Download - bahan jur 2
Laporan praktikum KIMIA DASAR 1 (KESETIMBANGAN KIMIA)
Nah ni buat kalian yang lagi bingung ^^
KESETIMBANGAN KIMIA
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “KESETIMBANGAN KIMIA” bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia, metodologi yang digunakan pada percobaan adalah metodologi kualitatif, praktikan mengamati bahwa sejumlah besar reaksi tidak dapat berlangsung secara sempurna tetapi lebih cenderung mendekati suatu keadaan atau posisi kesetimbangan. Digunakan prinsip Le Chatelier pada praktikum ini. Kesetimbangan di pengaruhi oleh suhu, konsentrasi, volume, tekanan, dan katalisator. Tetapi dalam percobaan hanya membahas suhu dan konsentrasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama ini, reaksi-reaksi kimia yang sering dipelajari adalah reaksi satu arah. Sebenarnya,
banyak reaksi kimia yang terjadi tidak hanya satu arah melainkan membentuk keadaan
setimbang. Dalam hal ini, pereaksi tidak habis bereaksi dan hasil-hasil reaksi dapat kembali lagi
membentuk pereaksi. Hal ini berlangsung hingga terbentuk keadaan kesetimbangan antara
pereaksi dan hasil reaksi. Kesetimbangan memiliki sifat statis dan dinamis. Namun pada reaksi
kimia, kesetimbangan bersifat dinamis. Artinya, saat tercapai kesetimbangan reaksi tidak
berhenti, tetapi terus berlangsung. Saat setimbang, zat-zat di sebelak kiri (reaktan) saling
bereaksi sehingga molekul-molekul zat di sebelah kanan (produk) bertambah. Pada saat yang
sama molekul-molekul zat di sebelah kanan berkurang dan molekul-molekul zat yang di sebelah
kiri bertambah dengan laju yang sama dengan laju reaksi ke kanan. Dengan demikian, reaksi
akan berlangsung terus-menerus ke dua arah dengan laju yang sama. Banyak peristiwa dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan proses kesetimbangan. Karena itu, diperlukan
pemahaman yang optimal oleh praktikan pada percobaan ini.
1.2. Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan kimia
1.3. Mamfaat Percobaan
Praktikan mampu mengamati dan memahami tentang perubahan-perubahan pada reaksi kimia
dimana perubahan inilah yang menjadi faktor yang mempengaruhi kesetimbangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak reaksi-reaksi kimia yang berjalan tidak sempurna artinya reaksi-reaksi tersebut
berjalan sampai pada suatu titik dan akhirnya berhenti dengan meninggalkan zat-zat yang tidak
bereaksi. Pada temperatur, tekanan dan konsentrasi tertentu, titik pada saat reaksi tersebut
berhenti sama. Hubungan antara konsentrasi peraksi dan hasil reaksi tetap. Pada saat ini reaksi
dalam keadaan setimbang. Pada saat setimbang, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan
kecepatan reaksi ke kiri. Kesetimbangan disini merupakan kesetimbangan dinamis, bukan
kesetimbangan statis. Jadi sebenarnya reaksi masih ada tetapi karena kecepatannya sama,
seakan-akan reaksi berhenti. Atas dasar ini dapat dianggap hampir semua reaksi berhenti pada
kesetimbangan. Untuk reaksi sempurna, kesetimbangan sangat berat disebelah kanan. Untuk
reaksi yang sangat berat di sebelah kanan. (Sukardjo, 1997:220).
Umumnya reaksi-reaksi kimia tersebut berlangsung dalam arah bolak-balik (reversible),
dan hanya sebagian kecil saja yang berlangsung satu arah. . Pada awal proses bolak-balik, reaksi
berlangsung ke arah pembentukan produk, segera setelah terbentuk molekul produk maka terjadi
reaksi sebaliknya, yaitu pembentukan molekul reaktan dari molekul produk. . Ketika laju reaksi
ke kanan dan ke kiri sama dan konsentrasi reaktan dan produk tidak berubah maka
kesetimbangan reaksi tercapai. Ketika suatu reaksi kimia berlangsung, laju reaksi dan
konsentrasi pereaksipun berkurang. Beberapa waktu kemudian reaksi dapat berkesudahan,
artinya semua pereaksi habis bereaksi. Namun banyak
reaksi tidak berkesudahan dan pada seperangkat kondisi tertentu, konsentrasi pereaksi dan
produk reaksi menjadi tetap. Reaksi yang demikian disebut reaksi reversibel dan mencapai
kesetimbangan. Pada reaksi semacam ini produk reaksi yang terjadi akan bereaksi membentuk
kembali pereaksi. ketika reaksi berlangsung laju reaksi ke depan (ke kanan), sedangkan laju
reaksi sebaliknya kebelakang (ke kiri) bertambah, sebab konsentrasi pereaksi berkurang dan
konsentrasi produk reaksi semakin bertambah.(Stephen,2002 : 96).
Umumnya suatu reaksi kimia yang berlangsung spontan akan terus berlangsung sampai
dicapai keadaan kesetimbangan dinamis. Berbagai hasil percobaan menunjukkan bahwa dalam
suatu reaksi kimia, perubahan reaktan menjadi produk pada umumnya tidak sempurna, meskipun
reaksi dilakukan dalam waktu yang relatif lama. Umumnya pada permulaan reaksi berlangsung,
reaktan mempunyai laju reaksi tertentu. Kemudian setelah reaksi berlangsung konsentrasi akan
semakin berkurang sampai akhirnya menjadi konstan. Keadaan kesetimbangan dinamis akan
dicapai apabila dua proses yang berlawanan arah berlangsung dengan laju reaksi yang sama dan
konsentrasi tidak lagi mengalami perubahan atau tidak ada gangguan dari luar. Untuk reaksi
yang tidak berjalan, kesetimbangan sangat berat disebelah kiri. Kesetimbangan dibagi menjadi
homogen dan heterogen. Homogen bila kesetimbangan terdapat pada satu fase (gas, cairan
tunggal, fase padat tunggal). Heterogen bila kesetimbangan terdapat dalam lebih dari satu fase
(gas, padat, gas cairan, padat cairan atau padat-padat) (Sukardjo, 1997:220).
Kesetimbangan kimia dalah proses dinamis ketika reaksi kedepan dan reaksi balik terjadi
pada laju yang sama tetapi pada arah yang berlawanan. Konsentrasi pada setiap zat tinggal tetap
pada suhu konstan. Banyak reaksi kimia tidak sampai berakhir, dan mencapai satu titik ketika
konsentrasi zat-zat bereaksi dan produk tidak lagi berubah dengan berubahnya waktu. Molekul-
molekul tetap berubah dari pereaksi menjadi produk dan dari produk menjadi preaksi, tetapi
tanpa perubahan netto konsentrasinya (Stephen,2002 : 96).
Kebanyakan reaksi kimia berlangsung secara reversible (dua arah). Ketika reaksi itu baru
mulai, proses reversible hanya berlangsung kearah pembentukan produk, namun ketika molekul
produk telah terbentuk maka proses sebaiknya yaitu pembentukan molekul reaktan dari molekul
produk mulai berjalan. Kesetimbangan kimia tercapai bila kecepatan reaksi tekanan (molekul
produk) telah sama dengan kecepatan reaksi ke kiri (pembentukan molekul reaktan) dan
konsentrasi reaktan maupun konsentrasi produk tidak berubah-rubah lagi (konstan). Jadi,
kesetimbangan kimia merupakan proses yang dinamis (Purwoko, 2006 : 169).
Tanda “[ ]” adalah konsentrasi kesetimbangan. Kecepatan reaksi kimia pada suhu konstan
sebanding dengan hasil kali konsentrasi zat yang bereaksi. Reaksi kimia bergerak menuju
kesetimbangan yang dinamis, dimana terdapat reaktan dan produk, tetapi kedudukannya tidak
lagi mempunyai kecenderungan untuk berubah. Kadang-kadang konsentrasi produk jauh lebih
besar daripada konsentrasi reaktan yang belum bereaksi di dalam campuran kesetimbangan,
sehingga reaksi dikatakan reaksi yang “sempurna”. G N Lewis memperkenalkan besaran
termodinamika baru yaitu keaktifan yang bisa dipakai sebagai ganti konsentrasi. Sangat
memudahkan jika keaktifan dianggap sebagai perkalian antara konsentrasi zat yang dimaksud
dengan suatu koefisien keaktifan (Syukri,1999:75).
Dalam suatu sistem kesetimbangan, suatu katalis menaikkan kecepatan reaksi maju dan
reaksi balik dengan sama kuatnya. Suatu katalis tidak mengubah kuantitas relatif yang ada dalam
kesetimbangan nilai tetapan kesetimbangan tidaklah berubah. Katalis memang mengubah waktu
yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan. Reaksi yang memerlukan waktu berhari-hari
atau berminggu-minggu untuk mencapai kesetimbangan, dapat mencapainya dalam beberapa
menit dengan hadirnya katalis. Lagi pula, reaksi yang berlangsung dengan laju yang sesuai hanya
pada temperatur yang sangat tinggi, dapat berjalan dengan cepat pada temperatur yang jauh lebih
rendah bila digunakan katalis. Ini terutama penting jika temperatur tinggi mengurangi rendeman
dari produk-produk yang diinginkan (Keenan,1984:593).
Salah satu kegunaan konstanta kesetimbangan kimia adalah memprediksi arah
reaksi. Untuk mempelajari kecenderungan arah reaksi, digunakan besaran Qc, yaituhasil
perkalian konsentrasi awal produk dibagi hasil perkalian konsentrasi awalreaktan yang masing-
masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Jika nilai Qcdibandingkan dengan nilai Kc,
terdapat tiga kemungkinan hubungan yang terjadi, antara lain :
1. Qc < Kc
Sistem reaksi reversibel kelebihan reaktan dan kekurangan produk. Untuk
mencapai kesetimbangan, sejumlah reaktan diubah menjadi produk. Akibatnya,
reaksi cenderung ke arah produk (ke kanan).
2. Qc = Kc
Sistem berada dalam keadaan kesetimbangan. Laju reaksi, baik ke arah
reaktan maupun produk, sama.
3. Qc > Kc
Sistem reaksi reversibel kelebihan produk dan kekurangan reaktan. Untuk
mencapai kesetimbangan, sejumlah produk diubah menjadi reaktan. Akibatnya,
reaksi cenderung ke arah reaktan (ke kiri). (Syukri,1999:75).
Tahun 1884 Henri Louis Le Chatelier berhasil menjelaskan pengaruh faktor luar terhadap
kesetimbangan, yang dikenal dengan azas Le Chatelier, yang berbunyi
“ Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan (aksi) maka sistem itu akan
mengadakan reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi tersebut.”
Perubahan dari keadaan kesetimbangan semula ke keadaan kesetimbangan yang baru
akibat adanya aksi atau pengaruh dari luar itu dikenal dengan pergeseran
kesetimbangan. Pengaruh konsentrasi terhadap pergeseran kesetimbangan adalahApabila dalam
sistem kesetimbangan konsentrasi salah satu zat diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser
ke arah yang berlawanan dari zat tersebut. Sebaliknya, jika konsentrasi salah satu zat dikurangi,
maka kesetimbangan akan bergeser ke pihak zat tersebut. Pengaruh volume dan tekanan
terhadap pergeseran kesetimbangan adalahPengaruh volume dan tekanan hanya berpengaruh
pada zat yang berwujud gas. Dan jumlah koefisien pereaksi tidak sama dengan jumlah koefisien
hasil reaksi. Jika tekanan diperbesar/ volume diperkecil, kesetimbangan akan bergeser ke arah
jumlah koefisien reaksi yang kecil. Jika tekanan di perkecil/ volume diperbesar, kesetimbangan
akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi yang besar. Pengaruh suhu terhadap pergeseran
kesetimbangan adalah menurut Vant Haff, bila pada sistem kesetimbangan suhu dinaikkan, maka
kesetimbangan reaksi akan bergeser ke arah yang membutuhkan kalor (ke arah reaksi
endoterm). Bila suatu reaksi kesetimbangan suhu diturunkan, maka kesetimbangan akan bergeser
ke arah yang membebaskan kalor (ke arah reaksi eksoterm). Dari beberapa faktor di atas,
hanya perubahan temperatur (suhu) reaksiyang dapat mengubah nilai konstanta
kesetimbangan (Kc maupun Kp). Perubahan konsentrasi, tekanan, dan volume hanya mengubah
konsentrasi spesi kimia saatkesetimbangan, tidak mengubah nilai K. Katalis hanya
mempercepat tercapainya keadaan kesetimbangan, tidak dapat menggeser kesetimbangan
kimia (Purwoko, 2006 : 169).
DAFTAR PUSTAKA
Bresnick, Stephen. 2002. Intisari Kimia umum. Jakarta: Erlangga.
Keenan, dkk. 1984. Kimia untuk universitas. Jakarta: Erlangga.
Purwoko, Agus A. 2006. Kimia Dasar 1. Mataram: Mataram University Press.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. Bandung: ITB.
PERCOBAAN IIPENENTUAN KOEFISIEN DISTRIBUSI
I. Tujuan PercobaanMenentukan koefisien distribusi zat terlarut (NaOH) dalam sistem n-Heksan air
berdasarkan ekstraksi pelarut.
II. Tinjauan PustakaJenis metode pemisahan ada berbagai macam, di antaranya yang paling baik dan populer
adalah ekstraksi pelarut atas ekstraksi air. Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform, dengan batasan zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana), alat ekstraksi Soxhlet, sampai yang paling rumit, berupa alat “Counter Current Craig”. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut (Triyas, 2012).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari suatu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis. Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah (Rahayu, 2009).
Partisi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan banyak kemungkinan untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat campur. Semedikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu (Underwood, 1998).
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik. Alasannya dapat diberikan dengan menggunakan hukum partisi (Takeuchi, 2009).
Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagipula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian
dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Svehla,1985).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap, ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Annisa, 2008).
Menurt Soebagio (2010), menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut :
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca
Dari rumus tersebut jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula sebaliknya. Rumus tersebut hanya berlaku bila:a. Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarutb. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
c. Zat terlarut tidak dapar bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi- reaksi lain.Angka banding distribusi menyatakan perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam
pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna daripada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi, maka harga KD sama dengan D (Triyas, 2012).
III. Alat dan Bahan3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu gelas ukur 15 mL, corong pisah 50 mL, buret 25 mL, erlenmeyer 50 mL, corong kaca, klem dan statif, pipet tetes dan gelas kimia 100 mL.
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu larutan n-Heksana, larutan NaOH 0,1 N, indikator PP, dan larutan HCl 0,1 N.
IV. Prosedur KerjaPerlakuan pertama yaitu mengambil larutan NaOH 0,1 N sebanyak 12,5 mL,
memasukkannya ke dalam corong pemisah 50 mL, kemudian menambahkan 12,5 mL larutan n-Heksana, mengocok dengan kuat dan membiarkan cairan terpisah. Setelah kedua cairan terpisah, membiarkan selama 20-30 menit. Selanjutnya, memisahkan kembali kedua cairan dengan cara membuka cepat corong pemisah, sehingga akan menghasilkan fraksi NaOH dalam air dalam n-Heksana.
Perlakuan selanjutnya, mengambil 5 mL fraksi NaOH dalam air, menitrasi dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan indikator PP. Menghitung konsentrasi NaOH yang terdapat dalam larutan (a). Selanjutnya, mengambil 5 mL larutan NaOH 0,1 N, menitrasi dengan HCl 0,1 N dengan menggunakan indikator PP, lalu menghitung konsentrasi NaOH dalam larutan awal (b).
Perlakuan terakhir yaitu menentukan koefisien distribui (Kd) berdasarkan persamaan berikut :
Kd = atau Kd =
V. Hasil dan Pembahasan5.1. Hasil Pengamatan
No.
Volume titran (HCl) Keterangan
1. 6,0 mL (NaOH)air + indikator PP
2. 5,7 mL (NaOH)org + indikator PP
5.2. Analisa DataDiketahui : M HCl = 0,1 N Vol. (NaOH)air = 5 mL Vol. (NaOH)org = 5 mL Vol. (HCl)air = 6,0 mL Vol. (HCl)org = 5,8 mLDitanya : Kd = ... ?Penyelesaian :
a. Konsentrasi NaOH awal
[NaOH]air =
= = 0,12 N
b. Konsentrasi NaOH dalam air dan n-heksan
[NaOH]org =
= = 0,116 N
c. Koefisien Distribusi
Kd =
= = 0,96
5.3 PembahasanEkstraksi adalah pemisahan berdasarkan distribusi zat terlarut dengan perbandingan
tertentu antara 2 pelarut yang tidak saling bercampur. Dalam ekstraksi dikenal istilah koefisien distribusi, yaitu perbandingan konsentrasi zat dalam dua pelarut yang tidak saling campur.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi zat terlarut (NaOH) dalam sistem n-Heksan air berdasarkan ekstraksi pelarut, di mana sampel NaOH diharapkan dapat terpisah dalam salah satu pelarut. Ekstraksi pelarut adalah ekstraksi yang menggunakan dua fase cair yang berperan sebagai pelarut, dalam hal ini n-Heksan dan air.
Perlakuan pertama dalam percobaan ini yaitu memasukkan NaOH 0,1 N dan larutan n-Heksan ke dalam corong pisah masing-masing 12,5 mL, kemudian mengocoknya dengan kuat agar kedua larutan dapat tercampur secara sempurna sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan larutan tersebut. Kemudian kedua larutan dalam corong pisah tersebut didiamkan selama 20 menit, dengan tujuan untuk memisahkan NaOH dalam air dan NaOH dalam n-Heksan, ditandai dengan terbentuknya 2 lapisan pada larutan. Pada lapisan yang terbentuk, lapisan atas merupakan larutan NaOH dalam n-Heksan sedangkan lapisan bawah merupakan larutan NaOH dalam air. Pada perlakuan ini n-Heksan berperan sebagai pelarut organik, sehingga menghasilkan lapisan NaOH dalam n-Heksan. Terbentuknya dua lapisan dikarenakan adanya perbedaan berat jenis dari kedua pelarut yang digunakan. Menurut Rahma (2012), berat jenis larutan n-Heksan yaitu 0,659 g/cm
3, lebih rendah dibandingkan dengan berat jenis air yaitu 1 g/cm
3 sehingga larutan NaOH dalam n-Heksan berada pada lapisan bagian atas dan larutan NaOH dalam air berada pada lapisan bagian bawah. Kedua lapisan ini kemudian dipisahkan dengan membuka tutup corong pisah, sehingga diperoleh fraksi NaOH dalam air dalam n-Heksan.
Setelah itu, sebanyak 5 mL larutan yang telah dipisahkan tadi dititrasi menggunakan larutan HCl 0,1 N dengan indikator PP. Penggunaan indikator PP bertujuan untuk menunjukkan
titik akhir titrasi, yaitu terbentuknya larutan bening atau hilangnya warna merah muda pada larutan. Indikator yang digunakan adalah indikator fenolftalein karena titrasi yang dilakukan adalah titrasi asam-basa (titrasi penetralan), di mana trayek pH indikator PP adalah 8,2-10,0, dengan perubahan warna bening-merah muda (Polling, 1986). Titrasi NaOH dengan larutan HCl ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi total NaOH 0,1 N yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Pada titrasi ini diperoleh volume HCl yang digunakan adalah 5,8 mL dan konsentrasi NaOH dalam air dalam n-Heksan adalah 0,116 N.
Perlakuan selanjutnya yaitu menitrasi 5 mL larutan NaOH dengan HCl 0,1 N menggunakan indikator PP. Tujuan dari titrasi ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi NaOH dalam larutan awal. Setelah terjadi perubahan warna larutan dari merah muda menjadi bening, diperoleh volume HCl yaitu 6,0 mL dan konsentrasi NaOH awal yang diperoleh yaitu 0,12 N.
Dari hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa volume HCl yang digunakan dalam menitrasi NaOH dalam air dalam n-Heksan lebih kecil daripada volume HCl dalam titrasi NaOH awal. Perbedaan volume HCl dalam proses titrasi ini disebabkan oleh NaOH pada fase air sudah terdistribusi dalam larutan n-Heksan. Distribusi n-Heksan dalam NaOH ini menyebabkan konsentrasi NaOH berkurang, sehingga volume HCl yang digunakan untuk menitrasi larutan NaOH fase air (awal) lebih besar daripada volume HCl yang digunakan untuk menitrasi fraksi NaOH dalam air dalam n-Heksan atau dengan kata lain untuk menetralkan NaOH yang terdistribusi dalam n-Heksan diperlukan HCl yang lebih sedikit.
Berdasarkan konsentrasi NaOH awal dan konsentrasi NaOH dalam air dalam n-heksan, diperoleh nilai koefisien distribusi sebesar 0,96. Menurut Anita (2011), jika koefisien distribusi <1, berarti NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air; jika koefisien distribusi =1, berarti jumlah NaOH yang terdistribusi dalam air setara dengan jumlah NaOH yang terdistribusi dalam n-Heksan; jika koefisien distribusi >1, berarti NaOH lebih banyak terdistribusi dalam n-heksan. Maka, dapat dikatakan dalam percobaan ini NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air dibandingkan dalam n-Heksan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien distribusi yang nilainya lebih dari 1.
VI. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.
2. Ekstraksi pelarut merupakan ekstraksi yang menggunakan dua fase cair yang berperan sebagai pelarut.
3. Volume HCl yang digunakan pada titrasi NaOH dalam air dalam n-Heksan yaitu sebesar 5,8 mL dengan konsentrasi NaOH 0,116 N, sementara volume HCl yang digunakan untuk titrasi NaOH awal yaitu sebesar 6,0 mL dengan konsentrasi NaOH awal 0,12 N.
4. Koefisien distribusi NaOH yang diperoleh yaitu 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa NaOH lebih banyak terdistribusi dalam air dibandingkan dalan n-Heksan.
DAFTAR PUSTAKAAnita. 2011. Penentuan Koefisien Distribusi. http://moslem-chemist.blogspot.com/2011/12/laporan-
praktikum-penentuan-koefisien_24.html. Diakses pada tanggal 15 November 2013.Palu.
Annisa. 2008. Pemisahan Campuran yang Tidak Saling Bercampur.http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/pemisahan-campuran-yang-tidak-saling-campur.html. Diakses pada tanggal 15 November 2013.Palu.
Polling, C. 1986. Ilmu Kimia. Erlangga. Jakarta.Rahayu, Suparni S. 2009. Ekstraksi. http://www.chem-is-try.org/materi-kimia/kimia_industri/
teknologi_proses/ekstraksi.html. Diakses pada tanggal 15 November 2013. Palu.Rahma, Aisyah. 2012. Penentuan koefisien Distribusi. http:// jurnalilmiahfarmasi .blogspot.com.
Diakses pada 15 November 2013. Palu.Soebagio, dkk. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Universitas Negeri Malang. Malang.Svehla, G. 1985. VOGEL : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi
Kelima. PT Kalman Media Pusaka. Jakarta.Takeuchi, Yoshito. 2009. Metode Pemisahan Standar. http://www.chem-is-try.org
materikimia/kimia_dasar/pemurnian_material/metode_pemisahan_standar/. Diakses pada tanggal 15 November 2013.Palu.
Triyas. 2012. Koefisien Distribusi. http://triyasrahayu.blogspot.com/2012/02/ praktikum-kimia-analitik-koefisien.html. Diakses pada tanggal 15 November 2013. Palu.
Underwood, A. L dan Day A. R. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Hukum Distribusi
Hukum distribusiwithout comments
Menurut hukum distribusi Nernst bila dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air.Dalam campuran solute akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut, setelah di kocok – kocok, kemudian dibiarkan maka akan terjadi 2 fasa yang terpisah. Perbandingan kosentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dikenal dengan tetapan distrbusi atau koefisien distribusi.Koefisien distribusi (KD) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:KD = C2/C3 atau KD = Co/CaC1 atau Ca adalah kosentrasi solute dalam pelarut pertama atau pelarut airC2 atau Co adalah kosentrasi solute dalam pelarut dua atau pelarut organikSesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di bawah. Dari rumus diatas apabila harga KD besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak dalam pelarut organik demikian sebaliknya.Rumus diatas dapat berlaku jika Solute tidak ter ionisasi dalam salah satu pelarut
Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi – reaksi lain
http://robbaniryo.com/ilmu-kimia/hukum-distribusi/
Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya
dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada
hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau
lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang
didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst
menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah
konstan :http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/16/pemisahan-campuran-yang-tidak-saling-campur/
II. TEORI
Distribusi adalah penyebaran aktifitas zat terlarut yang dilarutkan dalam dua pelarut yang tidak
saling melarutkan. Menurut hukum distribusi yang dinyatakan oleh Nernst pada tahun 1891,
bahwa suatu zat yang terlarut akan membagi diri antara dua pelarut yang tidak saling melarutkan
sedemikian rupa, sehingga perbandingan aktifitas pada keadaan setimbang dan suhu tertentu
adalah tetap.
Hukum distribusi berlaku apabila:
1. Larutan encer
Apabila konsentrasi zat terlarut tinggi, misalnya asam asetat dalam air dan kloroform, maka
asam asetat dalam air cenderung untuk mengalami asosiasi. Asosiasi tersebut dapat digambarkan
dengan terbentuknya ikatan hydrogen antara molekul asam asetat, sehingga konsentrasi
dinyatakan persamaan:
Dimana:
Ka = tetapan distribusi
a1 = aktifitas zat dalam pelarut 1
a2 = aktifitas zat dalam pelarut 2
n = perbandingan berat molekul pelarut 1 dan 2
Maka persamaan tersebut tidak berlaku karena hukum distribusi akan menyimpang, sehingga
persamaan menjadi:
2. Zat terlarut mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut tersebut karena
angka konstan.
Angka perbandingan distribusi tidak tergantung pada spesies atau jenis molekul yang
mungkin ada. Harga perbandingan berubah dengan sifat dasar dari zat terlarut serta temperatur,
sedangkan angka berubah apabila konsentrasi zat berubah dalam kedua pelarut setelah tercapai
kesetimbangan pada temperatur tertentu dalam larutan tertentu, sehingga akan memberikan
persamaan:
Kc merupakan konstanta terpakai sebagai koefisisen distribusi. Konsntanta distribusi disebut
juga konstanta partisi.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi pelarut dalam analisa, antara lain:
1. Mengelurkan brom dan iod dalam larutan air apabila larutan iod dalam air dikocok dengan
karbon disulfide.konsentrasi ion dalam disulfida dapat dipisahkan dengan corong pisah dan
dilakukan berulang kali. Dengan cara ini, konsentrasi iod dalam larutan air menjadi kecil.
2. Uji dalam analisa kuantitatif
Kromium pentaoksida lebih larut dalam alkoholamil dari air dengan mengocok larutan encer
dalam air dengan adanya kromat atau H2O2.
3. Studi hidrolisis
Dalam hidrolisis suatu garam dari basa lemah dengan asam kuat atau asam lemah dengan basa
kuat terdapat kesetimbangan antara garam, basa, atau asam bebas.
Pada industri, ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam
hasil seperti minyak tanah, minyak goreng, dan lain-lain. Dapat dinyatakan bahwa proses
ekstraksi adalah proses pengambilan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut lain.
Harga konstanta distribusi atau partisi dapat digunakan untuk menentukan derajat disosiasi.
Derajat disosiasi merupakan beberapa bagian yang terurai dalam suatu larutan.
Persamaan untuk disosiasi :
Bila harga C1 dan C2 dihitung dari dua harga konsentrasi zat pelarut maka harga Kc dapat
dihitung dengan menjelaskan dua persamaan dengan dua bilangan yang tidak diketahui.
Penambahan zat pada kedua lapisan cairan yang tidak bercampur akan membuat zat
tersebut terdistribusi diantara kedua lapisan.
Pendistribusian ini tidak menutupi terjadinya kemungkinan disosiasi ataupun asosiasi zat
dalam salah satu lapisan ataupun keduaaanya. Terdapat dua kasus utama yang sering terjadi
pada penambahan ketiga zat yaitu tidak berdisosasiasi ataupun asosiasi dalam kedua larutan.
Kasus ini dapat berlangsung persamaan distribusi.
I. HUKUM DISTRIBUSI
Bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan cairan yang tidak tercampur atau sebagian, jika
ditambahkan zat ketiga yang larut dalam kedua lapisan tersebut, maka zat terlarut tersebut akan
terdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan tertentu.
II. Kesetimbangan Reaksi
Suatu keadaan dimana kecepatan reaksi dari kiri ke kanan sama dengan kecepatan dari kanan ke
kiri.
III. Titrasi Redoks
Salah satu cara analisis yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah pasti dari suatu larutan
dengan mereduksikannya dengan larutan lain yang konsentrasinya lebih diketahui dan
didasarkan pada proses pemindahan elektron antara zat pengoksidasi dan pereduksi.
IV. Prinsip Le Chatelier
Bila suatu sistem yang berada dalam kesetimbangan dinamik dipengaruhi oleh sesuatu dari luar,
sehingga kesetimbangan terganggu, maka sistem akan memberikan reaksi perubahan pada arah
yang akan mengurangi pengaruhi gangguan dan bila memungkinkan akan mengembalikan sistem
kembali keadaan setimbang tersebut.
Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang
mengandung baik zat hasil kali konsentrasi setimbang zat yang berada diruas kanan dibagi hasil
kali konsentrasi setimbang zat yang berada diruas kiri, masing-masing dipangkatkan dengan
koefisien reaksinya.
Dalam percobaan yang dilakukan, yaitu dalam larutan encer molekul iodium berekaksi lemah
I- membentuk ion I3-. kesetimbangan reaksi yang terjadi berlangggsung cepat sekali sehingga
sulit untuk mengukur konsentrasi dari komponennya menggunakan peralatan kimiawi.
http://ayumuthia.blogspot.com/2011/06/distribusi.htmlKoefisien dan Angka Banding Distribusi pada Ekstraksi
02:05 No commentsPada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara : a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan untuk kesetimbangan kimia yang berisi gas.b. Dengan hukum distribusi nerst, untuk kesetimbangan suatu zat dalam
2 pelarut. c. Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya: 1. Temperatur yang digunakan. Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k. 2. Jenis pelarut. Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k. 3. Jenis terlarut. Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya mempengaruhi harga k. 4. Konsentrasi Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga k tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk komponen yang sama.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Hukum Distribusi Nernst ini menyatakan bahwa solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solut di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding distribusi (D).
Tetapan distribusi atau koefisien distribusi dinyatakan dengan rumus:
denganKd = Koefisien distribusi,Co = konsentrasi larutan pada pelarut organik,Ca = konsentrasi larutan pada pelarut air.
Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik (sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak hidrofob) ditambahkan pada fasa larutan dalam airnya, campuran kemudian diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik. Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil eter C2H5OC2H5, yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik.
Keterangan :(a) adalah teknik penggojokan yang dilakukan agar larutan terpisah menjadi dua fasa, yaitu fasa organik dan fasa air.(b) adalah proses memisahkan fasa yang diinginkan ke dalam erlenmeyer
Teknik ini (ekstraksi) bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol C6H5OH, anilin C6H5NH2 dan toluen C6H5CH3, yang semuanya larut dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin ditambahi basa untuk mendaptkan kembali anilinnya, dan alkali yang digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali fenolnya.Prinsip kerja pada ekstraksi antara lain :1. Prinsip Maserasi2. Prinsip Perkolasi3. Prinsip Sokhletasi4. Prinsip Refluks5. Prinsip Destilasi Uap Air 6. Prinsip Rotavapor7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis9. Prinsip PenEktraksi merupakan proses penarikan suatu zat terlarut dalam larutannya di dalam air. Oleh suatu pelarut
lain yang tidak dapat bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi sendiri ialah memisahkan suatu komponen
dari campurannya dengan menggunakan pelarut (Soebagio, 2005).
Ektrasi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua fasa cair yang tidak saling
bercampur. Cukup diketahu bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu
dibandingkan dengan pelarut yang lain (Setiono, 1985).
Bila suatu zat terlarut membagi diri menjadi dua cairan yang tidak campur ada suatu hubungan yang pasti
antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fasa dalam keseimbangan. Nerst pertama kali memberi
pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi. Ketika pada tahun 1891 ia menunjukkan bahwa suatu
zat terlarut akan membagi dirinya menjadi antara dua cairan yang tidak dapat campur sedemikian rupa
hingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu
(Underwood, 2002).
Menurut hukum distribusi Nerst bila kedalaman dua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian solut
dengan dengan perbandingan tertentu. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut adalah
tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Soebagio,
2005):
KD = C2/C1 = C Organik/C air
Dimana KD : Ketetapan distribusi, C2, Co, C1, Ca adalah konsentrasi solut pada pelarut 1, 2 organik dan
air (Soebagio, 2005).
Angka banding distribusi menyatakan perbandinga konsentrasi total zat terlarut dalam pelarut organik
(Fasa Organik) dan pelarut air (Fasa Air) jika suatu zat terlarut itu senyawa x maka rumus angkan
distribusi dapat ditulis (Soebagio, 2005):
D = Konsentrai Total senyawa X dalam fasa Oranik / Konsentrai Total Senyawa X dalam fasa air
Pada dasarnya koefiien distribusi dapat ditentukan apabila harga temperatur tetap. Dapat diketahu besar
masing-masing konsentrasi gugus bersangkutan dalam pelarut yang di pakai. Misalnya Iodin (I2) larut
dalam air tetapi lebih mudah larut dalam air pelarut organik seperti kloroform (CHCl3) atau karbon tetra
klorida (CCl4). Apabil kedalam larutan Iodin kedalam air ditambahkan salah satu pelarut organik yang
saling tidak bercampur dengan air tersebut, kemudian campuran larutan campuran di kocok dengan kuat
akan terjadi distribusi Iodin antara kedua pealrut tersebut. Sebagia besar Iodin larut dalam pelarut
oorganik. Hasil-hasil tersebut dapat di pakai dikemudian untuk menghitung harga Koefisien Distribusi Iod
dalam sistem Organik atau air (Day, 2002).
Daftar Pustaka
Setiono, 1985. Kimia Analisis. Jakarta: Bumi Aksara
Soebagio. 2005. Kimia Analisis II. Malang: UM Press
Underwood. 1989. Analisi Kimia Kuantutatif
Kirimkan Ini lewat Email