Download - BAB VI Dualisme Penelitian Hukum.pdf
-
112
BAB VI
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Ada 2 (dua) Jenis penelitian hukum sebagaimana telah dijelaskan dalam
BAB II, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris
(sosiologis). Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Soerjono
Soekanto, bahwa:
Penelitian hukum itu berdasarkan tujuannya terdiri atas pertama; Penelitian hukum normatif, yang mencakup penelitian terhadap asas-
asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum. Kedua; Penelitian hukum sosiologis
atau empiris, yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum ( tidak tertulis) dan penelitian terhadap efektifitas hukum. 90
Hal senada juga dikemukakan oleh Ronny Hanitijo Soemitro,
bahwa:
Penelitian hukum dapat dibedakan antara; Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang
menggunakan sumber data sekunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan, dan penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian hukum yang memperoleh
datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 91
Tetapi menurut ahli penelitian hukum yang lain, dijelaskan bahwa
dalam penelitian hukum tidak dikenal adanya dikotomi jenis penelitian hukum
yang demikian, seperti yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki, yang
setuju dengan pendapat Hutchinson, bahwa:
Dikotomi ke dalam penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris adalah menyesatkan karena tidak mempunyai dasar berpijak.
Dapat diketahui bahwa yang membuat dikotomi semacam itu tidak paham terhadap ilmu hukum. Begitu juga dikotomi antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris tidak dikenal, baik di
negara-negara coomon law system maupun civil law system. Penelitian hukum menurut dua pakar penelitian hukum terakhir tersebut meliputi; penelitian doktrinal, penelitian yang berorientasi pada
pembaharuan, Penelitian teoritis, dan penelitian fundamental. 92
90 Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, hlm.
51 91 Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia
Indonesia, hlm. 24. 92 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 32-33.
-
113
Hal yang perlu digarisbawahi dalam jenis penelitian hukum ini adalah
bahwa tidak akan dan tidak bermaksud untuk memmbuat dikotomi ataupun
pemisahan secara radikal ke dalam penelitian hukum normatif dan penelitian
hukum empiris, bahkan apabila dikehendaki peneliti dapat menggabungkan
kedua jenis penelitian tersebut dalam satu penelitian. Tetapi memang
penelitian hukum itu akan selalu terkait dengan dua hal yang mau tidak mau,
suka tidak suka akan ditenui, yaitu teori-teori tentang ilmu hukum dan
kondisi yang ada di dalam masyarakat, apalagi jika penelitian itu adalah
penelitian hukum empiris. Hanya memang di dalam buku ini selanjutnya akan
digunakan terminologi penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
empiris.
Dalam hal telah menentukan jenis penelitian, maka yang harus
dilakukan oleh peneliti adalah memberikan penjelasan tentang jenis
penelitian yang dilakukan dan jangan berhenti pada memberikan definisi
tentang jenis penelitian. Peneliti harus dapat menjelaskan bahwa jenis
penelitiannya berbeda dengan dengan jenis penelitian orang lain .Hal tersebut
agar dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukannya adalah asli
penelitiannya (menjaga orisinalitas penelitian) dan bukan plagiat dari
penelitian orang lain. Oleh karena itu dalam menentukan jenis penelitian ini,
peneliti harus 93menyesuaikan dengan isu hukum atau topik penelitian atau
permasalahan yang diajukan dan disesuaikan dengan keinginan peneliti itu
sendiri.
B. Jenis Data dan Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum terdapat dua jenis data yang diperlukan. Hal
tersebut diperlukan karena penelitian hukum itu ada yang merupakan
penelitian hukum normatif dan ada penelitian hukum empiris. Jenis data yang
pertama disebut sebagai data sekunder dan jenis data yang kedua disebut
data primer. Peter Mahmud Marzuki tidak setuju apabila dalam penelitian
hukum itu dikenal adanya istilah data94, menurutnya dalam penelitian hukum
itu hanya ada bahan hukum saja, tidak ada data. Data primer dalam
penelitian hukum adalah data yang diperoleh terutama dari hasil penelitian
empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung di dalam masyarakat,
sedangkan data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh
94 Ibid., hlm. 36 dan 139.
-
114
dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai
literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi
penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum.
Data primer dalam penelitian hukum dapat dilihat sebagai data yang
merupakan perilaku hukum dari warga masyarakat. Soerjono Soekanto95
mengatakan bahwa:
Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud dalam perilaku manusia maupun di dalam perangkat kaidah-
kaidah yang sebenarnya juga merupakan abstraksi dari perilaku manusia. Dengan demikian, maka perilaku manusia dan ciri-cirinya yang mencakup perilaku verbal dan perilaku nyata (termasuk hasil dari
perilaku manusia dan ciri-cirinya tersebut), seperti peninggalan fisik, bahan-bahan ertulis dan data hasil simulasi merupakan data yang penting dalam penelitian hukum.
Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan
hukum dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis
dari para ahli peneliti hukum, bahwa bahan hukum itu berupa berbagai
literatur yang dikelompokkan ke dalam:
Pertama, bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan (lebih-lebih
bagi penelitian yang berupa studi kasus) dan perjanjian internasional
(traktat). Menutrut Peter Mahmud Marzuki,96 bahan hukum primer ini bersifat
otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil dari tindakan
atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.
Kedua, bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa
rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal
ilmiah, surat kabar (koran), pamfleat, lefleat, brosur, dan berita internet.
Ketiga, bahan hukum tertier, juga merupaka bahan hukum yang
dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder, yang berupa kamus, ensiklopedi, leksikon dan lain-lain.
Namun kelompok yang ketiga terdapat sedikit perbedaan antara
Peter Mahmud Marzuki dengan pakar penelitian hukum lainnya. Peter
Mahmud Marzuki mengatakan, bahwa kelompok ketiga adalah bahan non
hukum. Bahan non hukum ini dapat berupa semua literatur yang berasal dari
non hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai relevansi dengan topik
95 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 49. 96 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 139.
-
115
penelitian.97 Agar literatur-literatur tersebut memberikan kontribusi positif
dalam penelitian, maka peneliti harus selektif dan mampu memilih literatur
yang mendukung penelitiannya. Pakar penelitian hukum yang lainnya, seperti
Ronny Hanitijo Soemitro, Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji mengatakan,
bahwa bahan hukum yang ketiga adalah bahan hukum tertier, bahan hukum
ini berupa kamus, ensiklopedi, bibliografi, indeks kumulatif, dan leksikon.98
Untuk kelompok ketiga ini peneliti dapat memilih salah satu atau
menggunakan keduannya, yang penting ada penjelasan dari peneliti tentang
bahan-bahan hukum tersier atau bahan non hukum, atau menggunakan
keduanya. Hal penting yang harus selalu diingat adalah bahwa peneliti harus
dapat menjelaskan bahan-bahan hukum, baik primer, artinya peraturan
perundangan atau perjanjian atau putusan pengadilan yang akan diteliti,
demikian juga dengan bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku atau
literatur-literatur apa yang akan diteliti maupun bahan hukum tersier atau
bahan non hukum yang akan diteliti dalam penelitian yang dilakukan. Semua
itu harus selalu dikaitkan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan.
Bahan-bahan hukum dan bahan non hukum yang merupakan data
sekunder tersebut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:99
1. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.
2. Bentuk maupun isi data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-
peneliti terdahulu.
3. Data sekunder dapat diperoleh tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu
dan tempat.
Menurut Peter Mahmud Marzuki,100 bahan-bahan hukum tersebut
merupakan sumber-sumber penelitian hukum Dengan mengadakan telaah
pustaka atau studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum tersebut akan
diperoleh data awal untuk dipergunakan dalam penelitian di dalam
masyarakat atau penelitian lapangan.
C. Teknik Pengumpulan Data atau Bahan Hukum
1. Dalam Penelitian Hukum Normatif atau kepustakaan
97 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 143. 98 Ronny Hannitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 24-25., Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat Jakarta, CV
Rajawali, hlm. 14-15. 99 Ibid., hlm 28. 100 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit., hlm. 140.
-
116
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif
dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum
tertier dan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum
tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan,
maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut
dengan melalui media internet.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi pustaka adalah:
a. Ada kalanya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas;
b. Autentisitas data sekunder harus ditelaah secara kritis sebelum
diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri;
c. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mrngetahui metde yang
dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder
tersebut;
d. Kerapkali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya
data sekunder tersebut101
2. Dalam Penelitian Hukum Empiris atau Sosiologis
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum empiris atau
lapangan terdapat 3 (tiga) teknik yang dapat digunakan, baik digunakan
secara sendiri-sendiri atau terpisah maupun digunakan secara bersama-
sama sekaligus. Ke tiga teknik tersebut adalah wawancara, angket atau
kuesioner dan observasi. Ke tiga teknik tersebut tidak menunjukkan
bahwa teknik yang satu lebih unggul atau lebih baik dari yang lain,
masing-masing mempunyai kelemahan dan keunggulan.
a. Wawancara
Wawancara dimaksudkan melakukan tanya jawab secara
langsung antara peneliti dengan responden atau nara sumber atau
informan untuk mendapatkan informasi. Wawancara adalah bagian
penting dalam suatu penelitianhukum terutama dalam peneliian hukum
empiris. Karena tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi
yang hanya diperoleh dengan jalan bertanya secara langsung kepada
responden, narasumber atau informan. Wawancara ini dapat
menggunakan panduan daftar pertanyaan atau tanya jawab dilakukan
101 Ronny Hanitjo Soemitro, Loc.cit.
-
117
secara bebas, yang penting peneliti mendapatkan data yang
dibutuhkan.
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.
Hasil dari wawancara ini akan ditentukan oleh kualitas dari beberapa
faktor yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya.
Faktor-faktor tersebut, adalah pewawancara, responden atau
narasumber atau informan, daftar pertanyaan, dan situasi wawancara.
Pewawancara memegang peranan penting dalam proses
wawancara, karena pewawancara ini akan menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan kepada resonden atau yang lain, sehingga dia harus dapat
mrangsang responden untuk mau menjawab pertanyaan yang ia
ajukan, bakan ia dapat menggali lebih jauh kalau memang
dikehendaki. Hasil wawancara ini akan sangat dipengaruhi oleh pribadi
pewawancara. Oleh karena itu seoang pewawancara harus memiliki
persyaratan tidak mdah untuk dipenuhi, misalnya memiliki
ketrampilan mewawancarai, mempunyai motivasi tinggi, tidak
gampang menyerah, supel dalam arti mampu berkomunikasi dengan
baik, orangnya menarik, sehingga responden atau yang lainnya tidak
bosan untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya.
Responden, narasumber dan informan juga memegang peran
penting dalam proses wawancara ini. Karena kualitas jawaban yang
disampaikanya akan tergantung pada apakah ia memahami
pertanyaan yang diajukan kepadanya, atau apakah ia mau menjawab
pertanyaan tersebut dengan baik atau tidak. Dapat saja, karena alasan
kurang atau tidak tertarik dengan tpik penelitian, maka responden
atau narasumber atau informan memberikan jawaban yang asal-asalan
atau menjawab tanpa berpikir.
Oleh karena responden, narasumber atau informan tersebut
tidak tertarik dengan topik dan isi pertanyaan, maka hasil wawancara
juga akan kurang berkualitas. Oleh karena itu pemilihan topik dan
pembuatan daftar pertanyaan akan dpat mempengaruhi hasil
wawancara. Daftar pertanyaan yang diajukan juga tidak boleh terkesa
menguji responden, atau juga harus dihindari satu hal ditanyakan
berkali-kali, hal ini akan membuat responden bosan.
Situasi wawancara juga akan mempengaruhi hasil wawancara.
Hal ini disebabkan karena faktor-faktor tertentu, seperti waktu yang
-
118
tidak tepat, ada tidaknya orang ketiga, dan sikap masyarakat pada
umumnya.
Untuk dapat mencapai tujuan wawancara dengan baik, perlu
seorang peneliti memperhatikan pedoman berikut ini:102
1) Berpakaian rapi 2) Sikap rendah hati
3) Sikap hormat kepada responden, narasumber atau informan. 4) Ramah dalam sikap dan ucapan (tetapi efisien, jangan
terlalu banyak menghamburkan kata basa-basi) disertai air
muka yang cerah. 5) Sikap yang penuh pengertian terhadap responden dan
bersikap netral
6) Bersikap seolah-olah tiap responden yang dihadapi selalu ramah dan menarik.
7) Sanggup menjadi pendengar yang baik.
Wawancara mempunyai keunggulan, yaitu:
1) Bertemu langsung dengan responden atau narasumber atau
informan.
2) Dapat segera mendapatkan data.
3) Penelitian relatif lebih cepat dlakukan atau diselesaikan
4) Mudah untuk segera menggantiatau mengubah pertanyaan
yang kurang relevan atau untuk mengmbangkan pertanyaan
dengan maksud untuk menggali lebih detail.
Kelemahan wawancara adalah:
1) Apabila responden susah ditemui, sehingga penelitian tidak
dapat lebih cepat diselesaikan.
2) Waktu wawancara yang terbatas, sehingga data yang
didapat terkadang kurang rinci.
3) Situasi wawancara sangat mempengaruhi proses
wawancara.
b. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
dengan cara menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang
telah dibuat sebelumnya oleh peneliti kepada responden, narasmber
atau informan. Angket bertujuan untuk menapatka informasi yang
relevan dengan tujuan penelitian, memperoleh informasi sedetail dan
se akurat mungkin. Di sini peneliti tidak harus segera mendapatkan
102 Irawati Singarimbun, Teknik Wawancara, dalam Masri Singarimbun dan Sofian
Effendi (Editor), 1991, Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES, hlm. 201.
-
119
jawabannya. Jawaban tergantung pada kesempatan waktu yang
dimiliki dan diberikan oleh responden.
Beberapa cara dpat dilakukan dalam metode angket ini, seperti
wawancara langsung dengan responden, responden mengisi dan
menulis sendiri jawabannya baik partial maupun serentak bersama-
sama, wawancara jarak jauh denga menggunakan telepon atau e-mail,
kuesioner yang diposkan dengan disertai amplop dan perangko unyuk
dikembalikan kepada peneliti.
Angket ini dapat bersifat tertutup, artinya pertanyaan-
pertanyaan di dalamnya sudah ada pilihan jawabannya, misalnya:
1. Apa alasan saudara memakai helm?
a. Taat pada aturan
b. Tidak enak dengan polisi
c. Terpaksa
d. Ikut-ikutan
e. Disuruh orang tua
2. Apakah saudara pernah melanggar lampu trafik?
a. Tidak pernah
b. Pernah
c. Kadang-kadang
d. Sering
e. Tiap hari
3. Apakah keberadaan tempat pembuangan akhir sampah itu
menimbulkan gangguan pada warga?
a. Sangat mengganggu
b. Mengganggu
c. Agak mengganggu
d. Kadang-kadang
e. Tidk mengganggu
4. Apakah Bapak selalu tepat membayar PBB?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah sekali
e. tidak pernah
5. Apakah di lembaga pemasyarakatan ini bapak mendapatkan
-
120
jaminan pelaksanaan hak asasi manusia?
a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang
d. Pernah sekali
e. tidak pernah
Angket ini juga dapat bersifat terbuka, artinya responden harus
memberikan dan menukis jawabannya di lembar yang telah disediakan,
misalnya:
1. Apa alasan saudara memakai helm?
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
2. Apakah saudara pernah melanggar lampu trafik?
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
3. Apakah keberadaan tempat pembuangan akhir sampah itu
menimbulkan gangguan pada warga?
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
4. Apakah Bapak selalu tepat membayar PBB?
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
5. Apakah di lembaga pemasyarakatan ini bapak mendapatkan
jaminan pelaksanaan hak asasi manusia?
.......................................................................................
.......................................................................................
.......................................................................................
Angket atau kuesioner, mempunyai keunggulan:
-
121
1) Peneliti dapat mengarahkan jawaban dalam arti peneliti
dapat membuat pilihan jawaban yang akan dipilih oleh
responden atau informan.
2) Peneliti tidak perlu harus bertemu langsung dengan
responden, narasumber dan atau informan.
3) Penelti akan lebih mudah melakukan analisis data.
Kelemahan angket atau kuesioner adalah:
1) Tertutup bagi pengembangan jawaban.
2) Peneliti menggunakan tabulasi dan analisis statistika, yang
dalam hal demikian peneliti hukum banyak yang kurang
memahami statistik.
3) Apabila bertemu dengan responden yang kurang tertarik
terhadap penelitian tersebut, sehingga mengisi angketnya
asal-asalan atau tanpa berfikir sedikitpun atau bahkan
mengisi angketnya ngawur, yang tentu saja hal itu akan
menyulitkan analisis.
c. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh peneliti dalam rangka pengumpulan data dengan cara mengamati
fenomena suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Dalam observasi ini peneliti menggunakan banyak catatan, seperti
daftar check, daftar isian, daftar angket, daftar kelakuan dan lain-lain,
yang harus dilakukan sendiri oleh peneliti.
Tujuan observasi adalah:103
1) Mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia
sesuai kenyataannya.
2) Mendapatkan deskripsi yang relatif lengkap mengenai
kehidupan sosial atau salah satu aspeknya.
3) Mengadakan eksplorasi terhadap kehidupan manusia yang
diteliti.
Obsrvasi atau pengamatan mempunyai keunggulan:
1) Data yang didapatkan lebih akurat, detail dan rinci Apalagi
jika peneliti melakukan observasi partisipatoris.
2) Peneliti tidak mudah dibohongi dengan data semu aau
bahkan data palsu.
103 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 22.
-
122
3) Hasil pengamatan tidak mudah untuk dlupakan
Kelemahan observasi adalah:
1) Peneliti memerlukan waktu lebih lama dan kesabaran lebih
banyak.
2) Observasi harus dilakukan secara terus menerus dan dalam
waktu tertentu.
Observasi dapat dilakukan oleh observer (pengamat) terhadap
observee (obyek yag diamati) dengan cara observasi partisipatif.
Observasi partisipatif ini merupakan suatu pengmatan dimana
observer benar-benar ikut berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang menjadi obyek
penelitian. Observasi ini dapat dilakukan apabila ada hubungan baik
antara observer dengan observee dan tidak ada penolakan dari
observee. Di samping itu observer harus mampu melakukan
pendekatan yang baik dengan observee. Observasi partisipasi ini dapat
dilakukan secara penuh, artinya observer melakukan pengamatan
dengan mengikuti seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
observee. Kemudian observasi dapat juga dilakukan parsial, artinya
observer hanya mengikuti sebagian kegiatan yang dilakukan oleh
observee.104 Selanjutnya terdapat observasi sistematis yang tidak jauh
berbedadengan observasi partisipatif, obsevasi sistematis ini observer
mempersiapkan akat-alatnya lebih terstruktur. Kemudian terdapat
observasi non partisipatif atau observasi eksperimental, dimana
observer dapat melakukan pegendalian dan perubahan terhadap
situasi dan kondisi dalam rangka melaksanakan eksperimen.
Pengendalian terhadap kondisi-kondisi dan faktor-faktor tersebut perlu
guna menghindari munculnya variabel-variabel yang tidak diharapkan
yang akan mempengaruhi eksperimen ke arah negatif. Observasi
eksperimen ini dilakukan di laboratorium klinik khusus, atau di ruang
studi khusus suatu perguruan tinggi.105
D. Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ini diperlukan bagi penelitian hukum terutama bagi
penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif, lokasi peneltiannya
104 Bandingkan dengan Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 63. 105 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit.,hlm. 65.
-
123
jelas dilakukan di berbagai perpustakaan, baik perpustakaan pribadi,
perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan instansi, perpustakaan umum,
perpustakaan pemerintah, dan perpustakaan swasta. Perpustakan yang
dikunjungi adalah perpustakaan yang di dalamnya terdapat bahan-bahan
hukum yang dicari yang berkaitan dengan topik penelitian. Selain itu lokasi
penelitian atau tempat penelitian ini dapat dilakukan dengan penelusuran
melalui media internet
Lokasi penelitian dalam penelitian hukum empiris harus disesuaikan
dengan judul dan permaslahan, apabila judul dan permasahannya masih
bersifat umum, maka penetuan lokasi penelitian perlu mempertimbangkan
ketersediaan data di lokasi yang bersangkutan. Hal penting yang harus
dilakukan oleh peneliti adalah harus menjelaska secara ilmiah mengapa
penelitian itu dilakukan di lokasi tersebut. Peneliti harus memberikan
penjelasan ciri-ciri karakteristik sehingga lokasi itu dipilih.
Di samping itu penentuan lokasi penelitian ini juga harus
mempertimbangkan biaya, waktu dan tenaga, apalagi jika penelitian yang
dilakukan harus mengikuti kemauan sponsor atau pemberi dana. Penelitian
boleh idealis, tetapi hal itu belum tentu akan terwujud apabila dukungan yang
kurang dari sisi biaya atau waktu dan tenaga, bahkan dapat saja terjadi suatu
penelitian tidak selesai karena kurangnya biaya, waktu atau renaga.. Oleh
karena itu, walaupun tidak vital, namun biaya, waktu dan tenaga merupakan
faktor-faktor yang juga harus diperhatikan
E. Populasi dan Sampel
Setelah lokasi penelitian ditentukan, peneliti kemudian menentukan
populasi dan sampel. Populasi meupakan sejumlah manusia atau unit yang
mempunai ciri-ciri atau karakteristik yang sama.106 Menurut Ronny Hanitijo
Soemitro,107 populasi ini dapat berujud sejumlah manusia atau sesuatu,
seperti, kurikulum, kemampuan manajemen, alat-alat mengajar, cara
pengadministrasian, kepemimpinan dan lain-lain. Penentuan populasi ini
harus sinkron dengan topik penelitian. Peneliti dapat pula menentukan sub
populasi, yaitu bagian dari populasi, misalnya populasinya adalah seluruh
penduduk Kota Yogyakarta, sub populasinya adalah penduduk Kota Ygyakarta
yang menjadi pegwai negeri atau penduduk Kota Yogyakarta yang berusia
106 Soerjono Soekanto, Op.cit., hlm. 172 107 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 46.
-
124
20-25 tahun atau penduduk Kota Yogyakarta yang tinggal di pinggr
sepanjang Kali Code. Penentuan ssb populasi ini dapat dilakukan apabila
jumlah populasi terlalu banyak.
Sampel adalah contoh dari suatu populasi atau sub populasi yang cukup
besar jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi atau sub
populasi. Untuk meneliti suatu populasi yang besar jumlahnya terkadang
tidak memungkinkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu,
misalnya, dana, watu dan tenaga, maka untuk melakukan generalisasi
dibutuhkan sampel yang dapat mewakili populasi. Berapa banyak jumlah
sampel yang harus diambil pada suatu penelitian, tdak ada ketentuan pasti
atau baku mengenai hal itu. Sampel yang banyak pastinya akan lebih baik
hasilnya atau lebih signifikan haslnya daripada sampel yang sedikit.
Teknik pengambilan sampel dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Random Sampling, teknik ini dilakukan apabila jumlah sampel dalam
populasi besar atau banyak, yaitu dengan menentukan sampel
secara acak, artinya setiap sampel dalam suatu populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota
sampel..Pengambilan sampel demikian dapat dilakukan apabila
tingkat homogenitas sampel dalam populasi tinggi, sehingga akan
mudah untuk diambil sampel yang dapat mewakili populasi.
Teknik random sampling ini dapat dlakukan dengan berbagai cara,
seperti:
a. Undian, yaitu semua sampel diberi nomor kemudian nomor-
nomor tersebut dimasukan ke dalam kotak lalu nomr-nomor
tersebut diundi, nomor yang muncul dari hasil undiam itulah yang
akan masuk menjadi anggota sampel.
b. Ordinal, menentukan nomor pertama, ini dilakukan dengan
membagi jumlah sampel dalam populasi dibagi jumlah sampel
yang dibutuhkan dan hasil dari pembagian tersebut menjadi
nomor pertama dari sampel yang akan diteliti. Misalnya jumlah
sampel dalam populasi adalah 1000 dan jumlah sampel yang
dibutuhkan adalah 250, maka nomor pertama adalah 1000:250,
sehingga nomor pertama dari sampel yang dibutuhkan adalah
nomor: 4.
-
125
c. Titik ordinat (titik pusat) dan arah mata angin, teknik ini
dilakukan dengan cara, peneliti menentukan suatu titik pusat,
kemudian dari titik pusat tersebut ke arah 4 (empat) mata angin
ditentukan sejumlah sampel yang masing-masing arah mata
angin sama jumlah sampelnya atau jumlah sampel yang
dibutuhkan dibagi sama ke arah mata angin.
2. Non Random Sampling, apabila jumlah sampel dalam populasi kecil
atau sedikit, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana peneliti
telah menentukan/menunjuk sendiri sampel dalam penelitiannya.
Tentu saja penunjukan ini harus disertai dengan argumentasi ilmiah
mengapa peneliti menentukan sampel-sampel demikian. Hal ini
berarti bahwa sampel yang telah ditunjuk memiliki ciri-ciri
karakteristik khusus sesuai dengan atau mengarah pada data yang
dibutuhkan. Apabila peneliti mimilih teknik ini, maka peneliti harus
memberikan penjelasan tentang ciri-ciri karakteristik dari sampel
yang dipilih atau ditunjuk tersebut dan mengapa memilih sampel
demikian.
F. Responden, Informan dan Narasumber
Dalam penelitian hukum, baik penelitian hukum normatif maupun
penelitian hukum empiris, di dalam mendapatkan data dapat mengadakan
kontak atau hubungan dengan pihak-pihak yang menjadi yang dapat
memberikan informasi mengenai data yang dibutuhkan, pihak-pihak
tersebut adalah responden, informan dan narasumber.
1. Responden adalah seseorang atau individu yang akan memberikan
respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Responden ini
merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung dengan
data yang dibutuhkan. Responden ini selalu dibutuhkan dalam setiap
penelitian hukum empiris, karena responden ini adanya di dalam
masyarakat dimana penelitian itu dilakukan.Responden ini dalam
memberikan respon kadang-kadang dapat dipengaruhi atau mengikuti
apa yang menjadi kemauan peneliti, atau dengan kata lain responden
ini dalam memberikan respon mengikuti apa yang telah diarahkan oleh
peneiti. Sebagai contoh dalam hal peneliti dalam teknik pengumpulan
datanya menggunakan kuesioner apalagi kuesioner yang bersifat
-
126
tertutup, responden diarahkan untuk memberikan jawaban dengan
memilih jawaban yang telah disediakan oleh peneliti.
2. Informan adalah orang atau individu yang memberikan informasi data
yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya dan penelit
tidak dapat mengarahkan jawaban sesuai dengan yang diinginkannya.
Hal itulah yang membedakan antara informan dengan responden.
Informan diperlukan di dalam peneltian empiris untuk mendapatkan
data secara kualitatif. Seorang informan adalah sumber data yang
merupakan bagian dari unit analisis. Kebenaran informasi yang
diberikan oleh informan adalah kebenaran menurut nforman tersebut,
bukan dari peneliti. Untuk itu penggunaan informan tidak perlu
menggunakan quesioner atau wawancara terstruktur. Kita harus
memberi ruang kebebasan bagi informan untuk berpendapat.
3. Narasumber adalah seorang yang memberikan pendapat atas objek
yang kita teliti.Dia bukan bagian dari unit analisis, tetapi ditempatkan
sebagai pengamat. Hubungan narasumber dengan objke yang kita
teliti disebabkan karena kompetensi keilmuan yang dimiliki , hubungan
struktural dengan person person yang diteliti, atau karena
ketokohannya dia dalam populasi yang diteliti. Pengunaan narasumber
dapat digunakan untuk menambah bahan hukum sekunder dalam
penelitian normatif maupun menambah data sekunder dalam
penelitian empiris . Contoh sederhana misalnya: ketika kita meneliti
mengenai kontrak-kontrak kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan
secara normatif, maka perlu menambahkan pendapat seorang pakar
ahli hukum perusahan. Atau ketika melakukan penelitian hukum
empiris mengenai Pelaksanaan Prinsip Good Governance pada era
Otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur, bisa meminta seorang
pengamat otonomi daerah, atau menteri dalam negeri, atau seorang
pakar hukum tatanegara sebagai narasumber.
G. Pengukuran Data dan Seleksi Bahan Hukum
Data yang diharapkan adalah data yang valid dan reliabel. Artinya data
tersebut dapat menggambarkan kondisi obyek penelitian dengan sebenarnya
dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu validitas dan reliabilitas
data sangat dibutuhkan. Di samping itu data yang didapatkan nantinya harus
ada keterkaitannya dengan topik atau permasalahan yang diajukan dan
-
127
antara data satu dengan data lainnya serta dengan bahan hukum harus ada
hubungan satu sama lain.
1. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas data tergantung pada alat yang digunakan
untuk mengukur validitas dan reliabilitas data itu sendiri. Alat pengukur
validitas ini memegang peranan penting, oleh karena itu alat ini harus
dibuat atau dipersiapkan secara matang. Validitas menunjukkan alat
pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Alat ukur validitas ini harus
dibuat dengan tepat pilihan, teliti dan tepat sasaran. Alat ukur dikatakan
tepat pilihan artinya bahwa alat tersebut dipilih secara tepat untuk
mengukur suatu gejala, dengan kata lain, apakah alat ukur tersebut telah
disesuaikan dengan ciri-ciri dai gejala yang akan diukur, atau apakah alat
ukur tersebut telah ditentukan skalanya. Misalnya untuk mengukur
ketaatan masyarakat pada peraturan berkendaraan, maka daftar
pertanyaannya atau kuesionernya harus disesuaikan dan diarahkan untuk
mencari jawaban tentang ketaatan seseorang tersebut pada peraturan
berkendaraan. Tidak dapat ketinggalan dalam menentukan alat ukur ini
adalah pemberian skala pada masing-masing item harus tepat dan
konsisten. Kemudian dalam pengukuran harus dilakukan dengan teliti dan
cermat sampai pada hal yang sekecil-kecilnya atau diukur secara detail,
jangan sampai ada yang terlewatkan. Pada gilirannya alat ukur tersebut
diterapkan pada sasaran yang jelas atau diterapkan pada topik, subyek
dan obyek penelitian yang sudah ditentukan.
Pengujian hipotesis penelitian tidak akan mengenai sasarannya,
apabila data yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah data
yang tidak valid dan reliabel, dan tidak menggambarkan secara tepat
konsep yang diukur.
Setelah alat ukur (kuesioner) telah tersusun dengan tepat dan teruji
validitasnya, dalam praktek belum tentu data yang terkumpul adalah data
yang valid. Banyak faktor lain yang akan mempengaruhi dan ekaligus
mengurangi validitas data. Sebagai contoh, misalnya pada waktu
wawancara, apakah si pewawancara pada waktu mengumpulkan data
telah betul-betul melaksanakan petunjuk yang telah dietapkan dalam
kuesioner. Di samping itu validitas data juga akan dipengaruhi oleh
kondisi responden pada waktu diwawancarai. Apabila pada waktu
menjawab semua pertanyaan responden merasa bebas, aman, tidak ada
-
128
rasa takut, malu, cemas, tidak ada tekanan atau paksaan, maka data
yang didapat akan valid, tetapi apabila pada waktu menjawab pertanyaan-
pertanyaan responden kurang bebas, merasa tidak aman, ada rasa takut,
malu, cemas, merasa ada tekanan atau paksaan, maka jawaban yang
diberikan akan tidak obyektif sehingga data tersebut tidak valid.
Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh
mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran
dilakukan pengulangan dua atau lebih terhadap obyek dan subyek
penelitian yang sama. Apabila alat ukur yang digunakan memang telah
memiliki validitas, maka secara signifikan akan berdampak pada
tercapainya reliabilitas alat dan hasil pengukuran. Hal tersebut dapat
terjadi karena, jika alat yang digunakan sudah valid, dan apabila alat
tersebut digunakan beberapa kali oleh peneliti-peneliti lain pada subek
dan obyek penelitian yang sama, maka hasilnya akan relatif sama.
Setiap alat pengukur seharsnya memiliki kemampuan untuk
memberikan hasil pengukuran secara konsisten. Hal itu dapat berlaku
apabila yang diukur itu adalah gejala fisik. Sedangkan untuk gejala sosial,
seperti sikap, opini dan persepsi, konsistensi tersebut merupakan hal yang
sulit diujudkan, karena gejala sosial tidak semantap gejala fisik. Sehingga
pegukuran terhadap gejala sosial ini harus diperhitungkan adanya unsur
kesalahan pengukuran (measurement error).
Djamaludin Ancokmengatakan, bahwa108:
Setiap hasil pengukuran gejala sosial selalu merupakan kombinasi
antara hasil dari pengukuran yang sesungguhnya (true score) ditambah dengan kesalahan pengukuran. Makin kecil kesalaan pengukuran, makin relabel alat pengukur. Sebaliknya, makin besar
kesalahan pengukuran, makin tidak reliabelnya alat pengukur. Besar kecilnya kesalahan pengukuran dapat diketahui antara lain dari indeks korelasi antara hasil pengukuran pertama dan kedua. Bila
angka korelasi dikuadratkan, hasil kuadrat ini disebut dengan koefisien determinasi (coefficient of determination), yang merupakan petunjuk besarnya hasil pengukuran yang sebenarnya.
Makin tinggi angka korelasi, makin rendah kesalahan pengukuran.
2. Keterikatan dan Keterhubungan
Dalam rangka seleksi data penelitian atau bahan hukum dibutuhkan
ketajaman berfikir dan ketelitian dari peneliti dalam mencermati bahan
hukum yang telah diperoleh. Sebagai dasar pengolahan data dan bahan
hukum, proses klasifikasi bahan hukum harus dilakukan dengan cermat.
108 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Op.cit., hlm. 141.
-
129
Artinya bahwa editing atau klasifikasi yang dilakukan terhadap bahan
hukum tersebut harus menunjukkan adanya keterikatan dengan topik
penelitian. Bahan hukum yang tidak ada kaitannya dengan topik penelitian
sebaiknya dibuang saja karena akan mempengaruhi analisis. Disamping
itu antara data primer dan bahan hukum harus terkait satu sama lainnya
dan demikian juga antara bahan hukum satu dengan bahan hukum yang
lain juga harus menunjukkan keterhubungannya.
H. Teknik Pengolahan Data
Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data, yaitu mengelola data sedemikian rupa sehingga
data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, sistematis, sehingga
akan memudahkan peneliti melakukan analisis. Data yang telah terkumpul
melalui kegiatan pengumpulan data belum memerikan makna apapun bagi
tujuan penelitian. Oleh karena itu tepat kiranya bahwa setelah pegumpulan
data ini, peneliti kemudian melakukan kegiatan pengolahan data. Pengolahan
data demikian disebut pula sebagai klasifikasi, yaitu melakukan klasifikasi
terhadap data dan bahan hukum yang telah terkumpul ke dalam kelas-kelas
dari gejala-gejala yang sama atau yang dianggap sama.
Untuk mengadakan suatu klasifikasi ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:109
a. Klasifikasi harus sempurna, artinya kategori-kategori yang dipakai
harus bisa menampung semua data. Sehingga tidak ada sisa data
yang tidak diklasifikasikan.)
b. Setiap klasifikasi harus didasarkan atas satu dasar pembagian
(fundamentum divisionis) saja.
c. Masing-masing kategori harus memisahkan satu dengan yang lain
(mutually exclusive). Artinya bahwa data atau bahan hukum yang
sama yang telah diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang lain.
1. Dalam Penelitian Hukum Normatif
Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berujud
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
109 Jacob Vredenbregt, 1983, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta,
PT Gramedia, hlm. 126.
-
130
tertulis. Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara,
melakukan seleksi data sekunder atau bahan hukum, kemudian
melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun
data hasil penelitian tersebut secara sistematis, tentu saja hal tersebut
dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara
bahan hukum satu dengan bahan hukum lainnya untuk mendapatkan
gambaran umum dari hasil penelitian.
2. Dalam Penelitian Hukum Empiris
Pengolahan data dalam penelitian hukum empiris, selain pengolahan
data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum normatif,
peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari responden
atau informan dan narasumber, terutama kelengkapan jawaban yang
diterima apabila peneliti menggunakan banyak tenaga dalam pengambilan
data. Harus ada kejelasan, konsistensi jawaban atau informasi dan
relevansinya bagi penelitian. Di samping itu harus pula diperhatikan
adanya keterhubungan antara data primer dengan data sekunder dan di
antara bahan-bahan hukum yang dikumpulkan. Dalam hal ini peneliti
melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data
dan informasi terjamin.
Satu hal yang perlu diperhatikan, adalah bahwa data harus
diklasifiksikan secara sistematis, artinya semua data harus ditempatkan
dalam kategori-kategori. Dalam rangka pengolahan data ini, semua data
yang relevan yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan
dengan masalah penelitian, harus diikutsertakan dalam klasifikasi.
Berhasilnya peneliti dalam melakukan klasifikasi data ini sangat
tergantung pada mutu wawancara yang dilakukan. Setelah melakukan
klasifikasi ini dapat saja seorang peneliti melakukan koding, atinya
melakukan klasifikasi jawaban-jawaban dengan memberikan kode-kode
(dengan angka-angka) tertentu untuk masing-masing jawaban agar
mempermudah melakukan analisis. Dalam melaksanakan koding ini dapat
muncul permasalahan yang berhubungan dengan catatan jawaban dari
responden. Misalnya, apabila responden menolak memberikan jawaban
salah satu pertanyaan, padahal semua pertanyaan harus dijawab. Hal
demikian akan mengganggu atau mempengaruhi jumlah nominal yang
-
131
seharusnya dipenuhi. Koding data harus dilakukan secara konsisten,
sebab konsistensi tersebut menentukan reliabilitas dari koding.
Tidak jarang dalam penelitian hukum empiris ini peneliti membuat
tabulasi, artinya peneliti membuat tabel-tabel agar data yang terkumpul
dapat disajikan secara sistematis dan konsisten sesuai dengan tujuan
penelitian. Hal ini juga akanmempermudah peneliti untuk melakukan
analisis.
I. Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu
dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis
data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti
menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan
kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran
sendiri dan bantuan teori yang telah dkuasainya.
1. Sifat Analisis
Analisis data dalam penelitian hukum memiliki sifat-sifat seperti
deskriptif, evaluatif dan preskriptif. Sifat-sifat analisis ini akan
diuraikan sebagai berikut:
a. Deskriptif
Sifat analisis deskriptif maksudnya adalah, bahwa peneliti
dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran
atau pemaparan atas subyek dan obyek penelitian sebagaimana
hasil penelitan yang dilakukannya. Di sini peneliti tidak melakuan
justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut.
b. Evaluatif
Dalam analisis yang bersifat evaluatif ini peneliti memberikan
justifikasi atas hasil penelitian. Peneliti akan memberikan penilaian
-
132
dari hasil penelitian, apakah hipotesis dari teori teori hukum yang
diajukan diterima atau ditolak.
c. Preskriptif
Sifat analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukannya.
Argumentasi di sini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan
preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang
seyogyannya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum
dari hasil penelitian.
2. Pendekatan dalam Analisis
a. Pendekatan dalam Penelitian Normatif
Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau
untuk lebih tepatnya penelaahan dalam penelitian tersebut, peneliti
perlu menggunakan pendekatan dalam setiap analisisnya.
Pendekatan ini bahkan akan dapat menentukan nilai dari hasil
penelitian tersebut. Hal ini dapat dilihat jika pendekatan yang
digunakan dalam analisis tersebut tidak tepat, maka dapat
dipastikan bahwa bobot penelitian itu akan rendah, tida akurat dan
kebenarannya pun diragukan atau dapat dipertanyakan. Oleh
karena itu pemilihan pendekatan dalam melakukan analisis hasil
penelitian menjadi sangat penting.
Pendekatan dalam penelitian hukum normatif dimaksudkan
adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan
kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis.
Karena apabila suatu isu hukum dilihat dari beberapa pendekatan
yang berbeda maka hasilnya atau kesimpulannya akan berbeda
pula.
Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan,
yaitu:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan
perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Hal
ini harus dilakukan oleh peneliti karena peratuan perundang-
-
133
undangan merupakan titik fokus dari penelitian tersebut dan
karena sifat hukum yang mempunyai cir-ciri sebagai berikut:
1) Comprehensive, artinya norma-norma hukum yang ada di
dalamnya terkait antara satu dengan yang lainnya secara
logis.
2) All-inclusive, artinya bahwa kumpulan norma hukum
tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukm
yang ada, sehingga tidak akan ada kekosongan hukum.
3) Systematic, yaitu bahwa di samping bertautan antara satu
dengan yang lainnya, norma-norma hukum tersebut
tersusun secara hierarkis.110
Secara hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia diatur di dalam Pasal 7 (1) Undang-undang No. 10
Tahun 2004, yang menetapkan bahwa jenis dan hierarki
perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai
berikut:
1) Undang-Undang Dasar 1945
2) Undang-undang/Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-
undang
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah
Di samping itu masih terdapat perauran perundangan
yang lain yang dibuat oleh lembaga-lembga negara, baik di
pusat, maupun di daerah sampai pada kepala pemerintahan di
desa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 (4) UU No. 10
Tahun 2004.
Pendekatan Perundang-undangan ini dilakukan dengan
menelaah semua peraturan perundang-undangkan yang
berkaitan dengan isu hukun yang diteliti. Pendekatan ini juga
tergantung pada fokus penelitian, pendekatan ini fokusnya
berbeda untuk kepentingan yang berbeda, misalnya apabila
penelitian itu untuk kepentingan praktis pendekatannya akan
berbeda apabila penelitian itu untuk kepentingan aademis.
110 Johnny Ibrahim, 2006, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang,
Boymedia Publishing, hlm. 303.
-
134
Pendekatan praktis untuk mencari sinkronisasi sedangkan
pendekatan akademis untuk mencari dasar hukum dan
kandungan filosofis suatu perundag-undangan.
b). Pendekatan Konsep (Conseptual Approach)
Konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik
tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum, karena
akan banyak muncul konsep bagi suatu fakta hukum. Sebagai
contoh, misalnya konsep negara hukum harus dipahami dan
harus ditegaskan negara hukum menurut sistem hukum Eropa
Kontinental (Civil Law System) yang dkenal dengan
Rechtsstaat atau negara hukum menurut sistem hukum
Anglosaxon (Common Law System) yang dikenal dengan Rule
of Law. Hal ini penting agar kesimpuannya nanti tidak salah
atau tidak bias.
Pendekatan konsep ini berawal dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin ang berkembang di dalam ilmu
hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin tersebut, peneliti akan menemukan ide-ide
yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-
konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti serta dengan pendekatan konsep
itu pula peneliti membuat argumentasi hukum dalam
menjawab permasalahan hukum yang diajukan.
c). Pendekatan Analitis (Analytical Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan mencari makna pada
istilah-istilah hukum yang terdapat di dalam perundang-
undangan, dengan begitu peneliti memperoleh pengertian
atau makna baru dari istilah-istilah hukum dan menguji
penerapannya secara praktis dengan menganalisis putusan-
putusan hukum. Pendekatan analitis ini digunakan oleh
peneliti dalam rangka melihat suatu fenomena kasus yang
telah diputus oleh pengadilan dengan cara melihat analisis
yang dilakukan oleh ahli hukum yang dapat digunakan oleh
hakin dalam pertimbangan putusannya. Tetapi dapat juga
peneliti menggunakan pendekatan analitis ini untuk
menganalisis fenomena lain yang dihadapi dalam penelitianna.
-
135
d) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan
peratuan perundangan Indonesia dengan satu atau beberapa
peraturan perundangan negara-negara lain. Dapat juga
dengan membandingka keputusan pengadilan Indonesia
dengan keputusan pengadilan negara-negara lain, atau juga
dapat dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan
peraturan perundangan yang mengatur suatu materi tertentu
dengan pelaksanaan peraturan perudangan yang mengatur
hal yang sama di satu atau beberapa negara lain. Di samping
itu perbandingan hukum ini dapat juga dilakukan terhadap
lembaga hukum dari sistem hukum yang satu degan lembaga
hukum dari sistem hukum yang lain. Sehingga dengan
mengadakan perbandingan tersebut peneliti dapat melakukan
analisis data untuk menjawab permasalahan yang diajukan,
seperti misalnya akan dapat menemukan persamaan-
persamaan dari kembaga-lembaga hukum atau aturan-aturan
hukum atau persamaa pelaksanaan dari aturan hukum
tersebut, yang merupakan inti dari pesmasalahan yang diteliti,
sedangkan perbedaan-perbedaan tersebut lebih dikarenakan
adanya perbedaan suasana, iklim, latar belakang, sistem
pemerintahan dan lain-lain dari negara-negara yang
dibandingkan. Mengadakan perbandingan hukum ini akan
didapat:
1) Kebutuhan-kebutuhan yang samaakan menimbulkan cara-
cara yag sama pula
2) Kebutuhan-kebutuhan khusus berdasarkan perbedaan
suasana, iklim dan sejarah akan menimbulkan cara-cara
yang berbeda pula.111
Pendekatan perbandingan hukum ini dapat digunakan
untuk mengisi kekosongan hukum yang ada di Indonesia
apabila memang dalam hal penelitian terhadap suatu masalah
hukum belum ada pengaturanna di Indonesia.
e). Pendekatan Sejarah (Hisorical Approach)
111 Sunaryati Hartono, 1991, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, Bandung, Citra
Aditya Bakti, hlm. 1-2.
-
136
Pendekatan sejarah ini dilakukan dengan menelaah latar
belakang dan perkembangan dari materi yang diteliti.
Penelaahan ini diperlukan apabila peneliti memang ingin
mengungkap materi yang diteliti pada masa lalu dan menurut
peneliti hal itu mempunyai relevansi dengan masa sekarang,
lebih-lebih mempunyai relevansi dalam ragka mengungkap
atau menjawab permasalahan yang diajukan.
Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa:
Penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti
untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu sistem atau lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu, sehingga dapat memperkecil kekeliruan,
baik dalam pemahaman maupun penetapan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu,112
f). Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach) Pendekatan filsafat ini dipili karena peneliti menginginkan
dilakukannya penelaahan tentang materi penelitian tersebut
secara mendalam. Hal ini sesuai dengan sifat filsafat, yaitu
mendasar, menyeluruh dan spekulatif, sehingga pendekatan
filosofis ini akan mengupas isu hukum atau materi penelitian
secara menyeluruh, radikal dan mendalam.
Berdasarkan ciri khas filsafat tersebut, Zaegler
mengatakan bahwa:
Dengan pendekatan filsafat peneliti melakukan penelitian
fundamental (Fondamental Research), yaitu suatu penelitian ntuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap implikasi sosial dan efek penerapan
suatu aturan perundang-undangan terhadap masyarakat atau kelompok masyarakat yang melibatkan penelitian terhadap sejarah, filsafat, ilmu bahasa, ekonomi, serta
implikasi sosial dan politik terhadap pemberlakuan suatu aturan hukum.113
g). Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus dalam penelitian hukum normatif
bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah
hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Pendekatan
kasus berbeda dengan studi kasus. Pendekatan kasus, adalah
112 Satjipto Rahardjo, 1986, Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, hlm. 32. 113 Johnny Ibrahim, Op.cit., hlm. 320-321.
-
137
beberapa kasus ditelaah untuk dipergunakan sebagai referensi
bagi suatu isu hukum, sedangkan studi kasus (case study)
adalah studi terhadap kasus tertentu dari berbagai aspek
hukum (pidana, perdata dan tata negara, dan lain-lain).
Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan
telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan materi
penelitian yang telah diputus oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Pendekatan kasus ini
mengkaji pertimbangan (ratio decidendi atau reasoning) dari
hakim dalam memutus suatu perkara. Kasus-kasus yang
ditelaah tersebut dapat berupa kasus yang terjadi di Indonesia
maupun kasus yang terjadi di negara-negara di luar
Indonesia.
Dengan mempelajari pertimbangan-pertimbangan hakim
dalam memutus perkara-perkara tersebut, peneliti akan
mampu melakukan analisis bagi pemecahan masalah yang
diajukannya, karena pertimbangan-pertimbangan hakim
tersebut dapat dijadikan referensi bagi ketajaman analisis
yang dilakukannya.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat dilakukan bersama-sama
dalam suatu penelitian hukum normatif, misalnya dalam suatu penelitian
hukum normatif digunakan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan perbandingan atau dengan pendekatan yang lainnya. Penting
untuk dipahami bahwa pemilihan pendekatan ini harus sesuai dengan
materi penelitian dan sebagai upaya menjawab permasalahan yang
diajukan.
b. Pendekatan dalam Penelitian Empiris
1). Pendekatan Kualitatif
Pendekatan kualitatif adalah suatu cara analisis hasil penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku yang
nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Oleh
karena itu peneliti harus dapat menentukan data mana atau bahan
hukum mana yang memiliki kualitas sebagai data atau bahan hukum
yang diharapkan atau diperlukan dan data atau bahan hukum mana
-
138
yang tidak relevan dan tidak ada hubungannya dengan materi
penelitian. Sehingga dalam analisis dengan pendekatan kualitatif ini
yang dipentingkan adalah kualitas data, artinya peneliti melakukan
analisis terhadap data-data atau bahan-bahan hukun yang berkualitas
saja Seorang peneliti yang mempergunakan metode analisis kualitatif
tidak semata-mata bertujuan, mengungkapkan kebenaran saja, tetapi
juga memahami kebenaran tersebut.
2). Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif ini adalah melakukan analisis terhadap
data berdasarkan jumlah data yang terkumpul. Biasanya analisis
dengan pendekatan kuantitatif tersebut dilakukan dengan
menggunakan rumus-rumus statistik. Hal itu karena dalam proses
pengumpulan data biasanya menggunakan kuesioner yang masing-
masing item jawabannya telah diberi skala. Analisis dengan
pendekatan kuantitatif ini akan sangat diperlukan apabila peneliti akan
mencari korelasi dari dua variabel atau lebih.
J. Tugas dan Latihan
1. Buatlah jenis peneitian yang saudara rencanakan beraitan dengan
judul atau topik penelitian?
2. Diskusikan jenis data saudara dengan empat mahasiswa lainnya, dan
buatlah rencana jenis data yang akan saudara kumpulkan?
3. Jelaskan dan rumuskan lokasi penelitian yang akan saudara jadikan
lapangan penelitian atau saudaa adikan tempat pengamblan data?
4. Diskusikan teknik pengambilan data yang saudara gunakan dengan
empat mahasiswa lainnya dan kemudian buatlah teknik pengumpulan
data yang akan saudara gunakan dalam penelitian nanti?
5. Jelaskan bagaimana validitas dan reliabilitas kuesioner yang akan
saudara gunakan dan kemudian susunlah kuesioner tersebut.
6. Rumuskan dan jelaskan teknik pengolahan data yang akan saudara
lakukan dalam penelitian nanti?
7. Jelaskan analisis data yang akan saudara lakukan dan buatlah analisis
yang akan sauara gunakan tersebut?