yang
mata pencariannya hilang akibat aktivitas pasir kemudian memilih untuk bungkam
dikarenakan intimidasi yang dilakukan TIM 12. Sikap bungkam tersebut dipilih
sebagai bentuk tindakan mengamankan keselamatan jiwa mereka dan keluarga
mereka.38
Bentuk FORUM sendiri sifatnya situsional tanpa melalui proses pembentukan
struktur organisasi yang formal dan baku, FORUM adalah sebuah perkumpulan
kelompok penolak tambang yang nonhirarkis dan semua anggota dianggap memiliki
kedudukan yang sama. Dalam struktur mobilisasi sumber daya pada gerakan sosial
juga mengikutsertakan serangkaian posisi sosial yang ada dalam masyarakat kedalam
struktur mobilisasi yang akan terbentuk. Posisi sosial terdiri dari unit keluarga,
jaringan pertemanan, asosiasi tenaga suka rela (organisasi informal yang mau
bergabung), elemen lain baik internal maupun eksternal. Untuk membentuk gerakan
yang solid diperlukan jumlah massa yang banyak. Sayangnya masyarakat yang
merasa dirugikan dan terganggu dengan aktivitas pertambangan ilegal enggan
berpartisipasi dalam FORUM.
FORUM memanfaatkan jaringan kekerabatan dan persaudaraan untuk
menjadi dasar rekrutmen kelompok gerakan ini.39Selain faktor kuatnya intimidasi
TIM 12 yang semakin mempersempit ruang gerak FORUM untuk melakukan
penjaringan partisipan di masyarakat Selok. Bahkan elemen masyarakat sipil Desa
Selok dengan mudah terkadang distigma oleh TIM 12, bahwa FORUM sebagai
kelompok orang yang tidak mendukung pak Kades Hariyomo pada Pilkades 2014.
FORUM juga kesulitan dalam mempertahankan komitmen para partisipan kelompok
38 Arya, Wawancara. Op.cit 39 Ibid.
gerakan karena ketakutan masyarakat dengan keberadaan kelompok pengaman
pertambangan yang secara intensif melakukan intimidasi bagi setiap masyarakat yang
mengikuti kelompok penolak tambang seperti yang di katakan Arya :
“Kami waktu itu nyari orang dengan susah payah karena orang – orang takut dibacok,dirampok karena ancaman Tim 12 selalu seperti itu. Maka tak jarang konsolidasi kita sering di Desa sebelah. Juga kadang dilakukan sembunyi – sembunyi dirumah pak ikhsan kalau yang ikut dikit. Selain itu kita juga dicap sebagai kelompok yang dulu tidak mendukung pak Kades40”
Kelompok gerakan yang awalnya hanya memiliki anggota dari kelompok
golongan tua menjadikan gerakan FORUM stagnan, karena kurangnya kapasitas,
jaringan, dan kemampuan berorganisasi dalam menggalang simpati dan dukungan
masyarakat maupun kelompok pendukung. Selain itu kelompok gerakan tidak
memiliki pemimpin utama gerakan yang membuat gerakan penolakan tidak berjalan
terarah dan masif. Kehadiran kelompok pemuda dalam FORUM menambah
kedinamisan pola gerakan FORUM dalam gerakan FORUM untuk mengehentikan
pertambangan ilegal melalui jalur formal yang dengan melakukan pelaporan aktivitas
pertambngan ilegal kepada Pemda dan Kepolisian meskipun tak menuai hasil.
Keterlibatan aktor pemuda dalam FORUM kemudian memperluas jarinngan kepada
sejumlah elemen mahasiswa, organisasi kemasyarakatan lokal dan media lokal
membuat dampak aktivitas pertambangan ilegal mulai diberitakan dan menjadi bahan
diskusi – diskusi informal yang berisifat sporadis dan temporer untuk menghimpun
massa yang memiliki kepedulian terhadap isu – isu pelestarian lingkunagn.41 Peneliti
memliki keterbatasan data mengenai jumlah massa yang terlibat dalam gerakan
penolakan ini dikarenakan data tersebut tidak didokumentasikan oleh kelompok
penolak tambang.
Sebagai bentuk kelompok gerakan yang situsional dan tidak memiliki struktur 40 Ibid. 41 Ibid.
yang baku maupun formal, FORUM tidak memiliki pengelolahan pendanaan yang
mandiri. FORUM hanya menggunakan dana insidentil dengan iuran para partisipan
berdasarkan agenda - agenda tertentu. Pendanaan FORUM juga mengandalkan
pemberian atau hibah dari beberapa aktor FORUM yang seperti yang dikatakan Arya
:
“Biaya oprasional kegiatan FORUM kita mengandalkan iuran kalau ada agenda. Juga kadang pak Sapari dan Pak Ikhsan yang mengeluarkan pendanaan buat kegiatan FORUM. Malah Pak Sapari itu sampai menjual kerbaunya untuk pembiayaan kegiatan – kegiatan kami”42.
Berbagai upaya untuk meredam gerakan gencar dilakukan kelompok
pengaman pertambangan TIM 12 seperti intimidasi, penganiyaan bahkan
pembunuhan dalam menghentikan aktifitas FORUM guna mengamankan jalanya
aktifitas pertambangan ilegal. Meskipun demikian FORUM dengan kehadiran
kelompok pemuda, mahasiswa, media lokal secara berdampingan dan intensif
melakukan penyadaran kepada masyarakat terkait dampak negatif keberadaan
pertambangan ilegal.
Selain jaringan sesama masyarakat Desa Selok Awar – Awar, jaringan lain
yakni melalui komunikasi dengan masyarakat secara luas. Hal ini juga masuk menjadi
salah satu unsur penting untuk menggerakan masyarakat dalam melakukan gerakan
protes. Jaringan komunikasi dengan masyarakat lain tersebut digerakkan oleh
mereka-mereka yang tergabung dalam aliansi Forum Masyarakat Peduli Desa Selok
Awar – Awar yang meliputi elemen mahasiswa melalui HMI Komisariat Lumajang,
PMII Cabang Lumajang, Gerakan Masyarakat Peduli Pesisir (GEMPAR), Lumajang
Melawan, Laskar Hijau dan media lokal seperti Lumajang Satu dan Lumajangtime.43
Seperti yang peneliti bahas dalam Consensus Frame aliansi ini kemudian sebagai
42 Ibid. 43 Ansori, Wawancara. Op.cit
tempat kegiatan konsolidasi untuk merancang strategi yang berhubungan dengan
penolakan terhadap aktivitas pertambangan. Strategi tersebut termasuk beberapa kali
tindakan protes secara langsung dan merumuskan skema pembingkaian isu seperti
yang peneliti bahas pada sub bab sebelumnya.
Keterlibatan elemen eksternal memegang peranan penting dalam sejumlah
bentuk protes yang dilakukan kelompok penolak tambang. Elemen eksternal ini yang
memiliki kemampuan berorganisasi (kapasitas) yang sebelumnya tidak dimiliki oleh
kelompok gerakan, kemudian elemen eksternal ini menjadi inisiator dalam strategi
aksi protes yang dilakukan kelompok penolak tambang. Elemen eksternal juga
memegang pernanan vital dalam penyebarluasan aktivitas pertambangan ilegal
melalui jaringan yang dimiliki seperti jaringan kepada Jatam, Walhi dan ICW.
Konflik yang terjadi pada pertambangan pasir besi di Desa Selok Awar –
Awar telah mengakibatkan korban jiwa. Kejadian tersebut menjadi klimaks gerakan
penolakan yang dilakukan Masyarakat Desa Selok Awar – Awar. Dari peristiwa itu
pula aktivitas pertambangan di Kabupaten Lumajang mulai mendapat perhatian
publik. Perkembangan konflik yang terjadi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 5.1 Perkembangan Konflik Aktivitas Pertambangan Ilegal
Tahun Peristiwa Keterangan
2014 PERBUP No. 79 Tahun 2014 tentang 1 Kecamatan, 1 Desa Wisata
Desa Selok Awar – Awar di tunjuk sebagai Desa Wisata yang mewakili Kecamatan Pasirian
Melakukan aktifitas pembangunan di Pesisir Pantai Watu Pecak
Aktivitas pembangunan di Pantai Watu Pecak ternyata menjadi dalih untuk melakukan aktivitas pertambangan ilegal.
Pada pertengahan bulan oktober aktivitas
Masyarakat menilai keberadaan pertambangan milik Kades Hariyono
pertambangan ilegal mendapat upaya penolakan dari masyarakat Desa Selok Anyar.
akan mengancam lahan pertanian mereka karena benteng pasir yang tambang membuat air laut semakin masuk ke lahan pertanian milik petani Selok Anyar. Keberadaan pertambangan milik Kades Hariyono juga akan mengancam pasar serta aktivitas pertambangan tradisonal milik masyarakat Selok Anyar
2015 Lahan pertaniaan masyarakat seluas 10 Ha rusak akibat tercemari air laut.
Dari kerugian tersebut masyarakat pesisir kemudian hanya di berikan ganti rugi sebesar 1 jt itu pun dengan proses yang tertunda – tunda.
Terbentuknya Forum Masyarakat Peduli Desa Selok Awar – Awar.
Masyarakat yang tidak puas kemudian membentuk FORUM yang awalnya hanya beranggotakan 4 orang.
Pada tanggal 20 juli 2015, masyarakat melakukan pelaporan aktivitas pertambangan ilegal kepada Polsek Pasirian dan Camat Pasirian.
Pelaporan masyarakat tersebut tidak ditanggapi sama sekali oleh Polsek dan Kecamatan.
Pada Agustus 2015, Masyarakat melakukan aksi di depan kantor Bupati Lumajang.
Dalam aksi tersebut pihak kelompok penambang menyerahkan berkas pelaporan kepada perwakilan Bupati denga harapan aktivitas pertambangan langsung bisa dihenbtikan oleh Bupati
Pada 8 September 2015, diadakan proses mediasi antara kelompok penambang dan penolak tambang di Kecamatan.
Langkah tersebut sebagai bentuk mediasi seiring dengan aksi pemboikotan yang akan diasakan FORUM.
Pada 9 September 2015, Aksi Pemboikotan Truk Pasir.
Pada aksi tersebut menghasilkan surat pernyataan pemberhentian pertambangan yang ditanda tangani oleh Kades Hariyono.
Pada 10 September 2015, Terjadi tindakan ancaman pembunuhan dari Tim 12 kepada tossan.
Aksi ancaman tersebut sebagai bentuk ketidakpuasan kelompok penambang karena aktivitas penolak tambang.
Pada 15 September 2015, aktivitas pertambangan berlangsung kembali.
kelompok penolak penambang kembali melakukan konsolidasi guna memberhentikan kembali aktivitas pertambangn milik Kades Hariyono
Pada 26 September 2015, telah terjadi pembunuhan dan penganiyayaan aktor penolak tambang
Kejadian tersebut terjadi ketika kelompok penolak tambang sedang mempersiapkan aksi protes yang akan dilakukan pada hari itu
Pada 28 September 2015, dilakukan moratorium aktivitas pertambangan
Pemerintah daerah melakukan peneritban kepada seluruh aktivitas pertambangan di Kabupaten Lumajang
Sumber : Diolah Peneliti (2017)
Pada 29 Agustus 2015 kelompok penolak tambang yang tergabung dalam
aliansi FORUM melakukan demonstrasi di depan kantor Bupati Lumajang.
Demontrasi tersebut merupakan reaksi kelompok penambang akibat tidak
ditanggapinya aduan masyarakat mengenai aktivitas pertambangan ilegal Kades
Hariyono. Masyarakat petani juga menuntut kerugian kepada pemerintah akibat
aktivitas pertambangan yang dilakukan Kades Hariyono seperiti yang dikatakan
Tossan :
“Saya dan teman – teman semakin sering melakukan pertemuan di bulan juni, hampir setiap hari kita membahas permasalahan pasir sampai memetuskan kita melakukan demo di Pemda, tuntutannya agar Bupati segera menutup tambang dan memberikan ganti rugi pada petani44”
Dalam aksi tersebut pihak kelompok penolak penambang menyerahkan berkas
pelaporan kepada perwakilan Bupati denga harapan aktivitas pertambangan langsung
bisa dihentikan oleh Bupati. Tidak kunjung digubrisnya aduan dan aksi demo yang
dilakukan kelompok penolak tambang, pada pertemuan yang dilakukan pada forum
“kopi jum’at” kelompok penolak tambang akan melakukan aksi pemboikotan yang
dilaksanakan pada tanggal 9 September 2015. Pada tanggal 8 September 2015,
diadakan pertemuan di Kantor Camat Pasirian pertemuan tersebut dihadiri oleh Abdul 44 Tossan, Wawancara. Op.cit
Basar, Camat Pasirian; Sudarminto, Kapolsek Pasirian; Haryono, Kades Selok
Awar-awar; Madasir, Ketua LMDH dan tim 12; Serma Abdul Gofur, Koramil
Pasirian. Lalu, Totok S, Perhutani, IPDA Hariyanto, Kanit Pidsus Polres Lumajang.
Juga Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Pesisir Desa Selok Awar-Awar yaitu
Tosan, Salim Kancil, Iksan Sumar, Sapari, Ansori, Arya dan Abdul Hamid.
Pertemuan kemudian menjadi bentuk proses mediasi yang dimotori oleh Camat
Pasirian sebagai upaya meredam aksi demo yang akan dilakukan kelompok penolak
tambang pada tanggal 9 September 2015. Dalam forum itu Camat menjadikan dalih
bahwa kegiatan pertambangan yang dilakukan Kades Hariyono sebagai penopang
dana kegiatan dan oprasional Kecamatan Pasirian. Pertemuan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan apapun. Hanya ada perkataan Madasir Ketua Tim 12,
apabila tambang dititip akan ada pertumpahan darah. Usaha kelompok penolak
pertambangan untuk menggelar aksi damai pemboikotan truk tak surut.
Aksi pemboikotan yang dilakukan pada 9 September 2015 dilakukan di depan
rumah Tossan karena rumah Tossan sendiri terletak dijalan utama tempat truk – truk
pasir lewat. Massa aksi juga diikuti oleh beberapa elemen mahasiswa seperti HMI
Kom.Lumajang dan PMII Cab. Lumajang dan sejumlah media TV One, MetroTV dan
sejumlah media lokal. Aksi pemboikotan ini sendiri adalah menghentikan semua truk
pasir yang lewat di jalan utaman Selok Awar – awar, kemudian mengumpulkan
semua sopir truk pasir tersebut dan diberikan pengertian tentang pelanggaran –
pelanggaran yang dilakukan para penambang ilegal tersebut dan yang terakhir
menyegel semua truk pasir.
Tabel 5.5 Salah Satu Truk yang Dihentikan
Truk yang melintas dihentikan dan ditempel tulisan sebagai simbol penolakan. Sumber : Dokumentasi Penulis
Adanya aksi pemboikotan yang dilakukan masyarakat membuat MUSPIKA
mendesak Kades Hariyono untuk membuat surat pernyataan penghentian aktivitas
pertambangan. Desakan dari MUSPIKA dan menyadari tidak mempunyai legitimasi
lagi dari masyrakat Desa akhirnya Kades Hariyono menyetujui penghentian
pertambangan dengan membuat surat pernyataan. Surat pernyataan itu kemudian
dibacakan Camat Pasirian didepan muka massa aksi. Namun kelegaan kelompok
penolak tambang tidak berhenti sampai itu, keesokan harinya pada tanggal 10
September 2015 sekitar 30 orang datang kerumah Tossan.
Mereka Tim 12 yang di ketua Madasir melakukan pengancaman akan
membenuh Tossan. Kelompok penambang kemudian melaporkan tindakan ancaman
kepada Polres Lumajang. Kelompok penolak tambang kemudian memperbanyak surat
pernyataan pemberhentian pertambangan yang di tanda tangani Kades Hariyono dan
membagikan kepada masyarakat sebegai media propaganda karena asumsi kelompok
penolak tambang bahwa Kades Hariyono akan melanjutkan kembali aktivitas
pertambang di pasisir Watu Pecak.
Tabel 5.6 Kelompok Penolak Tambang Menerima Surat Pernyataan Kades Hariyono
Sumber : Dokumentasi Penulis (2017)
Hal tersebut kemudian terbukti pada tanggal 15 September 2015 aktivitas
pertambangan berlangsung kembali.45 Sontak kelompok penolak penambang kembali
melakukan konsolidasi guna memberhentikan kembali aktivitas pertambangn milik
Kades Hariyono. Namun arogansi kelompok pengaman tambang Tim 12 semankin
menjadi – jadi, pada tanggal 13 September 2015 telah terjadi pencurian sapi milik Pak
Ikhsan salah satu anggota FORUM kejadian tersebut sebagai bentuk ancaman untuk
kelompok penolak pertambangan supaya tidak melanjutkan aktivitasnya. Hal tersebut
lantas tidak membuat surut gelombang penolakan yang dilakukan FORUM dalam
upaya menghentikan aktivitas pertambangan ilegal. Pada tanggal 20 September 2015
forum “kopi jum’at” menyepakati untuk mengadakan aksi lanjutan yang akan
diadakan pada tanggal 26 September 2015.
Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan Tim 12 seperti tiada hentinya. Pada
pagi hari, 26 September 2015 ketika sejumlah kelompok penolak pertambangan
sedeang mempersiapkan aksi demonstrasi yang akan dilaksanakan dilokasi
pertambangan sambil membagikan sejumlah press release kepada sejumlah warga
sekitar namun datang kelompok pengaman tambang Tim 12 menganiyaya Tossan.
Tossan dianiyaya beramai – ramai oleh Tim 12 yang dilakukan disebuah lapangan
45 Surat pernyataan penghentian pertambangan yang ditanda tangani Kades Hariyono ternyata hanya sebagai sandiwara untuk meredam aksi pemboikotan yang dilakukan kelompok penolak tambang.
tidak cukup sampai Tossan, Tim 12 kemudian juga memburu anggota kelompok
penolak tambang lainnya. Tim 12 menuju kerumah Salim Kancil dianiyaya
dirumahnya karena Tim 12 tidak puas dengan aksinya karena yang dilakukan Tim12
tidak meninggalkan luka sama sekali di tubuh Salim Kancil kemudian Tim 12
membawa Salim Kancil menuju Kantor Desa.
Tempat yang seharusnya menjadi simbol kehadiran Negara tetapi digunakan
sebagai tempat arogansi penyalahgunaan wewenang kekuasan, Salim disiksa didepan
masyarakat Desa Selok. Tidak sampai disitu ketidakpuasan Tim 12 melakukan
penganiyayaan terhadap Salim berlanjut dijalan menuju makam Desa, Salim tewas
akibat luka benda tumpul dikepalanya. Aksi Tim 12 sebenarnya masih tetep berlanjut
kepada anggota kelompok penolak tambnag lain tetapi aksi tersebut kemudian urung
dilakukan akibat berita mengenai akan datangnya polisi.46
Tabel 5 7 Pembunuhan Salim Kancil
Salim kancil setelah dianiyaya TIM 12 hingga tewas. Sumber : Dokumentasi Penulis
Pembunuhan terhadap Salim Kancil dan penganiyayaan Tossan ternyata sudah
direncanakan oleh Tim 12 sejak jauh – jauh hari. Sebelumnya dipertemuan Tim 12 di
rumah Kades Hariyono akan merencanakan membuat demonstrasi tandingan pada
tanggal 26 September 2015 yang terdiri dari kelompok pro tambang. Namun rencana
46 Arya, Wawancara. Op.cit
tersebut kemudian diurungkan akibat penjelasan dan larangan dari Bhabinkamtibnas
dan Babinsa Selok Awar. Tim 12 dan Kades bersepakat untuk mengadakan kerja
bakti, namun rupanya bahasa “kerja bakti” ini merupakan kata sandi untuk
mengeksekusi sejumlah anggota kelompok penolak tambang.47
Faktor sumber daya material dan non meteril dalam mobilisasi sosial
merupakan hal yang penting dalam memobilisasi massa serta memperluas protes.
Langkah yang dilakuakan kelompok penolak tambang dalam memobilisasi sumber
daya yang dimiliki hal ini aliansi FORUM merupakan hal yang determinan dalam
perjalanan gerakan penolakan aktivitas pertambangan ilegal di Desa Selok Awar –
Awar. Namun terlihat kenyataannya penolakan dari masyarakat Desa sendiri yang
merasakan dampak kerugian secara langsung tidak begitu masif.
Pasca konflik ini berakhir bukan menutup kemungkinan pertambangan ilegal
di Kabupaten Lumajang hilang. Pertambangan ilegal masih terjadi disejumlah tempat
di Kabupaten Lumajang hal itu dibuktikan dengan banyaknya kasus supir truk yang
ditangkap oleh kepolisian karena tidak memiliki surat izin jalan dari perusahaan.48
Pertambangan ilegal yang terjadi sekarang dilakukan masyarakat yang dulunya
berprofesi sebagai penambang ilegal sebagai alternatif dari lamanya proses perizinan
yang merekan lakukan kepada Pemerintah Provensi Jawa Timur. 49 Berakhirnya
aktivitas pertambangan di Desa Selok Awar – Awar ternyata masih meninggalkan
permasalahan mengenai reklamasi lahan bekas tambang. Kelompok penolak tambang
terbentur konflik kepentingan pengelolahan lahan bekas tambang ilegal.
47 Sutarya, Wawancara . Op.cit 48 Nidyawan, Irvin. 2017. Polisi incar stokfile dan sopir penadang pasir ilegal di Lumajang. Memox. (https://memo-x.com/138086/polisi-bidik-stokpile-penadah-pasir-ilegal-lumajang.html) diakses 3 september 2017 49 Hermanto. 2017. Pasca ditangkapnya penambang ilegal di Lumajang. Suara Jatim Post. (http://m.suarajatimpost.com/read/8388/20170811/212930/ini-yang-terjadi-pasca-ditangkapnya-para-penambang-ilegal-di-lumajang/) di akses 3 september 2017